25
Rangkuman Kelompok 1 Paralel Prinsip Terapi Antimikroba Penggolongan Antimikroba 1. Gol.B-laktam: Penisilin, sefalosporin 2. Gol.Tetrasiklin: Doksisiklin 3. Gol.Aminoglikosida: Kanamisin 4. Gol.Makrolid: Eritromisin 5. Gol.Ansamycin 6. Gol.Linkosaminida: Linkomisin, Klindamisin 7. Gol.Kloramphenicol 8. Gol.Polipeptida 9. Gol.Polien 10. Lain-lain: Griseofulvin, Sikloserin dan Kuinolon Berdasarkan Sifat Aktivitas - bakteriostatik : antibiotik yang menghambat pertumbuhan mikroba - antibiotik bakterisid : antibiotik yang bersifat membunuh mikroba. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dikenal dengan KHM (Kadar Hambat Minimal), sedangkan kadar minimal yang diperlukan untuk membunuh mikroba disebut dengan KBM (Kadar Bunuh Minimal). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM. Berdasarkan Spektrum

resume pendahuluan.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: resume pendahuluan.docx

Rangkuman Kelompok 1 Paralel

Prinsip Terapi Antimikroba

Penggolongan Antimikroba

1. Gol.B-laktam: Penisilin, sefalosporin

2. Gol.Tetrasiklin: Doksisiklin

3. Gol.Aminoglikosida: Kanamisin

4. Gol.Makrolid: Eritromisin

5. Gol.Ansamycin

6. Gol.Linkosaminida: Linkomisin, Klindamisin

7. Gol.Kloramphenicol

8. Gol.Polipeptida

9. Gol.Polien

10. Lain-lain: Griseofulvin, Sikloserin dan Kuinolon

Berdasarkan Sifat Aktivitas

- bakteriostatik : antibiotik yang menghambat pertumbuhan mikroba

- antibiotik bakterisid : antibiotik yang bersifat membunuh mikroba.

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dikenal

dengan KHM (Kadar Hambat Minimal), sedangkan kadar minimal yang diperlukan

untuk membunuh mikroba disebut dengan KBM (Kadar Bunuh Minimal).

Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi

bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM.

Berdasarkan Spektrum

- berpektrum sempit --> benzil penisilin dan streptomisin

- berspektrum luas --> tetrasiklin dan kloramfenikol.

Walaupun suatu antibiotik berspektrum luas, efektivitas kliniknya belum tentu seluas

spektrumnya sebab efektivitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih

untuk infeksi yang sedang dihadapi, terlepas dari efeknya terhadap mikroba lain.

Selain itu, antibiotik berspektrum luas cenderung menimbulkan superinfeksi oleh

kuman atau jamur yang resisten. Di lain pihak pada septikemia yang penyebabnya

belum diketahui diperlukan antibiotik yang berspektrum luas sementara menunggu

hasil pemeriksaan mikrobiologik.

Page 2: resume pendahuluan.docx

Berdasarkan Mekanisme Kerja

Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroorganisme

Mikroorganisme membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Asam

folat ini diperlukan dalam sintesis DNA. Mikroorganisme harus mensintesis sendiri

dihidrofolat dari asam paraaminobenzoat (PABA). Untuk dapat bekerja dihidrofolat

harus diubah menjadi bentuk aktifnya yaitu asam tetrahidrofolat dengan

bantuan enzim dihidrofolat reduktase.

Antibiotik jenis ini antara lain sulfonamida, trimetoprim dan asam p-

aminosalisilat. Sulfonamida bekerja dengan cara berkompetisi dengan PABA dalam

pembentukan dihidrofolat membentuk suatu analog yang tidak aktif. Trimetoprim

bekerja dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase sehingga tidak terbentuk

tetrahidrofolat. PAS merupakan analog PABA dan bekerja dengan menghambat

sintesis asam folat pada M. tuberculosis. Sulfonamida tidak efektif terhadap M.

tuberculosis dan sebaliknya PAS tidak efektif terhadap bakteri yang sensitif terhadap

sulfonamida. Perbedaan ini mungkin disebabkan perbedaan enzim untuk sintesis asam

folat yang bersifat sangat khusus bagi masing-masing jenis mikroorganisme.

Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel mikroorganisme

Antibiotik jenis ini antara lain penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisisn, dan

sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer

glikopeptida. Obat golongan ini akan mengikat reseptor pada dinding sel bakteri,

dilanjutkan dengan reaksi transpeptidasi yang menyebabkan sintesis peptidoglikan

terhambat. Mekanisme ini diakhiri dengan penghentian aktivitas penghambat enzim

autolisis (hidrolase murein) pada dinding sel yang akan menyebabkan dinding sel

tidak terbentuk dan sel lisis.

Antibiotik yang mengganggu keutuhan membran sel mikroorganisme

Obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah polimiksin, golongan polien serta

antiseptik surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa amonium kuaterner

dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran

sel mikroorganisme. Polimiksin tidak efektif terhadap bakteri Gram-positif karena

jumlah fosfornya rendah. Bakteri Gram-negatif yang resisten terhadap polimiksin

dikarenakan jumlah fosfornya turun. Antibiotik polien bereaksi dengan struktur sterol

yang terdapat pada membran sel fungus sehingga mempengaruhi permeabilita selektif

membran sel tersebut.bakteri tidak sensitif terhadap antibiotik polien karena tiak

Page 3: resume pendahuluan.docx

memiliki struktur sterol pada membran selnya. Antiseptik yang mengubah tegangan

permukaan (surface-active agents) dapat merusak permeabilitas selektif dari membran

sel mikroba. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen

penting dari dalam sel mikroorganisme yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan

lain-lain

Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroorganisme

Obat yang termasuk kedalam golongan ini antara lain golongan aminoglikosida,

makrolida, linkomisin, tetrasiklikn dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel

mikroorganisme perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di

ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua

subunit, yang berdasarkan konstnata sedimentasi dinyatakan sebgai ribosom 3OS dan

5OS. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada

pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS. Penghambatan sintesis protein terjadi

dengan berbagai cara.

Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroorganisme.

Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini ialah rifampisin, dan golongan lainnya.

Antibiotik lain walaupun bersifat antibiotik, karena sifat sitotoksisitasnya, pada

umumnya hanya digunakan sebagai obat antikanker, tetapi beberapa obat dalam

kelompok terkahir ini dapat pula digunakan sebagai antivirus.

o Rifampisisn, salah satu derivat rifamisin, berikatan dengan enzim RNA

polimerase sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim

tersebut.

o Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang

fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk

spiral hingga dapat masuk kedalam sel kuman yang kecil.

RESISTENSI

Resistensi Suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antimikroba,

sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk dapat bertahan hidup. Pola Resistensi

dan Sensitivitas Mikroba:

• Pola I : Belum pernah terjadi resistensi bermakna.

– Contoh : Streptoccocus pyogenes grup A terhadap penisilin G

Page 4: resume pendahuluan.docx

• Pola II : Pergeseran dari sifat peka menjadi kurang peka, tetapi tidak resisten sepenuhn ya.

• Contoh : gonokokus bukan penghasil penisilinase,

• Pola III : sifat resistensi pada taraf yang cukup tinggi, sehingga menimbulkan masalah di klinik

– Contoh : galur tertentu dari Staphylococcus yang menghasilkan β-lakmatase dapat berubah menjadi resisten terhadap penisilin G.

Kelompok resistensi :

- Resistensi genetik : Mutasi spontan: mutasi spontan gen mikroba berubah, sehingga mikroba yang sensitif

terhadap antimikroba menjadi resisten

Resistensi Dipindahkan : Mikroba dapat berubah menjadi resisten akibat memperoleh

suatu elemen pembawa faktor resisten.

- Resistensi Nongenetik : Keadaan dimana bakteri dalam keadaan istirahat (inaktivitas

metabolik) sehingga tidak dipengaruhi oleh antimikroba.

- Resistensi Silang : Resistensi terhadap antimikroba tertentu dan juga memperlihatkan

sifat resistensi terhadap antimikroba lain.

Mekanisme resistensi:

1. Perubahan target site obat terhadap mikroba

2. Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk ke dalam sel mikroba

3. Inaktivasi obat oleh mikroba (menjadi tidak aktif lagi)

4. Mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh antimikroba (contoh tambahkan)

5. Meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba (tambahkan pada sulfonamid)

Efek samping :

Reaksi alergi

Reaksi idiosinkrasi

Reaksi toksis

Perubahan biologik dan metabolik pada hospes

Page 5: resume pendahuluan.docx

Contoh superinfeksi :

• Tetrasiklin aktif terhadap berbagai spiroketa (bakteri spiral), termasuk Borrelia recurrentis, Borrelia burgdoferi (penyakit lyme), Treponema pallidum (sifilis), dan Treponema perteneu. Aktivitas tetrasiklin terhadap Chlamydia dan Mycoplasma menjadi semakin penting. Galur-galur Mycobacterium marinum juga rentan.

