31
BAB 2 ISI DAN PEMBAHASAN 2.1. SKENARIO MODUL Budi adalah mahasiswa prodi kedokteran gigi, saat ini mengeluhkan terdapat karies media pada gigi 16 dan 15. Setelah dilakukan pemeriksaan dokter gigi mengatakan akan melakukan preparasi pada gigi 16 adalah klas 1 dan pada gigi 15 adalah klas 2 serta dokter tersebut menyarankan melakukan tambalan menggunakan kekuatan beban kunyah yang baik. Sembari merasakan tahap demi tahap budi juga memperhatikan perawatan yang dilakukan dokter. Setelah selesai budi menanyakan kepada dokter gigi tersebut setiap tahapan yang dilakukan, dengan ramah dokter tersebut pun menjawab pertanyaan budi tahap demi tahap restorasi hingga selesai. Diakhir dokter gigi mengingatkan kepada budi untuk datang kembali besok untuk dilakukan tahap polishing dan finishing. 2.2. TUJUH LANGKAH PBL BERDASARKAN THE SEVEN JUMPS 2.2.1. IDENTIFIKASI ISTILAH 1. Restorasi : Prosedur perawatan gigi yang bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan bentuk dan gigi yang rusak . 2. Karies Media : Karies yang telah mencapai dentin .

Restorasi Amalgam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Restorasi Amalgam

Citation preview

Step 7

BAB 2

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. SKENARIO MODUL

Budi adalah mahasiswa prodi kedokteran gigi, saat ini mengeluhkan terdapat karies media pada gigi 16 dan 15. Setelah dilakukan pemeriksaan dokter gigi mengatakan akan melakukan preparasi pada gigi 16 adalah klas 1 dan pada gigi 15 adalah klas 2 serta dokter tersebut menyarankan melakukan tambalan menggunakan kekuatan beban kunyah yang baik. Sembari merasakan tahap demi tahap budi juga memperhatikan perawatan yang dilakukan dokter. Setelah selesai budi menanyakan kepada dokter gigi tersebut setiap tahapan yang dilakukan, dengan ramah dokter tersebut pun menjawab pertanyaan budi tahap demi tahap restorasi hingga selesai. Diakhir dokter gigi mengingatkan kepada budi untuk datang kembali besok untuk dilakukan tahap polishing dan finishing.

2.2. TUJUH LANGKAH PBL BERDASARKAN THE SEVEN JUMPS

2.2.1. IDENTIFIKASI ISTILAH1. Restorasi

: Prosedur perawatan gigi yang bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan bentuk dan gigi yang rusak .

2. Karies Media: Karies yang telah mencapai dentin .

3. Preparasi

: Suatu tindakan operasi untuk mengambil jaringan karies secara biomekanis dengan membuat bentuk pada gigi untuk menerima dan memperkuat restorasi .

4. Polishing

: Proses pembuatan permukaan gigi menjadi halus dan mengkilap .

5. Finishing

: Proses penyelesaian / penyempurnaan berupa membentuk kontur permukaan restorasi sesuai bentuk anatomi .6. Karies Klas I: Karies pada bagian oklusal gigi posterior / pada foramen caecum gigi anterior.

7. Tambalan

: Suatu bahan untuk memperbaiki sesuatu , contoh jaringan pada gigi .

8. Karies Klas II: Karies yang terletak pada aproximal gigi posterio2.2.2. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bahan tambalan apa yang mempunyai kekuatan beban kunyah yang baik ?

2. Apa saja kelebihan dan kekurangan amalgam ?

3. Apa saja indikasi dan kontraindikasi amalgam ?

4. Apa saja syarat dari preparasi kavitas gigi ?b. Apa saja pertimbangan dokter gigi untuk memilih bahan tambalan untuk pasien ?

5. Apa saja alat yang digunakan untuk restorasi amalgam ?

6. a. Bagaimana tahapan melakukan restorasi Klas I ?

b. Bagaimana tahapan melakukan restorasi Klas II ?

7. a. Mengapa bahan tambalan yang digunakan harus di polishing dan finishing

keesokan harinya ?

b. Apa yang terjadi jika Budi tidak datang untuk polishing dan finishing ?

2.2.3 ANALISA MASALAH1. Terjadi dua jenis pergerakan dalam sendi temporomandibular (TMJ), dua jenis pergerakan ini adalah rotasi dan translasi.a. Pergerakan Rotasi Dalam sistem mastikasi rotasi terjadi ketika mulut membuka dan menutup pada titik atau sumbu yang tetap dalam kondilus. Dengan kata lain gigi terpisah dan dapat teroklusi kembali tanpa adanya perubahan posisi dari kondilus. Pada sendi temporomandibular, rotasi terjadi sebagai pergerakan dalam kavitas inferior sendi. Dengan demikian rotasi adalah pergerakan antara permukaan superior kondilus dengan permukaan inferior dari diskus artikularis. Pergerakan rotasi dari mandibula dapat terjadi pada tiga bidang yaitu horizontal, frontal, dan sagital. Pada setiap bidang hal ini terjadi pada sebuah sumbu yang akan dijelaskan pada masing-masing pembahasan.Aksis horizontal dari rotasiPergerakan mandibula di sekitar aksis horizontal adalah pergerakan membuka dan menutup mulut. Pergerakan ini disebut sebagai hinge movement dan merupakan satu-satunya yang masih dianggap sebagai pergerakan rotasi murni.Aksis vertikal dari rotasi

