Upload
erwin-xu
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
1/21
Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung.
Rhinitis tergolong infeksi saluran napas yang dapat muncul akut atau kronik. Rhinitis akut
adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.
Selain itu, rhinitis akut dapat juga timbul sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau
trauma. Penyakit ini seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Yang termasuk ke
dalam rhinitis akut diantaranya adalah rhinitis simpleks, rhinitis influenza dan rhinitis bakteri
akut supuratif.
Rhinitis disebut kronik bila radang berlangsung lebih dari 1 bulan. Pembagian rhinitis
kronis berdasarkan ada tidaknya peradangan sebagai penyebabnya. Rhinitis kronis yang
disebabkan oleh peradangan dapat kita temukan pada rhinitis hipertrofi, rhinitis sika (sicca),
dan rhinitis spesifik (difteri, atrofi, sifilis, tuberkulosa & jamur). Rhinitis kronis yang tidak
disebabkan oleh peradangan dapat kita jumpai pada rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, dan
rhinitis medikamentosa.
Rhinitis Kronik
2.3.1. Rhinitis Hipertrofi3
a. EtiologiRhinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus atau
sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.
b. Manifestasi KlinisGejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan
sering ada keluhan nyeri kepala. Konka inferior hipertrofi, permukaannya berbenjol-benjol
ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi.
c. TerapiPengobatan yang tepat adalah mengobati faktor penyebab timbulnya rhinitis hipertrofi.
Kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti atau asam trikloroasetat) atau dengan
kauter listrik dan bila tidak menolong perlu dilakukan konkotomi.
2.3.2. Rhinitis Sika4
a. Etiologi
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
2/21
Penyakit ini biasanya ditemukan pada orang tua dan pada orang yang bekerja di
lingkungan yang berdebu, panas, dan kering. Juga pada pasien dengan anemia, peminum
alkohol, dan gizi buruk.
b. Manifestasi KlinisPada rhinitis sika mukosa hidung kering, krusta biasanya sedikit atau tidak ada. Pasien
mengeluh rasa iritasi atau rasa kering di hidung dan kadang-kadang disertai epitaksis.
c. TerapiPengobatan tergantung penyebabnya. Dapat diberikan obat cuci hidung.
2.3.3. Rinitis Spesifik5
Yang termasuk ke dalam rhinitis spesifik adalah:
a. Rhinitis Difteri1. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.
2. Manifestasi klinisGejala rhinitis difteri akut adalah demam, toksemia, limfadenitis, paralisis, sekret
hidung bercampur darah, ditemukan pseudomembran putih yang mudah berdarah,
terdapat krusta coklat di nares dan kavum nasi. Sedangkan rhinitis difteri kronik
gejalanya lebih ringan.
3. TerapiTerapi rhinitis difteri kronis adalah ADS (anti difteri serum), penisilin lokal, dan
intramuskular.
b. Rhinitis Atrofi51. Etiologi
Ada beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab rhinitis atrofi, yaitu infeksi kuman
Klebsiela, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronis, kelainan hormonal, dan
penyakit kolagen.
2. Manifestasi Klinis
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
3/21
Rhinitis atrofi ditandai dengan adanya atrofi progresif mukosa dan tulang hidung.
Mukosa hidung menghasilkan sekret kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk
krusta yang berbau busuk. Keluhan biasanya nafas berbau, ingus kental berwarna
hijau, ada krusta hijau, gangguan penghidu, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
3. TerapiPengobatan dapat diberikan secara konservatif dengan memberikan antibiotika
berspektrum luas, obat cuci hidung, vitamin A, dan preparat Fe. Jika tidak adaperbaikan, maka dilakukan operasi penutupan lubang hidung untuk mengistirahatkan
mukosa hidung sehingga mukosa menjadi normal kembali.
c. Rhinitis Sifilis51. Etiologi
Penyebab rhinitis sifilis adalah kuman Treponema pallidum.
2. Manifestasi KlinisGejala rhinitis sifilis yang primer dan sekunder serupa dengan rhinitis akut lainnya.
Hanya pada rhinitis sifilis terdapat bercak pada mukosa. Sedangkan pada rhinitis
sifilis tertier ditemukan gumma atau ulkus yang dapat mengakibatkan perforasi
septum. Sekret yang dihasilkan merupakan sekret mukopurulen yang berbau.
3. TerapiSebagai pengobatan diberikan penisilin dan obat cuci hidung.
d. Rhinitis Tuberkulosa51. Etiologi
Penyebab rhinitis tuberkulosa adalah kumanMycobacterium tuberculosis.
2. Manifestasi Klinis
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
4/21
Terdapat keluhan hidung tersumbat karena dihasilkannya sekret yang mukopurulen
dan krusta. Tuberkulosis pada hidung dapat berbentuk noduler atau ulkus, jika
mengenai tulang rawan septum dapat mengakibatkan perforasi
3. TerapiPengobatannya diberikan antituberkulosis dan obat cuci hidung.
e. Rhinitis Lepra51. Etiologi
Rhinitis lepra disebabkan olehMycobacterium leprae.
2. Manifestasi KlinisGejala yang timbul diantaranya adalah hidung tersumbat, gangguan bau, dan produksi
sekret yang sangat infeksius. Deformitas dapat terjadi karena adanya destruksi tulang
dan kartilago hidung.
3. TerapiPengobatan rhinitis lepra adalah dengan pemberian dapson, rifampisin, dan
clofazimin selama beberapa tahun atau dapat pula seumur hidup.
f. Rhinitis Jamur51. Etiologi
Penyebab rhinitis jamur diantaranya adalah Aspergillus yang menyebabkan
aspergilosis, Rhizopus oryzaeyang menyebabkan mukormikosis, dan Candida yang
menyebabkan kandidiasis.
