10
Sistem endokrin terlibat dalam semua aspek integratif kehidupan, salah satunya memiliki peran penting dalam proses terjadinya metabolisme. Sistem endokrin bersama sistem saraf melaksanakan sebuah mekanisme regulasi neuroendokrin yang mengatur berbagai aktivitas tubuh. Sistem endokrin terdiri dari susunan kelenjar-kelenjar yang mensintesis dan mengsekresi zat yang disebut hormon. Adanya gangguan pada sistem endokrin akan memicu timbulnya obesitas. Jaringan adiposa sebagai tempat hormon leptin berasal, bertindak melalui reseptor khusus di otak untuk mengatur keseimbangan energi dan berat badan, meskipun hormon ini juga dapat menimbulkan berbagai tindakan dan pengaruh di jaringan saraf tepi (perifer). Penderita obesitas memiliki sirkulasi peredaran hormon leptin yang tinggi dalam tubuhnya. Adanya kegagalan untuk mengendalikan berat badan menunjukkan adanya proses perlawanan terhadap hormon yang terlibat dalam pengendalian terhadap gangguan berat badan. Adanya resistensi leptin dapat mengganggu fungsi sistem fisiologis leptin seperti metabolisme lipid dan karbohidrat serta proses penyerapan zat gizi dalam usus halus. PENYEBAB RESISTENSI LEPTIN Leptin merupakan produk dari Gen ob, ditemukan melalui hasil identifikasi dan kloning jaringan adiposa tikus pada tahun 1994, bahwa leptin berpengaruh dalam tubuh mengontrol berat badan. Leptin dianggap sebagai pencetus sinyal adiposa yang paling utama dalam pengaturan keseimbangan energy.

Ringkasan.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ringkasan.docx

Sistem endokrin terlibat dalam semua aspek integratif kehidupan, salah satunya memiliki peran

penting dalam proses terjadinya metabolisme. Sistem endokrin bersama sistem saraf melaksanakan

sebuah mekanisme regulasi neuroendokrin yang mengatur berbagai aktivitas tubuh. Sistem endokrin

terdiri dari susunan kelenjar-kelenjar yang mensintesis dan mengsekresi zat yang disebut hormon.

Adanya gangguan pada sistem endokrin akan memicu timbulnya obesitas.

Jaringan adiposa sebagai tempat hormon leptin berasal, bertindak melalui reseptor khusus di otak

untuk mengatur keseimbangan energi dan berat badan, meskipun hormon ini juga dapat menimbulkan

berbagai tindakan dan pengaruh di jaringan saraf tepi (perifer).

Penderita obesitas memiliki sirkulasi peredaran hormon leptin yang tinggi dalam tubuhnya.

Adanya kegagalan untuk mengendalikan berat badan menunjukkan adanya proses perlawanan terhadap

hormon yang terlibat dalam pengendalian terhadap gangguan berat badan. Adanya resistensi leptin dapat

mengganggu fungsi sistem fisiologis leptin seperti metabolisme lipid dan karbohidrat serta proses

penyerapan zat gizi dalam usus halus.

PENYEBAB RESISTENSI LEPTIN

Leptin merupakan produk dari Gen ob, ditemukan melalui hasil identifikasi dan kloning jaringan

adiposa tikus pada tahun 1994, bahwa leptin berpengaruh dalam tubuh mengontrol berat badan. Leptin

dianggap sebagai pencetus sinyal adiposa yang paling utama dalam pengaturan keseimbangan energy.

Efek leptin memiliki pengaruh terhadap sistem regulasi di otak. Leptin mampu mencapai sistem saraf

pusat (SSP) dengan cara melintas pada bagian sawar-darah otak (blood-brain barrier) melalui media

reseptor-endositosis.

Leptin mengikat OB-Rb dari beberapa kumpulan neuron dan mengaktifkan jalur JAK2/STAT3 untuk

mengatur sintesis neuropeptida yang terlibat dalam kontrol asupan makanan dan keseimbangan energi.

Misalnya, leptin mengaktifkan proopiomelanocortin (POMC) neuron dan meningkatkan kadar peptida

anoreksia α-melanocyte-stimulating hormon, namun menghambat neuropeptide Y (NPY) neuron di ARC

tikus.

