52
BAB III HUBUNGAiN ADMINISTRASI NEGARA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA A. Pengertian Hukum Administrasi Negara Menurut Prajudi Atmosudiiju Hukum Administrasi Negara merupakan mata kuliah hukum yang muda sekali di Indonesia, clan barn diakui sebagai mata kuliah tersendiri sejak tahun 1947 pada Universitas Indonesia selanjutnya Prajudi menyebutkan materi studi hukum Adm. Negara hukum pada pendidikan tinggi di fakultas hukum, antara lain 1. Dasar-dasar umum dan pengertian-pengertian dasar. 2. Hukum mengenai organisasi adm. Negara 3. Hukum mengenai organisasi adm. Negara 4. Hukum mengenai semua administrasi negara, antara lain Kepegawaian dan personel Keuangan dan materil Kekayaan tidak bergerak Usaha-usaha negara dan daerah. 5. Hukum administrasi wilayah dan daerah 6. Hukum administrasi khusus 7. Hukum mengenai peradilan administrasi negara 8.Hukum administrasi 9. Sosialisasi hukum administrasi negara. Materi hukum administrasi negara adalah line sekali karena meliputi kegiatan campur tangan negara ke dalam kehidupan masyarakat. Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengendalikan disiplin dan operasi daripada administrasi negara, yang meliputi tata pemerintahan, tata usaha

Resume Ainunjariah

Embed Size (px)

Citation preview

BAB III

HUBUNGAiN ADMINISTRASI NEGARA DAN

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A. Pengertian Hukum Administrasi NegaraMenurut Prajudi Atmosudiiju Hukum Administrasi Negara merupakan mata

kuliah hukum yang muda sekali di Indonesia, clan barn diakui sebagai mata kuliah

tersendiri sejak tahun 1947 pada Universitas Indonesia selanjutnya Prajudi

menyebutkan materi studi hukum Adm. Negara hukum pada pendidikan tinggi di

fakultas hukum, antara lain

1. Dasar-dasar umum dan pengertian-pengertian dasar.

2. Hukum mengenai organisasi adm. Negara

3. Hukum mengenai organisasi adm. Negara

4. Hukum mengenai semua administrasi negara, antara lain

Kepegawaian dan personel

Keuangan dan materil

Kekayaan tidak bergerak

Usaha-usaha negara dan daerah.

5. Hukum administrasi wilayah dan daerah

6. Hukum administrasi khusus

7. Hukum mengenai peradilan administrasi negara

8.Hukum administrasi

9. Sosialisasi hukum administrasi negara.

Materi hukum administrasi negara adalah line sekali karena meliputi kegiatan

campur tangan negara ke dalam kehidupan masyarakat.

Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengendalikan disiplin dan

operasi daripada administrasi negara, yang meliputi tata pemerintahan, tata usaha

negara, tata organisasi dan manajemen rumah tangga negara, tata pembangunan negara

dan segi administrasi negara sendiri, hukum Administrasi Negara itu merupakan

"rangka hukum" (legal matrix) daripada Administrasi Negara.

Apa yang sekarang disebut "Administrasi Negara" dahulu tidak disebut

demikian, oleh karena titik berat permasalahannya atau sifatnya berbeda yang hendak

menekankan pada fungsi pemerintahan menyebut apa "Tata Pemerintahan" dan yang

hendak memandang dari segi pengaturan usaha-usaha negara menggunakan istilah

"Tata Usaha Negara" pada awal perkembangan kelahiran istilah hukum seperti

diuraikan berikut "istilah hukum administrasi negara" (yang dengan keputusan menteri

P dan K tahun 1972 disebut hukum tata pemerintahan dalam kurikulum minimal

fakulta hukum negeri maupun swasta di Indonesia) berasal dari administrative law

menurut ilmu pengetahuan hukum di Inggris, Droit Administratif di Perancis, atau

verwaltungsrecht di Jerman.

Di samping istilah Administratiefrecht di Negeri Belanda dikenal pula istilah

"Bestuursrecht" (Hukum Tata Pemerintahan), istilah Prof. Mr. Ph. Kleintjes dan

istilah "Bestuurskunde" (Ilmu Pemerintahan), istilah Prof. Dr. G.A. van Poelje dalam

pengertian yang hampir sama.Dalam kalangan Perguruan Tinggi di Indonesia, sebelum tahun 1946

dipergunakan istilah kembar "Staats-en Administratiefrecht" (Hukum Tata Negara

dan Hukum Administrasi Negara) berdasarkan pasal 9 Hooger Onderwijs

Ordonnantie Tahun 1924 (Undang-undang Perguruan Tinggi Tahun 1924).

Istilah tersebut sebenarnya terdiri dari "Staatsrecht" dan "Admi-

nistratiefrecht"; dan kedua mata pelajaran ini pads Rechtshogeschool (Sekolah Tinggi

Hukum) di Jakarta diberikan secara gabungan dalam satu mata pelajaran oleh

Prof. Dr. J.H.A. Logemann sampai tahun 1941. Sampai pada tahun 1945 istilah

"Staats-en Administratiefrecht" masih dipakai Rechtschogeschool di Jakarta.

Baru kemudian pada tahun 1946 dalam "Het Universiteits Reglement"

(Staatsblad 1947 no. 170: Peraturan Universitas) pada pasal 34 dipisahkan menjadi

dua mata pelajaran yang masing-masing berdiri sendiri, yaitu" Staatsrecht" (Hukum

Tata Negara) dan "Administratiefrecht" (Hukum Administrasi Negara), dan yang

resminya dipakai pada Universiteit

van Indonesia (Universitas Indonesia): Staatrecht dikuliahkan oleh Prof. Mr. G.J.

Resink dan Administratiefrecht dikuliahkan oleh Mr. W.F. Prins.

Setelah itu sejak tahun 1950 hingga tahun 1960 untuk mata kuliah

Administratiefrechi Prof. Djokosutono, SH mempergunakan istilah Hukum Tata

Usaha Negara, dan kemudian setelah tahun 1960 timbullah beberapa istilah baru: Prof.

Dr. Prajudi Atmosudirdjo, SH mempergunakan istilah Hukum Administrasi

Negara di Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada dan Universitas Pajajaran

menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan.

Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1969 pengertian istilah

Hukum Administrasi Negara oleh G. Pringgodigdo, SH (dosen Universitas Indonesia)

dijelaskan sebagai berikut:

"O1eh karena di Indonesia kekuasaan eksekutif dan kekuasaan

administratif berada dalam satu tangan, yaitu Presiden, maka pengertian

Hukum Administrasi Negara yang luas terdiri atas tiga unsur, yaitu:

1. Hukum Tata Pemerintahan, yakni Hukum Eksekutif atau Hukum. Tata

Pelaksanaan Undang-undang; dengan perkataan lain, Hukum Tata

Pemerintahan ialah hukum mengenai aktivitasaktivitas kekuasaan eksekutif

(kekuasaan untuk melaksanakan undangundang),

2. Hukum Administrasi Negara dalam arti sempit, yakni hukum tata

pengurusan rumah tangga negara (rumah tangga negara dimaksudkan, segala

tugas-tugas yang ditetapkan dengan undangundang sebagai urusan negara), dan

3. Hukum Tata Usaha Negara, yakni hukum mengenai suratmenyurat,

rahasia dinas dan jabatan, kearsipan dan dokumentasi, pelaporan dan

statistik, tata-carsa penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, pencatatan

nikah, talak dan rujuk, publikasi dan penerbitan-penerbitan negara.

Ada tiga arti daripada Administrasi Negara, yaitu:

1. Sebagai,aparatur negara, aparatur pemerintah, atau sebagi institusi politik

(kenegaraan); artinya meliputi organ yang berada di bawah. Pemerinlah, mulai

dari Presiden, Menteri (termasuk Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal,

Inspektur Jenderal), Gubernur Bupati, dan sebagainya, singkatnya semua

organ yang menjalankan Administrasi Negara;

2. Sebagai fungsi atau sebagai aktivitas, yakni sebagai kegiatan "pemerintahan",

artinya sebagai kegiatan "mengurus kepentingan negara"

3. Sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang, artinya meliputi

segala tindakan aparatur negara dalam menyelenggarakan undang-undang."

Berkenaan dengan pemisahan "Administrastiefrecht" dari "Staatsrecht"

menurut Mr. W.F. Prins dalam bukunya "Inleiding in het Administratiefrecht van

Indonesia", alasan pemisahan tersebut, bukanlah agar supaya batas-batas antara

kedua jenis hukum itu menjadi lebih jelas atau lebih tajam, melainkan karena

lapangan dari Administratiefrecht itu semakin bertambah luas dan kepentingannyapun

lebih meningkat, sehingga perlu mendapat pembahasan secara khusus.

Maksud dan keinginan ini tak akan mungkin tercapai apabila Hukum

Administrasi Negara masih merupakan embel-embel belaka dari Hukum Tata Negara.

Pendapat Prof. van Vollenhoven tentang Hukum Administrasi Negara

Betapa pentingnya Hukum Administrasi Negara, sehingga Prof. Mr Cornelis van

Vollenhoven dalam tahun 1919 menulis dalam bukunya yang berjudul "Thorbecke en

het Administratiefrecht" sebagai berukut: "Badan-badan pemerintahan tanpa

peraturan-peraturan Hukum, Tata

Negara dapat diibaratkan sebagai seekor burung yang lumpuh sayapnya

(vleugellam), oleh karena badan-badan itu tidak mempunyai wewenang ataupun

wewenangnya tidak pasti; sedangkan organorgan/penjabat-penjabat tanpa

peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara adalah seperti seekor burung

yang terbang bebas sayapnya (vleugelvrij) oleh karena organ-organ tersebut

dapat melakukan wewenangnya seenaknya saja".

Thorbecke, "Bapak" Sistematik Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi

Negara

Perlu kiranya diketahui, bahwa mengenai Hukum Administrasi Negara para

sarjana hukum di negeri Belanda selalu berpegang pada paham Johan Rudolf

Thorbecke, oleh karena beliau dianggap sebagai "Bapak" dari sistematik dalam

ilmu pengetahuan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.

Salah seorang "murid" dari Thorbecke ialah Oppenheim, sedangkan

murid dari Oppenheim yang terkenal ialah Prof. Mr C. van Vollenhoven.

Selanjutnya murid-murid van Vollenhoven yang sangat berpengaruh pada

pertumbuhan Hukum Tata Negara Indonesia ialah Prof. Dr. J.H.A. Logemann dan dalam

Hukum adat ialah Prof. Mr. Ter Hear, murid Prof. Logemann ialah Mr. W.F. Prins dan

Prof. R. Djokosutono, SH., sedangkan murid Mr. Ter Hear yang terkenal ialah Prof. dr.

Hazairin, Sh.