2. Manifestasi KlinisPada aspergilosis yang khas adalah sekret mukopurulen yang berwarna hijau
kecoklatan. Pada mukomikosis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri kepala,
demam, oftalmoplegia interna dan eksterna, sinusitis paranasalis, dan sekret hidung
yang pekat, gelap, dan berdarah.
3. TerapiUntuk terapinya diberikan obat anti jamur, yaitu amfoterisin B dan obat cuci hidung.
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
5/21
2.3.4. Rhinitis Alergi
a. Definisi6,7Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi pada mukosa hidung yang disebabkan
oleh reaksi yang dimediasi IgE terhadap paparan alergen.
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 rinitis
alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung yang terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
b. Epidemiologi6,7Rhinitis alergi merupakan bentuk yang paling sering dari semua penyakit atopi,
diperkirakan mencapai prevalensi 5-22%. Dimana dalam dekade terakhir ini peningkatan
prevalensi rhinitis alergi di seluruh dunia sekitar 6%-8%. Namun, prevalensi ini bisa menjadi
lebih tinggi, dikarenakan banyaknya pasien yang mengobati diri sendiri tanpa berkonsultasi
ke dokter, maupun penderita yang tidak terhitung pada survei resmi. Disebutkan bahwa di
Indonesia pravalensi rhinitis alergi pada anak berkisar antar 9%-27% dan dewasa 22%.
c. Etiologi6,7Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara
genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran
penting. Pada 20 30% semua populasi dan pada 10 15% anak semuanya atopi. Apabila
kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50%.
Beberapa penelitian menunjukan hubungan gambaran polimorfik pada kromosom 5q pada
penderita atopi. Peran lingkungan dalam dalam rhinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di
seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah
memiliki kecenderungan alergi.
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara
pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari,
dan lain-lain.
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:
1. Alergen inhalan, yang masuk bersama udara pernapasan, misalnya tungau debu rumah,kecoa, serpihan epitel kulit binatang (anjing dan kucing), rerumputan (bermuda grass),
serta jamur (Aspergillus, Alternaria).
2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, sapi,telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting, kacang-kacangan.
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
6/21
3. Alergen injektan, misalnya penisilin dan sengatan lebah.4. Alergen kontaktan, misalnya bahan perhiasan dan kosmetik.
Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran sehingga
memberi gejala campuran misalnya tungau debu rumah yang menimbulkan gejala asma
bronkial dan rhinitis alergi.
d. Klasifikasi6,7Rhinitis alergi menurut guideline ARIA (2001) rhinitis alergi menurut guideline
ARIA (2001). Berdasarkan lamanya terjadi gejala:
1. Intermiten. Seorang pasien dengan rhinitis alergi intermiten menunjukkan gejala kurangdari empat hari per minggu atau kurang dari empat minggu.
2. Persisten. Pasien dengan rhinitis alergi persisten menunjukkan gejala yang lebih dariempat hari per minggu atau selama lebih dari empat minggu.
Berdasarkan keparahan dan kualitas hidup:
1. Ringan. Seorang pasien dengan diagnosis gejala ringan yaitu jika gejala- gejalanya tidakmempengaruhi tidur, kegiatan sehari-hari, pekerjaan, sekolah, olahraga atau bersantai.
2. Sedang sampai berat. Seorang pasien dengan diagnosis gejala rhinitis alergi sedangsampai berat adalah jika penyakitnya berdampak terhadap gejala tidur, kegiatan sehari-
hari, kerja, sekolah, olahraga atau bersantai, serta jika ada gejala merepotkan. pasien
dengan rhinitis alergi yang berlangsung selama enam minggu dengan gejala mengganggu
aktivitas normal akan dapat didiagnosis dengan moderat sampai parah dan persisten.
e. Gejala Klinis6,7Produksi mukus berlebihan, kongesti, Rhinorrhea (hidung meler), hidung tersumbat,
mata berair, gatal serta bersin, bersifat reversibel secara spontan atau sebagai akibat
pengobatan. Rhinitis mempunyai jenis yang bervariasi, hampir semua jenis rhinitis yang non
infeksi disebut alergi.
f. Patofisiologi6,7Secara klasik, rhinitis alergi dianggap sebagai inflamasi nasal yang terjadi dengan
perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi, ditemukan infiltrat inflamasi yang terdiri dari
berbagai macam sel. Pada rhinitis alergi selain granulosit, perubahan kualitatif monosit
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
7/21
merupakan hal penting dan ternyata IgE rupanya tidak saja diproduksi lokal pada mukosa
hidung. Tetapi terjadi respons selular yang meliputi: kemotaksis, pergerakan selektif, dan
migrasi sel-sel transendotel. Pelepasan sitokin dan kemokin antara lain IL-8, IL-13 dan
eotaxin berpengaruh pada penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menyebabkan inflamasi
alergi.
Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam tipe sel termasuk: eosinofil, sel T CD4+,
sel mast, dan sel epitel. Alergen menginduksi Sel Th-2, selanjutnya terjadi peningkatan
ekspresi sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10 yang merangsang
IgE, dan sel mast. Selanjutnya sel mast menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, dan tryptase pada
epitel. Mediator dan sitokin akan mengadakan upregulasi ICAM-1. Khemoattractant IL-5
menyebabkan infiltrasi eosinofil, basofil, sel Th-2, dan sel mast. Perpanjangan masa hidup sel
terutama dipengaruhi oleh IL-5.
Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya histamin dan cystenil-
leukotrien yang merupakan mediator utama dalam rhinitis alergi menyebabkan gejala rinorea
dan gatal. Penyusupan eosinofil menyebabkan kerusakan mukosa sehingga memungkinkan
terjadinya iritasi langsung polutan dan alergen pada syaraf parasimpatik, bersama mediator
Eosinophil Derivative Neurotoxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala bersin.
Terdapat hubungan antara sistem imun dan sumsum tulang. Fakta ini membuktikan
bahwa epitel mukosa hidung memproduksi Stem Cell Factor (SCF) dan berperan dalam
atraksi, proliferasi, dan aktivasi sel mast dalam inflamasi alergi pada mukosa hidung.
Hipereaktivitas nasal merupakan akibat dari respons imun di atas adalah tanda penting
rhinitis alergi.
Pada sensitisasi awal, alergen spesifik IgE terikat pada reseptor sel mast dan basofil
diikuti oleh respon inflamasi dan alergi pada alergen yang terpapar. Pada mukosa nasal
proses ini menyebabkan cross-linking pada IgE di permukaan mukosa sel, sel mast, dan
basofil, diikuti dengan granulasi dari sel-sel inflamasi menyebabkan lepasnya mediator
inflamasi seperti histamin lima menit, setelah terpapar alergen (respon fase awal). Respon
yang berikutnya biasanya 15 menit. Sintetis dari mediator (misal leukotrin, prostaglandin,
aktivasi faktor platelet), dan beberapa sitokin) menyebabkan vasodilatasi, peningkatan sekresi
glandula, dan stimulasi nervus sensoris menyebabkan symptom immediate berupa bersin,
rhinorrhea, gatal, dan kongesti nasal. Respons fase lambat terjadi setelah 4 sampai 24 jam
setelah terpapar alergen dicirikan recruitment sel inflamasi dari darah misal basofil, monosit,
limfosit, dan monosit, melepaskan mediator inflamasi tambahan dan kerusakan jaringan.
Mengakibatkan peningkatan simptom berupa nasal kongesti.
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
8/21
g. Diagnosis6,7Diagnosis rhinitis alergi didasarkan pada anamnesa (riwayat individu dan riwayat
keluarga yang didapatkan secara terperinci, riwayat klinis dari gejala tipikal), pemeriksaan
fisik (nasal examination/anterior rhinoscopy), dan pemeriksaan penunjang (skin prick test
atau pengukuran antibody spesifik alergen IgE, fibreoptic rhinoscopy, cytology of nasal
secretions, nasal challenge with allergen andrhinomanometry, conventional radiography
(RX); andCT scan).
1. AnamnesisDimulai dengan menanyakan riwayat penyakit alergi dalam keluarga. Perlu ditanya
gejala spesifik; pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya,
identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan
pekerjaan.
Gejala rhinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang.
Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat
kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses
membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya
lebih dari lima kali setiap serangan, terutama merupakan gejala pada RAFC (Reaksi Alergi
Fase Cepat) dan kadang-kadang pada RAFL (Reaksi Alergi Fase Lambat) sebagai akibat
dilepaskannya histamin. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak,
hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air
mata keluar (lakrimasi). Rhinitis alergi sering disertai oleh gejala konjungtivitis alergi. Sering
kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung
tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.
2. Pemeriksaan FisikPada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat disertai adanya
sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi.
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik lain pada
anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis
vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner. Selain dari itu
sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan punggung tangan.
Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok ini lama kelamaan akan
mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
9/21
disebut sebagai allergic crease. Mulut sering terbuka, sehingga akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan
edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti
gambaran peta (geographic tongue).
3. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan Sitologi Hidung
Apabila pada pemeriksaan sitologi sekret hidung didapatkan lebih dari 10% eosinofil
maka dapat diindikasikan rhinitis alergi. Namun kadangkala adanya eosinofil dalam sekret
hidung dapat dijumpai pada non-rhinitis alergi. Eosinofil tidak dapat ditemukan pada
penderita yang mengalami perbaikan, infeksi, dan mendapat terapi kortikosteroid fokal atau
sistemik.
b. IgE TotalIgE total dianggap meningkat bila lebih dari 100-159 kU/I, ini dapat terjadi pada
penderita alergi atau pada penderita dengan infestasi parasit dan 50% penderita rhinitis alergi
musiman (RAS) kadar IgEnya normal, jadi pemeriksaan igE total terbatas manfaatnya.
c. Tes KulitTes kulit terhadap suatu alergen diindikasikan untuk memberikan bukti adanya dasar
alergi pada gejala penderita, untuk mengkonfirmasi penyebab keluhan yang dicurigai atau
untuk melihat derajat sensitifitas untuk alergi terrtentu. Tes kulit ini lebih disukai karena
sederhana, cepat, mudah, relatif murah, dan sensitifitas tinggi. Pada saat pemeriksaan kulit,
harus dikerjakan dengan teknik yang benar untuk mendapatkan hasil yang akurat. Intepretasihasil tes kulit yang tepat perlu pengetahuan, aeroallergen apa yang penting secara lokal dan
klinis penting memungkinkan adanya reaksi silang.
Tes kulit melibatkan perkenalan yang dikendalikan alergen dan zat kontrol ke dalam
kulit. Test Percutaneous adalah jenis yang paling umum yang di uji pada kulit dan lebih
disukai dalam primer carekarena nyaman, aman, dan luas, dapat diterima. Kadang-kadang
test intradermal digunakan (kebanyakan oleh peneliti dan subspesialis alergi), adalah lebih
sensitif tetapi kurang spesifik daripada tes percutaneous. Tidak jelas metode mana lebih
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
10/21
unggul, namun terdapat peningkatan kekhawatiran keamanan menggunakan tes kulit
intradermal.