Pergerakan mandibula di sekitar aksis frontal terjadi ketika satu kondilus bergerak ke anteriorAksis sagital dari rotasi

Pergerakan mandibula dalam aksis sagital terjadi ketika satu kondilus bergerak kea rah inferior.b. Pergerakan TranslasiTranslasi dapat didefinisikan sebagai pergerakan dimana setiap titik dari objek yang bergerak secara simultan mempunyai kecepatan dan arah yang sama. Pada sistem mastikasi, translasi terjadi ketika mandibula bergerak maju seperti pada protrusi. Baik gigi, kondiulus dan ramus semuanya bergerak pada arah yang sama ke derajat yang sama.

Translasi terjadi pada kavitas superior dari sendi, di antara permukaan superior diskus artikularis dan permukaan inferior dari fosa artikularis. (antara kompleks diskus kondilus dan fosa artikularis).Selama pergerakan normal dari mandibula, baik rotasi dan translasi terjadi secara simultan. Dengan kata lain, ketika mandibula berotasi pada satu atau lebih aksis, setiap aksis bertranslasi (berubah orientasinya).

2. Etiologi yang menyebabkan Temporomandibular Joint adalah :

a. Trauma berupa Makro-trauma (Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan struktural, seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan) dan Mikro-trauma (Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang lama, sepertibruxism dan clenching. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan microtrauma pada jaringan yang terlibat seperti gigi, sendi rahang, atau otot).

b. Stress Emosional (mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala dan leher. Dapat juga terjadi peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang merupakan salah satu etiologi TMD). c. Deep pain Input/Aktivitas Parafungsional (Kebiasaan bruxism, dan kebiasaan-kebiasaan lain seperti menggigit-gigit kuku, pensil, bibir, mengunyah satu sisi, tongue thrust, dan bertopang dagu).3. Yang menyebabkan Temporomandibular Joint dapat meradang karena terjadinya pergeseran yang terus menerus antara diskus artikularis dan kondilus mandibula disebabkankan karena dislokasi letak keduanya, keruskaan ligament Temporomandibular Joint, dan Keausan yang terjadi pada kondilus mandibula.

4. Yang menyebabkan bunyi cliking dan krepitus pada Temporomandibular Joint adalah karena penggunaan yang berlebihan dengan tekanan yang kuat baik pada satu sisi rahang saat mengunyah yang menyebabkan hubungan yang terbentuk antara kondilus mandibula dan diskus artikularis mengalami pergeseran diarah anterior eminensia artikularis dan tidak dapat kembali keposisi awalnya yang menyebabkan timbulnya bunyi cliking pada penderita, sedangkan bunyi krepitus dihasilkan karena keausan yang terjadi pada tonjolan kondilus mandibula sehingga pada saat rahang dalam posisi membuka dan menutup mulut terjadi pergesekan yang menyebabkan timbulnya suara yang tidak normal dari sendi Temporomandibular Joint.

5. Klasifikasi Temporomandibular Joint berupa Deviasi Bentuk, Disk. Displacement Disorders dengan adanya reduksi dan tanpa reduksi, Dislokasi, Inflamasi, Artritides (Osteoarthrosis, Osteoarthitis, Polyarthritides), dan Ankylosis.

6. Berbagai macam bunyi yang terjadi selama peradangan Temporo mandibular Joint berupa bunyi cliking yang disebabkan oleh dislokasi antara kondilus mandibular dan diskus artikularis, juga adanya bunyi krepitus yang disebabkan oleh ausnya tonjolan pada kondilus mandibula karena pemakaian yang terlalu berlebihan.

7. Gejala yang timbul pada saat peradangan Temporomandibular Joint adalah Nyeri di sekitar sendi rahang disertai nyeri kepala, trismus, gangguan pengunyahan, bunyi sendi ketika membuka/menutup mulut yang disertai dengan rasa nyeri, nyeri otot utama leher dan bahu, disertai dengan nyeri telinga dan telinga berdengung.

8. Diagnosis yang dilakukan pada penderita Temporomandibular Joint adalah Anamnesisberupa anamnesis kronologis dan komprehensif dan pemeriksaan fisik pasien, meliputi anamnesis dan pemeriksaan gigi, penting untuk mendiagnosis kondisi kondisi spesifik untuk menentukan pemeriksaan lebih lanjut, jika ada, dan untuk memberikan terapi spesifik. Pemeriksaan Klinis berupa pemeriksaan Ekstraoral (Rentang pergerakan rahang, bunyi yang terjadi pada sendi baik cliking maupun kprepitus) dan pemeriksaan Intraoral yang mencakup (Hubungan oklusi, Freeway Space, Overjet dan Overbite, adanya gigi yang tanggal, terdapatnya protesa, adanya kontak gigi premature juga terdapatnya atrisi dan bekas abrasi pada gigi). Pemeriksaan penunjang berupa Pemeriksaan Radiologis dengan Rotgen Panoramik, CT-Scan dan MRI.

9. Terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi pasien dengan keluhan nyeri pada Temporomandibular Joint adalah :

a. Perawatan Non-Bedah (Komunikasi dengan Penderita, Mengistirahatkan Rahang/Jaw Rest, Farmakoterapi dengan menggunkana NSAID, analgetik dan antiinflamasi, juga melatih rahang untuk bergerak, menggunakan alat intraoral untuk menghilangkan kebiasaan parafungsional, juga dengan perawat psikososial.

b. Perawatan dengan Bedah

10. Terjadinya bunyi kliking dan krepitus secara bergantian disebabkan kondilus mandibula dan diskus artikularis mengalam dislokasi atau pergeseran tempat dari posisinya sehingga menyebabkan terjadinya bunyi kliking juga disertai dengan keausan tonjolan kondilus mandibula yang menyebabkannya mengalami pergesekan dan menyebabkan bunyi krepitus.

11. Pemakaian gigi tiruan disarankan untuk menjaga kondisi oklusi gigi agar tidak terjadi maloklusi yang dapat menyebabkan resiko terjadinya nyeri sendi Temporomandibular Joint, karena kehilangan gigi dapat menyebabkan terjadinya kontak premature pada gigi disertai dengan maloklusi yang tidak nyaman bagi penderita.2.2.4 KERANGKA KONSEP

2.2.5 LEARNING OBJECT

1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang Temporomandibular Disorders yang terdiri dari:

a. Etiologi dari Temporomandibular Disorders

b. Klasifikasi dari Temporomandibular Disorders

c. Gejala yang terjadi pada Temporomandibular Disorders

d. Diagnosa pada Temporomandibular Disorders

e. Terapi yang tepat pada Temporomandibular Disorders2.2.6 BELAJAR MANDIRI 2.2.7 SINTESIS 1. ETIOLOGI TMD

Trauma merupakan penyebab utama TMD. Menurut Jurnal American Dental Association tahun 1990, 4% sampai 99% kasus TMD merupakan akibat trauma. Trauma yang sederhana seperti pukulan pada rahang atau sesuatu yang lebih kompleks seperti yang mengenai kepala, leher dan rahang. Trauma itu sendiri ada 2 :

MakrotraumaTekanan yang terjadi secara langsung pada bagian yang mengalami kerusakan yang menyebabkan perubahan pada bagian diskus dan kondilaris secara langsung .Makro trauma dapat juga teerjadi ketika gigi bersamaan atau dapat juga menyebabkan perubahan pada kondilus dan fossa ketika mulut dibuka . Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan structural ,seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan .

MikrotraumaDimana trauma inimerubahposisidiskusdankondilussecaraperlahan . Trauma ringantapiberulangdalamjangkawaktulama ,seperti bruxism dancleanching .

SelainitujugaadabeberapapenyebabdarikelainanTMJ ,seperti : Stress EmosionalKeadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan adalah peningkatan stress emosional .Pusat emosi dari otak mempengaruhi fungsi otot .Hippotalamus , system retikula , dan system limbic adalah yang paling bertanggungjawab terhadap tingkat emosional individu . Stress sering memiliki peran yang sangat penting pada kelainanTMJ .

Deep Pain Input Aktifitas parafungsional adalah semua aktivitas diluar fungsi normal (seperti mengunyah ,bicara , dan menelan ) . Contohnya adalah bruxism ,dan kebiasaan lain seperti menggigit kuku , pensil , bibir , mengunyah satu sisi , dan bertopang dagu .

KondisiOklusiMaloklusi dihubungkan dengan kontak premature yang menyebabkan traumatic oklusi selain itu deep bite diyakini dapat menyebabkan masalah TMJ dengan gejala rasa sakit dan disfungsi .

2. Klasifikasi TMD

a. DisfungsidanNyeriMiofasial (DNM/MPD)

Merupakan penyebab paling umum dari nyeri dan terbatas nya fungsi mastikasi pada pasien.

Sumbernya nyeri dan disfungsinya berasal dari otot, dengan otot mastikasi mengalami tenderness dan nyeri sebagai hasil dari fungsi otot yang abnormal atau hiperaktivitas. Fungsiotot abnormal tersebut sering kali berhubungan dengan clenching atau bruxism.

Penyebabnya diperkirakan multifaktorial. Namun, yang paling sering menyebabkan DNM adalah bruxism akibat stress dan cemas, dengan oklusi sebagai factor modifikasi atau yang memperburuk. DNM juga dapat terjadi akibat masalah internal dari sendi, seperti kelainan pergeseran discus atau penyakit sendi degeneratif.

