24
BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN – SETJEN DPR RI Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak1 ANALISIS BESARAN DAN PENGELOLAAN PIUTANG PAJAK SUMMARY Piutang pajak merupakan potensi penerimaan negara. Namun faktanya upaya pengelolaan piutang pajak belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dari tiga aspek yaitu pencatatan secara teknis akuntansi, penghapusan dan penagihan piutang pajak. Permasalahan – permasalahan dalam pencatatan transaksi piutang pajak terjadi akibat Direktorat Jenderal Pajak belum memiliki kebijakan akuntansi yang formal dan tertulis mengenai piutang pajak. Dari sisi penghapuasan piutang pajak, pemerintah telah memperpanjang masa daluarsa penghapusan pajak dari lima tahun menjadi sepuluh tahun. Ini berarti kesempatan untuk melakukan penagihan semakin besar. Peningkatan jumlah piutang pajak masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya. Karena itu perlu dilakukan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa Permasalahan ketidakadilan dalam bidang perpajakan merupakan isu yang cukup serius mengingat persoalan keadilan dapat terjadi pada tahap pemungutan, pemeriksaan, maupun keberatan dan banding oleh wajib pajak. Hingga sekarang BPK tidak bisa mendapat keyakinan yang cukup mengenai wajar atau tidaknya penerimaan dan piutang pajak karena keterbatasan pemeriksaan atas pajak. Karena itu ,DPR berkewajiban mendukung BPK dengan berbagai produk undang-undang untuk membuka akses BPK terhadap pajak. Dengan demikian diharapkan BPK dapat memeriksa pajak dengan lebih mendalam sehingga nilai penerimaan pajak dan piutang pajak dapat diyakini kewajarannya. Apabila piutang pajak dapat dikelola dengan baik maka dapat menambah penerimaan pajak negara.

RI DPR PELAKSANAANdpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_Analisis_Besaran_dan... · 2013. 1. 29. · Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak”

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 1

    ANALISIS BESARAN DAN PENGELOLAAN PIUTANG PAJAK

    SUMMARY

    Piutang pajak merupakan potensi penerimaan negara. Namun faktanya upaya

    pengelolaan piutang pajak belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dari tiga aspek

    yaitu pencatatan secara teknis akuntansi, penghapusan dan penagihan piutang

    pajak. Permasalahan – permasalahan dalam pencatatan transaksi piutang pajak

    terjadi akibat Direktorat Jenderal Pajak belum memiliki kebijakan akuntansi

    yang formal dan tertulis mengenai piutang pajak. Dari sisi penghapuasan

    piutang pajak, pemerintah telah memperpanjang masa daluarsa penghapusan

    pajak dari lima tahun menjadi sepuluh tahun. Ini berarti kesempatan untuk

    melakukan penagihan semakin besar. Peningkatan jumlah piutang pajak masih

    belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya. Karena itu perlu

    dilakukan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang

    memaksa

    Permasalahan ketidakadilan dalam bidang perpajakan merupakan isu yang

    cukup serius mengingat persoalan keadilan dapat terjadi pada tahap

    pemungutan, pemeriksaan, maupun keberatan dan banding oleh wajib pajak.

    Hingga sekarang BPK tidak bisa mendapat keyakinan yang cukup mengenai

    wajar atau tidaknya penerimaan dan piutang pajak karena keterbatasan

    pemeriksaan atas pajak. Karena itu ,DPR berkewajiban mendukung BPK dengan

    berbagai produk undang-undang untuk membuka akses BPK terhadap pajak.

    Dengan demikian diharapkan BPK dapat memeriksa pajak dengan lebih

    mendalam sehingga nilai penerimaan pajak dan piutang pajak dapat diyakini

    kewajarannya.

    Apabila piutang pajak dapat dikelola dengan baik maka dapat menambah

    penerimaan pajak negara.

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Hingga tahun 2007

    sekitar 65,4% dari penerimaan dalam negeri berasal dari penerimaan

    perpajakan sedangkan sisanya sebesar 34,6% disumbang oleh

    penerimaan negara bukan pajak.1 Namun pada tahun anggaran 2005

    target penerimaan perpajakan tidak tercapai. Realisasi penerimaan

    perpajakan dalam TA 2005 adalah sebesar Rp347.031.113.925.042 yang

    berarti Rp4.942.516.074.958 atau 1,4 persen lebih rendah dari target

    yang direncanakan dalam APBN sebesar Rp351.973.630.000000.2

    Salah satu sebab tidak terpenuhinya target penerimaan perpajakan tahun

    2005 adalah adanya potensi piutang pajak yang tidak dapat

    ditarik/ditagih. Hasil pemeriksaan terhadap LKPP tahun 2005

    menunjukkan bahwa piutang pajak yang dikelola oleh Ditjen Pajak adalah

    sebesar Rp29.216.416,29 juta. Akun tersebut dalam LKPP 2005 tercatat

    sebagai asset lancar. Dari data tersebut, piutang pajak merupakan potensi

    penerimaan negara yang besar jika dikelola dengan baik. Seandainya

    piutang sebesar Rp 29 trilyun tersebut dapat tertagih maka akan

    menambah penerimaan negara. Penambahan penerimaan tersebut dapat

    dialokasikan untuk menutup defisit anggaran atau menambah belanja

    program pengentasan pengangguran dan kemiskinan.Tentunya hal

    tersebut jika aparatur pajak mampu mengelola piutang pajak dengan baik

    dan wajib pajak sadar akan kewajibannya untuk membayar pajak.

