27
Rangkuman Buku I MPKT A Oleh Lady Aurora (1206243186) Data Publikasi : Bagus Takwin, Lamaddim Finoza, H. Zaky Mubarak . MPKT A Buku Ajar I. Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Logika, Filsafat, Etika. Depok : Universitas Indonesia. 2011. 155 Halaman. Bab I Kekuatan dan Keutamaan Karakter Pembentukan karakter merupakan isu penting dalam pendidikan mengingat tujuan pendidikan adalah pembentukan watak atau karakter. Pemahaman kebahagiaan sampai pada pengertian bahwa kebahagiaan yang otentik adalah perpaduan perasaan-perasaan positif dan penilaian-penilaian terhadap hidup yang memuaskan berdasarkan kekuatan dan keutamaan karakter. Dengan kekuatan dan keutamaan karakter, orang dapat menghasilkan perasaan-perasaan positif. Kekuatan karakter bersumber pada keberadaan manusia sebagai makhluk spiritual. Spiritual manusia merupakan dasar dari kekuatan karakter. Karakter bukan merupakan kepribadian. Allport mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko-fisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya. Allport melihat manusia sebagai keseluruhan utuh berdasarkan pembentukan sifat-sifat dasarnya. Oleh karena itu, dalam memahami kepribadian seseorang perlu diketahui sejarah hidup, latar belakang budaya, ambisi, cita-cita, karakter, motif, dan sifatnya serta keterkaitan semua itu dalam pembentukan

Ringkasan MPKT a-1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ringkasan MPKT A buku ajar 1

Citation preview

Rangkuman Buku I MPKT AOleh Lady Aurora (1206243186)

Data Publikasi : Bagus Takwin, Lamaddim Finoza, H. Zaky Mubarak . MPKT A Buku Ajar I. Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Logika, Filsafat, Etika. Depok : Universitas Indonesia. 2011. 155 Halaman.

Bab I Kekuatan dan Keutamaan KarakterPembentukan karakter merupakan isu penting dalam pendidikan mengingat tujuan pendidikan adalah pembentukan watak atau karakter. Pemahaman kebahagiaan sampai pada pengertian bahwa kebahagiaan yang otentik adalah perpaduan perasaan-perasaan positif dan penilaian-penilaian terhadap hidup yang memuaskan berdasarkan kekuatan dan keutamaan karakter. Dengan kekuatan dan keutamaan karakter, orang dapat menghasilkan perasaan-perasaan positif. Kekuatan karakter bersumber pada keberadaan manusia sebagai makhluk spiritual. Spiritual manusia merupakan dasar dari kekuatan karakter.Karakter bukan merupakan kepribadian. Allport mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko-fisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya. Allport melihat manusia sebagai keseluruhan utuh berdasarkan pembentukan sifat-sifat dasarnya. Oleh karena itu, dalam memahami kepribadian seseorang perlu diketahui sejarah hidup, latar belakang budaya, ambisi, cita-cita, karakter, motif, dan sifatnya serta keterkaitan semua itu dalam pembentukan kepribadiannya. Pada akhirnya, sintesis dari nnsur-unsur itulah yang merupakan gambaran kepribadian. Peter dan Selligman mengemukaan tiga level konseptual dari karakter, yaitu keutamaan, kekuatan dan tema situasional dari karakter. Hubungan antara keutamaan, kekuatan dan tema situasional karakter bersifat hierarkis. Keutamaan berada di level atas, lalu kekuatan di level tengah, dan tema situasional di level bawah. Keutamaan merupakan karakteristik utama dari karakter. Kekuatan karakter merupakan proses atau mekanisme yang mendefinisikan keutamaan. Tema situasional dari karakter adalah kebiasaan khusus yang mengarahkan orang untuk mewujudkan kekuatan karakter dalam situasi tertentu.Peterson dan Seligman berusaha membuat daftar kekuatan karakter pribadi. Berikut ini 24 kekuatan karakter yang tercakup dalam 6 kategori keutamaan.1. Kebijaksanaan dan pengetahuan merupakan keutamaan yang berkaitan dengan fungsi kognitif. Ada enam kekuatan yang tercakup, yaitu (1) kreativitas, orisinilitas, dan kecerdasan praktis, (2) rasa ingin tahu atau minat terhadap dunia, (3) cinta akan pembelajaran, (4) pikiran yang kritis dan terbuka, dan (5) perspektif2. Kemanusiaan dan cinta merupakan keutamaan yang mencakup kemampuan interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan dengan orang lain. Keutamaan ini terdiri atas kekuatan (1) baik dan murah hati, (2) selalu memiliki waktu dan tenaga untuk membantu orang lain, dan (3) kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional3. Kesatriaan merupakan kekuatan emosional yang melibatkan kemauan kuat untuk mencapai suatu tujuan. Keutamaan ini mencakup empat kekuatan, yaitu (1) untuk menyatakan kebenaran dan mengakui kesalahan, (2) ketabahan atau kegigihan, tegas, dan keras hati, (3) integritas, kejujuran, dan penampilan diri dengan wajar, serta (4) vitalitas, semangat dan antusias.4. Keadilan mendasari kehidupan yang sehat dalam masyarakat. Ada tiga kekuatan yang tercakup, yaitu (1) kewarganegaraan atau kemampuan mengemban tugas, dedikasi, dan kesetiaan demi keberhasilan bersama, (2) kesetaraan (equity dan fairness) perlakuan terhadap orang lain, dan (3) kepemimpinan.5. Pengelolaan diri adalah keutamaanuntuk melindungi diri dari segala akibat buruk yang mungkin terjadi di kemudian hari karena perbuatan sendiri. Di dalamnya tercakup kekuatan (1) pemaaf dan pengampun, (2) pengendalian diri, (3)kerendahan hati, dan (4) kehati-hatian.6. Transdensi merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan seluruh alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Di dalam keutamaan ini tercakup kekuatan (1) penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan, (2) kebersyukuran atas segala hal yang baik, (3) penuh harap, optimis, dan berorientasi ke masa depan, semangat, dan gairah besar, (4) spiritualitas, dan (5) menikmati hidup dan selera humor yang memadai

