Upload
buihuong
View
236
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
19
RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN
RENDAMAN SESAAT
ABSTRACT
Rice genotypes responses to flash flooding stress. Flood is one of abiotic stress
in rice ecosystem especially at rainfed area in wet season. The major constraint
cultivating rice in the flood-prone ecosystem is lack of tolerant varieties. The
objectives of this research were to evaluate the tolerant level of several genotypes
and to study the mechanism of rice to flash flooding stress. Research was
conducted at Muara Experimental Farm of Indonesian Center of Rice Research,
Bogor in wet season 2011/2012 and dry season 2012. The stress environment was
compared to optimum environment. Experimental design was Randomized
Complete Block Design with three replications. Two check varieties
(FR13A/tolerant and IR42/susceptible) were also included in the experiment.
Flash flooding stress, 35-days-old plants of 15 rice genotypes were submerged
completely in water for 10 days. The result showed that one genotype which was
tolerant to flash flooding stress was B13138-7-MR-2-KA-1. Precentage of
recovery after 10-days submergence stress could be developed as early selection
indicator to flash flooding stress since it was highly correlated with grain yield
(r=0.86**) and easiest to observed. Mechanism of rice tolerance under flash
flooding stress (complete submergence) were slower rate of plant height and
carbohydrate content on rice stem remain unchange. Percentage of grain yield
decrease on tolerant genotypes (B13138-7-MR-2-KA-1) only 20.24%, otherwise
on susceptible check varieties (IR42) was reached until 86.48% compared to
optimum environment.
Key words: flash flooding stress, recovery, rice
PENDAHULUAN
Lingkungan yang rawan banjir atau cekaman rendaman pada umumnya
adalah area pertanaman padi sawah tadah hujan selama musim hujan, terutama
yang berada di dekat sumber air. Tanaman padi di lahan sawah tadah hujan sering
mengalami penurunan produksi akibat terjadinya rendaman sesaat (flash flooding)
pada fase vegetatif. Biasanya pada kondisi ini, tanaman terendam seluruh bagian
(complete submergence) selama kurang dari dua minggu diakibatkan curah hujan
yang cukup tinggi.
Pada musim hujan (MH) 2009/2010, Direktorat Perlindungan Tanaman
(2010) melaporkan banjir di Indonesia melanda 12 provinsi, menggenangi 34.220
20
ha sawah dan 8.577 ha diantaranya terendam sampai gagal panen atau puso. Studi
kasus di Provinsi Jawa Barat menunjukkan kehilangan hasil tertinggi akibat
bencana banjir terjadi pada lahan irigasi pada saat musim hujan, yaitu mencapai
9.6% (Dewandari dan Subagio 2009).
Secara umum tanaman padi tidak toleran jika seluruh bagian tanaman
terendam oleh air selama beberapa hari, namun terdapat beberapa varietas lokal
yang berasal dari daerah Asia Barat dan semenanjung Asia Tenggara yang
teridentifikasi toleran terhadap cekaman rendaman selama beberapa hari, antara
lain FR13A, Kurkaruppan, BKNFR dan Thavalu (Xu et al. 2006). Biasanya
varietas lokal tersebut memiliki kelemahan, yaitu produksinya rendah, rentan
terhadap hama dan penyakit, berumur dalam dan mutu beras tidak baik (Mackill
et al. 1993). IRRI telah berhasil memperoleh sejumlah galur dengan
menggunakan metode pemuliaan konvensional. Galur elit toleran rendaman yang
pertama dilepas oleh IRRI adalah IR49830 yang dikenal di Kamboja dengan nama
varietas Popoul (Mackill et al. 1999). Namun dalam perkembangannya varietas
tersebut mengalami kendala karena memiliki karakteristik mutu beras yang
kurang baik.
Sampai saat ini hanya ada satu varietas yang sangat toleran (skor 1)
terhadap cekaman rendaman, yaitu varietas FR13A. Varietas ini memiliki
toleransi yang tinggi terhadap rendaman lebih dari 14 hari. Respon FR13A
terhadap cekaman rendaman adalah dengan tidak mengalami pemanjangan batang
yang berlebih (Setter dan Laureles 1996). Menurut Mackill et al. (1993) FR13A
merupakan varietas lokal berumur dalam dan berdaya hasil rendah berasal dari
India yang merupakan varietas padi paling toleran yang pernah teridentifikasi
terhadap cekaman rendaman. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
mendapatkan varietas padi toleran cekaman rendaman yang juga memiliki
karakteristik unggul lainnya, seperti berumur sedang dan berdaya hasil tinggi.
Pada penelitian ini, genotipe-genotipe yang digunakan berasal dari persilangan
padi rawa dengan beberapa varietas unggul nasional yang memiliki keunggulan
yang belum terdapat pada padi rawa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi tingkat toleransi dan respon beberapa genotipe padi terhadap
21
cekaman rendaman sesaat pada fase vegetatif, serta korelasi antar karakter
terhadap daya pulih tanaman dan hasil gabah.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan selama dua musim tanam berturut-turut, yaitu pada
musim hujan (MH) 2011/2012 dan musim kemarau (MK) 2012. Lokasi percobaan
yaitu di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor.
Analisis kadar glukosa dan pati pada batang padi dilakukan di Laboratorium
Analisis Tanaman dan Kromatografi, Institut Pertanian Bogor (IPB), namun
hanya dilakukan pada satu musim, yaitu MH 2011/2012 pada lingkungan
tercekam rendaman sesaat dan lingkungan optimum.
