Upload
sahrul
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 Rosita S Mahmud
1/102
1
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA
BENTENG ORANJE KOTA TERNATE
TUGAS AKHIR
ROSITA S MAHMUD
10070311013
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG1436 H / 2015 M
8/18/2019 Rosita S Mahmud
2/102
2
8/18/2019 Rosita S Mahmud
3/102
3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data PribadiNama : ROSITA S. MAHMUD
NPM : 10070311013Tempat Tanggal Lahir : Jiko, Kec.Bacan, 10 Desember 1994Warga Negara : IndonesiaSuku Bangsa : Maluku Utara Agama : Islam Alamat : Jl. Kebon Kembang, Gang Panca
Indera No 5, Kel Tamnsari, Kec.Bandung Wetan Kota Bandung.
Telepon (HP) : 082318264534Email : [email protected]
Data KeluargaNama Bapak : SAIBUN TARADJU. S.PdNama Ibu : RAHIMA SAIBI. S.Pd
Alamat Orang Tua : Jl. SMP Al irsyad, Kel Jati Perumnas, Kec Ternate Selatan,Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara
Telepon (HP) : 085336458385 Anak Ke : 1 dari 4 Bersaudara
PendidikanSD : SD Negeri 1 Jati Perumnas (1999-2005)
SMP : SMP Negeri 4 Kota Ternate (2005-2008)SMA : SMA Negeri 2 Kota Ternate-Jurusan IPA (2009-2011)PT : Diterima sebagai Mahasiswa
: Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota: Fakultas Teknik-Universitas Islam Bandung (UNISBA): pada Bulan Agustus 2011
8/18/2019 Rosita S Mahmud
4/102
4
“Belajarlah Selagi yang lain sedang tidur
Bekerjalah Selagi yang lain bermalas – malasan
Bersiap – siaplah selagi yang lain sedan bermain,
Bermimpilah selagi yang lain sedang berharap.”
(William Arthur Ward)
Ku persembahkan karya kecil ini sebagai tanda bakti, cinta
dan sayangku untuk kedua orangtuaku yang tidak pernah memiliki batas dalam memberikan curahan
kasih dan sayang, do’a, pengorbanan, kesabaran serta kerja kerasnya.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
5/102
5
ABSTRAK
Beberapa persoalan dikawasan cagar budaya benteng oranje ini diangkat berdasarkan
isu permasalahan mengenai kekhawatiran terhadap benteng oranje yang mengalami
kerusakan sehingga menimbulkan hilangnya nilai – nilai historis kawasan cagar budaya
Kota Ternate. Beberapa persoalan tersebut diantaranya yaitu lahan, bangunan, ruangterbuka, sirkulasi. Lahan cagar budaya dikawasan benteng oranje ini dapat dikatakan
sebagai salah satu persoalan, karena lahan cagar budaya benteng oranje ini tidak
dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. artinya bahwa dalam kawasan cagar
budaya ini telah mengalami alih fungsi lahan, dimana lahan cagar budaya dialih
fungsikan menjadi pemukiman warga.
Metode analisis yang digunakan dalam studi ini untuk beberapa variabel yang yang
menjadi permasalahan utama yaitu lahan, bangunan bersejarah, jalur sirkulasi, dan
ruang terbuka hijau yaitu analisis daya rusak, analisis tingkat kepentingan pelestarian,
dan analisis seleksi lahan.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat Maka dapat disimpulkan bahwa
untuk mengatasi persoalan lahan maka dapat dilakukan dengan melakukan rekonstruksilahan atau mengembalikan kembali fungsinya menjadi kawasan cagar budaya.
Sedangkan untuk mengatasi masalah bangunan bersejarah maka dapat dilakukan
dengan teknik pelstarian subtitusi, rehabilitasi, renovasi, restorasi. Untuk mengatasi
persoalan sirkulasi maka dapat dilakukan dengan teknik pelestarian replika, serta untuk
masalah ruang terbuka dapat menggunakan metoda pengembalian kembali yang adaptif.
Kata Kunci : histo r is, cagar budaya, lahan, bangu nan bersejarah, sirku lasi histor is
dan ruang terbuka
8/18/2019 Rosita S Mahmud
6/102
6
PRAKATA
Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan penyusunan
tugas akhir dengan judul “Kajian Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Benteng Oranje
Kota Ternate” ini dengan sebagaimana mestinya. Laporan ini dimaksudkan sebagai
langkah untuk menyelesaikan tugas akhir. Selain itu merupakan salah satu syarat dalam
mendapatkan gelar sarjana Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas
Teknik, Universitas Islam Bandung.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya;
2. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan memberikan doa, semangat,
curahan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis;
3. Adik – adik tercinta Mardiana, Sri Anisa, dan M.Reyhan serta keluarga besar
yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada penulis;
4. Koordinator tugas akhir Bapak Ivan Chofyan, Ir., MT. yang membantu dalam
mengkoordinasi tugas akhir;
5. Pembimbing tugas akhir Bapak Weishaguna., ST., MM yang selalu membimbing
dalam proses penyusunan laporan tugas akhir;
6. Dosen Wali Ibu Dr. Yulia Asyiwati, Ir.,Msi yang selalu memberikan dukungan dan
semangat;
7. Sahabat – sahabat terbaik Risya, Merry, Ismayanti, Regga, Olfi dan Arni yang
selalu ada dan memberikan motivasi untuk penulis;
8. Teman – teman studio Hista, Tengku, Albin dan Firman yang selalu memberikan
dukungannya;
9. Reza, Tengku dan albin dan bang Novrianto atas bantuan dan arahan kepada
penulis .
10. Kepada Galang, Nurevy, Farhan, Tiara, Irina, dan Romadina yang selalu
memberikan dukungan kepada penulis
11. Rekan-rekan angkatan planologi 2011 seperjuangan, dan
12. Seluruh staf dan administrasi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota yang selalu
memberikan informasi akademik;
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap laporan ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak
sebagai bahan evaluasi untuk menciptakan keadaan yang jauh lebih baik di hari depan,
khususnya pada mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah. Penulis menyadari
8/18/2019 Rosita S Mahmud
7/102
7
ketidaksempurnaan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diperlukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan penulisan yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan Tugas Akhir ini.
Wass alamu ‘Alaikum Wr.Wb
Bandung, 31 Juli 2015
Penyusun
8/18/2019 Rosita S Mahmud
8/102
8
DAFTAR ISIHalaman
PRAKATA .......................................................................................................................... viDAFTAR ISI ...................................................................................................................... viiiDAFTAR TABEL ................................................................................................................ xDAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 11.1 Latar Belakang ............................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 101.3 Tujuan, Sasaran dan Kegunaan ................................................................... 10
1.3.1 Tujuan ................................................................................................. 101.3.2 Sasaran ............................................................................................... 101.3.3 Kegunaan ............................................................................................ 10
1.4 Ruang Lingkup .............................................................................................. 111.4.1 Ruang Lingkup Materi ......................................................................... 111.4.2 Ruang Lingkup Wilayah ...................................................................... 11
1.5 Metodologi .................................................................................................... 131.5.1 Metode Pendekatan ............................................................................ 131.5.2 Metode Survey .................................................................................... 131.5.3 Metode Analisis ................................................................................... 15
1.6 Penjabaran Variabel .............................................................. 191.7 Kerangka Berfikir .......................................................................................... 201.8 Sistematika Pembahasan ............................................................................. 22
BAB II STUDI PUSTAKA ................................................................................................. 23
2.1 Nilai Historis cagar budaya dapat meningkatkan identitas kota .................... 232.2 Teori Image Of The City – Kevin Lynch......................................................... 24
2.2.1 Path ..................................................................................................... 242.2.2 Edges .................................................................................................. 25
2.2.3 Nodes .................................................................................................. 262.2.4 Districk ................................................................................................ 262.2.5 Landmarks .......................................................................................... 27
2.3 Pelestarian bangunan bersejarah ................................................................. 272.3.1 Pengertian pelestarian ........................................................................ 282.3.2 Prioritas Kepentingan Pelestarian ...................................................... 29
2.4 Kriteria Penetuan obyek pelestarian............................................................. 312.5 Metoda Pelestarian ....................................................................................... 322.6 Teknik Pelestarian ........................................................................................ 352.7 Definisi Operasional...................................................................................... 36
2.7.1 Pengertian Judul ................................................................................. 362.7.2 Istilah yang digunakan ........................................................................ 37
BAB III KAJIAN BENTENG ORANJE DALAM SEJARAH KOTA TERNATE ............... 383.1 Masa Kolonial (Portugis – Belanda) ............................................................. 383.1.1 Masa Portugis ..................................................................................... 383.1.2 Masa Belanda ..................................................................................... 43
3.2 Masa sekarang .............................................................................................. 483.2.1 Benteng Oranje dalam RTRW Kota Ternate ...................................... 483.2.2 Benteng Oranje dalam RDTR Kota Ternate ....................................... 52
8/18/2019 Rosita S Mahmud
9/102
9
BAB IV ANALISIS ............................................................................................................. 554.1 Karakteristik benteng Oranje ........................................................................ 554.2 Landasan Hukum Pelestarian Kawasan Benteng Oranje ........................... 564.3 Analisis Daya Rusak ..................................................................................... 59
4.3.1 Analisis Daya Rusak Lahan ................................................................ 59
4.3.2 Analisis Daya Rusak Bangunan ......................................................... 624.3.3 Analisis Daya Rusak Sirkulasi ............................................................ 654.3.4 Analisis Daya Rusak Ruang Terbuka Hijau ........................................ 67
4.4 Analisis Tingkat Kepentingan pelestarian .................................................... 694.4.1 Penurunan Kualitas Fisik Kawasan .................................................... 694.4.2 Konflik Pemanfaatan Ruang ............................................................... 704.4.3 Penilaian kelayakan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya
Kota Ternate ....................................................................................... 704.5 Analisis Seleksi Lahan .................................................................................. 77
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI .................................................................... 795.1 Kesimpulan ................................................................................................... 80
5.2 Rekomendasi .................................................................................. 80
5.2.1 Lahan .................................................................................................. 815.2.2 Bangunan ............................................................................................ 835.2.3 Sirkulasi ............................................................................................... 875.2.4 Ruang terbuka hijau ............................................................................ 875.2.5 Sistem Kelembagaan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya
Benteng Oranje ................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 94
8/18/2019 Rosita S Mahmud
10/102
10
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
1.1 Penjabaran Variabel............................................................................................... 192.1 Priorits Kepentingan Pelestarian ............................................................................ 294.1 Landasan Hukum Pelestarian kawasan Benteng Oranje ....................................... 574.2 Kriteria Fisik Penentuan Objek Pelestarian ............................................................ 714.3 Penilaian Kelayakan Pelestarian Kawasan Benteng Oranje Kota Terate
Berdasarkan kriteria Fisik ....................................................................................... 735.1 Sistem Kelembagaan yang terkait .......................................................................... 86
8/18/2019 Rosita S Mahmud
11/102
11
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
1.1 Kawasan Benteng Oranje pada tahun 1607 .............................................................. 21.2 Kantor Polisi dan TNI sebagai pemicu isu eksodus pemukiman ke lahan benteng
Oranje ........................................................................................................................ 31.3 Masalah permukiman warga yang berada dalam lahan cagar budaya 1 ................... 41.4 Masalah permukiman warga yang berada dalam lahan cagar budaya 2 .................. 41.5 Kerusakan dinding bangunan cagar budaya ............................................................. 51.6 Kerusakan bangunan cagar budaya karena sebagai pemukiman warga 1 .............. 51.7 Kerusakan bangunan cagar budaya karena sebagai pemukiman warga 2 .............. 51.8 Beberapa jalur sirkulasi historis yang rusak, dan sudah mengalami perubahan ...... 61.9 Masalah Ruang terbuka hijau dalam kawasan cagar budaya
yang dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah ............................................... 61.10 Kerangka Latar Belakang .......................................................................................... 91.11 Bagan Metodologi ..................................................................................................... 111.12 Kerangka Berfikir ...................................................................................................... 212.1 Contoh Path .............................................................................................................. 252.2 Edge merupakan batasan dari suatu kawasan ........................................................ 252.3 Nodes merupakan tempat pertemuan dari beberapa jalan ...................................... 262.4 Landmark Sebagai suatu ciri khas kota .................................................................... 273.1 Benteng Oranje yang berada tepat di kaki Gunung Gamalama, .............................. 46
Dan Bangunan Benteng Oranje yang dibangun oleh Belanda tepat di depan pantai 46 4.1 Kondisi Ruang Terbuka Hijau yang dialihfungsikan menjadi TPS ........................... 75 4.2 Kondisi Ruang Terbuka Hijau yang tidak terpelihara ............................................... 75
8/18/2019 Rosita S Mahmud
12/102
12
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan, sasaran,dan kegunaan, ruang lingkup materi dan wilayah, serta sistematika penyajian.