Keluhanpasien:

a. Nyeri preaurikular yang sulit dilokalisasi dan menyebar, seta dapat melibatkan otot mastikasi lain, seperti otot temporal dan pterygoid lateral.

b. Pasien dengan bruxism, nyerinya akan lebih hebat pada pagi hari.

c. Terdapat reduksi pembukaan rahang, serta nyeri ketika melakukan fungsi, misalnya mengunyah.

d. Sakit kepala di daerah hitemporal berhubungan dengan penyakit ini.

e. Nyeri bertambah parah ketika dalam kondisi stress dan cemas.

Pemeriksaanpadapasienmenghasilkan:

f. Tenderness yang difus pada otot mastikasi.

g. Umumnya TMJ tidak terasa nyeri ketika palpasi

h. Pergerakan mandibula yang terbatas, berhubungan dengan penyimpangan mandibula menuju sisi yang terlibat.

i. Gigi umumnya terlihat aus.Namun, jika tidak terlihat keausan, bukan berarti mengeliminasi bruxisms ebagai etiologi.

j. Radiograf TMJ biasanya normal. Beberapa pasien menunjukkan perubahan degeneratif, seperti konturpermukaan, erosi, atau osteophytes (daerah dengan densitas lebih tinggi di sekitar sendi) yang terjadi secara sekunder atau pun terjadinya tidak berhubungan dengan masalah DNM ini.

b. Disk Displacement DisordersDalamfungsi TMJ yang normal, fungsi pergerakkan kondil adalah rotasi dan sliding (glidimg joint).Selama pembukaan mulut yang maksimal, kondil tidak hanya berotasi pada sumbusendi tetapi juga bertranslasikedepan, ke posisi di dekat bagian articular eminence yang paling inferior (Fig. 30-11).

Selamaberfungsi , posisi articulating disc terletakdiantarakondildan fossa mandibularis, dengankondilterletakpada intermediate zone pada disc selama posisi membukadan menutup mulut.

i. Anterior Disk Displacement denganReduksi

a. pada kelainan ini, articulating disc terletak di anterior dan medial dari kondil pada posisi menutup mulut.

b. Saat membuka mulut, kondil bergerak melewati posterior band dari disc, dan kembali ke posisi normal (terletak pada intermediate zone dari disc). Sedangkan saat menutup mulut, kondil bergerak kembali ke posterior dan bersandar pada retrodiscal tissue, dengan disc yang bergerak kembali ke posisi displace (anterior dan medial dari kondil (gambar 30.12)

c. Pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, terdapat rasa nyeri sendi dan otot. Suara sendi (clicking) juga biasanya terdengar sewaktu membuka mulut, ketika kondil bergerak dari daerah posterior disc ke daerah konkaf yang tebal di tengah-tengah disc. Pada beberapa kasus, clicking dapat terdengar atau terpalpasi selama gerakan menutup. Pembukaan mulut maksimal dapat terjadi secara normal atau sedikit terbatasi, dengan diikuti suara clicking saat pergerakan membuka.

d. Secara anatomis, clicking pada saat membuka mulut berhubungan dengan usaha disc untuk kembali kepada posisi normalnya, sedangkan clicking pada saat gerakan menutup (reciprocal click), berhubungan dnegan kegagalan disc untuk kembali ke posisi normalnya, diantara kepala kondil dan articular eminence, melainkan tergelincir ke anterior (displaced position). Krepitus dapat terdeteksi dan biasanya merupakan hasil dari pergerakan disc melewati permukaan yang irregular

e. Gambaran yang terlihat pada foto radioraf TMJ sederhana pasien dengan kelainan ini dapat terlihat normal ataupun terdpat sedikit abnormalitas tulang. Radiograf MRI dapat digunakan untuk melihat anterior displacement yang terjadi.

ii. Anterior Disk Displacement tanpaReduksi

a. Pada jenis ini , displacement dari disc tidak dapat direduksi, menyebabkan kondil tidak dapat bertanslasi penuh ke anterior, yang mencegah pembukaan maksimal dari mulut dan menyebabkan deviasi mandibula kesisi yang terkena (gambar 30.13)

b. Pada pasien ini tidak terdapat clicking, karena ketidakmampuan kondil untuk bertanslasi kebagian posterior disc. Ketidakmampuan translasi ini dapat menyebabkan pembukaan yang terbatas, deviasi pada sisi yang terkena dan mengurangi lateral excursions ke sisi kontralateralnya.

c. Pada evaluasi radiograf, terdapat kemiripan dengan anterior disk displacement with reduction. Dengan menggunakan radiograf TMJ sederhana, kelainan dapat tampak normal, sedangkan dengan CT Scan atau MRI memperlihatkan displacement anteromedial.

c. Penyakit Sendi Degeneratif (Arthrosis, Osteoarthritis)

DJD terdiri dari banyak jenis temuan antomis, seperti disc yang irregular, perforasi dalam hubungannya dengan abnormalitas permukaan artikular, seperti flattening, erosi dan formasi osteophyte. (gambar 3.14).

Mekanisme terjadinya degenerasi TMJ tidak terlalu jelas dimengerti tetapi memiliki 3 kemungkinan penyebab yang berasaldari trauma : trauma mekanislangsung, trauma hypoksia reperfusion dan inflamasi neurogenik.