Bab II Dasar-dasar FilsafatWeiner Heisenberg dan Karl Popper memberikan indikasi yang kuat bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan saling membutuhkan. Setidaknya, ada tiga bidang kajian filsafat yang dibutuhkan ilmu pengetahuan untuk menjadi dasar bagi aktivitas-aktivitasnya mencari pengetahuan, yaitu : (1) Etika, (2) Epistemiologi, dan (3) Logika. Karakter dan filsafat memiliki hubungan yang saling menguatkan. Berfilsafat berarti juga melibatkan keseluruhan diri untuk terlibat dalam pencarian kebenaran. Dari sini dapat dipahami bahwa berfilsafat membutuhkan kekuatan dan keutamaan karakter.Orang-orang yang gagasan dan pemikirannya didasari oleh pengetahuan tentang kebenaran dan dapat mempertahankannya dengan argumentasi yang kuat disebut filsuf. Apa yang dilakukan oleh filsuf disebut filsafat. Filsafat adalah usaha dan sebuah usaha adalah sebuah proses, bukan semata produk. Filsafat sebagai upaya adalah proses yang terus-menerus berlangsung. Filsafat mengupayakan berlangsungnya proses pencarian pengetahuan universal. Sebagai produk, filsafat adalah pemikiran yang perlu dikaji, direfleksikan, dan dikritik lagi.Kritis diartikan sebagai terbuka pada kemungkinan-kemungkinan baru, dialektis, tidak membakukan dan membekukan pikiran-pikiran yang sudah ada, serta selalu hati-hati dan waspada terhadap kemungkinan kebekuan pikiran. Berpikir kritis adalah usaha untuk memahami dan mengevaluasi informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi diterima, ditolak, atau belum dapat diputuskan penerimaannya. Sifat radikal pada filsafat memungkinkannya memahami persoalan sampai ke akar-akarnya dan mengajukan penjelasan yang mendasar. Sifat sistematis memiliki pengertian bahwa upaya memahami itu dilakukan menurut suatu aturan, runut dan bertahap, serta hasilnya dituliskan mengikuti aturan. Berdasarkan pengertian filsafat, dapat disimpulkan bahwa berpikir filosofis berarti merenung dan bukan mengkhayal atau melamun. Seorang filsuf membicarakan tiga hal, yaitu dunia di sekitarnya, dunia yang ada dalam dirinya, dan perbuatan berpikir itu sendiri. Dalam filsafat tidak boleh ada misteri.Filsafat terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu (1) Ontologi, (2) Eoistemiologi, dan (3) Axiologi. Pertama, Ontologi secara umum didefinisikan sebagai studi filosofis dengan hakikat ada, eksistensi, atau realitas. Ontologi dalam arti umum dibagi dua subbidang, yaitu ontologi dalam arti khusus dan metafisika. Kedua, Epistemiologi adalah cabang filsafat yang mengkaji teori-teori tentang sumber-sumber, hakikat, dan batasan-batasan pengetahuan. Dalam epistemiologi terdapat empat cabang, yaitu (1) epistemiologi dalam arti sempit, (2) filsafat ilmu, (3) metodologi, dan (4) logika. Ketiga, Axiologi adalah bidang filsafat yang mencoba menjawab pertanyaan apa yang dilakukan manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia. Cabang filsafat yang termasuk dalam axiologi adalah etika dan estetikaPemahaman terhadap filsafat dapat dilakukan melalui pemahaman terhadap tokoh dan alirannya. Aliran yang ada pada filsafat adalah : (1) Rasionalisme (masuk akal)(2) Empiris (pengalaman)(3) Kritisisme (kritik terhadap rasionalisme dan empirisme)(4) Idealisme (pendirian terhadap pengetahuan hingga proses psikologis yang sifatnya subjektif)(5) Vitalisme(6) Fenomenologi. Para filsuf mengembangkan cara belajar filsafat sesuai dengan pendekatan yang digunakan. Secara ringkas, Kattsoff mengemukakan langkah-langkah umum dalam menganalisis dan sintesis.(1) Memastikan adanya masalah (2) Menguji prinsip kesahihan dan menentukan sesuatu yang tak dapat diragukan(3) Meragukan dan menguji secara rasional segala yang ada(4) Mengenali apa yang dikatakan orang lain(5) Menyarankan suatu hipotesis(6) Menguuji konsekuensi(7) Menarik kesimpulan