Sebagai akibat daripada sejarah hukum, maka antara Indonesia dan Belanda

terdapat persesuaian dalam penggunaan istilah-istilah hukum, misatnya

administratiefrecht diterjemahkan menjadi Hukum Administrasi negara" ' 4

Dan uraian di atas nampaknya peranan ilmu hukum administrasi negara ini di

masa lalu, atau pada masa perkembangannya di dominasi oleh tiga istilah seperti hukum

tata pemerintahan, hukum tata usaha negara dan hukum administrasi negara. Mana

yang lebih dominan diantara ketiga istilah tersebut, Ridwan HR memberi jawaban

sebagai berikut Adanya keragaman istilah ini dalam perkembangannya lebih mengarah

pada pcnggunaan istilah HAN dibandingkan istilah lninny, scbagainmana ditunjukkan

dari hasil penelitian lapangan bahwa responden yang memilih menggunakan istilah

HAN itu paling banyak (50%), yang menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Negara

(32,90%) Hukum Tata Pemerntahan (9,21 %), dan sisanya 3,95% memakai istilah-istilah

lain." Kecenderungan untuk menggunakan istilah HAN juga tampak pada pertemuan

pengasuh mata kuliah ini di Cibulan tanggal 26-28 Maret 1973.

"Pertemuan berpendapat bahwa sebaiknya istilah yang dipakai yang adalah

'Hukum Administrasi Negara', dengan catatan dan alasan sebagai berikut; Catatan:

Pemilihan istilah HAN tidak menutup kemungkinan bagi fakultas-fakultas yang

bersangkutan untuk tetap mempergunakan istilah lain misalnya; Hukum Tata

Pemerntahan, Hukum Tata Usaha Negara, asalkan silabus minimal tetap menjadi

pegangan bersama. Alasan pemilihan istilah Hukum Administrasi Negara: Pertemuan

berpendapat bahwa, istilah Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang has

pengertiannya, sehingga membuka kemungkinan ke arah pengembangan daripada

Cabang Ilmu Hukum ini yang lebih sesuai dengan perkembangan pembangunan dan

kemajuan Negara Republik Indonesia di masa-masa yang akan datang.

Dalam pertemuan itu diakui bahwa istilah HAN lebih luas daripada istilah-istilah

lainnya karena dalam istilah administrasi negara tercakup tata usaha negara. Menurut

Sjachran Basah, administrasi negara lebih luas dari tata usaha negara karena secara

teknis administrasi negara mencakup seluruh kegiatan kehidupan bernegara dalam

penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan tata usaha negara hanya sekadar bagian saja

daripada administrasi. Hal senada dianut pula oleh Rochmat Soemitro, yang berpendapat

bahwa dalam kata administrasi negara, tersimpul di dalamnya tata usaha negara.

Dengan demikian, hukum administrasi negara lebih luas dari hukum tats usaha negara,

karena tata usaha negara itu merupakan bagian dari administrasi negara.

Telah disebutkan bahwa nama cabang hukum ini administrnticfrccht dan bestuursrecht,

yang bertumpu pada kata "administrasi" clan kata. 'pemerintahan". Sebenarnya kedua

kata ini dalam penggunaannya memiliki makna sama, karena pemerintahan itu sendiri

merupakan terjemahan dari kata dministrasi'

Beberapa pakar mengartikan hukum administrasi negara sebagai berikut :

a. Syachran Basah : Hukun administrasi negara adalah seperangkat peraturan yang

memungkinkan administrasi menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga

melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara, clan melindungi

administrasi negara itu sendiri.

b. Utrech : Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur sebagian

lapangan pekerjaan administrasi negara bagian lain di atas oleh hukum Tata

Negara (Hukum negara dalam arti sempit) hukum private dan sebagainya.

c. Ridwan HR menyimpulkan dari berbagai definisi yang menyebutkan: hukum

administrasi negara mengandung dua aspek yaitu : Pertama, aturan-aturan

hukum dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan

tugasnya. Kedua, aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara

alat perlengkapan Administrasi Negara atau pemerintah dengan para warga

negaranya.

Prajudi Atmosudirjo mengupas secara panjang lebar tentang hukum Administrasi Negara

sebagai berikut Hukum Administrasi Negara ialah hukum mengenai Administrasi Negara

dan hukum hasil ciptaan Administrasi Negara."Administrasi Negara di dalam definisi

tersebut mempunyai arti yang luas, yaitu kombinasi daripada

(a) "tata pemerintahan" (bestuur, government, administration di AS)

(b) "tata usaha negara",

(c) "administrasi" (administratie, staatsbeheer), atau pengurusan rumah tangga

negara,

(d) "pembangunan".(ontwikkeling) clan

(e) "pengendalian lingkungan".

Selanjutnya dapat dinyatakan adanya tiga arti daripada Administrasi Negara, yakni:

1) sebagai apparatur negara, apparatur pemerintah atau sebagai institusi politik

(kenegaraan);

2) administrasi negara sebagai "fungsi" atau sebagai aktivitas melayani

Pemerintah yakni sebagai kegiatan "pemerintah operasional" dan;

administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggaraan Undang

undang.

"'Pemerintahan" dijalankan oleh Penguasa Eksekutif (Yaitu "pemerintah")

beserta aparaturnya, sedangkan "Adininistrasi" dijalankan oleh Penguasa Administratif

beserta apparaturnya.

Oleh karena di Indonesia Kekuasaan Eksekutif dan Kekuasaan Administratif

menurut ketentuan UUD 45 (dalam penjelasan) berada dalam satu tangan, yaitu

Presiden maka pengertian Hukum Administrasi Negara yang luas dan yang selanjutnya

akan dipergunakan di dalam tulisan ini terdiri atas lima unsur yakni:

1. Hukum Tata Pemerntahan, yakni hukum eksekutif atau hukum tata pelaksanaan

undang-undung yang menyangkut pengendalian penggunaan kekuasaan publik

(kekuasaan yang berasal dari Kedaulatan Negara).

2. Hukum Tata Usaha Negara, yakni hukum mengenai surat-menyurat, rahasia dinas

dan jabatan, registrasi, kearsipan dan dokumentas i, legalisasi, pelaporan, clan

statistik, tata cara penyusunan dan penyimpanan berita acara, pencatatan sipil_

pencatatan NTR, publikasi, penerangan dan penerbitan-penerbitan negara. Secara

singkat dapat pula disebut hukum Birokrasi.

3. Hukum Administrasi dalam arti sempit, yakni Hukum Tata Pengurusan Rumah

Tangga Negara, intern dan ekstem.

Rumah Tangga Negara adalah keseluruhan daripada hal-hal dan urusan

urusan yang menjadi tugas, kewajiban dan fungsi negara sebagai suatu badan-

organisasi, Sebagai suatu badan usaha. Rumah tangga intern adalah yang menyangkut

urusan intern instansi-instansi Administrasi Negara urusan personil dan

kesejahteraan pegawai negeri, urusan keuangan operasionul sehari-hari, Urusan

material, alat perlengkapan dan gedunggedung serta perumahan, urusan komunikasi

dan transportusi Intern, clan sebagainya. Rumah tangga ekstern adalah hal-hal dan

urusan-urusan yang tadinya diselenggarakan oleh masyarakat sendiri, namun karena

berbagai sebab atau perhitungan dioper oleh negara melalui pembentukan dinasdinas

(dinas kebersihan, dinas kesehatan, dinas sosial), lembaga-lembaga (halal benih

pertanian, lembaga penyakit mulut dan kuku ternak, lembaga malaria, clan

sebagainya). BUMN (badan usaha milik negara: PN, Perum, Perjan, Persero), clan

BUMD (milik Daerah).

4. Hukum Administrasi Pembangunan, mengatur penyelenggaraan pembangunan.

5. Hukum Administrasi Lingkungan

Sebagai Hukum _mengenai Administrasi Negara, Hukum Administrasi Negara adalah

hukum mengenai operasi dan pengendalian daripada kekuuasaan-kekuasaan

administrasi atau pengawasan terhadap penguasapenguasa administrasi.

Sebagai hukum hasil buatan administratif, maka hukum administrasi negara

adalah hukum yang menjadi pedoman atau jalan dalam menyelenggarakan Undang-

undang. Dapat pula kita mempergunakan rumusan, bahwa Hukum Administrasi Negara

adalah hukum mengenai struktur clan kefungsian administrasi.

Seperti telah diuraikan di atas bahwa hukum administrator negara seperangkat

aturan-aturan yang memungkinkan administrasi negara dijalankan. Lebih jauh mengenai

aturan-aturan ini, prajudi atmosudirdjo menulis Aturan-aturan hukum (rechtsregels)

tersebut ada yang mengenai organisasi atau seluk beluk kelembagaan daripada instansi

administrasi negara yang bersangkutan (organische rechtsregels), dan ada yang

mengenai fungsifimgsi administrasi negaranya (functionele rechtsregels).

Administrasi Negara terdiri atas perbuatan-perbuatan yang bersifat yuridis

(artinya: yang secara langsung mencipta akibat-akibat hukum) dan yang bersifat

non-yuridis.

Ada empat macam perbuatan-perbuatan hukum (rechtshandelineen) Administrasi

Negara masa kini yakni:

1) penetapan (beschikking, administrative discretion),

2) rencana (plan),

3) norma jabaran (concrete normgeving),

4) legislasi-semu (pseudo-wetgeving).

Keempat macam perbuatan hukwn daripada Administrasi Negara tersebut

dalam kehidupan sehari-hari terkenal dengan sebutan Keputusan Pemerintah, oleh

karena orang awam memang tidak dapat mengenal berbagai perbedaan dan pembedaan

administratif-teknis dan yuridis-teknis.

Yang paling banyak menimbulkan persoalan bagi para warga masyarakat

adalah keputusan-keputusan para pejabat Administrasi, yang di kalangan rakyat

terkenal dengan sebutan "keputusan pemerintah" tersebut di atas.

Sebenarnya keputusan-keputusan Pemerintah sebagai Pemerintah tidak

dirasakan effeknya oleh para warga masyarakat secara langsung oleh karena suatu

Keputusan Pemerintah (regeringsbesluit) selalu bersifat umum, prinsipil, abstrak, dan

impersonal, artinya, sama sekali tidak mengenai seorang individu tertentu di dalam

kasus tertentu. Yang mempunyai effek langsung adalah keputusan Pemerintah

sebagai Administrator, oleh karena Keputusan Administrasi (administratieve beschikking)

selalu bersifat individual, kasual, konkrit, dan khas

Namun, di dalam praktek sukar bagi para warga masyarakat untuk .melihat

perbedaannya, oleh karcna di dalam kedua macam keputusan

Pemerintah mengambil keputusan sebagai "Penguasa" (overheid, public authority).

Jadi "Penguaa" itu bisa Pemerintah sebagai Pemerintah (penguasa eksekutif) dan bisa

juga Pemerintah sebagai Administrator (penguasa administratif). Kedua-duanya

merupakan Penguasa Negara (overheid).

