Upload
bio07unsrat
View
185
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI TOLERAN TERHADAP
INSEKTISIDA PROFENOFOS (ORGANOFOSFAT) PADA TANAH
LAHAN PERTANIAN TOMAT DI DESA TONDEGESAN
KECAMATAN KAWANGKOAN
OLEH:
RIDWAN NURDIN
071012014
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2011
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI TOLERAN TERHADAP INSEKTISIDA PROFENOFOS (ORGANOFOSFAT) PADA TANAH
LAHAN PERTANIAN TOMAT DI DESA TONDEGESAN KECAMATAN KAWANGKOAN
RIDWAN NURDIN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada
Program Studi Biologi
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2011
Judul : Isolasi dan Identifikasi Bakteri Toleran terhadap Insektisida
Profenofos (Organofosfat) pada Tanah Lahan Pertanian Tomat
di Desa Tondegesan Kecamatan Kawangkoan
Nama : Ridwan Nurdin
NIM : 071012014
Program Studi : Biologi
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Febby Kandou, S.Si., M.Kes Ketua
Dr. Trina Tallei, M.Si
Anggota 1
Ketua Program Studi
Ir. Feky Mantiri, Ph.D NIP. 19670201 199203 1 003
Dr. Ir. Johanes Pelealu, M.Si
Anggota 2
Dekan F-MIPA UNSRAT
Prof.dr.Edwin de Queljoe,M.Sc.,Sp.And NIP. 19510612 198103 1 006
Tanggal lulus: 24 Oktober 2011
RINGKASAN
RIDWAN NURDIN. 071012014. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Toleran Terhadap
Insektisida Profenofos (Organofosfat) Pada Tanah Lahan Pertanian Tomat Di Desa
Tondegesan Kecamatan Kawangkoan. Dibimbing oleh Febby Kandou, S.Si., M.Kes
sebagai ketua, Dr. Trina Tallei, M.Si dan Dr. Ir. Johanis Pelealu, M.Si sebagai
anggota.
Di bidang pertanian, pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan
produksi pangan. Kurang lebih hanya 20% pestisida mengenai sasaran sedangkan
80% lainnya jatuh ke tanah. Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis
yang merupakan iklim baik bagi pertumbuhan dan perkembangan serangga, sehingga
penggunaan pestisida jenis insektisida di Indonesia menempati urutan teratas dan
menyebabkan pencemaran. Salah satu jenis insektisida yang sering digunakan adalah
insektisida golongan organofosfat seperti profenofos. Berdasarkan hal tersebut, perlu
adanya penelitian tentang bakteri apa saja yang toleran terhadap kontaminasi
senyawa profenofos.
Pada penelitian ini, bakteri diisolasi dari tanah dan kemudian diseleksi pada media
yang mengandung insektisida profenofos. Koloni bakteri yang tumbuh kemudian
dimurnikan, diidentifikasi dan diuji pertumbuhannya pada media dengan kandungan
insektisida profenofos berbeda yaitu 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%.
Hasil penelitian didapatkan 6 isolat bakteri berbeda yang toleran terhadap insektisida
profenofos yang diberi label nama isolat A, B, C, D, E dan F. Keenam tersebut
tergolong dalam 3 genus yaitu genus Streptococcus (isolat A), Pseudomonas (isolat
B, D dan E), Lactobacillus (isolat C dan F). Berdasarkan pengamatan pada uji
pertumbuhan, terdapat isolat bakteri dimana semakin tinggi konsentrasi kandungan
profenofos pada media, maka semakin rendah pertumbuhan bakteri (isolat A, C dan
E) dan isolat bakteri dimana semakin tinggi konsentrasi kandungan profenofos, tidak
begitu mempengaruhi tinggi pertumbuhan bakteri (isolat B, D dan F).
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 26 Desember 1989 sebagai anak ke-3
dari 7 bersaudara, dari pasangan Nurdin Abd. Malik dan Hasniati Hamid. Tahun
2001 penulis lulus dari SD Alkhairat Komo Luar Manado dan melanjutkan ke
SMP Negeri 1 Manado. Pada tahun 2007 penulis lulus dari MAN Model Manado
dan diterima di Universitas Sam Ratulangi sebagai mahasiswa di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada Jurusan Biologi lewat jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga turut serta dalam kegiatan
organisasi. Penulis menjadi salah satu anggota Biro Kerohanian Islam FMIPA
UNSRAT dan menjadi pengurus Himaju Hiroshi Biologi sebagai Bendahara pada
periode 2010-2011.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala punji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala karena
dengan tuntunan, rahmat dan izinNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan skripsi ini dengan judul “Isolasi dan Identifikasi Bakteri Toleran
terhadap Insektisida Profenofos (Organofosfat) pada Tanah Lahan Pertanian
Tomat di Desa Tondegesan Kecamatan Kawangkoan”.
Banyak tantangan yang dihadapi penulis saat melakukan penelitian maupun dalam
penyusunan skripsi ini, namun berkat dorongan dan kerja sama yang baik dari
berbagai pihak, membuat penulis dapat melewati dan menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih
kepada kedua orang tua, kakak, adik dan seluruh keluarga yang selalu
memberikan motivasi, arahan dan doa. Penulis pun mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Febby Kandou, S.Si., M.Kes
sebagai Ketua Pembimbing, Ibu Dr. Trina Tallei, M.Si sebagai pembimbing kedua
dan Bapak Dr. Ir. Johanes Pelealu, M.Si sebagai pembimbing ketiga yang telah
banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih juga untuk:
1. Bapak Prof. Dr. Edwin De Queljoe, M.Sc., Sp.And, sebagai Dekan
FMIPA UNSRAT
2. Ir. Feky Mantiri, Ph.D sebagai Ketua Jurusan Biologi serta Febby Kandou,
M.Kes sebagai Sekretaris Jurusan Biologi yang sangat membantu dalam
pengurusan kelengkapan administrasi, serta seluruh staf dosen dan
pegawai jurusan Biologi
3. Ir. Feky Mantiri, Ph.D, Ir. Lalu Wahyudi, M.Si dan Marina F. O. Singkoh,
S.Pi., M.Sc., M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan
informasi, saran dan koreksi selama penelitian dan dalam penulisan skripsi
4. Sahabat-sahabat terbaik Biologi angkatan 2007: Aljah Darma Saputri,
Joice Hape, Dimitra Suruan, Wa Ode Hasnawati, Lisa Pantilu, Eka
Julianti, Fitriyanti Monoarfa, Maria Ballo, Billy Rompis, Akbar Embo,
Tiben Wenda, Maria Cambu dan juga kak April (2006), kak Ija (2006),
vi
kak Ana (2006), kak Muksal (2006), kak Nurmi (2005) serta kak Erni
(2005). Terima kasih buat persahabatan, dukungan doa, semangat, kritikan
dan kebersamaan, keceriaan yang telah diberikan.
