Upload
bulan-sabit-indonesia
View
240
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
RUU yg mnjadi acuan saat Pandangan Fraksi-Fraksi 17 10 2012 di Baleg DPR RI
Citation preview
1
17 Oktober 2012
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR… TAHUN… TENTANG
KEPALANGMERAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa kegiatan kemanusiaan berupaya untuk mendukung tujuan
negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia untuk menciptakan ketertiban dunia dan berkeadilan sosial;
b. bahwa untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan negara membentuk perhimpunan nasional yang menggunakan lambang kepalangmerahan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal;
c. bahwa dengan telah diratifikasinya Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 yang mengatur tentang keikutsertaan negera Republik Indonesia dalam seluruh
Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, mewajibkan negara untuk menerapkannya dalam sistem hukum nasional;
d. bahwa pengaturan mengenai kepalangmerahan belum diatur dalam suatu Undang-Undang;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan;
Mengingat : 1. Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Keikutsertaan
Negera Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa
tanggal 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 1958);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEPALANGMERAHAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kepalangmerahan adalah seluruh bentuk kegiatan gerakan kemanusiaan.
2. Lambang Palang Merah adalah simbol berbentuk palang merah pada suatu dasar putih dengan atau tanpa kata-kata palang merah.
2
3. Palang Merah Indonesia yang selanjutnya disingkat PMI adalah
perhimpunan nasional yang bersifat independen dan nirlaba.
4. Lambang Palang Merah Indonesia adalah suatu simbol yang berbentuk
palang merah dengan ciri-ciri tertentu yang digunakan secara resmi oleh
perhimpunan nasional Indonesia.
5. Kegiatan Kemanusiaan adalah kegiatan yang bersifat meringankan
penderitaan sesama manusia yang dengan tidak membedakan agama atau kepercayaan, suku, jenis kelamin, kedudukan sosial, pandangan politik atau
kriteria lain yang serupa.
6. Konflik bersenjata adalah suatu konflik yang terjadi ketika dikerahkannya
angkatan bersenjata antar Negara atau kekerasan bersenjata berkepanjangan antara pihak berwenang pemerintah dan kelompok-
kelompok bersenjata terorganisir, atau antar kelompok semacam itu dalam suatu Negara.
7. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
8. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota, serta perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.
10. Menteri adalah menteri yang bertanggungjawab menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertahanan.
Pasal 2
Kepalang merahan dilaksanakan berasaskan: a. kemanusiaan; b. kesamaan;
c. kenetralan; d. kemandirian; e. kesukarelaan;
f. kesatuan; dan g. kesemestaan.
Pasal 3
Pengaturan Kepalangmerahan bertujuan: a. mengatur penggunaan Lambang Palang Merah; b. menertibkan penggunaan Lambang Palang Merah pada masa konflik
bersenjata dan pada masa damai; c. mencegah dan menanggulangi peniruan serta penyalahgunaan Lambang
Palang Merah; dan d. mengatur tentang Perhimpunan Nasional.
BAB II BENTUK DAN PENGGUNAAN
LAMBANG PALANGMERAH
Bagian Kesatu
Bentuk
Pasal 4 (1) Lambang Palang Merah dibuat dengan warna merah di atas dasar putih
dengan ketentuan panjang palang horizontal dan panjang palang vertikal berukuran sama.
3
(2) Ketentuan mengenai spesifikasi teknis Lambang Palang Merah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Bagian Kedua Penggunaan
Paragraf 1 Umum
Pasal 5 Lambang Palang Merah digunakan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal
dalam kegiatan kemanusiaan.
Paragraf 2
Tanda Pelindung
Pasal 6 (1) Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung digunakan Tentara Nasional
Indonesia pada masa damai dan masa konflik bersenjata.
(2) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung oleh Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya digunakan oleh:
a. dinas kesehatan; b. tenaga kesehatan;
c. rohaniwan; d. sarana atau unit transportasi kesehatan; dan e. fasilitas dan peralatan medis.
Pasal 7
(1) Selain oleh Tentara Nasional Indonesia, Lambang Palang Merah sebagai tanda
pelindung dapat digunakan oleh: a. perhimpunan nasional;
b. tenaga kesehatan sipil; c. rohaniwan sipil; d. rumah sakit sipil;
e. sarana atau unit-unit transportasi kesehatan sipil; dan f. organisasi kemanusiaan lainnya.