• Banyak tetrasiklin diabsorpsi tidak sempurna dari saluran gastrointestinal, sedemikian hingga tercapai konsentrasi yang tinggi di usus sehingga flora usus sangat berubah. Banyak mikroorganisme koliform aerob dan anaerob serta bakteri pembentuk spora gram-positif yang peka dan mengalami supresi tajam selama pengobatan dengan regimen tetrasiklin jangka panjang sebelum galur-galur resisten muncul kembali. Feses menjadi lebih lunak serta tidak berbau dan berwarna kuning hijau. Walaupun demikian, jumlah koliform dalam feses menurun, terutama ragi (Candida spp.), enterokokus, Proteus, dan Pseudomonas. Tetrasiklin terkadang menyebabkan kolitis pseudomembran yang disebabkan oleh toksin dari Clostridium difficile.

Perubahan Biologik dan Metabolik

Mikroflora normal pada tubuh hospes biasanya tidak menunjukkan sifat patogen.

Namun dengan penggunaan antimikroba berspektrum lebar, dapat mengganggu

keseimbangan mikroflora sehingga jumlah mikroba yang meningkat jumlahnya akan

menunjukkan sifat patogen. Terkadang dapat menyebabkan superinfeksi, yaitu infeksi baru

akibat pengobatan infeksi primer dengan suatu antimikroba. Mikroba penyebab superinfeksi

biasanya ialah mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat penggunaan

antimikroba, misalnya kandidiasis sering timbul akibat penggunaan antibiotik berspektrum

lebar khusunya tetrasiklin.

Tetrasiklin aktif terhadap berbagai spiroketa (bakteri spiral), termasuk Borrelia

recurrentis, Borrelia burgdoferi (penyakit lyme), Treponema pallidum (sifilis), dan

Treponema perteneu. Aktivitas tetrasiklin terhadap Chlamydia dan Mycoplasma menjadi

semakin penting. Galur-galur Mycobacterium marinum juga rentan. Banyak tetrasiklin

diabsorpsi tidak sempurna dari saluran gastrointestinal, sedemikian hingga tercapai

konsentrasi yang tinggi di usus sehingga flora usus sangat berubah. Banyak mikroorganisme

koliform aerob dan anaerob serta bakteri pembentuk spora gram-positif yang peka dan

mengalami supresi tajam selama pengobatan dengan regimen tetrasiklin jangka panjang

sebelum galur-galur resisten muncul kembali. Feses menjadi lebih lunak serta tidak berbau

dan berwarna kuning hijau. Walaupun demikian, jumlah koliform dalam feses menurun,

terutama ragi (Candida spp.), enterokokus, Proteus, dan Pseudomonas. Tetrasiklin terkadang

menyebabkan kolitis pseudomembran yang disebabkan oleh toksin dari Clostridium difficile.

Faktor yang memudahkan timbulnya superinfeksi

Page 6: resume pendahuluan.docx

1. Menurunnya daya tahan tubuh pasien.

2. Penggunaan antimikroba terlalu lama.

3. Luasnya spektrum aktivitas antimikroba baik tunggal maupun kombinasi.

Makin lebar spektrum antimikroba makin besar kemungkianan suatu jenis mikroflora tertentu

menjadi dominan. Frekuensi kejadian superinfeksi paling rendah ialah penisilin G.

Tindakan-tindakan dalam mengatasi superinfeksi

1. Menghentikan terapi antimikroba yang sedang digunakan.

2. Melakukan biakan mikroba penyebab superinfeksi.

3. Memberikan suatu antimikroba yang efektif terhadap mikroba tersebut.

Penyebab Kegagalan Terapi

Efek antimikorba akan terlihat dengan kondisi membaik pada 2–3 hari. Kegagalan bisa

karena penyebab penyakit yang bukan infeksi atau sumber nonbakteri atau ada patogen yang

tak terdeteksi. Faktor-faktor lain, yaitu

1. Pemilihan obat

Ketidaktepatan dalam pemilihan obat, dosis atau rute administrasi obat. Bisa juga

karena obat yang tidak terabsorpsi dengan sempurna dan adanya interaksi obat

2. Pasien

Kondisi pasien juga menjadi pertimbangan penting, seperti pasien yang

terimunosupresi akan memiliki respon terapi yang kurang karena sistem imunnya

yang kurang bekerja optimal.