5. Teman-teman pengurus BKI Ardy, Andy, Chairil, Rizky, Thalib, Bayu,
Akbar dan teman-teman lain yang tidak bisa disebut satu persatu. Terima
kasih atas kebersamaan, dukungan, semangat dan do’anya.
6. Teman-teman seangkatan MAN Model Manado Fikky, Yamin, Adi,
Ridwan, Prayogo, Gunawan, Fitriani, Dhika, Faridha, Muly, Mila,
Hidayati dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Terima kasih atas kebersamaan, kekompakan yang masih terjaga serta
dukungan dan doanya.
7. Teman-teman KKNT angkatan 91 Posko Koreng Kecamatan Tareran
Kabupaten Minahasa Selatan: Etris, Nana, Yuli, Ivo, Beny, Vickery, Tian,
kak Sandy dan juga Hukum Tuan, Sekertaris Desa, semua Perangkat Desa
dan masyarakat desa Koreng, terima kasih atas kerjasama, kebersamaan
dan kekompakan selama manjalani KKNT.
8. Terima kasih untuk Wa Ode Hasnawati, Dimitra Suruan, Aljah Saputri dan
Andarias Thesia yang telah membantu dalam pengambilan sampel tanah
penelitian di desa Tondegesan Kecamatan Kawangkoan.
9. Terima kasih untuk pemilik lahan pertanian tomat yang sudah
memperkenankan untuk mengadakan penelitian.
10. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan membantu penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir yang tidak dapat saya sebutkan satu per
satu.
Penulis
November, 2011
vii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 3 1.3 Tujuan ............................................................................................. 3 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pestisida ........................................................................ 4 2.2 Resiko Penggunaan Pestisida ........................................................ 5 2.3 Insektisida Profenofos (Organofosfat) ........................................... 5 2.3 Toleransi dan Potensi Bakteri Sebagai Organisme
Pendegradasi Insektisida Profenofos (Organofosfat) ..................... 7
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 12 3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 12
3.2.1 Alat ...................................................................................... 12 3.2.2 Bahan ................................................................................... 12
3.3 Sterilisasi Alat ................................................................................ 13 3.4 Isolasi Bakteri ................................................................................ 13
3.4.1 Medium untuk Isolasi dan Seleksi ...................................... 13 3.4.2 Prosedur Isolasi dan Seleksi Bakteri ................................... 13
3.5 Identifikasi Isolat Bakteri ............................................................... 14 3.6 Uji Pertumbuhan Isolat Bakteri pada
Beberapa Konsentrasi Profenofos .................................................. 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Bakteri dari Tanah .......................................... 20 4.2 Identifikasi Isolat Bakteri Murni .................................................... 20 4.3 Uji Pertumbuhan Bakteri pada Media
dengan Beberapa Konsentrasi Profenofos ...................................... 23
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 27 5.2 Saran .............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 28 LAMPIRAN ................................................................................................... 30
viii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Perbedaan Morfologi Koloni Bakteri ........................................................... 20 2. Uji Morfologi Bakteri .................................................................................. 21 3. Hasil Uji Biokimia Bakteri........................................................................... 21 4. Perbedaan Kepadatan Pertumbuhan Isolat Bakteri Pada Media
Dengan Konsentrasi Profenofos Yang Berbeda .......................................... 25
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Struktur Kimia Profenofos .......................................................................... 6 2. Proses degradasi parathion oleh Pseudomonas sp. ...................................... 10 3. Uji pertumbuhan isolat bakteri pada konsentrasi
0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% (inkubasi 72 jam) ...................................... 24
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Alat dan Bahan ............................................................................................ 30 2. Pengambilan Sampel Tanah dan Pengerjaan di Laboratorium .................... 32 3. Uji Morfologi dan Biokimia ........................................................................ 33
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di bidang pertanian, pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan
produksi pangan. Tingginya frekuensi serta intensitas hama dan penyakit
mendorong petani semakin tidak bisa menghindar dari penggunaan pestisida.
Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme secara selektif, akan
tetapi pada prakteknya pemakaian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada
organisme nontarget. Dampak negatif tersebut antara lain terjadinya
pencemaran lahan pertanian, adanya residu pestisida pada tanaman, serta
keracunan, dan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia (Short,
1996 dan Derache, 1977 dalam Raharjo dan Suwondo, 2004).
Kurang lebih hanya 20% pestisida mengenai sasaran sedangkan 80% lainnya
jatuh ke tanah (Sa’id, 1994). Polusi lingkungan yang disebabkan oleh
penggunaan pestisida yang berlebihan secara terus menerus baik dengan
sengaja maupun tidak disengaja sangat berpengaruh pada kualitas tanah, air
tanah, daratan, perairan pesisir, dan udara (Chapalamadugu dan Chaudry, 1992
dalam Laura dan Sánchez, 2010). Indonesia merupakan negara yang memiliki
iklim tropis yang merupakan iklim baik bagi pertumbuhan dan perkembangan
serangga, sehingga penggunaan pestisida jenis insektisida di Indonesia
menempati urutan teratas. Dengan demikian pencemaran tertinggi di lahan
pertanian terjadi akibat penggunaan insektisida. Salah satu jenis insektisida
2
yang sering digunakan adalah insektisida golongan organofosfat seperti
profenofos (Djojosumarto, 2000).
Pada beberapa lingkungan yang terkontaminasi, populasi mikroorganisme
berkembang dengan cara beradaptasi terhadap kontaminan. Lingkungan yang
ekstrim akibat kontaminasi polutan mengharuskan bakteri untuk beradaptasi.
Adaptasi dari bakteri terhadap senyawa pencemar menjadikan bakteri bersifat
toleran dan mampu hidup pada lingkungan yang tercemar bahkan beberapa
spesies bakteri mampu memetabolisasi polutan dengan mendegradasi senyawa
polutan. Salah satu mikroorganisme yang mampu beradaptasi adalah bakteri.
Beberapa spesies bakteri beradaptasi terhadap lingkungan tercemar dengan
cara memecah atau mendegradasi senyawa pencemar menjadi bahan yang
kurang beracun atau tidak beracun (Anonim, 2007 dalam Warouw, 2008).
Salah satu bakteri yang mampu memanfaatkan insektisida organofosfat
sebagai sumber karbon dan fosfat adalah Pseudomonas sp. yang mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan enzim hidrolase yang berperan dalam proses
pendegradasian insektisida organofosfat (Best et al., 1985).