(2) Penggunaan Lambang Palang Merah oleh selain Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat izin Menteri.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 8 (1) Tenaga kesehatan dan rohaniawan Tentara Nasional Indonesia, petugas
Palang Merah Indonesia, tenaga kesehatan dan rohaniawan sipil, serta organisasi kemanusiaan lain menggunakan tanda pelindung berbentuk kartu identitas dan ban lengan yang dikeluarkan oleh Menteri.
(2) Kartu identitas dan ban lengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dibawa dan digunakan selama bertugas.
(3) Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, bahan, dan spesifikasi kartu identitas dan ban lengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
4
Pasal 9 Tenaga kesehatan dan rohaniawan Tentara Nasional Indonesia, petugas PMI,
tenaga kesehatan dan rohaniawan sipil, serta organisasi kemanusiaan lain harus menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung di dada dan/atau
ban lengan pada lengan kiri.
Pasal 10
Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung harus dibuat dalam ukuran yang memudahkan untuk diidentifikasi dari jarak jauh.
Pasal 11 Lambang Palang Merah yang digunakan sebagai tanda pelindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 tidak ditambah dengan gambar, tulisan, atau tanda dalam bentuk apa pun.
Pasal 12 (1) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung pada bangunan
ditempatkan pada atap bangunan. (2) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung pada kendaraan
darat, pesawat udara, dan kapal laut ditempatkan pada semua sisi kendaraan
dan dapat disertai dengan penggunaan sinyal yang biasa digunakan sesuai dengan ketentuan hukum atau kebiasaan internasional.
Pasal 13 Dalam hal terjadi konflik bersenjata, para pihak yang terlibat dalam pertikaian
wajib menghormati dan/atau memberikan perlindungan kepada objek yang menggunakan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagai tanda pelindung sesuai dengan ketentuan hukum humaniter internasional.
Pasal 14
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat juga diberlakukan pada
saat terjadi kerusuhan atau gangguan keamanan.
Paragraf 3 Tanda Pengenal
Pasal 15 Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal dapat digunakan
pada masa damai dan masa konflik bersenjata.
Pasal 16
(1) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal hanya digunakan untuk memberi tanda pengenal kepada anggota, tenaga kesehatan, unit atau sarana tranportasi kesehatan, serta fasilitas dan peralatan medis dari perhimpunan
nasional. (2) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat digunakan oleh pihak lain untuk tujuan yang mendukung kegiatan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan ketua perhimpunan nasional.
(3) Ketentuan mengenai penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku
bagi Komite Internasional Palang Merah, Federasi Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, serta perhimpunan nasional palang merah atau bulan sabit merah negara lain.
5
Pasal 17 (1) Perhimpunan nasional dapat menggunakan Lambang Palang Merah sebagai
tanda pengenal untuk mendukung: a. penyebarluasan hukum humaniter internasional; dan
b. kegiatan kemanusiaan. (2) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan pada
barang-barang bantuan yang diberikan kepada korban konflik bersenjata dan
korban bencana.
Pasal 18
(1) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal digunakan sebagai: a. lambang pelengkap;
b. lambang dekoratif; dan c. lambang asosiatif.
(2) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai Lambang asosiatif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c harus setelah mendapat ijin Ketua Perhimpunan nasional.
Pasal 19
(1) Ukuran Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal harus dibuat lebih
kecil daripada ukuran Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung. (2) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal dapat digunakan secara
bersamaan dengan tanda pelindung.
BAB III
PALANG MERAH INDONESIA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
PMI merupakan organisasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menjalankan kegiatan kepalangmerahan menurut Konvensi Jenewa.
Pasal 21
Organisasi kemanusiaan selain PMI diakui keberadaannya dan dapat melakukan
kegiatan kemanusiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Tugas
Pasal 22 PMI bertugas: a. mempersiapkan dan melaksanakan pemberian bantuan dalam
penanggulangan musibah dan/atau bencana di dalam dan di luar negeri; b. melakukan kerjasama dalam bidang kemanusian dengan organisasi
kemanusian lain di dalam dan di luar negeri; c. memberikan pelayanan sosial dan kesehatan, termasuk pelayanan transfusi
darah;
d. memberikan bantuan kepada korban konflik bersenjata; e. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan Lambang Palang Merah
dan kegiatan kepalangmerahan; dan f. melaksanakan tugas yang diberikan Pemerintah.