Pada masing-masing musim tanam terdapat dua lingkungan, yaitu
lingkungan tercekam rendaman sesaat (Gambar 3a) dan lingkungan
optimum/tanpa cekaman rendaman (Gambar 3b). Rancangan yang digunakan
pada tiap lingkungan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga
ulangan. Total keseluruhan lingkungan percobaan sebanyak empat lingkungan,
yaitu:
Lingkungan 1 (L1) adalah lingkungan tercekam rendaman pada MH 2011/2012
Lingkungan 2 (L2) adalah lingkungan optimum pada MH 2011/2012
Lingkungan 3 (L3) adalah lingkungan tercekam rendaman pada MK 2012
Lingkungan 4 (L4) adalah lingkungan optimum rendaman pada MK 2012
Gambar 3. (a) Lingkungan tercekam rendaman dan (b) Lingkungan optimum
b a
22
Materi genetik yang digunakan terdiri atas 13 genotipe padi rawa dengan
dua varietas pembanding (Tabel 1). Satu genotipe merupakan genotipe padi
mengandung gen Sub1 (G1), enam genotipe dari Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi (G2-G7) dan enam genotipe lainnya dari IPB (G8-13). Varietas pembanding
yang digunakan yaitu FR13A (G14) sebagai pembanding toleran dan IR42 (G15)
sebagai pembanding peka. Keseluruhan genotipe yang digunakan pada penelitian
ini merupakan genotipe-genotipe padi yang memang diperuntukkan untuk lahan
rawa. Hal ini terlihat dari asal tetua yang digunakan pada masing-masing genotipe
yang merupakan persilangan antara padi rawa dengan beberapa varietas padi
unggul (G2-G7) dan varietas padi lokal rawa pasang surut dengan varietas unggul
Fatmawati (G8-G13).
Tabel 1. Materi genetik yang digunakan pada percobaan I
Genotipe Asal Tetua
G1 Ciherang Sub1 Ciherang/IR64 Sub1//Ciherang
G2 B11586F-MR-11-2-2 Mesir/IR600-80-23
G3 B13132-8-MR-1-KA-1 Kapuas/IR73571-3B-R-2-2-3-1//IR69502-6-
SKN-UBN-1-B-1-3/CNA2903
G4 B13134-4-MR-1-KA-1 Kapuas/IR73571-3B-R-2-2-3-1 //Dendang /
KAL9418F-MR-2
G5 B13135-1-MR-2-KA-1 Mahsuri/Cimelati//IR69502-6-SKN-UBN-1-
B-1-3/Bondoyudo
G6 B13138-7-MR-2-KA-1 IR69502-6-SKN-UBN-1-B-1-3/KAL9418F
//Pokhali/Angke
G7 B13138-7-MR-2-KA-2 IR69502-6-SKN-UBN-1-B-1-3/KAL9418F
//Pokhali/Angke
G8 IPB107-F-16-2-1 Siam Sapat/Fatmawati
G9 IPB107-F-5-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G10 IPB107-F-60-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G11 IPB107-F-95-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G12 IPB107-F-127-3-1 Siam Sapat/Fatmawati G13 IPB 107-F-13-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G14 FR13A Varietas lokal dari Tamil nandu, India
G15 IR42 IR1561-228-1-2/IR1737//CR94-13
Pelaksanaan Percobaan
Benih sebanyak ±50 g per genotipe disemai pada tempat pembibitan
berukuran 1 m2. Setelah bibit berumur 21 hari setelah semai (21 HSS), bibit
dipindah tanam ke kolam percobaan di lapangan. Setiap genotipenya ditanam satu
bibit dalam satu lubang pada jarak tanam rapat 20 cm x 20 cm dengan luasan plot
2 m x 5 m. Jarak tanam rapat merupakan alternatif yang dapat dipilih bila
23
diperkirakan akan terjadi rendaman yang dapat menyebabkan berkurangnya
anakan (Puslitbangtan Pangan 2010). Jumlah tanaman per genotipe per plot
adalah 250 tanaman. Tidak terdapat jarak diantara genotipe dalam satu ulangan
dan diantara ulangan (Lampiran 1).
Semua pupuk diberikan sebagai pupuk dasar adalah urea, SP-36, dan KCl,
masing-masing sebanyak 200 kg/ha, 100 kg/ha, dan 100 kg/ha. Pencegahan
serangan hama pada pertanaman muda dilakukan dengan memberikan
moluscasida bersamaan dengan pupuk dasar dengan dosis 2 kg/ha. Penyulaman
dilakukan seminggu setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan
secara optimal.
Simulasi lingkungan tercekam rendaman dilakukan menggunakan kolam
khusus yang dapat merendam tanaman padi sesuai dengan ketinggian permukaan
air dan durasi rendaman yang diinginkan. Pada penelitian cekaman rendaman
sesaat, seluruh bagian tanaman dipastikan terendam penuh. Perlakuan rendaman
dilakukan pada fase vegetatif, yaitu dua minggu setelah tanam pindah atau 35
HSS, disesuaikan dengan kejadian banjir yang sering terjadi di pesisir pantai utara
Jawa (Pantura). Durasi rendaman yang diberikan kurang dari dua minggu
berdasarkan penampilan varietas pembanding peka (IR42). Skoring dilakukan
berdasarkan perhitungan persentase daya pulih genotipe-genotipe yang diuji
dibandingkan dengan persentase daya pulih pembanding toleran, yaitu sangat
toleran (100%), toleran (95-99%), moderat (75-94%), peka (50-74%) dan sangat
peka (0-49%) (IRRI 1996).
Karakter yang diamati pada fase vegetatif adalah persentase daya pulih
tanaman setelah rendaman, tinggi tanaman, jumlah akar adventif, pembentukan
aerenkima, serta kadar glukosa dan pati pada batang padi menggunakan metode
Anthrone (Waterhouse 2002). Kandungan karbohidrat pada batang diamati pada
saat sebelum dan setelah rendaman. Sampel batang tanaman kurang lebih 3 cm
dari permukaan tanah diambil sepanjang 5 cm, kemudian dioven pada suhu 80oC
selama dua hari. Analisa karbohidrat dilakukan menggunakan metode Anthrone
(Lampiran 3 dan 4). Pengamatan masing-masing karakter tersebut dilakukan pada
saat sebelum cekaman rendaman (35 HSS) dan lima hari sesudah rendaman
dihentikan dan menggunakan tanaman contoh destruktif (Lampiran 2). Karakter
24
yang diamati pada fase generatif adalah tinggi tanaman menjelang panen, jumlah
anakan produktif, umur berbunga 50%, umur panen 80%, jumlah malai, jumlah
gabah isi dan hampa per malai, bobot 1000 butir gabah dan hasil.
Analisis Data
Model linier yang digunakan pada rancangan acak kelompok adalah
persamaan linier:
Yij = μ + i + j+ εij
dimana : Yij = Besarnya nilai pengamatan pada genotipe ke-i dan kelompok ke-j
μ = Nilai rata-rata umum
i = Pengaruh genotipe ke-i
j = Pengaruh kelompok ke-j
εij = Pengaruh acak genotipe ke-i pada kelompok ke-j
Data yang dianalisis merupakan data rata-rata pada dua musim tanam,
masing-masing pada lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum.