Mengingat penggunaan insektisida profenofos (organofosfat) di bidang
pertanian sangat tinggi, maka muncul pemikiran bahwa kemungkinan terdapat
bakteri yang toleran atau bahkan mampu mendegradasi senyawa profenofos di
lingkungan yang tercemar insektisida profenofos. Berdasarkan hal tersebut,
3
perlu adanya penelitian tentang bakteri apa saja yang toleran terhadap
kontaminasi senyawa profenofos.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat bakteri yang toleran terhadap senyawa profenofos
pada tanah yang tercemar dengan pestisida tersebut?
2. Jika terdapat bakteri yang toleran terhadap senyawa profenofos,
bagaimanakah pertumbuhan bakteri tersebut jika ditumbuhkan pada
media dengan konsentrasi kandungan profenofos yang berbeda?
1.3 Tujuan
1. Mengisolasi dan mengindentifikasi bakteri yang toleran terhadap
senyawa profenofos dari tanah yang tercemar insektisida tersebut.
2. Menganalisis pertumbuhan bakteri yang toleran terhadap senyawa
profenofos pada media dengan konsentrasi kandungan profenofos yang
berbeda.
1.4 Manfaat Penelitian
Sebagai informasi awal untuk mengidentifikasi bakteri yang toleran terhadap
senyawa profenofos yang mungkin berpotensi sebagai agen bioremediasi
lingkungan yang terkontaminasi insektisida profenofos.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pestisida
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7/1973, pestisida adalah semua zat kimia
atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
1. Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak
tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian.
2. Mengendalikan rerumputan.
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan.
4. Mengendalikan atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan
atau ternak.
5. Mengendalikan hama-hama air.
6. Mengendalikan atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu
dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air
(Djojosumarto, 2000).
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman disebabkan oleh berbagai jenis
organisme, sehingga jenis pestisida yang digunakan harus sesuai dengan target
sasarannya. Pengelompokkan pestisida menurut target sasarannya antara lain:
a. Insektisida untuk memberantas serangga.
b. Herbisida untuk memberantas rumput-rumputan atau tumbuhan
pengganggu.
5
c. Nematisida untuk memberantas cacing.
d. Molluskisida untuk memberantas molliusca seperti siput.
e. Fungisida untuk memberantas jamur.
f. Akarisida untuk memberantas laba-laba, caplak, dan tungau.
g. Rodentisida untuk memberantas berbagai binatang pengerat, misalnya
tikus (Munaf, 1997).
2.2 Resiko Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida disamping bermanfaat untuk meningkatkan produksi
pertanian tapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
pertanian dan juga terhadap kesehatan manusia. Dalam penerapannya, ternyata
tidak semua pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20% pestisida
mengenai sasaran sedangkan 80% lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu
pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk
ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan
berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat dan sebagainya
(Sa’id, 1994).
2.3 Insektisida Profenofos (Organofosfat)
Pestisida organofosfat merupakan pestisida organosintetik yang ditemukan
pertama kali oleh seorang ilmuan Jerman bernama Gerhard Scharader
(Dongowea dan Ariono, 1996). Pada saat ini telah ditemukan sekitar 100.000
senyawa organofosfat yang dapat digunakan untuk memberantas hama.
6
Penelitian tentang pestisida organofosfat terus dilakukan untuk menemukan
jenis baru yang dapat menggantikan pestisida organoklorin yang diketahui
bersifat sangat beracun terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan pestisida
organofosfat memiliki beberapa keistimewaan, terutama pada struktur
kimianya yang secara umum lebih baik dibandingkan pestisida organoklorin
(Hassall, 1990).
Bahan aktif profenofos adalah insektisida turunan dari organofosfat. Nama
kimia profenofos adalah O-(4-bromo-2-klorofenil)-O-etil-S-propil fosforotioat
(Worthing 1979 dalam Irfandri, 2002). Cara kerja profenofos yaitu sebagai
racun kontak dan racun perut, bersifat nonsistemik dan mempunyai spektrum
yang luas. Profenofos berupa cairan berwarna kuning pucat dengan titik didih
1100C (0,001 mm Hg) dan tekanan uap 1,3 mPA pada 200C. Massa jenis
profenofos 1,455 g/cm3 pada 200C dan sifat racunnya akan hilang 50% (t1/2)
dalam waktu 93 hari pada ph 5, dalam waktu 14,6 hari pada pH 7 dan dalam
waktu 5,7 hari pada pH 9 (Worting, 1979 dalam Irfandri, 2002).
Gambar 1. Struktur Kimia Profenofos (Irfandri, 2002)
Menurut Matsumura (1985), senyawa organofosfat (Gambar 1) bekerja dengan
cara mempengaruhi syaraf. Mekanisme kerjanya terhadap metabolisme
7
serangga yaitu menghambat kerja enzim kolinesterase. Gejala yang
ditimbulkan oleh senyawa organofosfat adalah terlalu aktif, gerakan tidak
terkoordinasi, kejang-kejang dan akhirnya menyebabkan kematian.
2.4 Toleransi dan Potensi Bakteri Sebagai Organisme Pendegradasi
Isektisida Profenofos (Organofosfat)
Sebagian besar organisme hidup secara langsung mampu berinteraksi dengan
polutan. Lingkungan yang ektrim akibat kontaminasi polutan mengharuskan
bakteri untuk beradaptasi. Adaptasi dari bakteri terhadap senyawa pencemar
menjadikan bakteri bersifat toleran dan mampu hidup pada lingkungan yang
tercemar bahkan beberapa spesies bakteri mampu memetabolisasi polutan
dengan mendegradasi senyawa polutan. Degradasi adalah semua bentuk
perubahan, baik penyusunan maupun perombakan senyawa. Reaksi tersebut
menghasilkan senyawa yang lebih stabil dari senyawa semula (Atlas dan
Bartha, 1993).
Mikroorganisme memainkan peran utama dalam metabolisme bahan kimia di
lingkungan (Hill dan Wright, 1978 dalam Matsumura, 1989). Kontribusi
mikroorganime memetabolisasi senyawa polutan sehingga merubah sifat
senyawa polutan di lingkungan dapat dilihat dengan adanya fenomena bahwa
banyak mikroorganisme yang hidup di sebagian besar lingkungan tanah dan air
yang tercemar polutan (Matsumura, 1989). Penggunaan mikroorganisme dalam
mendegradasi dan detoksifikasi senyawa xenobiotik beracun terutama pestisida
8
adalah cara yang efisien untuk dekontaminasi lingkungan yang tercemar
(Mohammed, 2009). Menurut Hassall (1990), degradasi pestisida melibatkan
beberapa proses metabolisme sehingga terjadi degradasi secara sempurna.