3. Mikroorganisme

Umumnya berupa resistensi mikroba. Ada 2 jenis resistensi

a. Resistensi intrinsik adalah kesalahan dalam pemilihan antibakteri yang tidak

sesuai dengan mekanisme kerjanya pada dinding sel, seperti bakteri gram negatif

yang diobati dengan vankomisin (gram positif).

b. Resistensi terperoleh karena sifat bakteri yang secara aktif bisa memanipulasi

bakteri tersebut untuk resisten terhadap antimikroba. Resistensi terperoleh bisa

terjadi karena adanya pemindahan tempat kerja, perubahan permeabilitas, dan

inaktivasi obat. Contohnya adalah penisilinase terhadap penisilin.

Penggunaan di Klinik

Penggunaan di klinik dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu identifikasi penyakit,

anamnesis, dan deteksi bakteri penyebab. Biasanya diketahui dari uji non-spesifik secara

Page 7: resume pendahuluan.docx

umum, perhitungan leukosit, gram-stain, dan serologi. Dilanjutkan dengan kemungkinan

terapi bedasarkan hasil uji klinis dan perhatikan faktor-faktor. Selama terapi, dimonitor juga

penggunaannya.

Indikasi

1. Bakteri Gram-positif Kokus

a. Enterococcus faecalis

• Meningitis, endokarditis : Vankomisin

• Infeksi saluran kemih : Ampisilin, amoxicillin

• E faecium : Linezoid

b. Staphylococcus aureus : Oxacillin

c. Streptococcus (A,B,C, dan S. bovis) : Penisilin, ampisillin

d. Streptococcus pneumoniae : Golongan penisilin, Vankomisin (jika penisilin

resisten)

2. Bakteri Gram-negatif Kokus

a. Moraxella catarrhalis : Amoxicillin-klavulanat

b. Neisseria gonorrhae : Ceftriaxone, cefotaxime

c. Neisseria meningitides : Penicillin G

3. Gram-positif Basil

a. Clostridium perfringes : Penicliiln, Klindamisin

b. Clostridium difficile : Metronidazolea (oral), Vankomisin (oral)

4. Gram-negatif Basil

a. Actinetobacter spp : Doripenem

b. Bacteroides fragilis : Metronidazole

c. Enterobacter spp : Aminoglikosida

d. E. coli : cefotaxime, cephalexin

e. Gardnerekka vaginalis : Metronidazol

f. Haemophillus influenzae : Cefotaxime

g. Klebsiella pneumoniae : Cefotaxime

h. Legionella spp : Erithromisin

i. Proteus mirabilis : Ampisillin

j. Proteus vulgaris : Cefotaxime

k. Providencia stuartii : Cefotaxime

l. Salmonella typhi : Ciprofloxacin

Page 8: resume pendahuluan.docx

m. Serratia marcescens : Cefotaxime

5. Golongan lain

a. Chlamydia pneumoniae : Doxycycline

b. Chlamydia trachomatis : Azithromycin

c. Treponema pallidum : Penicillin G

Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, yang artinya obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba. Setelah suatu penyakit ditetapkan bahwa antimikroba perlu diberikan, maka hal-hal yang harus dilakukan adalah memilih antimikroba yang tepat, menentukan dosis, menentukan cara pemberian antimikroba.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih antimikroba adalah factor sensivitas mikroba terhadap antimikroba yang digunakan, keadaan tubuh hospes, dan biaya pengobatan. Pasien dengan penyakit ginjal misalnya, jika memerlukan tetrasiklin maka diberikan doksisiklin karena lebih aman terkait penyakit ginjalnya. Berdasarkan biaya pengobatan perlu juga diperhatikan lamanya penggunaan karena akan mempengaruhi jumlah obat yang dibutuhkan, bukan hanya harga satuan obat. Pemilihan antimkroba harus didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional dan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antimkroba yang terbaik untuk infeksi tersebut.