Gangguan leptin berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh dan tingkat kesuburan (fertilitas)

sebagai akibat adanya defisiensi leptin pada tikus, dan pengaruh hormon ini dapat memiliki peran

fisiologis yang berbeda antar makhluk hidup. Pada sistem saraf tepi (perifer), leptin terlibat dalam

berbagai proses fisiologis seperti angiogenesis, hematopoiesis, pembentukan tulang, penyembuhan luka,

imunokompetensi atau dalam proses metabolisme karbohidrat dan lemak, serta proses penyerapan zat gizi

di usus.

Page 2: Ringkasan.docx

Hasil studi yang lain menyatakan bahwa hampir 10% dari populasi obesitas memiliki tingkat

leptin pada plasma dan adanya gangguan produksi leptin oleh jaringan adipose. Adanya penurunan respon

terhadap leptin karena terjadinya resistensi dalam hormone dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan

perifer, termasuk akan mempengaruhi asupan makanan, penyerapan zat gizi di dalam usus, proses

metabolisme dan sensitivitas insulin, yang mengarah pada disregulasi keseimbangan energi.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya resistensi leptin dan penyerapan zat gizi

HUBUNGAN OBESITAS DAN RESISTENSI LEPTIN

1. Jaringan Adiposa

NPY dan leptin berinteraksi pada keadaan homeostatis untuk regulasi keseimbangan massa lemak

tubuh dan energi tidak hanya pada sistem saraf pusat, tetapi juga pada adiposit. Resistensi leptin juga

diduga dapat dipengaruhi oleh hiperleptinemia. Efek lipolitik leptin pada adiposit tikus obesitas bersifat

dose-dependent. Efek lipolitik leptin pada adiposit tikus kurus lebih rendah dibandingkan dengan tikus

obesitas, dan bersifat tidak dose-dependent. Dalam hal ini, kerusakan mekanisme regulasi akibat

Page 3: Ringkasan.docx

sensitifitas leptin dapat mengarahkan pada perkembangan adiposit yang lebih banyak dan lebih besar,

sehingga berkontribusi pada akumulasi kelebihan massa lemak pada tahap obesitas.

2. Hati

Kerusakan pada kinerja leptin (resistensi leptin) mempengaruhi kerusakan fungsi hati sehingga

menyebabkan hiperglikemia, hiperinsulinemia, dan hyperlipidemia. Resistensi leptin, khususnya di hati,

mengubah metabolisme lipoprotein dan trigliserida.

Diet tinggi lemak dapat mengubah ekspresi gen hepatic, menyebabkan steatosis hati, dan

regenerasi hati yang buruk pada tikus pasca cedera.

Konsumsi fruktosa jangka panjang menyebabkan steatosis hati dan resistensi leptin. Gangguan

proliferasi sel non-parenkim diduga terlibat dalam penurunan regenerasi hati pada tikus diabetes

dyslipidemia (db/db).

Dengan demikian, resistensi leptin tidak berimplikasi secara langsung pada regenerasi hati, tetapi

dapat terlibat dalam kegagalan regenerasi hati yang disebabkan oleh zat gizi tertentu.

3. Otot rangka

Obesitas tidak hanya berhubungan dengan inflamasi kronis dan hiperleptinemia, tetapi juga

dengan penurunan massa otot. Berbagai peradangan mengakibatkan penurunan massa otot melalui

penurunan sintesis protein dan peningkatan proteolysis. Regulasi masa otot juga sangat tergantung pada

asupan gizi dan faktor metabolisme. Konsumsi asam lemak jenuh (palmitat) dan tidak jenuh (oleat)

menyebabkan proteolisis sel otot. Sebuah studi yang dilakukan pada tikus obesitas mengindikasikan

bahwa perbaikan fungsi leptin dapat mengembalikan kehilangan massa otot, Sehingga dapat

dihipotesiskan bahwa resistensi leptin dapat terlibat dalam atropi otot rangka terkait dengan obesitas dan

peradangan.

Berdasarkan penjelasan pada masing-masing organ di atas, dapat disimpulkan bahwa leptin

mempunyai peran penting dalam homeostatis lemak dan karbohidrat. Selain itu, diindikasikan bahwa zat

gizi tertentu turut berpartisipasi dalam kegagalan regenerasi hati dan otot. Dengan demikian resistensi

leptin merupakan hubungan molekuler antara obesitas dan disregulasi metabolisme zat gizi.