Tingkat degradasi dan tingkat pertumbuhan mikroba selama degradasi
dipengaruhi oleh struktur pestisida. Pestisida dengan struktur sederhana dengan
daya larut air yang tinggi dan adsorpsi rendah dapat mendukung pertumbuhan
mikroba dan mempercepat proses degradasi. Struktur pestisida yang mirip
dengan zat alami yang digunakan mikroba sebagai sumber energi, dapat
dengan mudah terdegradasi oleh mikroba jika pestisida tersebut diaplikasikan
pada lingkungan. Sebaliknya, pestisida dengan struktur yang berbeda dari
kebanyakan zat alami, sangat sulit terdegradasi oleh mikroba karena mikroba
tidak memiliki gen degradasi cocok. Dalam kasus ini, degradasi oleh enzim
mungkin masih terjadi namun masih lambat. Pada beberapa kasus degradasi,
mikroorganisme tidak dapat memperoleh nutrisi atau energi dari degradasi
pestisida dan dengan demikian menurunkan populasi atau tidak ada
pertumbuhan mikroba dan proses degradasi pun lambat (Robertson dan
Alexander, 1994).
Waktu regenerasi yang pendek dan plastisitas gen yang tinggi, memungkinkan
bakteri untuk mengembangkan gen baru pada tingkat yang relatif tinggi. Hal
tersebut yang menyebabkan bakteri mampu menurunkan konsentrasi hampir
semua bahan organik (Johnson dan Spain, 2003). Senyawa xenobiotic
9
merupakan molekul yang disintesis oleh manusia yang sebelumnya tidak ada di
lingkungan. Pencemaran senyawa xenobiotik seperti pestisida mengakibatkan
bakteri tidak memiliki kesempatan untuk berkembang sehingga bakteri
menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi senyawa tersebut. Tingkat
degradasi senyawa ini sering lambat dan didominasi oleh reaksi yang tidak
mendukung pertumbuhan mikroba (Seffernick dan Wackett, 2001). Namun
dalam beberapa kasus, beberapa tahun setelah pengenalan aplikasi senyawa
xenobiotic ke lingkungan tanah, laju degradasi tampaknya bertambah
disebabkan oleh evolusi dari jalur degradasi baru (Johnson dan Spain, 2003).
Banyak bakteri yang mampu mendegradasi senyawa-senyawa esensial seperti
pestisida telah diisolasi dari tanah di seluruh dunia (Desaint et al., 2000 dalam
Olawale et al., 2011). Salah satu bakteri yang memanfaatkan insektisida
organofosfat sebagai sumber karbon dan fosfat adalah Pseudomonas sp. yang
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim hidrolase yang berperan
dalam proses pendegradasian insektisida organofosfat (Best et al., 1985).
Dalam proses hidrolisis tersebut terjadi pemutusan ikatan antara C dan P
sehingga Pseudomonas sp. dapat memanfaatkan C dan P tersebut sebagai
sumber karbon dan fosfat (Jacob et al., 1997).
Menurut Munnecke dan Hsieh (1976), proses degradasi pestisida organofosfat
dapat ditunjukkan pada degradasi salah satu jenis pestisida organofosfat yaitu
parathion (Gambar. 2).
10
Gambar 2. Proses degradasi parathion oleh Pseudomonas sp.
(Munnecke dan Hsieh, 1976)
Proses degradasi parathion tersebut melibatkan enzim parathion hydrolase
dalam tiga jalur yaitu:
1. Pada kondisi aerob, parathion (I) langsung terhidrolisis sehingga
dihasilkan senyawa p-Nitrofenol (IV) dan asam ditiltiofosforic (VI).
2. Parathion (I) mengalami oksidasi menjadi paraoxon (II), selanjutnya
paraoxon akan terhidrolisis menjadi p-Nitrofenol (IV) dan asam
11
dietilfosfat (VII). Kemampuan parathion hidrolase dalam
menghidrolisis paraoxon 11% lebih cepat dibanding menghidrolisis
parathion. Kemudian p-Nitrofenol dari hasil hidrolisis membebaskan
gugus nitro aromatik sebagai nitrit sehingga terbentuk hidroquinon
(VIII) dan mengalami pemecahan pada cincin orto menjadi 1, 2 , 4-
trihidroksi benzena.
3. Pada kondisi oksigen rendah maka parathion (I) tereduksi menjadi p-
aminoparathion (III), yang kemudian terhidrolisis menjadi p-
aminofenol (V) dan asam dietiltiofosforik (VI). Pada keadaan oksigen
rendah kultur Pseudomonas sp. menghasilkan warna coklat. Warna
coklat tersebut disebabkan adanya polimer aminofenolat yang terbentuk
dari p-aminofenol (Munnecke dan Hsieh, 1976).
Dalam degradasi pestisida organofosfat terdapat beberapa faktor yang perlu
diperhatikan, diantaranya temperatur, pH dan kadar oksigen. Nilai optimum
dari masing-masing faktor tersebut berbeda-beda, tergantung dari jenis enzim
hidrolase yang dihasilkan oleh Pseudomonas sp. (Munnecke dan Hsieh, 1976).
12
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel tanah dilakukan di lahan pertanian tomat yang
menggunakan insektisida profenofos (Curacron 500EC) sebagai pembasmi
hama serangga di Desa Tondegesan Kecamatan Kawangkoan dan selanjutnya
bakteri dari sampel tanah diseleksi pada media yang mengadung insektisida
profenofos dan diidentifikasi di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium
Unit Layanan Bioteknologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2011.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cawan petri, tabung
Erlenmeyer, tabung reaksi, mikroskop stereo Olympus CX21-BIM SET1,
kamera (10 Mpix), gelas piala, gelas ukur, autopipet, labu ukur, jarum ose,
lampu spritus, neraca analitik, laminari airflow, autoclaf, inkubator, dan hot
plate.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu: sampel tanah yang diambil dari lahan
pertanian yang menggunakan insektisida profenofos, insektisida profenofos
13
(Curacron 500EC), Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), media-media uji
biokimia, alkohol, dan aquades.
3.3 Sterilisasi Alat
Sebelum melakukan penelitian, alat-alat yang digunakan distrerilkan pada suhu
121oC selama 15 menit dengan menggunakan autoclaf.
3.4 Isolasi Bakteri Pendegradasi Profenofos
3.4.1 Medium untuk Isolasi dan Seleksi
Untuk medium isolasi, medium yang digunakan adalah Nutrient Broth (NB).