Dalam kedua hal tersebut Pemerintah mengambil keputusan dengan wewenang

yang sama, yakni "wewenang kenegaraan" atau NNewenang publik, akan tetapi

sebagai Pemerintah mengambil keputusar, pemerintahan, dan sebagai Administrator

mengambil keputusan administratif. Keputusan pemerintahan merupakan keputusan

pelaksanaan atau eksekutif (politieke daad), artinya, penegakan undang-undang dan

wibawa negara. Keputusan administratif merupakan keputusan penyelenggaraan atau

realisasi (materiels daad).

Bahaya Wewenang Publik

Penggunaan daripada wewenang publik tersebut walib mengikuti aturan-

aturan Hukum Administrasi Negara agar supaya tidak ttrjadi penyalahgunaan, oleh

karena wewenang publik tersebut terdiri atas dua kekuasaan yang luar biasa, artinya,

tidak bisa dilawan dengan jalan biasa, yakni:

1. Wewenang prealabel, yang merupakan wewenang melaksanakan keputusan-

keputusan yang diambil tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari instansi atau

seorang perorangan yang mana pun:

2. Wewenang ex officio, artinya semua keputusan yang diambil karena jabatan (apalagi

berdasarkan sumpah jabatan) tidak dapat dilawan oleh siapa pun yang berani

melawan dikenakan sanksi pidana (misalnya: pasal 160, 161, 211, 212, 216

KUHP).

Keputusan Diambil Atas PermintaanSemua keputusan yang diambil pada asasnya harus alas permintaan tertulis,

baik dari instansi atau seorang perorangan. Keputusan tanpa adanya suatu (surat)

permintaan adalah batal karena hukum.

Keputusan-keputusan tersebut terikat kepada tiga asas hukum, yakni:

1. asas yuridikitas (rechtmatigheid), artinya, keputusan pemerintahan maupun

administratif ticlak boleh melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad);

2. asas legalitas (wetmatigheid), artinya, keputusan harus diambil berdasarkan suatu

ketentuan undang-undang;

3. asas diskresi (discretie, freies Ermessen), artinya, pejabat penguasa tidak boleh

menolak mengambil keputusan dengan alasan "ticlak ada peraturannya", dan oleh

karena itu diberi kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri

asalkan tidak melanggar asas yuridikitas dan asas legalitas tersebut di atas. Ada

dua macam diskresi, yaitu: "diskresi bebas" bilamana undang-undang hanya

menentukan batasbatasnya, dan "diskresi terikat" bilamana undang-undang

menetapkan beberapa alternatif untuk dipilih salah sate yang oleh pejabat

Administrasi dianggap paling dekat.

Keputusan-keputusan yang diambil dapat bersifat positif (artinya, permohonan

dikabulkan), bisa juga bersifat negatif (artinya, permohonan ditolak).

Keputusan negatif - hanya berlaku satu kali, sehingga yang bersangkutan

segera setelah penolakan dapat mengulangi permohonannya dan sebaiknya disertai

dengan alasan atau data informasi tambahan atau baru. Pejabat Administrasi tidak

boleh menolak uniuk menerima surat permohonan walaupun merupakan ulangan berkali-

kali. Bentuk daripada keputusan administratif sangat beraneka ragam, satu sama lain

tergantung dari sifat clan pert imbangannya.

Ada keputusan yang wajib (karena ketentuan undang-undang) atau harus

(menurut konsekuensi logika) mempunyai bentuk formal (Besluit, SK) karena mengingat

pentingnya untuk dijadikan dokumen jangka pangjang. Ada keputusan yang berupa

surat edaran, surat pemberitahuan, atau surat nota saja. Namun, setiap keputusan yang

mempunyai akibat hukum tetap atau jangka waktu lama wajib tertulis.

Ada pula keputusan yang bersifat sederhana dan untuk mengejar waktu dibuat

berupa semacam disposisi pada surat permohonan yang bersangkutan, ditandatangani oleh

pejabat yang berwenang dan dicap dinas atau cap jabatan, bahkan dapat secara lisan

(misalnya, Volantas menyetop kendaraan). Setiap keputusan administrasi mengandung

suatu "penetapan (Beschikking).

Asas-asas Pemerintahan Administrasi yang Baik

Untuk mencegah penyalahgunaan jabatan dan wewenang, atau lebih tepat "untuk

mencapai dan memelihara adanya pemerintahan dan administrasi yang baik, yang bersih

(behoorlijk bestuur)", maka ada beberapa asas kebonafitan dan pemerintahan dministrasi

negara, yang dapat dibagi menjadi dua golongan atau katagori, yakni:

1. asas-asas yang mengenai prosedur dan atau proses penjambilan keputusan, yang

bilamana dilanggar secara otomatis membuat keputusan yang bersangkutan batal

karena hukum tanpa memeriksa lagi kasusnya;

2. asas-asas yang mengenai kebenaran daripada fakta faktanya yang dipakai sebagai

dasar untuk pembuatan keputusannya.

1) Yang termasuk dalam kategori satu adalah:

I. Asas yang menyatakan, bahwa orang-orang yang ikut menentukan atau dapat

mempengaruhi terjadinya keputusan tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi

(vested interest) di dalam keputusan tersebut, baik secara langsung maupun

tidak langsung

II. Asas, bahwa keputusan-keputusan yang merugikan atau mengurangi hak-hak

seorang warga masyarakat atau warga negara tidak boleh diambil sebelum

memberi kesempatan kepada warga tersebut untuk membela kepentingannya;

III. Asas yang menyatakan, bahwa konsiderans (pertimbangan, motivering) daripada

keputusan wajib cocok dengan atau dapat membenarkan diktum (penetapan)

daripada keputusan tersebut, dan bahwa konsiderans tersebut mempergunakan

fakta-fakta yang benar.

2) Yang lermasuk dalam golongan kedua adalah:

2.1. asas larangan kesewenang-wenangan;

2.2. asas larangan detournement de pouvoir;

2.3. asas kepastian hukum;

2.4. asas larangan melakukan diskriminasi hukum;

2.5 asas batal karena kecerobohan pejabat yang bersangkutan.

2.1. Perbuatan atau keputusan sewenang-wenang (willekeur, arbitrary act) adalah

suatu perbuatan atau keputusan Administrasi Negara yang tidak

mempertimbangkan semua faktor yang relevant dengan kasus yang

bersangkutan secara lengkap dan wajar, sehingga tampak atau terasa oleh

orang-orang yang berpikir sehat (normal) adanya ketimpangan.

Sikap sewenang-wenang akan terjadi bilamana pejabat Administrasi Negara yang

bersangkutan menolak untuk meninjau kembali keputusannya yang oleh masyarakat yang

bersangkutan dianggap tidak wajar.

Keputusan tersebut dapat digugat pada Pengadilan Perdata sebagai perbuatan

penguasa yang melawan hukum" (onrechtmatige overheidsdaad) berdasarkan pasal 1365

KUH Perdata. Namun, alangkah baiknya, satu sama lain juga untuk menjaga keru-

kunan Ketimuran, jikalau Instansi yang bersangkutan membentuk sebelumnya

suatu "badan" yang secara khas ditugaskan guna menangani keluhan atau

pengaduan masyarakat. Dengan demikian, maka pejabat Administrasi Negara yang

bersangkutan tidak usah merasa kehilangan muka oleh sebab semua permasalahan

telah distrukturisasikan sebelumnya.

Di dalam masyarakat yang sedang berkembang dari masyarakat nonmodem

menjadi (menuju ke) masyarakat modem selalu terdapat keragu

raguan dalam hal nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip yang hares dipegang

di dalam saling berhubungan. Oleh karena itu, maka rumusan yang selengkap-

lengkapnya di dalam setiap peraturan barn daripada norma-norma kewajaran yang

harus dipegang teguh merupakan suatu jalan dan mungkin satu-satunya jalan untuk

mencegah sikap dan perbuatan yang sewenangwenang. Bilamana rumusan tersebut

tidak ada, maka pelaksanaan peraturan akan terlalu tergantung dari latar belakang

keluarga dan budaya daripada pejabat Administrasi Negara yang bersangkutan, clan

hal ini harus dihindari oleh sebab terlalu bersifat personal

1. Di dalam Hukum Administrasi Negara Inggris-Amerika Serikat asas yang sangat

penting dan dibahas secara lugs adalah asas larangan "ultra-vires", yakni

penyalahgunaan jabatan atau wewenang dalam segala bentuk. Di Indonesia istilah

yang dipergunakan adalah 'detournement de pouvoir" (penyalahgunaan wewenang),

yakni bilamana suatu wewenang oleh Pejabat yang bersangkutan dipergunakan untuk

tujuan yang bertentangan dengan atau menyimpang daripada apa yang dimaksud

atau dituju oleh wewenang sebagaimana ditetapkan atau ditentukan oleh undang-

undang (dalam arti luas, dalam arti materil) yang bersangkutan. Penanganan masalah

"penyalahgunaan wewenang" ini masih banyak mengalami hambatan di dalam

praktek oleh karena berbagai faktor kondisional.

2. Asas kepastian hukum berarti, bahwa sikap atau keputusan pejabat Administrasi

Negara yang mana pun tidak boleh menimbulkan kegoncangan hukum atau status

hukum.Asas kepastian hukum ini mewajibkan kepada Pemerintah/Administrasi

Negara untuk menetapkan peraturan atau perubahan status hukum sesuatu dengan

adanya suatu masa peralihan. Batal karena hukum (van rechtswege nietig) adalah

setiap keputusan Administrasi Negara yang membuat sesuatu yang sebelumnya

adalah legal (sah) secara mendadak (tanpa suatu masa peralihan) menjadi tidak

legal, sehingga warga masyarakat yang bersangkutan dirugikan. Keputusan yang

demikian itu merusak tertib hukumoleh karena kepastian hukumnya menjadi

hilang. Dan bilamana suatu masyarakat negara tidak dapat memperoleh kepastian

hukum, maka orang akan mencari kepastian bentuk lain, daii nnungkin tidak segan-

segan niembuat kepastian dengan melawan hukum atau melanggar hukum.

Misalnya: memasukkan mobil built-up tidak dilarang, sehingga banyak orang

membawa mobil built-up dari luar negeri. Pemerintah lalu melarang pemasukan mobil

built-up terhitung suatu tanggal tertentu. Menurut asas kepastian-hukum mobil yang

sudah terlanjur berada dalam perjalanan ke Indonesia (zedencle), apa lagi yang sudah

berada di daerah pelabuhan atau pabean Indonesia pada waktu peraturan tersebut

diundangkan, wajib diperbolehkan inasuk, apa lagi yang sudah selesai uitklaringnya

dan tinggal ke luar daerah pabean saja. Pemerintah wajib menetapkan pasal-pasal

peralihan (overgangsbepalingen) guna mencegah "penyelundupan" daripada larangan

tersebut. Selama masa peralihan terhadap para warga masyarakat yang

bersangkutan wajib diperlakukan ketentuan-ketentuan yang paling

menguntungkan baginya. Dengan demikian, maka kepercayaan masyarakat akan

hukum dan bonafiditas daripada peraturan-peraturan serta wibawa penguasa akan

meningkat, dan para warga masyarakat akan berlomba untuk mematuhi hukum

oleh karena dengan hidup dan berbuat menurut hukum mereka memperoleh

keuntungan dan perlindungan.