Rhinitis alergi memiliki respon immediate atau respon delayed. Tes kulit (Skin test)
dapat ditimbulkan dari kedua respon tersebut. Namun tujuan utama skin test adalah untuk
mendeteksi langsung respon alergi yang ditimbulkan oleh pelepasan sel mast atau basofil
mediator spesifik Ig E. yang mana menyebabkan reaksi setelah 15 menit. Pada
respon delayed terjadi empat sampai delapan jam setelah terpapar alergen tersensitiasasi dan
kurang berguna dalam diagnos klinis.
Tes kulit (skin-test) alergi dilakukan dengan uji tusukan yaitu dengan menempatkan
setetes larutan uji pada kulit dan menusuk melalui drop dengan alat yang tajam, atau melalui
uji intracutaneous (intradermal) dimana sejumlah kecil larutan uji disuntikkan ke dalam kulit.
Menurut literature uji tusukan lebih disukai untuk pengujian awal, karena lebih murah, lebih
cepat, kurang nyaman, dan kepekaan klinisnya lebih baik daripada uji intrakutaneus.
d. Tes ProvokasiTes provokasi hidung dengan alergen sangat bermanfaat pada penelitian, namun
potensi terjadinya serangan alergi, sehingga tidak dilakukan untuk pemeriksaan rutin. Dalam
tes provokasi hidung mukosa hidung dipaparkan dengan alergen atau bahan iritan dan
kemudian reaksi dipantau. Provokasi adalah alat yang berguna dalam pekerjaan penelitian
dan dalam kasus untuk verifikasi diagnosis alergi dibutuhkan. Dalam pekerjaan klinis,
mayoritas pengujian provokasi dilakukan dengan alergen. Selain itu digunakan untuk menilai
reaktivitas non-spesifik pada hidung dan reaksi yang telah diinduksi dengan beberapa zat
kimia dan juga dengan rangsangan fisik.
Ada beberapa teknik provokasi hidung yaitu dengan agen larut yang ditetes kedalam
hidung, dengan disemprot atau dinebul ke dalam hidung (diuapkan) atau rongga hidung
dicuci dengan larutan uji untuk aplikasi topikal dapat dilakukan dengan kertas disk.
Hasil dari provokasi dapat dinilai dengan pengamatan berupa bersin, discharge
hidung dan pembengkakkan mukosa dengan rhinoscopy. Sensasi sekresi hidung subjek,
gatal-gatal dan kongesti pada semiquantitative skor atau skala analog visual. Menghitung
bersin merupakan cara yang sederhana untuk menilai respon iritasi.
Metode lain yang sederhana adalah dengan mengukur volume sekresi yang timbul,
dikumpulkan dengan membiarkan menetes ke dalam saluran dengan mengisap.
Ditimbang disaputangan, sekresi ke disk kertaspreweighed dan reweighed.Perbedaan bobot
mencerminkan jumlah sekresi dikumpulkan dalam jangka waktu yang tetap. Rinomanometri
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
11/21
diterima secara luas sebagai metode objektif yang akurat sebagai respon dalam mengukur
perubahan dalam saluran napas hidung resistensi (NAR).
e. ImmunoassayPemeriksaan rasioallergo test(RAST) dan enzyme link immune sorbent test (ELISA),
untuk memeriksa pelepasan mediator selama reaksi alergi dengan mengukur mediator/enzim
yang dilepaskan dalam darah.
Test alergen antibody spesifik IgE radioallergosorbent testing (RAST]) adalah
bermanfaat pada primary care, jika tes perkutaneus tidak praktis misalnya, masalah dengan
penyimpanan reagen, keahlian, frekuensi penggunaan, staf pelatihan) atau jika pasien
menjalani pengobatan yang terganggu dengan adanya test pada kulit (skin test) misalnya,
antidepresan trisiklik, antihistamin. RAST sangat spesifik namun umumnya tidak sensitif
seperti skin test.
RAST berguna untuk mengidentifikasi alergen umum (misalnya, bulu hewan
peliharaan, tungau debu, serbuk sari), tetapi kurang berguna dalam mengidentifikasi
makanan, racun, atau alergi obat. Tes alergi pada anak-anak memiliki tantangan tersendiri.
Banyak literatur memberikan rekomendasi berdasarkan bukti untuk test alergi pada anak
dengan berbagai penyakit alergi (misalnya, rhinitis, asma, alergi makanan). Tes
perkutaneus sesuai untuk anak-anak tiga tahun dan lebih tua dan RAST biasanya tepat pada
usia berapa pun. Beberapa literatur merekomendasikan bahwa dasar keputusan melakukan
test oleh sang dokter adalah berdasarkan riwayat klinis, rekomendasi usia dewasa; melakukan
tes hanya bila diperlukan untuk mengubah terapi atau untuk memperjelas diagnosis.
h. Diagnosa banding6,71. Rhinitis non-alergi
Infeksi dan rhinitis diinduksi obat
Rhinitis hormonal Rhinitis dari penyebab lainnya Gastro-oesophageal reflux Rinitis vasomotor dan idiopatik
2. Polyposis3. Ciliary defects4.
Cerebrospinal rhinorrhea
5. Tumor benigna/maligna
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
12/21
6. Deviasi septum7. Foreign bodies8. Blocked nostril(choanal atresia)9. Penyakit granulomatous
i. Penatalaksanaan6,71. Non Farmakoterapi
Menghindari faktor alergen merupakan terapi yang pertama kali perlu dilakukan.