Sedangkan untuk media seleksi, media yang digunakan adalah Nutrient Agar
(NA) yang mengandung 10% insektisida profenofos. Pada pembuatan medium
seleksi, pertama-tama dibuat larutan 100% insektisida profenofos. Berdasarkan
dosis pemakaian insektisida pada lahan pertanian yaitu 2 mL Curacron 500EC
dilarutkan dalam 1000 mL air, maka dosis inilah yang dijadikan sebagai acuan
pembuatan larutan profenofos 100%. Setelah dibuat larutan profenofos 100%,
kemudian diencerkan menjadi 10%. Larutan 10% profenofos kemudian
dicampurkan dengan Nutrient Agar (NA) untuk pembuatan media seleksi
bakteri pendegradasi profenofos.
3.4.2 Prosedur Isolasi dan Seleksi Bakteri
Untuk mengisolasi bakteri dari tanah, sampel-sampel tanah diambil
secukupnya dari lahan pertanian secara aseptik dari bagian permukaan tanah
14
sampai kedalaman sektitar 10 cm. Sampel tanah yang diambil ditapis melalui
penyaring untuk memisahkan tanah dari batu-batu dan materi tumbuhan.
Sebanyak 10 gr tanah ditempatkan pada Erlenmeyer yang mengandung 100 mL
media NB dan diinkubasi pada suhu 37oC selama dua hari dan sesekali
dilakukan penggoyangan. Erlenmeyer kemudian dibiarkan beberapa jam untuk
mengendapkan partikel dan 1 mL suspensi yang mengandung mikroorganisme
diinokulasikan ke dalam medium NA yang mengandung 10% profenofos. Hal
ini dilakukan untuk menyeleksi bakteri yang mampu tumbuh atau tidak pada
media yang mengandung insektisida profenofos. Cawan petri kemudian
diinkubasi selama 3 hari pada suhu 37oC. Untuk mendapatkan kultur isolat
bakteri murni, sekitar 5-10 koloni berbeda yang ditumbuhkan pada medium
NA yang mengandung 10% profenofos, dimurnikan dengan cara streak dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari. Koloni yang terpisah kemudian
disubkultur pada medium yang mengandung profenofos 10%.
3.5 Identifikasi Isolat Bakteri
Untuk mengidentifikasi bakteri dilakukan beberapa pengujian diantaranya:
1. Uji Morfologi. Untuk uji morfologi terdiri dari dua pengujian yaitu:
a. Uji Pewarnaan Gram. Uji ini bertujuan untuk menentukan karakteristik
mikroskop setiap isolat uji, baik reaksinya terhadap pewarnaan, bentuk
sel dan ukuran sel. Pertama-tama disiapkan kaca preparat bersih, bebas
dari kotoran terutama minyak. Kemudian dibuat tanda dengan spidol
menyerupai lingkaran dengan garis tengah sekitar 0,5 cm pada sisi
15
bawah kaca preparat. Secara aseptik, kultur murni bakteri diambil
dengan jarum ose dan dioleskan pada kaca preparat, diberi setetes air
steril untuk membantu menyebarkan sel secara merata pada kaca
preparat. Olesan bakteri dibiarkan mengering kemudian diikuti dengan
fiksasi di atas lampu spritus sampai olesan bakteri benar-benar kering.
Kemudian kristal ungu diteteskan di atas olesan bakteri sampai semua
olesan terendam dan biarkan selama satu menit. Setelah satu menit,
olesan dicuci dengan menggunakan aquades lalu tambahkan lugol dan
biarkan terendam selama satu menit, kemudian dicuci dengan air dan
dilanjutkan dengan alkohol (90%) dan dikeringkan dengan kertas
tissue. Setelah itu safranin diteteskan pada preparat dan biarkan
terendam selama 30-45 detik selanjutnya dicuci dengan aquades dan
dikeringkan. Preparat kemudian diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 1000x.
b. Uji Motilitas. Uji ini bertujuan untuk melihat pergerakan bakteri.
Pertama-tama dibuat media Motility Test Medium, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL. Setelah itu media
disterilkan pada suhu 121oC dalam autoclaf selama 15 menit lalu
didinginkan. Setelah itu, kultur murni diinokulasi ke dalam tabung
reaksi dengan menggunakan jarum inokulasi sampai kedalaman 3/4
bagian dari permukaan media dan diinkubasi selama 24-48 jam pada
suhu 35oC. Setelah diinkubasi, diamati pertumbuhannya. Jika
16
pertumbuhannya lurus maka uji dinyatakan negatif, sedangkan jika
pertumbuhannya melebar maka dinyatakan positif.
2. Uji Biokimiawi
a. Uji Degradasi Triptofan. Uji ini bertujuan untuk menentukan
kemampuan isolat uji dalam mendegradasi triptofan. Untuk uji ini
menggunakan media semi padat yang kaya akan triptofan. Biakan
bakteri yang digunakan untuk uji motilitas ditambahkan Reagen
Kovac’s sebanyak 2-3 tetes. Pengujian bersifat positif jika terbentuk
warna merah seperti lingkaran cincin sebagai akibat pembentukan
indol.
b. Uji Produksi H2S. Uji ini bertujuan untuk menentukan kemampuan
isolat uji dalam memproduksi H2S melalui reduksi thiosulfat. Uji ini
menggunakan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) yang dimasukkan
ke dalam tabung reaksi sebanyak 6 mL. Setelah itu media disterilkan
pada suhu 121oC selama 15 menit lalu diletakkan pada posisi miring
sampai media dingin. Setelah media menjadi dingin, secara aseptik
isolat uji baketeri diinokulasi dengan jarum inokulasi lurus dengan cara
ditusuk pada bagian tengah sampai kedalaman 3/4 bagian dari
permukaan media dan setelah itu digores pada bagian miring (slant)
dari media kemudian diinkubasi selama 18-48 jam pada 35oC. Jika
terbentuk endapan berwarna hitam pada bagian bawah (butt) media
berarti bakteri dapat membentuk H2S maka uji dinyatakan positif.
17
c. Uji Fermentasi Karbohidrat. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan bakteri dalam mendegradasi atau memfermentasikan
karbohidrat tertentu dengan memproduksi suatu asam dan gas.
Pengujian ini menggunakan mendia Triple Sugar Iron Agar (TSIA).