MEKANISME HORMON LEPTIN TERHADAP METABOLISME ZAT GIZI

1. Gastrik Leptin/Leptin Lambung

Leptin disekresikan ke dalam lumen lambung melalui pepsinogen yang juga mengandung

reseptor larut leptin. Leptin tetap stabil di asam lambung karena berikatan dengan reseptor larut leptin

yang melindungi dari keasaman pH dan aktifitas proteolitik lumen lambung. Sel endokrin mukosa

lambung juga mensekresikan leptin, terutama setelah konsumsi makanan, sehingga berkontribusi pada

konsentrasi leptin plasma.

Page 4: Ringkasan.docx

2. Leptin dalam Usus Halus

Reseptor leptin terdapat pada membrane apikal maupun basolateral enterosit. Ketika leptin

disekresikan ke dalam lumen lambung dan mencapai usus halus, adipokin berikatan dengan reseptor

spesifik pada brush border usus halus dan berperan dalam penundaan pengosongan lambung, motilitas

usus, penyerapan zat gizi, serta sekresi enzim lambung dan hormon pancreas.

Gambar 2. Pengaruh leptin lambung pada usus halus

Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mendemonstrasikan metabolisme leptin

yang terjadi pada sel epitel usus halus pada tikus dan manusia (sel Caco-2) menunjukkan hasil

sebagai berikut :

Leptin menghambat transportasi galaktosa dan glukosa melalui transporter SGLT1 dengan

cara aktivasi protein kinase C (PKC). Aktifitas penghambatan tersebut dipengaruhi oleh

keberadaan reseptor leptin dan jumlah transporter SGLT1 yang terdapat dalam membrane

enterosit.

Leptin meningkatkan aktivitas GLUT2 dan GLUT5 dalam mentransportasikan fruktosa

melalui mekanisme peningkatan fosforilasi PKCβII dan AMPK, yang selanjutnya

meningkatkan penyisipan GLUT2 dan GLUT5 pada membrane enterosit da n menurunkan

penyisipan SGLT1.

Page 5: Ringkasan.docx

Leptin menghambat transportasi asam amino oleh ASCT2 (Gln, Pro) dan B0AT1 (Phe). Efek

tersebut terkait dengan penurunan tingkat ekspresi protein pada brush border membrane

enterosit.

Leptin meningkatkan transportasi dipeptida di dalam usus halus oleh peptide transporter 1

(PEPT1). Efek ini terkait dengan peningkatan ekspresi protein PEPT1 pada membrane plasma

dan penurunan jumlah PEPT1 pada intraseluler.

Leptin yang berasal dari membran basal mempengaruhi transportasi lemak, yaitu menurunkan

transportasi trigliserida ke dalam basolateral tengah dan menurunkan sistesis apolipoprotein

(B-100, B-48) serta kilomikron dan LDL.

Leptin meningkatkan transportasi butirat melalui dua mekanisme yang berbeda, yaitu : (i)

peningkatan monocarboxylate transporter 1 (MCT1), (ii) translokasi CD147/MCT1 ke

membran apikal plasma.

Gambar 3. Peran leptin dalam penyerapan zat gizi di dalam usus halus

3. Regulasi Leptin dalam Penyerapan Zat Gizi pada Obesitas

Berdasarkan beberapa percobaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa leptin meningkatkan

penyerapan galaktosa pada tikus yang diabetes-dislipidemia. Efek tersebut dimediasi oleh sinyal dari

short receptor isoform, dimana pada normalnya aktivasi short receptor isoform tersebut dapat

menurunkan penyerapan galaktosa. Leptin juga meningkatkan penyerapan galaktosa pada tikus yang

obesitas. Hasil percobaan tersebut menimbulkan dugaan bahwa kadar leptin yang tinggi pada obesitas

dapat menyebabkan perubahan dalam penyerapan zat gizi sehingga mengarah pada penambahan berat

badan.

Penelitian lain pada subyek yang obesitas memberikan bukti bahwa terdapat perbedaan pola

ekspresi GLUT2 jika dibandingkan dengan subyek yang kurus. Pada subyek obesitas, GLUT2 terdapat

Page 6: Ringkasan.docx

dalam membran apikal enterosit walaupun dalam keadaan puasa, sedangkan pada subyek kurus GLUT2

di brush border membran terbatas hanya pada masa post-prandial. Perbedaan ini berkaitan dengan

manifestasi klinis pada subyek obesitas, misalnya resistensi insulin dan diabetes.