6
Bagian Ketiga Kepengurusan
Pasal 23
Syarat untuk menjadi pengurus PMI: a. warga negara Indonesia yang setia kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. sehat jasmani dan rohani; c. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; d. bukan anggota partai politik;
e. tidak boleh merangkap jabatan publik; f. bersedia tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah selama masa
kepengurusan; g. berpengalaman dalam organisasi; dan
h. bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk organisasi.
Bagian Keempat
Koordinasi
Pasal 24
(1) PMI berkoordinasi dengan pihak lain yang berwenang dalam melakukan kegiatan kemanusiaan.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada masa damai dan masa konflik bersenjata.
Bagian Kelima Kerja Sama
Pasal 25 Dalam melaksanaan kegiatan Kepalangmerahan PMI bekerja sama dengan:
a. Komite Internasional Palang Merah; b. Federasi Internasional dan organisasi kemanusiaan internasional; c. perhimpunan nasional negara lain:
d. organisasi internasional; dan e. organisasi kemanusiaan lainnya.
Bagian Keenam Lambang PMI
Pasal 26 (1) Lambang PMI adalah Lambang Palang Merah yang dilingkari garis merah
berbentuk bunga melati berkelopak lima di atas dasar putih.
(2) Lambang PMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda pengenal.
(3) Ketentuan mengenai spesifikasi teknis Lambang PMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Pasal 27 Lambang PMI hanya digunakan oleh komponen, fasilitas dan peralatan medis, bangunan, sarana atau unit-unit transportasi kesehatan, dan sarana lain yang
berkaitan dengan kegiatan PMI.
7
Pasal 28 (1) Lambang PMI hanya dapat digunakan oleh pihak lain untuk tujuan yang
mendukung kegiatan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan Ketua Umum PMI.
(2) Dalam hal pihak lain menggunakan Lambang PMI bersama dengan logo atau merek suatu produk barang atau jasa untuk kepentingan mendukung kegiatan kemanusiaan, persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PMI.
Bagian Ketujuh
Pendanaan
Pasal 29 (1) Pendanaan PMI diperoleh dari:
a. sumbangan masyarakat dan sumbangan lain yang sah dan tidak mengikat
sepanjang waktu melalui berbagai usaha; dan b. usaha-usaha lain yang tidak mengikat sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (2) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan dana dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 30 (1) Pengelolaan pendanaan PMI dilaksanakan secara transparan, tertib, dan
akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengelolaan pendanaan PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
diaudit secara berkala oleh akuntan publik dan diumumkan kepada
masyarakat. (3) Pengelolaan pendanaan PMI yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diaudit secara
berkala oleh Badan yang memiliki tugas dan tanggung jawab di bidang pemeriksaaan keuangan Negara.
Pasal 31
Ketentuan mengenai struktur organisasi, komponen, wewenang, dan tanggung
jawab PMI diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 32
Peran serta masyarakat dalam kegiatan kepalangmerahan dapat dilakukan
melalui: a. pemberian bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana dalam
kegiatan kepalangmerahan; b. partisipasi dalam kegiatan kepalangmerahan; dan c. pengawasan terhadap kegiatan kepalangmerahan.
BAB V
LARANGAN
Pasal 33
Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Palang Merah pada ban lengan dan/atau ditempatkan pada atap bangunan dengan tujuan sebagai tanda pengenal.
8
Pasal 34
Setiap orang dalam konflik bersenjata dilarang menyalahgunakan Lambang Palang Merah untuk tujuan mengelabui pihak lawan yang mengakibatkan luka
berat atau matinya orang.
Pasal 35
Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia yang berdasarkan bentuk dan/atau warna, baik sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan kerancuan dan
kesalahmengertian terhadap penggunaan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia.
Pasal 36
Setiap orang dilarang menyalahgunakan Lambang Palang Merah dan/atau
Lambang Palang Merah Indonesia sebagai tanda pengenal untuk kegiatan yang bertentangan dengan Hukum humaniter internasional dan prinsip dasar Gerakan
kemanusiaan internasional.
Pasal 37
Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia pada benda, bangunan, dan sarana transportasi yang digunakan untuk kegiatan diluar kegiatan kepalangmerahan.