Media disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit lalu diletakkan
pada posisi miring sampai media dingin. Setelah media menjadi dingin,
secara aseptik isolat uji baketeri diinokulasi dengan jarum inokulasi
lurus dengan cara ditusuk pada bagian tengah sampai kedalaman 3/4
bagian dari permukaan media dan setelah itu digores pada bagian
miring (slant) selama 24 jam pada suhu 37oC. Adanya fermentasi
karbohidrat dapat dilihat dengan adanya pembentukan asam dan
pembentukan gas. Pembentukan asam terlihat dengan adanya
perubahan warna substrat karbohidrat dari warna merah menjadi kuning
sedangkan pembentukan gas terlihat dengan terbentuknya rongga udara
pada media.
d. Uji Katalase. Uji ini bertujian untuk menentukan kemampuan bakteri
untuk mendegradasi hidrogen peroksida melalui produksi enzim
katalase. Pertama-tama media Nutrient Broth dimasukkan ke dalam
tabung reaksi sebanyak 5 mL kemudian isolat uji diinokulasi ke dalam
tabung yang berisi media Nutrient Broth. Setelah itu diinkubasi pada
suhu 37oC selama 24-48 jam. Kemudian tambahkan 3-4 tetes hidrogen
peroksida 3% ke dalam kultur. Hasil pengamatan dicatat berdasarkan
18
pembentukan gelembung udara di dalam tabung reaksi. Bila terjadi
pembentukan gelembung udara maka uji ini bersifat positif.
e. Uji Sitrat. Uji ini bertujuan untuk menentukan kemampuan bakteri
dalam menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi. Uji ini
menggunakan media Simmons’s Citrate Agar (SCA) yang disiapkan
dalam tabung dengan kondisi miring. Isolat uji secara aseptik
diinokulasi dengan cara penggoresan ke dalam tabung mendia SCA.
Setelah itu diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37oC. Bila terjadi
perubahan warna pada media dari hijau tua menjadi warna biru maka
pengujian bersifat positif.
f. Uji Lysine Dekarboksilasi. Uji ini digunakan untuk melihat kemampuan
bakteri melakukan dekarboksilasi asam amino berupa lisin melalui
produksi enzim dekarboksilase. Proses dekarboksilasi lisin sering
digunakan bakteri untuk menetralisasikan lingkungan asam menjadi
basa. Pengujian ini menggunakan media Lysin Iron Agar (LIA) yang
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 6 mL. Media disterilkan
pada suhu 121oC selama 15 menit setelah itu dibuat menjadi agar
miring. Kemudian isolat uji diinokulasi ke dalam media LIA dengan
cara ditusuk dan digores setelah itu diinkubasikan pada suhu 37oC
selama 24-48 jam. Pengujian bersifat positif jika adanya perubahan
warna pada media menjadi warna violet sedangkan reaksi negatif
ditandai dengan warna kuning pada media.
19
Berdasarkan hasil pengujian morfologi dan biokimia tersebut, isolat-isolat
diidentifikasi secara taksonomi menggunakan Bergey’s Manual of Systematic
Bacteriology.
3.6 Uji Pertumbuhan Isolat Bakteri pada Beberapa Konsentrasi
Profenofos
Pada pengujian ini, bakteri isolat murni yang didapatkan, ditumbuhkan pada
media padat NA dengan beberapa konsentrasi kandungan profenofos yaitu 0%,
25%, 50%, 75% dan 100% dengan metode tuang. Pertama-tama, kultur murni
diisolasi ke dalam media cari NB dan diinkubasi pada suhu 37oC selam 24 jam,
setelah itu setiap kultur ditumbuhkan di medium padat NA dengan
menuangkan kultur yang ditumbuhkan pada media cair NB sebanyak 0,5 µL di
atas permukaan media padat NA dan diinkubasi selama 48-72 jam. Setelah
diinkubasi dilihat perbedaan pertumbuhan berdasarkan kepadatan koloninya di
tiap konsentrasi profenofos pada media.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Isolasi dan Seleksi Bakteri dari Tanah
Pada pengujian ini, sampel tanah yang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang
berisi medium cair NB, setelah inkubasi selama 2 hari maka didapatkan
medium cair dalam keadaan keruh yang menunjukkan bahwa ada pertumbuhan
mikroba di dalamnya. Selanjutnya suspensi yang mengandung mikroba
tersebut diisolasi ke dalam media selektif (media padat NB yang mengandung
10% profenofos). Hasil yang didapatkan adalah terjadi pertumbuhan koloni
bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu beradaptasi dan
tumbuh pada medium NA yang mengandung profenofos.
Berdasarkan pengamatan morfologi koloni bakteri yang tumbuh pada medium
tersebut, maka didapatkan 6 koloni bakteri yang berbeda, selanjutnya diisolasi
dan dimurnikan. Ke-6 isolat bakteri tersebut diberi label nama isolat A, B, C,
D, E dan F (Tabel 1).
Tabel 1. Perbedaan Morfologi Koloni Isolat Bakteri No. Warna Koloni Bentuk Koloni Label Nama Isolat 1. Putih Bulat A 2. Putih susu Tidak Beraturan B 3. Putih bening Tidak Beraturan C 4. Putih kekuningan Tidak Beraturan D 5. Kuning muda Tidak Beraturan E 6. Kuning bening Tidak Beraturan F
4.2 Identifikasi Isolat Bakteri Murni
Setelah mendapatkan isolat bakteri murni, bakteri selanjutnya diidentifikasi.
Untuk mengidentifikasi isolat bakteri murni, dilakukan dengan beberapa
21
pengujian yaitu uji Morfologi (Tabel 2) dan uji Biokimia (Tabel 3). Pada uji
Morfologi, dilakukan dua pengujian yaitu uji Gram dan uji Motilitas serta
pengamatan bentuk sel di bawah mikroskop. Hasil pengujian Gram
menunjukkan terdapat tiga bakteri memiliki dinding sel yang bersifat Gram
positif yaitu isolat B, C dan E sedangkan ketiga isolat lainnya memiliki dinding
sel yang bersifat Gram negatif yaitu isolat A, D dan F. Pada pengujian
motilitas, isolat B, D dan E yang bersifat motil artinya isolat bakteri B, D dan E
mampu bergerak karena memiliki alat gerak sendangkan isolat lainnya A, C
dan F bersifat tidak motil atau tidak bergerak karena tidak memiliki alat gerak.
Tabel 2. Uji Morfologi Bakteri
Isolat Gram Motilitas Bentuk Sel A + - Bulat B - + Batang C + - Batang D - + Batang E - + Batang F + - Batang
Pada uji biokimia, dilakukan enam pengujian yaitu uji produksi indol, uji
produksi H2S, uji kemampuan fermentasi karbohidrat, uji katalase, uji sitrat,
dan uji lysin dekarboksilasi.