Bab III. Dasar-dasar LogikaLogika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang menempatkannya sebagai cabang matematika. Sebagai cabang filsafat, logika mengkaji prinsip, hukum, dan metode berpikir yang benar, tepat, dan lurus. Sebagai matematika, logika mengkaji seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang benar. Secara filosofis, logika adalah kajian tentang berpikir atau penalaran yang benar. Logika merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menjelaskan kebenaran atau fakta tertentu. Kebenaran logis merupakan satu kebenaran yang diungkapkan dengan representasi secara logis tidak mengikuti asumsi apapun. Terdapat hierarki kategori berdasarkan sifat umum atau khusus, maupun sifat kompleks atau simpleks.Aristoteles membagi segala sesuatu dalam sepuluh kategori mencakup (1) substansi, (2) kualitas, (3) kuantitas, (4) relasi, (5) aksi, (6) reaksi, (7) waktu, (8) lokasi, (9) posisi, dan (10) memiliki. Dasar dari kategori adalah pengetahuan tentang ada yang menjadi pembahasan utama dalam metafisika dan ontologi. Immanuel Kant memandang manusia sebagai agen aktif dengan pikiran sebagai pusat aktivitasnya. Kant menemukan fungsi berpikir manusia yang tetuang dalam putusan dikategorikan dalam empat kelompok besar, yaitu kuantitas, kualitas, relasi, dan modalitas. Filsuf berikutnya yang mengemukakan mengenai kategori adalah Geoorg Wilhelm Friedrich Hegel. Hegel merubah arti kategori menjadi sekadar pernyataan, konsep, atau prinsip dasar. Di awal abad ke-20, Charles Sanders Pierce memahami kategori sebagai istilah paling umum yang dapat digunakan untuk membagi-bagi atau menggolongkan pengalaman. Pierce mencerminkan tiga predikat, yaitu (1) firstness, (2) secondness, dan (3) thirdness. Pendapat tentang kategori yang mengkritik penggolongan kartegori dari filsuf-filsuf sebelumnya dikemukakan oleh Gilbert Ryle. Ryle berpendapat bahwa kategori berjumlah tak terhingga dan tak teratur. Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai sesuai dengan pakat. Tanda itu dapat bersifat formal dan instrumental. Jika dikelompokkan, setidaknya ada tiga jenis makna term dan penggabungannya dalam kalimat, yakni makna denotatif, makna kesan, dan makna emotif.Definisi adalah pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Menurut kesesuaiannya dengan hal yang diwakilinya ada dua jenis definisi, yakni definisi nominal (definisi sinonim) dan definisi real (definisi analitik). Definisi real dibedakan atas dua, yakni definisi esensial dan definisi deskriptif. Definisi real jarang dapat tercapai sepenuhnya karena seringkali ada karakteristik yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.Term juga dapat diuraikan dengan kriteria tertentu menjadi bagian-bagian yang disebut divisi. Ada beberapa jenis divisi, yakni divisi real dan divisi logis. Divisi real dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang ada pada obyek itu sendiri terlepas dari aktivitas mental manusia baik fisik maupun metafisik. Dalam divisi logis, mental manusia yang membagi keseluruhan hal.Ada sejumlah aturan yang harus diikuti dalam pembuatan divisi.1. Tidak boleh ada bagian yang terlewati2. Bagian tidak boleh melebihi keseluruhan3. Tidak boleh ada bagian yangmeliputi bagiann yang lain4. Divisi harus jelas dan teratur5. Jumlah bagian harus terbatasKalimat didefinisikan sebagai serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan, menanyakan, atau memerintahkan sesuatu hal. Pernyataan adalah kalimat yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau salah. Pernyataan memiliki nilai kebenaran. Proposisi ialah makna yang diungkapkan melalui pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi dari suatu pernyataan. Kalimat atau pernyataan multi-tafsir dapat menyebabkan salah dalam memahami dan menanggapinya. Untuk membuat suatu pernyataan yang baik, perlu dilakukan hal-hal berikut. Pertama, membangun suatu kalimat yang mengungkapkan suatu proposisi. Kedua, mengusahakan supaya proposisi yang ingin diungkapkan menjadi jelas. Kesalahan yang mungkin terjadi dalam pembuatan kalimat atau pernyataan adalah 1) Kalimatnya tidak koheren 2) Kalimatnya sudah koheren tetapi proposisi apa yang dimaksudkan tidak jelas 3) Tidak menunjukkan dengan jelas bahwa kita sedang menyatakan nilai kebenaran dari kalimat kita Dalam bahasa lisan, kesalahan ini seringkali disebabkan oleh salah intonasi. Dalam bahasa tulis, hal ini seringkali timbul karena kesalahan penggunaan tanda baca.Secara umum, berdasarkan proposisi yang dikandung, ada dua jenis pernyataan, yaitu pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks. Proposisi yang dikandung oleh suatu pernyataan juga disebut komponen logika dari pernyataan. Tidak semua kalimat kompleks (kalimat yang mengandung lebih dari satu komponen) merupakan pernyataan kompleks, karena komponen itu belum tentu merupakan komponen logika. Hubungan di antara proposisi atau pernyataan sederhana dalam pernyataan kompleks ditunjukkan oleh penggunaan kata penghubung seperti tidak, dan, atau, jika, dan maka. Berdasarkan hubungan di antara proposisi-proposisi yang terkandung dalam pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu: (1) Negasi (bukan P), (2) Konjungsi (P dan Q), (3) Disjungsi (P atau Q), dan (4) Kondisional (Jika P maka Q). Negasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran atas pernyataan itu. Suatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata dan disebut konjungsi atau kalimat konjungtif. Jumlah konjungsi dalam suatu kalimat konjungsi tidak harus dua, tapi bisa juga lebih. Menurut logika, urutan konjungsi boleh dibolak-balik tanpa mempengaruhi nilai kebenarannya. Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata atau disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif. Suatu disjungsi benar bila paling sedikit salah satu disjungnya benar, dan salah jika semua disjungnya salah.. Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan jika, maka disebut pernyataan kondisional atau hipotetisis. Nilai kebenaran suatu pernyataan kondisional agak rumit penentuannya. Ada dua kondisi yang merupakan bentuk khusus dari hubungan kondisional, yaitu yang mencukupi (sufficient condition, S) dan kondisi niscaya (necessary condition, N). Oleh karena pernyataan kondisional digunakan untuk menggambarkan hubungan tertentu antara komponennya, maka kondisi yang mencukupi dan niscaya juga demikian. Ada lima jenis hubungan, yaitu : (1) Kausal, (2) Konseptual, (3) Definisional, (4) Regulatori, dan (5) Logis.

