9
UKD 1 SITOGENETIKA Review Jurnal Internasional Interploidy hybridization in sympatric zones: the formation of Epidendrum fulgens x E. puiceoluteum hybrids (Epidendroideae, Orchidaceae)Disusun oleh : Nama : E. A Lintang Wardyani NIM : H0713059 Kelas : Agroteknologi – 4A PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Review Journal - Cytogenetic

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Agriculture, Cytogenetic, Science, Chromosome banding

Citation preview

Page 1: Review Journal - Cytogenetic

UKD 1 SITOGENETIKA

Review Jurnal Internasional

“Interploidy hybridization in sympatric zones: the formation of Epidendrum

fulgens x E. puiceoluteum hybrids (Epidendroideae, Orchidaceae)”

Disusun oleh :

Nama : E. A Lintang Wardyani

NIM : H0713059

Kelas : Agroteknologi – 4A

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

Page 2: Review Journal - Cytogenetic

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Jurnal tentang hibridisasi interploidi pada zona sympatrik mengenai pembetukan

Epidendrum fulgens yang disilangkan dengan E. puniceoluteum hybrids saya pilih

karena menurut saya, metode hibridisasi tergolong salah satu teknik dalam Sitogenetika.

Meskipun dalam jurnal ini terdapat salah satu metode yang sekiranya masih terlalu

tinggi ilmunya untuk diterapkan namun sangat menarik untuk di pelajari. Jurnal yang

saya review mencakup atau menyinggung beberapa metode yang dapat digunakan untuk

menganalisa kromosom suatu tanaman. Bahan yang digunakan adalah berupa spesimen

liar; E. fulgens, E. puniceoluteum dan hybrid-hybrid nya. Analisis analisis yang

dilakukan pada penelitian ini adalah Analisis Meiosis mencakup viabilitas polen, dan

perkecambahan pada tabung polen, dan analisis tabung polen. Analisis Mitosis

mencakup penyimpanan dan sebelum perlakuan, perhitungan kromosom dan analisa

karyotipe, chromosome banding, penyelidikan DNA, FISH, GISH, kemudian final

penelitian dilakukan analisis dan pengeditan.

Yang menarik dari jurnal ini adalah setelah dikemukakan hasil penelitiannya,

penulis juga membahas dengan menyajikan beberapa perbandingan penelitian lain yang

hampir serupa.

Page 3: Review Journal - Cytogenetic

Judul : Interploidy hybridization in sympatric zones: the formation of

Epidendrum fulgens x E. puiceoluteum hybrids (Epidendroideae,

Orchidaceae)

Penulis : Ana P. Moraes 1-2, Mariana Chinaglia2, Clarisse Palma-Silva3,

Fabio Pinheiro4.

Lembaga penulis : 1. Laborat_orio de Biossistem_atica e Evoluc_~ao de Plantas,

Departamento de Biologia Vegetal, Instituto de Biologia,

Universidade Estadual de Campinas/UNICAMP, Campinas, S~ao

Paulo, Brasil

2. Programa de Po´ s Graduac¸a˜ o em Evoluc¸a˜ o e Diversidade,

Universidade Federal do ABC/UFABC, Santo Andr_e, S~ao

Paulo, Brasil

3. Departamento de Ecologia, Instituto de Biologia, Universidade

Estadual Paulista/UNESP, Rio Claro, S~ao Paulo, Brasil

4. Instituto de Bot^anica, N_ucleo de Pesquisas do Orquid_ario

do Estado, S~ao Paulo, Brasil

Lembaga yang menerbitkan jurnal: John Willey & Sons Ltd.

Page 4: Review Journal - Cytogenetic

RINGKASAN JURNAL

A. Pendahuluan

Hibridisasi interspesifik sering dikutip sebagai penyebab luasnya variasi

kromosom dan morfologi pada tumbuhan dan spesies yang kompleks, khususnya

dalam area persebaran yang luas. Penggabungan dua genom yang berbeda kedalam

inti sel yang unik, disebabkan oleh hibridisasi, dapat menetapkan suatu perubahan

yang dinamis pada genom, transkriptom (jumlah total semua molekul mRNA yang

mengekspresi dari gen suatu organisme), dan fenotip dari hibrid baru, apa yang bisa

didapat spesies tetua setelah penyilangan spesies hibrid.

Hibridisasi dapat secara berulang diamati pada anggrek Epidendrum L.,

genus Orchidaceae yang paling banyak ditemukan di wilayah Neotropikal. Spesies

Epidendrum ini memiliki kecocokan reproduksi interspesifik yang tinggi, penyebaran

penyerbuk yang luas serta periode berbunga sering. Epidendrum memiliki variasi

kromosom yang luas antara 2n = 24 hingga 2n = 240. Perubahan dalam jumlah

kromosom dan ketidak konsekuensi genetik dapat menjadi hambatan reproduksi

yang berupa perkawinan dalam satu spesies dan membentuk zigot hibrida yang

diserbukkan dengan bantuan polinator.