Sebelum dilakukan analisis ragam gabungan, dilakukan uji homogenitas ragam
(Gomez dan Gomez 2007) antara data pada musim hujan (MH) dan musim
kemarau (MK) 2012. Sidik ragam gabungannya tertera pada Tabel 2. Model linier
dalam analisis ragam gabungan adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + Gi + j/k + Ek + (GE)ik + εijk
dimana : Yijk = Besarnya nilai pengamatan pada genotipe ke-i dan kelompok ke-j
μ = Nilai rata-rata umum
i = Pengaruh genotipe ke-i
j/k = Pengaruh kelompok ke-j dalam lingkungan ke-k
Ek = Pengaruh lingkungan ke-k
(GE)ik = Pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan
εijk = Pengaruh acak genotipe ke-i pada kelompok ke-j dan lingkungan
ke-k
Apabila hasil analisis ragam gabungan menunjukkan pengaruh yang nyata,
maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Perbedaan antara lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum pada
tiap karakter yang diamati diuji dengan uji-t. Selain itu, dilakukan analisis
korelasi antar karakter yang diamati terhadap daya pulih tanaman dan hasil.
25
Tabel 2. Sidik ragam gabungan untuk rancangan acak kelompok dan estimasi nilai
harapan kuadrat tengah [E(KT)]
Sumber Keragaman db Kuadrat Tengah E (KT) Fhitung
Ulangan/lingkungan
Lingkungan (E)
Genotipe (G)
G x E
Error
Total
(r-1)e
(e-1)
(g-1)
(e-1)(g-1)
e(g-1)(r-1)
ger-1
M5
M4
M 3
M 2
M 1
-
-
σ2
e +r σ2gl+
rlσ2
g
σ2
e + rσ2gl
σ2
e
M5/M1
M4/M1
M3/M1
M2/M1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Partisi Ragam Gabungan
Pada penelitian ini terdiri atas empat lingkungan percobaan, namun analisis
ragam gabungan dilakukan masing-masing pada lingkungan tercekam rendaman
sesaat (L1 dan L3) dan lingkungan optimum (L2 dan L4). Hasil analisis ragam
gabungan lingkungan pada lingkungan tercekam rendaman sesaat menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh genotipe yang nyata terhadap semua karakter yang
diamati; pengaruh lingkungan yang nyata terhadap karakter tinggi tanaman pada
fase vegetatif, umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman menjelang panen,
jumlah gabah isi dan hampa per malai dan hasil gabah; sedangkan interaksi
genotipe dan lingkungan nyata terhadap semua karakter, kecuali untuk karakter
jumlah akar adventif (Lampiran 5). Hasil analisis ragam gabungan lingkungan
pada lingkungan optimum menunjukkan bahwa terdapat pengaruh genotipe dan
interaksi genotipe dengan lingkungan yang nyata terhadap semua karakter yang
diamati, sedangkan pengaruh lingkungan nyata hanya terhadap karakter tinggi
tanaman vegetatif, umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman menjelang panen,
jumlah malai, bobot 1000 butir dan hasil gabah (Lampiran 6).
Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan diketahui bahwa perbedaan
karakteristik fenotipe pada karakter yang diamati sangat dipengaruhi oleh
interaksi genotipe dan lingkungannya. Pengaruh interaksi genotipe dan
lingkungan yang nyata menggambarkan terdapat perbedaan respon genotipe pada
lingkungan yang beragam.
26
Respon Genotipe Padi pada Fase Vegetatif
Pada penelitian ini, rendaman dihentikan setelah mencapai durasi 10 hari
karena varietas pembanding peka (IR42) telah menunjukkan kurang lebih 90%
gejala kematian yang diindikasikan dengan daun berwarna cokelat pucat dan tidak
ada tahanan akar ketika tanaman dicabut dari tanah (Gambar 4a). Hal ini berarti
pengamatan sesudah rendaman dilakukan pada 50 HSS, yaitu lima hari sesudah
rendaman dihentikan (IRRI 1996). Gambar 4b menunjukkan perbedaan gejala
tanaman yang toleran dan peka rendaman terlihat jelas pada saat lima hari sesudah
rendaman dihentikan, sehingga memudahkan untuk melakukan skoring. Daya
pulih tanaman akan lebih jelas terlihat pada akhir fase vegetatif (Gambar 4c),
namun tidak terdapat perbedaan hasil skoring, baik yang dilakukan pada saat lima
hari sesudah rendaman dihentikan maupun pada akhir fase vegetatif.
Gambar 4. (a) Keragaan varietas pembanding peka (IR42) sesudah direndam
keseluruhan bagian tanaman selama 10 hari, (b) perbandingan
keragaan genotipe toleran dan peka pada saat skoring (50 HSS), dan
(c) daya pulih tanaman padi setelah tercekam rendaman sesaat
Daya Pulih Tanaman
Indikator genotipe padi toleran rendaman dapat dievaluasi secara langsung
berdasarkan persentase daya pulih tanaman (recovery) setelah rendaman. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat satu genotipe yang toleran rendaman, yaitu
B13138-7-MR-2-KA-1 (G6). Genotipe Ciherang Sub1 (G1) tergolong moderat,
sedangkan genotipe lainnya merupakan genotipe yang peka terhadap cekaman
rendaman dengan persentase daya pulih tanaman berkisar antara 56-68%, namun
masih lebih tinggi dibandingkan varietas IR42 (G15) yang tergolong sangat peka
(Gambar 5).
a b c
27
Gambar 5. Rata-rata persentase daya pulih tanaman padi setelah dicekam
rendaman sesaat selama 10 hari, KP. Muara, MH/MK 2012
Tinggi Tanaman
Genotipe yang toleran rendaman, yaitu B13138-7-MR-2-KA-1 (G6) dan
FR13A (G14) memiliki pertambahan tinggi tanaman terkecil sesudah rendaman,
yaitu masing-masing sebesar 18.50% dan 43.20%, sedangkan pada varietas
pembanding peka IR42 (G15) menunjukkan pertambahan tinggi tanaman
tertinggi, yaitu sebesar 101.70% atau dua kali lipat dibanding sebelum rendaman
(Tabel 3). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ikhwani et al. (2010) yang
menunjukkan bahwa genotipe IR64 Sub1 yang toleran rendaman mengalami
stagnasi pertumbuhan selama perendaman, diindikasikan dengan rendahnya
pertambahan tinggi tanaman dan laju pemanjangan batang yang lambat.
