Upload
leli-ristawati
View
23
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
skripsi, tuna rungu, prestasi, komunikasi
Citation preview
Leli Ristawati
F1C010048
Jurusan Komunikasi
Keterkaitan Prestasi Belajar pada Anak Berkelainan Pendengaran (Tuna
Rungu)
Komunikasi adalah suatu keterampilan seseorang untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain. Ada dua jenis komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan non
verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi secara langsung, misalnya
pembicaraan antara dua orang dengan menggunakan satu kata atau lebih.
Sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi dengan menggunakan gerak
tubuh atau bahasa isyarat. Terkait dengan jenis komunikasi adalah model
komunikasi. Salah satunya adalah model komunikasi S-M-C-R yang merupakan
singkatan dari Source (sumber atau komunikator), Message (pesan), Channel
(saluran atau media) dan Receiver (penerima atau komunikan). Khusus mengenai
istilah media, komponen tersebut Edward Sappir (dalam Dinn Wahyudin, Teori
Komunikasi Pada Tahap Awal) mendefinisikannya lagi dalam dua bagian. Yaitu
media primer dan sekunder. Media sebagai saluran primer adalah lambang,
misalnya bahasa, gesture, gambar atau warna, lambang-lambang yang digunakan
khusus dalam komunikasi tatap muka (face to face communication). Sedangkan
media sekunder adalah media yang berwujud, baik media massa, seperti surat
kabar, televisi atau radio, maupun media nir-massa, misalnya surat, telepon, atau
poster. Jadi, komunikator pada komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu
media saja, misalnya bahasa, sedangkan pada komunikasi bermedia, seorang
komunikator seperti wartawa, penyiar atau reporter menggunakan dua media,
yaitu media primer (bahasa) dan sekunder (alat yang ia operasikan).
Mengenai bahasa yang menjadi media primer dalam berkomunikasi, Engkus
Kuswarno dalam bukunya Etnografi komunikasi mengatakan bahwa definisi
bahasa yang sering digunakan oleh para antropologi adalah sandi konseptual
sistem pengetahuan,yang memberikan kesanggupan kepada penutur-penuturnya
guna menghasilkan dan memahami ujaran. Sedangkan menurut ilmu linguistik,
sebagai ibunya bahasa, definisi bahasa adalah “a system of communication by
symbols, i.e., trough the organs of speech and hearing, among human beings of
certain group or community, using vocal symbols processing arbitayu
conventional meanings”. Ernst Cassirer dalam buku Filsafat Ilmu karya Juju S.
menyebut manusia sebagai animal symbolicum, makhluk yang mempergunakan
simbol, yang secara generik mempunyai cakupan yang lebih luas daripada homo
sapiens yakni makhluk yang berpikir, sebab dalam kegiatan berpikirnya manusia
mempergunakan simbol. Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka
kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan.