Epidendrum fulgens dan E. puniceoluteum memiliki kombinasi warna bunga

yang berbeda. Perbedaan jumlah kromosom dan tingkat ploidi antara keduanya

membuat zona simpatrik lebih sulit karena tingkat kesuburan hibrid menurun seiring

perbedaan jumlah kromosom tetua nya meningkat. Perilaku kromosom pada inti sel

hibrid baru dapat dianalisis melalui teknik karakterisasi seperti chromosome banding

dan hibridisasi in situ dengan lokalisasi langsung sekuens DNA pada kromosom-

kromosom, dapat melalui GISH (genomic in situ hybridization)

Yang dapat menjadi faktor keberhasilan GISH adalah yang pertama, jumlah

dari pembeda genom yang muncul di antara tetua (genom yang lebih terkait semakin

sulit untuk dibedakan pada kromosom hibrid. Kedua, umur hibrid (hibrid yang lebih

tua mengalami pergantian genom yang sempurna namun berbeda dari sekuens

tetuanya). Perbedaan nya menjadi drastis, ditandai dengan genom hibridnya tidak

cocok dengan tetuanya.

Page 5: Review Journal - Cytogenetic

B. Metodologi Penelitian

Bahan dan metode penelitian ini menggunakan spesies liar yaitu E. fulgens

dan E. puniceoluteum serta spesies spesies hibrid nya. Masing masing tersebut

termasuk dalam genus Epidendrum dan Orchidaceae. Yang ingin diamati pada

penelitian ini adalah hibridisasi interspesifik pada kedua tanaman tersebut dan

memperhatikan evolusi yang signifikan berupa penyusunan kembali kromosom dan

berperan dalam hambatan reproduksi yang berupa perkawinan dalam satu spesies

dan membentuk zigot hibrida, misalnya normalisasi meiosis, kesuburan serbuk sari

dan pertumbuhan tabung serbuk sari.

Agar tujuan penelitian ini dapat dicapai, diterapkan beberapat metode yaitu :

1. Analisis meiosis meliputi tetua dan individu hibridanya untuk memeriksa

normalitas meiosis. 2. Analisis pollinium untuk mengetahui viabilitas polen dan

pertumbuhan tabung polen. 3. Analisis karyotipe berpedoman pada jumlah

kromosom, chromosome banding, dan hibridisasi in situ, guna menaksir ketetapan

karyotipe berdasarkan zona persebaran yang luas dan keterkaitan karyotipe tetua x

hibrida serta analisis GISH untuk menjelaskan kontribusi setiap tetua dalam

pembentukan spesies hibrida dan kemungkinan yang menyebabkan variasi genom

antar hibrid.

C. Pembahasan

Analisis meiosis dari tetua E. fulgens dan E. puniceoluteum ditemunkan

bahwa tingkat normalitas meiosis tinggi – dengan rata-rata 99,60% dan 96,06%,

masing-masing - dengan kromosom pasangan secara bivalen dan diikuti pembelahan

meiosis membentuk empat sel yang sama. Jumlah kromosom pada kedua spesies: n =

12 di E. fulgens dan n = 28 di E. puniceoluteum. Beberapa kelainan yang diamati

pada tetua, yaitu kromosom berpasangan pada profase I / metafase I dan / atau

pemisahan awal pada metafase I di E. fulgens (0,37% dan 0,31%, masing-masing)

dan kromosom berpasangan di profase I / metafase I dan jembatan anafase I di E.

puniceoluteum (0,58% dan 0,48%, masing-masing). Analisis meiosis menemukan

Page 6: Review Journal - Cytogenetic

kelainan kompleks dan sulit untuk diklasifikasikan karena kromosom pada fase

metafase terlihat menggumpal / mencuat dan dengan kromosom yang tak

berpasangan.

Polen yang memiliki tingkat ke viabilitasan yang tinggi di tunjukkan dengan

warna ungu terang. Keadaan morfologi polen juga dapat menentukan viabilitas suatu

polen (apakah normal atau mengerut). Putik menunjukkan pertumbuhan tabung

polen hanya 12 hari setelah penyerbukan manual, kecuali yang melibatkan E. fulgens

dan bunga hibrida. Tabung polen yang tumbuh dapat diamati pada semua

persilangan, dengan tabung polen mencapai ke ovula, tetapi dengan intensitas

berbeda.

Selain menghitung jumlah kromosom melalui meiosis, itu juga ditentukan

melalui mitosis, dengan 2n = 24 di E. fulgens dan 2n = 56 di E. puniceoluteum.

Nomor kromosom hibrida yang didefinisikan di sini untuk pertama kalinya dan

disajikan variasi aneuploid dari 2n = 38 dan 2n = 40

Pemitaan CMA/DAPI menyatakan bermacam-macam variabel, dengan

DAPI+ pita berubah ubah. Epidendrum fulgens memiliki delapan (kadang sampai

10) sambungan. Pita-pita DAPI+ dan dua pita CMA+, sedangkan E. puniceoluteum

memiliki empat pita DAPI+ (dua sambungan dan dua sub sambungan) dna tiga pita

CMA+. Diantara hibrid-hibrid, dua (satu sambungan dan satu sub sambungan) dan

tiga (satu sambungandan dua sub sambungan) pita pita DAPI+ diamati pada individu

individu dengan 2n = 38 dan 2n = 40, berturut turut.