Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENDAHULUAN
Krisis kepemimpinan nasional merupakan satu masalah utama yang
sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia sekarang. Tokoh-tokoh yang merupakan
panutan dari masyarakat yang diharapkan dapat maksimal dalam pengelolaan
negara kenyataannya malah menunjukan sikap yang tidak pantas. Tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh beberapa oknum pejabat negara adalah merupakan
satu dari beberapa indikator bahwa memang krisis kepemimpinan sedang terjadi
di negara kita saat ini. Indikator lain yang memperkuat opini bahwa sedang terjadi
krisis kepemimpinan adalah tawuran yang dilakukan oleh kaum intelektual seperti
mahasiswa yang notabene sebagai kaum terpelajar. Muncul pertanyaan dari
penjelasan diatas, apakah ada yang salah dengan pengembangan kepemimpinan
yang dilakukan perguruan tinggi.
Sebuah komponen penting dari pengembangan kepemimpinan harus
terjadi dengan pemuda kita melalui program pengembangan kepemimpinan yang
dipersiapkan untuk memenuhi tantangan di masa depan (Blackwell et al, 2007;
Engbers, T, 2006). Larson, Wilson, dan Mortimer (2002) menjelaskan bahwa
masa depan masyarakat sekarang tergantung atas keberhasilan mereka sendiri
dalam menyediakan jalur untuk generasi muda untuk berkembang menjadi satu
kontribusi dengan anggota masyarakat. Kepemimpinan melibatkan proses nyata
yang membutuhkan bekerja dengan orang lain untuk mencapai tujuan atau untuk
mempromosikan perubahan yang positif (Brungardt, 2006) Pendidikan
kepemimpinan berkonsentrasi pada soft skill. Soft skill yang diajarkan dan
dipelajari dalam lingkungan akademik telah menyebabkan perubahan program
pendidikan kepemimpinan yang bervariasi. Dalam hal ini khususnya perguruan
tinggi (Brungardt et al, 2006; Crawford et al, 2000; Daft, 2002; Funk, 2006).
Mengacu pada penelitian yang dilakukan Ricketts, et. al., (2008) pada
College of Agricultural Sciences at a land grant institution yang memaparkan
bahwa pemimpin generasi baru yang diperlukan tidak hanya untuk membangun
kemitraan lokal di komunitas sekarang ini, tetapi untuk menganggap semua posisi
kepemimpinan. Mahasiswa S1 dari ilmu pertanian di Universitas menggunakan
2
skala kepemimpinan sosial yang bertanggung jawab (SLRS) untuk menentukan
persepsi mereka kepemimpinan menurut delapan konstruk SLRS: kesadaran diri,
keserasian, komitmen, kolaborasi, tujuan umum, kontroversi dengan kesopanan,
kewarganegaraan dan keberanian melalui perubahan. Hasil menunjukkan
kesejajaran kuat dengan konstruksi seperti keserasian, kesadaran diri dan
komitmen, dengan sedikit kurang sepakat dalam konstruksi lainnya. Dua isu-isu
penting yang diilustrasikan. Pertama, sekarang ini sarjana tampak jauh lebih
nyaman dengan keragaman dan konflik daripada dengan sesuatu yang disebut
norma. Kedua, membangun kewarganegaraan menyebabkan kurangnya kesadaran
dan keinginan untuk berkontribusi terhadap tanggung jawab sipil. Implikasi
termasuk perubahan dalam kepemimpinan kurikulum dan pelaksanaan pelayanan
pengalaman belajar. Kuesioner yang didapat penulis merupakan replikasi dari
Adelman (2006) yang semula 168 pertanyaan menjadi 68 pertanyaan. Penulis
terdorong untuk melakukan penelitian serupa pada mahasiswa Universitas Kristen
Satya Wacana angkatan 2007 dan 2008 yang diasumsikan telah mendapatkan
cukup pelatihan kepemimpinan pada level universitas maupun fakultas.
Universitas sebagai tempat pembentukan para intelektual diharapkan dapat
menjadi tempat lahirnya pemimpin masa depan yang tidak hanya unggul dari sisi
kognitif tetapi juga mempunyai kematangan mental (Subair, 2008). Hal ini sangat
sesuai dengan empat tujuan yang menjadi idealisme pendidikan tinggi. Pertama,
tujuan menekankan kemampuan untuk memperebutkan kesempatan kerja.
Pendidikan akan difokuskan pada memperoleh keterampilan dan pengetahuan
khusus supaya unggul dalam bidangnya. Kedua, tujuan menekankan orientasi
humanistik. Pendidikan membantu mengembangkan kemampuan penalaran agar
bisa mempertanggungjawabkan pernyataan, keyakinan, dan tindakannya. Ketiga,
kebiasaan mempelajari secara sistematis apa yang dilakukan dan mulai
mengadakan studi terbatas sebagai pendasaran pembentukan pendapat sendiri.
Tujuan keempat, menjawab tantangan sosial, ekonomi dan keadilan (Haryatmoko,
2001).
3
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat persepsi mahasiswa
Universitas Kristen Satya Wacana tentang tingkat kepemimpinan sosial pada
dirinya sendiri. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai
acuan dan refrensi untuk melakukan pengembangan penelitian mengenai
kepemimpinan.
LANDASAN TEORI
Kerinduan publik terhadap sosok seorang pemimpin yang ideal muncul
akibat dari fenomena yang terjadi di negara kita. Lembaga pendidikan berperan
secara aktif melalui bermacam program pengembangan kepemimpinannya, yang
pada akhirnya diharapkan mampu menjawab kerinduan publik akan sosok seorang
pemimpin yang mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Tujuan dari
program pengembangan tersebut adalah untuk melahirkan sosok seorang
pemimpin yang ideal untuk Indonesia di masa yang akan datang.
Pemimpin
Menurut Modern Dictionary of Sociology, pemimpin adalah seorang yang
menempati peranan sentral atau posisi dominan dan pengaruh dalam kelompok (a
person who occupies a central role or position of dominance and influence in a
group). Menyerupai dengan definisi diatas, Kartini Kartono (1994) memperjelas
definisi diatas dengan menekankan pada penyebab dari peranan, posisi, dan
pengaruh dengan merumuskan pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan khususnya kelebihan dan kecakapan disatu bidang,
sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Kenry Pratt Fairchild dalam “Dictionary of Sociology and Related
Sciences”, pemimpin dapat dibedakan dalam 2 arti. Pertama adalah Pemimpin arti
luas, seorang yang memimpin dengan cara mengambil inisiatif tingkah laku
masyarakat secara mengarahkan, mengorganisir atau mengawasi usaha-usaha
4
orang lain baik atas dasar prestasi, kekuasaan atau kedudukan. Kedua adalah
Pemimpin arti sempit, seseorang yang memimpin dengan alat-alat yang
menyakinkan, sehingga para pengikut menerimanya secara suka rela.
Di dalam situasi seperti ini, tantangan dan tuntutan yang dihadapi
organisasi menjadi semakin berat dan kompleks. Peran dari pemimpin (leader)
serta faktor kepemimpinan (leadership) di dalam organisasi dirasakan semakin
penting. Leadership dan Leader kemudian memperoleh perhatian yang sangat
besar serta menjadi objek kajian yang terus menerus dikembangkan. Semua pihak
berlomba-lomba mencari untuk menemukan formula yang tepat dan cara terbaik
untuk menjadi leader yang baik dan leadership yang andal.
Kepemimpinan
Banyak hal yang dituntut dari seorang pemimpin dalam melaksanakan
tugasnya, namun pada hakekatnya perlu memperoleh gambaran yang jelas tentang
seorang pemimpin. Seringkali terjadi salah persepsi tentang istilah pemimpin
karena tidak semua orang dapat dikatakan sebagai pemimpin kelompok, karena
seorang pemimpin memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan yang bukan pemimpin.
Menurut kartini Kartono (1994:181) pemimpin adalah seorang yang memiliki
kelebihan sehingga dia memiliki kebebasan dan kewibawaan untuk menggerakan,
mengarahkan dan membimbing bawahan. Juga mendapatkan pengakuan serta
dukungan dari bawahannya, sehingga dapat menggerakan bawahan ke arah
pencapaian tujuan tertentu.
Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku
pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar
belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin,
sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi
kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27). Teori kepemimpinan pada umumnya
berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan
kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain: Latar belakang
5
sejarah pemimpin dan kepemimpinan-kepemimpinan muncul sejalan dengan
peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap
masa.
Pengembangan kepemimpinan di Indonesia, dilakukan melalui kurikulum
maupun ekstra kurikuler. Untuk kelompok ekstra kurikuler, ada banyak media
/organisasi yang dimunculkan oleh berbagai perguruan tinggi sebagai sarana
pengembangan kepemimpinan. Cara ini didasarkan pada pemikiran bahwa
keberadaan organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi pada dasarnya untuk
meningkatkan kemampuan kepemimpinan, penalaran, minat dan kegemaran, dan
kesejahteraan dalam kehidupan bermahasiswa. Melalui keterlibatan dalam
pengelolaan organisasi kemahasiswaan yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk
mahasiswa, potensi mahasiswa akan diasah karena mereka dihadapkan dengan
permasalahan yang harus dipecahkan serta kebutuhan mahasiswa. Melalui proses
ini skill mahasiswa seperti technical skill, humanistic skill, serta conceptual skill
diasah (Andadari, 2010).