    Beberapa permasalah terkait dengan pengelolaan piutang pajak yaitu :

    a. Pengungkapan informasi piutang pajak dalam tahun 2005 kurang

    memadai sehingga ada piutang yang kurang dicatat

    b. Tidak adanya mekanisme untuk memvalidasi pencatatan transaksi

    pengurang piutang pajak

    1 Nota Keuangan dan RUU APBN Tahun Anggaran 2007 2 Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2005

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 3

    Berdasarkan uji petik pada beberapa KPP (Kantor Pelayanan Pajak) di

    Jakarta diketahui bahwa masih dijumpai adanya piutang Pajak yang

    bersaldo negative sebesar Rp 15.855,86 juta seperti disajikan pada tabel

    1.1.

    Tabel 1.1. Piutang Pajak Bersaldo Negatif

    KPP Nilai (dalam juta rupiah)

    BUMN 13.389,44

    PMA III 303,480

    Jakarta Tamansari I 641,37

    Jakarta Grogol

    Petamburan

    1.521,56

    Jumlah 15.855,86

    Sumber : LKPP 2005

    Piutang pajak bersaldo negative terjadi akibat kelemahan pencatatan

    tersebut terjadi karena tidak adanya mekanisme untuk menvalidasi

    pencatatan transaksi pengurang Piutang Pajak . Atas satu ketetapan pajak

    dilakukan pengurangan lebih dari satu kali, baik melalui pembayaran,

    pemindahbukuan atau karena Surat Keputusan keberatan/banding yang

    mengurangi jumlah pajak yang masih harus dibayar. Akibatnya,

    pengurangan atas satu Piutang Pajak melebihi jumlah piutang pajaknya.

    Hal tersebut mengakibatkan nilai Piutang Pajak yang tercatat dalam

    Neraca Departemen Keuangan Tahun 2005 dan Neraca Pemerintah Pusat

    per 31 Desember 2005 sebesar Rp 29.216.456,29 juta belum dapat

    diyakini kewajarannya.

    Permasalahan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah :

    a. Seberapa besar potensi piutang pajak

    b. Bagaimana pengelolaan piutang pajak

    c. Apakah strategi yang dapat dilakukan oleh DPR

    Tulisan ini mencoba memaparkan piutang pajak dari ketiga permasalahan

    di atas berdasarkan peraturan perundangan perpajakan dan teknis

    akuntansinya.

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 4

    1.2. Landasan Hukum

    Akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan dan mengacu

    pada peraturan dan perundang-undangan perpajakan beserta aturan

    pelaksanaannya disebut akuntansi pajak. Dengan demikian segala

    transaksi keuangan yang berkenaan dengan pajak harus mengacu kepada

    peraturan mengenai perpajakan. 3

    Landasan hukum dalam pengelolaan piutang pajak yaitu :

    UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan

    Pasal 22

    (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda,

    kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau

    waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak

    atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak

    yang bersangkutan.

    (2) Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

    tertangguh apabila :

    a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa

    b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung

    maupun tidak langsung

    c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau Surat

    Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana di

    maksud dalam pasal 15 ayat (4)

    Pasal 24

    Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya

    penghapusan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

    UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat

    Paksa

    PP Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah

    3 Muljono, Djoko “ Akuntansi Pajak” Penerbit Andi Yogyakarta, 2006

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 5

    Keputusan Menteri Keuangan No.539/KMK.03/2002 tentang

    Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor

    565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak

    dan Penetapan Besarnya Penghapusan

    1.3. Landasan Teori

    Piutang adalah klaim entitas pemerintah atas uang, barang-barang atau

    jasa terhadap pihak-pihak Jenis-jenis piutang dalam neraca Laporan

    Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) terdiri dari :

    1. Piutang Pajak

    2. Piutang Bukan Pajak

    3. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran

    4. Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Ganti Rugi

    5. Piutang Lain-lain

    Pencatatan piutang :

    Piutang dicatat sebesar nilai nominal 4. Sebagai bagian dari aset lancar

    piutang disusun berdasarkan tingkat kolektibilitas.

    Penghapusan piutang :

    Terhadap piutang yang kemungkinan nya tidak tertagih dapat dibentuk

    penyisihan piutang ragu-ragu / allowance for doubt full expense. Apabila

    piutang elah melewati masa daluwarsa penagihan maka dapat dihapus.

    Masa daluwarsa penagihan piutang tergantung kebijakan masing-masing

    perusahaan. Dalam hal piutangpajak masa daluwarsanya adalah 10

    tahun.