Hubungan Antar-pernyataan Kesimpulan Langsung: Oposisi dari ProposisiPernyataan kategorikal adalah pernyataan yang terdiri dari subjek dan predikat yang membenarkan atau menidakkan bahwa individu adalah anggota suatu kelompok. Ada empat jenis pernyataan kategorikal, yakni yang berikut.

Bagan 2.1: Segiempat Oposisi A: Semua S adalah P. Kontrari E: Tidak ada S yang P.

Sub-alternasiKontradiktori

I: Beberapa S adalah P.Subkontrari O: Beberapa S bukan P.

Kontradiksi (A dan O; E dan I)Dalam hubungan ini, tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah Kontrari (A dan E)Dalam hubungan ini tidak mungkin keduanya benar, tapi mungkin saja keduanya salah. Subkontrari (I dan E)Dalam hubungan ini mungkin saja keduanya benar, tetapi tidak mungkin keduanya salah.Subalternasi (A dan I; E dan O)Jika superalternasinya (A atau E) benar, maka subalternasinya (I atau O) benar. Secara logis, kontradiksi suatu pernyataan sama dengan negasi dari pernyataan itu. Pernyataan kompleks juga memiliki kontradiksi dan kontrari.

Konsistensi dan InkonsistensiDua pernyataan disebut inkonsisten jika, dan hanya jika keduanya tidak mungkin benar pada saat yang bersamaan. Pada kondisi yang sebaliknya, dua pernyataan itu disebut konsisten. Tiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi, ekuivalensi dan independensi logis.