Tabel 3. Hasil Uji Biokimia Bakteri
Isolat Indol H2S Fermentasi Karbohidrat
Katalase Sitrat Lysin
Dekarboksilasi Genus
A + + + - - + Streptococcus B - + - + + + Pseudomonas C - + - - - + Lactobacillus D - + - + + + Pseudomonas E - + - + - + Pseudomonas F - + - - - + Lactobacillus
22
Berdasarkan hasil pengujian morfologi dan biokimia tersebut, isolat-isolat yang
diidentifikasi secara taksonomi menggunakan Bergey’s Manual of Systematic
Bacteriology adalah bakteri yang termasuk dalam:
1. Genus Streptococcus
Sel berbentuk bulat hingga bulat telur dengan diameter kurang dari 2
µm. Diameter bervariasi setiap spesies, membentuk pasangan atau
rantai bila dikulturkan di media cair. Gram positif, metabolisme
fermentatif dengan produk akhir fermentasi glukosa yaitu asam laktat
dextrorotatory dan asam amino . Berdasarkan pengujian morfologi dan
biokimia, isolat bakteri yang termasuk genus Streptococcus adalah
isolat A.
2. Genus Pseudomonas
Sel tunggal yang berbentuk batang lurus atau melengkung. Ukuran,
umumnya lebar 0,5-1 µm dan panjang 1,5-4 µm. Bersifat motil dengan
flagela pada bagian ujung atau kutub sel, monotrikous (1 flagela pada
ujung sel) ataupun multitrikous (2 atau lebih flagela pada ujung sel).
Gram negatif dengan metabolisme respirasi, tidak bersifat fermentatif
dan katalase bersifat positif. Beberapa spesies mampu menggunakan H2
atau CO sebagai sumber energi. Berdasarkan pengujian morfologi dan
biokimia, isolat bakteri yang termasuk genus Pseudomonas adalah
isolat B, D dan E, namun perbedaan pada salah satu uji biokimia yaitu
uji sitrat dan perbedaan morfologi koloni antara ke-3 isolat
menunjukkan ke-3 isolat tersebut berbeda spesies.
23
3. Genus Lactobacillus
Berbentuk batang dan panjang berfariasi. Tidak selalu bersifat motil
namun jika motil, pergerakan dengan flagela peritrikous (flagela
tersebar pada ujung dan sisi sel). Tidak menghasilkan spora,
metabolisme bersifat fermentatif. Gram positif dan dapat menjadi Gram
negatif dengan bertambahnya umur atau pada saat suasa lingkungan
asam. Berdasarkan pengukian morfologi dan biokimia, isolat bakteri
yang termasuk genus Lactobacillus adalah isolat C dan F, namun
adanya perbedaan morfologi koloni antara ke-2 isolat menunjukkan ke-
2 isolat tersebut berbeda spesies.
(Holt, 1977).
4.3 Uji Pertumbuhan Bakteri Pada Media dengan Beberapa
Konsentrasi Profenofos
Hasil pengujian ini menunjukkan semua bakteri isolat murni (A, B, C, D, E,
dan F) mampu tumbuh pada media NA yang mengandung profenofos 0%,
25%, 50%, 75% dan 100% (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa bakteri
bersifat toleran terhadap media yang mengandung insektisida profenofos.
Menurut Matsumura (1989), banyak bakteri bersifat toleran dan mampu hidup
pada lingkungan tercemar. Hal tersebut karena beberapa bakteri diketahui
mampu mendegradasi dan memetabolisasi produk hasil degradasi senyawa
polutan.
24
Isolat A
Isolat B
Isolat C
Isolat D
Isolat E
Isolat F
Gambar 3. Uji pertumbuhan isolat bakteri pada media dengan konsentrasi
profenofos 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% (inkubasi 72 jam).
Namun, meskipun mampu tumbuh pada media dengan konsentrasi hingga
100%, kepadatan pertumbuhan koloni setiap isolat bakteri berbeda-beda pada
tiap media dengan konsentrasi profenofos yang berbeda. Berdasarkan
25
pengamatan, terdapat isolat yang kepadatan pertumbuhannya hampir sama
pada setiap media dengan konsentrasi kandungan profenofos yang berbeda dan
terdapat juga isolat yang kepadatan pertumbuhannya tidak sama pada setiap
media dengan konsentrasi kandungan profenofos yang berbeda (Tabel 4).
Tabel 4. Perbedaan kepadatan pertumbuhan isolat bakteri pada media dengan
konsentrasi profenofos yang berbeda.
Isolat Konsentrasi Kandunga Profenofos pada Media
0% 25% 50% 75% 100% A Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah B Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi C Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah D Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi E Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah F Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi
Pada pengamatan pertumbuhan isolat A, C, dan E terdapat perbedaan
pertumbuhan bakteri pada media dengan konsentrasi profenofos yang berbeda.
Semakin tinggi konsentrasi kandungan profenofos pada media, maka semakin
rendah pertumbuhan bakteri. Hal ini diduga bahwa profenofos bersifat racun
bagi isolat bakteri sehingga pertumbuhan bakteri melambat. Berdasarkan hal
tersebut, bakteri isolat A, C, dan E tidak berpotensi sebagai agen pendegradasi
insektisida profenofos.
Pada beberapa kasus degradasi, beberapa bakteri tidak dapat memperoleh
nutrisi atau energi dari degradasi pestisida dan dengan demikian menurunkan
populasi atau tidak ada pertumbuhan mikroba dan proses degradasi juga
melambat (Robertson dan Alexander, 1994)
26
Pada pengamatan pertumbuhan isolat B, D, dan F, pertumbuhan koloni isolat
bakteri sangat tinggi dan tidak begitu berbeda pada setiap media dengan
konsentrasi kandungan profenofos yang berbeda. Semakin tinggi konsentrasi
kandungan profenofos, tidak begitu mempengaruhi tinggi pertumbuhan bakteri.
Hal ini menunjukkan bahwa insektisida profenofos tidak bersifat racun bagi
bakteri isolat B, D dan F sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan.
Berdasarkan hal tersebut, bakteri isolat B, D dan F berpotensi sebagai agen
pendegradasi insektisida profenofos.
Menurut Jacob et al. (1997), beberapa bakteri mampu mengubah senyawa
pencemar seperti insektisida pofenofos menjadi sumber nutrisinya berupa
karbon dan fosfat. Hal tersebut karena bakteri mampu menghasilkan enzim
hidrolase yang berperan dalam proses pendegradasian insektisida organofosfat.
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil yang didapat maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ditemukan tiga genus bakteri yang toleran terhadap profenofos dari lahan
pertanian tomat Desa Tondegesan Kecamatan Kawangkoan yaitu
Streptococcus, Pseudomonas dan Lactobacillus.
2. Terdapat perbedaan pertumbuhan bakteri pada media dengan konsetasi
kandungan profenofos berbeda yaitu:
− Pada isolat A, C dan E, semakin tinggi konsentrasi profenofos pada
media dapat menghambat pertumbuhan bakteri sehingga bakteri isolat A,
C dan E tidak berpotensi sebagai agen pendegradasi insektisida
profenofos.