1.1 Latar Belakang
Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yangmengadakan perbaikan”. QS. Al-Baqarah [2] : 11
Kandungan dari ayat diatas yaitu bahwa apabila terdapat keruskan dimuka
bumi ini sesungguhnya harus diperbaiki, karena sesungguhnya rahmat Allah sangat
dekat dengan orang – orang yang melakukan perbaikan. Manusia dituntut untuk selalu
memperbaiki segala kerusakan, artinya bahwa setiap kerusakan dimuka bumi ini
hendaknya diperbaiki, begitu juga dlam konteks ruang. Berbicara mengenai ruang ruang
tentunya tidak lepas dari sebuah ruang perkotaan, yang pada maknanya tentu memiliki
sebuah catatan sejarah dalam perkembangannya. catatan sejarah tidak boleh dilupakan
dan dihilangkan begitu saja, sama halnya dengan sejarah terbentuknya suatu kota.
Kota yang baik adalah kota yang memiliki sejarah dalam tahapan
pembangunan, hal ini menyiratkan bahwa suatu kota pasti memiliki kawasan bersejarah
(Wijarnaka, 2005). Kawasan bersejarah merupakan suatu kawasan yang didalamnya
terdapat berbagai peninggalan masa lampau dari terbentuknya suatu kota, baik berupa
wujud fisik historis maupun berupa nilai dan pola hidup masyarakatnya.
Trancik (1986) menjelaskan bahwa sebuah space akan menjadi sebuah tempat
(place) kalau mempunyai arti dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya.
Schulz (1979) menambahkan bahwa sebuah place adalah sebuah space (ruang) yang
memiliki suatu ciri khas tersendiri. Menurut Zahnd (1999) sebuah place dibentuk sebagai
sebuah space jika memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi
lingkungannya. Selanjutnya Zahnd menambahkan suasana itu tampak dari benda
konkret (bahan, rupa, tekstur, warna).
Kawasan benteng oranje dapat dikatakan sebagai salah satu kawasan yang
memiliki nilai historis cagar budaya yang dapat meningkatkan identitas kota, hal ini
karena Bangunan-kuno bersejarah seperti benteng oranje yang didirikan di pusat kota
8/18/2019 Rosita S Mahmud
13/102
13
memiliki nilai – nilai historis tersendiri. Dengan mempertahankan identitas dan derajat
dari bangunan-kuno tersebut, maka kota-kota yang mempunyai peninggalan sejarah,
akan memberikan identitas yang unik pula. Dengan membaca masa lalu dan memahami
fungsi bangunan-kuno dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk mempertahankan
makna kultural-historis masyarakatnya.
Benteng Oranje (Fort Orange) yang merupakan benteng peninggalan bangsa
belanda selama masa penjajahan. Benteng ini dibangun pada tahun 1607 oleh Cornelis
Matelief de Jonge (Belanda) dan diberi nama oleh Francois Wittert pada tahun 1609.
Benteng Orange ini semula berasal dari bekas sebuah benteng tua yang didirikan oleh
orang Melayu dan diberi nama Benteng Malayo. Di dalam benteng ini pernah menjadi
pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda. benteng ini kini telah berumur kurang lebih
sekitar 408 tahun.
Gambar 1.1
Kawasan Benteng Oranje pada tahun 1607Sumber : Data Sejarah Kota Ternate
Seiring dengan berkembangnya Kota Ternate, pasca masa kemerdekaan
benteng ini digunakan masyarakat sebagai permukiman dan adanya aktivitas – aktivitas
lainnya di benteng ini. Hal inilah yang mempengaruhi perubahan pola dan struktur pada
bangunan – bangunan benteng, pemanfaatan bangunan yang kurang sesuai, kurangnya
aktivitas pendukung, dan penurunan citra kawasan.
Pemanfaatan bangunan yang kurang sesuai dialam kawasan ini disebabkan
karena pemanfaatan lahan kawasan cagar budaya ini diambil alih oleh beberapa
lembaga yakni TNI dan Kepolisian sebagai perumahan dinas lembaga tersebut. Hal inilah
yang menyebabkan munculnya aktivitas – aktivitas lain yang terdapat didlam kawasan
benteng oranje seperi pemanfaatan bangunan bangunan bersejarah sebagai
permukiman warga yang memiliki hubungan dengan anggota – angota dari lembaga –
lembaga tersebut, serta adanya fasilitas – fasilitas yang dibangun guna menunjang
akttivitas di kawasan tersebut. Fasilitas – fasilitas yang dibangun tersebut tentunya
merupakan bangunan – bangunan baru yang tidak sesuai gaya arsitektur bangunan lama
yang terdapat di kawasan benteng oranje.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
14/102
14
Gambar 1.2Kantor Polisi dan TNI sebagai pemicu isu eksodus pemukiman ke lahan benteng Oranje
Sumber : Hasil Survei 2014
Benturan antara kondisi kebijakan daerah dengan kondisi kawasan benteng
saat ini menimbulkan isu yang cukup besar dan menimbulkan kekhawatiran kawasan
benteng oranje akan mengalami kerusakan pada benda – benda cagar budayayang
berakibat pada kehilangan nilai – nilai historis. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas yang
tinggi dalam benteng tersebut tanpa mempetimbangkan kondisi dari benteng tersebut.
Selain itu apabila semakin dibiarkan akan merusak atau menghilangkan tatanan nilai
sejarah dari benteng oranje sebagai salah satu peninggalan sejarah atau benda cagar
budaya.
Beberapa persoalan dikawasan cagar budaya benteng oranje ini diangkat
berdasarkan isu permasalahan mengenai kekhawatiran terhadap benteng oranje yang
mengalami kerusakan sehingga menimbulkan hilangnya nilai – nilai historis kawasancagar budaya Kota Ternate. Beberapa persoalan tersebut diantaranya yaitu lahan,
bangunan, ruang terbuka, sirkulasi. Lahan cagar budaya dikawasan benteng oranje ini
dapat dikatakan sebagai salah satu persoalan, karena lahan cagar budaya benteng
oranje ini tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. artinya bahwa dalam
kawasan cagar budaya ini telah mengalami alih fungsi lahan, dimana lahan cagar budaya
dialih fungsikan menjadi pemukiman warga.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
15/102
15
Gambar 1.3Masalah permukiman warga yang berada dalam lahan cagar budaya
(yang menempel pada dinding Benteng)Sumber : Hasil Survey 2014
Gambar 1.4Masalah permukiman warga yang berada dalam lahan cagar budaya
(yang tedapat didalam benteng)Sumber : Hasil Survey 2014
Didalam kawasan benteng Oranje ini terdapat beberapa bangunan yang
sebelumnya berfungsi perumahan, dan kantor untuk para petinggi belanda. Tetapi pada
saat ini kondisi bangunan telah mengalami kerusakan pada bagian dinding bangunan,
terlebih lagi bangunan – bangunan dalam kawasan benteng oranje ini kurang
diperhatikan sehingga dimanfaatkan menjadi pemukiman warga. Selain itu adanya
bangunan – bangunan baru yang dibuat menempel pada bangunan – bangunan lama
menjadikan ketidaksesuain fungsi – fungsi bangunan cagar budaya dalam kawasan
benteng oranje. Sama halnya dengan persolaan lahan yang sebagaian besar telah
mengalami alih fungsi lahan, ruang terbuka didalam benteng ini juga mengalami alih
fungsi. Alih fungsi ruang terbuka di kawasan benteng ini dijadikan sebagai tempat
DindingBenteng
8/18/2019 Rosita S Mahmud
16/102
16
pembuangan sampah, hal ini dikarenakan adanya aktivitas – aktivitas pemukiman dlam
benteng oranje ini sendiri.
