Upload
indah-puspita
View
7
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ini membahas tentang salah penyakit kulit yaitu rosasea. di sini akan dibahas semua yang berkenaan dengan rosasea. mulai dari defenisi, patofisiologi, ptogenesis, gejala klinis, dd, sampai pengobatan.
Citation preview
Rosasea
Meskipun di akui secara universal, rosasea tetap menjadi topik yang kontroversial,
karena sebagian besar dari patofisiologinya dan variasi klinis yang tidak menentu.
Para praktisi medis dan masyarakat awam dapat dengan mudah mengidentifikasi
kemerahan pada wajah yang khas pada rosasea, akan tetapi keraguan timbul saat
terdapat kerusakan kulit akibat paparan matahari, perioral dermatitis, post
adolescent acne dan penggunaan berlebihan steroid topikal yang hadir dengan
tampilan yang mirip. Teori terbaru saat ini telah berubah secara konseptual dari
tahapan ( stage ) perubahan dari gejala dan tanda rosasea ke klasifikasi baru yang
menetapkan 4 sub tipe baru dengan variasi keparahan dan berpotensi tumpang
tindih. Rosasea dikarakteristikkan dengan eritema pada bagian sentral dari wajah
yang bertahan dalam berbulan – bulan atau lebih. Area – area cembung
( konveks ) pada hidung pipi, dagu dan dahi merupakan area distribusi yang khas
pada rosasea. Ciri utama dari rosasea yang dapat di observasi tetapi tidak
dibutuhkan untuk diagnosis yaitu flushing ( kemerahan ), papul, pustul, dan
telengiektasis. Ciri sekunder termasuk wajah seperti terbakar atau tersengat
matahari, edema, plak, tampak kering, phyma, peripheral flushing, dan
manifestasi okuler. Eritema pada lokasi perifer ( skalp, telinga, wajah bagian
lateral, leher dan dada ) dapat di amati pada rosasea, tetapi juga merupakan ciri
umum pada flushing fisiologis, kerusakan kulit kronis akibat sinar matahari, oleh
karena itu maka harus di interpretasikan secara hati – hati
Klasifikasi Sub tipe
Sub tipe dari rosasea sementara ini didefinisikan oleh komite ahli dari National
Rosacea Society ( NRS ) pada tahun 2002 termasuk eritematoteleangiektasis,
papulopustular, phymatosa dan okuler. Klasifikasi ini mewakili kelompok dari
gejala dan tanda yang paling umum dari rosasea. Sub tipe dari rosasea ini serupa
dengan klasifikasi berdasarkan “staging” yang dirancang oleh plewig dan
kligsman. Sub tipe Eritematotelengiektasis analog dengan klasifikasi plewig dan
kligsman tahap 1, sub tipe papulopustular analog dengan klasifikasi plewig dan
kligsman tahap 2, dan sub tipe phymatosa analog dengan klasifikasi plewig dan
kligsman tahap 3
NRS telah memperkirakan bahwa rosasea mengenai kira – kira 14 juta orang
amerika, Rosasea dapat terjadi pada pria maupun wanita dan onsetnya biasanya
dimulai setelah umur 30 tahun, akan tetapi pada anak – anak, remaja dan dewasa
muda dapat pula berkembang rosasea.
Etiologi dan patogenesis
Karena terdapat variasi klinis yang menonjol antara sub tipe rosasea, maka
dihipotesiskan bahwa terdapat etiologi dan patofisiologi yang berbeda pula di
antara sub tipe dari rosasea tersebut. Perbedaan tersebut dapat melibatkan
reaktivitas vaskular wajah, komposisi atau struktur jaringan ikat dermis,
komposisi matrix, struktur pilosebasea, kolonisasi mikroba, atau kombinasi dari
berbagai yang merubah respon kulit terhadap faktor – faktor yang memicu
rosasea. Rosasea terjadi akibat paparan langsung pemicu yang kronis berulang,
khususnya yang memicu kemerahan contohnya suhu panas dan dingin, cahaya
matahari, angin, minuman panas, olahraga, makanan pedas, alkohol, emosi,
kosmtik, iritan topikal, kemerahan saat menopause, dan pengobatan yang
mendorong terjadinya kemerahan. Mekanisme neural dan humoral yang
menyebabkan reaksi kemerahan yang terlihat hanya terbatas pada wajah.