Meskipun secara teoritis model yang dikembangkan diatas bagus, namun
kenyataan belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Memang model
diatas telah berhasil meningkatkan kompetensi teknis dari mahasiswa namun
miskin dalam pembentukan karakter. Mungkin sinyalemen Tabrina ( dalam
Mersiviano, 2009) benar karena sistem pendidikan di Indonesia terlalu
menekankan materi yang bersifat hafalan (tidak member ruang bagi pemikiran
alternative yang menguji kreativitas dan imajinasi) sehingga pengajaran ini tidak
berdampak pada kemampuan kepemimpinan.
Pemimpin generasi baru tidak hanya membutuhkan kemampuan untuk
membangun kemitraan lokal, tetapi juga harus dapat mendefinisikan semua posisi
dalam kepemimpinan. Dengan menggunakan Social Change Model (SCM),
diharapkan mahasiswa menjadi orang-orang yang membantu memberikan
perubahan positif dalam komunitas mereka. Model ini memandang pemimpin
sebagai agen perubahan yang terlibat dalam proyek komunitas.
6
Perubahan Sosial (Social Change)
Perubahan sosial merupakan suatu perwujudan dinamika kehidupan sosial.
Maka, tentunya untuk mencapai dinamika kehidupan sosial itu, masyarakat selalu
mengalami perubahan (http://www.gudangmateri.com/2011/02/pengertian-dan-
bentuk-perubahan-sosial.html). Perubahan dilakukan oleh manusia menuju ke
sebuah keadaan baru yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Perubahan
dimaksudkan untuk meningkatkan taraf dan derajat kehidupannya, baik secara
moral maupun materiil. Seperti yang diungkapkan oleh Ahli sosiologi Selo
Soemardjan (2011), perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosialnya.
Di tengah-tengah masyarakat, kelompok-kelompok sosial yang ada
bukanlah sesuatu yang statis atau tetap, melainkan selalu mengalami
perkembangan sesuai dengan perubahan yang diperlukan oleh kelompok tersebut.
Di antara pengaruh politik negara, pemerintah sekarang memainkan peran yang
sangat besar dalam sosial hidup dan perubahan dalam masyarakat. Pengaruh
budaya jelas memainkan peranan penting dalam perubahan sosial. Sebagai
contoh, fenomena yang terjadi belakangan ini politisi atau kader muda partai
politik saat ini menghadapi tantangan kultur parpol dan birokrasi yang “busuk”.
Generasi muda yang diharapkan menjadi pemimpin bangsa terkena virus
pembusukan moral dan intelektual (Kompas, 21 Mei 2012). Kasus korupsi yang
melibatkan sejumlah politisi muda telah mengganggu citra politisi secara luas. Ini
perlu ditegaskan agar tidak terjadi pembusukan generasi muda, dan sebaiknya
para politisi muda menjadikan ini sebagai cermin untuk evaluasi diri, kalau tidak
masyarakat tidak akan pernah percaya lagi pada politisi muda untuk
menggeneralisasi (Ahmad, Kompas 21 Mei 2012). Sedikit pemaparan diatas
menunjukan sedikit banyaknya kenapa perubahan sosial menjadi penting untuk
terjadi.
Social Change Model (SCM) didesain untuk meningkatkan perkembangan
kualitas kepemimpinan semua peserta/orang-orang yang menduduki/tidak
menduduki posisi kepemipmpinan formal dan meningkatkan proses yang inklusif
7
serta secara aktif melibatkan semua yang ingin berkontribusi. Model perubahan
sosial kepemimpinan (SCM) menyediakan landasan teoritis untuk pembelajaran
yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin (HERI, 1996).
Delapan konstruksi inti SCM ditujukan untuk siswa dalam meningkatkan
'kesadaran sendiri dan kemampuan untuk bekerja dengan orang lain (HERI,
1996). Tujuh pertama dari konstruksi ini adalah: kesadaran diri, kongruensi,
komitmen, tujuan bersama, kolaborasi, kontroversi dengan kesopanan, dan
kewarganegaraan. Konstruksi Kepemimpinan ini berfungsi pada tingkat individu
(kesadaran diri, keselarasan, dan komitmen), tingkat kelompok (tujuan yang sama,
kolaborasi, dan kontroversi dengan kesopanan), dan tingkat komunitas
(kewarganegaraan) (Dugan, 2006).
Nilai dari model ini adalah perubahan ke arah yang baik, muncul dari
interaksi antara nilai individu, nilai kelompok, dan nilai tingkat komunitas
(Dugan, 2006). Model perubahan sosial kepemimpinan dipilih sebagai kerangka
kerja untuk penelitian ini karena penerapan yang luas dalam pengembangan
kepemimpinan mahasiswa.
Karena pendekatan SCM terhadap kepemimpinan terletak pada kerja sama
dan menekankan perubahan sosial yang positif, model menguji perkembangan
kepemimpinan dari tiga pespektif dan level yang berbeda.
• Individu : Kualitas personal apakah yang ingin kita tekankan
dan kembangkan pada orang-orang yang berpartisipasi dalam program
pengembangan kepemimpinan? Kualitas personal apakah yang saling
mendukung fungsi kelompok dan mendorong perubahan kearah yang
positif?
• Kelompok : Bagaimana proses perkembangan kepemimpinan
kolaboratif didesain tidak hanya untuk memfasilitasi perkembangan
kualitas individu yang diinginkan, namun juga memberikan perubahan
sosial yang positif?
• Sosial/Komunitas : Terhadap hasil sosial apakah aktifitas
perkembangan kepemimpinan diarahkan? Aktifitas layanan apakah yang
8
paling efektif untuk memperkuat kelompok dan mengembangkan kualitas
personal tiap individu?
Hubungan Model Perubahan Sosial
• Panah a. kesadaran diri merupakan elemen penting untuk membangun
tujuan bersama bagi sebuah kelompok. Divisi tenaga kerja harus
memahami bakat dan keterbatasan masing-masing anggota. Kontroversi
yang sering mendorong solusi inovatif membutuhkan keserasian
(keinginan untuk membagi sudut pandang seseorang dengan orang lain
bahkan ketika mereka memiliki sudut pandang yang berbeda) dan
komitmen (keinginan untuk tetap pada satu kepercayaan walaupun berada
dalam kontroversi)
• Panah b. Masukan dari tiap kelompok akan memperkuat kualitas
kesadaran, komitmen, dan keserasian individual ketika kelompok bekerja
sama dengan tujuan bersama dan menerima kontrovresi dengan penuh
kesopanan.
• Panah c. Kewarganegaraan dan perubahan positif yang bertanggung
jawab akan terjadi ketika semua kelompok bekerja untuk mencapai tujuan
bersama dan sopan ketika mengekspresikan perbedaan.
• Panah d. Kelompok akan sulit menjadi agen perubahan atau memenuhi
tanggung jawabnya sebagai warga negara atau komunitas jika para
9
anggota berfungsi secara kompetitif, tidak memiliki tujuan besama, atau
jika mereka terus menunjukan kontroversi tanpa sebuah
kesopanan/kesantunan.
• Panah e. Komunitas akan cenderung merespon secara postif usaha
individu unutk melayani jika usaha ini diakarkan pada pemahaman diri,
integritas, dan komitmen yang tulus. Kewarganegaraan yang bertanggung
jawab didasarkan pada pengetahuan diri, keserasian, dan komitmen.
• Panah f. Individu belajar melalui pelayanan, dan kesadaran dirinya
diperkuat melalui realisasi tentang apa yang tidak mampu mereka lakukan.
Komitmen juga diperkuat ketika seseorang percaya bahwa dia dapat
membuat perubahan. Keserasian diperkuat ketika seseorang menyadari
bahwa perubahan positif cenderung terjadi ketika tindakan individu
diakarkan pada nilai dan kepercayaan.
Perubahan
Keberanian (melalui perubahan) yang dapat dipahami dari pernyataan
berikut: "Anda dapat melihat kebutuhan untuk mengubah sesuatu namun butuh
keberanian untuk melakukannya." (Astin, 1996). Perubahan, dengan kata lain,
adalah sasaran penting dari proses kepemimpinan kreatif untuk menciptakan
dunia dan masyarakat yang lebih baik bagi diri pribadi serta orang lain.
Individual Value
Nilai-nilai pribadi adalah nilai-nilai bahwa seseorang mengembangkan dan
menunjukkan pada tingkat kelompok (Astin, 1996). Nilai-nilai pribadi mencakup:
• Kesadaran diri - pengetahuan tentang diri atau kesadaran diri. Berarti
menyadari kepercayaan, nilai, sikap, dan emosi yang memotivasi
seseorang untuk bertindak.
• Kesesuaian - berpikir, merasa, dan berperilaku dengan konsistensi;
tindakan
konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti dan keyakinan. Orang yang
memiliki sikap ini adalah orang-orang yang bertindak secara konsisten
10
dengan kepercayaan mereka yang mendalam. Jelasnya, keserasian dan
kesadaran personal diri mereka saling tergantung.