3. Asas larangan melakukan diskriminasi hukum berarti, bahwa para pejabat

Administrasi Negara harus mampu berpikir, mempertimbangkan segala

sesuatunya, dan melakukan evaluassi sedemikian rupa sehingga mereka benar-

benar mempunyai kemantapan jiwa untuk memperlakukan kasus-kasus yang sama

juga dengan cars clan kesudahan yang sama, tidak pandang bulu, tidak pilih

kasih, dan tidak mencla-mencle (tidak tetap pendiriannya).Administrasi Negara tidak

boleh melakukan diskriminasi di dalam mengambil keputusan-keputusannya.

Bilamana para warga masyarakat sang memajukan suatu permohonan berada dalam

keadaan dan sirkumstansi yansama menurut hukum (undang-undang), maka mereka

semua wajib mendapatkan keputusan yang sama, tidak boleh mengadakan syarat-

syarat tambahan yang bersifat subyektif. Misalnya: karena di antara mereka ada yang

kebetulan dikenal sangat baik secara pribadi, baik dalam arti positif atau

negatif, lalu diadakan perbedaan keputusan. Hal yang demikian sangat terlarang,

oleh sebab merusak tujuan daripada hukum obyektif, dan akhirnya akan merongrong

hukum dan wibawa negara karena akan timbul kesan, bahwa negara adalah milik

daripada golongan rakyat tertentu saja.

4. Asas batal karena kecerobohan pejabat yang bersangkutan berarti,bahwa bilamana

seorang pejabat Administrasi Negara telah mengambil keputusan dengan ceroboh,

kurang teliti di dalam mempertimbangkan faktor-faktor yang clikernukakan oleh

seorang warga masyarakat yang menguntungkan baginya, sehingga warga

masyarakat yang bersangkutan dirugikan, maka keputusan tersebut otomatis

menjadi batal. Hal tersebut berarti, bahwa segera setelah kecerobohan ternyata,

maka pejabat Administrasi Negara yang bersangkutan, tanpa menunggu instruksi

atasan, wajib memperbaiki keputusannya dengan menerbitkan keputusan yang bare.

Kecerobohan terjadi bilamana hanya sebagian daripada faktor-faktor atau data yang

diteliti dan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan. Bilamana sama sekali tidak

diadakan penelitian terhadap apa yang, dikemukakan oleh warga masyarakat yang

bersangkutan, dengan perkataan lain: bilamana penalaran dan argumentasi

daripada warga masyarakat pemohon sama sekali tidak digubris, maka perbuatan

tersebut dinamakan sewenang-wenang.

Demikianlah secara singkat asas-asas hukum mengenai pemerintahan!

administrasi negara yang baik. Bilamana asas-asas hukum tersebut tidak

dijunjung tinggi, maka bonafiditas dan kebersihan daripada

pernerintahan/administrasi tidak akan tercapai, dan keputusan-keputusannya

serta tindakan-tindakannya tidak akan mempunyai wibawa serta effek yang

diharapkan.

Di atas telah diuraikan, bahwa perbuatan-perbuatan hukum (rechtshandelingen)

serta keputusan-keputusan (beslissingen) daripada Administrasi Negara yang nyata ada

empat, yakni:

1) penetapan (beschikking),

2) rencana (plan),

3) norma jabatan (concrete normgeving), dan

4) legislasi-semu (pseudo-wetgeving).

Perbuatan-perbuatan hukum daripada Administrasi Negara tersebut di atas pada

umumnya (yang relevant bagi masyarakat) mencipta hubunganhubungan hukum

(rechtsbetrekkingen).

Hubungan hukum administrasi negara adalah hubungan-hukum yang merupakan

suatu hubungan (betrekking, relationship) tertentu antara pihak penguasa dan~warga

masyarakat, yang tidak diatur oleh hukum perdata.

Adapun isi daripada hubungan hukum administrasi negara itu dapat berupa:

a) suatu kewajiban (obligasio, verplichting) untuk melakukan, atau tidak

melakukan, atau membiarkan sesuatu;

b) suatu hak untuk menagih atau meminta;

c) suatu izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada urnumnya dilarang;

d) suatu pemberian status kepada seseorang atau sesuatu, sehingga timbullah

seperangkat (set) hubungan-hubungan hukum yang tertentu.

Penetapan (Beschikking).

Penetapan (beschikking) dapat dirumus sebagai perbuatan hukum sepihak yang

bersifat administrasi negara dilakukan oleh pejabat atau instansi penguasa (negara) yang

berwenang dan berwajib khusus untuk itu.Dari definisi di atas jelaslah, bahwa tidak

hanya Administrasi Negara yang melakukan penetapan.

Syarat utama bagi suatu penetapan adalah, bahwa tindak hukum atau perbuatan-

hukum (rechtshandeling) tersebut hares sepihak (eenzijdig) dan hares bersifat

administrasi negara, artinya realisasi daripada suatu kehendak atau ketentuan undang-

undang secara nyata, kasual, individual.

Namun, dalam buku ini yang dimaksud dengan penetapan (beschikking) hanyalah

yang diambil oleh Administrasi Negara.

Hakim Pengadilan juga dapat mengambil penetapan, misalnya: bilamana

mengangkat wali bagi seorang anak, akan tetapi penetapannya diberi bentuk Putusan

Hakim (vonnis).

Badan legislatif pun dapat mengambil penetapan, yakni misalnya: ratifikasi

daripada suatu perjanjian internasional, dan penetapannya diberi bentuk undang-undang.

Semua penetapan yang diambil oleh Administrasi Negara dimuat atau dituang

dalam suatu keputusan, dan pads umumnya keputusan dilal:ukan secara tertulis dalarn

bentuk: SK (surat keputusan), surat biasa, surat edaran, ataupun berupa disposisi di

bagian samping surat permohonan yang bersangkutan.

Penetapan atau keputusan Administrasi Negara tersebut dinamakan negatif

bilamana bersifat penolakan terhadap permohonan daripada warga masyarakat yang

bersangkutan. Penetapan-penetapan positif sehari-hari dapat diklasifikasikan menjadi

golongan, yakni:

Penetapan yang mencipta keadaan hukum (rechtstoestand) baru pads. umumnya, yaitu

misalnya: penetapan yang menyatakan suatu undang-undang berlaku bagi suatu wilayah

yang tertentu oleh karena timbul suatu peristiwa atau keadaan yang telah diatur oleh

suatu "standing law", artinya: suatu undang-undang yang ticlak selalu berlaku; hanya

berlaku bilamana suatu peristiwa timbul. Misalnya: di suatu wilayah timbul huru-hara,

sehingga untuk wilayah tersebut perlu ditanyakan hukum sipil tidak berlaku untuk

sementara.

Lain misal adalah: pernyataan mulai berlakunya suatu undang-undang, baru ticlak

berlaku sebelum diundangkan oleh Pernerintah dan disiapkan peraturanperaturan

pdaksanaannya oleh Administrasi Negara.

Penetapan yang mencipta keadaan hukum baru hanya.terhadap suatu obyek tertentu saja.

Misalnya: Penetapan Menteri Perhubungan yang menyatakan

suatu pelabuhan tertentu berubah status dari pelabuhan nusantara menjadi pelabuhan

samudera, atau status pelabuhan udara nasional dijadilan pelabuhan internasional, dan

sebagainyu. Penetapan yang membentuk/mencipta atau membubarkan suatu badan-hukum

(rechtspersoon, legal person). Misalnya: Penetapan Menteri Kehakiman menyetujui

anggaran dasar daripada suatu pe:seroan terbatas yang baru didirikan sehingga perseroan

terbatas tersebut dengan demikian menjadi badan-hukum. Lain misal:,Penetapan

Direktur Jendral Koperasi menyetujui anggaran clasar, dan sebagainya daripada

suatu perkumpulan Koperasi tertentu, dan dengan demikian menyatakan Koperasi

tersebut sebagai badan-hukum.

Penetapan yang memberi beban (kewajiban, obligasio) kepada suatu badan atau

perorangan. Misalnya: Penetapan pejabat Administrasi Negara mengenai jumlah pajak,

pungutan wajib, cess, dan sebagainya, yang wajib dibayar. Lain misal: penetapan

pejabat Administrasi Negara yang memermtahkan pembongkaran daripada suatu bangunan

oleh karena dibangun tanpa IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

Penetapan Administrasi Negara yang memberikan keuntungan kepada suatu instansi,

badan, perusahaan, atau perorangan.

Penetapan Administrasi Negara yang memberi keuntungan inilah yang umumnya tidak

jarang menimbulkan kebebohan oleh karena oleh pihakyang merasa dirugikan dianggap

tidak adil atau melawan hukum. Jenis penetapan-penetapan ini timbul dari strategi dan

teknik yang unakan oleh Pemerintah untuk menguasai atau mengendalikan berbagai

keadaan , yakni dengan melarang tanpa izin tertulis untuk melakukan kegiatanan apa

pun yang hendak diatur atau dikendahlikan oleh Pemerintah.

Dengari perkataan lain, melalui sistem perijinan tersebut pihak Penizuasa melakukan

campur tangan ke dalam atau atas proses jalannya kegiatan-kegiatan masyarakat yang

tertentu.Apa yang diuraikan di atas tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

mistrasi Negara agar supaya segala sesuatunya berlangsung dengan sehat dan :

a) effektivitas,

b) legitimitas,

c) yuridikitas,

d) legalitas,

e) moralitas,

f) mutu teknis, dan

g) effisiensi, benar-benar berlaku dalam pemrosesan dan penertiban daripada

penetapan-penetapan yang memberi keuntungan ini.

sebanyak-banyak faktor harus diperhatikan dan dipertimbangkan secara harmonis agar

supaya hasilnya adalah kemakm.uran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat dan

negara.Adapun penetapan-penetapan yang memberi keuntungan adalah:

Dispensasi

Dispensasi adalah suatu penetapan yang bersifat deklaratoir, yang menyatakan, bahwa

suatu ketentuan undang-undang memang tidak berlaku bagi kasus sebagaimana diajukan

oleh seorang pemohon. Warga .,nasyarakat yang mengajukan permintaan dispensasi harus

mengajukan bukti alasan-alasan nyata dan sah, bahwa dia berhak untuk memperoleh

dispensasi sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang. Contoh-contohnya sehari-hari

banyak, dan seringkali dipergunakan rumusan "dibebaskan dari kewajiban untuk ...

(membayar) ... (melakukan) ... dan sebagainya."