    Tujuan dari penyusunan prosedur piutang secara umum adalah :

    1. Untuk memberikan prosedur yang baku atas aktivitas yang berkaitan

    dengan perolehan informasi mengenai piutang dari pengakuan sampai

    proses penyelesaian piutang.

    4 PP No 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 6

    2. Memberikan informasi yang tepat mengenai jumlah piutang yang

    dimiliki pemerintah sehingga dapat diperhitungkan seberapa besar

    penyisihan kerugian piutangnya.

    3. Sebagai informasi pendukung bagi pemerintah dalam mengkonfirmasi

    jumlah piutang yang dimilikinya kepada pihak ketiga.

    Penyusunan prosedur piutang tersebut sesuai dengan tujuan akuntasi

    pemerintah pusat berikut : 5

    1. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran

    dan kegaitan keuangan pemerintah pusat baik secara nasional maupun

    instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk

    menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan

    akuntabilitas.

    2. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan

    suatu instansi dan pemerintah pusat secara memadai.

    1.4. Metodologi Penulisan

    1.4.1. Tujuan

    Penulisan “ Pengelolaan Potensi Piutang Pajak” bertujuan :

    a. Mengetahui seberapa besar potensi piutang pajak

    b. Mengetahui bagaimana pengelolaan piutang pajak

    c. Melihat strategi apa yang dapat dilakukan DPR

    1.4.2. Output

    Laporan hasil analisa pengelolaan potensi piutang pajak

    1.4.3. Metode Analisa

    Metode yang digunakan adalah metode analisa deskriptif dan kuantitatif.

    Sumber referensi berupa peraturan perundangan, kajian dan artikel

    terkait dengan materi penulisan.

    5 Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan No.59/PMK.06/2005

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 7

    1.4.4. Waktu Penulisan

    Waktu No

    Keterangan

    Januari Pebruari

    Maret

    1. Persiapan On The Job Training

    2.

    Pembentukan kelompok dan

    pemilihan topik penulisan

    3. Pembuatan proposal dan

    outline penulisan

    4. Pengumpulan dan pengolahan

    data

    5. Pembuatan draft laporan

    6. Penyempurnaan laporan

    7. Penyerahan laporan final

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 8

    BAB II

    ANALISIS

    2.1. Potensi Piutang Pajak

    Piutang pajak merupakan potensi penerimaan pajak yang tidak dapat

    terealisasi akibat wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya

    membayar pajak. Hasil pemeriksaan terhadap LKPP tahun 2005 dan 2004

    menunjukkan bahwa piutang pajak yang dikelola oleh Ditjen Pajak

    masing-masing adalah Rp 29.216.456.291.000 dan Rp

    28.964.985.918.280. Piutang pajak tersebut adalah tagihan pajak yang

    telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, akan tetapi

    belum dilunasi sampai dengan tanggal 31 Desember 2005 dan 31

    Desember 2004, termasuk piutang PBB dan BPHTB. Perincian besarnya

    tunggakan –tunggakan tersebut adalah sebagai berikut :

    Tabel 2.1 Rincian Piutang Pajak

    Tunggakan Akhir Tahun (Rp) Jenis Pajak

    2005 2004 %

    Pajak Penghasilan 15.120.084.766.000

    - Rupiah 12.755.596.198.000

    - USD 2.364.488.568

    PPN dan PPnBM 9.871.858.934.000

    - Rupiah 9.871.720.676.000

    - USD 138.258.000

    Bunga Penagihan 795.114.840.000

    - Rupiah 666.420.924.000

    - USD 128.693.916.000

    25.960.020.347.280 -0,67%

    PBB 3.148.269.416.000

    2.766.539.776.000

    13,80%

    BPHTB 281.128.335.000

    238.425.795.000

    17,91%

    Jumlah Piutang Pajak 29.216.456.291.000

    28.964.985.918.280

    0,87%

    Total Piutang 72.828.004.154.348

    31.658.169.686.402

    130,04%

    Total Penerimaan

    Perpajakan 346.859.857.269.794

    280.897.641.240.000

    23,48%

    % Piutang Pajak

    terhadap total Piutang 40% 91% -

    % Piutang Pajak

    terhadap Penerimaan

    Perpajakan

    8% 10% -

    Sumber : LKPP 2005 dan 2004, diolah

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 9

    Piutang pajak mendominasi akun piutang dalam neraca LKPP. Data

    menunjukkan bahwa sebagian besar piutang (91%) didominasi oleh

    piutang pajak. Sedangkan dari total aset lancar

    (Rp128.551.436.803.753), sebesar 22,7% merupakan piutang pajak. Ini

    menunjukkan betapa besar potensi penerimaan pajak. Pada tahun 2005

    piutang pajak mengalami penurunan persentase yang sangat signifikan

    terhadap total piutang dari 91% menjadi 40%. Namun, penurunan

    tersebut bukan disebabkan adanya penerimaan piutang pajak yang berarti

    menambah kas negara. Karena ternyata secara nominal piutang pajak

    justru bertambah sebesar Rp1 trilyun dari Rp28 trilyun menjadi Rp29

    trilyun pada tahun 2005. Penurunan persentase piutang pajak tersebut

    lebih disebabkan adanya peningkatan pada akun piutang bukan pajak

    yang pada tahun 2004 hanya sebesar Rp 918.886.706.165 sedangkan

    tahun 2005 meningkat sangat signifikan menjadi Rp 37.025.156.608.440.