Menghindari alergen kausal merupakan dasar pendekatan untuk mencegah munculnya gejala
alergi.
2. FarmakoterapiSaat memilih terapi yang cocok bagi rhinitis alergi, beberapa hal yang menjadi
pertimbangan adalah keadaan penyakit penderita saat itu, gejala yang paling dominan, umur,
gejala saluran pernafasan lain yang ada di penderita serta riwayat, riwayat pengobatan yang
sebelumnya.
a. AntihistaminAntihistamin banyak dipilih sebagai terapi lini pertama dan banyak dari tipe
antihistamin bisa dibeli tanpa resep dokter. Obat ini memblokir reseptor H1 menghalangi
terjadinya reaksi histamin seperti mencegah peningkatan permeabilitas vaskuler,
mencegah kontraksi otot polos, meningkatkan produksi mukus dan mencegah pruritus.Oleh karena obat ini menghilangkan gejala reaksi histamin di kulit, penderita tidak
dianjurkan untuk mengkonsumsinya beberapa hari sebelum dilakukan tes cukit kulit
karena hasilnya dapat menjadi negatif. Pada tes in vitro, mengkonsumsi antihistamin
tidak akan berpengaruh pada hasil tes. Antihistamin sangat efektif pada reaksi alergi fase
cepat (RAFC) sehingga dapat mencegah gejala bersin, rinore, dan pruritus namun kurang
berpengaruh pada reaksi alergi fase lambat (RAFL) contohnya sumbatan hidung (nasal
congestion/blockers). Antihistamin generasi pertama yang banyak bisa dibeli tanpa resep
mempunyai efek sedasi sehingga berpengaruh terhadap penurunan prestasi dan tumpuan
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
13/21
penderita Efek samping yang lain adalah efek antikolinergik yang dapat mengakibatkan
mulut kering contohnnya difenhidramin, hidroksizin, klorfeniramin dan bromfeniramin.
Generasi kedua sangat kecil sekali kemungkinan mengikat reseptor H1 sentral,
sehingga mengurangi efek sedasi serta tidak berefek antikolinergik. Golongan ini
diabsorpsi secara baik, kerja cepat dan menghilangkan gejala dalam waktu sejam.
Pemakaiannya cukup sekali sehari dan tidak menimbulkan efek penggunaan jangka
panjang contohnya loratadin dan levosetirisin.
b. Kortikosteroid intranasalKortikosteroid intranasal mungkin adalah terapi yang paling efektif bagi tiap tingkat
gejala rhinitis alergi. Keberhasilan maksimal timbul pada minggu pertama sampai kedua dari
hari pertama penggunaan. Efektifitasnya tergantung pemakaian yang sering dan keadaan
hidung yang adekuat untuk inhalasi obat. Obat ini turut bekerja pada RAFL sehingga
mencegah terjadinya peningkatan sel inflamasi yang mendadak. Formulasi mutakhir seperti
triamsinolon, budesonid dan flutikason mempunyai ciri absorpsi sistemik yang minimal
dengan hampir tiada efek samping sistemik sehingga aman pada tiap golongan umur
termasuk anak-anak. Efek samping lokal seperti hidung kering dan epistaksis dapat diregulasi
dengan instruksi pemakaian yang benar.
c. Kortikosteroid sistemikPreparat ini sesuai bagi gejala sangat berat yang menetap. Pemberiannya adalah
melalui intramuskular atau per oral. Jika lewat oral, penurunan dosis secara tapering off
diberikan dalam tiga sampai tujuh hari. Obat ini bertindak terhadap inflamasi justru
menurunkan gejala rhinitis alergi secara signifikan. Namun pada penggunaan jangka panjang
dapat timbul efek samping yang serius seperti penekaan aksis HPA dan efek samping
kortikosteroid sistemik lain yang lazim ditemukan.
d. DekongestanDekongestan bekerja pada reseptor -adrenergik di hidung, menimbulkan efek
vasokonstriksi sehingga kongesti nasal dikurangi. Kongesti rongga hidung berkurang namun
obat ini tidak mengatasi gejala lainnya seperti rinore, bersin, dan pruritus. Obat ini banyak
ditemukan dalam preparat flu yang bisa dibeli tanpa resep namun pemakaian pada penderita
dengan kelainan jantung dan hipertensi harus dengan berhati-hati. Dekongestan intranasal
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
14/21
seperti oksimetazolin dapat menimbulkan kekambuhan kongesti nasal serta menimbulkan
ketergantungan pada pemakaian lebih dari tiga hari (rhinitis medikamentosa).
e. Antikolinergik intranasalObat ini berpengaruh dalam mengurangi gejala rinore namun tidak gejala lainnya.
Contohnya adalah ipatrium bromida dan obat ini dapat digunakan dengan obat alergi lainnya
terutama bagi penderita dengan rhinitis alergi tipe sepanjang tahun (perennial).
f. Kromolin intranasalPreparat ini harus digunakan sebelum munculnya gejala untuk menjadi efektif.
Penggunaannya harus sepanjang paparan terhadap alergen dengan dosis sehingga empat kali
sehari dan cukup aman bagi penderita.
g. Inhibitor leukotrienObat ini mengatasi kelebihan plasebo dalam menangani rhinitis alergi namun masih
jauh ketinggalan efeknya berbanding antihistamin dan kortikosteroid intranasal.