Pada penelitian ini, selisih masing-masing karakter pada lingkungan
tercekam rendaman dengan lingkungan optimum juga diamati dan perbandingan
antar kedua lingkungan tersebut dapat terlihat dari hasil uji-t (Tabel 3). Genotipe
toleran mengalami penurunan tinggi tanaman yang cukup tinggi pada saat ditanam
di lingkungan tercekam dibandingkan pada saat ditanam di lingkungan optimum,
yaitu sebesar 64.4% (FR13A) dan 30.2% (B13138-7-MR-2-KA-1). Sebaliknya,
varietas pembanding peka (IR42) justru mengalami pertambahan tinggi tanaman
sebesar 81.0% di lingkungan tercekam rendaman. Hasil uji-t menunjukkan tinggi
tanaman di kedua lingkungan tersebut tidak berbeda nyata (p=0.7705).
0
20
40
60
80
100
G1
G2
G3
G4
G5
G6
G7
G8
G9
G10
G11
G12
G13
G14
G15
82
68
56
66 64
95
62 65 6360 62 64 64
99
25
Hasil Skoring:
G1 Moderat
G2 Peka
G3 Peka
G4 Peka
G5 Peka
G6 Toleran
G7 Peka
G8 Peka
G9 Peka
G10 Peka
G11 Peka
G12 Peka
G13 Peka
G14 Toleran
G15 Sangat Peka
28
Tabel 3. Tinggi tanaman dan jumlah akar adventif per rumpun sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, KP. Muara, MH/MK 2012
Genotipe TOL
Tinggi Tanaman Vegetatif (cm) Jumlah Akar Adventif/Rumpun
LR ∆ LO
LR ∆ LO
Sblm Ssdh ∆ Sblm Ssdh ∆
G1 M 37.1 59.0 21.9 bcd 21.5bcde 6 3 -3 bc 17 c
G2 P 36.9 61.2 24.3 b 19.7 cde 6 2 -5 cd 17 c
G3 P 34.6 54.7 20.1 cde 19.7 cde 7 3 -4 bc 19 bc
G4 P 35.0 54.7 19.7 de 20.3 cde 6 3 -3 bc 12 de
G5 P 34.4 56.1 21.7bcde 18.7 de 7 3 -4 c 24 a
G6 T 32.2 46.1 13.9 g 19.9 cde 5 4 -2 b 16 cd
G7 P 34.1 50.3 16.2 fg 22.4 abc 5 2 -3 bc 20 abc
G8 P 33.1 51.9 18.8 ef 21.8abcd 5 3 -3 bc 22 ab
G9 P 34.6 56.1 21.5bcde 22.6 abc 6 2 -3 bc 18 bc
G10 P 32.7 55.7 23.0 bc 20.6 cde 6 2 -4 c 19 abc
G11 P 33.2 56.9 23.6 b 19.5 cde 7 3 -4 c 11 e
G12 P 35.8 58.6 22.8 bc 21.1 cde 7 2 -4 cd 17 c
G13 P 35.3 57.5 22.2 bcd 24.4 ab 7 3 -3 bc 20 abc
G14 T 47.6 56.4 8.8 h 24.7 a 5 7 2 a 18 bc
G15 SP 32.7 66.0 33.3 a 18.4 e 9 3 -6 d 21 abc
Uji BNT 2.97 3.14 1.97 4.76
r DPT
-0.72**
0.60**
r HSL
-0.65**
0.51**
Uji-t 0.7705 <0.0001
Keterangan: LR=Lingkungan Tercekam Rendaman; LO=Lingkungan Optimum; Sblm=sebelum cekaman rendaman (35
HSS); Ssdh=5 hari sesudah cekaman rendaman/saat skoring (50 HSS); ∆=selisih respon genotipe sesudah dan
sebelum rendaman; TOL=Toleransi; T=toleran; M=moderat; P=peka; SP=sangat peka; r DPT=koefisien
korelasi terhadap Daya Pulih Tanaman; r HSL=koefisien korelasi terhadap Hasil; **=berkorelasi sangat nyata.
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Jumlah Akar Adventif
Pada kondisi tercekam rendaman terjadi peningkatan pembentukan akar
adventif pada tanaman padi (Colmer 2003). Pertambahan dan pemanjangan akar
adventif juga terjadi pada tanaman tomat, dimulai pada bagian hipokotil menuju
permukaan air setelah tercekam rendaman selama tiga hari (Else et al. 2009). Pada
penelitian ini, peningkatan pembentukan akar adventif terjadi pada varietas
pembanding toleran (FR13A) sebesar 40%, sedangkan genotipe toleran (B13138-
7-MR-2-KA-1) mengalami penurunan jumlah akar adventif terkecil dibandingkan
genotipe lainnya yaitu sebesar 34.38%. Penurunan jumlah akar adventif terbesar
terjadi pada varietas pembanding peka (IR42) sebesar 69.81%.
Akar adventif terbentuk juga pada tanaman padi di lingkungan optimum,
bahkan mengalami peningkatan pada umur tanaman 50 HSS, namun tidak
29
berbeda nyata antar genotipe toleran dan peka. Hasil uji-t menunjukkan jumlah
akar adventif antara kedua lingkungan berbeda sangat nyata (p<0.0001) antar
kedua lingkungan. Rata-rata penurunan pembentukan akar adventif di lingkungan
tercekam rendaman untuk genotipe toleran lebih kecil dibandingkan genotipe
yang tidak toleran.
Pembentukan Aerenkima
Pada akar tanaman padi, struktur yang memfasilitasi difusi gas seperti O2
dan etilen pada lingkungan tercekam rendaman adalah aerenkima. Menurut
Jackson et al. (1985) rendaman selama tujuh hari pada fase vegetatif
menyebabkan 70% bagian korteks dari akar adventif tanaman padi terdegradasi
dan memicu terbentuknya aerenkima. Pada penelitian ini, sulit untuk
mendapatkan gambar penampang melintang akar dari genotipe yang peka karena
kondisi akarnya sudah rusak/busuk, sehingga tidak dapat membandingkan
pembentukan struktur aerenkima antara genotipe toleran dan peka rendaman.