Implikasi, Ekuivalensi, dan Independensi LogisTiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi, ekuivalensi, dan independensi logis. Implikasi dinyatakan sebagai saat ketika secara logis tidak mungkin pernyataan P benar dan Q salah pada waktu yang bersamaan. Dua penyataan secara logis ekuivalen memiliki makna yang sama. Dua pernyataan disebut logis independen jika secara logis tidak berhubungan.Kebenaran dapat dicapai melalui penyimpulan langsung (immediate inference), yaitu penyimpulan yang ditarik sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Prinsip-prinsip logika terdiri atas prinsip identitas, prinsip kontradiksi, dan prinsip tanpa nilai tengah (excluded middle). Penyimpulan melalui perbandingan ide-ide adalah penyimpulan tak langsung. Proses membandingkan dua ide dengan melibatkan ide ketiga untuk menghubungkan dua ide disebut penalaran. Dengan kata lain, penalaran adalah penyimpulan dengan menggunakan perantara (mediate inference).Berdasarkan prinsip identitas kita dapat menyimpulkan bahwa Jika ide 1 = ide 3, dan ide 2 = ide 3, maka ide 2 = ide 1. Berdasarkan prinsip kontradiksi kita dapat menyimpulkan bahwaJika ide 1 ide 3, danide 2 = ide 3, makaide 1 ide 2.Ada dua jenis penaralan, yaitu deduksi atau penalaran deduktif dan induksi atau penalaran induktif. Deduksi adalah proses penalaran yang dengannya kita membuat suatu kesimpulan dari suatu hukum, dalil, atau prinsip yang umum kepada suatu keadaan yang khusus yang tercakup dalam hukum, dalil, atau prinsip yang umum itu. Penyimpulan melalui deduksi disebut juga silogisme. Induksi adalah proses penalaran yang dengannya kita menyimpulkan hukum, dalil, atau prinsip umum dari kasus-kasus khusus (individual).Kesalahan penyimpulan digolongkan atas dua, yakni kesalahan material dan kesalahan formal. Kesalahan material adalah kesalahan putusan yang digunakan sebagai pertimbangan yang seharusnya memberikan fakta atau kebenaran. Kesalahan formal ialah kesalahan yang berasal dari urutan penyimpulan yang tidak konsisten. Ungkapan verbal dari penalaran atau penyimpulan tak langsung adalah argumentasi. Di dalam argumentasi terkandung term yang merupakan ungkapan verbal dari ide dan proposisi yang merupakan ungkapan verbal dari putusan. Proposisi yang dijadikan dasar dari kesimpulan disebut premis atau anteseden. Subjek (S) dan Predikat (P) dari kesimpulan masing-masing disebut ekstrem minor dan ekstrem mayor yang cakupannya lebih luas dari subjek. Ungkapan dari ide ketiga yang menghubungkan ide pertama dan ide kedua yang diperbandingkan dalam argumentasi disebut term tengah (middle term, disingkat M). Premis yang mengandung term mayor disebut premis mayor. Premis yang mengandung term minor disebut premis minor. Term tengah (M) harus muncul di premis mayor maupun premis minor sebagai perbandingan, tetapi tidak boleh muncul dalam kesimpulan. Ada dua macam argumentasi yang umum digunakan dalam logika, yaitu silogisme kategoris dan silogisme hipotetis. Penalaran deduktif adalah proses perolehan kesimpulan yang terjamin validitasnya jika bukti yang tersedia benar dan penalaran yang digunakan untuk menghasilkan kesimpulan tepat. Kesimpulan juga harus didasari hanya oleh bukti yang sudah ada sebelumnya. Kesimpulan tidak boleh mengandung informasi baru tentang materi. Penalaran deduktif diawali dengan generalisasi yang dianggap benar (self-evident) yang menghasilkan premis-premis, lalu dari situ diturunkan kesimpulan yang koheren dengan premis-premisnya. Premis dan kesimpulan harus berkesesuaian dan tertata dalam bentuk argumentasi tertentu. Bentuk deduksi yang paling umum digunakan adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor, premis minor, kesimpulan. Bentuk argumentasi ikut menentukan sahih (valid) atau tidaknya penalaran deduktif. Silogisme adalah jenis argumen logis yang kesimpulannya diturunkan dari dua proposisi umum (premis) yang berbentuk prosisi kategoris. Dilihat dari bentuknya, penilaian terhadap silogisme adalah sahih (valid) atau tidak sahih (invalid).

Silogisme KategorisBentuk dasar silogisme kategoris ialah: Jika A adalah bagian dari C maka B adalah bagian dari C (Adan B adalah anggota dari C). Silogisme kategoris ini mengikuti hukum Semua atau Tidak Sama Sekali (All or None atau Dictum de Omni et Nullo); artinya, berlaku untuk seluruh anggota kelas, atau tidak sama sekali. Tidak dikenal ada sebagian dan tidak ada sebagian.

Delapan Hukum SilogismeHukum 1: Silogisme hanya mengandung tiga term.Hukum 2: Term mayor atau term minor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan jika dalam premis hanya bersifat pertikular.Hukum 3: Term tengah tidak boleh muncul dalam kesimpulan.Hukum 4: Term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal dalam premis-premis, setidak-tidaknya satu kali.Hukum 5: Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan juga afirmatif.Hukum 6: Tidak boleh kedua premis negatif, setidaknya salah satu harus afirmatif.Hukum 7: Kalau salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif. Kalau salah satu premis partikular, kesimpulan harus partikular.Hukum 8: Tidak boleh kedua premis partikular, setidaknya salah satu harus universal.