• Komitmen - intensitas dan durasi yang berhubungan dengan objek
komitmen, melainkan membutuhkan keterlibatan yang signifikan dan
investasi. Komitmen adalah energi fisik yang memotivasi individu untuk
melayani dan mendorong kerja sama kolektif. Komitmen
mengimplikasikan keinginan, intensitas, dan durasi. Ini diarahkan pada
aktivitas kelompok dan hasil yang diinginkan. Tanpa komitmen,
pengetahuan diri hanya akan memiliki nilai yang kecil. Dan tanpa
pengetahuan diri yang mencukupi, komitmen akan diarahkan pada hal
yang salah
Group Value
Nilai-nilai kelompok dikembangkan dan dinyatakan dalam tingkat
kegiatan kepemimpinan kelompok. Nilai-nilai kelompok adalah:
• Kolaborasi - nilai yang memandang kepemimpinan sebagai proses
kelompok dan berusaha untuk meningkatkan efektivitas kelompok dengan
memanfaatkan beberapa bakat individu. Artinya adalah bekerja dengan
orang lain dengan usaha yang sama. Ini membentuk nilai landasan
kepemimpinan kelompok karena kerja sama akan memperkuat diri dan
orang lain melalui kepercayaan. Kerja sama meningkatkan keefektifan
kelompok dengan menekankan pada bakat dan perspektif tiap anggota
kelompok serta kekuatan perbedaan untuk mendorong munculnya solusi
dan tindakan kreatif.
• Tujuan Bersama - ketika orang bekerja bersama dalam nilai-nilai bersama.
Ini memfasilitasi kemampuan kelompok untuk terlibat dalam analisis
kolektif mengenai masalah yang dihadapi dan tugas-tugas pelaksanaan.
Tujuan bersama akan tercapai dengan baik ketika semua anggota dalam
kelompok memiliki visi yang sama dan berpartisipasi aktif dalam
mengartikulasikan tujuan dan sasaran aktivitas perkembangan
kepemimpinan.
11
• Kontroversi dengan kesopanan - mengakui bahwa akan ada dalam
kelompok apapun perbedaan sudut pandang dan pendapat dan bahwa
perbedaan itu harus dimunculkan secara terbuka dan dengan kesopanan
dan sopan santun agar dapat diselesaikan dengan hasil kelompok positif.
menyadari dua realitas mendasar dari usaha kelompok kreatif: yaitu
bahwa perbedaan tidak dapat dihindari, dan perbedaan tersebut harus
ditunjukkan tapi dengan cara yang sopan. Kesopanan mengimplikasikan
penghargaan terhadap orang lain, keinginan untuk mendengar pendapat
orang lain, dan membatasi diri untuk mengkritisi sudut pandang dan
tindakan orang lain. Ini dicapai dalam kerangka kerja sama dan ketika
tujuan bersma telah teridentifikasi. Kontroversi (konflik, konfrontasi)
dapat menhasilkan solusi permasalahan baru yang kratif, khususnya
ketika ini terjadi dalam lingkup kesopanan, kerja sama, dan memiliki
tujuan yang sama.
Society/Community Values
Nilai-nilai sosial atau masyarakat adalah nilai-nilai yang menghubungkan
individu dan kelompok untuk komunitas mereka. Nilai komunitas adalah:
• Kewarganegaraan - ketika seorang individu bertanggung jawab terhubung
ke masyarakat mereka (Komives, Lucas, & McMahon, 1998). Proses
dimana individu dan kelompok kolaboratif secara bertanggung jawab
terhubung dengan komunitas dan masyarakat melalui aktivitas
perkembangan kepemimpinan. Untuk menajdi warga Negara yang baik
dibutuhkan usaha untuk berubah ke arah positif demi orang lain dan
komunitas. Kewarganegaraan mengakui kesalingtergantungan semua
pihak yang terlibat atau dipengaruhi oleh usaha kerja sama ini. Ini
menyadari bahwa tujuan bersama dalam kelompok harus menggabungkan
perhatian terhadap hak dan kesejahteraan semua yang mungkin akan
terpengaruh oleh usaha kelompok. Kewarganegaan yang baik menyadari
bahwa demokrasi yang efektif meliputi tanggung jawab individu dan hak
individu.
12
Dari beberapa penelitian, pengukuran akan SCM menggunakan Socially
Responsible Leadership Scale (SLRS) untuk mendefinisikan persepsi diri mereka
sendiri tentang apa itu kepemimpinan menurut delapan konstruksi SCM. Socially
Responsible Leadership Scale dibangun berdasarkan penekanan bahwa
pemahaman melalui klarifikasi nilai-nilai, pengembangan kesadaran diri,
kemampuan untuk percaya, kapasitas untuk mendengarkan dan melayani orang
lain, kolaboratif pekerjaan dan perubahan untuk kebaikan bersama (Astin, 1996,
h.5).
Penelitian dengan topik sejenis sudah pernah dibahas, menurut Marisa
dalam Binard & Brungardt, (1997); Daugherty & Williams, (1997), menunjukkan
bahwa keterlibatan dalam program berbasis komunitas kepemimpinan
menghasilkan perubahan yang signifikan dalam kepemimpinan siswa dan
keterampilan pemecahan masalah. Penelitian telah menunjukkan bahwa
partisipasi dalam pendidikan kepemimpinan positif mempengaruhi perkembangan
pribadi dan pendidikan para siswa (Cress et al, 2001;. Dugan, 2006). Sebagaimana
dicatat oleh Cress et al. (2001, hal 21), peserta dalam program pelatihan
menunjukkan pertumbuhan kepemimpinan yang signifikan dalam memahami
kepemimpinan dan komitmen, tanggung jawab masyarakat, kepemimpinan
keterampilan, dan kesadaran multikultural dan orientasi masyarakat.
Binard dan Brungardt (1997) selanjutnya mengevaluasi dampak dari
berbagai program kepemimpinan pengembangan kepemimpinan siswa. Mereka
meneliti dampak dari variabel-variabel berikut pada hasil kepemimpinan: jenis
kegiatan kepemimpinan, keterlibatan dalam satu atau dua kegiatan kepemimpinan,
pelatihan kepemimpinan sebelumnya, jenis kelamin, usia, dan etnis. Mereka
menyimpulkan bahwa keterlibatan dalam kepemimpinan program dan kegiatan
secara signifikan meningkatkan perilaku kepemimpinan siswa. Mereka juga
menemukan bahwa mereka yang berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan
kepemimpinan sebelumnya, adalah laki-laki, usia lebih tua dari 24 tahun, dan /
atau Hispanik mencapai hasil kepemimpinan terbesar.
Dalam penelitian Marisa (1997) menyatakan bahwa skor mahasiswa pada
masing-masing konstruksi meningkat antara usia 18 dan 20 dan kemudian
13
menurun antara usia 20 dan 22, menunjukkan hubungan lengkung antara usia dan
hasil kepemimpinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara umur mahasiswa dan nilai mereka pada skala tanggung jawab
kepemimpinan sosial. Menurut Dugan (2006) bahwa keterlibatan berhubungan
positif dengan tingkat perkembangan. Namun, terlibat terlalu banyak dalam jenis
organisasi yang berbeda, disebut di sini sebagai luasnya keterlibatan, adalah
berhubungan negatif dengan hasil kepemimpinan. Siswa diminta untuk
menunjukkan jika mereka terlibat dalam 21 kategori yang berbeda dari organisasi
mahasiswa. Siswa lebih melaporkan keterlibatan dalam intramurals dari daerah
lainnya 40% diikuti oleh 36% siswa yang melaporkan keterlibatan dalam klub
akademik dan organisasi.
Haber (2006) menyatakan bahwa hipotesis satu diidentifikasi bahwa
wanita memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada lima dari
delapan ukuran hasil termasuk semua nilai sekelompok model. Meskipun efek
ukuran kecil, perbedaan ini menyiratkan bahwa siswa berbeda dalam
pengembangan kepemimpinan mereka berdasarkan gender. Program dan layanan
jenis kelamin mahasiswa mungkin harus berbeda. Mungkin bermanfaat, misalnya,
memiliki program-program kepemimpinan untuk pria, seperti lembaga
kepemimpinan seorang laki-laki, yang menekankan kerjasama, mengembangkan
tujuan bersama dan tujuan, dan konflik manajemen. Ini juga bisa berarti pelatihan
yang berbeda dan program untuk kelompok jenis kelamin yang sama, seperti
perkumpulan mahasiswa, dan persaudaraan.
Komives et al (2005, 2006) menyatakan bahwa secara keseluruhan dari
kedelapan variabel SCM, keterlibatan dalam organisasi akademik / departemen /
professional dan / atau kehormatan masyarakat tampaknya memiliki dampak
terbesar pada pengembangan kepemimpinan siswa di jumlah konstruksi.
Pengalaman keterlibatan tersebut cenderung berfokus pada integrasi kurikuler dan
ko-kurikuler pengetahuan, yang dapat membantu untuk memajukan pemikiran
kritis siswa keterampilan dan makna pembuatan kemampuan sehingga
memajukan pengembangan kepemimpinan mereka.
14
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga. Jenis non probability sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Purposive sampling dan Stratified sampling, adalah teknik penentuan
responden untuk tujuan tertentu saja. Dalam teknik, peneliti menentukan kriteria
mahasiswa yang akan dipilih menjadi sample yaitu Mahasiswa Registrasi /
Mahasiswa Aktif Semester Genap Tahun Akademik 2011 – 2012 Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga (angkatan 2007 dan 2008) sebanyak 200
responden. Menurut Crocker dan Algina (1986, hlm 322) membahas ukuran yang
dikemukan oleh Nunnally serta menambahkan bahwa demi kestabilan informasi,
minimal diperlukan 200 responden. Jadi, sekalipun alat ukur mengandung hanya
20 butir, maka minimal diperlukan juga 200 responden. Dengan kata lain, ukuran
responden pada uji coba alat ukur adalah 200 atau lebih.
Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa
kuesioner. Sumber data yaitu mahasiswa aktif angkatan 2007 dan 2008. seperti
yang terdapat pada tabel berikut ini:
Data Mahasiswa Registrasi / Mahasiswa Aktif Semester Genap Tahun Akademik
2011-2012
FAKULTAS
Tahun
Angkatan
Total
Presentase
Jumlah
Kuesioner Per
Fakultas 2007 2008
Fakultas Ekonomika dan
Bisnis 165 298 463 32% 32
Fakultas Bahasa dan Sastra 89 137 226 16% 16
Fakultas Science dan 31 56 87 15% 15
15
Matematika, Fakultas Teknik
Elektro
Fakultas Pertanian dan Bisnis,
Fakultas Biologi, Fakultas
Ilmu Kesehatan
74 97 171 13% 13
Fakultas Teologia, Fakultas
Seni dan Pertunjukan 43 87 130 10% 10
Fakultas Psikologi 81 108 189 13% 13
Fakultas Hukum 45 69 114 8% 8
Fakultas Ilmu Sosial dan
Komunikasi 69 75 144 10% 10
Fakultas Teknologi dan
Informatika 209 384 593 41% 41
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan 66 536 602 42% 42
TOTAL
2719
200
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Ditentukan sampel sebanyak 200 responden dengan total populasi
penelitian sebesar 2719. Dengan perkataan lain sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dengan teknis
perhitungan sampel telah dijabarkan pada point sebelumnya.
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer
didapat dari penelitian survei yaitu melalui penyebaran kuesioner. Pertanyaan-
pertanyaan di kuesioner tersebut akan terdiri dari 2 bagian, yaitu : data diri para
responden, pengukuran persepsi mahasiswa terhadap kepemimpinan. Kuisioner
ini disebarkan kepada mahasiswa aktif tahun angkatan 2007 dan 2008 Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga. Informasi lain yang mendukung diperoleh dari
journal-journal dan buku-buku yang relevan terhadap penelitian, serta mencari
data-data pendukung lain melalui internet.
16
Teknik Analisis
Analisis dalam penelitian ini menggambarkan analisis statistic deskriptif
atas jawaban yang diberikan untuk kemudian disajikan dalam bentuk table.
Analisis kualitatif digambarkan untuk menguraikan tentang karakteristik dari
suatu keadaan dari objek yang diteliti. Karakteristik responden yang dianalisis
dalam penelitian ini meliputi Jenis kelamin, usia, fakultas, tahun masuk
Universitas, asal, suku, hasil studi dalam perkuliahan, dam keaktifan dalam
berorganisasi dikampus maupun diluar kampus. Analisis data kualitatif adalah
bentuk analisa yang berdasarkan dari data yang dinyatakan dalam bentuk uraian.
Data kualitatif ini merpakan data yang hanya dapat diukur secara langsung (Hadi,
2001).
Untuk menentukan variabel persepsi kepemimpinan, akan diberikan
pernyataan melalui kuisioner. Dan untuk setiap pernyataan akan diberikan skor
sesuai tanggapan responden. Jika responden menjawab sangat setuju maka akan
diberi skor 5, untuk jawaban setuju akan diberi skor 4, 3 untuk jawaban netral , 2
untuk jawaban tidak setuju, dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju.
Untuk menentukan variabel karakteristik respoden berdasarkan keaktifan
dalam organisasi, jika responden menjawab sangat aktif maka akan diberi skor 5,
untuk jawaban aktif diberikan skor 4, 3 untuk jawaban cukup, 2 untuk jawaban
tidak aktif, dan 1 untuk jawaban sangat tidak aktif.
Selanjutnya untuk menentukan variabel karakteristik respoden
berdasarkan hasil studi, jika responden menjawab sangat memuaskan akan
diberikan skor 5, 4 untuk jawaban memuaskan, 3 untuk jawaban cukup, 2 untuk
jawaban kurang memuaskan, dan 1 untuk jawabn sangat kurang memuaskan.
Setelah hal di atas dilakukan kemudian dilakukan uji validitas dan
reliabilitas untuk melihat apakah data yang telah didapatkan valid dan handal.
Dalam melakukan uji reliabilitas menggunakan nilai Croncbach Alpha. Jika nilai
Croncbach Alpha lebih besar dari 0,6 maka data bisa dikatakan reliable (Ghozali,
2006). Sedangkan uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung
17
dengan r table untuk tingkat signifikansi 5 persen dari degree of freedom (df)= n-
2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Jika r hitung > r table maka pertanyaan
atau indicator tersebut dinyatakan valid, begitu juga sebaliknya bila r hitung < r
table maka pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan tidak valid (Ghozali,
2006).
Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas kemudian dilakukan uji
krostabulasi dari data untuk mengetahui hubungan antar variabel.
ANALISIS DATA
Karakteristik Responden
Karakterisktik responden yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi
Jenis kelamin, usia, fakultas, hasil studi, keaktifan dalam organisasi, angkatan.
Karakteristik responden tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari table diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden laki-laki sebanyak
64,3% dan jumlah responden perempuan sebanyak 35,7%. Responden laki-laki
lebih mendominasi karena kuesioner rata-rata banyak tersebar pada kalangan
mahasiswa dari pada mahasiswi. Hal ini kemungkinan disebabkan pada
penyebaran angket dengan cara membagi angket sesuai dengan metode pusposive
sampling yang telah ditentukan.
18
Tabel 2
Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari tabel dapat dilihat bahwa range usia responden antara 20-24 tahun,
dan paling banyak didominasi oleh usia 22 tahun dengan jumlah responden
sebanyak 8,6% dan yang paling sedikit adalah usia 20 tahun dengan jumlah
responden sebanyak 5,71%.
19
Tabel 3
Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas
Fakultas Frekuensi PersentaseFakultas Ekonomika dan Bisnis 33 15,7Fakultas Bahasa dn sastra 17 8,1Fakultas Psikologi 15 7,1Fakultas Teknik dan Informatika 44 20,9Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi 10 4,8Faluktas Teknik Elekro 10 4,8Fakultas Science dan Matematika,Fakultas Pertanian dan Bisnis, FakultasBiologi, Fakultas Ilmu Kesehatan,
21 10
Fakultas Teologia, Fakultas Seni danPertunjukan 10 4,8
Fakultas Hukum 8 3,8Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 42 20Total 210 100
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari table dapat dilihat bahwa kelompok Fakultas Tekhnologi dan
Informatika merupakan sampel terbesar dengan jumlah responden sebanyak 44
atau 20,9% dari keseluruhan sampel. Ini dikarenakan jumlah rata-rata mahasiswa
aktif fakultas teknologi dan informatika angkatan 2007 – 2008 jauh lebih
mendominasi dari pada fakultas yang lain.
Tabel 4
Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Hasil Studi
Frekuensi PersenSangat Kurang Memuaskan 3 1.24Kurang Memuaskan 29 11.93Cukup 83 34.16Memuaskan 82 33.75Sangat Memuaskan 13 5.35Total 210 86.42
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
20
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa mahasiswa yang memiliki persepsi
hasil Cukup lebih besar dengan jumlah responden sebanyak 34,16%, dan yang
mahasiswa dengan persepsi hasil studi yang Sangat Kurang Memuaskan paling
sedikit dengan jumlah responden sebanyak 1,24%. Sebagian responden merasa
puas dengan hasil studi mereka (dari kategori cukup sampai kategori sangat puas),
namun ada sebagian kecil dari mereka yang merasa tidak puas dengan hasil studi
mereka (dari kategori kurang memuaskan dan sangat kurang memuaskan)
Tabel 5
Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Keaktifan dalam
Organisasi
Frekuensi PersenTidak Aktif 11 4.53Kurang Aktif 40 16.46Cukup 101 41.56Aktif 51 20.99Sangat Aktif 7 2.88Total 210 86.42
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa jumlah mahasiswa yang Keaktifan
dalam berorganisasi yang masuk dalam kategori cukup lebih banyak dengan
jumlah responden sebanyak 41,56% dan mahasiswa yang masuk dalam kategori
sangat aktif mengikuti keorganisasian adalah paling sedikit dengan jumlah
responden sebanyak 2,88%.
Tabel 6
Distribusi Responden Berdasarkan Tahun Angkatan
Angkatan Frekuensi Persentase2007 88 41,92008 122 58,1Total 210 100
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
21
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa dari total responden sebanyak 210
responden, jumlah responden angkatan 2008 dengan jumlah responden sebanyak
58,1% dan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah resonden angkatan 2007
dengan jumlah sebanyak 41,9%. Perbedaan signifikan dari jumlah responden
tersebut diduga disebabkan karena banyak dari angkatan 2007 yang sudah lulus
sarjana.
Uji Kualitas Data
Uji validitas bertujuan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuisioner. Uji validitas dilakukan setelah penyabaran angket dan dilakukan
scoring. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan atau pernyataan pada
kuisioner tersebut mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh
kuisioner tersebut.