Pasal 38
Setiap orang dilarang: a. menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah
Indonesia sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan
hukum tertentu; dan/atau b. menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah
Indonesia untuk reklame atau iklan komersial.
Pasal 39
Anggota Tentara Nasional Indonesia dilarang menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dengan maksud untuk memperoleh keuntungan atau kepentingan militer.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 40
Setiap orang yang tidak menghormati dan/atau tidak memberikan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang mengakibatkan: a. orang yang menggunakan lambang tersebut luka-luka, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
b. matinya orang yang menggunakan lambang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
c. rusak atau hancurnya bangunan, sarana, atau fasilitas yang menggunakan lambang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
Pasal 41 Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal selain anggota, tenaga kesehatan, sarana atau unit transportasi kesehatan, serta
9
fasilitas dan peralatan medis yang berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan tanpa mendapat persetujuan ketua perhimpunan nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
Pasal 42
Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah pada ban lengan
dan/atau ditempatkan pada atap bangunan dengan tujuan sebagai tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).
Pasal 43 Setiap orang yang dalam konflik bersenjata menyalahgunakan Lambang Palang Merah untuk tujuan mengelabui pihak lawan yang mengakibatkan luka berat
atau matinya orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 44
Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah yang berdasarkan bentuk dan/atau warna, baik sebagian maupun seluruhnya menimbulkan kerancuan dan kesalahmengertian terhadap penggunaan Lambang Palang Merah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).
Pasal 45
Setiap orang yang menyalahgunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia sebagai tanda pengenal untuk kegiatan yang bertentangan dengan Hukum humaniter internasional dan prinsip dasar
Gerakan Kemanusiaan Internasional dengan tujuan kepentingan pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 46 Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang
Palang Merah Indonesia pada benda, bangunan, dan sarana transportasi yang digunakan untuk kegiatan diluar kegiatan kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000(dua ratus juta rupiah).
Pasal 47
Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama
suatu badan hukum tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 48 Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah Indonesia untuk reklame atau iklan komersial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
10
Pasal 49 Anggota Tentara Nasional Indonesia yang menggunakan Lambang Palang Merah
sebagai tanda pelindung selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dengan maksud untuk memperoleh keuntungan atau kepentingan militer
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).).
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penggunaan Lambang yang
dilindungi Konvensi Jenewa tahun 1949 dan Lambang PMI yang telah digunakan oleh setiap orang yang tidak berhak berdasarkan Undang-Undang ini wajib diganti dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya
Undang-Undang ini.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-udangan yang mengatur tentang penggunaan Lambang Palang Merah atau Lambang Palang Merah Indonesia, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 52
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal …
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …
11
PENJELASAN
ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR… TAHUN …
TENTANG KEPALANGMERAHAN
I. UMUM
Salah satu tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mendukung ketertiban dunia adalah melalui kegiatan kepalangmerahan, baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan kepalangmerahan merupakan salah satu pelaksanaan perikemanusiaan yang
adil dan beradab, wajib mendapatkan perlindungan. Perlindungan tersebut, terutama untuk menjamin penggunaan Lambang Kepalangmerahan oleh
pihak-pihak yang melakukan kegiatan kepalangmerahan. Secara internasional, Konvensi Jenewa telah menetapkan tanda
pembeda yang digunakan oleh para petugas penolong korban peperangan,
yaitu dalam: a. Konvensi Jenewa I Tahun 1949; b. Konvensi Jenewa II Tahun 1949;
c. Protokol Tambahan I Tahun 1977; d. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX Tahun 1965; dan
e. Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional Tahun 1991.
Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban
tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh kurang lebih 192 negara, termasuk Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Pengesahan Konvensi-
Konvensi Jenewa Tahun 1949. Konvensi tersebut tidak memberikan pengesahan terhadap peperangan, tetapi untuk menetapkan ketentuan-
ketentuan yang harus ditaati oleh negara-negara untuk mengurangi penderitaan akibat perang.