Trauma mekanis dapt merupakan hasildari trauma yang signifikan pada sendi atau microtrauma seperti tekanan mekanis yang berlebihan. Stress / tekanan berlebihan yang dihasilkan pada sendi dapat menghasilkan disrupsi molekuler dan radikal bebas ( menghasilkan stress oksidatif dan kerusakan intraseluler. Tekanan berlebihan juga dapat mempengaruhi populasi local sel dan mengurangi kemampuan reparative darisendi

Teori hypoxia-reperfusion mengirabahwatekananhidrostatisintrakapsular yang berlebihanpada TMJ dapatmeningkatkantekananperfusipembuluhdarah(menghasilkanhipoksia. Teoriiniterlihatpadapasien yang mengalami clenching danbruksism. Ketikatekananpadasendidikurangidanperfusiterjadilagi, terbentuklahradikalbebas. Radikalbebasinidapatberinteraksidengansubstansilainpadasendi (mis. Hemoglobin) untukmenghasilkankerusakan yang lebihbesarlagi

Inflamasi neurogenik dihasilkan ketika berbagai jenis substansi dilepaskan dari neuron perifer. Pada kasus disk displacement ,terdapat hipotesa bahwa kompresi/meregangnya retrodiscal tissue yang kaya saraf dapat menghasilkan terlepasnya neuropepti dproinflamasi. Terlepasnya sitokin menghasilkan pelepasan dan akivasi berbagai substansi lainnya, seperti prostaglandin, leukotriens, dan enzim degradasi matriks. Substansi ini tidak hanya memegang peranan dalam proses penyakit tetapi juga sebagai biologic markers untuk membantu diagnosis dan perawatannya, dan harus dimengerti bahwa tidak mungkin untuk memprediksi progress dari penyaki tsendi.

Pasien dengan DJD biasanya merasakan sakit yang berhubungan dengan clicking/ krepitasi pada TMJ. Biasanya, terdapat keterbatasan pembukaan mulut dan gejala-gejala lain. Temuan radiografis secara umum memperlihatkan adanya berkurangnya luas rongga sendi, erosi permukaan, osteophytes dan meratanya kepala kondil. Selin itu, iregularitas fossa mandibula dan articular eminence juga dapat terlihat.

d. Kondisi Arthritik Sistemik

Berbagai macam kondisi arthritis sistemis diketahui mempengaruhi TMJ. Bentuk yang paling umum adalah Rheumatid Arthritis (RA), sedangkan contoh yang lain adalah penyakit lupus. Pada kasus ini, gejala tidak hanya terjadi pada daerah TMJ, tetapi pada daerah tubuh yang lain juga terdapat gejala dan tanda dari RA. Pada RA, proses inflamasi menghasilkan proliferasi abnormal dari jaringan membrane synovial (disebut pannus formation (gambar 30.15)

Gejala TMJ yang dihasilkan dari RA dapat terjadi pada usia dini dibandingkan pada DJD. Berlainan dengan DJD, yang biasanya terjadi unilateral, RA dan kondisi sistemis lainnya biasa terjadi dan mempengaruhi TMJ secara bilateral.

Temuan radiograf TMJ pada awalnya memperlihatkan perubahan erosive pada aspek anterior dan posterior kepala kondil. Perubahan ini dapat berkembang menjadi daerah erosi yang luas dan nantinya meninggalkan tampakan kondil yang kecil, yang terletak pada fossa yang besar. Kadang-kadang, tampak keseluruhan kondil dan leher kondil mengalami kerusakan total. Tes laboratorium, seperti rheumatid factor dan laju sedimentasi eritrosit dapat membantu dalam mendiagnosa RA.

e. DislokasiRekurenKronis

Dislokasi TMJ sering terjadi dan disebabkan oleh hipermobilitas mandibula. Subluksasi adalah displacement dari kondil, yang sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan perawatan medis. Kondisi yang lebih serius terjadi ketika kondil bertranslasi ke anterior di depan articular eminence dan terkunci pada posisi tersebut (gambar 30.16).

Dislokasi dapat terjadi unilateral atau bilateral dan dapat terjadi secara spontan setelah membuka mulut lebar-lebar, seperti saat menguap, makan dan selama prosedur dental. Dislokasi kondil dapat persisten selama lebih dari beberapa detik dan menjadi sangat sakit yang berhubungandengan spasme otot yang parah

Dislokasi harus dihilangkan secepatnya. Reduksinya dilakukan dengan memberikan tekanan kearah bawah pada gigi posterior dan tekanan keatas pada dagu, diikuti dengan displacement posterior pada mandibula. Biasa nya reduksi tidak sulitdilakukan. Bagaimanapun, spasme otot dapat mencegah dilakukannya reduksi, terutama bila dislokasi tidak dapat direduksi secepatnnya. Pada kasusini, dibutuhkan anestesi pada saraf auricular temporal danpada otot mastikasi. Sedasii untuk mengurangi ketakutan pasien dan menghasilkan relaksasi otot dapat juga dilakukan. Setelah reduksi, pasien diinstruksikan untuk membatasi membuka rahang selama 2-4 minggu. Untuk mengontrol rasa sakit dan inflamasi dapat diberikan obat-obatan NSAID.