    Persentase piutang pajak terhadap penerimaan pajak pada tahun 2004

    dan 2005 mengalami penurunan sebesar 2%. Bila pada tahun 2004 rasio

    piutang pajak terhadap penerimaan pajak sebesar 10% maka pada tahun

    2005 turun menjadi 8%.

    Berdasarkan jenis pajaknya, Pada tahun 2005 piutang PPH merupakan

    pajak terbesar yaitu sebesar 52% . Namun dalam LKPP tidak dirinci lebih

    lanjut besarnya masing-masing piutang PPH badan (berapa pemerintah

    dan berapa swasta), piutang PPh perorangan. Sedangkan PPN sebesar

    34%.

    Selain itu dalam LKPP 2005 juga disebutkan bahwa terdapat piutang pajak

    tak tertagih yang sudah kadaluarsa senilai Rp 2.236.747,55 juta. Dengan

    kelemahan ini maka nilai piutang pajak pada LKPP 2005 tidak dapat

    diyakini kebenarannya.

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 10

    2.2. Analisa Penyebab Timbulnya Piutang Pajak

    Pajak Penghasilan (PPh)

    - Piutang pajak yang timbul karena kekurangan PPh badan akibat

    harga pokok penjualan terlalu besar dibebankan. Dengan

    mengenakan HPP yang besar maka pendapatan bersih sebagai

    dasar pengenaan pajak menurun juga. PPH yang wajib dibayarkan

    menurun.

    - Piutang pajak yang timbul karena kekurangan PPh badan akibat

    adanya peredaran usaha kurang dilaporkan. Ini menyebabkan nilai

    penjualan menurun sehingga mengurangi pendapatan dan akhirnya

    pajak yang dikenakan menurun.

    Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

    (PPnBM)

    - Objek PPh pasal 26 berupa royalti yang telah dipotong PPh pasal 26

    tetapi belum dipungut PPN Jasa Luar Negeri. Akibatnya ada

    tunggakan PPN.

    - Fiskus kurang menetapkan DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPn BM

    Dalam Negeri atas penjualan kendaraan dan fiskus juga kurang

    menetapkan DPP PPn BM atas pembelian impor kendaraan dalam

    bentuk CBU (Completed Build Up) pada tahun pajak 2003 dan

    tahun pajak 2004. Implikasinya adalah DPP menjadi kecil sehingga

    PPN dan PPnBM yang dikenakan juga lebih kecil dari seharusnya.

    PBB & BPHTB

    - Tunggakan PBB yang belum diterbitkan Surat Tagihan Pajaknya.

    Dengan belum diterbitkan STP wajib pajak belum berkenan

    membayar kewajiban pajaknya.

    - Pengelolaan BPHTB belum dilaksanakan secara optimal meliputi (1)

    kesalahan penerapan NJOP sebagai perhitungan BPHTB sehingga

    BPHTB kurang bayar dan (2) adanya sanksi/denda administrasi

    terhadap notaris/PPAT yang belum dikenakan sehinga kurang

    bayar. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar pengenaan

    BPHTB kadang dalam praktiknya tidak dipatuhi.

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 11

    - Wajib pajak belum memperhitungkan denda atas Pelunasan Bea

    Materai. Dengan tidak diperhitungkannya denda tersebut maka

    timbul tunggakan pajak.

    Bunga penagihan :

    Beberapa kohir yang telah lewat jatuh tempo pembayaran namun belum

    diterbitkan STP sehingga timbul bunga penagihan yang belum terbayar.

    2.3. Pengelolaan Piutang Pajak

    Pengelolaan piutang pajak meliputi mekanisme pencatatan, penghapusan

    serta upaya penagihan piutang pajak.

    2.3.1. Pencatatan Piutang Pajak

    Tidak seperti akun-akun lain pada neraca, dalam PP No 24 tahun 2005

    tentang Standar Akuntansi Pemerintahan tidak dijelaskan secara detail

    mengenai perlakuan akuntansi pemerintah terhadap piutang secara umum

    maupun piutang pajak khusus. Hingga saat ini tidak ada pernyataan

    standar akuntansi pemerintah yang secara khusus membahas mengenai

    piutang. Dengan mengikuti prinsip ”substance over form ” yaitu substansi

    mengungguli sisi formalitasnya maka perlakuan akuntansi terhadap

    piutang pajak tersebut dapat mengacu pada standar akuntansi keuangan

    komersial atau yang biasa disebut SAK.