Perbandingan struktur aerenkima dapat jelas terlihat antara penampang melintang
akar tanaman padi yang tercekam rendaman dan pada lingkungan optimum. Pada
Gambar 6 tampak bahwa pembentukan aerenkima terjadi sesudah tanaman padi
tercekam rendaman, sedangkan pada umur tanaman yang sama di lingkungan
optimum belum terlihat pembentukan aerenkima. Menurut Jackson et al (1985)
pembentukan aerenkima pada akar tanaman padi hanya membutuhkan sedikit
etilen atau bahkan tidak sama sekali, sehingga pada lingkungan optimum terjadi
juga pembentukan aerenkima, sedangkan pada akar tanaman jagung diperlukan
etilen untuk pembentukan struktur aerenkima selama kondisi hipoksia.
Gambar 6. Penampang melintang akar tanaman padi genotipe toleran (B13138-7-
MR-2-KA-1) umur 50 HSS dengan perbesaran mikroskop 40x, (a)
pada lingkungan tercekam rendaman sesaat selama 10 hari dan (b)
pada lingkungan optimum
a b
aerenkima cortical
parenchyma
cortical
fiber
eksodermis
30
Aerenkima tidak hanya memfasilitasi difusi gas pada tanaman, namun dapat
mengkonservasi oksigen dengan mengurangi laju respirasi. Selain itu, aerenkima
juga memfasilitasi hilangnya CO2, etilen dan senyawa volatil lainnya yang
kemungkinan berbahaya bagi tanaman. Pada cekaman rendaman keseluruhan
maupun sebagian (parsial), struktur aerenkima diperlukan untuk suplai oksigen
(O2) karena O2 ditransfer dari air ke bagian tajuk tanaman, walaupun laju difusi
gas di dalam air lebih lambat dibanding di udara (Perata et al. 2011). Hasil
penelitian Pierik et al. (2009) menunjukkan adanya hubungan antara pembentukan
aerenkima dengan laju pemanjangan batang pada kondisi cekaman rendaman
keseluruhan. Laju pemanjangan batang yang cepat memerlukan pembentukan
struktur aerenkima untuk aerasi bagian tanaman yang masih terendam ketika
ujung daun teratas mulai menyentuh permukaan air.
Kandungan Karbohidrat pada Batang Padi
Salah satu strategi adaptasi tanaman padi pada kondisi terendam
keseluruhan adalah dengan menyimpan cadangan energi selama terendam dan
tumbuh kembali setelah air surut (Almeida et al. 2003). Pemanjangan batang tidak
diinginkan pada kondisi cekaman rendaman keseluruhan karena dapat
mengakibatkan diremobilisasinya karbohidrat yang tersimpan (Nugraha et al.
2011). Ketika air surut, tanaman yang menggunakan cadangan energi untuk
pemanjangan batang sudah tidak memiliki energi yang cukup untuk melakukan
pemulihan.
Genotipe yang tergolong toleran, selain memiliki pertambahan tinggi
tanaman terkecil, juga memiliki penurunan kadar glukosa terendah sesudah
rendaman (Tabel 4). Genotipe toleran (B13138-7-MR-2-KA-1 dan FR13A) hanya
mengalami penurunan kadar glukosa sebesar 12.32% dan 18.30%. Genotipe
moderat (Ciherang Sub1) mengalami penurunan kadar glukosa yang lebih tinggi
yaitu 26.94%, dan varietas pembanding peka (IR42) mengalami penurunan kadar
glukosa hingga 50.69%. Selisih kadar pati pada batang antara sebelum dan
sesudah rendaman pun memiliki kecenderungan yang sama dengan kadar glukosa.
Penurunan kadar pati terendah terjadi pada genotipe toleran (B13138-7-MR-2-
KA-1 dan FR13A) sebesar 11.27% dan 15.90%, serta genotipe moderat (Ciherang
Sub1) sebesar 16.37%.
31
Tabel 4. Kadar glukosa dan pati pada batang padi sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, KP. Muara, MH/MK 2012
Genotipe TOL
Kadar Glukosa (mg/g Bobot Kering) Kadar Pati (mg/g Bobot Kering)
LR ∆ LO
LR ∆ LO
Sblm Ssdh ∆ Sblm Ssdh ∆
G1 M 35.42 25.88 -9.54 b 28.09 cd 462.75 387.00 -75.75 a 77.25 cd
G2 P 45.74 24.97 -20.77 d 33.88 b 515.25 403.50 -111.75 bc 36.42 ij
G3 P 24.71 11.16 -13.55 c 18.31 g 450.00 285.00 -165.00 e 50.00 fgh
G4 P 31.28 22.04 -9.23 b 25.11 de 442.50 279.00 -163.50 e 40.83 hi
G5 P 29.74 20.08 -9.66 b 23.34 ef 458.25 265.50 -192.75 f 40.08 hi
G6 T 39.32 32.12 -7.20 ab 29.59 c 407.25 330.82 -76.43 a 60.75 ef
G7 P 55.69 24.18 -31.50 f 22.52 ef 502.50 255.82 -246.68 g 45.00 ghi
G8 P 43.61 17.79 -25.83 e 28.56 cd 520.50 372.38 -148.13 de 76.38 cd
G9 P 42.34 15.72 -26.62 e 27.5 cd 472.50 273.75 -198.75 f 27.92 j
G10 P 41.47 15.79 -25.68 e 12.94 h 480.75 251.59 -229.16 g 86.39 bc
G11 P 41.81 12.16 -29.66 f 27.49 cd 405.00 273.75 -131.25 cd 95.42 b
G12 P 42.07 15.25 -26.82 e 27.27 cd 473.18 363.00 -110.18 bc 66.82 de
G13 P 25.44 11.43 -14.02 c 40.75 a 514.38 320.59 -193.79 f 47.62 ghi
G14 T 49.47 43.38 -6.10 a 34.87 b 565.50 501.75 -63.75 a 53.25 fg
G15 SP 37.17 18.33 -18.84 d 20.25 fg 380.25 276.00 -104.25 b 113.25 a
Uji BNT 2.72 3.57 21.74 11.46
r DPT
0.47*
0.41*
r HSL
0.39*
0.30*
Uji-t <0.0001 <0.0001
Keterangan: LR=Lingkungan Tercekam Rendaman; LO=Lingkungan Optimum; Sblm=sebelum cekaman rendaman (35
HSS); Ssdh=5 hari sesudah cekaman rendaman/saat skoring (50 HSS); ∆=selisih respon genotipe sesudah dan
sebelum rendaman; TOL=Toleransi; T=toleran; M=moderat; P=peka; SP=sangat peka; r DPT=koefisien
korelasi terhadap Daya Pulih Tanaman; r HSL=koefisien korelasi terhadap Hasil; *=berkorelasi nyata dan
BK=Bobot Kering. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Persentase selisih kadar glukosa dan pati antara lingkungan tercekam
rendaman dan lingkungan optimum menunjukkan bahwa pada genotipe toleran
mengalami penurunan kadar glukosa terendah, yaitu sebesar 117.48% (FR13A)
dan 124.32% (B13138-7-MR-2-KA-1), sedangkan varietas pembanding peka
(IR42) mengalami penurunan kadar glukosa pada batang hingga 193.06%.