Gambar 1.5
Kerusakan dinding Bangunan cagar budaya yang terdapat dalam benteng OranjeSumber : Hasil Survey 2014
Gambar 1.6Kerusakan bangunan cagar budaya karena sebagai pemukiman warga
(Tampak depan)Sumber : Hasil Survey 2014
Gambar 1.7Kerusakan Bangunan cagar budaya karena sebagai pemukiman warga
(Tampak Belakang)Sumber : Hasil Survey 2014
8/18/2019 Rosita S Mahmud
17/102
17
Pola sirkulasi kawasan benteng ini, sebagian telah mengalami kerusakan, hal
ini diakibatkan oleh kurangnya perhatian dari pemerintah yang serta faktor – faktor lain,
selain itu rusaknya Pola sirkulasi dikawasan benteng ini juga dipastikan karena adanya
aktivitas yang tinggi di dalam kawasan benteng itu sendiri tanpa memperhatikan salah
satu aspek benda cagar budaya benteng oranje tersebut. Landmark merupakan salah
satu ciri khas suatu kota. Seperti yang katakan pada teori sebelumnya bahwa kawasan
bersejarah dapat meningkatkan identitas kota, begitu juga dengan kawasan benteng
oranje. Kawasan benteng oranje ini dapat meningkatkan identitas Kota Ternate karena
memiliki nilai historis, akan tetapi pada kawasan ini tidak terdapat sebuah ciri khas yang
menunjukan benteng oranje sebagai kawasan cagar budaya.
Gambar 1.8
Beberapa jalur sirkulasi historis yang rusak, dan sudah mengalami perubahanSumber : Hasil Survey 2014
Gambar 1.9Masalah Ruang terbuka hijau dalam kawasan cagar budaya
yang dijadikan sebagai tempat pembuangan sampahSumber : Hasil Survey 2014
Sebagai salah satu kota yang mendapatkan julukan kota benteng, ternate
seharusnya menjaga dan melindungi tempat – tempat yang mengandung nilai sejarah,
salah satunya ialah benteng oranje. Sebagai peninggalan sejarah Kota Ternate, benteng
8/18/2019 Rosita S Mahmud
18/102
18
oranje ini seharusnya mendapatkan upaya pelestarian yang dilakukan secara berkala
agar tidak adanya kerusakan – kerusakan pada artefak fisik benteng yang disebabkan
oleh aktivitas – aktivitas warga. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap benteng dan
alih fungsi lahan merupakan salah satu faktor besar terjadinya kerusakan benda – benda
cagar budaya kawasan benteng oranje Kota Ternate. untuk lebih jelasnya mengenai isu
permasalahan kawasan cagar budaya benteng oranje ini dapat dilihat pada gambar 1.9
peta isu masalah.
Beberapa permasalahan di kawasan benteng oranje tesebut diatas apabila
dibiarkan secara terus menerus, akan berdampak pada kehilangannya nilai – nilai historis
kawasan cagar budaya Kota Ternate. hal ini tentunya akan bertolak belakang dengan
kebijakan yang telah diatur oleh pemerintah dalan surat keputusan gubernur maluku
utara dan surat keputusan waliKota Ternate tentang perlindungan kawasan cagar
budaya, hal ini sangat perlu untuk dibahas dalan kajian upaya pelestarian kawasan cagar
budaya benteng oranje Kota Ternate. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
1.10 kerangka berpikir.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
19/102
19
8/18/2019 Rosita S Mahmud
20/102
20
Fenomena 1
PEMANFAATAN LAHAN
(Lahan Cagar Budaya
Benteng Oranje digunakan
sebagai permukiman
warga)
Fenomena 2
KEBIJAKAN
(Surat Keputusan Gubernur No
22/KPTS/MU/2010. Dan Surata
Keputusan Walikota No
154.A/II.12/KT/2013) Bahwa kasancagar budaya harus dilindungi.ISU
Kekhawatiran KawasanBenteng Orange MengalamiKerusakaan Benda – Benda
Cagar Budaya Yang BerakibatPada Kehilangan Nilai – Nilai
Historis
PROBLEMATIKA
Kerusakan Lahan
Lahan cagar budaya benteng oranje tidak dimanfaatkan
sesuai dengan peruntukannya, dimana terjadi alih fungsi
lahan kawasan ini menjadi permukiman warga. Kerusakan Bangunan
Dalam kawasan ini terdapat bangunan – bangunan
peninggalan belanda, yang saat ini telah mengalami
kerusakan, hal ini diakibatkan oleh perubahan fungsi
banagunan sebagai rumah warga.
Kerusakan lahan Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau yang terdapat didalam kawasan benteng
oranje, saat ini dpaat dikatakan telah dijadikan sebagai tempat
pembuangan sampah
Kerusakan jalur sirkulasi kawasan benteng oraanje
Jalur sirkulasi yang terdapat dalam kawasan benteng inihampir sebagian telah mengalami kerusakan, hanya bagian
utama yang masih memiliki kondisi baik.
TEORI
Nilai Historis cagar budaya dapat
meningkatkan identitas kota
(PLACE)
Teori Image Of The City – Kevin
Lynch
Kriteria Penetuan obyek
pelestarian
Teori Metoda Pelestarian
(catanese;1979, Fitc;1982,
daniworo;1995)
Ayat Alqur’an
Q.S Ar – Rum, ayat 41
– 42
Perlu
Kajian Pelestarian Kawasan Cagar Budaya
Benteng Oranje, Kota Ternate.
3
4
2
1
6
5
8
9
7
10
8/18/2019 Rosita S Mahmud
21/102
21
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan isu permasalahn diatas, maka didapatkan perumusan masalah
untuk studi ini yaitu bagaimana cara mengatasi persoalan kerusakan Lahan, Bangunan,
Ruang Terbuka, dan sirkulasi historis di Kawasan Benteng Oranje, Kota Ternate?
1.3 Tujuan, Sasaran dan Kegunaan
1.3.1 Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini yaitu menciptakan upaya – upaya pelestarian
kawasan cagar budaya Benteng oranje, Kota Ternate.
1.3.2 Sasaran
Berdasarkan tujuan diatas maka sasaran yang ingin dicapai dalam tugas akhir
ini yaitu :
a. Seleksi lahan cagar budaya untuk dikembalikan sesuai fungsinya.
b. Bangunan dikembalikan sesuai fungsinya dan sebagian difungsikan
sebagau museum.
c. Ruang terbuka dikembalikan fungsinya menjadi ruang terbuka kawasan
cagar budaya.
d. Mengadakan kembali jalur pedestrian yang telah mengalami kerusakan,
sehingga tercipta ruang sirkulasi yang baik.
1.3.3 KegunaanKajian yang penulis lakukan ini mudah-mudahan dapat berguna bagi penulis
sendiri, maupun bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.
a. Kegunaan Secara akademis
Penulisan ini merupakan penulisan Tugas Akhir yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang berkepentingan serta dapat
lebih memahaminya dan dapat dijadikan sebagai bahan ajaran dan menjadi
bahan pertimbangan dala kajian – kajian selanjutnya.
b. Manfaat dalam implementasi atau praktik.
Penulisan ini memfokuskan kepada benteng Oranje Sebagai Kawasan
Cagar Budaya yang menjadi objek, sehingga diharapkan hasil dari penulisan
ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan khususnya pada kawasan ini.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Materi
8/18/2019 Rosita S Mahmud
22/102
22
Materi – materi yang akan dibahas dalam studi ini yaitu mengidentifikasi
kerusakan – kerusakan pada benda – benda cagar budaya yang terdapat dalam benteng
oranje. Hal ini dimkasudkan untuk melihat sejauh mana upaya – upaya peletarian yang
perlu dilakukan pada kawasan benteng oranje ini. beberapa artefak yang perlu
diidentifikasi berdasarkan isu permasalahan dapat dilihat pada gambar disamping
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah
Benteng ini terletak pada koordinat N 000 47’ 57,4’’ S 127 0 23’ 20,3” tepat
berada didepan terminal baru dan pasar yang lahanya merupakan hasil reklamasi pantai
pada tahun 2001. Benteng oranje ini terletak di kelurahan gamalama yang termasuk
dalam Bagian wilayah kota Ke II. Luas benteng ini yaitu 12.860 m 2. Secara administratif
batas – batas benteng Oranje adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Jl. Kampung Makasar, Kel Kpng Makasar Timur
Sebelah selatan : Jl. Kartika, Kel. Gamalama
Sebelah Barat : Jl. Terminal Baru, Kel. Gamalama
Sebelah timur : Jl. Merdeka, Kel. Gamalama
8/18/2019 Rosita S Mahmud
23/102
23
8/18/2019 Rosita S Mahmud
24/102
24
1.5 Metodologi
Metode adalah cara sistematis dalam melakukan suatu kegiatan yang bertujuan
untuk mengetahui kebenaran dari suatu permasalahan. Sedangkan penelitian adalah
pencarian, pengumpulan, penganalisisan suatu objek yang dilakukan berdasarkan teori
serta cara-cara yang sistematis untuk memperoleh jawaban atas suatu masalah yang
bersifat keilmuan, atau untuk menguji hipotesis dalam pengembangan prinsip-prinsip
umum (Badudu-Zain 1996:1462). Dalam studi ini metodelogi yang yang gunakan yaitu
metode pendekatan, metode survey, dan metode analisi.
1.5.1 Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam studi ini terdiri dari dua pendekatan,
pendekatan bottom up dan pendekatan top down. Pendekatan bottom up, dimana
pendekatan ini merupakan pendekatan observasi langsung yang informasinya diambil
dari lapangan, dimana informasi yang didapatkan dai lapangan yaitu terdiri dari
fenomena 1, problematikan atau isu permasalahan, rumusan masalah, tujuan, dan
analisis, kesimpulan dan rekomendasi. Selain itu, kebijakan, fenomena 2, teori dan
penjabaran variabel didapatkan berdsarkan pendekatan top down.
1.5.2 Metode Survey
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis survey yang dilakukan yaitu survey rimer
dan survey sekunder. Survey primer akan dilakukan dengan pendekatan bottom up,
dimana data dan informasi didapatkan langsung dari lapangan, sedangkan surveysekunder yaitu data informasi didapatkan dari instansi – instansi yang terkait dengan
penelitian ini.
a. Survei Primer
Survey Primer adalah suvey yang dilakukan untuk mendapatkan data
dan informasi yang langsung dari lapangan. Dalam penelitian ini survey primer
digunakan untuk melihat problematika atau permasalahan – permasalah yang
terdapat dalam kawasan Benteng Oranje secara spesifik. Survey primer
dalam penelitian ini terdiri dari
Pementaan Kawasan
Pemetaan kawasan dilakukan untuk mengetahui secara spesifik batas –
batas dari kawasan cagar budaya benteng oranje, kota ternate.
Penentuan kawasan cagar budaya ini dilihat berdasarkan foto udara
yang telah diamati, dimana batas – batas kawasan cagar budaya ini
dibatasi langsung oleh jalan raya, baik dari sisi utara, selatan, barat
maupun timur. Pemetaa kawasan ini juga dilihat berdasarkan kebijakan
8/18/2019 Rosita S Mahmud
25/102
25
daerah yang menyatakan kawasan tersebut merupakan kawasan cagar
budaya.