    Sesuai standar akuntansi keuangan, piutang pada neraca harus dicatat

    berdasarkan tingkat kolektibilitasnya. Namun, pencatatan piutang pajak

    oleh pemerintah belum memadai. Sebagai aset lancar, seharusnya

    piutang pajak dicatat berdasarkan tingkat kolektibilitasnya. Dengan kata

    lain seharusnya dalam catatan atas laporan keuangan pemerintah

    membuat aging schedule atas tagihan pajak yang dimilikinya. Semakin

    lama umur piutang pajak maka semakin besar kemungkinan tidak

    tertagihnya. Dengan demikian dapat diketahui berapa piutang pajak yang

    dapat ditagih hingga yang sulit ditagih. Aging schedule tersebut dapat

    dibuat per jenis pajak dan sekaligus per wajib pajak. Dengan demikian

    dapat diketahui siapa wajib pajak yang paling sering menunggak pajak.

    Selain itu jika aging schedule dibuat berdasarkan per jenis pajak maka

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 12

    dapat didirencanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk masing-

    masing jenis pajak.

    Piutang yang tidak dapat ditagih juga harus diungkapkan . Namun pada

    neraca dan catatan atas laporan keuangan (CALK) 2005 tidak

    mengungkapkan piutang pajak tidak tertagih yang sudah kadaluarsa

    senilai Rp2.236.747,55 juta.

    Dalam pencatatnnya Pemerintah seharusnya mengungkap allowances for

    doubt full account atau penyisihan piutang ragu-ragu . Penyisihan tersebut

    sebagai pengurang atas nilai piutang nominal. Hal ini perlu dibuat untuk

    mengetahui berapa nilai piutang yang sebenarnya dapat tertagih.

    Penetapan kurs sebagai dasar konversi juga sangat penting dalam

    pencatatan pajak karena piutang pajak tidak hanya dalam bentuk mata

    uang rupiah. nilai piutang pajak dalam bentuk valuta asing pun cukup

    besar. Sayangnya, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak

    belum menetapkan kurs sebagai dasar konversi per 31 Desember . Yang

    ada hanya peraturan mengenai kurs pajak sebagai dasar pembayaran

    dimana peraturan tersebut berlaku hanya untuk satu minggu dan

    sesudahnya dibuat peraturan yang baru kembali. Kelemahan ini

    mengakibatkan tidak adanya keseragaman bagi KPP untuk mengkonversi

    tunggakan pajaknya ke dalam mata uang rupiah sesuai pembukuan dalam

    laporan keuangan. Bagi DJP sendiri kondisi di atas akan menyulitkan

    untuk menyajikan kondisi atau data piutang pajak yang sebenarnya. Hasil

    pemeriksaan menunjukkan bahwa jumlah saldo Piutang Pajak per 31

    Desember 2005 dalam valuta asing disajikan dalam Neraca Departemen

    Keuangan Tahun 2005 sebesar Rp. 2.493.320,75 juta (US $

    277,035,639.00 x @ Rp 9.000,00). Berdasarkan pemeriksaan atas nilai

    kurs tengah BI pada tanggal 31 Desember 2005 diketahui bahwa US$ 1 =

    Rp. 9.830,00 sehingga jumlah piutang tersebut kurang dicatat sebesar

    Rp. 229.939,58 juta.

    Selain penyisihan piutang ragu-ragu, transaksi yang dapat menyebabkan

    berkurangnya nilai piutang pajak antara lain pembayaran,

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 13

    pemindahbukuan atau karena surat keputusan keberatan/banding yang

    mengurangi jumlah pajak yang terutang. Namun, tidak adanya

    mekanisme untuk memvalidasi pencatatan transaksi tersebut

    menyebabkan piutang pajak menjadi bersaldo negatif.

    Permasalahan – permasalahan dalam pencatatan transaksi piutang pajak

    tersebut terjadi akibat Direktorat Jenderal Pajak belum memiliki kebijakan

    akuntansi yang formal dan tertulis mengenai piutang pajak.

    2.3.2. Penghapusan Piutang Pajak

    Kebijakan penghapusan piutang pajak mengacu kepada UU No 16 tahun

    2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan serta Keputusan Menteri

    Keuangan No.539/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan

    Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara

    Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan.

    Dalam pasal 22 KUP , Pemerintah telah mengubah masa daluarsa pajak

    dari lima tahun menjadi 10 tahun sesudah saat pajak terutang,

    berakhirnya masa pajak dan bagian tahun pajak. Namun penagihan dapat

    dilakukan jika ditemukan data baru dan informasi yang semula belum

    terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang.

    Selain terlampauinya masa daluwarsa, penghapusan piutang pajak

    dilakukan terhadap WP orang pribadi yang meninggal dunia termasuk ahli

    warisnya namun aset yang disita Ditjen Pajak tidak mencukupi untuk

    menutupi jumlah tunggakan pajak.

    Berdasarkan pasal 90 ayat 2 UU No.1/1995 tentang Perseroan Terbatas,

    direksi suatu perseroan bertanggung jawab secara pribadi sampai kepada

    harta pribadi untuk menutup kekurangan melunasi utang perseroan. Ini

    berlaku jika perseroan tersebut pailit karena kesalahan atau kelalaiannya.