Pengaturan penggunaan Lambang Kepalangmerahan dalam sebuah
Undang-Undang merupakan salah satu kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak untuk diimplementasikan, karena pada saat ini penggunaan
Lambang Kepalangmerahan di Indonesia rancu dan tidak dapat dipastikan bahwa Lambang tersebut sebagai tanda pembeda bagi petugas dan sarana relawan kemanusiaan tertentu sebagaimana telah ditetapkan oleh Konvensi
Jenewa Tahun 1949. Saat ini tidak jarang ditemukan berbagai pihak yang menggunakan
Lambang Kepalangmerahan sebagai merek suatu produk barang, jasa, nama
suatu badan hukum tertentu, reklame dan/atau iklan komersial tanpa konsekuensi sanksi hukum dari aparat yang berwenang. Beberapa kejadian
penyalahgunaan tersebut turut menyebabkan terganggunya perlindungan, kepercayaan, dan dukungan dari aparat keamanan terhadap kegiatan yang sedang dilakukan oleh Perhimpunan Nasional.
Dengan demikian, untuk memberikan arah, landasan, dan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan kepalangmerahan,
maka diperlukan pengaturan yang komprehensif dalam suatu Undang-Undang yang mengatur mengenai Kepalangmerahan.
Undang-Undang ini memuat 7 Bab dan 50 Pasal yang memuat
Ketentuan Umum, Bentuk dan Penggunaan Lambang Palang Merah, Palang Merah Indonesia, Peran Serta Masyarakat, Larangan, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
12
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”asas kemanusiaan” adalah bahwa
Kepalangmerahan dilaksanakan atas dasar keinginan memberi
pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam
pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama
manusia yang terjadi dimana pun. Tujuan Gerakan adalah
melindungi hidup dan kesehatan serta menjamin penghargaan
kepada umat manusia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”asas Kesamaan” adalah bahwa Kepalangmerahan tidak membuat perbedaan atas dasar
kebangsaan, ras, agama atau pandangan politik. Tujuanya semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan
kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah. Huruf c
Yang dimaksud dengan ”asas kenetralan” adalah bahwa
Kepalangmerahan senantiasa mendapat kepercayaan dari semua
pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri
dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”asas kemandirian” adalah bahwa
Kepalangmerahan bersifat mandiri. Perhimpunan nasional
disamping membantu pemerintahannya dalam bidang
kemanusiaan, juga harus menaati peraturan negaranya, harus
selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sejalan
dengan prinsip-prinsip gerakan kemanusiaan.
Huruf e Yang dimaksud dengan ”asas kenetralan” adalah bahwa
Kepalangmerahan adalah gerakan pemberi bantuan sukarela,
yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan
apa pun.
Huruf f
Yang dimaksud dengan ”asas kesatuan” adalah bahwa
Kepalangmerahan terbuka untuk semua orang dan
melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah. Dalam
satu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah.
Huruf g Yang dimaksud dengan ”asas kesemestaan” adalah bahwa
Gerakan kepalangmerahan bersifat semesta serta berbagi hak dan
tanggung jawab yang setara dalam menolong sesama manusia.
Pasal 3
Cukup jelas.
13
Pasal 4 Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a. Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Rohaniwan yang dimaksud adalah pemimpin agama yang
memperoleh tugas dalam melakukan pelayanan kerohanian sesuai dengan agama yang dianut [Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu, dan Kongfucu] yang
ditugaskan dalam membantu tugas-tugas kemiliteran Tentara Nasional Indonesia.
Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas. Pasal 10
Ukuran yang mudah untuk diidentifikasi dari jarak jauh adalah ukurannya harus dibuat besar, sehingga jelas terlihat dari jarak
pandang darat, laut, dan udara. Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan ketentuan hukum atau kebiasaan Internasional adalah sesuai dengan ketentuan Hukum humaniter
internasional, namun jika belum diatur dalam Hukum humaniter internasional, maka digunakan kebiasaan
internasional. Pasal 13
Yang dimaksud dengan objek adalah Tenaga kesehatan dan
rohaniawan Tentara Nasional Indonesia, petugas Palang Merah Indonesia, tenaga kesehatan dan rohaniawan sipil serta organisasi
14
kemanusiaan lain, unit dan tranportasi kesehatan, serta fasilitas dan peralatan medis.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17 Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Kegiatan kemanusiaan antara lain membantu korban bencana, donor darah, pencarian orang hilang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1) Huruf a
Yang dimaksud dengan “lambang pelengkap” adalah lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional yang dapat diterapkan pada bendera, papan alamat, pelat
kendaraan, emblem staf, yang menunjukan bahwa seseorang atau objek tersebut mempunyai keterkaitan dengan perhimpunan nasional.