Survei Blok kawasan Benteng Oranje
Survei Blok kawasan benteng oranje ini bertujuan untuk megetahui data
dan informasi yang terdapat dalam kawasan benteng oranje yang lebih
spesifik. Survey blok ini bertujuan untuk mengetahui struktur kawasan
cagar budaya ini sendiri, pola kawasan benteng oranje ini, serta
permasalahan – permasalahan yang lebih detail yang terdapat dalam
kawasan benteng ini. Survey blok ini, difokuskan kepada permasalahan
– permasalah yang terdapat dalam benteng ini yaitu, lahan, bangunan
cagar budaya yang terdapat dalam kawasan ini, ruang terbuka hijau
kawasan benteng oranje, jalur sirkulasi, serta landmark.
Dokumentasi
Dokumentasi yang dilakukan dalam survei primer ini yaitu berupa foto –
foto, sketsa dan denah dari kawasan benteg oranje ini sendiri. Hal ini
agar memperkuat dapat memperkuat informasi – informasi yang
didapatkan dilapangan. Dokumentasi ini juga dapat menjadi bukti – bukti
bahwa telah dilakukannya survey primer atau mencari informasi
langsung ke lapangan.
Wawancara
Wawancara sendiri adalah salah satu teknik survey primer yang digunakan
secara langsung dengan menggunakan pertanyaan – pertanyaan secara
langsung kepada responden (warga sekitar) dan terjadi interaksi pribadi antara
peneliti atau pewawancara dengan responden untuk mengetahui tanggpan,
pendapat, keyakinan, perasaan, terhadap masa depan dari objek yang dikaji.
Daalm hal ini pewawancara telah mempersiapkan beberapa pertanyaan,
dimana ada beberapa responden yang menjadi target untuk diwanwancara
yaitu: masyarakat yang bertempat tinggal di dalam kawasan benteng, dinas
pariwisata kota ternate, dan pemerhati sejarah kota ternate.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
26/102
26
b. Survei Skunder
Survei sekunder merupakan metode pengumpulan data dari instansi
pemerintah maupun instansi terkait. Hasil yang diharapkan dari data sekunder
ini adalah berupa uraian, data angka, atau peta mengenai keadaan wilayah
studi. Selain itu survei sekunder juga didapat dari penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya. Survey sekunder dalam penelitian ini yaitu terdiri
dari
Survei Instansi
Survei instansi dilakukan untuk mengumpulkan Produk Tata Ruang
berupa kebijakan dan dan kajian – kajian yang berhubungan dengan
objek studi. Kumpulan produk tata ruang berupa kebijakan yang terkait
dengan penelitian ini didapatkan dari beberpa instansi yang taerkait
yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota TernatE, Dinas Pekerjaan
umum Kota Ternate, dan
Studi pustaka
Studi pustakan dilakukan untuk mendapatkan kumpuluan Literatur yang
berisi Teori – teori yang berhubungan dengan kajian ini. Dapun tahap
dari studi pustakan ini yaitu mecari kumpulan – kumpulan literatur dan
selanjutnya menyortir teori – teori dari literatur tersebut, yang memilikihubungan dengan penelitian ini.
1.5.3 Metode Analisis
Dalam studi ini, metode analisis yang digunakan secara umum yaitu metode
analisis kualitatif. Kirk dan Miller (1986), mendefinisikan metode kualitatif sebagai tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan terhadap manusia dalam kawasanya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahanya. Sedangkan menurut
Bogdan dan Taylor (1975) dalam buku Moleong (2004:3) mengemukakan metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Dalam analisis kualitatif, data yang dikumpulkan harus lengkap, yaitu berupa
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari
lapaangan atau dari langsung dari objek yang dituju. Sedangkan data sekunder adalah
data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, dll),
foto-foto, film, rekaman video, benda-benda, dan lain-lainyang dapat memperkaya data
primer. Dengan demikian menurut Moleong (1998), sumber data penelitian kualitatif
adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
27/102
27
Sumber data penelitian kualitatif secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
manusia dan yang bukan manusia (Benda/Objek). Dalam metode analisis kualitatif ini
terdapat beberapa analisis yang digunakan berdasarkan variabel – variabel yang telah
ditentukan. Berikut ini merupakan beberapa analisis yang digunakan berdasarkan
variabel – variabel pada penelitian ini:
a. Analisis Tingkat Kepentingan Pelestarian
Analisis tingkat kepentingan pelestarian ini dilakukan untuk menentukan tingkat
kepentingan obyek pelestarian, yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan upaya
pelestarian pada suatu objek bersejarah. Sama seperti analisis metoda pelestarian,
analisis tingkat pelestarian juga mengacu pada teori yang yang dicetuskan oleh
Catanese dan Sydner (1998) (Esther Irina B.Siregar : 31) didalamnya terdapat
beberapa kriteria dalam dalam menentukan tingkat kepentingan pelestarian, sehingga
dalam analisis ini akan dilihat sejauh mana tingkat kepentingan kawasan benteng
oranje untuk dilestarikan.
b. Analisis Seleksi lahan
Analisis seleksi lahan dilakukan untuk melihat lahan – lahan yang
termasuk di kawasan cagar budaya. Analisis seleksi lahan ini akan dilakukan
pada variabel lahan itu sendiri. analisis seleksi lahan ini akan mengacu pada
Undang – Undang No 11 tahun 2010 tentang kawasan cagar budaya, dan
surat keputusan gubernur maluku utara No 22/KPTS/MU/2010 dan suratkeputusan walikota 154.A/II.12/KT/2013) temtang perlindungan kawasan
cagar budaya. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi lahan – lahan yang
merupakan lahan cagar budaya sehingga dapat mengatasi problematika atau
permsalahan lahan pada kawasan cagar budaya benteng oranje kota ternate.
c. Analisis Daya Rusak
Analisis daya rusak dilakukan untuk melihat sejauh mana kerusakan yang
terjadi pada objek – objek yang terdapat dalam kawasan benteng oranje kota ternate,
dimana objek – objek memiliki persoalan – persoalan yang dapat diatasi dengan
upaya pelestarian kawasan benteng oranje kota ternate. Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan teknik perbandingan dimana, perbandingan dilakukan dengan
menggunakan data – data dari benteng – benteng peninggalan VOC lainnya seperti
benteng Rotterdam makassar yang dianggap memiliki kesamaan dengan benteng
oranje Kota Ternate.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
28/102
28
8/18/2019 Rosita S Mahmud
29/102
34
1.6 Penjabaran Variabel
Dalam penelitian ini ada satu variabel yaitu artefak fisik yang akan
dibandingkan dan dianilisis. Variabel artefak fisik ini terdiri dari lahan, bangunan, pola
sirkulasi (jalur pedestrian), Ruang Terbuka Hijau, dan Landmark, yang mana kesemua
variabel ini berada dilokasi kawasan cagar budaya Benteng Oranje Kota Ternate. Untuk
lebih jelas mengenai penjabaran variabel, dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 1.1Penjabaran Variabel
Variabel Permasalahan Data Metoda Survey Metoda Analisis
1. Lahan Penggunaan lahan cagarbudaya yang tidak sesuaidengan perunttukannya,lahan cagar budaya
dijadikan sebagai lahanpermukiman
Status Lahan
Kondisi
Lahan
Eksisting
Survey
Primer/Sekunder
- Pemetaan
Lahan- Survey Blok
- Wawancara
- Dokumentasi
- Analisis Seleksi
lahan
- Analisis Daya
Rusak
2. Bangunan Terdapat bangunan – bangunan peninggalanbelanda, yang saat ini telahmengalami kerusakan, halini diakibatkan olehperubahan fungsibanagunan sebagai rumahwarga.
Jumlah
Bangunan
Kondisi
Bangunan
Survey Primer
- Pemetaan
Lahan
- Survey Blok
- Dokumentasi
- Analisis Daya
Rusak
3. PolaSirkulasiHistoris
Jalur sirkulasi yangterdapat dalam kawasanbenteng ini hampirsebagian telah mengalamikerusakan, hanya bagianutama yang masih memilikikondisi baik.
Pola
Sirkulasi
Panjang jalur
pedestrian
yang masih
baik
Survey Primer
- Pemetaan
Lahan
- Survey Blok
- Dokumentasi
4. RuangTerbuka
Ruang Terbuka Hijau yangterdapat didalam kawasanbenteng oranje, saat inidapat dikatakan telahdijadikan sebagai tempatpembuangan sampah.
KondisiRuangTerbukaHijau
Survey Primer
- Pemetaan
Lahan
- Survey Blok
- Dokumentasi
8/18/2019 Rosita S Mahmud
30/102
35
1.7 Kerangka Berfikir
Kerangka pikir itu penting untuk membantu dan mendorong peneliti
memusatkan usaha penelitiannya untuk memahami hubungan antar variabel tertentu
yang telah dipilihnya, mempermudah peneliti memahami dan menyadarikelemahan/keunggulan dari penelitian yang dilakukannya dibandingkan penelitian
terdahulu. Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel
yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Selanjutnya dianalisis secara
kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel
penelitian. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk
merumuskan hipotesis.
Kerangka berpikir dalam peenlitian ini disusun berdsarkan adanya fenomena –
fenomana yang bertolak belakang, yang selanjutnya dari fenomena tersebut muncullah
isu kekhawatian, yang terdapat beberapa problematika atau permasalahan, terlebih lagi
hal ini kemudian dipertajam dengan ayat – Al-qur'an sebagai landasan spritualdan
beberapa teori – teori yang terkait. Dari isu masalah ini selanjutnya dirumuskan rumusan
masalah hingga tujuan. Setelah tujuan maka langkah selanjutnya yaitu penjabaran
variabel, dari variabel – varibel yang menjadi penentuan metodologi baik metode
pendekatan, metode survey mapun metode analisis yang digunakan digunakan, setelah
pennetuan metodologi, maka pengambilan kesimpulan dan rekomedasi. Untuk lebih
jelsnya mengenai kerangka berpikir, dapat dilihat pada gambar 1.12 dibawah ini
8/18/2019 Rosita S Mahmud
31/102
36
KERANGKA BEFIKIR
8/18/2019 Rosita S Mahmud
32/102
37
1.8 Sistematika Pembahasan
Tahapan penulisan proposal tugas akhir mengenai Kajian Pelestarian Kawasan
Cagar Budaya Benteng Oranje, Kota Ternate. disajikan pada sistematika pembahasan
berikut ini: BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan,
sasaran, dan kegunaan, ruang lingkup materi dan wilayah, metodologi yang
tediri dari metode pendekatan studi, metode pengumpulan data dan metode
analisis dan kerangka berfikir, serta sistematika penyajian.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan menguraikan mengenai beberapa landasan teori yang
digunakan sebagai pengarah bagi pemilihan metodologi kajian.