    Untuk WP badan, penghapusan pajak dilakukan terhadap perusahaan

    yang bangkrut atau pailit dan bubar. Terhadap WP yang mengalami

    kebangkrutan Ditjen Pajak mengalami kesulitan penarikan piutang.

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 14

    Meskipun telah dilakukan penyitaan namun jumlah aset yang dimiliki WP

    Badan tersebut tidak dapat menutupi kewajiban.

    Berdasarkan hasil penelitian setempat atau penelitian administrasi, Kepala

    Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan PBB menyusun

    Daftar Usulan PenghapusanPiutang Pajak pada setiap bulan Juni dan

    Desember. Daftar usulan tersebut selanjutnya disampaikan kepada Kepala

    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya pada bulan

    berikutnya setelah bulan dilakukan penyusunan daftar usulan

    penghapusan. Kemudian oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

    Pajak diserahkan kepada Ditjen Pajak. Selanjutnya Ditjen Pajak

    menyampaikan daftar usulan penghapusan piutang kepada pajak kepada

    Menteri Keuangan, kemudian Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan

    Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak.

    Dengan perpanjangan masa daluarsa penghapusan pajak dari lima tahun

    menjadi sepuluh tahun berarti kesempatan untuk melakukan penagihan

    semakin besar.

    2.3.4. Penagihan Pajak

    Perkembangan jumlah tunggakan pajak menunjukan jumlah yang

    semakin besar. Namun peningkatan jumlah piutang pajak masih belum

    dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya. Karena itu perlu

    dilakukan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum

    yang memaksa. Tindakan penagihan pajak didasarkan pada UU No 19

    tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No 19 tahun 1997 tentang

    Penagihan Pajak denagn Surat Paksa.

    Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak

    melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

    memperingatkan, melaksanakan penegihan seketika dan sekaligus,

    memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 15

    penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah

    disita.6

    Dari definisi tersebut dapat kita lihat bahwa upaya penagihan pajak

    meliputi beberapa tahap mulai dari yang paling ringan berupa surat

    teguran hingga paling berat berupa penyitaan barang milik wajib pajak.

    Aparatur Pajak tidak serta merta menerbitkan surat paksa kepada wajib

    pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya.

    Apabila penanggung pajak tidak melunasi tunggakan pajaknya sampai

    dengan tanggal jatuh tempo pembayaran maka kepadanya diterbitkan

    surat teguras, surat peringatan atau surat lain yang sejenis. Jika

    penanggung pajak tetap tidak melunasi utangnya maka kepadanya

    diterbitkan surat paksa dimana dalam surat paksa tersebut dimuat dasar

    penagihan, besarnya utang pajak dan perintah untuk membayar.

    Penyitaan dilaksanakan jika utang pajak tidak dilunasi dalam jangka

    waktu yang telah ditetapkan dalam surat paksa . Penyitaan dilakukan

    terhadap barang milik penanggung pajak baik barang bergerak maupun

    barang tidak bergerak.

    Penerapan paksa badan (gijzeling) terhadap wajib pajak yang membandel

    merupakan upaya Ditjen Pajak untuk meningkatkan kesadaran wajib

    pajak membayar pajak. Sebelum diajukan ke Menteri Keuangan Ditjen

    Pajak mengakji usulan paksa badan. Berdasarkan surat keputusan

    bersama antara Menteri Keuangan dan Kehakiman para penunggak dapat

    dicekal jika sudah memenuhi 12 tahap cekal yang disetujui Menteri

    Keuangan. Sebanyak dua tahapan dilakukan oleh Departemen Keuangan,

    10 tahap berikutnya dilakukan oleh Ditjen Pajak. Penerapan paksa badan

    terbuktidapat meningkatkan penerimaan perpajakan.

    Dalam ketentuan peraturan perundangan yang baru mengenai penagihan

    pajak telah terdapat ketegasan dalam hal :

    6 UU No 19 Tahun 2000 Pasal 1 angka 9

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 16

    - proses pelaksanaan penagihan pajak serta jangka waktu pelaksaan

    penagihan aktif. Selain itu, biaya penagihan pajak juga dipertegas

    dengan mendasarkan atas persentase tertentu dari hasil penjualan.

    - Dalam hal lelang, ditentukan pula barang-barang milik wajib pajak

    yang tidak boleh dilelang.

    2.3.5. Permasalahan dalam piutang pajak

    Permasalahan dalam utang piutang pajak yang paling dirasakan oleh

    wajib pajak adalah permasalahan ketidakadilan bagi wajib pajak.

    Permasalahan ketidakadilan dalam bidang perpajakan merupakan isu

    yang cukup serius mengingat persoalan keadilan dapat terjadi pada tahap

    pemungutan, pemeriksaan, maupun keberatan dan banding oleh wajib

    pajak.