Masih sejalan dengan hasil penemuan sebelumnya, penelitian lain menunjukkan bahwa terjadi

gangguan pada tikus obesitas dalam penyerapan peptida di usus halus yang dimediasi oleh PEPT1. Pada

umumnya leptin meningkatkan aktivitas PEPT1 di dalam usus halus. Namun, pada tikus obesitas yang

defisiensi leptin, aktivitas PEPT1 menurun secara signifikan dan dapat kembali penuh setelah pemberian

leptin secara subkutan. Lebih lanjut, diet hiperkalori yang diberikan selama 4 minggu menghasilkan

penurunan aktivitas PEPT1 sebanyak 46% akibat penurunan protein PEPT1 dan tingkat mRNA pada

tikus.

HUBUNGAN RESISTENSI LEPTIN DENGAN DIET-INDUCED OBESITAS (DIO)

Resistensi leptin terlibat pada patogenesis DIO (diet induced obesity). Konsumsi diet tinggi

lemak akan memicu resistensi leptin baik secara sentral maupun perifer. Hal tersebut telah dibuktikan

dalam banyak model tikus DIO yang dikhususkan untuk mengkaji kelainan metabolisme terkait dengan

obesitas manusia. Artinya bahwa hyperleptinemia tampaknya menjadi pemain utama dalam

pengembangan resistensi leptin dengan down regulating, yaitu penurunan jumlah reseptor hormone yang

menyebabkan penurunan sensitifitas pada hormon. Namun, beberapa hasil yang kontroversial pernah

dilaporkan dalam bidang ini.

a. DIO dan resisten leptin pada system syaraf pusat

Adanya disregulasi secara temporal dan spasial dari fungsi saraf terkait dengan leptin dalam

kondisi kelebihan gizi masih sedikit diketahui. Matheny et al. [109] menunjukkan bahwa konsumsi diet

yang tinggi lemak dipicu resistensi leptin di ARC dan daerah tegmental ventral (VTA), sementara

beberapa daerah hipotalamus medial basal masih peka terhadap hormon tersebut. Akibatnya, adanya

penurunan regulasi dari Ob-Rb oleh lentivirus di ARC yang akan mendorong DIO pada tikus [110], hal

tersebut membuktikan peran ARC dan VTA di daerah otak yang dapat menghambat kerja leptin, sehingga

dapat menyebabkan obesitas.

I. KESIMPULAN

Hormon leptin dan resistensi leptin merupakan faktor risiko utama yang berhubungan dengan

obesitas. Pada susunan saraf pusat, leptin mempengaruhi beberapa target saraf pusat (neuron) NPY,

POMC, AgRP, dll di daerah hipotalamus, pada lokasi yang berbeda.

Page 7: Ringkasan.docx

Pada tingkat perifer, fungsi lain dari leptin yaitu sangat mempengaruhi proses regulasi penyerapan

zat gizi pada sistem saluran pencernaan (gastrointestinal), dan proses lain yang melibatkan lipid serta

menjaga kadar glukosa darah yang normal (homeostasis) dalam jaringan adiposa, hati dan otot.

Resistensi leptin jelas berkorelasi terhadap perkembangan obesitas, dan desensitisasi (usaha

menghilangkan suatu kompleks emosi) yang ditemukan pada orang gemuk dapat mempengaruhi regulasi

fisiologis lipid dan glukosa di jaringan adiposa, otot dan hati serta pencernaan dan penyerapan zat gizi

yang berkontribusi terhadap kondisi obesitas.

Dengan demikian, target saraf pusat dan saraf perifer dari leptin dapat menyebabkan munculnya

konsentrasi hormon yang tinggi pada obesitas dan resistensi leptin memiliki hubungan terhadap

pengaturan pola makan (DIO).

Secara keseluruhan, seperti yang dibahas sebelumnya, meskipun kelebihan berat badan dan makan

secara berlebihan serta kondisi hyperleptinemia dan peradangan telah diduga sebagai mekanisme

penyebab berkembangnya resistensi leptin, perlu mengetahui lebih lanjut mengenai relevansi antara

interaksi dari sejumlah besar faktor-faktor penentu perilaku makan dan hubungannya terhadap zat gizi.

Hal ini memperkuat hipotesis tentang pentingnya pengaturan yang baik dalam pola konsumsi

pangan setiap hari. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan peran zat gizi tertentu yang

mempengaruhi munculnya resistensi leptin dan sehingga dapat diketahui cara yang tepat untuk mencegah

munculnya resistensi leptin.