Silogisme HipotetisDalam logika, silogisme hipotetis memiliki dua penggunaan. Dalam logika proposisional, silogisme mengungkapkan aturan-aturan penyimpulan, sedangkan dalam sejarah logika ia berperan sebagai teori konsekuensi. Silogisme hipotetis berbeda dengan silogisme kategoris dan tunduk kepada aturan tersendiri. Premis mayor silogisme hipotetis adalah proposisi hipotetis sedangkan premis minor dan kesimpulannya adalah proposisi kategoris. Premis mayor terdiri atas anteseden dan konsekuen. Ada tiga bentuk dasar dari silogisme hipotesis, yaitu : (1) Mengafirmasi anteseden (modus ponens), (2) Menolak konsekuensi (modus tollens), dan (3) Silogisme Hipotetis (Rantai Kondisional). Selain ketiga bentuk itu, ada bentuk-bentuk lain yang lebih kompleks, yaitu (1) Silogisme Disjungtif, (2) Dilema Konstruktif , dan (3) Dilema DestruktifArgumen induktif dapat dipahami sebagai hipotesis yang mengandung risiko dan ketidakpastian. Premis-premis dalam argumen ini tidak menjamin kebenaran kesimpulannya karena orang yang mengajukan argumen masih merasa tidak pasti akan kebenaran asumsi yang menjembatani bukti (pada premis pertama) dengan kesimpulan. Dalam semua argumen induktif, ada premis atau asumsi inferensial yang lemah yang mencerminkan ketidakpastian karena informasi ada yang kurang lengkap. Karena argumen induktif mempunyai karakteristik ketidakpastian, kesimpulan dari suatu argumen induktif sering disebut hipotesis. Induksi enumeratif, atau generalisasi induktif, adalah proses yang menggunakan premis-premis yang menggambarkan karakteristik sampel untuk mengambil kesimpulan umum mengenai kelompok asal sampel itu. Secara umum induksi enumeratif dapat dianggap sebagai argumen dari sampel. Individu yang diobservasi merupakan sampel yang diambil dari populasi yang lebih besar, yang kebanyakan anggotanya belum diobservasi. Agar dapat diterima, argumen yang berdasarkan sampel harus mempunyai asumsi bahwa sampel itu representatif terhadap populasi dan cukup besar sehingga dapat menyediakan perkiraan yang terandalkan (reliable). Mengambil kesimpulan yang terlalu kuat berdasarkan sampel yang terlalu kecil berarti melakukan percontoh salah (error sampel) yang tidak cukup. Membuat kesimpulan berdasarkan sampel yang tidak representatif berarti melakukan percontoh salah yang bias. Silogisme statistikal merupakan argumen yang menggunakan generalisasi statistik tentang suatu kelompok untuk mengambil kesimpulan mengenai suatu sub-kelompok atau anggota individual dari kelompok itu. Silogisme statistikal merupakan kebalikan dari proses generalisasi induktif. Dalam konteks profesional atau ilmiah, spesifikasi statistik jauh lebih kompleks. Penyimpulan dalam silogisme statistikal bergerak dari generalisasi mengenai suatu kelompok ke kesimpulan yang lebih spesifik mengenai satu anggota kelompok itu atau lebih. Argumen induktif eliminatif atau diagnostik mempunyai premis-premis yang menggambarkan suatu konfigurasi fakta atau data yang berbeda-beda, yang merupakan bukti dari kesimpulannya. Kesimpulan ini didukung oleh bukti-bukti diagnostik yang ada, yang menghapus adanya kemungkinan kesimpulan lain sebagai penjelasan terbaik atas bukti-bukti itu. Induksi jenis ini menghasilkan kesimpulan yang merupakan penjelasan terbaik, tetapi tidak statistikal. Dalam induksi diagnostik, orang yang mengajukan argumen meneliti bukti-bukti untuk membuat kesimpulan berupa hipotesis yang paling mungkin menjelaskan bukti-bukti itu. Hipotesis yang tersisa merupakan kesimpulan yang paling mungkin. Tidak seperti pada penyimpulan deduktif, kemampuan membuat kesimpulan induktif yang merupakan penjelasan terbaik biasanya tergantung pada keahlian dan pengetahuan si pembicara mengenai topik yang dibahas. Ciri khas dari argumen diagnostik adalah bukti, kondisi pembatas, dan hipotesis bantuan. Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah, yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika.

Sesat Pikir FormalA. Dalam DeduksiDalam deduksi, penalaran ditentukan oleh bentuknya. 1. Empat Term (Four Terms) 2. Term tengah yang tidak terdistribusikan (undistributed middle terms)3. Proses Ilisit (Illicit process)4.Premis-premis afirmatif tetapi kesimpulannya negatif5. Premis negatif dan kesimpulan afirmatif6. Dua premis negatif7. Mengafirmasi konsekuensi8. Menolak anteseden9. Mengiyakan suatu pilihan dalam suatu susunan argumentasi disjungsi subkontrer (atau)10.Mengingkari suatu pilihan dalam suatu disjungsi yang kontrer (dan)

Sesat Pikir Nonformal1. Perbincangan dengan ancaman2. Salah guna (Abusive)3. Argumentasi berdasarkan kepentingan (circumstantial)4. Argumentasi berdasarkan ketidaktahuan5. Argumentasi berdasarkan belas kasihan6. Argumentasi yang disangkutkan dengan orang banyak7. Argumentasi dengan kewibawaan ahli walaupun keahliannya tidak relevan8. Accident atau argumentasi berdasarkan ciri-ciri tak esensial9. Perumusan yang tergesa-gesa (converse accident)10. Sebab yang salah11. Penalaran sirkular12. Sesat pikir karena terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab sehingga jawaban tak sesuai dengan pertanyaan13. Kesimpulan tak relevan.14. Makna ganda (equivocation)15. Makna ganda ketata-bahasaan (amphiboly)16. Sesat pikir karena perbedaan logat atau dialek bahasa17. Kesalahan komposisi18. Kesalahan divisi19. Generalisasi tak memadai

Kesalahan Umum Dalam Penalaran InduktifMenilai Penalaran Induktif dengan Standar DeduktifKita tidak perlu menolak suatu kesimpulan induktif semata-mata karena bukti-buktinya tidak dapat menjamin kebenaran kesimpulan itu. Jika kita sudah secara berhati-hati mengevaluasi bukti-bukti dalam suatu argumen dan telah mempertimbangkan hipotesis-hipotesis rival yang paling mungkin, dan jika argumen itu lolos semua tes yang kita lakukan, maka kita boleh menerima kesimpulannya.

