Upload
hadaina-zulfa
View
368
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kloning dna, transformasi plasmid sel
Citation preview
RESUME BIOTEKNOLOGI
KLONING DNA DAN TRANSFORMASI PLASMID
REKOMBINAN PADA SEL KOMPETEN
ANGGOTA KELOMPOK:
HADAINA ZULFAH K4311031
SIN SYIN LU’LU’ HANDAYANI K4311067
SOLIKHAH K4311071
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
A. KLONING DNA
Kloning adalah suatu upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang
secara genetic sama persis (identik) (Alberts et al., 1994). Sedangkan istilah klon adalah
sekelompok organisme hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang dihasilkan melalui
reproduksi aseksual dan berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota dari klon
tersebut mempunyai susunan dan jumlah gen yang sama dan kemungkinan besar
fenotipnya juga sama. Cloning didasarkan pada prinsip bahwa setiap makhluk hidup
mempunyai kemampuan totipotensi yang artinya setiap sel mempunyai kemampuan
untuk menjadi individu.
Kloning adalah tindakan menggandakan atau mendapatkan keturunan tanpa
fertilisasi, berasal dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang
sama dan kemungkinan besar mempunyai fenotip yang sama.
1. Kloning DNA Rekombinan
Kloning DNA adalah memasukkan DNA asing ke dalam plasmid suatu
sel bakteri. DNA yang dimasukkan ini akan bereplikasi (memperbanyak diri) dan
diturunkan pada sel anak pada waktu sel tersebut membelah. Gen asing ini tetap
melakukan fungsi seperti sel asalnya, walaupun berada dalam sel bakteri.
Pembentukan DNA rekombinan ini disebut juga rekayasa genetika. Perekayasaan
genetika terhadap satu sel dapat dilakukan dengan hanya menghilangkan,
menyisipkan atau menularkan satu atau beberapa pasang basa nukleotida penyusun
molekul DNA tersebut. Untuk kloning ini diperlukan plasmid dan enzim untuk
memotong DNA, serta enzim untuk menyambungkan gen yang disisipkan itu ke
plasmid.
Dalam melakukan pengklonan suatu DNA asing atau DNA yang
diinginkan atau DNA sasaran harus memenuhi hal-hal sebagai berikut. DNA plasmid
vektor harus dimurnikan dan dipotong dengan enzim yang sesuai sehingga terbuka.
DNA yang akan disisipkan ke molekul vektor untuk membentuk rekombinan buatan
harus dipotong dengan enzim yang sama. Reaksi pemotongan dan penggabungan
harus dipantau dengan menggunakan elektroforesis gel. Rekombinan buatan harus
ditransformasikan ke E. coli atau ke vektor lainnya.
Rekayasa genetik dengan menggunakan plasmid bakteri E. coli dapat
dilakukan sebagai berikut.
Menentukan gen yang diinginkan untuk disisipkan, misalnya gen pengkode
hormone insulin dari sel-sel pankreas manusia atau gen pengkode hormone
pertumbuhan dari kelenjar pituitari. Kromosom sel-sel pankreas dikeluarkan
dengan memecah membran plasma. Membran plasma ini dipecah dengan diberi
kejutan listrik atau dengan pemberian zat kimia yaitu polietilen glikol atau
kalsium klorida (CaCl2), sehingga kromosom dapat keluar dari sel pankreas.
Kromosom yang diinginkan tadi dipotong dengan menggunakan enzim restriksi
endonuklease untuk melepaskan bagian DNA yang diinginkan, kemudian
memurnikan DNA tersebut. Elektroforesis dapat juga digunakan untuk persiapan
memurnikan fragmen DNA tertentu, selain digunakan untuk menganalisis.
Mengektraksi plasmid dari sel bakteri. Plasmid dipisahkan dari sel dengan cara
memecah dinding sel bakteri. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
deterjen atau dengan enzim lisozim, kemudian dilisis dengan natrium hidroksida
(NaOH) dan larutan dedosil sulfat. DNA kromosom akan menggumpal dan
dinetralisir dengan natrium asetat. DNA plasmid ini akan menggumpal
membentuk jaring-jaring dan dengan mudah mengendap. Untuk memisahkan
DNA ini dilakukan sentrifugasi.
Cairan yang mengandung plasmid ini dijenuhkan dengan pengendapan etanol.
DNA plasmid yang dimurnikan dengan filtrasi gel. Plasmid yang berbentuk
lingkaran itu dipotong dengan enzim restriksi endonuklease yaitu enzim yang
sama digunakan untuk memotong DNA pankreas. Enzim ini memecah ikatan
fosfodiester pada molekul DNA. Endonuklease memecah asam nukleat pada
posisi internal, sedangkan enzim eksonuklase memecah molekul DNA dari ujung
molekulnya.
Kemudian pemasangan gen pengkode yang diinginkan tadi ke dalam plasmid
dengan menggunakan enzim ligase yang fungsinya menggabungkan ikatan
fosfodiester antara fragmen ujung-ujung yang terpotong tadi. Proses
penyambungan tersebut disebut ligasi. Karena enzim yang digunakan untuk
memotong DNA sel pankreas dan plasmid sama jenisnya, akan menghasilkan
ujung-ujung yang lengket yang sama strukturnya, sehingga penyambungannya
akan menyatu sempurna. Suhu optimum untuk ligasi adalah 37oC, tetapi
ikatannya tidak stabil. Ligasi akan berhasil jika dilakukan pada suhu 4o-150oC.
Plasmid yang telah disisipi gen pengkode yang diinginkan itu dimasukkan ke
dalam sel bakteri coli dengan cara tranformasi. Transformasi dilakukan dengan
memasukkan bakteri E. coli ke dalam larutan CaCl2 sehingga terbentuk lubang-
lubang sementara, sehingga plasmid dapat masuk ke dalam sel bakteri.
Diharapkan bakteri yang telah disisipi gen tersebut mewarisi sifat gen baru,
sehingga bakteri yang telah disisipi dengan gen pengkode insulin dapatm
memproduksi insulin.
Langkah selanjutnya adalah mengembangbiakkan bakteri hasil rekayasa dalam
tabung fermentasi yang berisi medium untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri E. coli untuk memproduksi insulin dalam jumlah yang
banyak. Insulin yang terbentuk kemudian dipisahkan dari senyawa yang lain.
(http://afie.staff.uns.ac.id/2008/12/11/transformasi-plasmid-dna-sel-kompeten-
metode-cacl2/)
2. Manfaat Kloning
Secara garis besar kloning bermanfaat:
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Manfaat kloning terutama dalam rangka pengembangan biologi,
khususnya reproduksi-embriologi dan diferensiasi. Dengan pengembangan ilmu
pengetahuan baru di bidang bioteknologi akan membuka peluang lebar bagi
peneliti untuk menemukan cara baru lagi untuk memecahkan masalah-masalah
yangberujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul
Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer.
Hal yang serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti
pada domba, kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya
diambil dari bibit unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat
unggul tersebut. Sifat unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika
dikombinasikan dengan teknik transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot
dimasukkan gen yang dikehendaki, sehingga anggota klonnya akan mempunyai
gen tambahan yang lebih unggul.
Untuk tujuan diagnostik dan terapi
Sebagai contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan
penyakit genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk
tidak mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen
dengan terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah
satu klon blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke
thalasemia mayor, maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer
yang lain, sebelum dikembangkan menjadi blastosit.
Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan
Manfaat yang tidak kalah penting adalah bahwa kloning manusia dapat
membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan. Secara medis
infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit, sedangkan secara psikologis ia
merupakan kondisis yang menghancurkan, atau membuat frustasi. Salah satu
bantuan ialah menggunakan teknik fertilisasi in vitro. (in vitro fertilization =
IVF). Namun IVF tidak dapat menolong semua pasangan infertil. Misalnya bagi
seorang ibu yang tidak dapat memproduksi sel telur atau seorang pria yang tidak
dapat menghasilkan sperma, IVF tidak akan membantu.
Dalam hubungan ini, maka teknik kloning merupakan hal yang
revolusioner sebagai pengobatan infertilitas, karena penderita tidak perlu
menghasilkan sperma atau telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel
somatik dari manapun diambil, sudah memungkinkan mereka punya turunan
yang mengandung gen dari suami atau istrinya.
Melestarikan Spesies Langka
Meskipun upaya terbaik dari konservasionis di seluruh dunia, beberapa
spesies yang hampir punah. Kloning Dolly sukses merupakan langkah pertama
dalam melindungi satwa langka. Contoh lainnya adalah hasil cloning yang
melahirkan Noah, hewan gaur (spesies dari Asia Tenggara yang mirip bison),
yang merepresentasikan percobaan pertama yang dilakukan oleh para ilmuwan
untuk mengkloning hewan yang terancam punah. Para ilmuwan di Amerika
berharap bisa mengambil langkah besar dalam upaya melindungi spesies yang
terancam punah dengan melahirkan kloningan gaur di sebuah peternakan di
Iowa.
Meningkatkan pasokan makanan
Kloning dapat menyediakan sarana budidaya tanaman yang lebih kuat
dan lebih tahan terhadap penyakit, sambil menghasilkan produk lebih. Hal yang
sama bisa terjadi pada ternak serta di mana penyakit seperti penyakit kaki dan
ulut bisa menjadi eradicated. Kloning karena itu bisa secara efektif memecahkan
masalah pangan dunia dan meminimalkan atau mungkin kelaparan (Brookes,
2005)
3. Efek Negatif Kloning
Jika kloning pada tanaman bertujuan menghasilkan tanaman baru yang
memiliki sifat-sifat identik dengan induknya maka kloning pada tanaman akan
menghasilkan individu baru yang sama dengan sifat induknya. Hal ini hal ini akan
menurunkan keanekaragaman tanaman baru yang dihasilkan. Akibatnya,
keanekaragaman tumbuhan yang merupakan sumber daya alam hayati pun akan
semakin menurun. Demikian juga kloning pada hewan, akan menurunkan
keanekaragaman hewan. Keanekaragaman genetik memainkan peran yang sangat
penting dalam sintasan dan adaptabilitas suatu spesies, karena ketika lingkungan suatu
spesies berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup
dan beradaptasi. Spesies yang memiliki derajat keanekaragaman genetik yang tinggi
pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi.
Seleksi yang memiliki sangat sedikit variasi cendering memiliki risiko lebih besar.
Dengan sedikitnya variasi gen dalam spesies, reproduksi yang sehat akan semakin
sulit, dan keturunannya akan menghadapi permasalahan yang ditemui
Kloning pada hewan dan manusia masih dipertentangkan karena akibat
yang ditimbulkan seperti contohnya: resiko kesehatan terhadap individu hasil kloning.
Terjadi kekecauan kekerabatan dan identitas diri dari klon maupun
induknya. Klon atau individu hasil cloning akan diangggap sebagai kopian dari
individu lain yang dianggap sebagai induknya karena memiliki sifat yang sama
dengan induknya. Sehinggga terjadi kekacauan apakah status klon tersebut adalah
anak atau merupakan kembaran dari individu aslinya.Transformasi adalah proses
pemasukkan molekul DNA rekombinan ke dalam sel inang dengan vektor yang
digunakan berupa plasmid. Plasmid dapat mengubah sifat sel inang. Keberhasilan
plasmid masuk dan bertahan di dalam sel umumnya dideteksi berdasarkan ekspresi
gen marka yang dibawa oleh plasmid tersebut. Ekspresi materi genetik asing masuk
melalui dinding sel. Pada dasarnya dinding sel berfungsi melindungi sel dari
masuknya benda-benda asing termasuk DNA, tapi dalam kondisi tertentu, dinding sel
ini bisa memiliki semacam celah atau lubang yang bisa dimasuki DNA. Ada lebih dari
1% spesies bakteri mampu melakukan transformasi secara alami. Dimana mereka
memproduksi protein-protein tertentu yang dapat membawa DNA menyeberangi
dinding sel.
B. TRANSFORMASI PLASMID REKOMBINAN PADA SEL KOMPETEN
Transformasi dilakukan dengan menggunakan sel kompeten (istilah untuk
bakteri yang siap bertransformasi). Sel kompeten merupakan sel yang memiliki
kemampuan untuk disisipi DNA dari luar karena telah mendapat perlakuan fisik maupun
kimia. Kita dapat membuat suatu bakteri menjadi kompeten, misalnya dengan
mendinginkannya pada larutan yang mengandung kation divalen seperti Ca2+ untuk
membuat dinding sel menjadi permeable dan dapat dilalui oleh DNA plasmid. Sel juga
dapat dibuat kompeten melalui perlakuan dengan garam kalsium klorida (CaCl2) atau
rubidium klorida (RbCl). Fungsi penambahan CaCl2 pada pembuatan sel kompeten belum
diketahui secara jelas. Penambahan etanol pada pembuatan sel kompeten menurunkan
efisiensi transformasi. Hal ini dikarenakan adanya leaching terhadap lipopolisakarida dari
dinding sel. Hasil ini menguatkan dugaan bahwa adsorpsi DNA didukung oleh LPS
dinding sel bakteri. Mekanisme yang diajukan adalah pengikatan DNA pada molekul LPS
sel kompeten dilanjutkan dengan pemasukan DNA ke sitosol karena adanya disintegrasi
membran sel akibat CaCl2 (Sarkar et al. 2002).
Menurut Primrose & Twyman (2006), CaCl2 mempengaruhi dinding sel dan
mungkin berperan dalam pengikatan DNA pada permukaan sel. Literatur yang sama
menyebutkan bahwa penyerapan DNA secara nyata sebenarnya dipengaruhi oleh
perlakuan kejut panas.Selain itu, perlakuan untuk memasukkan sel kompeten dapat
dilakukan dengan menggunakan metode kejutan panas (heat shock) atau kejutan pulsa
listrik (metode electroporation).
Chemical Transformation (image from biochem.arizona.edu)
Selain teknik ‘heat-shock’, sejak tahun 1980 telah digunakan teknik
‘elektroforasi’ yaitu dengan mengejutkan sel bakteri dengan medan listrik berkekuatan
tinggi (10-20 kV/cm). Saking terkejutnya, akan terbentuk lubang-lubang pada dinding sel
yang bisa diterobos DNA plasmid berukuran besar dan kemudian lubang tersebut akan
tertutup dengan sendirinya.
Electrophoretic Transformation (image from biochem.arizona.edu)
Proses transformasi merupakan proses yang tidak efisien walaupun sel telah
dibuat kompeten. Bagian sel yang berhasil menyerap DNA plasmid sangat rendah,
sehingga diperlukan metode untuk membedakan antara sel transforman dan sel
nontransforman. Sel transforman adalah sel yang berhasil menyerap DNA plasmid,
sedangkan sel nontransforman adalah sel yang tidak membawa DNA plasmid. Seleksi
transforman umumnya berdasarkan adanya marka seleksi yang disisipkan pada plasmid.
Marka seleksi merupakan gen yang memberi karakterisrik baru pada sel transforman yang
tidak dimiliki oleh sel bukan transforman.
Sel inang yang telah mengandung DNA rekombinan dibiakkan dalam medium
padat, sehingga membentuk koloni. Koloni yang terbentuk merupakan sekumpulan sel
yang identik karena hasil pembiakan sebuah sel. Koloni yang dapat tumbuh pada media
seleksi ini adalah koloni yang berasal dari bakteri transforman saja.
1. Cara Gen Ditransformasi
Umumnya transformasi bertujuan mengekspresikan suatu gen tertentu di
dalam sel inang. Agar gen yang berupa fragmen DNA (biasa disebut insert) ini dapat
masuk, ia harus dibuat menjadi DNA plasmid dulu dengan menyisipkannya pada
suatu DNA vektor. Berikut ini tahapan-tahapan insersi gen ke plasmid/vektor.
Insert Digestion (image from biochem.arizona.edu)
Plasmid (Vector) Digestion (image from biochem.arizona.edu)
Insert-Plasmid Ligation (image from biochem.arizona.edu)
2. Cara memastikan transformasi berhasil
Kita tahu bahwa setiap sel termasuk bakteri memiliki sistem pertahanan
diri terhadap benda asing termasuk DNA. Jika sel bakteri menemukan adanya DNA
asing, maka enzim restriksi sebagai penjaga benteng akan memotong-motong DNA
tersebut hingga menjadi pendek dan tak berfungsi lagi. Agar DNA plasmid yang
ditransformasi tidak dicincang oleh enzim restriksi, maka ia harus memiliki bagian
yang dinamakan ori atau origin of replication yang dikenali oleh bakteri yang
bersangkutan. Ori ini berfungsi ‘mengelabui’ bakteri agar tidak menganggapnya
sebagai DNA asing. Ori juga merupakan signal agar bakteri tersebut melakukan
replikasi alias penggandaan DNA plasmid secara independen seiring dengan replikasi
DNA genomnya.
Untuk membedakan antara bakteri yang sudah dimasuki DNA plasmid
dengan tidak,cara yang paling umum adalah dengan seleksi antibiotik. Kita tahu
umumnya bakteri tidak dapat hidup pada media yang mengandung antibiotik. Untuk
itu pada DNA plasmid yang kita transformasikan harus ada gen penyandi antibiotik
resisten agar bakteri hostnya menjadi tahan hidup di media yang mengandung
antibiotik. Jadi bakteri yang tidak berhasil disusupi oleh plasmid akan mati dengan
sendirinya.
Reaksi Ligasi tidak akan 100% berhasil menyambungkan vektor dan
insert. Bisa saja terjadi vektor berligasi sendiri (vector self-ligation), atau justru insert
yang berligasi sendiri (insert self-ligation). Insert biasanya disisipkan di pertengahan
gen lacZ yang merupakan penyandi lacZ-å subunit dari enzim ß-galactosidase,
subunit lainnya, yaitu lacZ-w subunit dihasilkan oleh gen yang terdapat pada
kromosom bakteri host-nya. Enzim ini dapat memecah substrat seperti X-gal (suatu
galaktosa yang dimodifikasi) menjadi galaktosa dan pre-chromophore 5-bromo-4-
chloro-3-hydroxyindole, yang selanjutnya dioksidasi menjadi 5,5′-dibromo-4,4′-
dichloro-indigo yang berwarna biru.
Mechanism of X-gal degradation by ß-galactosidase (image from
biochem.arizona.edu)
Jika gen LacZ ini masih utuh, maka koloni bakteri akan berwarna biru
akibat pengaruh zat warna indigo yang dihasilkan. Tetapi jika insert berhasil
disisipkan (diligasikan) dengan vektor, otomatis gen lacZ-nya akan terdisrupsi alias
rusak dan ujung-ujungnya tidak mampu menghasilkan indigo yang berwarna biru,
sehingga koloni bakteri akan berwarna putih. Jadi hanya koloni putih yang tumbuh
pada media yang mengandung antibiotik dan X-Gal sajalah yang kemungkinan
mengandung gen yang kita transformasikan. Inilah yang dinamakan seleksi biru-
putih.
Insert-Plasmid Ligation (image from biochem.arizona.edu)
DAFTAR PUSTAKA
http://afie.staff.uns.ac.id/2008/12/11/transformasi-plasmid-dna-sel-kompeten-metode-cacl2/ diakses pada tanggal 1 Oktober 2013
Akberts, B., et al. (1994). Molecular Biology of The Cel. Ed. Ke-3. Garland Publishing, New York
Brookes, Martin. (2005). Genetika. Jakarta : Erlangga
Lodish. Berk. Matsudaira. Kaiser. Krieger. Scott. Zipursky. Darnell. 2000. Molecular CellBiology fifth Edition. Freeman and Company. New York.
Primrose SB, Twyman RM. 2006. Principles of Gene Manipulation and Genomics. Ed. Ke-7. Oxford: Blackwell Publishing.
Sarkar S, Chaudhuri S, Basu T. 2002. Mechanism of arttificial transformation of E.coli with plasmid DNA-clues from the influence of ethanol. Current Science 83:1376-1380.
Tsen et al. 2002. Natural plasmid transformation in Escherichia coli. Journal of Biomedical Science 9:246-252.
Tu et al. 2005. An improved system for competent cell preparation and high efficency plasmid transformation using different Escherichia coli strains. Electronic Journal of Biotechnology 8.
Williams HG, Day MJ, Fry JC. 1996. Use of EDTA to prevent spontaneous cell-to-cell transformation provides a more accurate estimation of gene transfer frequencies. Biology Techniques 10:941-946.
Zhang et al. 2007. Effects of Mg2+ on supported bilayer membrane on a glassy carbon electrode during membrane formation. International Journal of Electrochemical Science 2:788-796.