− Pada isolat B, D dan F, semakin tinggi konsentasi profenofos pada media
tidak menghambat pertumbuhan bakteri sehingga bakteri isolat B, D dan
F berpotensi sebagai agen pendegradasi insektisida profenofos.
5.2 Saran
1. Perlu adanya penelitian untuk menguji kemampuan bakteri dalam
mendegradasi insektisida profenofos dan jenis pestisida lainnya seperti
herbisida, fungisida, bakterisida dan lain-lain.
2. Perlu adanya penelitian untuk mengidentifikasi bakteri pendegradasi
insektisida profenofos hingga tingkat spesies serta menganalisis
karaketeristik molekuler gen bakteri yang mengkode sintesis enzim yang
berperan dalam mendegradasi insektisida profenofos.
28
DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R. M. dan R. Bartha. 1992. Microbial Ecology, Fundamental and
Application . Third edition. The Benjamin Cummings Publishing Company Inc. California.
Best, D. J., J. Jones. dan Starfford, D. 1985. Biotechnologi, Principles and
Application . Oxford. London. Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.
Yogyakarta. Dongowea, H. E. dan D. Ariono. 1996. Biodegradasi Pestisida Organofosfat
oleh Pseudomonas sp. Biota. v. I(2):29-33. Hassall, K. A. 1990. The Biochemistry and Uses of Pesticides. Second
edition. Macmillan Press Ltd. London. Holt, J. G. 1977. The Sorter Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology. Eighth Edition. The Williams & Wilkins Company. Baltimore.
Irfandri. 2002. Kajian Aplikasi Insektisida Curacron 500EC (Profenofos)
Pada Bayam (Amaranthus tricolor L.) di Daerah Simpang Tiga Kota Pekanbaru. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jacob, G. S., J. R. Garbow, J. Schaefer. 1997. Solid-state NMR Studies of
Regulation N-glycine and Glycine Metabolism in Pseudomonas sp. strain PG2982. The Journal of Biological Chemistry 262 (4): 1552-1557.
Johnson, G.R., J.C. Spain, 2003. Evolution of Catabolic Pathways For
Synthetic Compounds: Bacterial Pathways For Degradation Of 2,4- Dinitrotoluene And Nitrobenzene. Appl. Microbiol. Biotechnol. 62, 110–123.
Laura M. O dan S. E Sánchez. 2010. Biodegradation of The
Organophosphate Pesticide Tetrachlorvinphos By Bacteria Isolated From Agricultural Soils In México . Revista Internacional de Contaminación Ambiental. Universidad Nacional Autónoma de México. vol. 26, núm. 1. febrero. pp. 27-38. México.
Matsumura, F. 1985. Toxicology of Insecticides. 2 nd Edition. Plenum Press.
London. 598 hlm.
29
, F. 1989. Biotik Degradation of Pollutantas. http://dge.stanford.edu/SCOPE/SCOPE_38/SCOPE_38_3.2_Matsumura_79-90.pdf. (20 April 2001).
Mohammed, M. S. 2009. Degradation of Methomyl By The Novel Bacterial
Strain Strain Stenotrophomonas maltophilia M1. e.j. biotechnology. 12: 1-6.
Munaf, S. 1997. Keracunan Akut Pestisida. Widya Medika. Jakarta. Munnecke, D. M. dan D. H Hsieh,. 1976. Patways of Microbial Metabolism
of Parathion. Applied and Environmental Microbiology 31(1): 63-69. Olawale, Adetunji, Kolawole, Akintobi, Olubiyi, dan Akinsoji. 2011.
Biodegradation of Glyphosate Pesticide by Bacteria Isolated From Agricultural Soil . Report and Opinion. v. 1. p. 124-128.
Raharjo, M. Dan A. Suwondo. 2004. Kualitas Air Tanah di Daerah
Pertanian Sayuran Sebagai Dampak Penggunaan Pestisida. Laporan Kegiatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Semarang.
Robertson, B.K. dan M. Alexander, 1994. Growth-Linked And Cometabolic
Biodegradation: Possible Reason For Occurrence Or Absence Of Accelerated Pesticide Biodegradation. Pestic. Sci. 41, 311–318.
Sa’id, E.G. 1994. Dampak Negatif Pestisida, Sebuah Catatan bagi Kita
Semua. Agrotek, Vol. 2(1). IPB, Bogor, hal 71-72. Seffernick, J.L., L.P. Wackett, 2001. Rapid evolution of bacterial catabolic
enzymes: a case study with atrazine chlorohydrolase. Biochemistry 40, 12747–12753.
Warouw, Z. W. M. 2008. Teknologi Bioremediasi Sebagai Pembersih
Lahan Tercemar Metil Merkuri . Jurnal Formas. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. V. 1. p. 292-301.
30
Lampiran 1. Alat dan Bahan Alat
Autopipet, Jarum Inokulum, dan
Lampu Spritus
Tabung reaksi, cawan petri, dan tabung
Erlenmeyer
Hotplate
Inkubator
Mikroskop Stereo
Olympus CX21-BIM SET1
Laminari airflow
31
Lanjutan Lampiran 1 Bahan
Curacron 500EC (Insektisida
Profenofos)
Sampel tanah
Media pertumbuhan (Nutrien Agar
dan Nutrien Broth)
Media Uji Biokimia
32
Lampiran 2. Pengambilan Sampel Tanah dan Pengerjaan di Laboratorium
Lokasi pengambilan sampel tanah lahan pertanian tomat
di Desa Tondegesan Kecamatan Kawangkoan
Pengambilan sampel tanah
Pengerjaan di Laboratorium
33
Lampiran 3. Uji Morfologi dan Biokimia Uji Morfologi (Gram dan Bentuk Sel)
Isolat Bakteri A (Gram +, bulat)
Isolat Bakteri B (Gram -, batang)
Isolat Bakteri C (Gram +, batang)
Isolat Bakteri D (Gram -, batang)
Isolat Bakteri E (Gram -, batang)
Isolat Bakteri F (Gram +, batang)
Uji Biokimia Uji Sitrat
Isolat A
Isolat B
Isolat C
Isolat D
Isolat E
Isolat F
Uji Lysin
Isolat A
Isolat B
Isolat C
Isolat D
Isolat E
Isolat F
34
Lanjutan Lampiran 3 Uji Indol
Isolat A
Isolat B
Isolat C
Isolat D
Isolat E
Isolat F
Uji Fermentasi Karbohidrat dan Produksi H 2S
Isolat A
Isolat B
Isolat C
Isolat D
Isolat E
Isolat F