Penonjolan pada wajah terjadi karena peningkatan aliran darah pada daerah
tersebut dibandingkan dengan daerah lain di tubuh. Degenerasi matrix dermis dan
kerusakan endothel yang terlihat secara histologis pada spesimen rosasea. Faktor
yang berkontribusi pada degenerasi matrix erat kaitannya dengan masalah
permeabilitas vaskular dan atau keterlambatan proses pembersihan dari mediator –
mediator inflamasi dan produk – produk sisa. Selain itu kerusakan jaringan ikat
akibat cahaya dapat merubah struktur vaskular dan limfatik serta struktur
pendukung lain di dalam dermis. Pada kedua kasus, kronik dan persisten dapat
terjadi inflamasi pada dermis yang pada akhir nya bermanifestasi sebagai eritema
pada daerah yang cembung di wajah pada individu – individu yang memiliki
predisposisi rosasea.
Kerusakan yang terjadi akibat paparan sinar matahari dianggap sebagai faktor
penyebab yang mempunyai kontribusi. Tetapi faktor lain juga ikut berpartisipasi.
Solar elastosis adalah gambaran umum dari ciri histologi rosasea, akan tetapi
prevalensi rosasea tidak meningkat pada pekerja lapangan, kerusakan kulit akibat
paparan matahari pada lokasi selain wajah tidak berkembang menjadi fenotipe
rosasea. Penelitian berupa photoprovokasi pada pasien rosasea tidak menunjukkan
peningkatan sensitivitas kulit terhadap paparan sinar ultraviolet akut.
Hal ini telah lama didebatkan apakah efek yang digunakan pada antimikroba oral
dan topikal untuk rosasea ini sebagai mekanisme antiinflamasi atau antimikroba.
Konsep mengenai inflamasi folikel yang di induksi oleh mikroba pada rosasea
masih kontroversial, masih belum jelas apakah bakteri komensal seperti bakteri
propionibacterium acne dan demodex folliculorum yang bertempat tinggal di
folikel rambut dan glandula sebasea, yang memicu inflamasi papulosentrik pada
pasien rosasea, kemungkinan lain reaksi hipersensitifitas mungkin dipicu oleh
kuman ini atau oleh bakteri yang sering dikatakan dengan tungau seperti bacillus
oleroneus, menguatkan argumen yang mendukung mekanisme rosasea
papulopustular yang diinduksi bakteri termasuk observasi yang bahwa obat
antiinflamasi non steroid dan kortikosteroid tidak menyembuhkan papul dan
pustul pada rosasea sebaik efektifitas dari tetrasiklin oral, selanjutnya benzoil
peroksida cukup efektif untuk papul dan pustul pada pasien rosacea yang toleran
terhadap obat ini. Belum jelas apakah perbaikan klinis dari papulopustular rosasea
membutuhkan pengurangan kuantitas dari Propionibacterium acne.