f. Ankilosis

Ankilosisintrakapsular. Ankilosis intrakapsular atau berfusinnya sendi, dapat mengurangi pembukaan mandibula, yang berkisar dari reduksi parsial fungsi sampai immobilitas dari rahang. Ankilosis intrakapsular dihasilkan dari berfusinya kondil, disc dan fossa mandibula, sebagai hasil dari formasi jaringan fibrosa, berfusinya tulang atau kombinasi dari keduanya (gambar 30.17).

penyebab paling umum ankilosis adalah trauma makro, biasanya berhubungan dengan fraktur kondil. Penyebab lainnya adalah perawatan bedah sebelumnya yang menghasilkan scar dan pada kasus-kasus tertentu menghasilkan infeksi.

Pemeriksaan pasien memperlihatkan pembukaan yang terbatas pada saat membuka mulut lebar-lebar, deviasi pada sisi yang terkena dan menurunnya lateral excursions pada sisi kontralateral. Jika ankilosis dihasilkan dari jaringan fibrosa, pergerakan rahang terjadi lebih baik dari pada jika ankilosis dihasilkan oleh berfusinya tulang.

Dalam foto radiograf, memperlihatkan adanya permukaan articular yang irregular dari kondil dan fossa mandibularis, dengan derajat kalsifikasi yang berbeda-beda diantara permukaan artikular

Ankilosi sekstra kapsular. Tipe ankilosis ini biasanya melibatkan prosesus koronoid dan otot temporalis. Biasanya penyebab dari kelainan ini adalah pembesaran koronoid, atau hyperplasia dan trauma pada daerah lengkung zigomatik. Infeksi di sekitar otot temporal dapat juga menghasilkan kelainan ini.

Awalnya pasien memiliki keterbatasan dari pembukaan mulut dan deviasi pada sisi yang terkena. Pada kasus ini, keterbatasan pembukaan rahang secara penuh biasanya jarang dan bila terjadi pergerakan protrusi dan lateral yang terbatas berarti bukan indikasi ankilosis intrakapsular.

Foto radiograf panoramik umumnya menunjukkan elongasi dari prosesu koronoid. Radiograf submental vertex dapat berguna dalam menunjukkan impingement yang disebabkan oleh fraktur lengkung zigomatik atau kompleks zygomaticomaksilaris

g. Infeksi Neoplasia

Neoplasma pada TMJ jarang terjadi. Biasanya terjadi dari hasil keterbatasan pembukaan rahang dan nyeri sendi. Tumor pada TMJ dapat menghasilkan hubungan fossa dan kondil yang abnormal dan juga ankilosis intrakapsular. Infeksi pada daerah TMJ biasanya juga jarang, bahkan pada trauma dan intervensi surgical pada TMJ. Biasanya terjadi karena tidak adanya antibiotik untuk pengobatan daerah aurikular.

3. Gejala TMD

TMD atau Temporomandibular Disorders atau gangguan TMJ umumnya terjadi karena aktivitas yang tidak berimbang dari otot-otot rahang dan/atau spasme otot rahang dan pemakaian berlebihan. Berikut adalah gejala-gejala umum yang terjadi bila TMJ mengalami gangguan:

1. Sakit Telinga

Kurang lebih sekitar 50% dengan gangguan TMJ merasakan sakit telinga namun tidak ada tanda-tanda infeksi. Sakit telinga umumnya terasa seperti berada di muka atau bawah telinga.

2. Dengung Dalam Telinga (Tinnitus)

33% pasien dengan gangguan TMJ mengalami suara bising (noise) atau dengung (tinnitus) tanpa sebab yang jelas. Dengung pada telinga ini akan hilang jika perawatan TMJ berhasil.

3. Bunyi pada TMJ

Jika terjadi gangguan pada TMJ biasanya akan terdengar bunyi-bunyi seperti kertakan (grinding), klik (clicking) dan meletuk (popping).

4. Sakit kepala

Sakit kepala pada gangguan TMD biasanya terjadi pada saat membuka atau menutup rahang atau bahkan keduanya.

5. Kesulitan atau merasa tidak nyaman ketika menelan.

6. Rahang terasa terkunci atau kaku, sehingga kesulitan membuka atau menutup rahang.

7. Sakit di sekitar TMJ.

8. Gigitan atau oklusi yang tidak pas.

4. Diagnosis TMD

1. Anamnesa

Nyeri kronik pada otot mastikatori yang dideskripsikan sebagai nyeri tumpul biasanya unilateral.

Nyeri menyebar ke aurikula dan rahang, bertambah berat saat mengunyah.

Rahang terkunci saat berusaha membuka mulut.

Terdengar bunyi klik atau pop, biasanya jika terdapat pergeseran diskus artikularis.

Sakit kepala dan atau kekakuan pada leher.