Cara-cara berkomunikasi yang sudah dijelaskan di atas tentunya didukung oleh
panca indra yang memiliki kemampuan untuk melihat, mengecap, meraba,
mencium dan mendengar. Namun bagaimana jika salah satu panca indra tersebut
memiliki kelainan? Apakah proses komunikasinya jadi terganggu? Jika tidak,
bagaimana bentuk komunikasinya? Media apakah yang digunakan dalam
berinteraksi? Apakah pengaruhnya pada intelektual anak berkelainan? Bagaimana
prestasi belajarnya? Apa perbedaannya dengan anak normal? Kelainan yang ingin
ditekankan adalah kelainan pendengaran atau tuna rungu. Tuna rungu yang
dijelaskan dalam buku karya Mohammad Efendi yang berjudul Pengantar
Psikopedagogik Anak Berkelainan adalah gangguan atau kerusakan yang dialami
oleh organ telinga bagian luar, tengah dan dalam disebabkan oeh kecelakaan atau
sebab lain yang tidak dapat diketahui, sehingga proses pendengaran tidak berjalan
dengan baik. Masyarakat awam seringkali mengasumsikan tuna rungu sebagai
orang yang tidak bisa mendengar sama sekali atau tuli. Hal ini didsarkan pada
anggapan bahwa kelainan dalam aspek pendengaran dapat mengurangi fungsi
pendengaran. Namun demikian, perlu dipahami bahwa kelainan pendengaran
dilihat dari derajat ketajamannya untuk mendengar dapat dikelompokkan dalam
beberapa jenjang. Asumsinya, makin berat kelainan pendengaran berarti semakin
besar intensitas kekurangan ketajaman pendengarannya (hearing loss). Sedangkan
melihat dari kurun waktu waktu terjadinya ketunarunguan, Kirk (1970)
membaginya menjadi dua yaitu, tuna rungu pre-lingual (jenjang ketuna runguan
yang dibawa sejak lahir atau diperoleh pada masa kanak-kanak sebelum bahasa
dan bicaranya terbentuk) dan post-lingual (anak lahir dalam pendengaran normal
dan mampu memahami percakapan, namun pada saat proses tumbuh kembang,
tiba-tiba ketajaman pendengarannya menghilang).
Manusia gemar mengklasifikan segala sesuatu, terutama dari spesiesnya sendiri.
ini juga yang menyebabkan terjadinya istilah negara adidaya-negara berkembang-
dunia ketiga, miskin-kaya, pintar-bodoh, normal-cacat. Berbagai pembagian yang
sebenarnya berasal dari dunia ide manusia itu kemudian memunculkan kelompok
yang termarjinalkan, atau terpinggirkan, didalamnya adalah para penyandang
cacat pendengaran atau tuna rungu. Meski tampak fisik bisa saja sama,
dibandingkan dengan penampilan fisik dari tuna netra dan tuna daksa, namun
ketidak normalan itu selalu dijadikan alasan untuk menempatkan mereka pada sisi
marjinal. Prinsip utama teori Stand Point yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah semua penelitian ilmiah harus bertolak dari kehidupan perempuan &
kelompok terpinggirkan lainnya. Dengan tokohnya Sandra Harding dan Julia T.
Wood, teori ini menitikberatkan hierarki sosial yang terbentuk dalam masyarakat
untuk mengamati perilaku yang dikenakan pada manusia yang masuk pada suatu
golongan.
Pada skripsi yang akan saya buat nanti akan berfokus pada perilaku anak tuna
rungu dan tingkat kecerdasannya, sebagai pembuktian bahwa meski masuk dalam
kaum termarjinalkan, namun mereka masih mampu mengembangkan kemampuan
intelektualnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa presentase
kemampuan mereka lebih tinggi daripada anak normal. Penelitian ini tentu saja
tidak semata hanya mengeksploitasi penyandang tuna rungu, tapi juga untuk
membantu pemahaman proses komunikasi mereka, memudahkan orang normal
untuk berinteraksi dengan tuna rungu, memahami dan memaksimalkan
kemampuan intelektual anak tuna rungu untuk membantu kehidupan sosialnya
dan pada akhirnya untuk mengetuk pintu hati pemerintah setempat untuk
memberikan perhatian pada penyandang cacat khususnya tuna rungu agar mampu
menjalani aktivitas sosial bersama dan seperti selayaknya orang normal di
lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Christopher. 2003. The Art of Sign Language. Terjemahan oleh Asnawi.
Seni Membaca Bahasa Isyarat. 2008. Jogjakarta. Locus.
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta.
Penerbit Bumi Aksara.
Katherine, Leah dan Hathaway Brigham. 2002. Decoding Visual Language
(Thesis). Massachusetts: Master of Fine Arts Thesis Huntington Avenue
Boston, Massachusetts
Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Bandung. Widya Padjajaran.
Suriasumantri, Jujun S.. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (cetakan
ke-22). Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.