Tabel 7
Hasil Pengujian Validitas
Pertanyaan Signifikansi Keterangan
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Komitmen (Commitmen)
1 0,00 Valid
2 0,00 Valid
3 0,00 Valid
4 0,00 Valid
5 0,00 Valid
6 0,00 Valid
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Keserasian (congruence)
7 0,00 Valid
8 0,00 Valid
9 0,00 Valid
10 0,00 Valid
11 0,00 Valid
12 0,00 Valid
22
13 0,00 Valid
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kesadaran Diri (consciousness of Self)
14 0,00 Valid
15 0,00 Valid
16 0,00 Valid
17 0,00 Valid
18 0,00 Valid
19 0,00 Valid
20 0,00 Valid
21 0,517 Tidak Valid
22 0,00 Valid
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Perubahan (Change)
23 0,00 Valid
24 0,00 Valid
25 0,00 Valid
26 0,00 Valid
27 0,00 Valid
28 0,00 Valid
29 0,00 Valid
30 0,00 Valid
31 0,00 Valid
32 0,00 Valid
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kolaborasi (collaboration)
33 0,00 Valid
34 0,00 Valid
35 0,00 Valid
36 0,00 Valid
37 0,00 Valid
38 0,00 Valid
39 0,00 Valid
40 0,00 Valid
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Tujuan Bersama (common Purpose)
41 0,00 Valid
42 0,00 Valid
23
43 0,00 Valid
44 0,00 Valid
45 0,00 Valid
46 0,00 Valid
47 0,00 Valid
48 0,00 Valid
49 0,00 Valid Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kontroversi dengan Kesopanan (controversy with
civility)
50 0,00 Valid
51 0,00 Valid
52 0,00 Valid
53 0,00 Valid
54 0,00 Valid
55 0,00 Valid
56 0,00 Valid
57 0,00 Valid
58 0,00 Valid
59 0,001 Valid
60 0,00 Valid
Persepsi Mahasiswa atas Variable Kewarganegaraan (Citizenship)
61 0,00 Valid
62 0,00 Valid
63 0,00 Valid
64 0,00 Valid
65 0,00 Valid
66 0,00 Valid
67 0,00 Valid
68 0,00 Valid
Menurut Ghozali (2006) dengan menggunakan Pearson Correlation, data
dikatakan Valid dinyatakan valid pada taraf 5% jika mempunyai signifikansi di
bawah 0,05. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk setiap indicator
pertanyaan telah lulus dalam pengujian validitas, kecuali indikator pertanyaan ke
24
21 karena tingkat signifikansi yang dihasilkan di atas 0,05. Sehingga satu
indikator tersebut tidak dapat digunakan dalam penelitian ini. Uji Reabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk dan suatu kuisioner dikatakan
reliabel apabila jawaban seseorang terhadap pertanyaan dalam suatu kuisioner
adalah konsisten dari waktu ke waktu. Pada penelitian ini pengujian reliabilitas
akan menggunakan Cronbach’s Alpha.
Tabel 8
Hasil Pengujian Reliabilitas
No Variabel Cronbach's Alpha N of Items Keterangan
1 Persepsi Mahasiswa atas Variabel Komitmen (Commitmen)
0,8 7 Reliabel
2 Persepsi Mahasiswa atas Variabel Keserasian (congruence)
0,79 8 Reliabel
3 Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kesadaran Diri (consciousness of Self)
0,75 10 Reliabel
4 Persepsi Mahasiswa atas Variabel Perubahan (Change)
0,72 10 Reliabel
5 Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kolaborasi (collaboration)
0,79 11 Reliabel
6 Persepsi Mahasiswa atas Variabel Tujuan Bersama (common Purpose)
0,78 10 Reliabel
7
Persepsi Mahasiswa atas Variabel Kontroversi dengan Kesopanan (controversy with civility)
0,71 12 Reliabel
8 Persepsi Mahasiswa atas Variable Kewarganegaraan (Citizenship)
0,78 9 Reliabel
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
25
Menurut Ghozali (2006) nilai Cronbach Alpha > 0,60 maka pertanyaan-
pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut adalah “reliabel”.
Dari table diatas menunjukan bahwa kedelapan varibel tersebut mempunyai alpha
yang lebih besar dari 0,6 sehingga dapat dikatakan semua konsep pengukur
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Untuk
selanjutnya item-item pada masing-masing konsep variabel tersebut layak
digunakan sebagai alat ukur dalam pengujian statistik.
Persepsi mahasiswa terhadap perubahan
Tabel 9
Dorongan Terhadap Perubahan
Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel DORONGAN TERHADAP PERUBAHANVariable pertanyaan ke pertanyaan M SDDORONGAN TERHADAP PERUBAHAN (COURAGE THROUGH CHANGE)
23 Saya terbuka terhadap ide-ide baru4,44 0,69
24Saya dapat mengidentifikasi perbedaan antara perubahan positif dan negatif.
4,32 0,71
25Perubahan akan membawa kehidupan baru ke organisasi.
4,10 0,88
26Saya tidak sulit memulai cara-cara baru dalam memandang sesuatu.
4,05 0,90
27Ada semangat dalam melakukan sesuatu dengan cara baru.
4,22 0,73
28Saya mencari cara baru untuk melakukan sesuatu
3,92 0,86
29Saya bekerja dengan baik dalam lingkungan yang selalu berubah-ubah
3,73 0,88
30 Perubahan membuat saya tidak nyaman 2,66 0,9531 Masa Peralihan membuat saya tidak nyaman 2,79 1,03
32Saya merasa frustrasi dalam melakukan sesuatu dengan cara baru.
2,64 1,00
3,69RATA-‐RATA Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel Dorongan Terhadap Perubahan diatas dapat kita lihat secara
keseluruhan, responden baik dalam membuka diri untuk ide-ide baru,
pengidentifkasian perbedaan antara perubahan positif dan negative (Ricketts,
Bruce, dan Ewing, 2008). Selain itu responden juga tidak terlalu kesulitan dalam
memandang sesuatu, ada semangat untuk melakukan sesuatu, dan selalu bekerja
dengan baik dilingkungan yang selalu berubah-ubah. Akan tetapi, sebagian kecil
responden kurang nyaman ketika menerapkan perubahan itu sendiri. Seperti
26
kurang nyaman dengan adanya perubahan, tidak nyaman dengan masa peralihan,
dan selalu frustasi dalam melakukan sesuatu dengan cara baru. Itu artinya
sebagian kecil responden tersebut telalu nyaman dalam zona aman mereka dan
mereka tidak mau terlalu ambil resiko untuk menghadapi suatu situasi perubahan
yang nantinya akan membawa dampak kepada kehidupan mereka.
Individual Value
Persepsi mahasiswa terhadap kesadaran diri
Tabel 10
Kesadaran Diri Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KESADARAN DIRIVariable pertanyaan ke pertanyaan M SDKESADARAN DIRI (CONSCIOUSNESS OF SELF)
14 Hal-hal yang menggairahkan untuk saya adalah memiliki prioritas dalam hidup saya.
4,33 0,72
15 Saya paham diri saya cukup baik 4,11 0,81
16 Saya bisa menggambarkan kepribadian saya. 4,09 0,83
17Saya mampu mengidentifikasikan dengan jelas prioritas saya.
4,14 0,82
18 Saya leluasa mengekspresikan diri. 4,12 0,95
19 Saya dapat menggambarkan bagaimana saya sama dengan yang lain.
3,56 0,92
20 Saya biasanya percaya diri 3,84 1,0021 Refleksi diri menjadi hal yang sulit bagi saya. 2,79 0,9922 Saya seseorang yang rendah hati 4,17 0,88
3,91RATA-‐RATA Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel kesadaran diri diatas, menunjukan bahwa secara
keseluruhan, responden baik dalam semua aspek pernyataan tersebut. Responden
memiliki prioritas untuk sesuatu yang kira-kira menggairahkan untuk mereka,
pemahaman yang baik terhadap diri sendiri, memiliki kemampuan
mengidentifikasi prioritas mereka, leluasanya mereka dalam mengekspresikan
diri, kerendahan hati, dan mereka dapat menggambarkan bagaimana mereka itu
adalah sama dengan rekan yang lain. (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Ini
dapat memotivasi dari masing – masing individu untuk bertindak ke arah yang
lebih positif. Akan tetapi dalam hal refleksi diri menjadi hal yang sangat susah
untuk beberapa/sebgaian kecil respoden. Itu menandakan bahwa sebagian kecil
responden tersebut masih kesulitan dalam hal melakukan penginstropeksian untuk
diri mereka sendiri.
27
Persepsi mahasiswa terhadap keserasian
Tabel 11
Keserasian Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KESERASIANVariable pertanyaan ke pertanyaan M SD
KESERASIAN (CONGRUENCE)7 Dilihat sebagai orang yang berintegritas adalah
penting bagi saya.4,25 0,86
8 Sangat mudah bagi saya untuk berkata jujur. 4,06 0,829 Saya bukan orang yang suka berpura-pura 4,17 0,77
10 Tindakan saya sesuai dengan nilai-nilai keyakinan saya.
4,20 0,78
11 Perilaku saya mencerminkan keyakinan saya. 4,16 0,7712 Penting bagi saya untuk bertindak sesuai
keyakinan saya.4,33 0,73
13 Perilaku saya sejalan dengan kepercayaan saya.
4,27 0,75
4,20RATA-‐RATA
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel Keserasian diatas menunjukan menunjukan bahwa secara
keseluruhan pernyataan diatas mencerminkan bagaimana responden seperti dilihat
sebagai seseorang yang mempunyai integritas adalah sangat penting, mudahnya
untuk mengatakan sesuatu yang sebenarnya, tidak suka pura-pura, tindakan yang
dilakukan sesuai dengan keyakinan mereka, pentingnya bertindak sesuai dengan
keyakinan mereka, dan prilaku mereka selalu sejalan dengan kepercayaan mereka
(Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Ini menandakan bahwa responden memiliki
sikap dan bertindak secara konsisten dengan kepercayaan mereka yang mendalam.
Mereka selalu berpegang teguh dengan sesuatu yang mereka yakini.