Izin (Vergunning)

Izin adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi daripada suatu :arungan oleh

undang-undang.Pada umumnya pasal undang-undang bersangkutan berbunyi:

"Dilarang tanpa izin ... (melakukan) ... dan seterusnya." Selanjutnya larangan tersebut

diikuti dengan perincian daripada syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu

dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari larangan tersebut, disertai

dengan penetapan prosedur dan juklak (petunjuk pelaksanaan) kepada pejabat-pejabat

Administrasi Negara yang bersangkutan.

LisensiLisensi adalah suatu pengertian khas Indonesia yang di negeri Belanda tidak ada. Istilah

tersebut berasal dari istilah hukum administrasi Amerika Serikat "licence" yang berarti

dalam bahasa Belanda "vergunning". Istilah lisensi banyak dipergunakan dalam tahun lima

puluhan pada waktu perdagangan masih terikat kepada sistem devisa ketat, sehingga

setiap importir memerlukan lisensi dari Kantor Pusat Urusan Impor (KPUI) yang bekeria

sauna dengan kantor urusan devisa, yakni LAAPLN (Lembaga Alatalat Pembayaran Luar

Negeri) untuk dapat mengimpor barang atau jasa. Jadi, Lisensi adalah izin untuk-

melakukan sesuatu yang bersifat komersil serta rnendatangkan keuntungan atau laba.

Setelah Rezim Devisa dihapus, maka istilah dan pengertian lisensi tersebut makin tidak

dikenal orang.

Konsesi

Konsesi adalah suatu penetapan Administrasi Negara yang secara yuridis sangat

kompleks oleh karena merupakan seperangkat (set) dispensasi dispensasi, izin-izin,

lisensi-lisensi, disertai dengan pemberian semacam "wewenang pemerintahan" terbatas

kepada konsesionaris. Konsesi tidak mudah diberikan oleh karena mengandung banyak

bahaya penyelundupan, pengrusakan bumi dan kekayaan alam negara, dan kadangl adang

merugikan masyarakat setempat yang bersangkutan. Konsesi diberikan atas permohonan

yang terperinci prosedur beserta syaratsyaratnya kepada perusahaan-perusahaan yang

mengusahakan sesuatu yang eukup besar, baik dalam arti modal, tenaga kerja, maupun

lahan atau wilayah usaha, misalnya: perusahaan minyak bumi, perusahaan perhutanan,

perusahan perikanan, dan perusahaan pertambangan pada umumnya. Pendek kata,

semua perusahaan yang mengusahakan sesuatu dengan modal besar, dengan mengurangi

kedaulatan atau wewenang pemerintahan. Penierintah, dan dengan bias areal atau lahan

yang cukup besar, sehingga merupakan suatu usaha yang cukup besar, sehingga

merupakan suatu usaha yang cukup rumit dari segi hukum memerlukan konses, tidak

cukup dengan izin biasa.

Rencana (Plan)Rencana adalah salah satu bentuk daripada perbuatan hukum Adtrasi Negara yang

mencipta hubungan hukum (yang mengikat) antara guasa dan para Warga

Masyarakat.Dart segi Hukuin Administrasi Negara, maka suatu RENCANA adalah

rangkat tindakan-tindakan yang terpadu, dengan tujuan agar supaya iptalah suatu

keadaan yang tertib bilamana tindakan-tindakan tersebut selesai direalisasikan.

Perang,kat tindakan-tindakan tersebut dituang ke dalam satu keputusan iistrasi Negara

yang bersifat perbuatan hukum (rechtshandeling) gga terciptalah akibat-akibat hukum

administrasi negara yang mengikat warga :nasyarakat yang bersangkutan kepada pihak

Penguasa, satu sama untuk memastikan agar supaya tertib keadaan yang dikehendaki

benar dapat terwujud. Sejak dulu berlaku pribahasa "gouverner c'est prevoir", artinya:

'alankan pengurusan atau pemerintahan itu berarti melihat ke depan dan ncanakannya

apa yang akan atau harus dilakukan. Sebelum perang dunia II perencanaan belum

dipandang sebagai tan-kegiatan yuridis yang merupakan bagian daripada Hukum nistrasi

Negara, walaupun sebelum perang Tata Kota (Stadsplan) sudah akan dan ditegakkan

melalui jalan hukum, yakni melalui sistem perizinan mendirikan bangunan

serta.penggunaan tanah dan kawasan kota bebouwde kom).

Pada waktu ini perencanaan (planning) sudah umum dijalankan oleh

trasi Negara pada semua tingkatan, sampai ke tingkat Desa pun sudah

Tata Desa yang dijadikan pegangan yuridis untuk mengizinkan atau

ng penduduk desa melakukan penggunaan tanah atau mendirikan

Rencana adalah perbuatan-hukum sepihak (eenzildige rechtshandeling) bidang Hukum

Administrasi Negara yang dilakukan oleh organ strasi Negara yang berwenang serta

berwajib untuk itu. Asas hukwnnya adalah, bahwa sebelum pemerintah/Administrrasi

Negara menetapkan suatu Rencana secara definitif (misalnya: Rencana Tata Kota)

semua pihak atau warga masyarakat yang akan terkena Rencana tersebut wajib

diajak berunding, paling sedikitnya didengar pendapat mereka. Inilah konsekuensi

daripada Asas Legitimitas, Asas Yuridikitas, Asas Legalitas, clan Asas Moralitas.

Bagi seorang pemilik tanah tidak hanya penting untuk mengetahui, bahwa dia boleh

membangun villa atau rumah bungalow di Atac tanahnya, akan tetapi juga apakah para

tetangganya kelak akan diperkenankan mendirikan gedung kantor atau pabrik yang akan

mengganggu ketenteraman.

Asas itu sebenarnya telah dimuat dalam Undang-Undang Gangguan (LN 26-22.6,

1926) di mana ditetapkan, bahwa sebelum Penguasa memberi izin kepada seorang pemohon

untuk mendirikan suatu perusahaan kepada para Ietangga wajib diberi kesempatan untuk

dalam satu bulan mengajukan komentar atau keberatan mereka. Dan izin yang akan

diberikan oleh pemerintah/Administrasi Negara tersebut wajib sesuai denizan Rencana

Tata kota.

Hal penetapan daripada Rencana Tata Hutan (misalnya: penentuan gasatwa, hutan

lindung), Rencana Penggunaan Tanah (Land Use Plan), rencana Tata Wilayah, dan

sebagainya, sudah termasuk atau tercakup oleh undang-undang masing-masing. Demikian

pula dalam hal pengembangan daripada Rencana Tata bangunan Gedung-gedung Sekolah

dan lembaga-lembaga pendidikan yang semua pihak yang bersengkutan kepentingan

wajib didengar pendapat pandangan mereka. Itulah konsekuensi daripada prasyarat adanya

Pemerintahan/Admii Negara yang sehat dan bersih.

Norma Jabaran atau Pcnormaan JabaranNorma Jabaran adalah suatu perbuatan-hukum (rechtshandeling) daripada Penguasa

Administrasi Negara untuk membuat agar supaya suatu ketentuan undang-undang

mempunyai isi yang konkrit dan prakris dan dapat diterapkan menurut keadaan waktu dap

tempat.

Setiap undang-undang dan pada umumnya juga peraturan pemerintah, hanya

memuat ketentuan-keteutuan yang bersifat prinsip, atau bersifat umum, abstrak, dan

impersonal, sedangkan praktek kehidupan masyarakat selalu bersifat konkrit, kasual

(menurut kasus tertentu), dan personal.

Oleh karena itu, maka setiap ketentuan undang-undang (dalam arti leas) yang bersifat

umum perlu dijabarkan lebih lanjut oleh Administrasi Negara.

Pembuat undang-undang (legislator) masa kini, di mana-mana, selalu dan akan

niakin terbatas kemzrnpuannya untuk merumus ketentuanketentuan yang dekat sekali

kepada keadaan realitas, lebih-lebih oleh sebab keadaan masyarakat nyata sangat

berbeda dari propinsi ke propinsi, dari kabupaten ke kabupaten, dan dari kecamatan ke

kecamatan.

Ambillah misalnya: peraturan ekspor, peraturan impor, peraturan labuhan laut,

peraturan imigrasi, peraturan lalu-lintas darat, dan masih banyak lagi, tidak mungkin

legislator terlampau mendetail di dalam membuat tentuan-ketentuannya.

Bilamana ketentuan-ketentuan umum perundang-undangan (algemeen bindende

voorschriften) terlampau mendetail, maka pelaksanaannya akan it sekali, oleh karena

keadaan Indonesia sebagai Negara Nusantara sangat bhinneka. Ketentuan umum

perundang-undangan. yang terlalu mendetail akan rkurang effektivitas dan manfaatnya.

Di zaman Orde Lama banyak peraturan-peraturan umum perundanggan di bidang

perdagangan yang menurut kesan orang-orang ahli hanya laku untuk Glodok dan

Kompleks Pasar Senen.

Detil-detil perundang-undangan sebaiknya dihindari, dan harus banyak pclimpahan

wewenang secara sistematis kepada pejabat-pejabat penguasa Administrasi Negara untuk

melakukan norms jabaran atau ormaan jabaran.Penoimaan jabaran bukan penetapan

(beschikking), melainkan suatu belaka untuk membuat suatu ketentuan umum perundang-

unaangan t diterapkan ke dalam praktek.Norma jabaran juga bukan peraturan yang

berlaku umum, bukan g-undang dalam arti luas. Namun demikian, norma jabaran wajib

umkan secara seluas-luasnya agar supaya setiap warga masyarakat atau yang

bersangkutan mengetahuinya. Pada waktu ini norma jabaran tersebut pada umumnya

dilakukan am bentuk sural edaran (SE) atau surat instruksi dinas (SI).

Jadi jelaslah, bahwa norma jabaran tersebut bukan delegated legison, oleh karena bukan

ketentuan-ketentuan umum perundang-undangan, an undang-undang dalam arti luas.

Namun demikian, nanna jabaran merupakan perbuntan-hukiun htshandfeling) daripada

Administrasi Negara, jadi suatu perbuatan yang jukan kepada atau dimaksudkan untuk

mempunyai akibat-akibat hukum

mengikat para pihak yang bersangkutan kepada Penguasa Administrasi gara.

Dengan perkataan lain, ketidaktaatan kepada atau pelanggaran p da norma jabaran tetap

dikenakan sanksi hukum. Prak tek dan kemungkinan norma jabaran itu banyak sekali,

misalnya bidang lulu-lintas (pemasangan daripada rambu-rambu lulu-lintas, nunjukkan

daripada tempat-tempat parkir anjuran memakai helm ngenda;a sepeda motor, dan

sebagainya), di bidang Pertanian menunjukan ayah-wilayah yang tidak boleh ditanami

jenis tumbuh-tumbuhan tertentu mencegah timbulnya penyakit atau hama), di bidang

Peternakan dan okteran Hewan, di bidang Keluarga Berencana, dan masih banyak lagi

A. Legislasi-SemuLegislasi-semu (pseudo-wetgeving) adalah penciptaan dari pada aturan--

aturanhukum oleh pejabat Admir istrasi Negara yang berwenang yang scbenarnya

dimaksudkan sebagai garis-garis pedoman (richtlijnen) pelaksanaan policy

(kebijaksanaan) untuk menjalankan suatu ketentuan undang-undang, akan tetapi

dipublikasikan secara luas

Dengan demikian, maka timbullah semacam "hukum bayangan" (spiegelrecht)

yang membayangi undang-undang atau hukum yang bersangkutan.

