Upload
duabelas-ips-satu
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/28/2019 Resume_Perkara No 33
1/4
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
Nomor 33/PUU-XI/2013
Tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
I. PEMOHON
1. Moh. Junaidi, sebagai Pemohon I;
2. Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, sebagai Pemohon II;
3. Aida Milasari, sebagai Pemohon III;
4.Yogo Danianto, sebagai Pemohon IV.
KUASA HUKUM
Febi Yonesta, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 6 Maret
2013
II. OBJEK PERMOHONAN
Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (selanjutnya disebut UU Dikti) terhadap UUD 1945.
III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan
Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah:
1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilanagama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilantata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi
2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji Undang-Undang
terhadap UUD 1945.
7/28/2019 Resume_Perkara No 33
2/4
4. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah
Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan para
Pemohon.
IV. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING)
Para Pemohon adalah perseorang warga negara Indonesia yang
merupakan mahasiswa suatu perguruan tinggi negeri (Pemohon I dan
Pemohon II), orang tua murid (Pemohon III) dan aktivis (Pemohon IV). Para
Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang a quo.
Kerugian konstitusional yang dimaksud adalah para Pemohon
berpotensi akan mengalami kerugian konstitusional berupa terhambatnya
pemenuhan hak atas pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau.
V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI
A. NORMA MATERIILKeseluruhan isi dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi
B. NORMA UUD 1945
Norma yang dijadikan sebagai penguji, yaitu :
Alinea keempat
.Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutmelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial
Pasal 28C ayat (1) UUD 1945
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia)
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum
Pasal 28E ayat (1) UUD 1945
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
7/28/2019 Resume_Perkara No 33
3/4
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali
Pasal 28I ayat (2) UUD 1945
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifatdiskriminatif
atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu
Pasal 31 ayat (1) dan ayat (5) UUD 1945
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia
VI. Alasan-alasan Pemohon Undang-Undang a quo Bertentangan Dengan
UUD 1945:
1. Otonomi pengelolaan pendidikan tinggi yang berbentuk badan hukumpendidikan yang terdapat dalam UU Dikti sama dengan otonomi
pengelolaan pendidikan formal dalam UU BHP yang telah dibatalkan
MK;
2. UU Dikti hanya mengedepankan otonomi pengelolaan pendidikan yang
tidak berkaitan dengan tujuan pendidikan;
3. UU Dikti secara jelas menampakkan pula upaya untuk mensejajarkan
kepentingan akademik dan non akademiknya, aturan ini terdapat pada
Pasal 64 Undang-Undang a quo, ketentuan pada Pasal 64 tersebut
secara logika merupakan kerangka dimana ketentuan Pasal 8 ayat (3)
dapat dilaksanakan, dan hal ini tentunya tidak tepat mengingat tujuanutama pendidikan tinggi terletak pada upaya akademiknya dan
ketentuan non-akademik merupakan kerangka pendukungnya;
4. Kepentingan akademik dan non akademik diposisikan pada posisi yang
sejajar dapat terlihat pada Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang a quo
berdasarkan logika Undang-Undang ini menjadi subjek evaluasi, maka
evaluasi kinerja oleh Menteri kepada PTN menjadikan salah satu
parameter yang menentukan kebebasan akademik suatu PTN;
5. Sistem pemenuhan hak atas pendidikan melalui pemberian pinjaman
lunak yang diatur dalam UU Dikti ini berpotensi menghambat akses dan
hak rakyat Indonesia atas pendidikan tinggi;
6. UU Dikti juga melihat bahwa otonomi pengelolaan pendidikan
merupakan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan, kebebasan
akademik, dan seterusnya. Hal ini jelas bertentangan dengan konstitusi,
sebagaimana telah ditafsirkan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan
Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010, bahwa
7/28/2019 Resume_Perkara No 33
4/4
UUD 1945 tidak mengharuskan otonomi pengelolaan pendidikan
sebagai cara mencapai tujuan negara dalam mewujudkan pendidikan
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
7. Pasal 65 atat (3) UU Dikti bertentangan dengan Konstitusi yang
menyatakan bahwa pemisahan kekayaan badan hukum sebagai proses
yang tidak saja membutuhkan banyak energi, biaya ekonomi, serta
biaya sosial yang tinggi karena penyelenggara pendidikan harus
melakukan penyesuaian dengan ketentuan baru, pelepasan kekayaan
negara dari aspek hukum bukanlah ketentuan yang sederhana dan
dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Selain itu juga merupakan
wujud dari liberalisasi pendidikan, kompleksitas ini akan mengganggu
proses pendidikan yang dapat menyebabkan hak atas pendidikan
tercerabut;
8. UU Dikti tidak memberikan perlindungan hukum bagi universitas untuk
tidak dipailitkan. Padahal dalam UU No 37 Tahun 2004 tentangKepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, terdapat
perlindungan hukum bagi beberapa debitor, dan badan hukum PTN
tidak termasuk di dalamnya. Hal ini dapat membuat sebuah kampus
yang berstatus badan hukum PTN dapat dipailitkan sewaktu-waktu;
9. Prinsip akuntabilitas yang diatur dalam UU Dikti tersebut berujung pada
toleransi terhadap pelanggaran dan sikap koruptif penyelenggara
pendidikan, hal tersebut dikarenakan hanya disebutkan jenis sanksinya
saja, tetapi tidak memuat struktur dan kewenangan untuk menjatuhkan
sanksi bila terjadi pelanggaran.
VII. PETITUM
1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian Undang-
Undang para Pemohon ;
2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, khususnya alinea ke-empat Pembukaan UUD
1945, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1), Pasal
28I ayat (2) dan Pasal 31 ayat (1) dan (5) UUD 1945;
3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya.
Atau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon
putusan yang seadil-adilnya (ex aeque et bono)