Persepsi mahasiswa terhadap komitmen
Tabel 12
Komitmen Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KOMITMENVariable pertanyaan ke pertanyaan M SD
Komitmen (Commitmen)1 Saya bersedia mencurahkan waktu dan tenaga
untuk hal-hal yang penting bagi saya.4,55 0,57
2 Saya dapat diandalkan untuk melakukan tugas yang diberikan kepada saya.
4,27 0,74
3 Saya meyakini sesuatu yang menurut saya benar
4,45 0,65
4 Saya selalu menepati janji. 4,16 0,845 Saya tetap bersama dengan rekan-rekan
kelompok melalui masa-masa sulit.4,26 0,73
6 Saya fokus pada tanggung jawab saya 4,36 0,684,34RATA-‐RATA
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
28
Dari variabel komitmen diatas menunjukan bahwa secara keseluruhan
responden menunjukan hasil yang baik dalam setiap pernyataan. Mereka bersedia
mencurahkan waktu dan tenaga untuk sesuatu yang mereka anggap penting.
Mereka merasa dapat diandalkan untuk melakukan tugas yang dibebankan kepada
mereka. Cukup menunjukan kepercayaan diri dengan meyakini sesuatu yang
mereka anggap benar, selalu menepati janji, fokus terhadap tanggung jawab
masing-masing, dan loyalitas tinggi terhadapa kelompok dalam melalui masa-
masa sulit (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Ini dapat diartikan bahwa setiap
individu mempunyai motivasi untuk melayani dan mendorong kerja sama kolektif
yang nantinya semua diarahkan pada aktifitas kelompok dan hasil akhir yang
diinginkan oleh kelompok.
Secara keseluruhan dari nilai individu dapat dijelaskan bahwa reaksi siswa
baik keserasian dan komitmen menggambarkan bahwa saat ini mahasiswa
memiliki sikap yang cukup baik, dan ciri-ciri penting yang diperlukan untuk
kepemimpinan yang berorientasi pada perubahan adalah seseorang yang
berintegritas, jujur dan menjadi dirinya sendiri/tidak suka berpura-pura.
Mahasiswa tampak memahami bakat dan keterbatasan dari diri mereka masing-
masing. Tetapi terkadang sulit bagi sebagian kecil dari mereka untuk mengkoreksi
diri sendiri yang nanti lebih akan berguna untuk perkembangan kepribadian
mereka sendiri. Bahkan lebih jauh, dengan menyatakan komitmen untuk
melakukan bagian mereka dan menahan diri dalam berbagai situasi, lebih lanjut
menunjukkan bahwa mahasiswa bertindak di bawah sebuah arah dan tujuan moral
yang baik, setidaknya ketika itu berlaku untuk situasi kepemimpinan. Hal ini perlu
di dorong dan harus terus ditambah dengan kursus dan seminar dan melibatkan
para mahasiswa dalam pendidikan moral dan etika kepemimpinan, dan aktif
dalam mengejar isu-isu seperti etika pengambilan keputusan dan dengan
menangani dilema keetisan dalam situasi kehidupan nyata. Dengan tingkat
kesadaran diri yang tinggi, disadari bahwa kepercayaan diri yang baik, sikap yang
baik, dan emosi dalam melakukan sesuatu yang mereka anggap penting dan
menarik bagi mereka adalah sesuatu yang memotivasi diri untuk bertindak dan
melakukan sesuatu yang tentunya berorientasi ke arah yang lebih positif.
29
Group Value
Persepsi mahasiswa terhadap kolaborasi
Tabel 13
Kolaborasi
Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KOLABORASIVariable pertanyaan ke pertanyaan M SDKOLABORASI (COLLABORATION)
33Saya dilihat sebagai seseorang yang mampu bekerja baik dengan orang lain.
3,92 0,80
34Saya selalu mendengarkan apa yang dikatakan orang lain.
4,13 0,75
35Saya bisa membuat sesuatu secara berbeda ketika saya mengerjakan tugas dengan orang lain
3,93 0,83
36Orang Lain akan menggambarkan saya sebagai anggota kelompok yang kooperatif.
3,94 0,87
37Saya menikmati bekerja dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
4,28 0,74
38 Kolaborasi memberikan hasil yang lebih baik. 4,30 0,76
39Kontribusi saya dalam perkembangan organisasi diakui oleh orang lain dalam kelompok saya .
4,07 0,85
40 Saya bisa mempercayai rekan kerja saya 4,27 0,814,11RATA-‐RATA
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel kolaborasi diatas secara keseluruhan menunjukan hasil yang
baik dengan respoden mampu bekerja dengan baik dengan orang lain,
mendengarkan apa yang orang lain katakan, dan membuat perbedaan ketika
bekerjasama. Mahasiswa sangat setuju ketika ditanya tentang dinamika kelompok
penting jika kolaborasi menghasilkan hasil yang lebih baik, jika kontribusi mereka
diakui dan akhirnya mereka dapat mempercayai rekan tim sesame (Ricketts,
Bruce, dan Ewing, 2008). Jelas, ini kolaborasi mahasiswa dianggap penting ketika
membahas kepemimpinan yang efektif. Dengan ini, mereka tentu setuju bahwa
kolaborasi meningkatkan keefektifan kelompok dengan menekankan pada bakat
dan perspektif setiap anggota kelompok serta kekuatan perbedaan untuk
mendorong munculnya solusi dan tindakan kreatif.
30
Persepsi mahasiswa terhadap tujuan bersama
Tabel 14
Tujuan Bersama
Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel TUJUAN BERSAMAVariable pertanyaan ke pertanyaan M SD
TUJUAN BERSAMA (COMMON PURPOSE)
41Menurut saya sangat penting untuk mengembangkan arah bersama di kelompok agar pekerjaan yang ada dapat terselesaikan
4,39 0,71
42Saya ikut berperan aktif pada pencapaian tujuan kelompok.
4,34 0,71
43Saya mendukung apa yang kelompok ingin capai.
4,36 0,66
44 Saya tahu tujuan dari kelompok saya. 4,29 0,72
45Saya pikir penting untuk mengetahui prioritas orang lain.
4,01 0,97
46Saya akan bekerja dengan baik jika saya tahu nilai-nilai bersama dalam kelompok
4,19 0,81
47 Saya berkomitmen terhadap tujuan bersama dalam kelompok dengan saya menjadi anggota
4,37 0,64
48Nilai kebersamaan akan mengendalikan organisasi
4,34 0,79
49Saya telah membantu membentuk misi kelompok.
4,20 0,83
4,28RATA-‐RATA Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel tujuan bersama diatas menunjukan hasil yang baik dengan
mengindikasikan bahwa mahasiswa setuju dengan pentingnya untuk
mengembangkan visi bersama dalam kelompok agar segala pekerjaan dapat
terselesaikan, selalu berperan aktif dalam pencapaian tujuan kelompok. Juga
ditemukan pentingnya pengetahuan mereka sendiri akan tujuan dari kelompok,
penting untuk mengetahui prioritas orang lain dalam satu kelompok, berkomitmen
terhadap tujuan bersama (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Selain itu, menurut
mereka nilai-nilai kebersamaan akan mengendalikan arah dari organisasi tersebut,
dan mereka sangat yakin mereka telah benar-benar membantu dalam pencapaian
misi kelompok. Ini artinya mereka sependapat dengan pernyataan bahwa tujuan
bersama akan tercapai dengan baik ketika semua anggota dalam kelompok
memiliki visi dan misi yang sama dan berpartisipasi secara aktif dalam
mengartikulasikan tujuan dan sasaran aktifitas perkembangan kepemimpinan.
31
Persepsi mahasiswa terhadap kontroversi dengan kesopanan
Tabel 15
Kontroversi Dengan Kesopanan
Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KONTORVERSI DENGAN KESOPANANVariable pertanyaan ke pertanyaan M SD
KONTROVERSI DENGAN KESOPANAN (CONTROVERSI WITH CIVILITY)
50 Saya terbuka dengan pendapat orang lain 4,37 0,65
51Saya menghargai pendapat orang lain dari pada pendapat saya sendiri
3,93 0,82
52 Saya menghargai perbedaan dengan orang lain4,28 0,68
53Mendengar perbedaan pendapat akan memperkaya pemikiran saya
4,40 0,67
54 Saya biasa sharing pendapat dengan orang lain4,22 0,85
55 Kreatifitas dapat datang dari sebuah konflik 3,73 1,00
56Keharmonisan dapat muncul dari sebuah perselisihan
3,45 1,08
57 Saya nyaman dengan sebuah konflik 2,46 1,16
58Saya kurang nyaman dengan orang yang tidak sependapat dengan saya
2,64 1,08
59Ketika ada konflik antara dua orang, salah satu akan menang dan yang lain akan kalah
3,12 1,06
60Saya akan berjuang ketika anggota kelompok memiliki pendapat yang berbeda dari saya
3,83 0,89
3,67RATA-‐RATA
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel kontroversi dengan kesopanan diatas sebagian besar
responden menunjukan hasil yang baik seperti terbuka untuk ide orang lain,
menghormati pendapat yang beragam, dan menghargai perbedaan pendapat
dengan yang lain menunjukkan bahwa responden relatif nyaman dengan
perbedaan dan pendapat yang tidak mereka sendiri, karena menurut mereka
mendengar perbedaan pendapat akan memperkaya pemikiran mereka. Ditemukan
juga bahwa berbagi pendapat dengan orang lain sering mereka lakukan (Ricketts,
Bruce, dan Ewing, 2008). Meskipun terllihat adanya penurunan pada pernyataan
kreatifitas datang dari sebuah konflik, ketika ada konflik, satu sisi bisa dikatakan
sebagai pemenang dan satu lagi dikatan sebagai yang kalah, dan mereka akan
mempertahankan pendapat yang mereka anggap benar ketika terjadi perbedaan
degnan orang lain, akan tetapi pernyataan bahwa mereka nyaman dengan sebuah
konflik, dan mereka kurang nyaman dengan orang yang tidak sependapat dengan
mereaka jauh menunjukan perbedaan yang signifikan. Itu mengindikasikan bahwa
32
sebagian kecil dari responden tersebut tindak mengindikasikan penghargaan
terhadap orang lain, ketidakinginan mendengarkan perbedaan pendapat dari orang
lain dan tidak membatasi diri untuk mengkritisi sudut pandang dan tindakan orang
lain yang jelas bertentangan dengan pendapat mereka.