Legislasi-semu ini berasal dari diskresi atau freies Ermessen yang dipunyai oleh

Administrasi Negara, yang pada umumnya dipakai untuk menetapkan policy

pelaksanaan ketentuan undang-undang.

Dengan perkataan lain: hukum yang ash berasal dari legislator, hukum

bayangannya (legislasi-semunya) berasal dari policy pejabat Administrasi Negara yang

bersangkutan.

Salah satu contoh adalah pelaksanaan pasal 36 Kitab Undang-undang Hulaun

Dagang (KURD) tentang pendirian perseroan terbatas.

Menteri Kehakiman telah menetapkan garis-garis pedoman tertentu mengenai

pendiriannya yang diumumkan secara bias kepada semua Notaris. Notaris yang mana

pun tidak akan berani melanggar garis-garis pedoman tersebut walaupun bukan

hukum, oleh karena Ate notarisnya yang sudah . dibuat tidak akan disetujui oleh

pejabat Departemen Kehakiman yang bersangkutan, sehingga PT-nya tidak jadi.

Dengan demikian, maka legislasi-semu itu mengikat para warga masyarakat

yang bersangkutan tidak secara langsung. Yang diikat secara langsung oleh

penerbit legislasi-semu adalah para pejabat pelaksana berdasarkan prinsip hierarkhi

jabatan, di mana para pejabat bawahan selalu wajib menlaati perintah dan instruksi

atasan.

Hakim Pengadilan tidak terikat kepada ketentuan-ketentuan legislasisemu

tersebut, oleh karena bukan hukum. Notaris yang membuat akte tentang pendirian

perseroan terbatas dengan melanggar garis-garis pedoman Menteri

Kehakiman tentang pendirian perseroan terbatas tidak bisa ditunrut oleh Menteri Kehakiman

clan juga tidak bisa dipecat. Namun, apa gunanya membuat aktc perseroan terbatas

bilamana akte tersebut tidak disetujui oleh Menteri Kehakirnan?

Walaupun legislasi-semu tersebut bukan hukum, hanya merupakan garis-garis

pedoinan intern departemen belaka, pengaruhnya terhadap praktek besar

sekali.

Namun demikian, legislasi-semu tetap merupakan perbuatan-hukum daripada

Administrasi Negara. Jadi memang dimaksudkan untuk mempunyai akibat-akibat hukum.

Oleh karena legislasi-semu merupakan ptrbuatan-hukum, maka legislasi-semu

tidak boleh melanggar asas-asas hukum, terutama asas-asas persamaan hukum

(gelijkheidsbeginsel) dan asas kepastian hukum (rechtszekerineidsbeginsel).

Persoalannya adalah sampai di mana Hakim Pengadilan dapat bertindak

terhadap legislasi-semu yang melanggar asas-asas hukum tersebut di atas. Bilamana

PemerintahlAdministrasi Negara dibiarkan mengembangkan "hukum bayangan" yang

melanggar asas-asas hukum, sehingga merugikan para warga masyarakat dengan

melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang asli, maka wibawa hukum dan arti serta

wibawa Negara Republik Indonesia sebagai negara-hukum (rechtsstaat) akan jatuh.

Salah satu jalan adalah untuk meminta Mahkamah Agung membentuk suatu

bagian khusus guna melakukan penilaian (toetsing) terhadap ketentuanketentuan

legislasi-semu (garis pedoman intern departemen) yang digugat oleh suatu pihak dari

masyarakat sebagai melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad) oleh karena

melanggar asas-asas hukum persamaan hukum dan atau kepastian hukum, dengan

wewenang pada Mahkamah Agung untuk memerintahkan peninjauan kembalinya kepada

departemen yang bersangkutan. demi ketegakan Kesatuan Hukum Negara Republik

Indonesia". 17

Di atas telah di uraikan secara singkat mengenai asas diskusi yang tidak dapat

dilepaskan dari perbuaaan Administrasi Negara, disini akan diuraikan lebih jauh tentang

asas ini.

"Yang dimaksud dengan diskresi atau discretion (!nggris/Perancis) atau freics

cremssen (Jerman) adalah kebebasan bertindak atau mengambil keputusan dari para

pejabat administrasi negara yang berwenang dan berwajib menurut pendapat sendiri

(Prajudi Atmosudirdjo)".18

Lebih jauh Prajudi menulis: "kebijaksanaan (beleid, administratif policy) adalah dasar

atau garis sikap atau pedoman untuk pelaksanaan dan pengambilan keputusan "politik"

(politik terdiri atas political strategy dan natural policy) digunakan dalam anti dasar atau

garis sikap pimpinan negara atau pemerintah yang bertarap tinggi, bersifat struktural

atau konsepsional dan menentukan haluan negara. Politik negara atau politik

pemerintah ditentukan oleh atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat/MPR.

Hubungan antara "politik" dan "kebijaksanaan" adalah matrik-matrik dengan hubungan

antara "strategi" dan "teknik'~ dalam pertahanan negara. Diskresi diperlukan yaitu asas

pelengkap daripada asas legalitas yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa setiap

tindak atau perbuatan administrasi negara harus berdasarkan ketentuan undang-

lmdang. Akan tetapi tidak mungkin bagi undang-undang untuk mengatur segala macam

"Kasus politik" dalam praktek kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu perlu adanya

"kebebasan". Diskresi dari ALhninistrasi Negara yang terdiri atas "diskresi bebas" dan

diskresi terikat pada "diskresi bebas" undang-undang hanya menetapkan batas-batas dan

administrasi negara bebas mengambil keputusan apa raja asalkan tidak

melampaui/melanggar batas-batas. tersebut. Pada "diskresi terikat" undang-undang

menetapkan beberapa alternatif, atau Administrasi Negara bebas

PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA

A. Peradilan Tata Usaha Negara

Berdasarkan undang-undang nomor 5 Tahun 1986 lahirlah apa yang disebut

peradilan tata usaha negara yang merupakan tambahan bagi sistem peradilan

adrninistrasi negara yang sudah ada.

Menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 1986 tersebut di atas, Pasal 4,

Peradilan Tata Usaha Negara adalah "salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman"

bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.

Dengan demikian, maka Peradilan Tata Usaha Negara dijalankan oleh

Pengadilan Negeri, Bagian Tata Usaha, yang dibentuk di camping Bagian Pidana dan

Bagian Perdata yang ada sekarang, dengan banding ke Pengadilan Tinggi, Bagian Tata

Usaha Negara, dan seterusnya, bilamana perlu, ke Mahkamah Agung.

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam Bidang Tata

Usaha Negara antara Orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat

Tata Usaha Negara, baik di Pusat maupun di Daerah, sebagai akibat daripada

dikeluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa Kepegawaian

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1, butir 4). Namun,

kekuasaan Badan Pengadilan Tata Usaha Negara, menurut Pasal 48, ayat (2), adalah

sebagai berikut:

Pengadilan Tata Usaha Negara baru berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara "jikalau seluruh upaya

administratif yang bersangkutan" telah digunakan. Dengan demikian jelaslah,

bahwa Sistem Peradilan Administrasi

Negara yang ada harus dipergunakan terlebih dulu sampai tidak mungkin

lagi, barulah perkaranya dapat dimajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.

Menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 1986, Pasal 1, butir I yang dimaksud dengan

Tata Usaha Negara adalah "Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk

menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah." Dengann

demikian, maka yang dimaksud dengan Tata Usaha Negara oleh Undang-undang

nomor 5 Tahun 1986 adalah sama dengan apa yang biasanya di kalangan Sarjana

Administrasi disebut Administrasi Pemerintahan.

Administrasi Negara secara lengkap terdiri atas:

1. Administrasi Pemerintahan,

2. Administrasi Ketatausahaan Negara (Keinformasian),

3. Administrasi Kerumahtanggaan Negara (Keuangan,

Personil, Gedunggedung, Tanah-tanah, dan sebagainya)

4. Administrasi Pembangunan, dan

5. Administrasi Lingkungan Hidup.

Di dalam rangka Administrasi Pemerintahan keputusan-keputusan yang

diambil oleh para pejabat Administrasi Negara adalah yang bersifat pelaksanaan

pemerintahan, yakni:

(1) keputusan-keputusan yang bersifat peraturan, perencanaan, norma jabaran,

atau legislasi semu),

(2) keputusan-keputusan yang bersifat pembinaan masyarakat (penetapan-

penetapan atau begchikkingen, panggilan-panggilan, peringatanperingatan, dan

sebagainya);

(3) keputusan-keputusan yang bersifat kepolisian (penindakan terhadap para

pelanggar undang-undang), dan

(4) keputusan-keputusan yang bersifat penyelesaian sengketa, protes.

pengaduan, klaim, dan sebagainya.

Keputusan-keputusan tersebut di atas itulah yang dimaksud oleh Undang undang

nomor 5 Tahun 1986 sebagai "Keputusan Tata Usaha Negara" yang dapat

menimbulkan sengketa antara Badan atau Pejabat Administrasi Negara (istilah UU.

No. 5 - 1986: Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara).

Pada umumnya yang telah diatur jalan keluamya adalah justru urusan-urusan

Pemerintah Pusat, akan tctapi urusan-urusan Suatu Badan Pengadilan Administrasi

Negara (atau menurut istilah undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman: badan peradilan tata usaha negara) selain

memenuhi syaratsyarat sebagai badan pengadilan biasa, yakni:

1. Peradilan dilakukan oleh pejabat negara yang berstatus sebagai Hakim, artinya:

a) mempunyai wewenang melakukan interpretasi undang-undang,

b) mempunyai wewenang menilai fakta-fakta (dari segi kebenaran

hukum),

c) mempunyai wewenang mengambil Putusan yang mempunyai kekuatan

hukum yang pasti (vonnis met kracht van gewijsde),

2. adanya suatu sengketa hukum yang dapat dirumus secara konkrit.

3. adanya ketentuan atau aturan hukum (tertulis maupun tidak) yang dapat

diterapkan,

4. adanya paling sedikit dua pihak yang bersengketa hukum, harus memenuhi

pula syarat-syarat khusus sebagai berikut:

5. harus ada ketentuan atau aturan hukum administrasi negara (tertulis atau

tidak) yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan sengketa hukum yang

bersangkutan.

6. salah satu di antara pihak-pihak yang bersengketa hukum harus Administrasi

Negara atau salah satu bagiarmya (organ administrasi yang bersangkutan).