BAB III KAJIAN BENTENG ORANJE DALAM SEJARAH KOTA TERNATE
Bab ini berisikan tentang kajian sejarah dari kawasan Benteng Oranje Kota
Ternate dari zaman Kesultanan, zaman Kolonial (Portugis Belanda), dana
pada masa saat ini yang dijelaskan dalam kebijakan Tata Ruang Daerah.
BAB IV ANALISIS
Bagian ini berisikan tentang hasil analisis yang terdiri dari analisis
tingkat kepentingan pelestarian, analisis seleksi lahan, analisis
metoda pelesetarian, dan analisis teknik pelestarian
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASIBab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil
analisis, selanjutnya terdapat rekomendasi yang diberikan berdasarkan hasil
dari kesimpulan tersebut.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
33/102
38
BAB II
STUDI PUSTAKA
Pada bab ini akan menguraikan mengenai beberapa landasan teori yangdigunakan sebagai pengarah bagi pemilihan metodologi kajian.
2.1 Nilai Historis cagar budaya dapat meningkatkan identitas kota
(PLACE)
Teori ini berkaitan dengan space terletak pada pemahaman atau pengertian
terhadap budaya dan karakteristik manusia terhadap ruang fisik. Space adalah void yang
hidup mempunyai suatu keterkaitan secara fisik. Space ini akan menjadi place apabila
diberikan makna kontekstual dari muatan budaya atau potensi muatan lokalnya. Salah
satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang dikemukakan
Kevin Lynch untuk desain ruang kota:
2.1.1 Legibillity (kejelasan)
Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh
warga kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan
cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung
dilihat pola keseluruhannya.
2.1.2 Identitas dan susunan
Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu
obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang
lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya
kemudahan pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar bangunan dan
ruang terbukanya
2.1.3 Imageability
Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar
untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Image ditekankan pada kualitas
fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas denganstrukturnya.
Trancik (1986) menjelaskan bahwa sebuah space akan menjadi sebuah tempat
(place) kalau mempunyai arti dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya.
Schulz (1979) menambahkan bahwa sebuah place adalah sebuah space (ruang) yang
memiliki suatu ciri khas tersendiri. Menurut Zahnd (1999) sebuah place dibentuk sebagai
sebuah space jika memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi
lingkungannya. Selanjutnya Zahnd menambahkan suasana itu tampak dari benda
konkret (bahan, rupa, tekstur, warna).
8/18/2019 Rosita S Mahmud
34/102
39
Dalam teori place identitas merupakan salah satu aturan yang dikemukakan
kevin lynch sebagai Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas
oleh warga kotanya. Dengan mempertahankan identitas dan derajat dari bangunan-kuno
tersebut, maka kota-kota yang mempunyai peninggalan sejarah, akan memberikan
identitas yang unik pula. Dengan membaca masa lalu dan memahami fungsi bangunan-
kuno dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk mempertahankan makna kultural-
historis masyarakatnya.
2.2 Pelestarian bangunan bersejarah
Upaya pelestarian bangunan bersejarah sudah dilakukan sejak abad ke-19
karena adanya dugaan bencana pengrusakan bangunan bersejarah yang semakin
bertambah besar. Sejak William Moris mendirikn Lembaga Pelestarian Bangunan
Bersejarah (Society For The Protection Of Ancient Buildings) banyak konsep konservasi
bangunan bersejarah yang muncul (Dobby dalam Rachmiyati;2006). Ancient Monument
Act merupakan peraturan undang – undang pertama kali yang melandasi kebijakan dan
pengawasan dalam bidang konservasi untuk melindungi lingkungan lingkungan dan
bangunan bersejarah yang dibuat padat tahun 1882. Sebelumnya, pelestarian
merupakan suatu kebiasaan (Preservation as an ethic) yang dilakukan secara rutin,
meliputi kegiatan merawat dan memperbaiki bangunan.
Kongres yang dilakukan The European Architectural Heritage yang
diselenggarakan oleh negara – negara eropa pada tahun 1975 menghasilkan “Deklarasi
Amsterdam” dan membuat kesepakatan bahwa warisan arsitektur Eropa adalah miliki
bersama masyarakat eropa yang menjadi bagian integral dari warisan budaya dunia.
Untuk itu diperlukan adanya suatu usaha kerjasama antar negara guna
menyelamatkannya (Lubis dalam Rachmiyati;2006). Kongres The European Architecrural
Heritage pada tahun 1975 ini dijadikan sebagai Architectural Heritage Year.
Pada awalnya konsep pelestarian ini berupa konservasi, berupa pengawetan
benda – benda, monument dan sejarah (Lajimnya dikenal dengan Preservasi).
Perkembangan lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan
menjadi dasar bagi suatu tindajkan konservasi. Konservasi sebenarnya merupakan
upaya preservasi namuan tetap memperhatikan dan menfaatkan suatu tempat
memperhatikan dan memanfaatkan suatu tempat untuk menampung dan mewadahi
kegiatan baru. Dengan demikian, kelangsungan tempat bersangkutan dapat dibiayai
sendiri dari pendapatan kegiatan baru (Pontoh dalam Rachmiyati;2006).
2.3.1 Pengertian pelestarian
Beberapa ahli berusaha merumuskan pengertian mengenai tindakan pelstarian
yang dimakasud yaitu
8/18/2019 Rosita S Mahmud
35/102
40
a. Danisworo (dalam Rachmiyati:2006) : istilah pelestarian sebagai
konservasi, yaitu konservasi adalah upaya untuk melestarikan,
melindungi, serta memanfaatkan sumberdaya suatu tempat, seperti
gedung – gedung tua yang memiliki arti sejarah atau budaya, kawasan
dengan kehidupan budaya dan tradisi yang mempunyai arti, kawasan
dengan kepadatan pendudukyang ideal, cagar budaya, hutan lindung,
dan sebagainya. berarti konservasi juga merupakan upaya preservasi,
dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari tempat untuk menampung
atau memberi wadah bagi kegiatan yang sama seperti kegiatan asalnya
atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat membeiayai
sendiri keangsungan eksistensinya.
b. Budiharjo (1994) mengatakan bahwa preservasi mengandung arti
mempertahankan peninggalan arsitektur dan lingkungan
tradisional/kuno persis seperti keadaan asli semula. Karena sifat
preservasi yang statis, upaya pelestarian juga merupakan pendekatan
konservasi yang dinamis, tidak hanya mencakup bangunan saja aakn
tetapi juga lingkungan (Conservation Area) bahkan kota besejarah
(Historic Towns). Dengan pendekatan konservasi, berbagai keiatan
dapat dilakukan mulai dari inventarisasi bangunan bersejarah, kolonial
maupun tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi,
rekonstruksi, sampai dengan revitalisasi yaitu memberikan nafas
kehidupan baru.
c. Fitc (1982) : Preservasi adalah suatu usaha untuk memelihara artifak
dalam kondisi fisik yang sama ketika diterima oleh agen pemeliharaan
tidak ada penambahan atau pengurangan dari nilai eksistensinya.
Dari pengertian – pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pelestarian
merupakan suatu upaya untuk memelihra dan melindungi suatu peninggalan bersejarah
baik berupa artifak, bangunan, kota maupun kawasan bersejarah sesuai dengan
keadaannya dan mengoptimalkan peninggalan peninggalan tersebut dengan cara
memanfaatkannya sesuai dengan fungsi lama atau menerapkan fungsi yang baru untuk
membiayayi kelangsungan eksistensinya. Namun, penerapan fungsi baru ini harus tetap
menjaga nilai – nilai yang terkandung dalam peninggalan tersebut sehingga dapat
memberi ingatan pada masa lalu tetapi tetap memperkaya masa kini.
2.3.2 Prioritas Kepentingan Pelestarian
8/18/2019 Rosita S Mahmud
36/102
41
Prioritas kepentingan pelestarian ini digunakan untuk menentukan tingkat
kepentingan obyek pelestarian, yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan upaya
pelestarian pada suatu objek bersejarah.
Tabel II.1Priorits Kepentingan Pelestarian
Kriteria Kategori Indikator Tolak Ukur
Kelangkaan a. Langka Bangunan dengan langgam arsitektur
- Belanda Kalsik/Kolonia
- Melayu
- Cina
- Malaka
- India, dan
- Islam
Obyek yang menjadi
prioritas adalah obyek
yang termasuk dalam
kategori langka
b. Tidak Langka Bangunan dengan langgam arsitektur selain
keenam langgam diatas
Perubahan pada
bangunan
a. Perubahan
Warna/Oranamen
- Perubahan warna
- Penambahan/pengurangan ornamen
yang tidak mengubah tampak/wajah
bagunan dan gaya bangunan
Obyek yang menjadi
prioritas adalah obyek
yang mengalami
perubahan warna atau
ornamenb. Perubahan denah - Denah berubah, tetapi struktur bangunan
tidak berubah
- Penambahan ruang tetapi tampak wajah
bangunan tidak berubah (masih kelihatan
utuh)
c. Perubahan Struktur - Perubahan struktur
- Perubahan sebagian atau seluruh
tampak/wajah bangunan dengan gaya
bangunan
Kelompok
bangunan
a. Komplek
Bangunan
Obyek yang lokasinya mengelompok dengan
obyek pelestarian lainnya membentuk suatu
komplek bangunan
Obyek yang menjadi
prioritas adalah obyek
yang lokasinya
mengelompok sebagai
komplek bangunan
b. Bangunan yang
berdekatan
Terdapat dua atau lebih obyekyang lokasinya
berdekatan tetapi tidak membentuk komplek
bangunan
c. Tunggal Obyek merupakan bangunan tunggal, tidakada obyek pelestarian lain disekitarnya.
fungsi a. Umum - Bangunan fungsi umum adalah
1. Kantor pemerintah
2. Ibadah
3. Fasilitas umum
Obyek yang menjadi
prioritas adalah obyek
dengan fungsi umumu
b. Komersial - Bangunan fungsi komersial
1. Kantor swasta
2. Komersial / perdagangan
c. Pribadi Bangunan fungsi pribadi adalah rumah
Kecenderungan a. besar Bangunan yang fungsinya saat cenderung Obyek yang menjadi
8/18/2019 Rosita S Mahmud
37/102
42
Kriteria Kategori Indikator Tolak Ukur
perubahan fungsi berubah atau bergeser ke fungsi lain den
cenderung mengalami perubahan bentuk
bangunan
prioritas adalah obyek
yang memiliki
kecenderungan besar
dalm mengalami
perubahan fungsi
b. kecil Bangunan yang fungsinya cenderung tidak
mengalami pergeseran ke fungsi lain
Penguatan
kawasan sekitar
a. Landmark - Ciri – ciri landmark adalah
1. Bangunan yang terletak di suatu
tempat yang strategis dari segi visual
2. Bentuknya istimewa (karena besar,
panjang, tinggi, indah atau keunikan
bentuknya)
3. Bangunan yang sering digunakan
oleh banyak orang sehingga mudah
dikenali
4. Bangunan yang terkait dengan suatu
peristiwa sejarah yang besar
sehingga mudah dikenali.