Begitupula halnya dengan kadar pati, genotipe toleran mengalami penurunan
kadar pati terendah, yaitu sebesar 219.72% (FR13A) dan 225.81% (B13138-7-
MR-2-KA-1), sedangkan varietas pembanding peka (IR42) mengalami penurunan
kadar pati pada batang hanya sebesar 192.05%. Hal ini disebabkan kadar pati pada
batang IR42 di lingkungan optimum jauh lebih tinggi dibandingkan genotipe
lainnya. Penurunan kadar glukosa dan pati yang rendah pada genotipe toleran
menunjukkan bahwa genotipe toleran mengalami remobilisasi karbohidrat batang
32
yang lambat pada lingkungan tercekam rendaman, sehingga menekan laju
pertumbuhan tanaman selama tercekam. Apabila air surut, maka energi yang
tersimpan tersebut akan digunakan untuk pemulihan tanaman.
Korelasi terhadap Hasil
Korelasi antara karakter yang diamati pada fase vegetatif terhadap daya
pulih tanaman dan hasil ternyata menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu
yang berkorelasi positif nyata adalah jumlah akar adventif (r=0.60**), kadar
glukosa batang (r=0.47*) dan kadar pati batang (r=0.41*). Karakter pertambahan
tinggi tanaman sesudah cekaman rendaman memiliki korelasi yang tinggi namun
bernilai negatif terhadap daya pulih tanaman (r=-0.72**) maupun hasil gabah
(r=-0.65**). Hal ini sesuai dengan strategi tanaman padi terhadap cekaman
rendaman sesaat, yaitu dengan memperlambat laju pertambahan tinggi tanaman
dan penurunan kadar karbohidrat pada batang padi.
Respon Genotipe Padi pada Fase Generatif
Karakter Agronomi
Tinggi tanaman padi menjelang panen pada lingkungan tercekam rendaman
(Tabel 5) tidak memiliki respon yang sama dengan tinggi tanaman yang diukur
pada fase vegetatif (Tabel 3). Pada fase ini, tidak dapat dibedakan antara genotipe
toleran dan peka. Begitupula dengan jumlah anakan produktif, umur berbunga
maupun umur panen. Hal ini disebabkan ketika tanaman pulih setelah tercekam
rendaman, maka mekanisme pertumbuhan tanaman berjalan normal kembali.
Hasil uji-t menunjukkan bahwa untuk semua karakter agronomi yang
diamati di lingkungan tercekam rendaman dengan di lingkungan optimum
berbeda sangat nyata (p<0.0001) dan berbeda nyata untuk karakter jumlah anakan
produktif (p=0.0076). Selisih masing-masing karakter antara kedua lingkungan
menunjukkan bahwa cekaman rendaman menyebabkan rata-rata peningkatan
tinggi tanaman sebesar 11.56%. Menurut Reddy et al. (1985) sesudah air surut,
asimilat untuk pembentukan malai digunakan untuk pembentukan anakan
(recovery) terlebih dahulu, sehingga pembentukan malai membutuhkan waktu
satu bulan lebih lama dibandingkan pada lingkungan tanpa cekaman rendaman.
Pada penelitian ini, rata-rata umur berbunga dan umur panen menjadi kurang lebih
33
20 hari lebih lama dibandingkan pada lingkungan optimum atau dua kali dari
durasi cekaman rendaman yang diberikan. Padahal menurut hasil penelitian
Manzanilla et al. (2011) dengan menggunakan metode Participatory Varietal
Selection (PVS) dan analisis preferensi, petani menginginkan kultivar padi toleran
rendaman yang memiliki umur panen sedang, selain juga tahan terhadap hama
penyakit dan kerebahan.