Ciri klinis
Eritematotelengiektasis Rosasea ( ETR ) dikarakteristikkan dengan eritema
persisten pada wajah, kemerahan yang disertai telengiektasis, edema pada bagian
sentral wajah,kulit yang terbakar , kasar dan berskuama, atau kombinasi dari
berbagai tanda dan gejala ini ( Fig 79-1 ),
dikenal juga sub tipe yang ringan ( fig 79-2A ), sedang dan berat ( 79-2B ),
berbeda dengan manifestasi dari papulopustular rosasea ( PPR ) dengan eritema
pada sentral wajah yang persisten dengan papul dan pustul yang dominan pada
area yang cembung ( konveks ) di wajah ( fig 79-2 ),
terbakarnya kulit dan tersengatnya kulit wajah dapat terjadi pada papulopustular
rosasea ( PPR ) namun lebih sering pada Eritematelengiektasis rosasea
( ETR ) ,Kemerahan sering lebih berat pada ETR dibandingkan PPR, Pada kedua
sub tipe tersebut eritema tidak mengenai daerah periorbita, edema dapat ringan
atau berat, edema berat berupa edema fasial solid yang sering terjadi pada daerah
dahi dan glabela dan jarang mengenai kelopak mata dan pipi bagian atas
Rosasea phymatosa dikarakteristikkan oleh orifisium patulosa folikular, penebalan
kulit dan kontur permukaan kulit yang iregular pada area kulit yang konveks ( fig
79-4 )
disini terbagi juga ke dalam sub tipe ringan, sedang dan berat. Phyma sering
terjadi pada hidung ( rhinophyma ) namun dapat juga berkembang di atas
permukaan dagu ( gnathophyma ), kelopak mata ( blepharophyma ), dan telinga
( otophyma ). Perempuan dengan rosasea tidak berkembang phyma, mungkin
karena alasan hormonal, tetapi dapat bermanifestasi pada sebasea atau kelenjar
lain berupa penebalan kulit dan orifisium folikular yang besar.
Ocular rosasea dapat berkembang sebelum gejala kulit sampai dengan 20 % pada
individu yang terkena. ( fig 79-5)
Setengah dari pasien, gejala okular brkembang setelah gejala kulit, pada minoritas
dari pasien gejala okuler dan kulit timbul bersamaan, keparahan rosasea phtalmica
tidak serupa dengan keparahan rosasea kulit, keterlibatan mata dapat
bermanifestasi sebagai blepharitis, konjungtivitis, iritis, skleritis, hipopion dan
keratitis, dan sekali lagi pada rosasea ini juga dikenal sub tipe ringan, sedang dan
berat ( lihat 79-5 ), belpharitis merupakan gejala yang palig sering yang
dikarakteristikkan dengan tepi dari kelopak mata yang eritema, berskuama dan
krusta, dengan variasi dari munculnya kalazia dan infeksi stapylococcus yang
mendasari disfungsi glandula meibom. Fotofobia, nyeri,seperti terbakar, gatal dan
sensasi adanya benda asing merupakan bagian dari kompleks gejala okuler. Pada
kasus berat keratitis rosasea dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
Rosasea grnaulomatosa diangap sebagai jenis rosasea yang sebenarnya,
pembentukan granuloma merupakan ciri klinis dari rosasea granulomatosa,
termasuk papul kuning kecoklatan atau merah atau nodul yang monomorf yang
berlokasi di pipi dan periorifisial wajah ( fig 79-6 )
pada diascopy papul ini memperlihatkan tampilan seperti jeli apel yang
mengalami perubahan warna serupa dengan sarkoidosis atau lupus vulgaris, latar
belakang kulit wajah dinyatakan normal, gejala dan tanda lain dari rosasea tidak
dibutuhkan untuk membuat diagnosa rosasea granulomatosa.
Rosasea mengenai semua ras, tetapi paling sering pada individu –individu
dengan kulit yang cerah
Triger dari timbulnya rosasea termasuk suhu panas dan dingin, sinar
matahari, angin, minuman panas, olahraga, makanan pedas, alkohol, emosi,
kosmetik, iritan topikal, menopousal flushing, pengobatan yang mendorong
terjadinya flushing.
Terdapat 4 sub tipe rosasea yaitu : eritematotelengiektasis, papulopustular,
phymatosa, dan okuler.
Ciri klinis primer rosasea yaitu flushing ( kemerahan ), papul yang
mengalami inflamasi, pustul dan telengiektasis.
Ciri sekunder dari rosasea dapat termasuk : kulit wajah seperti terbakar atau
tersengat matahari, edema, plak, tampak kering, phyma, peripheral flushing
dan manifestasi okuler
Perlindungan terhadap matahari dan menghindari pemicu penting untuk
pencegahan dari semua tipe dari rosasea
Terapi rosasea termasuk didalamnya : Penggunaan barrier ( sawar )
pelindung, antimikroba topikal, antibiotik oral, retinoid, Intense Pulsed light
therapy, Laser vaskuler untuk mengontrol berbagai gejala dalam jangka
panjang secara adekuat.