Kesalahan GeneralisasiKita melakukan kesalahan generalisasi yang terburu-buru jika kita memilih untuk menarik kesimpulan yang umum dari data yang kurang. Cara terbaik untuk mengalahkan generalisasi yang terburu-buru adalah dengan menemukan bukti yang berlawanan atau argumen yang berlawanan untuk menunjukkan bahwa kesimpulan si pembicara salah. Kesalahan kecelakaan muncul ketika suatu prinsip umum salah diterapkan pada contoh atau situasi yang sebenarnya tidak termasuk dalam prinsip umum tersebut. Kesalahan ini dapat terjadi, baik pada argumen deduktif maupun induktif. Tanggapan terbaik untuk kesalahan ini adalah mencoba membuat si pembicara paham bahwa aturan atau prinsip itu sengaja dibuat samar-samar. Cara lain adalah mencoba menemukan situasi yang sangat tidak umum sehingga dia terpaksa menerima kekecualian untuk aturannya.

Kesalahan Penggunaan Bukti Secara SalahKesalahan karena kesimpulan yang tidak relevan muncul ketika orang menarik kesimpulan yang salah dari bukti yang ada. Biasanya bukti yang ada itu dapat digunakan untuk mendukung kesimpulan yang berhubungan atau mirip, sehingga kesalahan ini sulit dilacak. Kalau kita dapat mengidentifikasi adanya kesalahan itu dalam suatu argumen, kita tinggal berkeras bahwa si pembicara tetap pada buktinya. Kesalahan karena bukti yang ditahan terjadi ketika pembicara menarik kesimpulan yang tidak tepat dengan mengabaikan, menahan, atau meminimalkan derajat pentingnya suatu bukti yang bertentangan dengan kesimpulan. Dalam situasi yang kooperatif, lebih baik kita mengajukan semua bukti yang relevan sehingga suatu kesimpulan yang logis dapat ditarik. Dalam situasi seperti ini, diskusi yang jujur, terbuka, dan terstruktur biasanya dapat menunjukkan hal apa yang masih terlewat.

Kesalahan StatistikalKesalahan ini dilakukan ketika data yang digunakan untuk menarik kesimpulan statistik diambil dari sampel yang tidak representatif terhadap populasi. Kesalahan statistik yang dapat terjadi adalah kesalahan sampel yang bias, kesalahan percontoh yang kecil, dan kesalahan penjudi.

Kesalahan KausalKesalahan mengacaukan sebab dan akibat terjadi ketika suatu hubungan kausal salah diinterpretasi. Jika si pembicara hanya ceroboh dalam menilai bukti yang ada, kita Cuma perlu menunjukkan kepadanya bahwa bukti yang ada juga dapat mendukung hubungan kausal yang sebaliknya. Kemudian, kesalahan karena mengabaikan penyebab bersama terjadi ketika seorang pembicara menyimpulkan X adalah penyebab Y sementara sebenarnya keduanya merupakan akibat dari sebab lain. Tanggapan kita atas kesalahan ini seharusnya sama dengan tanggapan atas kesalahan mengacaukan sebab dan akibat. Kita mencoba untuk memaksa si pembicara menilai kembali buktinya atau memberi bukti empiris yang mendukung analisisnya. Lalu, Kesalahan penyebab yang salah disebut kesalahan post hoc, ergo propter hoc. Kesalahan dalam argumen seperti ini adalah bahwa kesimpulannya merupakan pernyataan kausal yang kurang didukung oleh bukti, dan tidak ada informasi tambahan maupun hipotesis pembantu yang membuat hubungan kausal itu masuk akal. Tanggapan atas kesalahan tentang penyebab sama dengan cara menghadapi kesalahan-kesalahan kausal sebelumnya. Kesalahan keempat adalah kesalahan yang terjadi ketika seseorang salah menganggap atau mengacaukan suatu penyebab yang merupakan necessary condition dengan penyebab yang merupakan sufficient condition bagi akibatnya. Cara terbaik untuk menghadapi kesalahan ini adalah mencoba mencegahnya.

Kesalahan AnalogiKesalahan analogi terjadi ketika orang menggunakan analogi yang tidak tepat atau yang menyesatkan dalam argumennya. Secara umum, ada dua cara menanggapi analogi yang salah. Pertama, dengan menunjukkan bahwa hal-hal yang dianalogikan mempunyai terlalu banyak perbedaan yang relevan sehingga kesimpulannya tidak meyakinkan. Lalu, mintalah alasan lain yang lebih langsung untuk meyakinkan kita akan kebenaran kesimpulannya.

Bab IV Dasar-dasar EtikaEtika adalah cabang ilmu filsafat yang menyelidiki suatu sistem prinsip moral dan berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan radikal. Moralitas mengacu pada nilai baik atau tidak baik yang disepakati dan diadopsi dalam suatu lingkungan tertentu (Borchert, 2006, 280). Moralitas sangat berhubungan dengan etika karena hal itu adalah objek kajiannya.