Secara keseluruhan dari nilai kelompok, kolaborasi dipandang sebagai
sesuatu yang sangat penting dalam proses kepemimpinan dengan mengidentifikasi
tujuan yang sama dan visi dalam kelompok. Mahasiswa juga mengiyakan bahwa
keakraban dengan orang lain dalam kelompok serta tujuan kelompok secara
keseluruhan adalah diperlukan untuk interaksi kepemimpinan yang sukses. Ini
dianggap sebagai sesuatu hal yang penting ketika berasumsi tujuan bersama akan
tercapai dengan baik ketika semua anggota dalam kelompok memiliki visi dan
misi yang sama dan berpartisipasi secara aktif dalam mengartikulasikan tujuan
dan sasaran aktifitas perkembangan kepemimpinan. Reaksi responden terhadap
kontroversi dengan kesopanan. Menjadi terbuka untuk ide orang lain,
mengekspresikan kenyamanan dengan keragaman perbedaan, dan konflik. Akan
tetapi ada sebagian kecil dari responden tersebut tidak mengindikasikan
penghargaan terhadap orang lain, ketidakinginan mendengarkan perbedaan
pendapat dari orang lain dan tidak membatasi diri untuk mengkritisi sudut
pandang dan tindakan orang lain yang jelas bertentangan dengan pendapat mereka
Ini sudah menggambarkan perkembangan kea rah yang lebih baik dari banyak
mahasiswa saat ini. Mengambil sekelompok mahasiswa untuk melakukan
pelayanan masyarakat dan kemudian merefleksikan pengalaman di daerah yang
sangat berbeda dari pengaturan universitas adalah salah satu contoh dari kegiatan
yang dapat mendorong keterbukaan terhadap keragaman dan kenyamanan dengan
konflik selama pembentukan kelompok.
33
Social/Community Value
Persepsi mahasiswa terhadap kewarganegaraan
Tabel 16
Kewarganegaraan
Rangking keseluruhan persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan oleh variabel KEWARGANEGARAANVariable pertanyaan ke pertanyaan M SDKEWARGANEGARAAN (CITIZENSHIP)
61Saya memiliki kekuatan untuk membuat perbedaan dalam kelompok saya.
3,71 0,89
62Saya bersedia melakukan sesuatu demi orang lain
4,05 0,70
63Saya berpartisipasi dalam kegiatan yang berguna untuk kebaikan bersama.
4,22 0,72
64Saya percaya saya memiliki tanggung jawab terhadap kelompok saya.
4,30 0,69
65Saya berikan waktu untuk membuat orang lain berubah.
4,17 0,77
66 Saya menghargai kesempatan yang memungkinkan saya untuk berperan aktif pada kelompok saya.
4,29 0,69
67Saya percaya saya memiliki tanggung jawab sebagai warga negara untuk masyarakat yang lebih besar.
4,22 0,78
68Saya bekerja dengan orang lain untuk membuat kelompok saya menjadi lebih baik
4,25 0,74
4,15RATA-‐RATA Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari variabel Kewarganegaraan diatas. mahasiswa setuju dengan
pernyataan dalam konstruksi ini. Hanya disini ada penurunan sedikit pada
pernyataan bahwa mereka kurang sepakat memiliki kekuatan untuk membuat
perbedaan dalam komunitas mereka, tetapi mereka percaya mereka memiliki
tanggung jawab yang besar terhadap kelompoknya, dan mereka berpartisipasi
aktif dalam kegiatan yang bekerja menuju kebaikan bersama (Ricketts, Bruce, dan
Ewing, 2008). Ini menandakan bahwa sedikit sekali dari mereka kurang percaya
diri bahwa mereka memiliki kekuatan yang dapat membawa perubahan dalam
kelompok akan tetapi mereka menyadari bahwa untuk menjadi warga negara yang
baik dibutuhkan usaha untuk berubah ke arah positif demi orang lain dan
komunitas mereka. Jadi secara garis besar, responden sependapat bahwa
kewarganegaraan yang baik menyadari bahwa demokrasi yang efektif meliputi
tanggung jawab individu dan hak individu.
34
Secara keseluruhan dari nilai sosial, dapat ditarik kesimpulan,
kewarganegaraan dan keberanian melalui perubahan, mahasiswa mengatakan
mereka cenderung terbuka untuk ide-ide baru dan mampu mengidentifikasi
perubahan secara positif atau negatif, sayangnya mereka kurang nyaman dengan
menerapkan suatu perubahan. Ketidaknyamanan dengan masa peralihan, frustasi
dalam melakukan sesuatu dengan cara baru menunjukan bahwa ada sebagian kecil
dari mahasiswa belum siap keluar dari zona kenyamanan mereka. Tanggung
jawab kewarganegaraan didasarkan pada proses dimana individu dan kelompok
secara kolaboratif bertanggung jawab melalui aktifitas perkembangan
kepemimpinan. Menjadi negara yang baik dibutuhkan usaha unutk berubah kearah
positif demi orang lain. Dan mahasiswa menunjukan sesuatu yang baik dari hasil
pernyataan akan nilai kewarganegaraan. Mahasiswa menyadari bahwa adanya
saling ketergantungan satu sama lain untuk menunjukan perkembangan
kepemimpinan ke arah yang lebih baik dari yang sebelumnya.
Persepsi Kepemimpinan Mahasiswa Terhadap Perubahan
Tabel 17
Persepsi Kepemimpinan Mahasiswa terhadap Perubahan
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
35
Dari tabel dapat dilihat mahasiswa UKSW yang setuju bahwa dirinya
memiliki persepsi kepemimpinan yang baik sebesar 60,5%. Sedangkan mayoritas
responden ditinjau dari dorongan terjadi perubahan, yaitu netral terhadap adanya
perubahan sebesar 39%. Ini dapat diartikan bahwa walaupun mahasiswa setuju
dirinya memiliki persepsi kepemimpinan yang baik, belum tentu dirinya
melakukan perubaha kearah yang lebih baik.
Hal ini mungkin disebabkan karena mahasiswa UKSW baik dalam
membuka diri untuk ide-ide baru, pengidentifkasian perbedaan antara perubahan
positif dan negative (Ricketts, Bruce, dan Ewing, 2008). Selain itu responden juga
tidak terlalu kesulitan dalam memandang sesuatu, ada semangat untuk melakukan
sesuatu, dan selalu bekerja dengan baik dilingkungan yang selalu berubah-ubah.
Akan tetapi, sebagian kecil mahasiswa UKSW kurang nyaman ketika menerapkan
perubahan itu sendiri. Seperti kurang nyaman dengan adanya perubahan, tidak
nyaman dengan masa peralihan, dan selalu frustasi dalam melakukan sesuatu
dengan cara baru. Itu artinya sebagian kecil mahasiswa UKSW tersebut telalu
nyaman dalam zona aman mereka dan mereka tidak mau terlalu ambil resiko
untuk menghadapi suatu situasi perubahan yang nantinya akan membawa dampak
kepada kehidupan mereka.
Persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan dilihat dari hasil studi
Tabel 18
Hasil Studi dan Variabel Kepemimpinan.
36
Dari tabel dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki hasil studi
yang cukup memuaskan dan memuaskan yaitu sebesar 39% dan 39,5%. Ini
sejalan dengan penelitian Paige Haber (2006) dalam Williams & Winston (1985)
yang mana hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang terlibat dalam
terorganisir mahasiswa kegiatan atau organisasi memiliki skor yang tinggi pada
subtasks dari saling ketergantungan dan mengembangkan rencana gaya hidup
dewasa dibandingkan dengan siswa yang tidak terlibat dalam kegiatan
kemahasiswaan yang terorganisir atau organisasi.
Persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan dilihat dari keaktifan
Tabel 19
Keaktifan dan Variabel Kepemimpinan
Note: TA (Tidak Aktif), KA (Kurang Aktif), C (Cukup), A (aktif), SA (Sangat Aktif)
Dari tabel dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam hal keaktifian
yang cukup aktif yaitu sebesar 48,1% dan mahasiswa yang setuju terhadap
persepsi kepemimpinan dalam dirinya sebesar 60.5%
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Paige Haber (2006) dalam
Williams & Winston (1985) yang mana hasil penelitian menunjukkan bahwa
siswa yang terlibat dalam terorganisir mahasiswa kegiatan atau organisasi
memiliki skor yang tinggi pada subtasks dari saling ketergantungan dan
mengembangkan rencana gaya hidup dewasa dibandingkan dengan siswa yang
tidak terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan yang terorganisir atau organisasi.
37
Persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan dilihat dari jenis kelamin
Tabel 20
Jenis Kelamin dan Kepemimpinan
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari tabel dapat dilihat bahwa mayoritas responden ditinjau dari jenis
kelamin adalah laki - laki yaitu sebesar 64,3%
. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara
laki-laki dan perempuan terhadap kepemimpinan . Ini sejalan dengan penelitian
Eklund-Leen & Young (1997). Analisis lebih lanjut dalam penelitian ini
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara pria dan perempuan untuk
kampus dan tindakan keterlibatan masyarakat dan juga diperkuat lagi dengan
penelitian Paige Haber (2006) bahwa adanya perbedaan wanita dibandingkan laki-
laki. Meskipun efek ukuran kecil, perbedaan ini menyiratkan bahwa siswa
berbeda dalam pengembangan kepemimpinan mereka berdasarkan gender.