    Beberapa hal yang dapat diidentifikasikan sebagai melanggar rasa

    keadilan wajib pajak adalah :

    Apabila wajib pajak mengajukan permohonan restitusi kepada kantor

    pajak dan berdasarkan hasil pemeriksaan aparat pajak ternyata terjadi

    kurang bayar maka wajib pajak menanggung konsekuensi dikenai denda

    100% dari utang pajak yang terutang . Diterbitkannya Surat Ketetapan

    Pajak (SKP) oleh aparat pajak meskipun dalam proses pemeriksaan masih

    terdapat perbedaan pendapat antara wajib pajak dengan aparat pajak.

    Permasalahan lain adalah pada proses penetapan utang pajak yang sering

    diputuskan secara sepihak oleh aparat pajak . Sebagian besar sengketa

    pajak yang timbul karena utang pajak yang ditetapkan secara sepihak

    oleh fiskus tanpa memperhatikan bukti yang diajukan oleh wajib pajak.

    Pada proses penetapan utang pajak sering terjadi perbedaan pendapat

    antara wajib pajak dan aparat pajak. Perbedaan bisa terjadi karena

    perbedaan dalam interpretasi terhadap peraturan, perbedaan dalam

    melihat bukti, dsb. Apabila persengketaan hingga pengadilan maka wajib

    pajak harus membayar 50% dari utang pajak yang dipersengketakan.

    Keputusan pengadilan pajak sering memberatkan wajib pajak. Wajib

    pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas utang pajak

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 17

    tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak. Pengajuan keberatan bersifat

    quasi peradilan karena pihak yang memeriksa dan memutus sengketa

    antara wajib pajak dengan Direktur Jenderal Pajak bukan pihak yang

    independen tapi pihak Direktur Jenderal Pajak sendiri. Selain itu,

    pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar utang pajak

    tersebut. Dalam asas hukum, setiap sengketa yang sedang diproses di

    pengadilan tidak dibenarkan adanya perbuatan hukum yang akan

    mempunyai akibat hukum terhadap objek yang dipersengketakan. Bila

    akhirnya persengketaan utang pajak tersebut dilakukan banding hingga

    Pengadilan Pajak maka wajib pajak diminta untuk melunasi minimal 50%

    dari pajak terutang agar dapat diproses permohonan bandingnya. Hal

    tersebut tentunya memberatkan wajib pajak.

    2.4. Peranan DPR

    Selama ini pemeriksaan pajak oleh BPK terhambat oleh beberapa

    ketentuan untuk melaksanakan audit atas penerimaan pajak, antara lain

    pasal 34 UU No 6/1983 tentang Tata Cara Perpajakan yang kemudian

    diikuti oleh Surat Menkeu kepada BPK No.1022/MK.013/1990 yang

    dipertegas dengan Surat Dirjen Pajak No.S198/PJ/1998 dan No

    SR296/PJ/1999 perihal dokumen-dokumen perpajakan yang dapat

    diperiksa oleh BPK. Dengan adanya berbagai peraturan tersebut BPK tidak

    bisa mengaudit Ditjen Pajak tanpa ijin Menteri Keuangan sehingga BPK

    tidak dapat melakukan pemeriksaan pajak sesuai dengan standar BPK .

    BPK hanya bisa mengakses data wajib pajak asalkan wajib pajak sudah

    memasuki proses penyidikan yakni dalam status tersangka. Dengan

    peraturan-peraturan yang ada di Indonesia, menurut Ketua BPK Anwar

    Nasutiom BPK merupakan satu-satunya negara di dunia dimana lembaga

    auditnya tidak dapat mengaudit penerimaan pajak dengan alasan pajak

    bukan merupakan objek pemeriksaan.7 Hal ini mengakibatkan BPK sampai

    sekarang tidak bisa mendapat keyakinan yang cukup mengenai wajar

    atau tidaknya penerimaan dan piutang pajak.

    7 Harian Ekonomi Neraca, 10 Januari 2007

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 18

    DPR sebagai lembaga legislative tentunya dituntut untuk berperan lebih

    dalam membantu mengatasi persoalan tersebut. Upaya yang dapat

    dilakukan DPR adalah dengan membuka akses BPK secara luas terhadap

    perpajakan dengan memasukkan beberapa klausul RUU Pajak yang saat

    ini sedang dibahas di DPR.

    DPR berkewajiban mendukung BPK dengan berbagai produk undang-

    undang untuk mengungkap indikasi kebobrokan di Ditjen Pajak. Masalah

    ini sebenarnya telah menjadi concern DPR seperti diungkapkan oleh Ketua

    DPR bahwa minimnya keterbukaan terhadap informasi menjadi salah satu

    sebab rendahnya rasio pajak. Rasio pajak terhadap Produk Domestik

    Bruto (PDB) hanya 13% tak sebanding dengan potensinya. Dengan

    keterlibatan BPK, rasionya diharapkan meningkat. 8

    Salah satu upaya yang ditempuh DPR adalah dengan melakukan

    pembahasan amandemen UU perpajakan bersama dengan pemerintah.

    Pokok-pokok perubahan dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan

    sehubungan dengan akses terhadap perapajakan antara lain :

    Menambah ketentuan untuk memperlancar pelaksanaan

    pemeriksaan pajak dengan menambah kewenangan pemeriksa

    untuk dapat melakukan penyegelan terhadap barang bergerak atau

    tidak bergerak.