Rasa tidak nyaman dan berbeda dari biasanya.

Nyeri leher, bahu dan punggung.

Bruksisme, kebiasaan menggertakkan gigi.

Nyeri bertambah saat menjelang siang dan terus berlanjut sampai akan tidur kembali.

Riwayat trauma fasial dan atau mandibula.

2. Pemeriksaan fisik

Keterbatasan gerak membuka mulut (normalnya lebar membuka mulut sebesar 40 mm diukur dari batas gigi rahang bawah dan atas pada gigi anterior)

Palpasi dirasakan adanya spasme otot fasial (M. masseter, dan M. pterygoid internal)

Pembengkakan wajah unilateral

Clicking atau popping pada TMJ

Rasa nyeri pada TMJ saat dipalpasi melalui meatus akustikus eksternus

Terdapat krepitasi pada sendi (tahap lanjut)

Deviasi ke arah lateral pada mandibula

3. Penunjang radiologis

Pemeriksaan radiologi diindikasikan pada kasus-kasus trauma untuk mencari adanya kemungkinan fraktur.

Foto panoramic dapat menunjukkan adanya fraktur, tanda osteoarthritis, dan pergeseran diskus

CT scan dapat melengkapi gambaran detail struktur tulang

MRI lebih baik untuk melihat struktur diskus dan kelainan yang ada pada jaringan lunak

4. Perawatan Gangguan Sendi Temporomandibula

Perawatan untuk gangguan sendi temporomandibula adalah rumit yang disebabkan berbagai faktor, seperti salah diagnosa, salah pengertian terhacfap etibfogf, dan respon yang tidak spesifik. Gejala-gejala berhubungan dengan faktor psiko fisiologis sehingga perawatannya juga harus secara fisik dan psikologis dan mengunakan dulu metode reversible sebelum yang irreversible, dan perawatannya harus multidisipliner antara dokter gigi (ahli prostodonsia, ahli bedah mulut, dan ahli ortodonsia), ahli farmasi, ahli psikologi, ahli terapi fisik, ahli psikiatri, dan ahli neurologi.

Berbagai terminologi dalam melakukan perawatan gangguan sendi temporomandibula, antara lain terapi Fase I dan fase II. Fase I yaitu perawatan simptomatik, teramsuk perawatan yang reversible seperti perawatan dengan obat, terapi fisik, psikologik, dan perawatan dengan splin. Fase II yaitu perawatan irreversible, termasuk perawatan ortodontik, pemakaian gigi tiruan cekat, penyesuaian oklusal, dan pembedahan.

Banyak tindakan yang dikemukakan dalam literatur, yang pada garis besarnya dapat disimpulkan sebagai berikut:

Perawatan fase I terdiri dari:

Komunikasi dengan pasien. Dijelaskan kepada pasien bahwa gejala-gejalanya bukan disebabkan oleh kelainan struktur atau penyakit organik tetapi suatu kelainan yang reversible yang mungkin berhubungan dengan pola hidup pasien, sehingga pasien lebih percaya diri dan timbul kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien. Setelah mendapat informasi dari dokter yang merawatnya diharapkan pasien dapat menghilangkan kebiasaan-kebiasaan seperti clenching atau parafungsi.

Perawatan sendiri/fisioterapi/terapi fisik: Pasien dapat melakukan sendiri kompres dengan lap panas. Caranya: di atas lap diletakan botol berisi air panas, lama terapi 10-15 menit dilakukan terus. menerus sekurang-kurangnya 3 minggu. Pemijatan sekitar sendi, sebelumnya dengan krim mengandung metil salisilat. Latihan membuka-menutup mulut secara perlahan tanpa terjadi deviasi, dilakukan di depan cermin. Caranya: garis median pasien ditandai, lalu pasien disuruh membuka-menutup mulut di depan cermin tanpa terjadi penyimpangan garis median. Fiisoterapi dengan alat. Infrared: berguna untuk menghilangkan nyeri, relaksasi otot superfisial, menaikan aliran darah superfisial. TENTS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation], untuk mengurangi nyeri. EGS (Electro Galvanie Stimulation]', mencegah perlekatan jaringan, menaikan sirkulasi darah, stimulasi saraf sensorik dan motorik, serta mengurangi spasme. Ultra Sound: menghilangkan oedema, vasodilatasi pembuluh darah, mengurangi nyeri, memobilitasi jaringan ikat kolagen, dan relaksasi otot.

Perawatan dengan Obat Analgetik: Aspirin, Asetaminophen, Ibuprofen. Anti inflamasi: NSAID (Non SteroidAntiInflamasi Drugs), yaitu Naproxen dan Ibuprofen. Antianxiety: Diazepam. Muscle Relaxants: Cyclobenzaprine (Flexeril). Lokal Anastetik: Lidokain dan Mapivakain.

Memakai alat di dalam mulut Splin oklusal atau Michigan splin. Splin ini terpasang dengan cekat pada seluruh permukaan oklusal gigi gigi rahang atas atau rahang bawah. Permukaan yang berkontak dengan gigi lawan datar dan halus. Permukaan oklusal splin sesuai dengan gigi lawan, dengan maksud untuk menghindari hipermobilitas rahang bawah.