Huruf b Yang dimaksud dengan “lambang dekoratif” adalah
lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional yang tampak pada medali, kancing atau penghargaan lainnya, publisitas atau gambaran dekoratif.
Huruf c Yang dimaksud dengan “lambang asosiatif”, adalah
lambang yang tampak pada pos Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, seperti di pinggir jalan, di dalam stadion atau ruang-ruang publik lainnya atau pada unit
transportasi bukan milik Perhimpunan nasional tetapi dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya kepada warga sipil yang cedera atau sakit.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Penunjukkan PMI oleh Pemerintah sebagai organisasi yang melaksanakan kegiatan kepalangmerahan di Indonesia didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat No. 25 Tahun
1950 yang didalamnya mengatur mengenai penunjukan "Perhimpunan palang Merah Indonesia" sebagai satu-satunya organisasi untuk
15
mendjalankan pekerjaan palangmerah di Republik Indonesia Serikat menurut Conventie Geneva (1864, 1906, 1929,1949).
Yang dimaksud dengan Konvensi Jenewa adalah Konvensi Jenewa
tahun 1949 beserta protokol tambahan I dan II yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 Huruf a
Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Yang dimaksud dengan ”transfusi darah” adalah tugas dari
setiap unit-unit transfusi darah, termasuk didalamnya adalah tugas Palang Merah Indonesia, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 tentang Transfusi
Darah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah.
Huruf d Cukup jelas. Huruf e
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1) Pihak lain antara lain instansi yang bertanggung jawab dalam bidang penanggulangan bencana, instansi yang bertanggung
jawab dalam bidang pencarian dan pertolongan, organisasi kemanusiaan lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25 Huruf a Cukup Jelas
Huruf b Cukup Jelas
Huruf c Cukup Jelas Huruf d
Cukup Jelas Huruf e
Yang dimaksud dengan “organisasi kemanusiaan lainnya”
antara lain Bulan Sabit Merah Indonesia, Mercy Corps dan lain-lain.
Huruf f Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
16
Pasal 27 Yang dimaksud dengan “sarana lain” misalnya barang bantuan
kemanusiaan.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 Cukup jelas.
Pasal 30 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Audit secara berkala dilakukan oleh akuntan publik paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Pengelolahan pendanaan yang bersumber dari APBN/APBD diaudit oleh
Badan Pemerika Keungan. Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas. Pasal 34
Cukup jelas. Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36 Cukup jelas.
Pasal 37 Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas. Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Cukup jelas.
17
Pasal 44 Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas. Pasal 46
Cukup jelas. Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48 Cukup jelas.
Pasal 49 Cukup jelas.
Pasal 50 Cukup jelas.
Pasal 51 Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas. Pasal 53
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...
18
LAMPIRAN I LAMBANG PALANG MERAH (TANDA PELINDUNG)
a b
k l c d
j i f e
h g
Penjelasan: 1. Umum
a. Tanda Palang Merah berwarna merah di atas dasar putih. b. Ukuran panjang palang horizontal sama dengan panjang palang vertikal.
2. Perbandingan ukuran
a. Ukuran jarak antara titik-titik: a s/d b = b s/d c = c s/d d = d s/d e = e s/d f = f s/d g = g s/d h = h s/d i = i s/d j = j s/d k = k s/d l = l s/d a
b. Apabila ditarik garis imajinasi dari titik-titik: l s/d c; c s/d f; f s/d i; i s/d l; maka seakan-akan diperoleh lima buah
bujur sangkar yang sama.
19
LAMPIRAN II
LAMBANG PALANG MERAH INDONESIA
Penjelasan:
1. Umum Tanda Palang Merah dengan Lingkaran Bunga harus selalu berwarna merah
dan terletak di atas dasar warna putih. 2. Perbandingan ukuran
a. Perbandingan ukuran Palang Merah sama seperti pada ketentuan
Lampiran I; b. Lingkaran Bunga dibuat dengan menggabungkan lima buah busur dan
lingkaran bulat seperti membentuk gambar bunga berkelopak lima;
c. Perbandingan antara lebar bidang palang dengan kontur bunga (A:B) adalah 5:1.
A B