Tabel 5. Karakter agronomi genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman
(LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012
Genotipe TOL TT (cm) JAP/rumpun UB (HSS) UP (HSS)
LR LO LR LO LR LO LR LO
G1 M 113.6 e 104.1 h 11 efg 12 cde 97 m 91 f 142 b 124cd
G2 P 121.8 c 113.1 b 12 bcd 11 fg 106 g 90 g 142 b 124cd
G3 P 111.6 f 102.6 h 12 bcd 12 b 99 l 91 fg 142 b 125 c
G4 P 119.6 d 105.4 fg 12 bc 11 de 110 d 92 e 154 a 130 b
G5 P 126.2 b 111.0 c 11 cdef 12 b 102 j 88 h 142 b 124 d
G6 T 110.6 f 106.2 ef 10 g 11 ef 99 l 84 j 142 b 124 d
G7 P 121.4 c 108.8 d 12 b 12 bc 104 h 92 d 142 b 124 d
G8 P 113.4 e 103.7 h 11 fg 9 hi 101 k 85 i 142 b 124 d
G9 P 110.4 f 100.6 i 9 h 9 h 111 c 91 fg 142 b 124cd
G10 P 119.2 d 103.0 h 12 bcde 9 hi 110 e 91 fg 142 b 124 d
G11 P 122.9 c 107.8 de 12 bcde 10 g 112 b 98 b 142 b 124 d
G12 P 119.0 d 105.6 fg 10 g 8 i 106 f 91 fg 142 b 124cd
G13 P 122.5 c 106.4 ef 11 fg 9 hi 106 f 90 g 142 b 124cd
G14 T 142.1 a 128.5 a 11 defg 12 bcd 102 i 96 c 154 a 130 b
G15 SP 110.0 f 93.4 j 15 a 14 a 113 a 104 a 154 a 132 a
Uji BNT 1.65 1.68 0.89 0.75 0.21 0.55 0 0.3
r DPT 0.31*
-0.50** -0.31* -0.08
r HSL 0.26*
-0.33* -0.36* -0.08
Uji-t <0.0001 0.0076 <0.0001 <0.0001
Keterangan: TOL=Toleransi; DPT=Daya Pulih Tanaman; HSL=Hasil; TT=Tinggi Tanaman; JAP=Jumlah Anakan
Produktif; UB50%=Umur Berbunga 50%; UP=Umur Panen 80%; T=toleran; M=moderat; P=peka; SP=sangat
peka; r DPT=koefisien korelasi terhadap DPT; dan r HSL=koefisien korelasi terhadap HSL; *=berkorelasi
nyata dan **=berkorelasi sangat nyata. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Komponen Hasil dan Hasil
Jumlah malai pada lingkungan tercekam rendaman dan bobot 1000 butir
gabah tidak dapat membedakan genotipe yang toleran atau peka. Adapun karakter
yang mampu menggambarkan genotipe toleran atau peka adalah jumlah gabah isi
per malai apabila dibandingkan dengan jumlah gabah hampa per malai. Genotipe
yang toleran rendaman memiliki jumlah gabah isi yang tinggi dengan jumlah
gabah hampa yang rendah.
Hasil uji-t menunjukkan bahwa untuk semua karakter yang diamati di
lingkungan tercekam rendaman dengan di lingkungan optimum berbeda nyata
34
untuk karakter jumlah malai dan jumlah gabah hampa, berbeda sangat nyata untuk
karakter jumlah gabah isi dan tidak berbeda nyata untuk karakter bobot 1000 butir
gabah. Selisih masing-masing karakter antara kedua lingkungan menunjukkan
bahwa cekaman rendaman menyebabkan rata-rata peningkatan jumlah malai
sebesar 12.96% dan jumlah gabah hampa per malai sebesar 37.25%. Penurunan
akibat cekaman rendaman terjadi pada karakter jumlah gabah isi per malai sebesar
26.87% dan bobot 1000 butir gabah sebesar 1.46% (Tabel 6).
Tabel 6. Komponen hasil genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman (LR)
dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012
Genotipe TOL JM/rumpun GI/malai GH/malai B1000 (g)
LR LO LR LO LR LO LR LO
G1 M 10 def 10 def 73 efg 99 d 78 c 42 de 27.61bc 27.65cd
G2 P 12 bc 12 abc 66 gh 98 d 95 b 68abc 27.2cd 27.42de
G3 P 17 a 12 abc 68 fgh 95 d 55 de 64 bc 27.86 b 28.36 b
G4 P 10 def 11 bcd 90 c 69 f 75 c 64 bc 25.67 f 26.67 g
G5 P 17 a 13 a 62 h 82 e 47 ef 45 d 27.79 b 28.11bc
G6 T 9 def 9 fgh 131 a 146 b 40 f 46 d 26.97 d 27.02efg
G7 P 10 def 9 efg 105 b 99 d 75 c 79 ab 26.39 e 26.90 fg
G8 P 9 ef 9 fgh 90 c 133 c 60 d 77 ab 25.93 f 26.61g
G9 P 9 ef 9 fgh 70 fg 127 c 91 b 78 ab 26.88 d 27.29def
G10 P 9 def 8 fgh 91 c 125 c 89 b 83 a 27.79 b 28.34 b
G11 P 8 f 8 gh 102 b 130 c 72 c 76 ab 25.66 f 25.69 h
G12 P 11 cde 8 h 79 def 156ab 95 b 72 ab 23.87 g 24.16 i
G13 P 10 cde 8 h 75 def 161 a 63 d 55 cd 26.89 d 27.7cd
G14 T 13 b 12 ab 81 d 77 ef 16 g 26 f 30.67 a 31.19 a
G15 SP 11 bcd 10 cde 7 i 128 c 152 a 28 ef 23.05 h 23.12 j
Uji BNT 2.13 1.47 7.31 10.65 9.49 15.24 0.43 0.47
r DPT -0.07
0.63**
-0.73**
0.66**
r HSL -0.03
0.64**
-0.61**
0.55**
Uji-t 0.0027 <0.0001 0.0017 0.1457
Keterangan: JM=Jumlah Malai; GI=Jumlah Gabah Isi per Malai; GH=Jumlah Gabah Hampa per Malai; B1000=Bobot
1000 Butir Gabah; T=toleran; M=moderat; P=peka; dan SP=sangat peka; r DPT=koefisien korelasi terhadap
DPT; dan r HSL=koefisien korelasi terhadap HSL; *=berkorelasi nyata dan **=berkorelasi sangat nyata.
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Hasil gabah akibat cekaman rendaman merupakan fungsi dari kemampuan
tanaman padi untuk membentuk kapasitas lumbung (sink), diantaranya jumlah
anakan produktif, ukuran malai dan persentase gabah isi malai (Mallik et al.
2004). Pada Tabel 7 tampak bahwa cekaman rendaman menyebabkan penurunan
hasil gabah apabila dibandingkan dengan hasil pada lingkungan optimum. Rata-
rata penurunan hasil akibat cekaman rendaman sesaat selama 10 hari pada fase
vegetatif adalah sebesar 40.75%. Penurunan hasil paling tinggi terjadi pada
varietas pembanding peka (IR42) yaitu mencapai 86.48%, sedangkan pada
35
varietas pembanding toleran (FR13A) hanya mengalami penurunan hasil sebesar
5.06%. Pada genotipe moderat (Ciherang Sub1) ternyata mengalami penurunan
hasil yang lebih rendah dibandingkan genotipe toleran (B13138-7-MR-2-KA-1)
yang disebabkan hasil gabah Ciherang Sub1 pada lingkungan optimum tidak
terlalu tinggi, sehingga selisihnya dengan hasil gabah pada lingkungan tercekam
rendaman menjadi rendah.