38
Persepsi mahasiswa tentang kepemimpinan dilihat dari fakultas
Tabel 21
Fakultas dan Kepemimpinan
Sumber : Data Primer yang diolah, 2012
Dari tabel dapat dilihat bahwa mayoritas responden ditinjau dari fakultas
adalah fakultas teknik informatika yaitu sebesar 21%
Hal ini diduga disebabkan karena dominasi jumlah mahasiswa fakutas
tersebut paling tinggi diantara fakultas yang lain, sehingga dalam penentuan
pendistribusian angket, fakultas Teknik Informatika mendapat porsi yang paling
tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa secara keseluruhan dari nilai pada tingkat individu, berdasarkan aspek
kesadaran diri, keserasian, dan komitmen mahasiswa memiliki kualitas personal
yang baik pada setiap aspek nilai individu. Pada tingkat kelompok berdasarkan
aspek kolaborasi, tujuan bersama, dan kontrovresi dengan kesopanan, mahasiswa
memiliki kualitas kepemimpinan kolaboratif yang baik pada setiap aspek nilai
kelompok. Sedangkan tingkat sosial pada aspek kewarganegaraan mahasiswa
memiliki kualitas aktifitas perkembangan sosial yang baik.
39
Selain itu mahasiswa UKSW cukup aktif dalam mengikuti kegiatan, puas
dengan hasil studi dan setuju bahwa dirinya memiliki persepsi kepemimpinan
yang baik, namun sebagian mahasiswa UKSW belum memiliki keberanian dalam
dirinya untuk melakukan perubahan.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah kuesioner yang pada data demografis
responden terlalu subjektif. Dalam penelitian ini menggunakan sampel mahasiswa
dengan kategori angkatan hanya untuk tahun 2007 dan 2008. Peneliti tidak
menambahkan variabel penelitian lain seperti variabel usia dan variabel etnis
seperti variabel yang ditemukan pada penelitian sebelumnya.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini antara lain :
1. Penelitian mendatang diharapkan data demografis responden dalam kuesioner
bias lebih objektif. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti juga berharap untuk
menambahkan variabel penelitian lain seperti variabel usia dan variabel etnis
seperti pada penelitian sebelumnya.
2. Hendaknya mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana dapat lebih berani
untuk menuju perubahan terhadap persepsi kepemimpinan akan dirinya
sendiri. Sehingga hal tersebut dapat membantu mahasiswa Universitas
Kristen Satya Wacana menjadi seorang pemimpin di masa yang akan datang.
3. Hendaknya Universitas Kristen Satya Wacana maupun fakultas – fakultas
didalamnya mengembangkan model kepemimpinan yang dapat memberikan
kesempatan yang lebih besar bagi mahasiswa untuk melakukan perubahan
terhadap kepemimpinanya.
40
DAFTAR PUSTAKA
Adelman, Marisa., 2007: "Student Involvement And Leadership Development At A Private, Women's Catholic College". A Thesis Submitted to the Graduate College of Bowling Green State University in partial fulfillment of the requirements for the degree of Master Of Arts May 2007
Andadari, Kities, Roos (2011). Mencari Model Pengembangan Pemimpin Masa
Depan Untuk Indonesia Universitas Kristen Satya Wacana Astin, H. (July-August 1996). Leadership for social change. About Campus, 1-7. Brungardt, Christie, Ph.D. 2011. Journal of Leadership "The Intersection Between
Soft Skill Development and Leadership Education" studies at a Midwestern regional university. Volume 10, Issue 1 – Winter 2011
Binard, K., & Brungardt, C. (1997). Learning leadership: Assessing students at the
Community College of Denver. Journal of Leadership Studies, 4(4), 128-140.
Blackwell, C., Cummins, R., Townsend, C. D., & Cummings, S. (2007).
Assessing perceived student leadership skill development in an academic leadership development program. Journal of Leadership Education, 6(1), 39-58.
Crawford,C.B., 2000. Effects of transformational leadership and organizational
position on knowledge management Engbers, T. A. (2006). Student Leadership Program Model Revisited. Journal of
Leadership Education Daft, R.L.,2002. Leadership Experience Diana Leat. 2005. Theories of Social Change. Januari 2005 D.Y.P. Leung, T. Ha, L. Yeung, 2007."Factor Structure And Reliability Of The
Socially Responsible Leadership Scale In A Sample Of Hong Kong First Year Undergraduate Students". Undergraduate Programs At A Research Intensive University In Hong Kong
Dugan, P, John, Ph.D., 2008. The Research Journal of the Association of
Fraternity Advisors, "Exploring Relationships Between Fraternity And Sorority Membership And Socially Responsible Leadership. (vol.3)
41
Dugan, P, John., 2006. Involvement and Leadership: A Descriptive Analysis of Socially Responsible Leadership, Journal of College Student Development - Volume 47, Number 3, May/June 2006, pp. 335-343
Hakim, A.R. 2010. Pengaruh Kepribadian, Sikap, Dan Kepemimpinan Terhadap
Kinerja Kreatif Dalam Organisasi (Studi Pada Organisasi Kreatif Di Kota Semarang). skripsi UNDIP 28 Feb 2011
Higher Education Research Institute (1996). A Social Change Model of
Leadership Development: Guidebook Version III. Los Angeles: The Regents of the University of California.
Higher Education Research Institute. (1996). A social change model of leadership development: Guidebook version III. College Park, MD: National Clearinghouse For Leadership Programs.
Humphreys, Jeanne, Melanie, 2007. Predictors of socially responsible leadership application of the social change model to an eastern european undergraduate population. azusa Pacific University (desertaion)
Kaufman, K, Erick., Rudd, D, Rick., 2006. Journal of Leadership Education
"Rural Leadership Development: A Synthesis of Research". rural leadership development was Cambridge Scientific Abstracts (CSA). Volume 5, Issue 3 - Winter 2006
Mulyadi, Yadi, M.Pd., 2008. Strategi Belajar Di Perguruan Tinggi, Disampaikan
pada Kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa (LDKM) Yang Diselenggarakan oleh Association des Etudiants de la Section Française (AESF-Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis). Journal tanggal 25 oktober 2008
Paige Haber, Master of Arts. 2006. Cocurricular Involvement, Formal Leadership
Roles, And Leadership Education: Experiences Predicting College Student Socially Responsible Leadership Outcomes. Thesis submitted to the Faculty of the Graduate School of the University of Maryland, College Park in partial fulfillment of the requirements for the degree of Master of Arts 2006
Prasetio, Hervin., 2011. "Analisis Pengaruh Kepemimpinan Yang Berorientasi
Perubahan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan: Iklim Kerja Sebagai Variabel Mediating" Skripsi UNDIP 18 Feb 2011.
Rosch, David., Joseph, L, Dana., Newman, Daniel., 2011. Juornal of leadership
education, "The Overlap Between Emotional Intelligence and Post-
42
Industrial Leadership Capacity: A Construct Validity Analysis", University of Illinois at Urbana-Champaign
Ricketts, C, John., Rick D. Rudd,. 2004. Leadership Development Factors
Leading to the Success of Former Florida State FFA Officers" Journal of Southern Agricultural Education Research Volume 54, Number 1, 2004
Ricketts, G, Kristina, Ph.D., 2009. Journal of Leadership Education, "Studying
Leadership within Successful Rural Communities in a Southeastern State: A Qualitative Analysis. Volume 7, Issue 3 – Winter 2009
Ricketts, G, Kristina, Ph.D., Bruce, A, Jacklyn, Ph.D., Ewing, C, John. 2008: Journal of Leadership Education "How Today’s Undergraduate Students See Themselves as Tomorrow’s Socially Responsible Leaders. Thesis in a College of Agricultural Sciences in a large land-grant institution. Volume 7, Issue 1 – Summer 2008
Seemiller, Corey, Ph.D. 2006. Journal of Leadership Education "Impacting Social
Change Through Service Learning in an Introductory Leadership Course". At the University of Arizona, Volume 5, Issue 2 - Fall 2006
Tabb, M., & Montesi, C. R. (2000). A model for long-term leadership
development among groups of diverse persons: The delta emerging leaders program. Journal of the Community Development Society, 31(2), 331-347.
Tara L. Edberg. 2010. Undergraduate Student Leadership Strategic Plan Task
Force. University of IOWA Tyree, T. M. (1998). Designing an instrument to measure socially responsible
leadership using the social change model of leadership development. Unpublished doctoral dissertation, University of Maryland, College Park, MD.
Utama, Supartha I Made; Suprapti, Sri, Wayan; Ir. Ni Made Wartini dan I Putu
Widyatmika. 2008. Konsep Pengembangan Panduan Evaluasi Pengembangan Soft skills Mahasiswa Melalui Proses Pembelajaran di Universitas Udayana.
Wilson, Ned, Gordon., 2010. Student Leadership Development within Student
Government at Snow College. A DISSERTATION submitted to Oregon State University, 6 june, 2010
Zakarija, Achmat., 2006: "Efektifitas Pelatihan Pengembangan Kepribadian Dan
Kepemimpinan Dalammeningkatkan Kepercayaan Diri Mahasiswa Baru Umm Tahun 2005/2006" Journal of HUMANITY, Volume 1 Nomor 2, Maret 2006: 117 -121