Uji sensivitas merupakan suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui kepekaan mikroba terhadap antimikroba dengan membiakan kuman penyebab infeksi yang diikuti dengan uji kepekaan. Suatu bahan biologik dari hospes diambil sebelum pemberian antimikroba kepada pasien, kemudian dalam keadaan infeksi berat suatu anitmikroba dapat diberikan dengan gambaran klini dari pasien. Namun jika uji sensitivitas tidak mungkin dilakukan, dapat dibuat pekiraan kuman penyebab dan pola kepekaan untuk pemberian suatu antimikroba.

Dari hasil uji kepekaan yang dilakukan akan terlihat bagaimana hasil pemilihan dari antimikroba. Bila dari hasil ui kepekaan pilihan antimikroba ternyata tepat dan keadaan klinik pasien membaik maka terapi dapat dilanjutkan. Bila dalam uji kepekaan ada antimikroba lain yang teruji lebih efektif namun antimikroba sebelumnya juga menunjukkan perbaikan yang meyakinkan maka antimikroba sebelumnya tetap diteruskan. Tetapi bila hasil perbaikan klinik dari terapi antimikroba kurang memuaskan, maka antimikroba semula diganti dengan antimikroba yang lebih efektif.

Berdasarkan sifat toksisitas yang selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba atau yang dikenal sebagai aktifitas bakteriostatik, dan ada pula yang bersifat membunuh mikroba atau dikenal sebagai aktifitas bakterisid. Bila antimikroba hanya bersifat bakteriostatik maka pemusnahan mikroba tergantung pada daya tahan tubuh hospes. Bila antimikroba bersifat bakterisid maka antimikroba menjanjikan efek terapi apalagi jika

Page 9: resume pendahuluan.docx

daya tahan tubuh hospes menurun, seperti leukemia akut dan defisiensi imun. Sehingga antimikroba dengan sifat bakterisid lebih dianjurkan.

Posologi adalah ilmu yang membahas mengenai sediaan obat, cara pemberian obat, perhitungan dosis, dan frekuensi pemberian obat. Posologi perlu dipelajari supaya dapat membantu memberikan obat secara rasional, yaitu pemberian obat yang tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, dan tepat rute serta tepat dokumentasi. Efek terapi dari penggunaan antimikroba dipengaruhi oleh tercapainya kadadr antimikroba pada tempat terinfeksi. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan dosis yaitu dari segi umur, berat badan, fungsi ginjal, fungsi hati, dan lain lain.

Penyerapan antimikroba dapat terhambat dengan adanya zat lain sehingga harus diperhatikan benar konsumsi makanan saat penggunaan obat. Contohnya penyerapan tetrasiklin akan terhambat dengan adanya preparat besi. Antimikroba lebih baik diberikan secara oral karena lebih mudah, aman, dan tidak invasive, pemberian secara parenteral dianjurkan untuk infeksi berat, sedangkan pemberian secara topical tidak memberikan efek terapi yang memuaskan, bahkan dapat menimbulkan sensitisasi dan resistensi.

Kombinasi antimikroba diperlukan untuk mengobati infeksi campuran, pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas, untuk mendapatkan efek sinergi, dan memperlambat timbulnya resistensi. Penggunaan kombinasi antimikroba sesuai dengan indikasi yang tepat maka akan memberikan manfaat yang besar, sedangkan kombinasi yang tidak terarah akan memingkatkan biaya dan efek samping, menseleksi galur kuman yang resisten terhadap banyak antimikroba dan tidak meningkatkan efek terapi.

Beberapa kasus dapat disebabkan oleh mikroba berbeda yang peka terhadap antimkroba yang berbeda, untuk itu diperlukan kombinasi antimkroba sesuai dengan kepekaan mikroba tersebut. Contoh infeksi pascabedaeh sering disebabkan oleh kuman anaerob dan aerob gram negatif. Kuman anaerob peka terhadap metronidazol, klinamisin, sefoksitil,dll. Sedangkan kuman aerob peka terhapa gentamisin, Maka dari itu diperlukan kombinasi keduanya untuk dapat melawan kuman penginfeksi tersebut.