Pada umumnya di mana-mana Administrasi Negara tidak suka dicampuri urusannya oleh

instansi negara lain, terutama yang menyangkut "policy" (kebijaksanaan, kebijakan,

beleid), oleh karena kebijaksanaan selalu diperlukan untuk membuat pelaksanaan

undang-undang tidak

bertentangan dengan realitas keadaan yang dihadapi oleh para pejabat administrasi

negara, sedangkan campur tangan Yustisi dikhawatirkan akan dititikberatkan pada segi

legalitas dan tidak atau kurang dari segi diskere administrasi negara.

Salah satu ciri utama daripada pengadilan administrasi ncgara adalah, bahwa wewenang

Hakim Administrasi Negara terbatas hunya kepudu penilaian dan pertimbangan

(jugdment, beoordeling) tentang yuridikitas (rechtmatigheid, kesesuaian dengan hokum)

daripada tindak hukum administrasi negara yang ditentang.

Kriteria yang dipergunakan oleh Hakim Administrasi Negara untuk menguji

yuridikitas daripada suatu tindak hukum administrasi adalah:

a. bertentangan dengan suatu ketentuan undang-undang,

b. dtournement de pouvoir,

c. sewenang-wenang,

d. bertentangan dengan moral agama, tata-susila, atau tata kesopanan masyarakat.

Oleh karena wewenang Hakim Administrasi tidak sama dengan wewenang

daripada Hakim Pengadilan Umum (Pidana atau Perdata), maka wewenang Hakim

Administrasi Negara pada asasnya hanyalah terbatas pada putusan membatalkan

(nicting verklaren atau vernietigen) perbuatan-hukum administrasi negara yang

bersangkutan.

Namun, oleh karena seorang yang menentang atau menggugat suatu perbuatan

hukum administrasi tidak atau belum tertolong dengan suatu pembatalan saja, maka pada

urnumnya Hakim Pengadilan Administrasi Negara mempunyai wewenang untuk

melakukan koreksi terhadap tindak hukum administrasi tersebut serta wewenang

mengatur penampungan daripada akibat-akibat suatu pembatalan sehingga warga

masyarakat yang bersangkutan tertolong.

Untuk itu Hakim Administrasi Negara harus melakukan pertimbangan dan

penilaian terhadap fakta-fakta nyata sehingga tidak terjadi ketimpangan baru. Dengan

ujian yang dilakukan oleh Hakim

Administrasi. terhadap, suatu tindak hukum administrasi yang dipertentangkan

haruslah (1) karena tidak sesuai dengan hukum (onrechtmatig), atau (2) karena

tidak sesuai dengan kenyataan (bertentangan dengan fakta-faktanya).

Prosedur atau tata cara pemeriksaan perkara oleh Hakim Adminis

trasi berbeda dalam dua hal dari Hakim Perdata, yakni:

a. titik berat tata cara pemeriksaan terletak pada pemeriksaan lisan yang harus

dilakukan sebanyak-banyaknya, sedangkan dalam proses per data pemeriksaa

lebih banyak dilakukan secara tertulis;

Hakim Administrasi Negara tidak boleh bersifat pasif seperti Hakim Perdata yang

pada pokoknya harus mendengarkan saja apa yang dikemukakan oleh pihak-

pihak yang berperkara perdata. Hakim Administrasi harus aktif mengorek

kebenaran hukum atau kebenaran faktual, oleh karena pihak warga masyarakat

selalu berada pada kondisi yang lemah jikalau menghadapi Administrasi

Negara.Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan oleh perkembangan atau pelanjutan

dari proses pengaduan atau permohonan peninjauan kembali (administratif beroep)

menjadi proses pengadilan administrasi negara.Pada proses perdata kedudukan pihak-

pihak yang bersengketa hukum dianggap sama kuat di depan hukum, sehingga

Hakim Perdata mempersilahkan masing-masing pihak yang bersengketa membela

pendiriannya masing-masing.

Pada proses administrasi negara pendirian organ administrasi yang bersangkutan

sudah tetap oleh karena keputusan administrasi selalu diambil setelah pertimbangan

yang sematang-matangnya. Dan pendirian inilah yang justru ditentang oleh warga

masyarakat yang bersangkutan, dan dia berada pada keadaan yang lemah oleh karena

menghadapi pihak Penguasa Administrasi Negara yang dianggapnya tidak benar. /

Pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh Hakim Administrasi pada umumnya pihak

Administas i Negara hanya menjelaskan alasan-alasan atau landasan-landasan berpikir

yang dipergunakan di dalam menerbitkantindak hukum administrasinya, dan biasanya

justru inilah yang ditentang oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Dalam

pemeriksaan secara lisanlah Hakim Administrasi harus menemukan jalan keluamya yang

adil dibantu oleh saksi-saksi dan para ahli yang adil dan obyektif pula.

Sedangkan dalam perkara perdata Hakim Perdata harus membatasi diri pada bukti-bukti

yang dikemukakan atau dimajukan oleh pihakpihak yang bersengketa, dan Hakim Perdata

tidak holch aktif, kecuali di dalam perkara perdata Hukum Adat bilamana ada pihak yang

lemah oleh karena kekurangan pendidikan atau lemah ekonomis.

Sikap aktif daripada Hakim Administrasi sangat diperlukan oleh karena pihak

penguasalah yang mempunyai semua data, laporan-laporaii serta pengetahuan yang

cukup tentang persoalan yang dipertentangkan. sedangkan pihak warga masyarakat

tidak mungkin memilikinya secara lengkap, Hakim Administrasi hares mencegah

jangan sampai Administasi menyembunyikan data yang tidak menguntungkan baginya.

Pada umumnya tindak hukum administrasi yang ditentang oleh para warga

masyarakat adalah penetapan-penetapan administrasi negara (administratieve

beschikkingen), terutama yang menyangkut perizinan.

II. a. Badan Pengadilan Administrasi Semu (Kwasi).

Badan pengadilan administrasi semu adalah suatu badan peradilan yang

menangam perkara-perkara terlepas dari pengadilan biasa, di mana pejabat-pejabat

Administrasi Negara memegang peranan, dan para anggota badan tersebut tidak

mempunyai status sebagai hakim.

Badan peradilan tersebut bekerja dengan hukum acara tertentu seperti pada

pengadilan yang biasa, akan tetapi putusan-putusannya tidak mempunyai status sebagai

putusan pengadilan penuh.Contoh-contohnya adalah NP, ND (Panitia Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan Pusat/Daerah) dan Mahkamah Pelayaran.

Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan bertugas menyelesaikan segala

macam perselisihan perburuhan, baik yang berupa perselisihan hak

maupun yang mengenai perselisihan kepentingan. Panitia ini dimaksudkan untuk

melindungi warga masyarakat yang menjadi buruh (di Indonesia: pegawai atau

pekerja yang tidak berstatus sebagai pegawai negeri dalam arti sempit atau arti lugs)

pada perusahaan-perusahaan atau pada keluarga dan badan-badan swasta lain, yang

berselisih hak atau kepentingan dengan majikannya.

Pada umumnya para buruh tersebut bergabung dalam suatu organisasiburuh agar supaya ada

organisasi yang dapat mempekerjakan ahli-ahli yang mampu dan sanggup mengurus

perselisihan perburuhan. Dimasa lampau organisasi-organisasi buruh tertentu yang

mempunyai affiliasi dengan suatu partai politik persoalan menjadi kabur: tidak lagi

merupakan masa keseluruhan akan tetapi bagian daripada suatu perjuangan ideologi

sekawan politik. Keadaan yang demikian itu pada umumnya di Indonesia merugikan

para buruh sendiri. Yang paling baik untuk Indonesia pada masa transisi ini adalah jikalau

Pemerintah/Admini strasi Negara yang elindungi kepentingan warga masyarakat yang

menjadi buruh melalui NP dan P4D tersebut di atas yang berada di bawah naungan

Departemen Tenaga Kerja, sehingga keadilan dan kewajaran dijunjung tinggi di bawah

Pengayoman Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 di dalam rangka Pembangunan

Bangsa dan Negara menuju ke masyarakat adil clan makmur. Di dalam rangka ini

organisasi buruh berperan sebagai organisasi yang mewakili buruh yang berselisih

dengan majikan (perusahaan, instansi, dan sebagainya) dan ada baiknya bilamana

mereka mempunyai pengacara-pengacara perburuhan sendiri seperti LBH (Lembaga

Bantuan Hukum).

Mahkamah Pelayaran adalah suatu badan peradilan administrasi yang memeriksa

perkara-perkara persyaratan kapal sesuai dengan undang-undang tentang perkapalan

dan pasal 373a Kitab Undang-undang Hukum Dagang ("Nakhoda yang telah berbuat

tidak terpuji terhadap kapal, muatannya atau penumpangnya, dengan putusan

Mahkamah Pelayaran dapat dicabut hak wewenang untuk masa paling lama dua tahun").

Mahkamah Pelayaran mengadakan persidangan atas pengaduan dari perusahaan

pelayaran yang bersangkutan atau dari seorang penumpang yang merasa dirugikan oleh

tindak-tanduk nakhoda di dalam waktu tiga minggu setelah peristiwa terjadi.

Mahkamah Pelayaran juga bukan badan pengadilan penuh olch karena anggota-anggotanya

tidak berstatus sebagai hakim.

II. b. Panitia atau Team Khusus.

Salah satu cara yang paling banyak dilakukan untuk melindungi kepentingan para

warga masyarakat yang merasa dirugikan oleh perbuatan hukum administrasi adalah

adanya Panitia Khusus atau Team Khusus yang bertugas menangani clan menyelesaikan

berbagai masalah perselisihan atau pengaduan yang timbul di dalam pelaksanaan berbagai

program clan operasi pemerintah/administrasi negara.

Panitia atau Team khusus pada umumnya dibentuk pada setiap pelaksanaan

suatu proyek pembangunan yang banyak menyangkut pembebasan tanah, pemindahan

kuburan, pemindahan penduduk, transmigrasi, dan lain sebagainya.

Syarat yang utama untuk memperlancar jalannya panitia atau team khusus

adalah adanya (a) instruksi yang togas tentang tugas, wewenang. dan kewajiban serta

tanggung jawab panitia/team khusus, (b) prosedur penyelesaian yang harus ditempuh, (c)

sanksi yang harus diterapkan bilamana panitialteam tidak menjalankan tugas

kewajibannya sebagaimana mestinya, clan. (d) penampungan akibat atau konsekuensi

daripada keputusan panitialteam khusus serta pelaksanaannya.

II. c. Pejabat atau Instansi Atasan.Jalan yang paling baik guna penyelesaian suatu masalah atau sengketa adalah

bilamana kasusnya ditangani sendiri secara langsung oleh Pejabat/Organ administrasi

yang bersangkutan, dan secara sportif dan spontan melakukan koreksi terhadap

kekeliruan atau kekurar gan yang terjadi. Namun, di dalam praktek yang sexing

terjadi, bahwa pejabat yang bersangkutan enggan atau tidak berani melakukan ralat

terhadap keputusannya, dan mempersilahkan warga masyarakat yang bersangkutan

untuk mengajukan persoalannya kepada Pejabat Atasan atau Instansi Atasan.