Gambar 2 Pembagian Bidang Etika

Jika kita sederhanakan maka akan menjadi sebagai berikut:

Gambar 3 Empat Bidang Etika Utama

Persoalan pernyataan etika itu obyektif menghasilkan dua aliran besar, yaitu realisme etis dan non-realisme etis. Gagasan realisme etis berpusat pada manusia menemukan kebenaran etis yang memiliki eksistensi independen di luar dirinya. Konsekuensinya, realisme etis ini mengajarkan bahwa kualitas etis atau tidak ada secara independen dari manusia dan pernyataan etis memberikan pengetahuan tentang dunia objektif. Keberatan terhadap realisme etis di atas menimbulkan cara melihat persoalan etis yang disebut dengan nonrealisme etis. Nonrealisme etis sangan terkait dengan relativisme etis. Dalam relativisme etis, jika kebanyakan orang dalam suatu masyarakat setuju dengan aturan tertentu, itulah akhir dari masalah etis.

Empat Jenis Penyataan Etika1. Realisme moral didasarkan pada gagasan bahwa ada fakta-fakta nyata dan objektif terkait masalah etis di alam semesta. 2. Subjektivisme mengajarkan bahwa penilaian etis tidak lebih dari pernyataan perasaan atau sikap seseorang. 3. Emotivisme adalah pandangan bahwa klaim moral adalah tidak lebih dari ekspresi persetujuan atau ketidaksetujuan. 4. Gagasan preskriptivisme berfokus pada pernyataan etis adalah petunjuk atau rekomendasi.

Etika menyediakan alat-alat analisis untuk berpikir tentang isu-isu moral. Dalam konteks ini etika dapat menyediakan sebuah gambaran utuh dan lebih mengedepankan rasionalitas ketika berhadapan dengan isu-isu tersebut. Etika memberikan sebuah peta moral atau kerangka berpikir yang bisa digunakan untuk menemukan jalan keluar dari maslah-masalah moral yang sulit. Satu masalah etika adalah hal itu sering digunakan sebagai senjata. Jika sebuah kelompok percaya bahwa aktivitas tertentu adalah "salah", kemudian dengan prinsip-prinsip etika digunakan sebagai pembenaran untuk menyerang mereka yang melakukan aktivitas tersebut. Dalam konteks ini, etika berkaitan dengan kepentingan orang lain secara lebih luas.

Immanual Kant dan Etika KewajibanBagi Immanuel Kant, sikap etis tidak datang dari luar individu tersebut. Prinsip moral dari Kant mengharuskan adanya kesadaran untuk bersikap etis. Meskipun prinsip moral datang dari rasio praktis individu tersebut sebagai agen moral, Immanuel Kant menekankan bahwa sifat dari prinsip moral itu bukanlah sesuatu yang partikular, karena untuknya ada hukum universal dimana hukum tersebut merupakan muara dari segala tujuan etis. Dalam prinsip moral Kant, ia menekankan betapa mendasarnya konsep kewajiban sebagai dasar dari segala perbuatan etis. Prinsip moral oleh Kant, tidak lagi menjadi argumen etis, tetapi menjadi keharusan, karena itulah dinyatakan sebagai Imperatif Kategoris.

John Stuart Mill dan Konsep Etika UtilitarianUtilitarianisme menganggap bahwa dorongan utama bagi seseorang untuk bersikap etis adalah untuk mencapai kebahagiaan. Mill membantah argumen ini dan menyatakan bahwa pandangan utilitarian tidak sesederhana itu dalam menggunakan kata kebahagiaan. Mill menyebutkan bahwa jenis kenikmatan atau kebahagiaan ada yang tinggi dan rendah. Problem filosofis ini memberatkan logika dari argumen etis para utilitarian, tetapi Mill menjawab, bahwa selain adanya tingkatan-tingkatan dari kebahagiaan, atau klasifikasi kebahagiaan, tentunya tingkatan ini mengimplikasikan suatu anggapan bahwa tidak semua kebahagiaan itu memuaskan kita secara sempurna. Prinsip etis utilitarian ini untuk mengenyahkan anggapan bahwa bila prinsip terutama manusia adalah kebahagiaan maka ia hanya akan melakukan sesuatu hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri.

W.D Ross; Intuisi dan KewajibanRoss berargumen bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang bernilai baik maupun buruk. Ia mengkritik pandangan utilitarian yang terlalu menekankan pada konsep kebahagiaan, bahkan mensejajarkan kebahagiaan sebagai kebaikan. Ada perbedaan penting antara Ross dan Kant. Ross mengkritik kewajiban sempurna dari Kant. Ide moral semacam ini disebut oleh Ross sebagai Prima Facie. Prima Facie menekankan tentang bagaimana seseorang merefleksikan pilihan-pilihan moralnya, sebelum ia bertindak. Ross menyebutkan tentang berbagai macam kewajiban yang membutuhkan pertimbangan individu dalam kejadian-kejadian aktual, ia menyusunya sebagai berikut; (1) Fidelitas , (2) Kewajiban atas rasa terimakasih, (3) Kewajiban berdasarkan keadilan, (4) Kewajiban beneficence, (5) Kewajiban untuk merawat dan menjaga diri sendiri, dan (6) Kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain.