Upload
truongkhanh
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Inflasi IHK November 2018 Tetap Terkendali
INFLASI IHK
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada November 2018 tetap terkendali atau berada dalam
kisaran sasaran 3,5%±1% (yoy). Inflasi IHK pada November 2018 mencapai 3,23% (yoy), meningkat
dibandingkan bulan lalu sebesar 3,16% (yoy). Kenaikan inflasi IHK didorong oleh peningkatan inflasi
kelompok inti dan administered prices ditengah penurunan inflasi volatile food (Grafik 1). Secara
bulanan, inflasi IHK pada November 2018 mencatat inflasi sebesar 0,27% (mtm)1, sedikit menurun
dibandingkan inflasi bulan lalu sebesar 0,28% (mtm). Penurunan inflasi IHK bulanan pada November
2018 bersumber dari penurunan inflasi kelompok inti ditengah peningkatan inflasi kelompok volatile
food dan administered prices (Grafik 2). Dengan perkembangan tersebut, inflasi secara kumulatif
sampai dengan November 2018 mencapai 2,50% (ytd) (Tabel 1).
Grafik 1. Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2. Disagregasi Sumbangan Inflasi Bulanan
Tabel 1. Disagregasi Inflasi November 2018
Hingga November 2018, inflasi berbagai daerah masih terkendali di rentang sasaran. Hampir
seluruh provinsi mencatatkan inflasi IHK di dalam rentang sasaran inflasi nasional (3,5%±1%), kecuali
Sulawesi Tengah, Papua, Papua Barat, dan Maluku Utara yang masing-masing mencatatkan inflasi
tahunan (yoy) sebesar 7,27%, 6,83%, 5,19%, dan 4,64% (Gambar 1). Tingginya inflasi di keempat
provinsi tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi angkutan udara dan berbagai
komoditas ikan segar di sepanjang 2018. Selain itu, bencana alam di Sulawesi Tengah juga
berkontribusi besar terhadap tingginya inflasi di provinsi ini.
1 Angka tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi IHK November tiga tahun terakhir sebesar 0,29% (mtm).
RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2018
Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP)
2
Secara bulanan, hampir seluruh daerah mencatatkan inflasi pada November 2018. Inflasi
bulanan (mtm) tertinggi terjadi di Kawasan Timur Indonesia (0,38%), disusul Jawa (0,29%) dan
Sumatera (0,11%) (Gambar 2). Secara provinsi, inflasi tertinggi terjadi di Sulawesi Utara (1,84%)
didorong oleh kenaikan harga tomat sayur, angkutan udara, dan cabai rawit. Di sisi lain, terdapat lima
provinsi yang mencatatkan deflasi, yang mana deflasi terdalam terjadi di Sumatera Utara (-0,51%)
karena kembali normalnya harga cabai merah dan rawit setelah meningkat selama tiga bulan terakhir.
Secara umum, inflasi berbagai daerah dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas angkutan udara,
bawang merah, beras, dan bensin, meski tertahan oleh deflasi komoditas cabai merah dan daging ayam
ras.
Gambar 1. Peta Inflasi Daerah Tahunan
Gambar 2. Peta Inflasi Daerah Bulanan
Inflasi tahun 2018 diperkirakan tetap berada pada sasaran inflasi, yaitu 3,5%±1%. Dengan
perkembangan terkini, inflasi IHK tahun 2018 diperkirakan sebesar 3,2% (yoy)2. Koordinasi kebijakan
Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi terus diperkuat, terutama sebagai
antisipasi risiko meningkatnya inflasi volatile food.
INFLASI INTI Inflasi inti tetap terkendali. Inflasi inti tercatat sebesar 3,03% (yoy), meningkat dari bulan lalu
sebesar 2,94% (yoy) yang didorong oleh kenaikan inflasi inti traded dan non traded (Grafik 3). Sejalan
dengan itu, inflasi inti kelompok barang dan jasa juga meningkat dibandingkan bulan sebelumnya
(Grafik 4). Kenaikan inflasi barang didorong baik oleh kelompok barang durable maupun nondurable
(Grafik 5). Sementara itu di kelompok jasa, kenaikan inflasi inti jasa terutama didorong oleh kenaikan
inflasi jasa perumahan dan komunikasi. Selanjutnya, kenaikan inflasi inti bersumber dari kenaikan
inflasi kelompok non pangan ditengah kelompok pangan yang stabil (Grafik 6). Terkendalinya inflasi
inti hingga November 2018 tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam
mengarahkan ekspektasi inflasi, termasuk dalam menjaga pergerakan nilai tukar sesuai
fundamentalnya. Secara bulanan, inflasi inti tercatat sebesar 0,22% (mtm), menurun dibandingkan
inflasi bulan lalu sebesar 0,29% (mtm)3. Inflasi inti bulan ini terutama disumbang oleh upah tukang
bukan mandor, cat tembok, tarif sewa rumah, tarif pulsa ponsel dan emas perhiasan.
2 Proyeksi Bank Indonesia November 2018. 3Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi inti November tiga tahun terakhir sebesar 0,15% (mtm).
3
Grafik 3. Inflasi Inti Traded dan Non Traded (yoy)
Grafik 4. Inflasi Inti Barang dan Jasa (yoy)
Grafik 5. Inflasi Barang Durable dan Barang Non
Durable (yoy)
Grafik 6. Inflasi Inti Food– Non Food (yoy)
Inflasi inti traded meningkat sejalan dengan perkembangan faktor eksternal. Inflasi inti traded
pada November 2018 tercatat sebesar 2,80% (yoy) lebih tinggi dibandingkan bulan lalu sebesar 2,65%
(yoy) meski tekanan depresiasi Rupiah berkurang yang diiringi oleh koreksi harga komoditas global
(Grafik 7). Nilai tukar Rupiah terdepresiasi 8,53% (yoy) pada November 2018, menurun dibandingkan
depresiasi bulan sebelumnya (12,18% yoy). Sementara itu, harga komoditas global (IHIM) kembali
mengalami deflasi yang lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yaitu dari deflasi 13,65% (yoy)
menjadi deflasi 22,86% (yoy). Deflasi IHIM yang lebih dalam tersebut bersumber dari koreksi harga
global pangan, besi baja dasar, emas, dan minyak ditengah inflasi harga global kapas. Harga global
minyak mengalami deflasi 0,27% (yoy), pertama kali selama 16 bulan terakhir, didorong oleh
peningkatan pasokan yang bersumber dari kenaikan produksi AS dan OPEC ditengah penurunan
permintaan. Secara bulanan inflasi inti traded sedikit meningkat dari 0,28% (mtm) menjadi 0,30%
(mtm) ditengah nilai tukar rupiah yang lebih apresiatif dan deflasi harga global yang lebih dalam dari
bulan lalu. Rupiah mengalami apresiasi sebesar 3,41% (mtm) pada bulan ini dibandingkan bulan lalu
yang mengalami depresiasi sebesar 2,07% (mtm). Harga komoditas global komposit mengalami deflasi
sebesar 11,03% (mtm), lebih dalam dibanding deflasi bulan lalu sebesar 2,49% (mtm). Kenaikan inflasi
inti traded tersebut terutama didorong oleh kelompok inti traded pangan ditengah inflasi traded non
pangan yang tercatat stabil dibandingkan bulan lalu (Grafik 8). Inflasi inti traded pangan meningkat
dari 0,13% (mtm) menjadi 0,26% (mtm) terutama didorong oleh kenaikan harga global beberapa
komoditas pangan, yakni gula, jagung, kedelai, daging ayam, dan daging sapi ditengah koreksi harga
CPO, gandum dan bawang putih. Sementara itu, inflasi inti traded non pangan stabil pada level 0,31%
(mtm) terutama disumbang oleh komoditas cat tembok dan emas perhiasan.
4
Grafik 7. Tekanan Eksternal – Nilai Tukar dan IHIM
Grafik 8. Inflasi Inti Traded (mtm)
Tabel 2. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Inti Bulanan November 2018
No. KomoditasInflasi/Deflasi
(% mtm)
Sumbangan
(% mtm)Provinsi Pencatat Inflasi Tertinggi dan Deflasi Terdalam (% mtm)
INFLASI
1 TUKANG BUKAN MANDOR 0.87 0.01 Sulawesi Tengah (13,51%), Maluku (7,20%), dan Kalimantan Utara (4,54%)
2 SEWA RUMAH 0.32 0.01 Papua Barat (1,52%), Bangka Belitung (1,31%), dan Riau (0,82%)
3 TARIP PULSA PONSEL 0.55 0.01 Sumatera Utara (2,41%), Riau (2,08%), dan Sumatera Barat (1,78%)
4 CAT TEMBOK 2.52 0.01 Bengkulu (10,94%), Lampung (7,58%), dan Jawa Barat (5,66%)
5 EMAS PERHIASAN 0.42 0.01 Gorontalo (1,88%), Riau (1,85%), dan Kalimantan Barat (1,78%)
DEFLASI
1 BATU BATA/BATU TELA -1.5 -0.01 Jawa Barat (-4,42%), Jawa Tengah (-0,75%), dan Banten (-0,17%)
Kenaikan inflasi inti non traded terjadi pada kelompok jasa. Pada bulan November 2018, inflasi
inti non traded meningkat dari 3,17% (yoy) menjadi 3,21% (yoy) (Grafik 3). Peningkatan inflasi
tersebut bersumber dari peningkatan inflasi kelompok jasa yang bersumber dari jasa perumahan dan
jasa komunikasi (Grafik 9). Secara bulanan, inflasi inti non traded menurun dari 0,29% (mtm) menjadi
0,16% (mtm) bersumber dari penurunan inflasi baik kelompok pangan maupun non pangan (Grafik
10). Inflasi inti non traded non pangan menurun dari 0,35% (mtm) menjadi 0,18% (mtm) terutama
bersumber dari tekanan inflasi sewa rumah, kontrak rumah, dan upah pembantu RT yang mereda pada
bulan ini sesuai pola musimannya. Inflasi sewa rumah, kontrak rumah dan upah pembantu RT pada
November 2018 menurun dari masing-masing sebesar 0,95%, 0,49% dan 0,61% menjadi 0,32%, 0,08%
dan 0,11% (Grafik 11). Sementara itu, upah tukang bukan mandor meningkat dari 0,03% (mtm)
menjadi 0,87% (mtm) (Grafik 12) sehingga menahan penurunan inflasi non traded non pangan lebih
lanjut pada bulan ini.
Grafik 9. Komponen Inflasi Inti Jasa (yoy)
Grafik 10. Inflasi Inti Non Traded (mtm)
5
Grafik 11. Inflasi Sewa Rumah dan Kontrak Rumah (mtm)
Grafik 12. Inflasi Tukang Bukan Mandor (mtm)
Tekanan permintaan domestik meningkat terbatas. Indikator demand sensitive to inflation dan core
flexible price meningkat pada November 2018 masing-masing menjadi sebesar 2,92% (yoy) dan 3,71%
(yoy) dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,82% (yoy) dan 3,58% (yoy) (Grafik 13).4 Peningkatan
tekanan permintaan yang masih terbatas ini tercermin pula dari pertumbuhan kredit konsumsi dan
M2. Pertumbuhan kredit konsumsi menurun dari 11,66% (yoy) ke 11,53% (yoy) di bulan Oktober
2018. Sementara itu, pertumbuhan M2 meningkat menjadi 7,20% (yoy) dibandingkan bulan
sebelumnya sebesar 6,70% (yoy).
Grafik 13. Core Flexible Price dan Demand
Sensitive to Inflation
Grafik 14. Ekspektasi Inflasi Concensus Forecast,
CPI Sticky Price dan Core Sticky Price
Sementara itu, ekspektasi inflasi terindikasi stabil dan terjangkar dalam kisaran sasaran inflasi.
Ekspektasi inflasi tahun 2018 yang terjangkar dalam kisaran sasaran inflasi tercermin pada hasil survei
Consensus Forecast (CF) bulan November 2018 yaitu sebesar 3,30% (average yoy), kembali menurun
dibandingkan hasil survei bulan lalu sebesar 3,40% (average yoy). Sementara itu ekspektasi inflasi
yang ditunjukkan oleh indikator core sticky price5 meningkat pada November 2018 (Grafik 14). Di
sektor riil, ekspektasi inflasi dari pedagang eceran meningkat untuk 3 bulan kedepan seiring dengan
potensi peningkatan permintaan pada awal tahun 2019. Sementara itu, ekspektasi pedagang eceran
untuk 6 bulan ke depan sedikit menurun (Grafik 15). Di sisi lain, ekspektasi inflasi dari konsumen
menunjukkan penurunan untuk 3 dan 6 bulan ke depan (Grafik 16).
4 Indikator demand sensitive to inflation terdiri dari komoditas inti non food pada keranjang IHK. Indikator core flexible price terdiri dari komoditas inti pada keranjang IHK yang memiliki pergerakan harga yang fluktuatif. Komoditas flexible price memberikan informasi terkait kondisi perekonomian terkini. 5 Indikator core sticky price terdiri dari komoditas inti pada keranjang IHK yang memiliki pergerakan harga yang stabil atau cenderung tidak mengalami perubahan harga yang tidak signifikan. Komoditas sticky price lebih memberikan informasi terkait dengan ekspektasi inflasi sehingga dapat menjadi proxy ekspektasi inflasi ke depan. Mayoritas komoditas sticky price merupakan komoditas dari sektor manufaktur dan komoditas jasa.
6
Grafik 15. Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran Grafik 16. Ekspektasi Inflasi Konsumen
INFLASI VOLATILE FOOD
Inflasi kelompok volatile food meningkat dibandingkan bulan lalu namun lebih rendah dari
historisnya. Kelompok volatile food mencatat inflasi sebesar 0,23% (mtm), lebih tinggi dari bulan
sebelumnya yaitu sebesar 0,17% (mtm) namun lebih rendah dari rata-rata historis bulan November
tiga tahun terakhir sebesar 0,86% (mtm). Inflasi volatile food pada bulan November 2018 terutama
bersumber dari komoditas bawang merah, beras, telur ayam ras, tomat sayur dan wortel. Sementara
itu, penurunan harga komoditas cabai merah, daging ayam ras, cabai rawit, minyak goreng dan melon
menahan kenaikan inflasi volatile food lebih lanjut (Tabel 3).
Tabel 3. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food November 2018 (mtm)
Awal musim penghujan mendorong kenaikan harga bawang merah. Pada bulan ini, inflasi
bawang merah mencapai 8,58% (mtm), meningkat dari bulan lalu sebesar 4,42% (mtm). Lebih
tingginya inflasi bawang merah disebabkan karena berkurangnya pasokan dari wilayah sentra seiring
dengan awal musim penghujan yang jatuh di bulan November. Pada musim penghujan, jumlah petani
yang menanam bawang merah lebih sedikit dibandingkan normalnya seiring dengan meningkatnya
risiko hama penyakit dan sulitnya proses pengeringan6. Meningkatnya inflasi bawang merah
tercermin dari berkurangnya pasokan di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta yakni dari 2.284 ton
menjadi 2.029 ton pada bulan November7. Sejalan dengan itu, deflasi harga bawang putih bulan ini
tidak sedalam bulan sebelumnya yaitu dari deflasi 1,64% (mtm) menjadi deflasi 0,04% (mtm). Hal ini
disebabkan karena lebih rendahnya pasokan impor yaitu dari 62.268 ton menjadi 26.182 ton pada
6 Sumber: https://www.liputan6.com/regional/read/3682306/suara-petani-brebes-usai-harga-bawang-merah-jatuh. 7 Angka pasokan sampai dengan pekan III November 2018 dibandingkan dengan periode yang sama di bulan Oktober 2018.
7
bulan Oktober di tengah penurunan harga bawang putih global. Dengan perkembangan tersebut,
harga bawang merah mencapai Rp25.891/kg, masih lebih rendah dari harga acuan sebesar
Rp32.000/kg di tingkat konsumen. Sementara harga bawang putih mencapai Rp24.891/kg. Secara
tahunan, pada November 2018, inflasi bawang merah dan bawang putih mencapai 1,38% (yoy) dan
0,85% (yoy), meningkat dari deflasi pada akhir tahun 2017 yakni masing-masing sebesar 28,06%
(yoy) dan 34,09% (yoy) (Grafik 17 dan 18).
Grafik 17. Inflasi dan Harga Bawang Merah
Grafik 18. Inflasi dan Harga Bawang Putih
Sementara itu, telur ayam ras mengalami inflasi sesuai polanya menjelang akhir tahun. Pada
November 2018, telur ayam ras mengalami inflasi sebesar 1,60% (mtm) setelah deflasi dalam tiga
bulan berturut-turut. Inflasi telur ayam ras pada bulan ini sesuai polanya menjelang Natal dan Tahun
Baru. Selain itu, inflasi juga didorong oleh kenaikan permintaan saat perayaan Maulid Nabi pada
pertengahan November. Di sisi lain, harga daging ayam ras bulan ini justru mengalami penurunan
yaitu sebesar 0,77% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, harga telur ayam ras dan daging ayam
ras masih berada di bawah harga acuan. Harga telur ayam ras mencapai Rp22.385/kg, di bawah
harga acuan sebesar Rp23.000/kg (Grafik 19). Sementara itu, harga daging ayam ras mencapai
Rp33.656/kg, di bawah harga acuan sebesar Rp34.000/kg (Grafik 20)8. Secara tahunan, inflasi telur
ayam ras dalam tren menurun paska HBKN hingga mencapai 3,50% (yoy) pada November 2018, lebih
rendah dari akhir tahun lalu. Sebaliknya, inflasi daging ayam ras masih dalam tren meningkat sejak
akhir tahun lalu hingga mencapai 11,08% (yoy) pada November 2018.
Grafik 19. Inflasi dan Harga Daging Ayam Ras
Grafik 20. Inflasi dan Harga Telur Ayam Ras
Meningkatnya pasokan mendorong deflasi aneka cabai. Upaya Pemerintah mengamankan
8 Permendag No. 96/2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen
tanggal 21 September 2018.
8
pasokan saat HBKN akhir tahun berhasil menurunkan harga cabai merah dan cabai rawit. Harga cabai
merah dan cabai rawit bulan ini mengalami penurunan yaitu masing-masing deflasi sebesar 5,49%
(mtm) dan 4,16% (mtm). Deflasi aneka cabai bulan ini berbeda dengan pola seasonalnya di bulan
November yang mengalami inflasi. Penurunan harga aneka cabai disebabkan oleh adanya panen di
wilayah sentra seiring intensifnya upaya Pemerintah dalam mengamankan pasokan cabai menjelang
Natal dan Tahun Baru. Pada November, diperkirakan produksi cabai rawit mencapai 12 ribu ton dan
cabai merah sebesar 10 ribu ton yang tersebar di wilayah Jawa, Sumatera dan Nusa Tenggara9.
Meningkatnya pasokan cabai tercermin pada pasokan di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta yang
mencapai 2.691 ton, lebih tinggi dari bulan lalu yaitu sebesar 2.464 ton10. Dengan perkembangan
tersebut, secara tahunan, cabai merah mengalami deflasi sebesar 2,69% (yoy) dengan level harga
sebesar Rp31.427/kg, meningkat dari akhir tahun lalu yang mencatat deflasi sebesar 19,09% (yoy).
Sementara itu, cabai rawit mengalami inflasi sebesar 24,72% (yoy) dengan level harga sebesar
Rp31.073/kg, meningkat dari akhir tahun lalu yang mencatat deflasi sebesar 33,89% (yoy) (Grafik 21
dan 22).
Grafik 21. Inflasi dan Harga
Cabai Merah
Grafik 22. Inflasi dan Harga
Cabai Rawit
Grafik 23. Inflasi dan Harga
Beras
Harga beras mengalami kenaikan seiring dengan lebih rendahnya pasokan. Setelah mengalami
inflasi yang rendah dalam delapan bulan terakhir dibandingkan historisnya (2012-2016), inflasi
beras bulan November meningkat relatif signifikan. Inflasi beras bulan November 2018 mencapai
0,72% (mtm), lebih tinggi dibandingkan bulan lalu (0,23%, mtm), inflasi bulan November 2017
(0,66%, mtm) dan historisnya (0,60%, mtm). Kenaikan harga beras di tingkat konsumen tersebut
seiring dengan kenaikan harga gabah di tingkat petani dan penggilingan. Kenaikan harga gabah
mencapai sekitar 3% (mtm)11, lebih tinggi dari historisnya (2%, mtm) seiring dengan berkurangnya
intensitas panen. Berkurangnya intensitas panen tercermin pada berkurangnya penyerapan dalam
negeri oleh Bulog yakni dari 23.234 ton pada bulan sebelumnya menjadi 12.702 ton. Inflasi beras
lebih jauh tertahan oleh penyaluran Operasi Pasar yang cukup besar di bulan ini yakni mencapai
61.123 ton sehingga selama Januari-November 2018 telah tersalurkan Cadangan Beras Pemerintah
(CBP) sebanyak 450.845 ton, tertinggi dalam empat tahun terakhir. Besarnya Operasi Pasar didukung
oleh pasokan impor, sehingga stok beras di Bulog masih terjaga di level 2,28 juta ton12. Dengan
9Kebijakan Pemerintah yang dilakukan antara lain berupa pengembangan kawasan cabai. Sumber:
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/03/182235526/petani-champion-siap-amankan-pasokan-cabai-natal-dan-
tahun-baru. 10 Angka pasokan sampai dengan pekan III November 2018 dibandingkan dengan periode yang sama di bulan Oktober 2018. 11 Dibandingkan bulan lalu, rata-rata harga GKP di tingkat petani pada November 2018 naik 3,64% (mtm) menjadi Rp5.116/kg. GKP di tingkat penggilingan juga naik 3,43% (mtm) menjadi Rp5.212/kg. Sementara itu, GKG di tingkat petani naik 3,28% (mtm) menjadi Rp5.646/kg, sedangkan GKG di tingkat penggilingan naik 3,34% (mtm) menjadi Rp5.754/kg. 12 Bulog, November 2018.
9
perkembangan tersebut, inflasi beras pada November mencapai 4,44% (yoy) dan harga beras rata-
rata mencapai Rp11.627/kg13 (Grafik 23). Meski terus mengalami perlambatan sejak bulan Maret
2018, inflasi beras tersebut masih lebih tinggi dari level akhir tahun 2017 sebesar 3,47% (yoy).
Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan November 2018, inflasi volatile food masih
dalam tren kenaikan sejak awal tahun. Pada November 2018, inflasi volatile food mencapai 4,32%
(yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 4,48% (yoy), namun lebih tinggi dari tahun 2017
sebesar 0,71% (yoy). Kenaikan inflasi volatile food sampai dengan bulan November 2018
dibandingkan tahun lalu terutama bersumber dari deflasi komoditas hortikultura yang tidak sedalam
tahun lalu di tengah melambatnya inflasi beras dan aneka daging serta telur (Grafik 24). Kenaikan
inflasi volatile food lebih lanjut tertahan oleh tren penurunan harga komoditas pangan global (Grafik
25).
Grafik 24. Sumbangan ytd Inflasi Pangan Grafik 25. Harga Pangan Domestik dan Global
INFLASI ADMINISTERED PRICES
Inflasi kelompok administered prices meningkat terutama didorong kenaikan inflasi tarif
angkutan udara dan Bahan Bakar Khusus (BBK). Kelompok administered prices mencatat inflasi
sebesar 0,52% (mtm), lebih tinggi dari bulan lalu yaitu sebesar 0,32% (mtm) dan historis bulan
November tiga tahun terakhir sebesar 0,18% (mtm). Tarif angkutan udara mengalami inflasi sebesar
5,18% (mtm) setelah mencatat deflasi selama empat bulan berturut-turut seiring peningkatan
permintaan menjelang akhir tahun. Sementara itu, kenaikan inflasi bensin pada bulan ini masih
dipengaruhi oleh kenaikan harga Bahan Bakar Khusus pada Oktober 201814. Selain kedua komoditas
tersebut, kenaikan inflasi rokok kretek filter dan rokok kretek juga turut menjadi pendorong inflasi
kelompok administered prices pada bulan ini.
13 Rata-rata seluruh jenis beras dari data PIHPS. 14 Pertamax sebesar Rp900/l, Pertamax Turbo sebesar Rp1550/l, Pertamina Dex sebesar Rp1350/l dan Dexlite sebesar
Rp1500/l per 10 Oktober 2018 seiring dengan kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan rupiah.
10
Tabel 4. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Administered Prices November 2018 (mtm)
Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan November 2018, inflasi administered prices
masih melanjutkan tren perlambatan sejak Juli 2017. Pada November 2018, inflasi kelompok
administered prices sebesar 3,07% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yaitu 2,74% (yoy),
namun lebih rendah dari akhir tahun 2017 yaitu 8,70% (yoy). Perlambatan tersebut terutama
didorong oleh perlambatan inflasi tarif listrik sejalan dengan berlalunya dampak kenaikan tarif
listrik non subsidi daya 900 VA pada tahun 2017. Sementara itu, inflasi bensin dan solar sedikit
meningkat dari akhir tahun lalu yang bersumber dari BBK. (Grafik 26 dan 27).
Grafik 26. Inflasi Komoditas Strategis Administered Prices
Grafik 27. Harga Bahan Bakar Khusus dan Minyak Dunia
Jakarta, 3 Desember 2018
Divisi Asesmen Inflasi
Divisi Asesmen Ekonomi Regional
Grup Asesmen Ekonomi
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter