Upload
adhenanchy
View
58
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
HUBUNGAiN ADMINISTRASI NEGARA DAN
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
A. Pengertian Hukum Administrasi NegaraMenurut Prajudi Atmosudiiju Hukum Administrasi Negara merupakan mata
kuliah hukum yang muda sekali di Indonesia, clan barn diakui sebagai mata kuliah
tersendiri sejak tahun 1947 pada Universitas Indonesia selanjutnya Prajudi
menyebutkan materi studi hukum Adm. Negara hukum pada pendidikan tinggi di
fakultas hukum, antara lain
1. Dasar-dasar umum dan pengertian-pengertian dasar.
2. Hukum mengenai organisasi adm. Negara
3. Hukum mengenai organisasi adm. Negara
4. Hukum mengenai semua administrasi negara, antara lain
Kepegawaian dan personel
Keuangan dan materil
Kekayaan tidak bergerak
Usaha-usaha negara dan daerah.
5. Hukum administrasi wilayah dan daerah
6. Hukum administrasi khusus
7. Hukum mengenai peradilan administrasi negara
8.Hukum administrasi
9. Sosialisasi hukum administrasi negara.
Materi hukum administrasi negara adalah line sekali karena meliputi kegiatan
campur tangan negara ke dalam kehidupan masyarakat.
Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengendalikan disiplin dan
operasi daripada administrasi negara, yang meliputi tata pemerintahan, tata usaha
negara, tata organisasi dan manajemen rumah tangga negara, tata pembangunan negara
dan segi administrasi negara sendiri, hukum Administrasi Negara itu merupakan
"rangka hukum" (legal matrix) daripada Administrasi Negara.
Apa yang sekarang disebut "Administrasi Negara" dahulu tidak disebut
demikian, oleh karena titik berat permasalahannya atau sifatnya berbeda yang hendak
menekankan pada fungsi pemerintahan menyebut apa "Tata Pemerintahan" dan yang
hendak memandang dari segi pengaturan usaha-usaha negara menggunakan istilah
"Tata Usaha Negara" pada awal perkembangan kelahiran istilah hukum seperti
diuraikan berikut "istilah hukum administrasi negara" (yang dengan keputusan menteri
P dan K tahun 1972 disebut hukum tata pemerintahan dalam kurikulum minimal
fakulta hukum negeri maupun swasta di Indonesia) berasal dari administrative law
menurut ilmu pengetahuan hukum di Inggris, Droit Administratif di Perancis, atau
verwaltungsrecht di Jerman.
Di samping istilah Administratiefrecht di Negeri Belanda dikenal pula istilah
"Bestuursrecht" (Hukum Tata Pemerintahan), istilah Prof. Mr. Ph. Kleintjes dan
istilah "Bestuurskunde" (Ilmu Pemerintahan), istilah Prof. Dr. G.A. van Poelje dalam
pengertian yang hampir sama.Dalam kalangan Perguruan Tinggi di Indonesia, sebelum tahun 1946
dipergunakan istilah kembar "Staats-en Administratiefrecht" (Hukum Tata Negara
dan Hukum Administrasi Negara) berdasarkan pasal 9 Hooger Onderwijs
Ordonnantie Tahun 1924 (Undang-undang Perguruan Tinggi Tahun 1924).
Istilah tersebut sebenarnya terdiri dari "Staatsrecht" dan "Admi-
nistratiefrecht"; dan kedua mata pelajaran ini pads Rechtshogeschool (Sekolah Tinggi
Hukum) di Jakarta diberikan secara gabungan dalam satu mata pelajaran oleh
Prof. Dr. J.H.A. Logemann sampai tahun 1941. Sampai pada tahun 1945 istilah
"Staats-en Administratiefrecht" masih dipakai Rechtschogeschool di Jakarta.
Baru kemudian pada tahun 1946 dalam "Het Universiteits Reglement"
(Staatsblad 1947 no. 170: Peraturan Universitas) pada pasal 34 dipisahkan menjadi
dua mata pelajaran yang masing-masing berdiri sendiri, yaitu" Staatsrecht" (Hukum
Tata Negara) dan "Administratiefrecht" (Hukum Administrasi Negara), dan yang
resminya dipakai pada Universiteit
van Indonesia (Universitas Indonesia): Staatrecht dikuliahkan oleh Prof. Mr. G.J.
Resink dan Administratiefrecht dikuliahkan oleh Mr. W.F. Prins.
Setelah itu sejak tahun 1950 hingga tahun 1960 untuk mata kuliah
Administratiefrechi Prof. Djokosutono, SH mempergunakan istilah Hukum Tata
Usaha Negara, dan kemudian setelah tahun 1960 timbullah beberapa istilah baru: Prof.
Dr. Prajudi Atmosudirdjo, SH mempergunakan istilah Hukum Administrasi
Negara di Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada dan Universitas Pajajaran
menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan.
Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1969 pengertian istilah
Hukum Administrasi Negara oleh G. Pringgodigdo, SH (dosen Universitas Indonesia)
dijelaskan sebagai berikut:
"O1eh karena di Indonesia kekuasaan eksekutif dan kekuasaan
administratif berada dalam satu tangan, yaitu Presiden, maka pengertian
Hukum Administrasi Negara yang luas terdiri atas tiga unsur, yaitu:
1. Hukum Tata Pemerintahan, yakni Hukum Eksekutif atau Hukum. Tata
Pelaksanaan Undang-undang; dengan perkataan lain, Hukum Tata
Pemerintahan ialah hukum mengenai aktivitasaktivitas kekuasaan eksekutif
(kekuasaan untuk melaksanakan undangundang),
2. Hukum Administrasi Negara dalam arti sempit, yakni hukum tata
pengurusan rumah tangga negara (rumah tangga negara dimaksudkan, segala
tugas-tugas yang ditetapkan dengan undangundang sebagai urusan negara), dan
3. Hukum Tata Usaha Negara, yakni hukum mengenai suratmenyurat,
rahasia dinas dan jabatan, kearsipan dan dokumentasi, pelaporan dan
statistik, tata-carsa penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, pencatatan
nikah, talak dan rujuk, publikasi dan penerbitan-penerbitan negara.
Ada tiga arti daripada Administrasi Negara, yaitu:
1. Sebagai,aparatur negara, aparatur pemerintah, atau sebagi institusi politik
(kenegaraan); artinya meliputi organ yang berada di bawah. Pemerinlah, mulai
dari Presiden, Menteri (termasuk Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal,
Inspektur Jenderal), Gubernur Bupati, dan sebagainya, singkatnya semua
organ yang menjalankan Administrasi Negara;
2. Sebagai fungsi atau sebagai aktivitas, yakni sebagai kegiatan "pemerintahan",
artinya sebagai kegiatan "mengurus kepentingan negara"
3. Sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang, artinya meliputi
segala tindakan aparatur negara dalam menyelenggarakan undang-undang."
Berkenaan dengan pemisahan "Administrastiefrecht" dari "Staatsrecht"
menurut Mr. W.F. Prins dalam bukunya "Inleiding in het Administratiefrecht van
Indonesia", alasan pemisahan tersebut, bukanlah agar supaya batas-batas antara
kedua jenis hukum itu menjadi lebih jelas atau lebih tajam, melainkan karena
lapangan dari Administratiefrecht itu semakin bertambah luas dan kepentingannyapun
lebih meningkat, sehingga perlu mendapat pembahasan secara khusus.
Maksud dan keinginan ini tak akan mungkin tercapai apabila Hukum
Administrasi Negara masih merupakan embel-embel belaka dari Hukum Tata Negara.
Pendapat Prof. van Vollenhoven tentang Hukum Administrasi Negara
Betapa pentingnya Hukum Administrasi Negara, sehingga Prof. Mr Cornelis van
Vollenhoven dalam tahun 1919 menulis dalam bukunya yang berjudul "Thorbecke en
het Administratiefrecht" sebagai berukut: "Badan-badan pemerintahan tanpa
peraturan-peraturan Hukum, Tata
Negara dapat diibaratkan sebagai seekor burung yang lumpuh sayapnya
(vleugellam), oleh karena badan-badan itu tidak mempunyai wewenang ataupun
wewenangnya tidak pasti; sedangkan organorgan/penjabat-penjabat tanpa
peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara adalah seperti seekor burung
yang terbang bebas sayapnya (vleugelvrij) oleh karena organ-organ tersebut
dapat melakukan wewenangnya seenaknya saja".
Thorbecke, "Bapak" Sistematik Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
Negara
Perlu kiranya diketahui, bahwa mengenai Hukum Administrasi Negara para
sarjana hukum di negeri Belanda selalu berpegang pada paham Johan Rudolf
Thorbecke, oleh karena beliau dianggap sebagai "Bapak" dari sistematik dalam
ilmu pengetahuan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Salah seorang "murid" dari Thorbecke ialah Oppenheim, sedangkan
murid dari Oppenheim yang terkenal ialah Prof. Mr C. van Vollenhoven.
Selanjutnya murid-murid van Vollenhoven yang sangat berpengaruh pada
pertumbuhan Hukum Tata Negara Indonesia ialah Prof. Dr. J.H.A. Logemann dan dalam
Hukum adat ialah Prof. Mr. Ter Hear, murid Prof. Logemann ialah Mr. W.F. Prins dan
Prof. R. Djokosutono, SH., sedangkan murid Mr. Ter Hear yang terkenal ialah Prof. dr.
Hazairin, Sh.
Sebagai akibat daripada sejarah hukum, maka antara Indonesia dan Belanda
terdapat persesuaian dalam penggunaan istilah-istilah hukum, misatnya
administratiefrecht diterjemahkan menjadi Hukum Administrasi negara" ' 4
Dan uraian di atas nampaknya peranan ilmu hukum administrasi negara ini di
masa lalu, atau pada masa perkembangannya di dominasi oleh tiga istilah seperti hukum
tata pemerintahan, hukum tata usaha negara dan hukum administrasi negara. Mana
yang lebih dominan diantara ketiga istilah tersebut, Ridwan HR memberi jawaban
sebagai berikut Adanya keragaman istilah ini dalam perkembangannya lebih mengarah
pada pcnggunaan istilah HAN dibandingkan istilah lninny, scbagainmana ditunjukkan
dari hasil penelitian lapangan bahwa responden yang memilih menggunakan istilah
HAN itu paling banyak (50%), yang menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Negara
(32,90%) Hukum Tata Pemerntahan (9,21 %), dan sisanya 3,95% memakai istilah-istilah
lain." Kecenderungan untuk menggunakan istilah HAN juga tampak pada pertemuan
pengasuh mata kuliah ini di Cibulan tanggal 26-28 Maret 1973.
"Pertemuan berpendapat bahwa sebaiknya istilah yang dipakai yang adalah
'Hukum Administrasi Negara', dengan catatan dan alasan sebagai berikut; Catatan:
Pemilihan istilah HAN tidak menutup kemungkinan bagi fakultas-fakultas yang
bersangkutan untuk tetap mempergunakan istilah lain misalnya; Hukum Tata
Pemerntahan, Hukum Tata Usaha Negara, asalkan silabus minimal tetap menjadi
pegangan bersama. Alasan pemilihan istilah Hukum Administrasi Negara: Pertemuan
berpendapat bahwa, istilah Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang has
pengertiannya, sehingga membuka kemungkinan ke arah pengembangan daripada
Cabang Ilmu Hukum ini yang lebih sesuai dengan perkembangan pembangunan dan
kemajuan Negara Republik Indonesia di masa-masa yang akan datang.
Dalam pertemuan itu diakui bahwa istilah HAN lebih luas daripada istilah-istilah
lainnya karena dalam istilah administrasi negara tercakup tata usaha negara. Menurut
Sjachran Basah, administrasi negara lebih luas dari tata usaha negara karena secara
teknis administrasi negara mencakup seluruh kegiatan kehidupan bernegara dalam
penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan tata usaha negara hanya sekadar bagian saja
daripada administrasi. Hal senada dianut pula oleh Rochmat Soemitro, yang berpendapat
bahwa dalam kata administrasi negara, tersimpul di dalamnya tata usaha negara.
Dengan demikian, hukum administrasi negara lebih luas dari hukum tats usaha negara,
karena tata usaha negara itu merupakan bagian dari administrasi negara.
Telah disebutkan bahwa nama cabang hukum ini administrnticfrccht dan bestuursrecht,
yang bertumpu pada kata "administrasi" clan kata. 'pemerintahan". Sebenarnya kedua
kata ini dalam penggunaannya memiliki makna sama, karena pemerintahan itu sendiri
merupakan terjemahan dari kata dministrasi'
Beberapa pakar mengartikan hukum administrasi negara sebagai berikut :
a. Syachran Basah : Hukun administrasi negara adalah seperangkat peraturan yang
memungkinkan administrasi menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga
melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara, clan melindungi
administrasi negara itu sendiri.
b. Utrech : Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur sebagian
lapangan pekerjaan administrasi negara bagian lain di atas oleh hukum Tata
Negara (Hukum negara dalam arti sempit) hukum private dan sebagainya.
c. Ridwan HR menyimpulkan dari berbagai definisi yang menyebutkan: hukum
administrasi negara mengandung dua aspek yaitu : Pertama, aturan-aturan
hukum dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan
tugasnya. Kedua, aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara
alat perlengkapan Administrasi Negara atau pemerintah dengan para warga
negaranya.
Prajudi Atmosudirjo mengupas secara panjang lebar tentang hukum Administrasi Negara
sebagai berikut Hukum Administrasi Negara ialah hukum mengenai Administrasi Negara
dan hukum hasil ciptaan Administrasi Negara."Administrasi Negara di dalam definisi
tersebut mempunyai arti yang luas, yaitu kombinasi daripada
(a) "tata pemerintahan" (bestuur, government, administration di AS)
(b) "tata usaha negara",
(c) "administrasi" (administratie, staatsbeheer), atau pengurusan rumah tangga
negara,
(d) "pembangunan".(ontwikkeling) clan
(e) "pengendalian lingkungan".
Selanjutnya dapat dinyatakan adanya tiga arti daripada Administrasi Negara, yakni:
1) sebagai apparatur negara, apparatur pemerintah atau sebagai institusi politik
(kenegaraan);
2) administrasi negara sebagai "fungsi" atau sebagai aktivitas melayani
Pemerintah yakni sebagai kegiatan "pemerintah operasional" dan;
administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggaraan Undang
undang.
"'Pemerintahan" dijalankan oleh Penguasa Eksekutif (Yaitu "pemerintah")
beserta aparaturnya, sedangkan "Adininistrasi" dijalankan oleh Penguasa Administratif
beserta apparaturnya.
Oleh karena di Indonesia Kekuasaan Eksekutif dan Kekuasaan Administratif
menurut ketentuan UUD 45 (dalam penjelasan) berada dalam satu tangan, yaitu
Presiden maka pengertian Hukum Administrasi Negara yang luas dan yang selanjutnya
akan dipergunakan di dalam tulisan ini terdiri atas lima unsur yakni:
1. Hukum Tata Pemerntahan, yakni hukum eksekutif atau hukum tata pelaksanaan
undang-undung yang menyangkut pengendalian penggunaan kekuasaan publik
(kekuasaan yang berasal dari Kedaulatan Negara).
2. Hukum Tata Usaha Negara, yakni hukum mengenai surat-menyurat, rahasia dinas
dan jabatan, registrasi, kearsipan dan dokumentas i, legalisasi, pelaporan, clan
statistik, tata cara penyusunan dan penyimpanan berita acara, pencatatan sipil_
pencatatan NTR, publikasi, penerangan dan penerbitan-penerbitan negara. Secara
singkat dapat pula disebut hukum Birokrasi.
3. Hukum Administrasi dalam arti sempit, yakni Hukum Tata Pengurusan Rumah
Tangga Negara, intern dan ekstem.
Rumah Tangga Negara adalah keseluruhan daripada hal-hal dan urusan
urusan yang menjadi tugas, kewajiban dan fungsi negara sebagai suatu badan-
organisasi, Sebagai suatu badan usaha. Rumah tangga intern adalah yang menyangkut
urusan intern instansi-instansi Administrasi Negara urusan personil dan
kesejahteraan pegawai negeri, urusan keuangan operasionul sehari-hari, Urusan
material, alat perlengkapan dan gedunggedung serta perumahan, urusan komunikasi
dan transportusi Intern, clan sebagainya. Rumah tangga ekstern adalah hal-hal dan
urusan-urusan yang tadinya diselenggarakan oleh masyarakat sendiri, namun karena
berbagai sebab atau perhitungan dioper oleh negara melalui pembentukan dinasdinas
(dinas kebersihan, dinas kesehatan, dinas sosial), lembaga-lembaga (halal benih
pertanian, lembaga penyakit mulut dan kuku ternak, lembaga malaria, clan
sebagainya). BUMN (badan usaha milik negara: PN, Perum, Perjan, Persero), clan
BUMD (milik Daerah).
4. Hukum Administrasi Pembangunan, mengatur penyelenggaraan pembangunan.
5. Hukum Administrasi Lingkungan
Sebagai Hukum _mengenai Administrasi Negara, Hukum Administrasi Negara adalah
hukum mengenai operasi dan pengendalian daripada kekuuasaan-kekuasaan
administrasi atau pengawasan terhadap penguasapenguasa administrasi.
Sebagai hukum hasil buatan administratif, maka hukum administrasi negara
adalah hukum yang menjadi pedoman atau jalan dalam menyelenggarakan Undang-
undang. Dapat pula kita mempergunakan rumusan, bahwa Hukum Administrasi Negara
adalah hukum mengenai struktur clan kefungsian administrasi.
Seperti telah diuraikan di atas bahwa hukum administrator negara seperangkat
aturan-aturan yang memungkinkan administrasi negara dijalankan. Lebih jauh mengenai
aturan-aturan ini, prajudi atmosudirdjo menulis Aturan-aturan hukum (rechtsregels)
tersebut ada yang mengenai organisasi atau seluk beluk kelembagaan daripada instansi
administrasi negara yang bersangkutan (organische rechtsregels), dan ada yang
mengenai fungsifimgsi administrasi negaranya (functionele rechtsregels).
Administrasi Negara terdiri atas perbuatan-perbuatan yang bersifat yuridis
(artinya: yang secara langsung mencipta akibat-akibat hukum) dan yang bersifat
non-yuridis.
Ada empat macam perbuatan-perbuatan hukum (rechtshandelineen) Administrasi
Negara masa kini yakni:
1) penetapan (beschikking, administrative discretion),
2) rencana (plan),
3) norma jabaran (concrete normgeving),
4) legislasi-semu (pseudo-wetgeving).
Keempat macam perbuatan hukwn daripada Administrasi Negara tersebut
dalam kehidupan sehari-hari terkenal dengan sebutan Keputusan Pemerintah, oleh
karena orang awam memang tidak dapat mengenal berbagai perbedaan dan pembedaan
administratif-teknis dan yuridis-teknis.
Yang paling banyak menimbulkan persoalan bagi para warga masyarakat
adalah keputusan-keputusan para pejabat Administrasi, yang di kalangan rakyat
terkenal dengan sebutan "keputusan pemerintah" tersebut di atas.
Sebenarnya keputusan-keputusan Pemerintah sebagai Pemerintah tidak
dirasakan effeknya oleh para warga masyarakat secara langsung oleh karena suatu
Keputusan Pemerintah (regeringsbesluit) selalu bersifat umum, prinsipil, abstrak, dan
impersonal, artinya, sama sekali tidak mengenai seorang individu tertentu di dalam
kasus tertentu. Yang mempunyai effek langsung adalah keputusan Pemerintah
sebagai Administrator, oleh karena Keputusan Administrasi (administratieve beschikking)
selalu bersifat individual, kasual, konkrit, dan khas
Namun, di dalam praktek sukar bagi para warga masyarakat untuk .melihat
perbedaannya, oleh karcna di dalam kedua macam keputusan
Pemerintah mengambil keputusan sebagai "Penguasa" (overheid, public authority).
Jadi "Penguaa" itu bisa Pemerintah sebagai Pemerintah (penguasa eksekutif) dan bisa
juga Pemerintah sebagai Administrator (penguasa administratif). Kedua-duanya
merupakan Penguasa Negara (overheid).
Dalam kedua hal tersebut Pemerintah mengambil keputusan dengan wewenang
yang sama, yakni "wewenang kenegaraan" atau NNewenang publik, akan tetapi
sebagai Pemerintah mengambil keputusar, pemerintahan, dan sebagai Administrator
mengambil keputusan administratif. Keputusan pemerintahan merupakan keputusan
pelaksanaan atau eksekutif (politieke daad), artinya, penegakan undang-undang dan
wibawa negara. Keputusan administratif merupakan keputusan penyelenggaraan atau
realisasi (materiels daad).
Bahaya Wewenang Publik
Penggunaan daripada wewenang publik tersebut walib mengikuti aturan-
aturan Hukum Administrasi Negara agar supaya tidak ttrjadi penyalahgunaan, oleh
karena wewenang publik tersebut terdiri atas dua kekuasaan yang luar biasa, artinya,
tidak bisa dilawan dengan jalan biasa, yakni:
1. Wewenang prealabel, yang merupakan wewenang melaksanakan keputusan-
keputusan yang diambil tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari instansi atau
seorang perorangan yang mana pun:
2. Wewenang ex officio, artinya semua keputusan yang diambil karena jabatan (apalagi
berdasarkan sumpah jabatan) tidak dapat dilawan oleh siapa pun yang berani
melawan dikenakan sanksi pidana (misalnya: pasal 160, 161, 211, 212, 216
KUHP).
Keputusan Diambil Atas PermintaanSemua keputusan yang diambil pada asasnya harus alas permintaan tertulis,
baik dari instansi atau seorang perorangan. Keputusan tanpa adanya suatu (surat)
permintaan adalah batal karena hukum.
Keputusan-keputusan tersebut terikat kepada tiga asas hukum, yakni:
1. asas yuridikitas (rechtmatigheid), artinya, keputusan pemerintahan maupun
administratif ticlak boleh melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad);
2. asas legalitas (wetmatigheid), artinya, keputusan harus diambil berdasarkan suatu
ketentuan undang-undang;
3. asas diskresi (discretie, freies Ermessen), artinya, pejabat penguasa tidak boleh
menolak mengambil keputusan dengan alasan "ticlak ada peraturannya", dan oleh
karena itu diberi kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri
asalkan tidak melanggar asas yuridikitas dan asas legalitas tersebut di atas. Ada
dua macam diskresi, yaitu: "diskresi bebas" bilamana undang-undang hanya
menentukan batasbatasnya, dan "diskresi terikat" bilamana undang-undang
menetapkan beberapa alternatif untuk dipilih salah sate yang oleh pejabat
Administrasi dianggap paling dekat.
Keputusan-keputusan yang diambil dapat bersifat positif (artinya, permohonan
dikabulkan), bisa juga bersifat negatif (artinya, permohonan ditolak).
Keputusan negatif - hanya berlaku satu kali, sehingga yang bersangkutan
segera setelah penolakan dapat mengulangi permohonannya dan sebaiknya disertai
dengan alasan atau data informasi tambahan atau baru. Pejabat Administrasi tidak
boleh menolak uniuk menerima surat permohonan walaupun merupakan ulangan berkali-
kali. Bentuk daripada keputusan administratif sangat beraneka ragam, satu sama lain
tergantung dari sifat clan pert imbangannya.
Ada keputusan yang wajib (karena ketentuan undang-undang) atau harus
(menurut konsekuensi logika) mempunyai bentuk formal (Besluit, SK) karena mengingat
pentingnya untuk dijadikan dokumen jangka pangjang. Ada keputusan yang berupa
surat edaran, surat pemberitahuan, atau surat nota saja. Namun, setiap keputusan yang
mempunyai akibat hukum tetap atau jangka waktu lama wajib tertulis.
Ada pula keputusan yang bersifat sederhana dan untuk mengejar waktu dibuat
berupa semacam disposisi pada surat permohonan yang bersangkutan, ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang dan dicap dinas atau cap jabatan, bahkan dapat secara lisan
(misalnya, Volantas menyetop kendaraan). Setiap keputusan administrasi mengandung
suatu "penetapan (Beschikking).
Asas-asas Pemerintahan Administrasi yang Baik
Untuk mencegah penyalahgunaan jabatan dan wewenang, atau lebih tepat "untuk
mencapai dan memelihara adanya pemerintahan dan administrasi yang baik, yang bersih
(behoorlijk bestuur)", maka ada beberapa asas kebonafitan dan pemerintahan dministrasi
negara, yang dapat dibagi menjadi dua golongan atau katagori, yakni:
1. asas-asas yang mengenai prosedur dan atau proses penjambilan keputusan, yang
bilamana dilanggar secara otomatis membuat keputusan yang bersangkutan batal
karena hukum tanpa memeriksa lagi kasusnya;
2. asas-asas yang mengenai kebenaran daripada fakta faktanya yang dipakai sebagai
dasar untuk pembuatan keputusannya.
1) Yang termasuk dalam kategori satu adalah:
I. Asas yang menyatakan, bahwa orang-orang yang ikut menentukan atau dapat
mempengaruhi terjadinya keputusan tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi
(vested interest) di dalam keputusan tersebut, baik secara langsung maupun
tidak langsung
II. Asas, bahwa keputusan-keputusan yang merugikan atau mengurangi hak-hak
seorang warga masyarakat atau warga negara tidak boleh diambil sebelum
memberi kesempatan kepada warga tersebut untuk membela kepentingannya;
III. Asas yang menyatakan, bahwa konsiderans (pertimbangan, motivering) daripada
keputusan wajib cocok dengan atau dapat membenarkan diktum (penetapan)
daripada keputusan tersebut, dan bahwa konsiderans tersebut mempergunakan
fakta-fakta yang benar.
2) Yang lermasuk dalam golongan kedua adalah:
2.1. asas larangan kesewenang-wenangan;
2.2. asas larangan detournement de pouvoir;
2.3. asas kepastian hukum;
2.4. asas larangan melakukan diskriminasi hukum;
2.5 asas batal karena kecerobohan pejabat yang bersangkutan.
2.1. Perbuatan atau keputusan sewenang-wenang (willekeur, arbitrary act) adalah
suatu perbuatan atau keputusan Administrasi Negara yang tidak
mempertimbangkan semua faktor yang relevant dengan kasus yang
bersangkutan secara lengkap dan wajar, sehingga tampak atau terasa oleh
orang-orang yang berpikir sehat (normal) adanya ketimpangan.
Sikap sewenang-wenang akan terjadi bilamana pejabat Administrasi Negara yang
bersangkutan menolak untuk meninjau kembali keputusannya yang oleh masyarakat yang
bersangkutan dianggap tidak wajar.
Keputusan tersebut dapat digugat pada Pengadilan Perdata sebagai perbuatan
penguasa yang melawan hukum" (onrechtmatige overheidsdaad) berdasarkan pasal 1365
KUH Perdata. Namun, alangkah baiknya, satu sama lain juga untuk menjaga keru-
kunan Ketimuran, jikalau Instansi yang bersangkutan membentuk sebelumnya
suatu "badan" yang secara khas ditugaskan guna menangani keluhan atau
pengaduan masyarakat. Dengan demikian, maka pejabat Administrasi Negara yang
bersangkutan tidak usah merasa kehilangan muka oleh sebab semua permasalahan
telah distrukturisasikan sebelumnya.
Di dalam masyarakat yang sedang berkembang dari masyarakat nonmodem
menjadi (menuju ke) masyarakat modem selalu terdapat keragu
raguan dalam hal nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip yang hares dipegang
di dalam saling berhubungan. Oleh karena itu, maka rumusan yang selengkap-
lengkapnya di dalam setiap peraturan barn daripada norma-norma kewajaran yang
harus dipegang teguh merupakan suatu jalan dan mungkin satu-satunya jalan untuk
mencegah sikap dan perbuatan yang sewenangwenang. Bilamana rumusan tersebut
tidak ada, maka pelaksanaan peraturan akan terlalu tergantung dari latar belakang
keluarga dan budaya daripada pejabat Administrasi Negara yang bersangkutan, clan
hal ini harus dihindari oleh sebab terlalu bersifat personal
1. Di dalam Hukum Administrasi Negara Inggris-Amerika Serikat asas yang sangat
penting dan dibahas secara lugs adalah asas larangan "ultra-vires", yakni
penyalahgunaan jabatan atau wewenang dalam segala bentuk. Di Indonesia istilah
yang dipergunakan adalah 'detournement de pouvoir" (penyalahgunaan wewenang),
yakni bilamana suatu wewenang oleh Pejabat yang bersangkutan dipergunakan untuk
tujuan yang bertentangan dengan atau menyimpang daripada apa yang dimaksud
atau dituju oleh wewenang sebagaimana ditetapkan atau ditentukan oleh undang-
undang (dalam arti luas, dalam arti materil) yang bersangkutan. Penanganan masalah
"penyalahgunaan wewenang" ini masih banyak mengalami hambatan di dalam
praktek oleh karena berbagai faktor kondisional.
2. Asas kepastian hukum berarti, bahwa sikap atau keputusan pejabat Administrasi
Negara yang mana pun tidak boleh menimbulkan kegoncangan hukum atau status
hukum.Asas kepastian hukum ini mewajibkan kepada Pemerintah/Administrasi
Negara untuk menetapkan peraturan atau perubahan status hukum sesuatu dengan
adanya suatu masa peralihan. Batal karena hukum (van rechtswege nietig) adalah
setiap keputusan Administrasi Negara yang membuat sesuatu yang sebelumnya
adalah legal (sah) secara mendadak (tanpa suatu masa peralihan) menjadi tidak
legal, sehingga warga masyarakat yang bersangkutan dirugikan. Keputusan yang
demikian itu merusak tertib hukumoleh karena kepastian hukumnya menjadi
hilang. Dan bilamana suatu masyarakat negara tidak dapat memperoleh kepastian
hukum, maka orang akan mencari kepastian bentuk lain, daii nnungkin tidak segan-
segan niembuat kepastian dengan melawan hukum atau melanggar hukum.
Misalnya: memasukkan mobil built-up tidak dilarang, sehingga banyak orang
membawa mobil built-up dari luar negeri. Pemerintah lalu melarang pemasukan mobil
built-up terhitung suatu tanggal tertentu. Menurut asas kepastian-hukum mobil yang
sudah terlanjur berada dalam perjalanan ke Indonesia (zedencle), apa lagi yang sudah
berada di daerah pelabuhan atau pabean Indonesia pada waktu peraturan tersebut
diundangkan, wajib diperbolehkan inasuk, apa lagi yang sudah selesai uitklaringnya
dan tinggal ke luar daerah pabean saja. Pemerintah wajib menetapkan pasal-pasal
peralihan (overgangsbepalingen) guna mencegah "penyelundupan" daripada larangan
tersebut. Selama masa peralihan terhadap para warga masyarakat yang
bersangkutan wajib diperlakukan ketentuan-ketentuan yang paling
menguntungkan baginya. Dengan demikian, maka kepercayaan masyarakat akan
hukum dan bonafiditas daripada peraturan-peraturan serta wibawa penguasa akan
meningkat, dan para warga masyarakat akan berlomba untuk mematuhi hukum
oleh karena dengan hidup dan berbuat menurut hukum mereka memperoleh
keuntungan dan perlindungan.
3. Asas larangan melakukan diskriminasi hukum berarti, bahwa para pejabat
Administrasi Negara harus mampu berpikir, mempertimbangkan segala
sesuatunya, dan melakukan evaluassi sedemikian rupa sehingga mereka benar-
benar mempunyai kemantapan jiwa untuk memperlakukan kasus-kasus yang sama
juga dengan cars clan kesudahan yang sama, tidak pandang bulu, tidak pilih
kasih, dan tidak mencla-mencle (tidak tetap pendiriannya).Administrasi Negara tidak
boleh melakukan diskriminasi di dalam mengambil keputusan-keputusannya.
Bilamana para warga masyarakat sang memajukan suatu permohonan berada dalam
keadaan dan sirkumstansi yansama menurut hukum (undang-undang), maka mereka
semua wajib mendapatkan keputusan yang sama, tidak boleh mengadakan syarat-
syarat tambahan yang bersifat subyektif. Misalnya: karena di antara mereka ada yang
kebetulan dikenal sangat baik secara pribadi, baik dalam arti positif atau
negatif, lalu diadakan perbedaan keputusan. Hal yang demikian sangat terlarang,
oleh sebab merusak tujuan daripada hukum obyektif, dan akhirnya akan merongrong
hukum dan wibawa negara karena akan timbul kesan, bahwa negara adalah milik
daripada golongan rakyat tertentu saja.
4. Asas batal karena kecerobohan pejabat yang bersangkutan berarti,bahwa bilamana
seorang pejabat Administrasi Negara telah mengambil keputusan dengan ceroboh,
kurang teliti di dalam mempertimbangkan faktor-faktor yang clikernukakan oleh
seorang warga masyarakat yang menguntungkan baginya, sehingga warga
masyarakat yang bersangkutan dirugikan, maka keputusan tersebut otomatis
menjadi batal. Hal tersebut berarti, bahwa segera setelah kecerobohan ternyata,
maka pejabat Administrasi Negara yang bersangkutan, tanpa menunggu instruksi
atasan, wajib memperbaiki keputusannya dengan menerbitkan keputusan yang bare.
Kecerobohan terjadi bilamana hanya sebagian daripada faktor-faktor atau data yang
diteliti dan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan. Bilamana sama sekali tidak
diadakan penelitian terhadap apa yang, dikemukakan oleh warga masyarakat yang
bersangkutan, dengan perkataan lain: bilamana penalaran dan argumentasi
daripada warga masyarakat pemohon sama sekali tidak digubris, maka perbuatan
tersebut dinamakan sewenang-wenang.
Demikianlah secara singkat asas-asas hukum mengenai pemerintahan!
administrasi negara yang baik. Bilamana asas-asas hukum tersebut tidak
dijunjung tinggi, maka bonafiditas dan kebersihan daripada
pernerintahan/administrasi tidak akan tercapai, dan keputusan-keputusannya
serta tindakan-tindakannya tidak akan mempunyai wibawa serta effek yang
diharapkan.
Di atas telah diuraikan, bahwa perbuatan-perbuatan hukum (rechtshandelingen)
serta keputusan-keputusan (beslissingen) daripada Administrasi Negara yang nyata ada
empat, yakni:
1) penetapan (beschikking),
2) rencana (plan),
3) norma jabatan (concrete normgeving), dan
4) legislasi-semu (pseudo-wetgeving).
Perbuatan-perbuatan hukum daripada Administrasi Negara tersebut di atas pada
umumnya (yang relevant bagi masyarakat) mencipta hubunganhubungan hukum
(rechtsbetrekkingen).
Hubungan hukum administrasi negara adalah hubungan-hukum yang merupakan
suatu hubungan (betrekking, relationship) tertentu antara pihak penguasa dan~warga
masyarakat, yang tidak diatur oleh hukum perdata.
Adapun isi daripada hubungan hukum administrasi negara itu dapat berupa:
a) suatu kewajiban (obligasio, verplichting) untuk melakukan, atau tidak
melakukan, atau membiarkan sesuatu;
b) suatu hak untuk menagih atau meminta;
c) suatu izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada urnumnya dilarang;
d) suatu pemberian status kepada seseorang atau sesuatu, sehingga timbullah
seperangkat (set) hubungan-hubungan hukum yang tertentu.
Penetapan (Beschikking).
Penetapan (beschikking) dapat dirumus sebagai perbuatan hukum sepihak yang
bersifat administrasi negara dilakukan oleh pejabat atau instansi penguasa (negara) yang
berwenang dan berwajib khusus untuk itu.Dari definisi di atas jelaslah, bahwa tidak
hanya Administrasi Negara yang melakukan penetapan.
Syarat utama bagi suatu penetapan adalah, bahwa tindak hukum atau perbuatan-
hukum (rechtshandeling) tersebut hares sepihak (eenzijdig) dan hares bersifat
administrasi negara, artinya realisasi daripada suatu kehendak atau ketentuan undang-
undang secara nyata, kasual, individual.
Namun, dalam buku ini yang dimaksud dengan penetapan (beschikking) hanyalah
yang diambil oleh Administrasi Negara.
Hakim Pengadilan juga dapat mengambil penetapan, misalnya: bilamana
mengangkat wali bagi seorang anak, akan tetapi penetapannya diberi bentuk Putusan
Hakim (vonnis).
Badan legislatif pun dapat mengambil penetapan, yakni misalnya: ratifikasi
daripada suatu perjanjian internasional, dan penetapannya diberi bentuk undang-undang.
Semua penetapan yang diambil oleh Administrasi Negara dimuat atau dituang
dalam suatu keputusan, dan pads umumnya keputusan dilal:ukan secara tertulis dalarn
bentuk: SK (surat keputusan), surat biasa, surat edaran, ataupun berupa disposisi di
bagian samping surat permohonan yang bersangkutan.
Penetapan atau keputusan Administrasi Negara tersebut dinamakan negatif
bilamana bersifat penolakan terhadap permohonan daripada warga masyarakat yang
bersangkutan. Penetapan-penetapan positif sehari-hari dapat diklasifikasikan menjadi
golongan, yakni:
Penetapan yang mencipta keadaan hukum (rechtstoestand) baru pads. umumnya, yaitu
misalnya: penetapan yang menyatakan suatu undang-undang berlaku bagi suatu wilayah
yang tertentu oleh karena timbul suatu peristiwa atau keadaan yang telah diatur oleh
suatu "standing law", artinya: suatu undang-undang yang ticlak selalu berlaku; hanya
berlaku bilamana suatu peristiwa timbul. Misalnya: di suatu wilayah timbul huru-hara,
sehingga untuk wilayah tersebut perlu ditanyakan hukum sipil tidak berlaku untuk
sementara.
Lain misal adalah: pernyataan mulai berlakunya suatu undang-undang, baru ticlak
berlaku sebelum diundangkan oleh Pernerintah dan disiapkan peraturanperaturan
pdaksanaannya oleh Administrasi Negara.
Penetapan yang mencipta keadaan hukum baru hanya.terhadap suatu obyek tertentu saja.
Misalnya: Penetapan Menteri Perhubungan yang menyatakan
suatu pelabuhan tertentu berubah status dari pelabuhan nusantara menjadi pelabuhan
samudera, atau status pelabuhan udara nasional dijadilan pelabuhan internasional, dan
sebagainyu. Penetapan yang membentuk/mencipta atau membubarkan suatu badan-hukum
(rechtspersoon, legal person). Misalnya: Penetapan Menteri Kehakiman menyetujui
anggaran dasar daripada suatu pe:seroan terbatas yang baru didirikan sehingga perseroan
terbatas tersebut dengan demikian menjadi badan-hukum. Lain misal:,Penetapan
Direktur Jendral Koperasi menyetujui anggaran clasar, dan sebagainya daripada
suatu perkumpulan Koperasi tertentu, dan dengan demikian menyatakan Koperasi
tersebut sebagai badan-hukum.
Penetapan yang memberi beban (kewajiban, obligasio) kepada suatu badan atau
perorangan. Misalnya: Penetapan pejabat Administrasi Negara mengenai jumlah pajak,
pungutan wajib, cess, dan sebagainya, yang wajib dibayar. Lain misal: penetapan
pejabat Administrasi Negara yang memermtahkan pembongkaran daripada suatu bangunan
oleh karena dibangun tanpa IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
Penetapan Administrasi Negara yang memberikan keuntungan kepada suatu instansi,
badan, perusahaan, atau perorangan.
Penetapan Administrasi Negara yang memberi keuntungan inilah yang umumnya tidak
jarang menimbulkan kebebohan oleh karena oleh pihakyang merasa dirugikan dianggap
tidak adil atau melawan hukum. Jenis penetapan-penetapan ini timbul dari strategi dan
teknik yang unakan oleh Pemerintah untuk menguasai atau mengendalikan berbagai
keadaan , yakni dengan melarang tanpa izin tertulis untuk melakukan kegiatanan apa
pun yang hendak diatur atau dikendahlikan oleh Pemerintah.
Dengari perkataan lain, melalui sistem perijinan tersebut pihak Penizuasa melakukan
campur tangan ke dalam atau atas proses jalannya kegiatan-kegiatan masyarakat yang
tertentu.Apa yang diuraikan di atas tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
mistrasi Negara agar supaya segala sesuatunya berlangsung dengan sehat dan :
a) effektivitas,
b) legitimitas,
c) yuridikitas,
d) legalitas,
e) moralitas,
f) mutu teknis, dan
g) effisiensi, benar-benar berlaku dalam pemrosesan dan penertiban daripada
penetapan-penetapan yang memberi keuntungan ini.
sebanyak-banyak faktor harus diperhatikan dan dipertimbangkan secara harmonis agar
supaya hasilnya adalah kemakm.uran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat dan
negara.Adapun penetapan-penetapan yang memberi keuntungan adalah:
Dispensasi
Dispensasi adalah suatu penetapan yang bersifat deklaratoir, yang menyatakan, bahwa
suatu ketentuan undang-undang memang tidak berlaku bagi kasus sebagaimana diajukan
oleh seorang pemohon. Warga .,nasyarakat yang mengajukan permintaan dispensasi harus
mengajukan bukti alasan-alasan nyata dan sah, bahwa dia berhak untuk memperoleh
dispensasi sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang. Contoh-contohnya sehari-hari
banyak, dan seringkali dipergunakan rumusan "dibebaskan dari kewajiban untuk ...
(membayar) ... (melakukan) ... dan sebagainya."
Izin (Vergunning)
Izin adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi daripada suatu :arungan oleh
undang-undang.Pada umumnya pasal undang-undang bersangkutan berbunyi:
"Dilarang tanpa izin ... (melakukan) ... dan seterusnya." Selanjutnya larangan tersebut
diikuti dengan perincian daripada syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu
dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari larangan tersebut, disertai
dengan penetapan prosedur dan juklak (petunjuk pelaksanaan) kepada pejabat-pejabat
Administrasi Negara yang bersangkutan.
LisensiLisensi adalah suatu pengertian khas Indonesia yang di negeri Belanda tidak ada. Istilah
tersebut berasal dari istilah hukum administrasi Amerika Serikat "licence" yang berarti
dalam bahasa Belanda "vergunning". Istilah lisensi banyak dipergunakan dalam tahun lima
puluhan pada waktu perdagangan masih terikat kepada sistem devisa ketat, sehingga
setiap importir memerlukan lisensi dari Kantor Pusat Urusan Impor (KPUI) yang bekeria
sauna dengan kantor urusan devisa, yakni LAAPLN (Lembaga Alatalat Pembayaran Luar
Negeri) untuk dapat mengimpor barang atau jasa. Jadi, Lisensi adalah izin untuk-
melakukan sesuatu yang bersifat komersil serta rnendatangkan keuntungan atau laba.
Setelah Rezim Devisa dihapus, maka istilah dan pengertian lisensi tersebut makin tidak
dikenal orang.
Konsesi
Konsesi adalah suatu penetapan Administrasi Negara yang secara yuridis sangat
kompleks oleh karena merupakan seperangkat (set) dispensasi dispensasi, izin-izin,
lisensi-lisensi, disertai dengan pemberian semacam "wewenang pemerintahan" terbatas
kepada konsesionaris. Konsesi tidak mudah diberikan oleh karena mengandung banyak
bahaya penyelundupan, pengrusakan bumi dan kekayaan alam negara, dan kadangl adang
merugikan masyarakat setempat yang bersangkutan. Konsesi diberikan atas permohonan
yang terperinci prosedur beserta syaratsyaratnya kepada perusahaan-perusahaan yang
mengusahakan sesuatu yang eukup besar, baik dalam arti modal, tenaga kerja, maupun
lahan atau wilayah usaha, misalnya: perusahaan minyak bumi, perusahaan perhutanan,
perusahan perikanan, dan perusahaan pertambangan pada umumnya. Pendek kata,
semua perusahaan yang mengusahakan sesuatu dengan modal besar, dengan mengurangi
kedaulatan atau wewenang pemerintahan. Penierintah, dan dengan bias areal atau lahan
yang cukup besar, sehingga merupakan suatu usaha yang cukup besar, sehingga
merupakan suatu usaha yang cukup rumit dari segi hukum memerlukan konses, tidak
cukup dengan izin biasa.
Rencana (Plan)Rencana adalah salah satu bentuk daripada perbuatan hukum Adtrasi Negara yang
mencipta hubungan hukum (yang mengikat) antara guasa dan para Warga
Masyarakat.Dart segi Hukuin Administrasi Negara, maka suatu RENCANA adalah
rangkat tindakan-tindakan yang terpadu, dengan tujuan agar supaya iptalah suatu
keadaan yang tertib bilamana tindakan-tindakan tersebut selesai direalisasikan.
Perang,kat tindakan-tindakan tersebut dituang ke dalam satu keputusan iistrasi Negara
yang bersifat perbuatan hukum (rechtshandeling) gga terciptalah akibat-akibat hukum
administrasi negara yang mengikat warga :nasyarakat yang bersangkutan kepada pihak
Penguasa, satu sama untuk memastikan agar supaya tertib keadaan yang dikehendaki
benar dapat terwujud. Sejak dulu berlaku pribahasa "gouverner c'est prevoir", artinya:
'alankan pengurusan atau pemerintahan itu berarti melihat ke depan dan ncanakannya
apa yang akan atau harus dilakukan. Sebelum perang dunia II perencanaan belum
dipandang sebagai tan-kegiatan yuridis yang merupakan bagian daripada Hukum nistrasi
Negara, walaupun sebelum perang Tata Kota (Stadsplan) sudah akan dan ditegakkan
melalui jalan hukum, yakni melalui sistem perizinan mendirikan bangunan
serta.penggunaan tanah dan kawasan kota bebouwde kom).
Pada waktu ini perencanaan (planning) sudah umum dijalankan oleh
trasi Negara pada semua tingkatan, sampai ke tingkat Desa pun sudah
Tata Desa yang dijadikan pegangan yuridis untuk mengizinkan atau
ng penduduk desa melakukan penggunaan tanah atau mendirikan
Rencana adalah perbuatan-hukum sepihak (eenzildige rechtshandeling) bidang Hukum
Administrasi Negara yang dilakukan oleh organ strasi Negara yang berwenang serta
berwajib untuk itu. Asas hukwnnya adalah, bahwa sebelum pemerintah/Administrrasi
Negara menetapkan suatu Rencana secara definitif (misalnya: Rencana Tata Kota)
semua pihak atau warga masyarakat yang akan terkena Rencana tersebut wajib
diajak berunding, paling sedikitnya didengar pendapat mereka. Inilah konsekuensi
daripada Asas Legitimitas, Asas Yuridikitas, Asas Legalitas, clan Asas Moralitas.
Bagi seorang pemilik tanah tidak hanya penting untuk mengetahui, bahwa dia boleh
membangun villa atau rumah bungalow di Atac tanahnya, akan tetapi juga apakah para
tetangganya kelak akan diperkenankan mendirikan gedung kantor atau pabrik yang akan
mengganggu ketenteraman.
Asas itu sebenarnya telah dimuat dalam Undang-Undang Gangguan (LN 26-22.6,
1926) di mana ditetapkan, bahwa sebelum Penguasa memberi izin kepada seorang pemohon
untuk mendirikan suatu perusahaan kepada para Ietangga wajib diberi kesempatan untuk
dalam satu bulan mengajukan komentar atau keberatan mereka. Dan izin yang akan
diberikan oleh pemerintah/Administrasi Negara tersebut wajib sesuai denizan Rencana
Tata kota.
Hal penetapan daripada Rencana Tata Hutan (misalnya: penentuan gasatwa, hutan
lindung), Rencana Penggunaan Tanah (Land Use Plan), rencana Tata Wilayah, dan
sebagainya, sudah termasuk atau tercakup oleh undang-undang masing-masing. Demikian
pula dalam hal pengembangan daripada Rencana Tata bangunan Gedung-gedung Sekolah
dan lembaga-lembaga pendidikan yang semua pihak yang bersengkutan kepentingan
wajib didengar pendapat pandangan mereka. Itulah konsekuensi daripada prasyarat adanya
Pemerintahan/Admii Negara yang sehat dan bersih.
Norma Jabaran atau Pcnormaan JabaranNorma Jabaran adalah suatu perbuatan-hukum (rechtshandeling) daripada Penguasa
Administrasi Negara untuk membuat agar supaya suatu ketentuan undang-undang
mempunyai isi yang konkrit dan prakris dan dapat diterapkan menurut keadaan waktu dap
tempat.
Setiap undang-undang dan pada umumnya juga peraturan pemerintah, hanya
memuat ketentuan-keteutuan yang bersifat prinsip, atau bersifat umum, abstrak, dan
impersonal, sedangkan praktek kehidupan masyarakat selalu bersifat konkrit, kasual
(menurut kasus tertentu), dan personal.
Oleh karena itu, maka setiap ketentuan undang-undang (dalam arti leas) yang bersifat
umum perlu dijabarkan lebih lanjut oleh Administrasi Negara.
Pembuat undang-undang (legislator) masa kini, di mana-mana, selalu dan akan
niakin terbatas kemzrnpuannya untuk merumus ketentuanketentuan yang dekat sekali
kepada keadaan realitas, lebih-lebih oleh sebab keadaan masyarakat nyata sangat
berbeda dari propinsi ke propinsi, dari kabupaten ke kabupaten, dan dari kecamatan ke
kecamatan.
Ambillah misalnya: peraturan ekspor, peraturan impor, peraturan labuhan laut,
peraturan imigrasi, peraturan lalu-lintas darat, dan masih banyak lagi, tidak mungkin
legislator terlampau mendetail di dalam membuat tentuan-ketentuannya.
Bilamana ketentuan-ketentuan umum perundang-undangan (algemeen bindende
voorschriften) terlampau mendetail, maka pelaksanaannya akan it sekali, oleh karena
keadaan Indonesia sebagai Negara Nusantara sangat bhinneka. Ketentuan umum
perundang-undangan. yang terlalu mendetail akan rkurang effektivitas dan manfaatnya.
Di zaman Orde Lama banyak peraturan-peraturan umum perundanggan di bidang
perdagangan yang menurut kesan orang-orang ahli hanya laku untuk Glodok dan
Kompleks Pasar Senen.
Detil-detil perundang-undangan sebaiknya dihindari, dan harus banyak pclimpahan
wewenang secara sistematis kepada pejabat-pejabat penguasa Administrasi Negara untuk
melakukan norms jabaran atau ormaan jabaran.Penoimaan jabaran bukan penetapan
(beschikking), melainkan suatu belaka untuk membuat suatu ketentuan umum perundang-
unaangan t diterapkan ke dalam praktek.Norma jabaran juga bukan peraturan yang
berlaku umum, bukan g-undang dalam arti luas. Namun demikian, norma jabaran wajib
umkan secara seluas-luasnya agar supaya setiap warga masyarakat atau yang
bersangkutan mengetahuinya. Pada waktu ini norma jabaran tersebut pada umumnya
dilakukan am bentuk sural edaran (SE) atau surat instruksi dinas (SI).
Jadi jelaslah, bahwa norma jabaran tersebut bukan delegated legison, oleh karena bukan
ketentuan-ketentuan umum perundang-undangan, an undang-undang dalam arti luas.
Namun demikian, nanna jabaran merupakan perbuntan-hukiun htshandfeling) daripada
Administrasi Negara, jadi suatu perbuatan yang jukan kepada atau dimaksudkan untuk
mempunyai akibat-akibat hukum
mengikat para pihak yang bersangkutan kepada Penguasa Administrasi gara.
Dengan perkataan lain, ketidaktaatan kepada atau pelanggaran p da norma jabaran tetap
dikenakan sanksi hukum. Prak tek dan kemungkinan norma jabaran itu banyak sekali,
misalnya bidang lulu-lintas (pemasangan daripada rambu-rambu lulu-lintas, nunjukkan
daripada tempat-tempat parkir anjuran memakai helm ngenda;a sepeda motor, dan
sebagainya), di bidang Pertanian menunjukan ayah-wilayah yang tidak boleh ditanami
jenis tumbuh-tumbuhan tertentu mencegah timbulnya penyakit atau hama), di bidang
Peternakan dan okteran Hewan, di bidang Keluarga Berencana, dan masih banyak lagi
A. Legislasi-SemuLegislasi-semu (pseudo-wetgeving) adalah penciptaan dari pada aturan--
aturanhukum oleh pejabat Admir istrasi Negara yang berwenang yang scbenarnya
dimaksudkan sebagai garis-garis pedoman (richtlijnen) pelaksanaan policy
(kebijaksanaan) untuk menjalankan suatu ketentuan undang-undang, akan tetapi
dipublikasikan secara luas
Dengan demikian, maka timbullah semacam "hukum bayangan" (spiegelrecht)
yang membayangi undang-undang atau hukum yang bersangkutan.
Legislasi-semu ini berasal dari diskresi atau freies Ermessen yang dipunyai oleh
Administrasi Negara, yang pada umumnya dipakai untuk menetapkan policy
pelaksanaan ketentuan undang-undang.
Dengan perkataan lain: hukum yang ash berasal dari legislator, hukum
bayangannya (legislasi-semunya) berasal dari policy pejabat Administrasi Negara yang
bersangkutan.
Salah satu contoh adalah pelaksanaan pasal 36 Kitab Undang-undang Hulaun
Dagang (KURD) tentang pendirian perseroan terbatas.
Menteri Kehakiman telah menetapkan garis-garis pedoman tertentu mengenai
pendiriannya yang diumumkan secara bias kepada semua Notaris. Notaris yang mana
pun tidak akan berani melanggar garis-garis pedoman tersebut walaupun bukan
hukum, oleh karena Ate notarisnya yang sudah . dibuat tidak akan disetujui oleh
pejabat Departemen Kehakiman yang bersangkutan, sehingga PT-nya tidak jadi.
Dengan demikian, maka legislasi-semu itu mengikat para warga masyarakat
yang bersangkutan tidak secara langsung. Yang diikat secara langsung oleh
penerbit legislasi-semu adalah para pejabat pelaksana berdasarkan prinsip hierarkhi
jabatan, di mana para pejabat bawahan selalu wajib menlaati perintah dan instruksi
atasan.
Hakim Pengadilan tidak terikat kepada ketentuan-ketentuan legislasisemu
tersebut, oleh karena bukan hukum. Notaris yang membuat akte tentang pendirian
perseroan terbatas dengan melanggar garis-garis pedoman Menteri
Kehakiman tentang pendirian perseroan terbatas tidak bisa ditunrut oleh Menteri Kehakiman
clan juga tidak bisa dipecat. Namun, apa gunanya membuat aktc perseroan terbatas
bilamana akte tersebut tidak disetujui oleh Menteri Kehakirnan?
Walaupun legislasi-semu tersebut bukan hukum, hanya merupakan garis-garis
pedoinan intern departemen belaka, pengaruhnya terhadap praktek besar
sekali.
Namun demikian, legislasi-semu tetap merupakan perbuatan-hukum daripada
Administrasi Negara. Jadi memang dimaksudkan untuk mempunyai akibat-akibat hukum.
Oleh karena legislasi-semu merupakan ptrbuatan-hukum, maka legislasi-semu
tidak boleh melanggar asas-asas hukum, terutama asas-asas persamaan hukum
(gelijkheidsbeginsel) dan asas kepastian hukum (rechtszekerineidsbeginsel).
Persoalannya adalah sampai di mana Hakim Pengadilan dapat bertindak
terhadap legislasi-semu yang melanggar asas-asas hukum tersebut di atas. Bilamana
PemerintahlAdministrasi Negara dibiarkan mengembangkan "hukum bayangan" yang
melanggar asas-asas hukum, sehingga merugikan para warga masyarakat dengan
melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang asli, maka wibawa hukum dan arti serta
wibawa Negara Republik Indonesia sebagai negara-hukum (rechtsstaat) akan jatuh.
Salah satu jalan adalah untuk meminta Mahkamah Agung membentuk suatu
bagian khusus guna melakukan penilaian (toetsing) terhadap ketentuanketentuan
legislasi-semu (garis pedoman intern departemen) yang digugat oleh suatu pihak dari
masyarakat sebagai melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad) oleh karena
melanggar asas-asas hukum persamaan hukum dan atau kepastian hukum, dengan
wewenang pada Mahkamah Agung untuk memerintahkan peninjauan kembalinya kepada
departemen yang bersangkutan. demi ketegakan Kesatuan Hukum Negara Republik
Indonesia". 17
Di atas telah di uraikan secara singkat mengenai asas diskusi yang tidak dapat
dilepaskan dari perbuaaan Administrasi Negara, disini akan diuraikan lebih jauh tentang
asas ini.
"Yang dimaksud dengan diskresi atau discretion (!nggris/Perancis) atau freics
cremssen (Jerman) adalah kebebasan bertindak atau mengambil keputusan dari para
pejabat administrasi negara yang berwenang dan berwajib menurut pendapat sendiri
(Prajudi Atmosudirdjo)".18
Lebih jauh Prajudi menulis: "kebijaksanaan (beleid, administratif policy) adalah dasar
atau garis sikap atau pedoman untuk pelaksanaan dan pengambilan keputusan "politik"
(politik terdiri atas political strategy dan natural policy) digunakan dalam anti dasar atau
garis sikap pimpinan negara atau pemerintah yang bertarap tinggi, bersifat struktural
atau konsepsional dan menentukan haluan negara. Politik negara atau politik
pemerintah ditentukan oleh atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat/MPR.
Hubungan antara "politik" dan "kebijaksanaan" adalah matrik-matrik dengan hubungan
antara "strategi" dan "teknik'~ dalam pertahanan negara. Diskresi diperlukan yaitu asas
pelengkap daripada asas legalitas yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa setiap
tindak atau perbuatan administrasi negara harus berdasarkan ketentuan undang-
lmdang. Akan tetapi tidak mungkin bagi undang-undang untuk mengatur segala macam
"Kasus politik" dalam praktek kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu perlu adanya
"kebebasan". Diskresi dari ALhninistrasi Negara yang terdiri atas "diskresi bebas" dan
diskresi terikat pada "diskresi bebas" undang-undang hanya menetapkan batas-batas dan
administrasi negara bebas mengambil keputusan apa raja asalkan tidak
melampaui/melanggar batas-batas. tersebut. Pada "diskresi terikat" undang-undang
menetapkan beberapa alternatif, atau Administrasi Negara bebas
PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA
A. Peradilan Tata Usaha Negara
Berdasarkan undang-undang nomor 5 Tahun 1986 lahirlah apa yang disebut
peradilan tata usaha negara yang merupakan tambahan bagi sistem peradilan
adrninistrasi negara yang sudah ada.
Menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 1986 tersebut di atas, Pasal 4,
Peradilan Tata Usaha Negara adalah "salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman"
bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
Dengan demikian, maka Peradilan Tata Usaha Negara dijalankan oleh
Pengadilan Negeri, Bagian Tata Usaha, yang dibentuk di camping Bagian Pidana dan
Bagian Perdata yang ada sekarang, dengan banding ke Pengadilan Tinggi, Bagian Tata
Usaha Negara, dan seterusnya, bilamana perlu, ke Mahkamah Agung.
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam Bidang Tata
Usaha Negara antara Orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, baik di Pusat maupun di Daerah, sebagai akibat daripada
dikeluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa Kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1, butir 4). Namun,
kekuasaan Badan Pengadilan Tata Usaha Negara, menurut Pasal 48, ayat (2), adalah
sebagai berikut:
Pengadilan Tata Usaha Negara baru berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara "jikalau seluruh upaya
administratif yang bersangkutan" telah digunakan. Dengan demikian jelaslah,
bahwa Sistem Peradilan Administrasi
Negara yang ada harus dipergunakan terlebih dulu sampai tidak mungkin
lagi, barulah perkaranya dapat dimajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.
Menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 1986, Pasal 1, butir I yang dimaksud dengan
Tata Usaha Negara adalah "Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah." Dengann
demikian, maka yang dimaksud dengan Tata Usaha Negara oleh Undang-undang
nomor 5 Tahun 1986 adalah sama dengan apa yang biasanya di kalangan Sarjana
Administrasi disebut Administrasi Pemerintahan.
Administrasi Negara secara lengkap terdiri atas:
1. Administrasi Pemerintahan,
2. Administrasi Ketatausahaan Negara (Keinformasian),
3. Administrasi Kerumahtanggaan Negara (Keuangan,
Personil, Gedunggedung, Tanah-tanah, dan sebagainya)
4. Administrasi Pembangunan, dan
5. Administrasi Lingkungan Hidup.
Di dalam rangka Administrasi Pemerintahan keputusan-keputusan yang
diambil oleh para pejabat Administrasi Negara adalah yang bersifat pelaksanaan
pemerintahan, yakni:
(1) keputusan-keputusan yang bersifat peraturan, perencanaan, norma jabaran,
atau legislasi semu),
(2) keputusan-keputusan yang bersifat pembinaan masyarakat (penetapan-
penetapan atau begchikkingen, panggilan-panggilan, peringatanperingatan, dan
sebagainya);
(3) keputusan-keputusan yang bersifat kepolisian (penindakan terhadap para
pelanggar undang-undang), dan
(4) keputusan-keputusan yang bersifat penyelesaian sengketa, protes.
pengaduan, klaim, dan sebagainya.
Keputusan-keputusan tersebut di atas itulah yang dimaksud oleh Undang undang
nomor 5 Tahun 1986 sebagai "Keputusan Tata Usaha Negara" yang dapat
menimbulkan sengketa antara Badan atau Pejabat Administrasi Negara (istilah UU.
No. 5 - 1986: Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara).
Pada umumnya yang telah diatur jalan keluamya adalah justru urusan-urusan
Pemerintah Pusat, akan tctapi urusan-urusan Suatu Badan Pengadilan Administrasi
Negara (atau menurut istilah undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman: badan peradilan tata usaha negara) selain
memenuhi syaratsyarat sebagai badan pengadilan biasa, yakni:
1. Peradilan dilakukan oleh pejabat negara yang berstatus sebagai Hakim, artinya:
a) mempunyai wewenang melakukan interpretasi undang-undang,
b) mempunyai wewenang menilai fakta-fakta (dari segi kebenaran
hukum),
c) mempunyai wewenang mengambil Putusan yang mempunyai kekuatan
hukum yang pasti (vonnis met kracht van gewijsde),
2. adanya suatu sengketa hukum yang dapat dirumus secara konkrit.
3. adanya ketentuan atau aturan hukum (tertulis maupun tidak) yang dapat
diterapkan,
4. adanya paling sedikit dua pihak yang bersengketa hukum, harus memenuhi
pula syarat-syarat khusus sebagai berikut:
5. harus ada ketentuan atau aturan hukum administrasi negara (tertulis atau
tidak) yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan sengketa hukum yang
bersangkutan.
6. salah satu di antara pihak-pihak yang bersengketa hukum harus Administrasi
Negara atau salah satu bagiarmya (organ administrasi yang bersangkutan).
Pada umumnya di mana-mana Administrasi Negara tidak suka dicampuri urusannya oleh
instansi negara lain, terutama yang menyangkut "policy" (kebijaksanaan, kebijakan,
beleid), oleh karena kebijaksanaan selalu diperlukan untuk membuat pelaksanaan
undang-undang tidak
bertentangan dengan realitas keadaan yang dihadapi oleh para pejabat administrasi
negara, sedangkan campur tangan Yustisi dikhawatirkan akan dititikberatkan pada segi
legalitas dan tidak atau kurang dari segi diskere administrasi negara.
Salah satu ciri utama daripada pengadilan administrasi ncgara adalah, bahwa wewenang
Hakim Administrasi Negara terbatas hunya kepudu penilaian dan pertimbangan
(jugdment, beoordeling) tentang yuridikitas (rechtmatigheid, kesesuaian dengan hokum)
daripada tindak hukum administrasi negara yang ditentang.
Kriteria yang dipergunakan oleh Hakim Administrasi Negara untuk menguji
yuridikitas daripada suatu tindak hukum administrasi adalah:
a. bertentangan dengan suatu ketentuan undang-undang,
b. dtournement de pouvoir,
c. sewenang-wenang,
d. bertentangan dengan moral agama, tata-susila, atau tata kesopanan masyarakat.
Oleh karena wewenang Hakim Administrasi tidak sama dengan wewenang
daripada Hakim Pengadilan Umum (Pidana atau Perdata), maka wewenang Hakim
Administrasi Negara pada asasnya hanyalah terbatas pada putusan membatalkan
(nicting verklaren atau vernietigen) perbuatan-hukum administrasi negara yang
bersangkutan.
Namun, oleh karena seorang yang menentang atau menggugat suatu perbuatan
hukum administrasi tidak atau belum tertolong dengan suatu pembatalan saja, maka pada
urnumnya Hakim Pengadilan Administrasi Negara mempunyai wewenang untuk
melakukan koreksi terhadap tindak hukum administrasi tersebut serta wewenang
mengatur penampungan daripada akibat-akibat suatu pembatalan sehingga warga
masyarakat yang bersangkutan tertolong.
Untuk itu Hakim Administrasi Negara harus melakukan pertimbangan dan
penilaian terhadap fakta-fakta nyata sehingga tidak terjadi ketimpangan baru. Dengan
ujian yang dilakukan oleh Hakim
Administrasi. terhadap, suatu tindak hukum administrasi yang dipertentangkan
haruslah (1) karena tidak sesuai dengan hukum (onrechtmatig), atau (2) karena
tidak sesuai dengan kenyataan (bertentangan dengan fakta-faktanya).
Prosedur atau tata cara pemeriksaan perkara oleh Hakim Adminis
trasi berbeda dalam dua hal dari Hakim Perdata, yakni:
a. titik berat tata cara pemeriksaan terletak pada pemeriksaan lisan yang harus
dilakukan sebanyak-banyaknya, sedangkan dalam proses per data pemeriksaa
lebih banyak dilakukan secara tertulis;
Hakim Administrasi Negara tidak boleh bersifat pasif seperti Hakim Perdata yang
pada pokoknya harus mendengarkan saja apa yang dikemukakan oleh pihak-
pihak yang berperkara perdata. Hakim Administrasi harus aktif mengorek
kebenaran hukum atau kebenaran faktual, oleh karena pihak warga masyarakat
selalu berada pada kondisi yang lemah jikalau menghadapi Administrasi
Negara.Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan oleh perkembangan atau pelanjutan
dari proses pengaduan atau permohonan peninjauan kembali (administratif beroep)
menjadi proses pengadilan administrasi negara.Pada proses perdata kedudukan pihak-
pihak yang bersengketa hukum dianggap sama kuat di depan hukum, sehingga
Hakim Perdata mempersilahkan masing-masing pihak yang bersengketa membela
pendiriannya masing-masing.
Pada proses administrasi negara pendirian organ administrasi yang bersangkutan
sudah tetap oleh karena keputusan administrasi selalu diambil setelah pertimbangan
yang sematang-matangnya. Dan pendirian inilah yang justru ditentang oleh warga
masyarakat yang bersangkutan, dan dia berada pada keadaan yang lemah oleh karena
menghadapi pihak Penguasa Administrasi Negara yang dianggapnya tidak benar. /
Pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh Hakim Administrasi pada umumnya pihak
Administas i Negara hanya menjelaskan alasan-alasan atau landasan-landasan berpikir
yang dipergunakan di dalam menerbitkantindak hukum administrasinya, dan biasanya
justru inilah yang ditentang oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Dalam
pemeriksaan secara lisanlah Hakim Administrasi harus menemukan jalan keluamya yang
adil dibantu oleh saksi-saksi dan para ahli yang adil dan obyektif pula.
Sedangkan dalam perkara perdata Hakim Perdata harus membatasi diri pada bukti-bukti
yang dikemukakan atau dimajukan oleh pihakpihak yang bersengketa, dan Hakim Perdata
tidak holch aktif, kecuali di dalam perkara perdata Hukum Adat bilamana ada pihak yang
lemah oleh karena kekurangan pendidikan atau lemah ekonomis.
Sikap aktif daripada Hakim Administrasi sangat diperlukan oleh karena pihak
penguasalah yang mempunyai semua data, laporan-laporaii serta pengetahuan yang
cukup tentang persoalan yang dipertentangkan. sedangkan pihak warga masyarakat
tidak mungkin memilikinya secara lengkap, Hakim Administrasi hares mencegah
jangan sampai Administasi menyembunyikan data yang tidak menguntungkan baginya.
Pada umumnya tindak hukum administrasi yang ditentang oleh para warga
masyarakat adalah penetapan-penetapan administrasi negara (administratieve
beschikkingen), terutama yang menyangkut perizinan.
II. a. Badan Pengadilan Administrasi Semu (Kwasi).
Badan pengadilan administrasi semu adalah suatu badan peradilan yang
menangam perkara-perkara terlepas dari pengadilan biasa, di mana pejabat-pejabat
Administrasi Negara memegang peranan, dan para anggota badan tersebut tidak
mempunyai status sebagai hakim.
Badan peradilan tersebut bekerja dengan hukum acara tertentu seperti pada
pengadilan yang biasa, akan tetapi putusan-putusannya tidak mempunyai status sebagai
putusan pengadilan penuh.Contoh-contohnya adalah NP, ND (Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Pusat/Daerah) dan Mahkamah Pelayaran.
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan bertugas menyelesaikan segala
macam perselisihan perburuhan, baik yang berupa perselisihan hak
maupun yang mengenai perselisihan kepentingan. Panitia ini dimaksudkan untuk
melindungi warga masyarakat yang menjadi buruh (di Indonesia: pegawai atau
pekerja yang tidak berstatus sebagai pegawai negeri dalam arti sempit atau arti lugs)
pada perusahaan-perusahaan atau pada keluarga dan badan-badan swasta lain, yang
berselisih hak atau kepentingan dengan majikannya.
Pada umumnya para buruh tersebut bergabung dalam suatu organisasiburuh agar supaya ada
organisasi yang dapat mempekerjakan ahli-ahli yang mampu dan sanggup mengurus
perselisihan perburuhan. Dimasa lampau organisasi-organisasi buruh tertentu yang
mempunyai affiliasi dengan suatu partai politik persoalan menjadi kabur: tidak lagi
merupakan masa keseluruhan akan tetapi bagian daripada suatu perjuangan ideologi
sekawan politik. Keadaan yang demikian itu pada umumnya di Indonesia merugikan
para buruh sendiri. Yang paling baik untuk Indonesia pada masa transisi ini adalah jikalau
Pemerintah/Admini strasi Negara yang elindungi kepentingan warga masyarakat yang
menjadi buruh melalui NP dan P4D tersebut di atas yang berada di bawah naungan
Departemen Tenaga Kerja, sehingga keadilan dan kewajaran dijunjung tinggi di bawah
Pengayoman Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 di dalam rangka Pembangunan
Bangsa dan Negara menuju ke masyarakat adil clan makmur. Di dalam rangka ini
organisasi buruh berperan sebagai organisasi yang mewakili buruh yang berselisih
dengan majikan (perusahaan, instansi, dan sebagainya) dan ada baiknya bilamana
mereka mempunyai pengacara-pengacara perburuhan sendiri seperti LBH (Lembaga
Bantuan Hukum).
Mahkamah Pelayaran adalah suatu badan peradilan administrasi yang memeriksa
perkara-perkara persyaratan kapal sesuai dengan undang-undang tentang perkapalan
dan pasal 373a Kitab Undang-undang Hukum Dagang ("Nakhoda yang telah berbuat
tidak terpuji terhadap kapal, muatannya atau penumpangnya, dengan putusan
Mahkamah Pelayaran dapat dicabut hak wewenang untuk masa paling lama dua tahun").
Mahkamah Pelayaran mengadakan persidangan atas pengaduan dari perusahaan
pelayaran yang bersangkutan atau dari seorang penumpang yang merasa dirugikan oleh
tindak-tanduk nakhoda di dalam waktu tiga minggu setelah peristiwa terjadi.
Mahkamah Pelayaran juga bukan badan pengadilan penuh olch karena anggota-anggotanya
tidak berstatus sebagai hakim.
II. b. Panitia atau Team Khusus.
Salah satu cara yang paling banyak dilakukan untuk melindungi kepentingan para
warga masyarakat yang merasa dirugikan oleh perbuatan hukum administrasi adalah
adanya Panitia Khusus atau Team Khusus yang bertugas menangani clan menyelesaikan
berbagai masalah perselisihan atau pengaduan yang timbul di dalam pelaksanaan berbagai
program clan operasi pemerintah/administrasi negara.
Panitia atau Team khusus pada umumnya dibentuk pada setiap pelaksanaan
suatu proyek pembangunan yang banyak menyangkut pembebasan tanah, pemindahan
kuburan, pemindahan penduduk, transmigrasi, dan lain sebagainya.
Syarat yang utama untuk memperlancar jalannya panitia atau team khusus
adalah adanya (a) instruksi yang togas tentang tugas, wewenang. dan kewajiban serta
tanggung jawab panitia/team khusus, (b) prosedur penyelesaian yang harus ditempuh, (c)
sanksi yang harus diterapkan bilamana panitialteam tidak menjalankan tugas
kewajibannya sebagaimana mestinya, clan. (d) penampungan akibat atau konsekuensi
daripada keputusan panitialteam khusus serta pelaksanaannya.
II. c. Pejabat atau Instansi Atasan.Jalan yang paling baik guna penyelesaian suatu masalah atau sengketa adalah
bilamana kasusnya ditangani sendiri secara langsung oleh Pejabat/Organ administrasi
yang bersangkutan, dan secara sportif dan spontan melakukan koreksi terhadap
kekeliruan atau kekurar gan yang terjadi. Namun, di dalam praktek yang sexing
terjadi, bahwa pejabat yang bersangkutan enggan atau tidak berani melakukan ralat
terhadap keputusannya, dan mempersilahkan warga masyarakat yang bersangkutan
untuk mengajukan persoalannya kepada Pejabat Atasan atau Instansi Atasan.
Bilamana hal tersebut tidak merupakan siasat untuk mengalihkan tanggung jawab
kepada atasan yang kadang-kadang karena atasan "jiwa korsa" dan "kesetiakawanan"
menolak untuk menerima pengaduan yang bersangkutan, maka cara administratief beroep
tersebut memang baik sekali, agar supaya atasan dapat selalu mengetahui apa yang menjadi
masalah realitasnya, dan mengadakan perubahan policy atau peraturan di mana
diperlukan.
II. d. penyelesaian melalui Hakim Perdata.
Bilamana terhadap Pemerintah/Administrasi Negara tidak ada jalan lain untuk
meminta penyelesaian mengenai perselisihannya, maka warga masyarakat yang
bersangkutan dapat menggugat Negara Republik Indonesia atau bagiannya ke depan
Pengadilan Perdata, ke Pengadilan Negeri biasa.
Di mana terbuka jalan lain yang telah diatur oleh undang-undang atau peraturan
perundangan yang bersangkutan tingkat Daerah tingkat II, Kecamatan, dan Desa
masih banyak sekali yang tidak ada ketentuanketentuannya atau prosedur-prosedur
pengaduannya. Hingga kini banyak persoalan diselesaikan melalui jalan musyawarah
berdasarkan saling pengertian dan kerelaan berkorban untuk kepentingan umum atau
kepentingan negara, misalnya: mengorbankan tanah untuk pelebaran jalan, bahkan
ada yang rela ditransmigrasikan oleh karena tanah dan rumahnya digusur untuk proyek
tanpa ganti kerugian.
Cara-cara demikian itu dilihat dari segi upaya Nation and Character Building
tidak mendidik, oleh karena rakyat biasa lalu memperoleh kesan dan citra yang keliru
mengenai maksud dan tujuan adanya Negara Republik Indonesia sebagai Negara
Pancasila. Dalam periode Perjuangan Kemerdekaan 1945-1950 rakyat Indonesia
dengan senang hati mengorbankan harta bendanya, bahkan jiwa dan raganya. Akan
tetapi dalam kcadaan negara sesudah itu sudah selayaknya menurut Asas Keadilan
Hukum, bahwa milik rakyat yang dikehendaki untuk dipergunakan dalam proyek
pembangunan desa, kola, daerah, dan negara dibeli dengan harga yang pantas, dan
bilamana perlu dirampas (onteigening) dengan pergantian kerugian menurut tarif atau
harga yang ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Negeri atau cars lain wajib dilakukan
dengan undang-undang, minimal dengan Peraturan Daerah tingkat 1, satu sama lain
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Demikianlah, maka
jikalau tidak ada jalan lain yang ditetapkan oleh undang-undang, satu-satunya jalan
untuk menentang suatu perbuatan hukum administrasi yang merugikan seorang warga
masyarakat adalah melalui gugatan ke depan Pengadilan Negeri bagian Perdata dengan
permohonan agar supaya Hakim Perdata menyatakan dalam putusannya penetapan
administrasi (administratieve beschikking) yang bersangkutan sebagai "perbuatan yang
melawan hukum" (onrechtmatige daad), disertai larangan untuk melanjutkan pelaksanaan
penetapan pemerintah/administrasi tersebut, dengan sanksi uang paksa harian setiap hari
organ pengi sa administrasi yang bersangkutan tidak mengindahkan Putusan Hakim
Perdata.
Dan alangkah baiknya jikalau di Indonesia juga diselenggarakan Sidang
Pengadilan RU&6, Sidang Pengadilan Perdata Kilat, yang diadakan paling lambat tiga
hari setelah gugatan dimasukkan. Dengan adanya sidang semacam itu, maka akan
banyak warga masyarakat yang tertolong dari kehancuran ekonomis yang
disebabkan oleh perbuatan hokum administrasi yang merugikan dan ternyata kemudian
keliru, seperti misalnya yang terjadi di Jakarta beberapa waktu yang lalu rumah dan
pekarangan seorang warga masyarakat digusur dan kemudian ternyata memang keliru.
Dengan adanya sidang pengadilan perdata kilat (kort geding), maka kasus-kasus
seperti itu dapat dicegah dan wibawa Pemerintah Republik Indonesia justru akan
meningkat disebabkan oleh kepercayaan masyarakat yang bertambah kuat, bahwa
yang dikehendaki adalah benar-benar keadilan sosial. Pertanyaan yang timbul adalah:
dalam hall yang bagaimana suatu penetapan administrasi (beschikking) dapat dinyatakan
"melawan hukum" oleh Hakim Perdata? Dapat dikatakan, bahwa Hakirn Perdata dap at
menyatakan suatu penetapan (beschikking) itu "melawan hukum" (onrechtmatig) jikalau:
a. diambil dengan tidak atau kurang mengindahkan undang-undang. Atau
b. diambil secara bertentangan dengan undang-undang,
c. diambil dengan detournernent pouvoir, dengan menyalahgunakan wewenang,
dengan menyimpang dari tujuan pemberian wewenang,
c. diambil dengan sewenang-wenang (ceroboh.tidak mengindahkan data
maupun fakta yang justru relevant, dan sebagainya).
Hakim Perdata tidak menguji suatu penetapan administrasi menurut ukuran
effisiensi, kedayagunaan, kewajatan, dan sebagainya, akan tc-tapi dari segi hukum semata-
mata, walaupun penetapan yang diambil secara ceroboli ikut menentukan dalam
mempertimbangkan jurnlah atau beL;arnya g.'uiti-rugi. Yang paling berat bagi Hakim
Perdata adalah menetapka'i kesewenangwenangan Administrasi, oleh karena Administrasi
Negara mempunyai !reies Ermessen, yakni kebebasan mengambil keputusan menurut
pendapatnya sendiri yang dia anggap paling baik.
Namun, freies Ermessen atau Diskresi tersebut ada batas-oatas kewajarannya,
dan inilah yang harus dinilai oleh 1-lakirn Perdata menurut ukuran sehat atau pikiran
normal.
II. e Ganti-rugi kepada Warga Masyarakat
Yang perlu mendapat perhatian di dalarn rangka melindun ;i kepentingan para
warga masyarakat adalah hal pergantiar keru gian atas kerusakan atau kerugian yang
telah ditimbulkan oleh perbuatan hukum administrasi/pemerintah.
Ganti-rugi harus dibayar baik karena kerugian yang ditimbulkaa oleh: (a) tindak
hukum administrasi yang melawan hukum (onrechtmatige
overheidsdaad), maupun oleh (b) perbuatan huk'un admi:ii.strasi yang sah, artinya
tidak melawan hukum.
Ganti-rugi-dalam hal tindak hukuni adininistrasi yang melawan hukum dilakukan
setclah adanya Putusan Hakim Administrasi Perdata yang final, kecuali jikalau ada putusan
yang meniirirrtahkan pelaksanaan pembayarc^n dengan segera (ultvoerbaar bij
voorraad). Pi osedur pembayaran pada umumnya sudah ditetapkan sebelumnya.
Profesor Padmo Wahjono, S.H. dalam bukunya 'Indonesia Negara Berdasarkan
Atas Hukum" (Ghalia, 1983) secara panjang lebar telah mengupas filsafat dan dasar
serta pangkal tolak yang haius clipergunakan dalam pembinaan dan pengembangan
Hukurn Nasional LZdonesia tersebut.
Pembinaan dan pengembangan Hukum Administrasi Negara tidak dapat terlepas dari
sifat-sifatnya yang khas seperti yang akan saya uraikan di bawah ini.
Hukum Administrasi Negara adalah: hukum mengenai seluk-beluk Administrasi
Negara (hukrun administrasi negara heterorom) dan hukum operasional hasil ciptaan
Administrasi Negara sendiri (hukum administrasi negara otonom) di dalam rangka
memperlancar penyelenggaraan daripada segala apa yang dikehendaki dan menjadi
keputusan Pemerintah di dalam rangka penunaian tugas-tugasnya.
Tugas Pemerintah yang menyangkut pemerintahan pada waktu ini ada lima,
yakni:
1) pemerintahan,
yang terdiri atas, pengaturan, pembinaan n:asyarakat negara, kepolisian, dan
peradilan;
2) rata usaha negara,
yang dilakukan melalui pengembangan daripada birokrasi negara;
3) pengurusan rumah tangga negara, yang dilakukan rnelalui penger~rbangan
daripada dings-dings pengurusan serta badan-badan usaha negara clan daerah;
4) pembangunan nasional,
yang dilakukan dengan Bappenas serta Pelitapelita;
5) penyelumatan dan pelestarian lngkungan.
Administrasi Negara di dalam membantu menyelenggarakan kehendak dan
keputusan-keputusan Pemerintah di dalam rangka tugas-tugas tersebut di atas, dengan
demikian, terdiri atas:
1) Administrasi Pemerintahan;
2) Administrasi Ketatausahaan negara;
3) Administrasi Kerumahtanggaan negara;
4) Administrasi Pembangunan; dan
5) Administrasi Lingkungan.
Admini.strasi Negara tersebut di atas dijalankan oleh para Pejabat
emerintah yang mcrangkap sebagai Pejabat Administrasi (Negara) dengan memimpin
pejabat-pejabat pemerintah bawahan, pejabat-pejabat administrasi "murni" (taapa
wewenang pemerintahan) dan pejabat-pejabat teknis.
Para Pejabat Pemerintah pada waktu berkedudukan dan menjalanka fungsi sebagai Pejabat
Pemerintah mempergunakan wibawa dan wewenang emerintahan yang be.rsifat politik,
dengan menjunjwig tinggi Hukum Politxk tau Hukum Tata Negara.Para. Pejabat Pemerintah
pada waktu berkedudukan dan menjalankan tugasnya sebagai Pejabat Administrasi,
dengan memimpin penyelenggaraan eput,isan-keputusan Pemerintah (yang bersifat
politik) secara operasionalasual-individual mempergunakan wibawa dan wewenang
administrasi yang bersifat teknis penyelenggaraan (organisas i informasi dan
manajemen).Hukrun Administrasi Negara, antara lain dan terutama, mengatur
jubungan yang sebaik-baiknya antara penunaian tugas-tugas sebagai Pejabat pemerintah
dan Pejabat Administrasi Negara, dan dalam hal ini terdiri atas:
1) Hukum Administrasi Pemerintahan atau Hukum Tata Pemerintahan;
2) Hukum Tata Usaha Negara, atau Hukum Birokrasi Negara;
3) Hukurn Administrasi Kerumahtanggaan negara;
4) Hukum Administrasi Pembangunan; cyan
5) Hukum (Administrasi) Lingkungan.
Huktun Administrasi Negara merupakan bagian operasional da n pengkhususan teknis
daripada Hukum Tata Negara atau Hukum Korstitusi Negara, atau hukum Politik
Negarai