3. ImunoterapiTujuan terapi ini adalah untuk meningkatkan ambang batas (threshold) sebelum
munculnya gejala pada penderita yang terpapar pada alergen. Mekanisme kerja terapi imun
ini masih belum jelas dimengerti. Indikasi imunoterapi adalah penggunaan farmakoterapi
jangka panjang, terapi farmakologi yang tidak adekuat dan tidak dapat ditoleransi oleh
penderita serta sensitifitas signifikan terhadap alergen. Sebelum memulai imunoterapi, harus
ditentukan alergen yang tepat pada penderita. Di Amerika Serikat yang biasa dilakukan
adalah penyuntikan alergen secara subkutan yang gradual sehingga timbul reaksi sistemikyang ringan atau reaksi lokal yang berat. Teknik lain adalah pemberian secara sublingual
yang terutama dianuti di Eropa. Teknik ini lebih aman dan mudah dilakukan sendiri oleh
penderita di rumah.
4 . Operatif
Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25%
atau triklor asetat.
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
15/21
j. Komplikasi6,7Komplikasi rhinitis alergi yang sering ialah:
1. Polip hidungBeberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor
penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.3. Sinusitis paranasal.Kedua komplikasi yang terakhir bukanlah sebagai akibat langsung dari rhinitis alergi, tetapi
karena adanya sumbatan hidung, sehingga menghambat drainase.
k. PrognosisSebagian besar pasien dapat hidup normal. Hanya pasien yang mendapat imunoterapi
untuk alergen spesifik yang dapat sembuh dari penyakitnya dan banyak juga pasien yang
melakukan pengobatan simtomatik saja secara intermiten dengan baik. Rhinitis alergi
mungkin dapat timbul kembali dalam 2-3 tahun setelah pemberhentian imunoterapi. Gejala
rhinitis alergi akan menurun pada pasien bila mencapai umur 4 dekade.
2.3.5. Rhinitis Vasomotor
a. Definisi8,9Rhinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya
infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat(kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung
dekongestan).
b. Etiologi8,9Penyebab pasti rhinitis vasomotor ini belum diketahui secara pasti, diduga akibat
gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal,
antara lain:
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
16/21
1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, misal ergotamin,clorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokonstriktor lokal.
2. Faktor fisik, seperti asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan bauyang merangsang.
3. Faktor endokrine, seperti kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme.4. Faktor psikis seperti cemas, tegang.
c. Manifestasi Klinis8,9Gejala penderita rhinitis alergi atau rhinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan
karena gejala-gejalanya mirip, yaitu obstruksi hidung, rinorea dan bersin. Biasanya penderita
rhinitis alergik lebih merasakan gatal dan bersin berulang seperti staccato. Biasanya ia
tidak ditemukan atau tidak jelas pada rinitis vasomotor. Reaksi bisa disebabkan oleh
disfungsi sistem saraf autonom, tetapi disamping itu, obstruksi hidung, rinorea dan bersin
dapat disebabkan oleh faktor iritasi, fisik, endokrin dan faktor lain. Hidung mungkin sensitif
terhadap pengaruh hormon, oleh karena itu reaksi rhinitis vasomotor mungkin berhubungan
dengan kehamilan atau kontrasepsi per oral, tetapi rhinitis vasomotor pada kehamilan segera
menyembuh setelah melahirkan dan mungkin berhubungan dengan keseimbangan hormon.
Biasanya penderita rhinitis vasomotor tidak mempunyai riwayat alergi pada
keluarganya. Mereka menjelaskan fenomena iritatifnya dimulai di usia dewasa. Jarang terjadi
bersin dan rasa gatal.
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Terdapat
rinorea yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin dan tidak disertai
gatal di mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu
yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
d. Patogenesis8,9Ada beberapa mekanisme yang berinteraksi dengan hidung yang menyebabkan
terjadinya rhinitis vasomotor pada berbagai kondisi lingkungan. Sistem saraf otonom
mengontrol suplai darah ke dalam mukosa nasal dan sekresi mukus. Diameter dari arteri
hidung diatur oleh saraf simpatis sedangkan saraf parasimpatis mengontrol sekresi glandula
dan mengurangi tingkat kekentalannya, serta menekan efek dari pembuluh darah (kapiler).
Efek dari hipoaktivitas saraf simpatis atau hiperaktivitas saraf parasimpatis bisa berpengaruh
pada pembuluh darah tersebut yaitu menyebabkan terjadinya peningkatan edema interstisial
dan akhirnya terjadi kongesti yang bermanifestasi klinis sebagai hidung tersumbat. Aktivasi
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
17/21
dari saraf parasimpatis juga meningkatkan sekresi mukus yang menyebabkan terjadinya
rinorea yang eksesif.
Teori lain menyebutkan adanya peningkatan peptida vasoaktif yang dikeluarkan sel-
sel seperti sel mast. Peptida ini termasuk histamin, leukotrien, prostaglandin, dan kinin.
Peningkatan peptida vasoaktif ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang
menyebabkan kongesti, hidung tersumbat, juga meningkatkan efek dari asetilkolin pada
sistem saraf parasimpatis pada sekresi nasal, yang meningkatkan terjadinya rinorea.
Pelepasan dari peptida ini bukan diperantarai oleh IgE seperti pada rhinitis alergik. Pada
beberapa kasus rhinitis vasomotor, eosinofil atau sel mast kemungkinan didapati meningkat
pada mukosa hidung. Terlalu hiperaktifnya reseptor iritans yang berperan pada terjadinya
rhinitis vasomotor. Banyak kasus rhinitis vasomotor berkaitan dengan agen spesifik atau
kondisi tertentu. Contoh beberapa agen atau kondisi yag mempengaruhi kondisi tersebut
adalah perubahan temperatur, kelembaban udara, parfum, aroma masakan yang terlalu kuat,
asap rokok, debu, polusi udara, dan stres (fisik dan psikis).