Penggunaan kombinasi juga sebagai pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas. Penyakit seperti septicemia, meningitis purulenta dan infeksi berat lainnya memerlukan kombinasi antimikroba untuk menghindari keterlambatan pengobatan yang dapat membahayakan jiwa pasien, sementar kuman penyebab infeksi belum dapat diketahui. Kombinasi antimikroba diberikan dalam dosis penuh, setelah kuman penyebab diketahui maka antimikoba yang tidak diperlukan dapat dihentikan penggunaannya.

Sinergisme hasil kombinasi antimkroba terjadi bila kombinasi tersebut menghasilkan efek yang jauh lebih besar dari sekedar efek aditif terhadap kuman tertentu. Contoh kombinasi karbenisilin atau tikarsilin dengan aminoglikosida sangat mempertinggi angka penyembuhan pada pasien neutropenia karena pseudomonas.

Page 10: resume pendahuluan.docx

Bila mutasi merupakan mekanisme timbulnya resistensi terhadap suatu antimikroba, maka kombinasi antimikroba merupakan cara efektif memperlambat timbulnya resistensi. Pemanfaatannya nyata pada pengobatan tuberculosis, lepra, dan hiv.

Suatu kombinasi dibenarkan jika komponen yang membentuk kombinasi memang dibutuhkan bersama. Contoh kombinasi antimikroba:

1. Sulfametoksazol-trimetoprim2. Sulfadoksin-primetamin3. Razobaktam-piperasilin

Kotrimoksazol adalah suatu kombinasi dari sulfametoksazol + trimetoprim dalam perbandingan 5:1 (400+80 mg). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteri yang menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Afinitasnya terhadap enzim bakteri ini 50.000 kali lebih besar dibandingkan dengan afinitasnya terhadap enzim manusia, yang merupakan dasar dari daya kerja selektivitasnya. Di samping sebagai obat malaria, trimetoprim memiliki spectrum kerja antibakteri yang mirip sulfonamide, efektif terhadap sebagian besar kuman gram positif dan gram negatif serta banyak digunakan terhadap infeksi saluran kemih. Walaupun kedua komponen masing-masing hanya bersifat bakteriostatik, kombinasinya berkhasiat bakterisid terhadap bakteri yang sama, juga terhadap Salmonella, Proteus dan H.influenzae. Kotrimoksazol terutama digunakan untuk pengobatan infeksi saluran napas. Pada umumnya kombinasi dari sulfonamide dan trimetoprim memperkuat khasiatnya (potensiasi) serta menurunkan resiko resistensi dengan kuat.

Mekanisme kerjanya berdasakan teori sequential blockade dari Hitchings (1965), yakni bila dua obat bekerja terhadap dua titik berturut-turut dari suatu proses enzim bakteri, maka efeknya adalah potensiasi. Dalam hal ini proses enzim adalah sintesis protein (DNA/RNA) dari PABA, yang secara skematis dapat digambarkan pada gambar dibawah Disini terlihat bahwa sulfonamide mengganggu proses enzim ini, antara langkah 1 dan 2, dengan jalan persaingan substrat (bahan pangkal) sedangkan trimetoprim mengintervensi antara langkah 2 dan 3 dengan merintangi enzim dihidrofolat reduktase yang mereduksi dihidrofolic acid (DHFA) menjadi tetrahidrofolic acid (THFA). Akibatnya adalah terhentinya sintesa asam folat yang merupakan bahan pangkal untuk sintesa purin dan DNA/RNA, sehingga pembelahan sel bakteri dihentikan. Keuntungan penting lain dari kombinasi ini adalah timbulnya resistensi lebih lambat daripada komponen-komponennya sendiri. Hal ini adalah jelas karena bakteri yang menjadi resisten untuk salah satu komponen masih dapat dimusnahkan oleh yang lain.

Antimikroba untuk Tujuan Profilaksis

Page 11: resume pendahuluan.docx

Di Amerika sekitar 30-50% antibiotik diberikan untuk tujuan profilaksis. Seringkali

pemberian profilaksis ini merupakan penggunaan AM yang berlebihan. Uji klinik telah

membuktikan bahwa pemberian profilaksis sangat bermanfaat untuk beberapa indikasi

tertentu, sedangkan untuk indikasi lain sama sekali tidak bermanfaat atau kontroversial.

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila suatu AM digunakan untuk mencegah

infeksi kuman tertentu (yang peka terhadap AM tersebut) sebelum terjadinya kolonisasi dan

multiplikasi, maka profilaksis ini seringkali berhasil. Tetapi bila profilaksis dimaksudkan

untuk mencegah kemungkinan infeksi oleh segala macam mikroba yang ada di sekitar pasien,

maka profilaksis ini biasanya gagal.

Agen antimikroba memiliki beberapa keuntungan, yaitu harganya murah, mengurangi

kemungkinan terjadinya, sedikit efek samping, batas potensi untuk menseleksi terjadinya

resistensi antimikroba.

Profilaksis antimikroba ini dibedakan menjadi 2, yaitu profilaksis bedah dan non

bedah.

Prinsip penggunaan profilaksis kasus bedah :

1. Penggunaan AM untuk profilaksis selalu harus dibedakan dari penggunaan untuk

terapi

2. Pemberian profilaksis AM hanya diindikasikan untuk tindakan bedah tertentu yang

sering disertai infeksi pascabedah, atau yang membawa akibat berat bila terjadi

infeksi pasca-bedah, yaitu yang tergolong clean-contaminated dan contaminated

Tindakan-tindakan bedah yang bersih tidak memerlukan profilaksis AM, kecuali bila

dikhawatirkan akan terjadi infeksi pascabedah yang berat sekali

3. AM yang dipakai harus sesuai dengan jenis kuman yang potensial menimbulkan

infeksi pasca bedah

4. Cara pemberian biasanya IV atau IM

5. Pemberian dilakukan pada saat induksi anestesi, tidak dibenarkan pemberian yang

lebih dini dan biasanya hanya diberikan 1-2 dosis. Pemberian profilaksis lebih dari 24

jam tidak dibenarkan.

Page 12: resume pendahuluan.docx

Tiga kategori Infeksi Luka Operasi (SSI) :

1. superficial : meliputi kulit dan jaringan subkutan

2. deep : yang meliputi fasia dan otot

3. organ/space : yang meliputi organ dan rongga tubuh

Faktor yang mempengaruhi terjadinya ILO/SSI :

1. faktor personal/individu

obesitas, diabetes, infeksi, mengalami kontaminasi saat pembedahan, rawat inap pre-

operatif yang panjang, menjalani operasi yang lama (>2jam), karier Staphylococcus

aureus, dan pertahanan tubuh yang lemah

2. faktor ahli bedah

karier Saphylococcos aureus dan Streptococcus pyogenes, dan skill yang kurang

terampil

3. faktor kuman

virulensi serta jumlah kuman

Page 13: resume pendahuluan.docx

Antimikroba

profilaksis non

bedah :

1. melindung

i

seseorang

yang

terpajan

kuman

tertentu

Contoh :

Bersih (Klas I) Non trauma

Tidak ada inflamasi

Traktus respiratorius, digestivus, urogenital, tanpa

menembus

Tidak ada kesulitan dalam operasi

Bersih

kontaminasi

(Klas II)

Traktus respiratorius, digestivus, menembus tanpa sillage

yang signifikan

Apendiktomi

Orofaring

Vagina

Urogenital, menembus tetapi tidak ada infeksi urin

Bilier, menembus tetapi tidak ada infeksi bilier

Kesulitan ringan dalam operasi

Kontaminasi

(Klas III)

Kesulitan besar dlam operasi

Spillage yang banyak dari gastrointestinal

Luka trauma, baru

Menembus urogenital atau bilier, dengan adanya infeksi

urine atau bile

Kotor dan

infeksi

(Klas IV)

Inflamasi bakterial akut tanpa nanah

Transeksi daerah bersih untuk drainase nanah

Luka trauma dengan jaringan mati, benda asing,

kontaminasi fekal, delayed treatment

Page 14: resume pendahuluan.docx

- pemberian penisilin G mencegah infeksi streptokokus Grup A

- kotrimazol efektif untuk mencegah kambuhnya infeksi saluran kemih

2. mencegah infeksi bakterial sekunder pada seseorang yang sedang menderita penyakit

lain seperti pada pasien koma, pasien dengan alat bantu napas, kateter, dan

sebagainya. Mikroba yang resisten terutama Enterobacteriaceae dan jamur seringkali

timbul sebagai pathogen bila profilaksis diteruskan.