Obyek yang menjadi
prioritas adalah obyek
yang menjadi Landmark
di lingkungannya
b. Bukan landmark Bangunan yang tidak memenuhi ciri – ciri
landmark.
Sumber : dikutip dari (Esther Irina B.Siregar;31)
2.3 Kriteria Penetuan obyek pelestarian
Sifat – sifat yang dimiliki bangunan bersejarah dapat dilihat dari tiga
karakteristik yaitu karakteristik fisik, karakteristik ekonomi dan karakteristik sosial.
Karakteristik fisik lekat dengan nilai – nilai keindahan bentuk dan arsitektur bangunan.
Namun disisi lain sifat fisik bangunan bersejarah rentan terhadap interaksi dengan
kondisi lingkungan sekitar. Interaksi tersebut meyebabkan kerusakan pada bangunan
bersejarah. Menurut studi yang dilakukan oleh Setiwan (I Ketut Wijata dalam Rachmiyati :
2006) dikuitp dari (Esther Irina B.Siregar;1998), terhadap bangunan bersejarah,
kerusakan terjadi pada bangunan bersejarah dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis
yaitu :
2.4.1 Kerusakan Struktur (Fisik Bangunan)Kerusakan yang terjadi pada fisik bangunan bersejarah akibat perombakan
atau pembongkaran bangunan tersebut untuk diganti dengan bangunan baru atau
disesuaikan dengan kebutuhannya. Sebagian besar bangunan bersejarah mengalami
kerusakan struktur, kondisinya sudah tidak asli dan udah diganti dengan bangunan baru.
Kerusakan struktur fisik bangunan dapat dibedakan atas penyebab terjadinya kerusakan
bangunan, misalnya akibat
a. Adanya perubahan fugsi
Perubahan kegiatan komersial menyebabkan perubahan fungsi
bangunan sehingga dapat merusak struktur fisik bangunan tersebut.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
38/102
43
Perubahan fungsi bangunan mengakibatkan perubahan dan
perombakan pada bangunan sehingga menyebabkan rusaknya
bentuk/desin bangunan. Bangunan – bangunan lama tersebut berubah
menjadi bangunan yang lebih modern dan lebih mengutamakan
kepentingan ekonomi.
b. Ketidak Sesuaian dengan perkembangan Kota
Tingginya nilai dan harga lahan dari suatu tempat didalam kota
menyebabkan penggunaan lahan dikota harus seefisisen mungkin, yaitu
dengan pengembangan secara vertikal (Intensif). Selain itu, tidak
tercantumnya secara eksplisist bangunan – banguna yang dilindungi
dalam rencana kota merupakan salah – satu penyebab tergusurnya
bangunan tua/bersejarah dengan bangunan yang lebih modern dan
ekonomis.
c. Bahan Bangunan tidak tahan lama
Kerusakan bangunan yang dibuat dengan bahan yang tidak tahan lama
seperti kayu dan bilik sangat sulit dihindari karena bahaya mudah rusak
akibat iklim tropis. Akibatnya, banyak bangunan bersejarah yang
bentuknya sudah tidak asli lagi.
d. Kurang perawatan atau menua
Kerusakan ini erat kaitannya dengan cukup besarnya perubahan cuaca
alam tropis sehingga mempercepat terjadinya pelapukan bahan
bangunan.
2.4.2 Kerusakan Desain Bangunan
Kerusakan desain bangunan terjadi apabila bangunan tua/bersejarah
mengalami perubahan atau perombakan pada muka bangunan, baik karena itu ingin
merubah, atau karena menutupi bentuk muka bangunan sesuai dengan seleranya
sehingga kondisinya sudah tidak asli lagi. Penyebab kerusakan desain bangunan
tua/bersejarah umumnya kerusakan desain akibat perubahan fungsi.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa perubahan fungsi dan kegiatan pada
suatu bangunan bersejarah dapat memberikan dampak pada struktur (fisik) bangunan
dan desain bangunan (Interior dalam bangunan, fasad bangunan, fitur tertentu seperti
warna dan tekstur) . untuk mencegah kerusakan bangunan tua akibat perubahan fungsi
maka perlu diupayakan penerapan fungsi bangunan yang sesuai dengan kondisi
bangunan sehingga tidak terjadi kerusakan struktur (fisik) dan desain bangunan.
Penerapan fungsi dan kegiatan yang sesuai pada bangunan bersejarah perlu
8/18/2019 Rosita S Mahmud
39/102
44
memperhatikan karakteristik bangunan tua/bersejarah agar tidak mengurangi nilai – nilai
tertentu, misalnya nilai sejarah dan nilai arsitekturalnya.
2.4 Metoda Pelestarian
Dalam pelaksanaan upaya pelestarian terdapat berbagai pendekatan dan
metoda pelestarian yang dapat diterapkan, sesuai dengan sifat, kondisi dan fungsi serta
keadaan – keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap bangunan yang akan
dilestarikan. Berbaagai macam pendekatan dan metode pelestarian yang dirangkum dari
studi yang dilakukan oleh setiawan (1988) dan dari tulisan Attoe (dalam tulisan
Catanese;1979, Fitch;1982, dan Danisworo;1995) dikutip dari Esther Irina
B.Siregar;1998, yaitu ;
a. Preservasi, adalah suatu upaya untuk memelihara dan melestarikan
monumen bangunanatau lingkungan pada kondisinya yang ada
b. Konservasi, adalah upaya untuk memelihara suatu tempat atau
bangunan menjadikan penggunaannya efisien dan mengarahkan
perkembangan dimasa depan.
c. Replika (Peniruan), yaitu pembangunan bangunan baru yang meniru
unsur – unsur atau bentuk – bentuk bangunan lama yang sebelumnya
ada tetapi sudah hancur dan musnah. Metoda ini juga dapat diterapkan
untuk penambahan bangunan baru disekitar bangunan atau kawasan
peninggalan sejarah, yang dilakukan dengan memberikan persyaratankhusus pada bangunan baru tersebut, meliputi pembatasan tinggi,
volume, garis muka bangunan, bahan bangunan, warna dan gaya /
langgam elemen bangunannya. Metode ini umumnya dilakukan untuk
bangunan atau kawasan peninggalan sejarah yang selalu berkembang
dan disekitarnya masih tersedia cukup lahan untuk pembuatan
bangunan tambahannya,
d. Renovasi, adalah tindakan mengubah sebagian maupun keseluruhan
bangunan, terutama interior bangunan, sehubungan dengan adaptasi
bangunan tersebut terhadap bangunan baru, konsep – konsep modern
atau dalam menampung fungsi baru. Upaya ini biasanya disertai dengan
konservasi dengan gentrifikasi suatu bangunan atau lingkungan, metoda
ini dapat pula berupa perombakan bangunan atau kawasan lam yang
didasarkan pada pertimbangan bahwa perombakan merupakan satu –
satunya cara untuk memperpanjang umur bangunan, yaitu dengan
membuat bangunan baru yang memperhatikan keserasian dengan
bentuk bangunan lama di sekitarnya. Metoda ini biasanya dilengkapi
8/18/2019 Rosita S Mahmud
40/102
45
dengan pembuatan dokumen dari bangunan lama yang dirombaknya,
dan penyelamatan terhadap beberapa bangunan dan objek – objek atau
potongan – potongan (ornamen, atau ciri lainnya) yang merupakan
benda yang sudah langka sehingga perlu dilindungi dari kerusakan dan
pengerusakan terhadapnya.
e. Rehabilitasi, adalah pengembalian kondisi bangunan yang telah rusak
atau menururn, sehingga dapat berfungsi kembali seperti sedia kala.
Metode ini lebih memntingkan bentuk dari bangunan asalnya, sehingga
upaya penggantian terhadap elemen yang rusak dapat saja dilakukan
dengan jenis bahan yang lain asal serasi dengan bahan lama yang
masih ada.
f. Restorasi (Pemugaran), adalah upaya pengembalian kondisi suatu
tempat atau fisik bangunan pada kondisi asalnya dengan membuang
elemen – elemen tambahan dan memasang kembali bagian asli yang
telah rusak atau menurun tanpa menambah unsur baru kedalamnya.