Bilamana hal tersebut tidak merupakan siasat untuk mengalihkan tanggung jawab

kepada atasan yang kadang-kadang karena atasan "jiwa korsa" dan "kesetiakawanan"

menolak untuk menerima pengaduan yang bersangkutan, maka cara administratief beroep

tersebut memang baik sekali, agar supaya atasan dapat selalu mengetahui apa yang menjadi

masalah realitasnya, dan mengadakan perubahan policy atau peraturan di mana

diperlukan.

II. d. penyelesaian melalui Hakim Perdata.

Bilamana terhadap Pemerintah/Administrasi Negara tidak ada jalan lain untuk

meminta penyelesaian mengenai perselisihannya, maka warga masyarakat yang

bersangkutan dapat menggugat Negara Republik Indonesia atau bagiannya ke depan

Pengadilan Perdata, ke Pengadilan Negeri biasa.

Di mana terbuka jalan lain yang telah diatur oleh undang-undang atau peraturan

perundangan yang bersangkutan tingkat Daerah tingkat II, Kecamatan, dan Desa

masih banyak sekali yang tidak ada ketentuanketentuannya atau prosedur-prosedur

pengaduannya. Hingga kini banyak persoalan diselesaikan melalui jalan musyawarah

berdasarkan saling pengertian dan kerelaan berkorban untuk kepentingan umum atau

kepentingan negara, misalnya: mengorbankan tanah untuk pelebaran jalan, bahkan

ada yang rela ditransmigrasikan oleh karena tanah dan rumahnya digusur untuk proyek

tanpa ganti kerugian.

Cara-cara demikian itu dilihat dari segi upaya Nation and Character Building

tidak mendidik, oleh karena rakyat biasa lalu memperoleh kesan dan citra yang keliru

mengenai maksud dan tujuan adanya Negara Republik Indonesia sebagai Negara

Pancasila. Dalam periode Perjuangan Kemerdekaan 1945-1950 rakyat Indonesia

dengan senang hati mengorbankan harta bendanya, bahkan jiwa dan raganya. Akan

tetapi dalam kcadaan negara sesudah itu sudah selayaknya menurut Asas Keadilan

Hukum, bahwa milik rakyat yang dikehendaki untuk dipergunakan dalam proyek

pembangunan desa, kola, daerah, dan negara dibeli dengan harga yang pantas, dan

bilamana perlu dirampas (onteigening) dengan pergantian kerugian menurut tarif atau

harga yang ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Negeri atau cars lain wajib dilakukan

dengan undang-undang, minimal dengan Peraturan Daerah tingkat 1, satu sama lain

sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Demikianlah, maka

jikalau tidak ada jalan lain yang ditetapkan oleh undang-undang, satu-satunya jalan

untuk menentang suatu perbuatan hukum administrasi yang merugikan seorang warga

masyarakat adalah melalui gugatan ke depan Pengadilan Negeri bagian Perdata dengan

permohonan agar supaya Hakim Perdata menyatakan dalam putusannya penetapan

administrasi (administratieve beschikking) yang bersangkutan sebagai "perbuatan yang

melawan hukum" (onrechtmatige daad), disertai larangan untuk melanjutkan pelaksanaan

penetapan pemerintah/administrasi tersebut, dengan sanksi uang paksa harian setiap hari

organ pengi sa administrasi yang bersangkutan tidak mengindahkan Putusan Hakim

Perdata.

Dan alangkah baiknya jikalau di Indonesia juga diselenggarakan Sidang

Pengadilan RU&6, Sidang Pengadilan Perdata Kilat, yang diadakan paling lambat tiga

hari setelah gugatan dimasukkan. Dengan adanya sidang semacam itu, maka akan

banyak warga masyarakat yang tertolong dari kehancuran ekonomis yang

disebabkan oleh perbuatan hokum administrasi yang merugikan dan ternyata kemudian

keliru, seperti misalnya yang terjadi di Jakarta beberapa waktu yang lalu rumah dan

pekarangan seorang warga masyarakat digusur dan kemudian ternyata memang keliru.

Dengan adanya sidang pengadilan perdata kilat (kort geding), maka kasus-kasus

seperti itu dapat dicegah dan wibawa Pemerintah Republik Indonesia justru akan

meningkat disebabkan oleh kepercayaan masyarakat yang bertambah kuat, bahwa

yang dikehendaki adalah benar-benar keadilan sosial. Pertanyaan yang timbul adalah:

dalam hall yang bagaimana suatu penetapan administrasi (beschikking) dapat dinyatakan

"melawan hukum" oleh Hakim Perdata? Dapat dikatakan, bahwa Hakirn Perdata dap at

menyatakan suatu penetapan (beschikking) itu "melawan hukum" (onrechtmatig) jikalau:

a. diambil dengan tidak atau kurang mengindahkan undang-undang. Atau

b. diambil secara bertentangan dengan undang-undang,

c. diambil dengan detournernent pouvoir, dengan menyalahgunakan wewenang,

dengan menyimpang dari tujuan pemberian wewenang,

c. diambil dengan sewenang-wenang (ceroboh.tidak mengindahkan data

maupun fakta yang justru relevant, dan sebagainya).

Hakim Perdata tidak menguji suatu penetapan administrasi menurut ukuran

effisiensi, kedayagunaan, kewajatan, dan sebagainya, akan tc-tapi dari segi hukum semata-

mata, walaupun penetapan yang diambil secara ceroboli ikut menentukan dalam

mempertimbangkan jurnlah atau beL;arnya g.'uiti-rugi. Yang paling berat bagi Hakim

Perdata adalah menetapka'i kesewenangwenangan Administrasi, oleh karena Administrasi

Negara mempunyai !reies Ermessen, yakni kebebasan mengambil keputusan menurut

pendapatnya sendiri yang dia anggap paling baik.

Namun, freies Ermessen atau Diskresi tersebut ada batas-oatas kewajarannya,

dan inilah yang harus dinilai oleh 1-lakirn Perdata menurut ukuran sehat atau pikiran

normal.

II. e Ganti-rugi kepada Warga Masyarakat

Yang perlu mendapat perhatian di dalarn rangka melindun ;i kepentingan para

warga masyarakat adalah hal pergantiar keru gian atas kerusakan atau kerugian yang

telah ditimbulkan oleh perbuatan hukum administrasi/pemerintah.

Ganti-rugi harus dibayar baik karena kerugian yang ditimbulkaa oleh: (a) tindak

hukum administrasi yang melawan hukum (onrechtmatige

overheidsdaad), maupun oleh (b) perbuatan huk'un admi:ii.strasi yang sah, artinya

tidak melawan hukum.

Ganti-rugi-dalam hal tindak hukuni adininistrasi yang melawan hukum dilakukan

setclah adanya Putusan Hakim Administrasi Perdata yang final, kecuali jikalau ada putusan

yang meniirirrtahkan pelaksanaan pembayarc^n dengan segera (ultvoerbaar bij

voorraad). Pi osedur pembayaran pada umumnya sudah ditetapkan sebelumnya.

Profesor Padmo Wahjono, S.H. dalam bukunya 'Indonesia Negara Berdasarkan

Atas Hukum" (Ghalia, 1983) secara panjang lebar telah mengupas filsafat dan dasar

serta pangkal tolak yang haius clipergunakan dalam pembinaan dan pengembangan

Hukurn Nasional LZdonesia tersebut.

Pembinaan dan pengembangan Hukum Administrasi Negara tidak dapat terlepas dari

sifat-sifatnya yang khas seperti yang akan saya uraikan di bawah ini.

Hukum Administrasi Negara adalah: hukum mengenai seluk-beluk Administrasi

Negara (hukrun administrasi negara heterorom) dan hukum operasional hasil ciptaan

Administrasi Negara sendiri (hukum administrasi negara otonom) di dalam rangka

memperlancar penyelenggaraan daripada segala apa yang dikehendaki dan menjadi

keputusan Pemerintah di dalam rangka penunaian tugas-tugasnya.

Tugas Pemerintah yang menyangkut pemerintahan pada waktu ini ada lima,

yakni:

1) pemerintahan,

yang terdiri atas, pengaturan, pembinaan n:asyarakat negara, kepolisian, dan

peradilan;

2) rata usaha negara,

yang dilakukan melalui pengembangan daripada birokrasi negara;

3) pengurusan rumah tangga negara, yang dilakukan rnelalui penger~rbangan

daripada dings-dings pengurusan serta badan-badan usaha negara clan daerah;

4) pembangunan nasional,

yang dilakukan dengan Bappenas serta Pelitapelita;

5) penyelumatan dan pelestarian lngkungan.

Administrasi Negara di dalam membantu menyelenggarakan kehendak dan

keputusan-keputusan Pemerintah di dalam rangka tugas-tugas tersebut di atas, dengan

demikian, terdiri atas:

1) Administrasi Pemerintahan;

2) Administrasi Ketatausahaan negara;

3) Administrasi Kerumahtanggaan negara;

4) Administrasi Pembangunan; dan

5) Administrasi Lingkungan.

Admini.strasi Negara tersebut di atas dijalankan oleh para Pejabat

emerintah yang mcrangkap sebagai Pejabat Administrasi (Negara) dengan memimpin

pejabat-pejabat pemerintah bawahan, pejabat-pejabat administrasi "murni" (taapa

wewenang pemerintahan) dan pejabat-pejabat teknis.

Para Pejabat Pemerintah pada waktu berkedudukan dan menjalanka fungsi sebagai Pejabat

Pemerintah mempergunakan wibawa dan wewenang emerintahan yang be.rsifat politik,

dengan menjunjwig tinggi Hukum Politxk tau Hukum Tata Negara.Para. Pejabat Pemerintah

pada waktu berkedudukan dan menjalankan tugasnya sebagai Pejabat Administrasi,

dengan memimpin penyelenggaraan eput,isan-keputusan Pemerintah (yang bersifat

politik) secara operasionalasual-individual mempergunakan wibawa dan wewenang

administrasi yang bersifat teknis penyelenggaraan (organisas i informasi dan

manajemen).Hukrun Administrasi Negara, antara lain dan terutama, mengatur

jubungan yang sebaik-baiknya antara penunaian tugas-tugas sebagai Pejabat pemerintah

dan Pejabat Administrasi Negara, dan dalam hal ini terdiri atas:

1) Hukum Administrasi Pemerintahan atau Hukum Tata Pemerintahan;

2) Hukum Tata Usaha Negara, atau Hukum Birokrasi Negara;

3) Hukurn Administrasi Kerumahtanggaan negara;

4) Hukum Administrasi Pembangunan; cyan

5) Hukum (Administrasi) Lingkungan.

Huktun Administrasi Negara merupakan bagian operasional da n pengkhususan teknis

daripada Hukum Tata Negara atau Hukum Korstitusi Negara, atau hukum Politik

Negarai