3. mencegah endokarditis pada pasien kelainan katup atau struktur jantung lain yang

akan menempuh prosedur yang sering menimbulkan bakteremia, misalnya tindakan

pembedahan. Endokarditis terjadi karena kolonisasi kuman pada katup jantung yang

rusak. Profilaksis juga perlu diberikan untuk pasien dengan lesi jantung lainnya,

karena deposit fibrin dan trombosit yang menjadi tempat kolonisasi sering

berhubungan dengan tempat terjadinya arus darah turbulen pada jantung. Profilaksis

ini diberikan segera sebelum tindakan.

Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis yaitu:

1. tepat indikasi

bergantung pada jenis pembedahan yang akan dilakukan yaitu untuk pembedahan

kriteria bersih kontaminasi dan kriteria bersih

tapi tidak tepat digunakan pada operasi kontaminasi atau kotor karena telah terjadi

kolonisasi kuman dalam jumlah besar atau sudah ada infeksi yang secara klinis belum

manifest.

2. tepat obat

antibiotik yang digunakan untuk tujuan profilaksis berbeda dengan obat yang

digunakan untuk tujuan terapi

3. tepat dosis

dosis harus tinggi agar dicapai kadar di atas MIC. Biasanya loading-dose yang

takarannya 2-4 kali dosis normal

4. tepat rute

Page 15: resume pendahuluan.docx

agar segera didistribusikan ke jaringan maka pemberiannya dilakukan secara

intravena atau intramuskular

5. tepat waktu pemberian

dilakukan pada 30 menit (intravena) atau 1 jam (intramuskular) sebelum insisi dengan

maksud agar pada saat insisi maka kadar antibiotik di dalam jaringan

Bakteriologi

Pertimbangan yang paling penting saat memilih antiobiotik profilaksis adalah

pengetahuan mengenai bakteri di daerah operasi. Organisme yang terlibat dalam ILO/SSI

dapat berasal dari dalam maupun luar, dari dalam yaitu flora normal di dalam tubuh pasien itu

sendiri atau dari luar yaitu dari kontaminasi selama proses operasi.

Data dari National Nosocomial Infections Surveillance System, Januari 1992 – Juni 2004.

Jenis Operasi Patogen Regimen Dosis

Gastroduodenal Basilus gram negative

enteric, kokus gram positif,

anaerob oral

Cefazolin 1 g x 1

Page 16: resume pendahuluan.docx

Kantung Empedu Basilus gam negative,

enterokokus, clostridia

Cefazolin 1 g x 1

Colorectal Basilus gram negtif enteric,

anaerob

PO: neomisin 1 g + eritromisin base 1 g

pada pukul 1 PM, 2 PM, +11 PM sehari

sebelum operasi

IV: efoxitin atau cefotetan

1 g x 1

Apendiks Basilus gram negative

enteric, anaerob

Cefoxitin atau Cefotetan 1 g x 1

Urologi E. coli Cefazolin 1 g atau antibiotik oral dengan

spectrum yang dapat dibandingkan x1

Cesar Basilus gram negatif enteric,

anaerob, streptokokus grup

B, enterokokus

Cefazolin 2 g x 1

Histerektomi Basilus gram negatif enteric,

anaerob, streptokokus grup

B, enterokokus

Vaginal: Cefazolin 1 g x 1, diulangi

setiap 8 jam 2 dosis

Kepala dan leher S. aureus, streptokokus,

anaerob oral

Cefazolin 2 g x 1 atau klindamisin 600

mg saat induksi dan 2 dosis atau lebih tia

8 jam

Kardiak S. aureus, S. epidermis, Cefazolin 1 g tiap 8 jam x 48 jam

Page 17: resume pendahuluan.docx

corynebakteri, basilus gram

negative enterik

dimulai saat induksi

Vaskuler S. aureus, S. epidermis,

basilus gram negative

enterik

Cefazolin 1 g saat induksi dan setiap 8

jam x 2 dosis atau lebih

Otropedik S. aureus, S. epidermis Cefazolin 1 g x 1 pre op, kemudian tiap

8 jam 2 dosis atau lebih

Perbaikan fraktur: sama, tap harus

dilanjutkan total selama 48 jam

Bedah saraf S. aureus, S. epidermis Cefazolin 1 g x 1

Efek samping penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak tepat akibat pemilihan penderita

yang tidak tepat, pemberiannya terlalu lama, atau digunakannya obat generasi terbaru dapat

memicu terjadinya resistensi kuman.