Metoda ini biasanya dilakukan pada bangunan atau kawasan lama yang
telah mengalami perubahan (kerusakan atau penambahan) dan bahan
pengganti yang sama masih tersedia serta mudah mendapatkannya.
g. Rekonstruksi, adalah upaya mengembalikan kondisi atau membangun
kembali suatu tempat atau bangunan sedekat mungkin dengan wujud
semula yang diketahui. Proses ini biasanya untuk mengadakan kembali
bangunan atau kawasan yang telah sangat rusak atau bahkan yang
telah hampir punah sama sekali. Metoda ini dapat pula berupa relokasi,
yaitu membuat tiruan atau memindahkan lama ke tempat lain yang
dianggap lebih aman. Hal ini dapat dilakukan bila bangunan yang perlu
dilundungi tersebut memiliki tingkat kepentingan tinggi untuk dilindungi,
tidak harus berlokasi di tempat yang sama, serta teknologi untuk
pembangunan kembali/pemindahan bangunan tersebut memungkinkan.
h. Subtitusi (Pengalihfungsian Bangunan), yaitu dengan menggati
fungsi suatu bangunan dengan status baru agar meningkat kembali nilai
dan fungsinya, sesuai dengan kepentingan dan jamannyametoda ini
dilakukan bila bangunan atau kawasan yang akan dilestarikan memiliki
kepentingan perlindungan sangat tinggi, sehingga sejauh mungkin
dihindarkan perubahan terhadapnya.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
41/102
46
i. Benefisiasi, Yaitu upaya yang dilakukan dengan cara meningkatlan
manfaat sutau bangunan bersejarah yang semula tidak menarik menjadi
berfungsi atau untuk kepentingan hidup manusia, baik untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, pariwisata dan rekreasi. Metoda ini
dapat dilakukan dalam bentuk penggunaan untuk perpustakaan,
museum, atau pendidikan khusus yang sesuai dengan bentuk dan
sejarah bangunannya.
j. Perlindungan wajah museum, yaitu suatu metoda yang dilakukan bila
ciri utama dari bangunan lama yang perlu dilestarikan terletak pada
wajah bangunannya. Perombakan umumnya dilakukan pada bagian
dalam dan atau belakang bangunan, sedangkan wajah bangunan tetap
dipertahankan. Hal ini terutama dilakukan apabila intensitas kegiatan
pengganti yang akan dimasukkan pada bangunan atau kawasan lama
tersebut cukup tinggi dan perubahan tidak bisa dihindarkan.
k. Perlindungan Garis cakrawala atau ketinggian bangunan, yaitu
upaya yang dilakukan apabila bangunan atau kawasan peninggalan
sejarah yang akan diubah terletak disekitar suatu ciri lingkungan yang
sejaka lama telah terbentuk dikota tersebut. Perlindungan antara lain
dilakukan dengan membatasi ketinggin bangunan baru yang akan
dibangun disekitar ciri lingkungan tersebut shingga tidak mengganggu
pandangan ke arahnya (dalam hal ini termasuk pandangan ke garis
cakrawala di sekitar kawasan tersebut).
l. Perlindungan Obyek atau Potongan, adalah suatu upaya yang
dilakukan terhadap ciri – ciri utama dari bangunan yang akan dirombak
atau dihancurkan sehingga perombakan yang dilakukan masih dapat
menunjukan pernah adanya suatu bangunan atau kawasan lama
tersebut. Metoda ini hanya dilakukan dalam keadaan mendesak, yaitu
bila keutuhan bangunan sudah tidak dapat dipertahankan lagi, dan
membahayakan keselamata penghuni bangunan.
2.5 Teknik Pelestarian
Dalam melestarikan diperlukan suatu teknik yang tepat agar tindakan yang
dilakukan tetap dapat mempertahankan objek pelestarian. Menurut Catanese dan Sydner
(1998) dikutip dari (I Ketut Wijaya : 34) terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan
dalam memelihara bangunan tua/ bersejarah antara lain
8/18/2019 Rosita S Mahmud
42/102
47
a. Perlindungan yang sah, metode ini menggunakan hukuk dan
peraturan uantuk mengendalikan segala sesuatu yang terjadi terhadap
hak milik sejarah.
b. Hukuman/peraturan perundangan, juga merupakan pelengkap
sebagai alat pencegah bagi pengabaian dan penrusakan kekayaan
sejarah.
c. Pinjaman. Tersedianya pinjaman dapat menambah peluang bagi
perlindungan karena banyak kasus nilai hak milik akan bertambah
melalui rehabilitasi dan perbaikan. Pertambahan nilai berarti
mengimbangi biaya pinjaman.
d. Penggunaan kembali adaptif . Bangunan – bangunan sejarah yang
sudah tidak berfungsi dapat dipergunakan lagi dengan fungsi baru yang
sesuai. Namun harus diwaspadai bahwa penggunaan kembali adaptif
sering menghendaki perubahan fungsi untuk memenuhi ciri arsitektur
bangunan dengan fungsi baru sehingga keslian bangunan menjadi
hilang. Untuk itu perlu dilakukan penggolongan bangunan bersejarah
untuk menentukan penggunaan kembali adaptif yang sesuai untuk
bangunan tersebut.
e. Penjualan hak – hak pembangunan. Dalam konteks nilai lahan yang
tinggi, bangunan bersejarah seringkali dibongkar untuk mengekploitasi
nilai lahan tempat bangunan bersejerah berdiri. Untuk menghindari
pengrusakan, hak – hak pembangunan dapat dijual atau dipindahkan ke
lokasi dalam suatu daerah tertentu.
2.7 Definisi Operasional
Definisi operasional menjelaskan tentang definisi point-point penting dari judul
penelitian dan beberapa istilah yang berhubungan dengan kegiatan studi lapangan di
Kawasan Benteng Oranje, Kota Ternate.
2.7.1 Pengertian Judul
a. Kajian : kajian berarti proses, cara, perbuatan mengkaji; penyelidikan
(pelajaran yang mendalam) dan penelaahan
b. Pelestarian : pelestarian sebagai konservasi, yaitu konservasi adalah
upaya untuk melestarikan, melindungi, serta memanfaatkan
sumberdaya suatu tempat, seperti gedung – gedung tua yang memiliki
arti sejarah atau budaya, kawasan dengan kehidupan budaya dan tradisi
8/18/2019 Rosita S Mahmud
43/102
48
yang mempunyai arti, kawasan dengan kepadatan pendudukyang ideal,
cagar budaya, hutan lindung, dan sebagainya. Danisworo (dalam
Rachmiyati:2006)
c. Kawasan : Wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya ; ruang
yang merupakan kesatuan geografis beserta unsur terkait pada
batasnya, sistem yang ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta
mempunyai ciri tertentu / khusus. (Kamus Tata Ruang, Direktorat
Jenderal Cipta Karya departemen Pekerjaan Umum,1997) dikutip dari
(Intan Nilakusuma;45).
d. Cagar Budaya : Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang pentingartinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola
secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan
pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Undang – Undang No 11 Tahun
2011 tenga cagar budaya).
e. Benteng Oranje, Kota Ternate : Lokasi Studi Penelitian
2.7.2 Istilah yang digunakan
a. Lahan : Pengertian lahan menurut Jayadinata (1999:10)
merupakan tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya
dimiliki dan dimanfaatkan oleh perorangan atau lembaga untuk dapat
diusahakan. Lahan yang dimaksud dalam studi ini yaitu lahan cagar
budaya Benteng Oranje dengan luas 12.860 m2.
b. Bangunan : wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukan baik yang ada di atas, di bawah tanah
dan/atau di air. Bangunan yang dimaksud dalam studi ini yaitu
bangunan cagar budaya yaang terdapat dalam kawasan cagar budaya
Benteng Oranje, Kota Ternate.
c. Ruang Terbuka Hijau : Ruang terbuka hijau adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
8/18/2019 Rosita S Mahmud
44/102
49
alamiah maupun yang sengaja ditanam. (Undang – Undang Penataan
Ruang)
d. Sirkulasi : Menurut Cryill M. Haris (1975) sirkulasi merupakan suatu
pola lalu lintas atau pergerakan yang terdapat dalam suatu area atau
bangunan. Di dalam bangunan, suatu pola pergerakan memberukan
keluwesan, pertimbangan ekonomis, dan fungsional. Sirkulasi yang
dimaksud disini adalah sirkulasi historis kawasan bentng oranje, Kota
Ternate.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
45/102
50
BAB III
KAJIAN BENTENG ORANJE DALAM SEJARAH KOTA TERNATE
Bab ini berisikan tentang kajian sejarah dari kawasan Benteng Oranje KotaTernate dari zaman Kesultanan, zaman Kolonial (Portugis Belanda), dana pada masa
saat ini yang dijelaskan dalam kebijakan Tata Ruang Daerah.
3.1 Masa Kolonial (Portugis – Belanda)
Kedatangan orang – orang eropa yang pertama di Asia Tenggara pada awal
abad XVI kadang – kadang dipandang sebagai titik penentu yang paling penting dalam
sejarah kawasan ini. Pandangan ini tidak dapat dipertahankan. Meskipun orang – orang
eropa terutama orang – orang belanda memiliki dampak yang besar terhadap Indonesia ,
namun hal itu pada dasarnya merupakan suatu gejala dari masa – masa yang
belakangan. Bagaimana pun juga, pengaruh orang – orang eropa pada tahun – tahun
pertama kehadiran mereka sangatlah terbatas daerah dan kedalamannya.
3.1.1 Masa Portugis
Eropa bukanlah kawasan yang paling maju didunia pada awal abad XVI dan
juga merupakan kawasan yang paling dinamis. Kekuatan besar yang sedang
berkembang didunia adalah islam; pada tahun 1453 orang – orang Turki ottonom
menaklukan konstatinopel, dan di ujung timur dunia, agama islam ini berkembang di
Indonesia dan Filipina, akan tetapi, orang – orang eropa, terutama orang – orang
Portugis, mencapai kemajuan di bidang teknologi tertentu yang akan melibatkan bangsa
portugis dalam salah satu petualangan mengarungi samudera yang paling berani
disepanjang zaman.
Bangsa Portugis tidak hanya mencapai kemajuan – kemajuan di bidang
teknologi yang memungkinkan mereka melebarkan sayap ke seberang lautan; mereka
juga memiliki kemauan dan kepentingan untuk melakukan itu. Para pelaut dan petualang
portugis memulai usaha pencarian emas, kemenangan dalam peperangan, dan suatu
jalan untuk mengepung lawan yang beragama islam dangan menyusuri pantai baratafrika. Mereka juga berusaha mendapatkan rempah – rempah, yag dalam hal ini berarti
mendapatkan jala ke asia denga tujuan memeotong jalur pelayaran para pedagang
islam, yang melalui tempat penjualan mereka di venesia di laut tengah memonopoli impor
rempah – rempah ke eropa.
Indonesia timur ialah kawasan rempah – rempah yang paling berharga,
kawasan itulah yang menjadi tujuan utama portugis, walaupun sampai saat itu mereka
masih belum mempunyai gambaran sedikitpun mengenai letak “kepulauan rempah –
rempah” Indonesia maupun cara untuk mencapai tempat tersebut.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
46/102
51
Pada tahun 1511 portugis berhasil menaklukan malaka, akan tetapi hal ini tidak
membuat portugis menguasai perdagangan asia yang terpusat dimalaka. Portugis
mengalami banyak masalah. Mereka tidak pernah dapat mencukupi kebutuhannya
sendiri dan sangat tergantung pada para pedagang pemasok bahan makan dari asia,
mereka juga kekurangan dana dan sumberdaya manusia.