    Menambah Ketentuan yang mengatur bahwa setiap instansi

    pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak tertentu lainnya wajib

    memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan,

    dan apabila diperlukan Direktorat Jenderal Pajak berwenang

    menghimpun data dan informasi lainnya untuk kepentingan

    penerimaan negara

    Dalam rangka pengawasan perpajakan, Menteri Keuangan

    membentuk Komite pengawasan di bidang perpajakan dan

    kepabeanan.

    Audit oleh akuntan publik

    8 “DPR Dukung BPK Buka Kebocoran di Ditjen Pajak” Edited by Hotsaritua Situmorang, Sumber : Investor Daily Indonesia, 10 Januari 2007

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 19

    Dengan semakin terbukanya akses terhadap perpajakan tersebut

    diharapkan BPK dapat lebih mendalam mengaudit pajak sehingga BPK

    memiliki keyakinan yang memadai atas niali pajak baik berupa

    penerimaan perpajakan maupun piutang pajak.

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 20

    BAB III

    KESIMPULAN DAN SARAN

    3.1. Kesimpulan

    Bahwa potensi piutang pajak yang besar ternyata belum dikelola secara

    baik dari segi teknis pencatatan akuntansi, penghapusan maupun upaya

    penagihannya.

    Dari sisi teknis pencatatan akuntansi, pengungkapan informasi piutang

    pajak dalam LKPP tahun 2005 kurang memadai dan tidak adanya

    mekanisme untuk memvalidasi pencatatan transaksi pengurang piutang

    pajak. Karena itu nilai piutang pajak dalam LKPP 2005 tidak dapat diyakini

    kewajarannya.

    Dari sisi penghapuasan piutang pajak, pemerintah telah memperpanjang

    masa daluarsa penghapusan pajak dari lima tahun menjadi sepuluh

    tahun. Ini berarti kesempatan untuk melakukan penagihan semakin

    besar.

    Peningkatan jumlah piutang pajak masih belum dapat diimbangi dengan

    kegiatan pencairannya. Karena itu perlu dilakukan tindakan penagihan

    pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa

    Permasalahan ketidakadilan dalam bidang perpajakan merupakan isu

    yang cukup serius mengingat persoalan keadilan dapat terjadi pada tahap

    pemungutan, pemeriksaan, maupun keberatan dan banding oleh wajib

    pajak.

    BPK tidak bisa mengaudit Ditjen Pajak tanpa ijin Menteri Keuangan

    sehingga BPK tidak dapat melakukan pemeriksaan pajak sesuai dengan

    standar BPK. Hal ini mengakibatkan BPK sampai sekarang tidak bisa

    mendapat keyakinan yang cukup mengenai wajar atau tidaknya

    penerimaan dan piutang pajak

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 21

    Selain dari kelemahan dalam teknis akuntansi pengelolaan piutang pajak,

    nilai pajak tidak dapat diyakini kewajarannya karena BPK terbentur pada

    peraturan perpajakan yang membatasi akses BPK terhadap pajak.

    DPR sebagai lembaga legislative tentunya dituntut untuk berperan lebih

    dalam membantu mengatasi persoalan tersebut. Upaya yang dapat

    dilakukan DPR adalah dengan membuka akses BPK secara luas terhadap

    perpajakan dengan memasukkan beberapa klausul RUU Pajak yang saat

    ini sedang dibahas di DPR.

    Jika piutang pajak dikelola dengan baik maka piutang tersebut dapat

    ditarik dan meningkatkan penerimaan negara.

    3.2. Saran

    Agar DJP membuat kebijakan akuntansi yang formal dan tertulis terkait

    piutang pajak agar pengungkapan informasi pajak lebih memadai.

    Agar DPR memberi dukungan yang kuat terhadap BPK dalam bentuk

    memberikan akses yang lebih luas bagi BPK untuk mengaudit pajak dalam

    RUU perpajakan yang saat ini sedang dibahas di DPR.

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 22

    REFERENSI

    UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan

    UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat

    Paksa

    PP Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah

    Keputusan Menteri Keuangan No.539/KMK.03/2002 tentang

    Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor

    565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak

    dan Penetapan Besarnya Penghapusan

    Nota Keuangan dan RUU APBN Tahun Anggaran 2007

    Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Pemerintah Pusat Tahun

    2005, Laporan Auditor Independen

    Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2004

    “DPR Dukung BPK Buka Kebocoran di Ditjen Pajak” Edited by

    Hotsaritua Situmorang, Sumber : Investor Daily Indonesia, 10

    Januari 2007

    Artikel

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara

    Kajian “Pengelolaan Piutang Pajak” 23

  • BIRO

    ANA

    LISA

    ANGG

    ARAN

    DAN

    PEL

    AKSA

    NAAN

    APB

    N – S

    ETJE

    N DP

    R RI

    This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.This page will not be added after purchasing Win2PDF.

    http://www.win2pdf.com