Fungsi splin oklusal adalah sebagai berikut: Menghilangkan gangguan oklusi; Menstabilkan hubungan gigi dan sendi; Merelaksasi otot; Menghilangkan kebiasaan parafungsi; Melindungi abrasi terhadap gigi; Mengurangi beban sendi temporomandibula; Menghilangkan rasa nyeri akibat disfungsi sendi temporomandibula berikut otot-ototnya; Sebagai alat diagnostik untuk memastikan bahwa oklusi lah yang menyebabkan rasa nyeri dan gejala-gejala yang sulit diketahui sumbernya.

Ada 2 tipe splin oklusal, yaitu: 1. Splin Stabilisasi. Pembuatan splin dengan hubungan rahang atas dan rahang bawah pada posisi sentrik. Kriteria untuk pemakaian splin ini apabila masalahnya murni dari otot tapi sendi dalam keadaan normal, maka dibuat splin ini, juga pada keadaan dimana untuk mencapai keadaan treatment position pada kasus internal derangement menyebabkan nyeri, adanya degeneratif sendi, keadaan nyeri sendi dan otot tanpa dapat didiagnosa dengan tepat. Splin ini dipakai 4-6 bulan dipakai setiap waktu kecuali makan.

Splin Reposisi (Repositioning splint atau MORA: Mandibular OrthopaedicRepositioning Appliance}. Bila gejala yang diderita pasien diantaranya ada deviasi (rahang yang menyimpang), adanya kliking sendi yang diindikasikan adanya inkoordinasi diskus-kondilus (interkoral derangement) maka diperlukan splin reposisi dengan maksud mereposisi rahang bawah ke posisi normal dan mengembalikan keseimbangan tonus otot-otot pengunyahan, juga menghilangkan kliking. Hubungan antara diskus, kondilus, dan fossa glenoidalis menjadi 9 bagian, dan ia menganjurkan mengembalikan kondilus ke posisi 4/7 dapat mengurangi dan menghilangkan berbagai keluhan dan gejala disfungsi sendi temporomandibula, dan dibuat pada rahang bawah.

Splin reposisi bertujuan untuk menghilangkan gejala pergeseran diskus dengan reduksi kliking resiprokal, kliking waktu membuka mulut terjadi saat gerak translasi kondilus dimulai, dan kliking waktu menutup mulut terjadi sebelum mencapai oklusi maksimal. Splin dipasang sesaat sebelum kliking resiprokal ketebalannya tidak boleh melewati Freeway Space.

Bila gejala-gejala gangguan sendi temporomandibula sudah hilang pada pasien dan posisi kondilus sudah stabil pada tempatnya, otot-otot pengunyahan sudah normal, kondisi psikologik pasien sudah stabil, postur tubuh sudah normal maka dapat dilakukan perawatan fase kedua, yaitu perawatan ortodontik, pembuatan gigi tiruan cekat, pembuatan gigi tiruan lepasan (overlap, penyesuaian oklusal, pencabutan, dan bedah tergantung dari kebutuhan pasien.BAB 3

PENUTUPI. KESIMPULANGangguan temporomandibular merupakan gangguan yang kompleks.Diperlukan tinjauan dari berbagai multidisiplin. Dalam menangani kasus gangguan temporomandibular, diperlukan kerjasama tim yang baik. Salah satu faktor yang penting dalam gangguan temporomandibular adalah kelainan pada gigi. Kerjasama yang baik antara dokter dan dokter gigi dapat membantu pasien dengan kelainan temporomandibular dalam proses penyembuhan penyakitnya

II. SARANAdapun saran dari makalah ini adalah1. Dokter gigi perlu mengetahui kelainan temporomandibular2. Medikamentosa bukan pilihan satu-satunya dalam menangani gejala nyeri khususnya nyeri kronik sehingga disarankan agar pendekatan terapi pada nyeri kronik dilakukan dari berbagai macam modalitas terapi3. Terapi yang tepat bagi gangguan nyeri kronik dapat membantu pasien baik secara emosional, waktu, maupun materi4. Pertimbangkan gangguan teporomandibular dalam menghadapi kasus nyeri kronik5. Perlu kerjasama yang baik antara berbagai bidang keilmuan dalam tatalaksana nyeri kronikDAFTAR PUSAKAOkenson PJ. Management of temporomandibular disorders and occlusion 6thed: New Delhi; Mosby.http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/perawatan_disfungsi_sendi.pdfDimitroulis G. Temporomandibilar disorders: a clinical update. BMJ 1998;317:190-4Guyton & Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC

Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa : Purwanto, Boesoeseno. Jakarta : EGCCharles McNeil, D. Temporo Mandibular Disorders. The American Academy of Orofacial Pain. Temporomandibular

Disorders

Nyeri Sendi

Trauma

Gigi Hilang

Maloklusi

Perawatan Bedah

Perawatan Non-Bedah