Dampak orang – orang – orang portugis yang paling kekal adalah di maluku
(sebuah nama yang pada hakikatnya berasal dari istilah pada pedagang arab bagi
daerah tersebut. Jajirat al-Muluk Negeri dari banyak raja). Dikawasan inilah terletak
“kepulauan rempah – rempah” Indoneisa Timur. Segera setelah selat malak berhasil
ditaklukan, maka dikirimkanla misi peneylidikan yang pertama ke rah timur dibawajh
pimpinan fransisco serrao. Pada tahun 1512 kapalnya mengalami kerusakan tetpai dia
berhasil mencapai hitu (ambon sebelah utara). Disana dia menunjukkan ketrampilan
perang terhadap suatu pasukan penyerang sehingga membuat dirinya disukai oleh
penguasa daerah itu. Hal ini juga mendorong para penguasa kedua pulau yang bersaing,
Ternate dan Tidore untuk menjajagi kemungkinan memperoleh bantuan portugis.
Orang – orang portugis mengadakan persekutuan dengan Ternate dan pada
tahun 1522 mulai membangun benteng - benteng disana. Salah satunya yaitu benteng
oranje atau yang diebut benteng melayu karena dibangun diperkampungan melayu.
Hubungan mereka dengan penguasa islam pun berubah menjadi tegang karena mereka
berusaha secara yang agak lemah untuk melakukan kristenisasi dan perilaku orang –
orang portugis sendiri pada umumnya tidak sopan.
Akhirnya pada tahun 1575 orang – orang portugis diusir setelah terjadi
pengepungan yang berlangsung selama lima tahun; mereka kemudia pindah ke tidore
untuk membangun sebuah benteng baru pada tahun 1578. Akan tetapi Ambonlah yang
menjadi pusat utama kegiatan – kegiatan portugis di Maluku sesudah waktu itu.
8/18/2019 Rosita S Mahmud
47/102
36
8/18/2019 Rosita S Mahmud
48/102
37
8/18/2019 Rosita S Mahmud
49/102
38
8/18/2019 Rosita S Mahmud
50/102
39
3.1.2 Masa Belanda
Setelah bangsa portugis datanglah orang – orang Belanda yang mewarisi
aspiasi – aspirasi dan strategi portugis. Orang – orang Belanda membawa organisasi,
persenjataan, kapal – kapal dan dukungan keuangan yang lebih baik serta kombinasi
antara keberanian dan kekejaman yang sama. Mereka nyaris telah mencapai apa yang
telah diinginkan orang – orang Portugis, tetapi tidak berhasil memperolehnya, ialah
mengusai rempah – rempah Indonesia. Akan tetapi, orang – orang Belanda melakukan
sesuatu yang tidak dilakukan oleh bangsa Portugis, yaitu mendirikan tempat berpijak
yang tetap dijawa. Inilah yang akan membuat keterlibatan mereka pada dasarnya
berbeda portugis, yang akhirnya menyebakan Belanda menjadi suatu kekuatan penjajah
yang berpangkalan di daratan di Jawa.
Kini mulailah zaman yang dikenal sebagai zaman pelayaran – pelayaran ‘liar’atau ‘tidak teratur’ yaitu ketika perusahaan – perusahaan ekspedisi Belanda yang saling
berjuang keras untuk meperoleh bagian dari rempah – rempah Indonesia. Pada tahun
1598 dua puluh dua kapal milik lima perusahaan yang berbeda mengadakan pelayaran,
empat belas diantaranya akhirnya kembal. Armada yang berada dibawah pimpinan
Jacob van Neck-lah yang pertama tiba di ‘Kepulauan rempah – rempah’ Maluku pada
bulan maret 1599, dimana rombongannya diterima dengan baik; kapal – kapalnya
kembali ke negeri Belanda pada tahun 1599 – 1600 dengan mengangkut cukup banyak
rempah – rempah yang menghasilkan keuntungan sebesar 400 persen. Dengan
diperolehnya banyak keuntungan dari sebagian besar pelayaran yang dilakukan pada
tahun 1598 itu, maka pada tahun 1601 empat belas buah ekspedisi yang berbeda
berangkat melakukan pelayaran dari negeri Belanda.
Pada bulan maret 1602 perseroan – perseroan yang saling bersaing itu
bergabung membentuk perserikatan maskapai hindia timur, VOC (Vereening de Oost-
Indische Compagnie). Kepentingan yang bersaing itu diwakili oleh system majelis
mempunyai sejumlah direktur yang telah disetujui, yang seluruhnya berjumlah tujuh belas
dan disebut sebagai Hereen XVII (Tuan – tuan tujuh belas). Oleh karena Amsterdam
mempunyai peranan yang sangat besar, maka wilayah ini diberi jatah delapan orang dari
ketujuh belas direktur, dan markas besar VOC juga ditempatkan disitu. Berdasarkan
sebuah oktori yang diberikan parlemen, maka VOC mempunyai wewenang wewenang
untuk mendaftar personel atas dasar sumpah setia, melaukan peperangan, membangun
benteng – benteng, dan mengadakan perjanjian – perjanjian di seluruh Asia.
Pada tahun pertama Tuan –tuan XVII menangani sendiri segala urusan VOC,
tetapi segera disadari bahwa mereka tidak mungkin dapat meneglolah pelaksanaan
tugas harian di Asia. Jarak kawasan ini sangat jauh, sehinggga pertukaran berita antara
Amsterdam dan Indonesia dapat dapat memakan waktu dua atau tiga tahun. Pada tahun
8/18/2019 Rosita S Mahmud
51/102
40
– tahun pertama itu VOC memberikan keuntungan yang cukup besar, tetapi hanya sedikit
keberhasilan militer yang dicapaoi dalam menghadapi orang – orang portugis dan
spanyol (yang telah sampai di Filipina melalui jalur pasifik pada tahun 1521 dan mulai
menancapkan kekuasaannya pada suatu tempat berpijak yang tetap setelah tahun
1565). Satu – satunya keberhasilan besar VOC adalah penduduk atas ambon pada
tahun 1605.
Untuk menangani secara lebih tegas lagi urursan – urusan VOC di Asia, maka
pada tahun 1610 diciptakan jabatan gubernur jenderal. Untuk mencegah kemungkinan
kekuasaan gubernur jenderal yang bersifat despotis, maka dibentuklah Dewan Hindia
(Read van Indie) untuk menasehati dan mengawasinya. Walaupun tuan – tuan XVII
masih tetap memegang seluruh kekuasaan serta mengangkat dan juga memecat
gubernur jenderal, tetapi tampak jelas bahwa kegiatan – kegiatan di Asia mulai tahun
1610 sebagai besar ditentukan oleh gubernur jenderal.
Selama masa jabatan tiga orang gubernur jenderal yang pertama (1610 – 1619)
yang dijadikan pusat VOC adalah ambon, tetapi tempat ini ternyata tidak begitu
memuaskan untuk dijadikan sebagi markas besar. Walaupun ambon terletak tepat di
jantung wilayah pengghasil rempah – rempah, namun tempat ini jauh dari jalur – jalur
utama perdegangan Asia dan oleh karenanya jauh dari kegiatan – kegiatan VOC di
tempat – tempat lain mulai dari Afrika sampaiJepang. Belanda mulai mencari suatu
tempat yang lebih baik untuk dijadikan sebagai suatu “Pusat Pertemuan”, suatu
pelabuhan yang aman tempat mereka dapat mendirikan kantor – kantor, gudang –
gudang, dan fasilitas – fasilitas bagi angkutan laut mereka. Dengan sendirinya perhatian
mereka beralih ke nusantara bagian barat, suatu tempat di dekat selat malaka yang
sangat penting atau selat sunda. Pusat perdagangan VOC yang telah dibangun di banten
pada tahun 1603, tetapi tampak jelas bahwa tempat ini tidak cocok untuk dijadikan
sebagai markas besar. Di tempat ini mereka mendapat saingan yang hebat dari para
pedagang Cina dan Inggris, dan kota ini berada dibawah kekuasaan warag Banten yang
kaya dan kuat.
Pada tanggal 29 maret 1607 de Jonge dan akicil ali bertolak dari Bantenmenuju Ambon, setelah kaicil ali menerima persyaratan yang dituntu VOC atas
bantuannya kepada Ternate mengusir spanyol dan portugis. Syarat yang diajukan VOC
sangat sederhana, yaitu: pemberian Hak monopoli perdagangan rempah – rempah,
penyediaan sejumlah pasukan tempur, ijin mendirikan benteng dan permukiman bagi
penduduk Belanda, serta tanggungan Ternate atas biaya perang.
Di akhir bulan april 1607 sebuah armada Belanda terdiri dari 7 buah kapal dan
2 kapal pemburu, berikut 530 tentara Belanda dan 50 serdadu Ambon, bersama
laksamana matelief de jonge dan Kapita laut Ali bertolak ke ternate dari ambon. Armada
8/18/2019 Rosita S Mahmud
52/102
41
ini tiba di Ternate dari Ambon. Armada ini tiba di Ternate pada 13 mei 1607. Langkah
pertama Laksamana Matalief de Jonge ialah mendirikan sebuah benteng disekitar
kampung melayu, dan meminta jojogu hidayat agar mengarahkan ratusan orang Ternate
untuk bekerja setiap hari membantu membangn benteng tersebut. Benteng ini benteng
melayu kemudian diubah menjadi benteng Oranje.
Pada 26 juni 1607, perundingan dilangsungkan antara Ternate – Belanda dan
menghasilkan kesepakatan yang berintikan sebagai berikut
1. Belanda berkewajiban membantu Ternate mengusir Spanyol dan diberi
wewenang penuh untuk mengatur perencanaan dan pelaksanaannya.
2. Garnisun Belanda yang dibentuk akan ditempatkan dalam daerah
kekuasaan Kesultanan dan akan dibiayai oleh Kesultanan.
3. Belanda berjani akan melindungi Kawula Kesultanan Ternate, baik yangdi Ternate maupun di daerah seberang laut yang masuk ke dalam
ingkup Kerajaan.
4. Kesultanan ternate tidak akan menjual rempah – rempahnya kepada
bagsa manapun atau kepada siapapun, kecuali kepada Belanda,
5. Tanpa persetujuan kedua belah pihak, tidak boleh diadakan perdamaian
dengan spanyol termasuk Kesultanan Tidore
6. Belanda diizinkan membangun Benteng didekat perkampungan Melayu.
Pada perundingan yang dilakukan de jonge dengan dewan Kerajaan Ternate –
dihadiri juga Sultan Mudaffar dan Mangkubumi Dayo (Hidayat), Jogugu dari Klan
Tomagola – de Jonge bertindak dan atas nama Staten General (Parlemen Belanda).
Segera setelah perjanjian ditandatangani, Belanda membangun benteng di komplek
perkampungan melayu. Peletakan