Tabel 7. Hasil genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman (LR) dan
lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012
Genotipe Tingkat
Toleransi
Hasil (t/ha) Penurunan
Hasil (%) LR LO Selisih LR
dan LO
G1 Moderat 3.69 b 4.42 g -0.73 -16.52
G2 Peka 2.92 d 5.14 cd -2.22 -43.19
G3 Peka 2.57 g 5.06 cde -2.49 -49.21
G4 Peka 3.36 c 4.78 f -1.42 -29.71
G5 Peka 2.69 efg 5.82 a -3.13 -53.78
G6 Toleran 4.73 a 5.93 a -1.20 -20.24
G7 Peka 3.61 b 5.36 b -1.75 -32.65
G8 Peka 2.13 h 5.23 bc -3.10 -59.27
G9 Peka 2.23 h 4.98 def -2.75 -55.22
G10 Peka 2.81 def 5.13 cde -2.32 -45.22
G11 Peka 2.61 fg 4.21 h -1.60 -38.00
G12 Peka 3.30 c 4.85 f -1.55 -31.96
G13 Peka 2.88 de 5.23 bc -2.35 -44.93
G14 Toleran 4.69 a 4.94 ef -0.25 -5.06
G15 Sangat Peka 0.78 i 5.77 a -4.99 -86.48
Uji BNT 0.23 0.21
r DPT 0.86**
Uji-t <0.0001
Keterangan: r DPT=koefisien korelasi terhadap daya pulih tanaman; dan **=berkorelasi sangat nyata. Angka yang diikuti
huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada
taraf 5%.
Korelasi terhadap Hasil
Pemahaman mengenai kontribusi tiap karakter, baik karakter agronomi
maupun komponen hasil, terhadap hasil akan bermanfaat untuk membantu
pemulia tanaman melakukan seleksi tidak langsung pada generasi awal (Samonte
et al. 1998). Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi yang positif
nyata terhadap hasil adalah pada jumlah gabah isi per malai (r=0.64**) dan bobot
1000 butir gabah (r=0.55**). Hal ini memberikan indikasi bahwa genotipe yang
jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 butir gabahnya tinggi cenderung
memberikan hasil tinggi pada lingkungan tercekam rendaman.
36
Hasil penelitian Hairmansis et al. (2010) menunjukkan bahwa pada lahan
rawa, komponen hasil tanaman padi yang berkontribusi paling tinggi terhadap
hasil adalah jumlah gabah isi per malai. Namun pada penelitian ini, apabila dilihat
jumlah gabah isinya, genotipe IPB107-F-127-3-1 dan IPB107-F-13-1-1 tidak
berbeda nyata dengan varietas pembanding toleran. Hanya saja pada kedua
genotipe tersebut jumlah gabah hampanya pun terbilang cukup tinggi. Oleh
karena itu, perlu diperhatikan juga jumlah gabah hampa per malainya yang
rendah. Koefisien korelasi jumlah gabah hampa dengan hasil cukup tinggi namun
bernilai negatif (r=-0.61**). Berarti genotipe yang memiliki hasil yang tinggi
pada lingkungan tercekam rendaman adalah yang memiliki jumlah gabah isi
tinggi dengan jumlah gabah hampa rendah, namun menurut Sumarno dan Zuraida
(2006) pada populasi tanaman yang tidak optimal terjadi sifat kompensatif antar
karakter agronomi atau antar komponen hasil yang menyebabkan peran peubah
yang diamati menjadi tidak konsisten.
Secara keseluruhan, karakter yang berkorelasi positif nyata paling tinggi
terhadap hasil adalah persentase daya pulih tanaman (r=0.86**). Hal ini
memberikan informasi bahwa karakter yang paling tepat dijadikan indikator awal
seleksi tanaman padi terhadap cekaman rendaman adalah persentase daya pulih
tanaman karena berkorelasi paling tinggi terhadap hasil dan paling mudah
diamati.
SIMPULAN
Terdapat satu genotipe yang toleran terhadap cekaman rendaman sesaat,
yaitu B13138-7-MR-2-KA-1 dan satu genotipe moderat, yaitu Ciherang Sub1.
Persentase daya pulih tanaman dapat dijadikan sebagai indikator seleksi awal
toleransi terhadap cekaman rendaman sesaat. Mekanisme toleransi tanaman padi
terhadap cekaman rendaman sesaat adalah dengan memperlambat laju
pertambahan tinggi tanaman dan laju penurunan kadar gula dan pati pada batang
padi selama tercekam rendaman.
SARAN
Pada penelitian ini sulit diperoleh dokumentasi pengamatan yang baik
terhadap jaringan tanaman, seperti untuk pengamatan struktur aerenkima pada
akar dan stomata pada daun, terutama pada genotipe peka karena kondisi
37
jaringannya sudah rusak/busuk akibat cekaman rendaman. Oleh karena itu,
diperlukan teknik yang tepat untuk pengambilan contoh jaringan, misalnya
dengan pengambilan contoh jaringan secara berkala (time series) pada tiga hari
sesudah rendaman, seminggu sesudah rendaman, sesaat sesudah rendaman dan
lima hari sesudah rendaman dihentikan (saat skoring). Diharapkan dengan cara
seperti ini diperoleh perbandingan contoh jaringan antara genotipe padi toleran,
moderat dan peka rendaman.
Genotipe yang toleran terhadap cekaman rendaman dan memiliki hasil yang
tinggi pada lingkungan tercekam rendaman (B13138-7-MR-2-KA-1) sangat
potensial untuk dikembangkan pada lahan sawah rawan banjir atau diperlukan
upaya perbaikan tingkat toleransi untuk durasi rendaman yang lebih lama dari 10
hari, sedangkan untuk genotipe yang moderat atau peka namun memiliki hasil
yang cukup tinggi di lingkungan tercekam rendaman (Ciherang Sub1 dan
B13138-7-MR-2-KA-2) diperlukan upaya perbaikan (crop improvement) melalui
program pemuliaan tanaman, baik secara konvensional (persilangan) atau
bioteknologi (introgresi gen Sub1) maupun kombinasi keduanya (Marker Assisted
Backcrossing).