Mekanisme terjadinya rhinitis vasomotor oleh karena aroma dan emosi secara
langsung melibatkan kerja dari hipotalamus. Aroma yang kuat akan merangsang sel-sel
olfaktorius terdapat pada mukosa olfaktori. Kemudian berjalan melalui traktus olfaktorius
dan berakhir secara primer maupun sesudah merelay neuron pada dua daerah utama otak,
yaitu daerah olfaktoris medial dan olfaktoris lateral. Daerah olfaktoris medial terletak pada
bagian anterior hipotalamus. Jika bagian anterior hipotalamus teraktivasi misalnya oleh
aroma yang kuat serta emosi, maka akan menimbulkan reaksi parasimpatetik di perifer
sehingga terjadi dominasi fungsi syaraf parasimpatis di perifer, termasuk di hidung yang
dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa rhinitis vasomotor.
Dari penelitian telah diketahui bahwa vaskularisasi hidung dipersarafi sistem
adrenergik maupun oleh kolinergik. Sistem saraf otonom ini yang mengontrol vaskularisasi
pada umumnya dan sinusoid vena pada khususnya, memungkinan kita memahami
mekanisme bendungan koana. Stimulasi kolinergik menimbulkan vasodilatasi sehingga
koana membengkak atau terbendung, hasilnya terjadi obstruksi saluran hidung. Stimulasi
simpatis servikalis menimbulkan vasokonstriksi hidung.
Dianggap bahwa sistem saraf otonom, karena pengaruh dan kontrolnya atas
mekanisme hidung, dapat menimbulkan gejala yang mirip rhinitis alergika. Rinopati
vasomotor disebabkan oleh gangguan sistem saraf autonom dan dikenal sebagai disfungsi
vasomotor. Reaksi vasomotor ini terutama akibat stimulasi parasimpatis (atau inhibisi
simpatis) yang menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular disertai edema
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
18/21
dan peningkatan sekresi kelenjar. Bila dibandingkan mekanisme kerja pada rhinitis alergik
dengan rhinitis vasomotor, maka reaksi alergi merupakan akibat interaksi antigen antibodi
dengan pelepasan mediator yang menyebabkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai
peningkatan permeabilitas yang menimbulkan gejala obstruksi saluran pernafasan hidung
serta gejala bersin dan rasa gatal. Pelepasan mediator juga meningkatan aktivitas kelenjar dan
meningkatkan sekresi, sehingga mengakibatkan gejala rinorea. Pada reaksi vasomotor yang
khas, terdapat disfungsi sistem saraf autonom yang menimbulkan peningkatan kerja
parasimpatis (penurunan kerja simpatis) yang akhirnya menimbulkan peningkatan dilatasi
arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas yang menyebabkan transudasi cairan
dan edema. Hal ini menimbulkan gejala obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala
bersin dan gatal. Peningkatan aktivitas parasimpatis meningkatkan aktivitas kelenjar dan
menimbulkan peningkatan sekresi hidung yang menyebabkan gejala rinorea. Pada reaksi
alergi dan disfungsi vasomotor menghasilkan gejala yang sama melalui mekanisme yang
berbeda. Pada reaksi alergi, ia disebabkan interaksi antigen-antibodi, sedangkan pada reaksi
vasomotor ia disebabkan oleh disfungsi sistem saraf autonom.
e. Diagnosis8,9Diagnosis umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya
rhinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesa dicari faktor yang
mempengaruhi timbunya gejala. Rhinitis vasomotor dibuat dengan menyingkirkan
kemungkinan lainnya dengan anamnesa, pemeriksaan fisik pada hidung dengan rinoskopi
anterior didapatkan konka nasalis berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula
pucat, edema mukosa hidung dan permukaan konka dapat licin atau berbenjol-benjol
(hipertrofi). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada
golongan rinore sekret yang ditemukan serosa yang banyak jumlahnya. Pada pemeriksaanlaboratorium dilakukan untuk menyingkirkan rhinitis alergik karena dapat ditemukan
eosinofil di dalam sekresi hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit. Tes cukit kulit biasanya
negative, kadar IgE spesifik tidak meningkat. Perubahan foto rontgen, penebalan membrana
mukosa sinus tidaklah spesifik dan tidak bernilai untuk diagnosis. Rhinitis vasomotor bisa
terjadi bersama-sama dengan rhinitis alergik.
f. Penatalaksanaan8,9
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
19/21
Penatalaksanaan yang digunakan pada rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada
faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar penatalaksanaan dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
1. Non FarmakologikMenghindari penyebab. Jika agen iritan diketahui, terapi terbaik adalah dengan
pencegahan dan menghindari. Jika tidak diketahui, pembersihan mukosa nasal secara
periodik mungkin bisa membantu. Bisa dilakukan dengan menggunakan semprotan larutan
saline atau alat irigator seperti Grossan irigator.
2. FarmakologikAntihistamin mempunyai respon yang beragam. Membantu pada pasien dengan gejala
utama rinorea. Selain antihistamin, pemakaian antikolinergik juga efektif pada pasien
dengan gejala utama rinorea. Obat ini adalah antagonis muskarinik. Obat yang disarankan
seperti Ipratropium bromida, juga terdapat formula topikal dan atrovent, yang mempunyai
efek sistemik lebih sedikit. Penggunaan obat ini harus dihindari pada pasien dengan
takikardi dan glaukom sudut sempit.
Steroid topikal membantu pada pasien dengan gejala utama kongesti, rinorea dan
bersin. Obat ini menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh vasoaktif mediator
yang dapat menghambat Phospolipase A2, mengurangi aktivitas reseptor asetilkolin,
menurunkan basofil, sel mast dan eosinofil. Efek dari kortikostreroid tidak bisa segera,
tapi dengan penggunaan jangka panjang, minimal sampai 2 gr sebelum hasil yang
diinginkan tercapai. Steroid topikal yang dianjurkan seperti Beclomethason, Flunisolide
dan Fluticasone. Efek samping dengan steroid yaitu edem mukosa dan eritema ringan.
Dekongestan atau simpatomimetik agen digunakan pada gejala utama hidung
tersumbat. Untuk gejala yang multipel, penggunan dekongestan yang diformulasikan
dengan antihistamin dapat digunakan. Obat yang disarankan seperti Pseudoefedrin,
Phenilprophanolamin dan Phenilephrin serta Oxymetazoline (semprot hidung). Obat ini
merupakan agonis reseptor dan baik untuk meringankan serangan akut. Pada
penggunaan topikal yang terlalu lama (> 5 hari) dapat terjadi rhinitis medikamentosa
yaitu rebound kongesti yang terjadi setelah penggunaan obat topikal > 5 hari.
Kontraindikasi pemakaian dekongestan adalah penderita dengan hipertensi yang berat
serta tekanan darah yang labil.
Pemberian preparat Kalsium seperti Dumocalsin atau preparat Kalk dapat juga
digunakan. Pada rhinitis vasomotor terjadi peningkatan acetilkholin sebagai akibat dari
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
20/21
dominasi parasimpatis untuk menurunkan kadar asetil cholin maka diperlukan adanya
enzyme asetilcholin esterase. Dengan pemberian prerat Kalk dapat meningkatkan kerja
enzyme asetil cholin esterase sehingga dapat memecah asetilkolin yang menumpuk
tersebut.
3. BedahJika rhinitis vasomotor tidak berkurang dengan terapi diatas, prosedur pembedahan dapat
dilakukan antara lain dengan Cryosurgery / Bedah Cryo yang berpengaruh pada mukosa
dan submukosa. Operasi ini merupakan tindakan yang cukup sukses untuk mengatasi
kongesti, tetapi ada kemungkinan untuk terjadinya hidung tersumbat post operasi yang
berlangsung lama dan kerusakan dari septum nasi. Neurectomi n.vidianus merusak baik
hantaran simpatis and parasimpatis ke mukosa sehingga dapat menghilangkan gejala
rinorea. Kauterisasi dengan AgNO3atau elektrik cauter dapat dilakukan tetapi hanya pada
lapisan mukosa. Cryosurgery lebih dipertimbangkan daripada kauterisasi karena dapat
mencapai lapisan submukosa. Reseksi total atau parsial pada konka inferior berhasil baik.
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan olahraga dapat
meningkatkan daya tahan dan kondisi penderita rhinitis vasomotor. Peningkatan aktivitas
fisik berpengaruh pada pengurangan produksi dari protein yang memacu timbulnya mukus.
Penjelasan lain menyebutkan dengan olahraga dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
membran, karena dengan olahraga dapat meningkatkan kadar adrenalin sehinggga dapat
mengurangi sekresi mukus. Juga dengan olahraga akan membentuk reflek nasopulmonal
yaitu dengan meningkatkan Volume Tidal (VT) paru dan diharapkan bila paru terbuka
maksimal maka hidung juga akan lebih terbuka, sehingga dapat mengurangi sumbatan
hidung. Ini bukanlah suatu solusi permanen dalam menangani rhinitis vasomotor, tetapi dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu bentuk pencegahan terjadinya eksaserbasi gejala.
g. Komplikasi8,9Biasanya komplikasi yang sering terjadi dari rinitis vasomotor ini adalah polip hidung
dan terjadinya sinusitis.
2.3.6. Rhinitis Medikamentosa
8/13/2019 Rhinitis Adalah Suatu Inflamasi
21/21
a. Etiologi10,11Rhinitis medikamentosa adalah kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokontriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan
sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.
Obat vasokonstriktor topikal dari golongan simpatomimetik akan menyebabkan siklus
nasal terganggu dan dakan berfungsi kembali bila pemakaian dihentikan. Pemakaian
vasokontriktor topikal yang berulang dan waktu lama akan menyebabkan terjadinya fase
dilatasi ulang (rebound dilatation) setelah vasokontriksi, sehingga timbul obstruksi. Bila
pemakaian obat diteruskan maka akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan, perttambahan
mukosa jaringan dan rangsangan sel-sel mukoid sehingga sumbatan akan menetap dan
produksi sekret berlebihan.
Selain vasokontriktor topikal, obat-obatan yang dapat menyebabkan edema mukosa
diantaranya adalah asam salisilat, kontrasepsi oral, hydantoin, estrogen, fenotiazin, dan
guanetidin. Sedangkan obat-obatan yang menyebabkan kekeringan pada mukosa hidung
adalah atropin, beladona, kortikosteroid dan derivat katekolamin.
b. Gambaran Klinis10,11Pada rhinitis medikamentosa terdapat gejala hidung tersumbat terus menerus, berair.
Pada pemeriksaan edema/hipertrofi konka dengan secret hidung berlebihan. Apabila diberi
tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang.
c. Terapi10,11Pengobatan rhinitis medikamentosa adalah dengan menghentikan obat tetes/semprot
hidung, kortikosteroid secara penurunan bertahap untuk mengatasi sumbatan berulang,
dekongestan oral.