Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    1/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al-Qur'an:

    Upaya Membangun Eco-Theology*

    [caption id="attachment_165" align="alignleft" width="150"]

    Mari Menjaga Lingkungan Kita[/caption]

    Oleh: Agus Iswanto**

    Muqaddimah

    Dunia saat ini sedang dihadapkan pada satu persoalan serius yang menentukankeberlangsungan hidup umat manusia dan alam semesta, yakni krisis lingkungan. Kesadaranakan ancaman ini mulai tampak di awal 1970-an sebagai respon atas berbagai bencanalingkungan yang terjadi pada dekade sebelumnya, seperti pencemaran air, udara, dan

    tanah.

    [1]

    Untuk Indonesia saja, kita bisa menyebut bagaimana bencana demi bencana dialami,mulai dari gempa yang mengakibatkan gelombang tsunami di propinsi Nangroe AcehDarussalam yang tidak hanya merenggut nyawa manusia-manausia yang tak berdosa, tetapiperadaban dengan segala aspeknya ikut pula hanyut bersama aliran air bah tersebut, ditambahpula dengan musibah banjir dan tanah longsor di Pacet dan Jember Jawa Timur, gempa diPulau Nias dan Simelue.

    Berbagai perspektif digunakan untuk mencari akar persoalan beserta pemecahannya. Agamadan filsafat di antaranya dipandang punya andil besar dalam membentuk berbagai pandangantentang penciptaan alam dan peran manusia di dalamnya.

    [2]

    Pandangan dunia (world view)

    macam ini sangat memengaruhi bagaimana manusia memperlakukan alam.

    Di kalangan agamawan, kepedulian akan lingkungan dianggap baru muncul pada dekade1970-an sebagai akibat dari tumbuhnya kesadaran umum ekologi tahun 1960-an,

    [3]

    tepatnyaketika artikel karya Lynn White, Jr. dipublikasikan lewat jurnal Science tahun 1967. Di dalamnyaditegaskan bahwa persoalan lingkungan global berakar dari keyakinan agama. Sejak saat itu,perdebatan tentang teologi-ekologi mulai mendominasi. Kebanyakan mengklaim, denganmenunjukkan cara pembacaan "yang sahih" atas kitab suci masing-masing bahwa agamamerekalah yang paling ramah lingkungan.

    [4]

    Sebetulnya, menurut Agwan, kepedulian semacamitu di kalangan agamawan, khususnya perhatian pada potensi kearifan agama bagi lingkungan,

    sudah ada sejak abad ke-17.[5]

    1 / 17

    http://alislamiyah.uii.ac.id/wp-content/uploads/2013/02/bumi.jpg
  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    2/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    Melalui artikelnya White menjelaskan bahwa perubahan perlakuan manusia atas lingkungansejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Keduanya menunjukkan dominasinya atasdunia abad Pertengahan. Meskipun de-mikian, karakter ilmu dan teknologi beserta dampakekologisnya dibentuk oleh asumsi-asumsi yang berkembang pada masa itu. Agama dipandang

    sebagai akar dari asumsi-asumsi tersebut, sehingga agamalah yang melatarbelakangiperubahan perlakuan manusia atas ekologi dengan ilmu dan teknologinya. Agama bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan.

    [6]

    Banyak dari praktisi dan agamawan mengelak tuduhan White tersebut. Sebagai contoh, IanBarbour menganggap White terlalu menyederhanakan kompleksitas sejarah, karenasesungguhnya ada banyak faktor yang memengaruhi peradaban Barat dengan tradisi Judeo-Kristennya terhadap alam.[7]Meskipun begitu, kritik White ini, katanya, paling tidak mendorongpara pemeluk agama untuk melakukan refleksi ke arah teologi kritis, terutama menyangkutpandangan: relasi Allah dan alam; dan relasi umat manusia dan alam.

    [8]

    Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba membahas mengenai konsep-konsep kunci yangberkaitan dengan relasi manusia dengan alam (lingkungan) dalam al-Qur'an, yang padaakhirnya memengaruhi pandangan teologis mengenai ekologi. Tetapi sebelum membicarakankonsep-konsep tersebut secara mendalam, penulis akan terlebih dahulu mengeksplorasibeberapa pandangan mengenai relasi manusia dengan lingkungan.

    Beberapa Pandangan Relasi Manusia dengan Lingkungan

    Sebelum melakukan eksplorasi terhadap konsep-konsep kunci dalam al-Qur'an mengenai relasimanusia dengan alam (lingkungan), penulis akan mencoba mendiskusikan beberapapandangan atau sikap yang dilatarbelakangi agama - atau mungkin sebuah bentukpenyimpangan agama - yang menjadi akar persoalaan dewasa ini. Sikap atau pandangantersebut terutama berkaitan dengan relasi manusia dan alam semesta, yakni: (1)antroposentris; (2) dualistik; (3) nilai intrinsik alam; (4) orientasi eskatologis; (5) pandanganpatriarkis; dan (6) kekerabatan manusia dengan semua makhluk.

    1. Pandangan Antroposentris

    Pandangan antroposentris ditengarai sebagai faktor utama yang membentuk watak eksploitatifmanusia terhadap alam. Pandangan tersebut, sampai batas tertentu, berakar dari pemahamanpenganut agama monoteis akan kitab suci mereka terutama berkaitan dengan kisahpenciptaan. Hal ini juga berkaitan dengan tujuan alam semesta diciptakan. Pandanganantroposentris, yang berakar dari teks kitab suci agama monoteis, meyakini bahwa bumi danlangit diciptakan untuk mengabdi pada kepentingan manusia.

    [9]

    Dalam artikelnya, White Jr.secara eksplisit menuding Kristianitas sebagai agama yang paling antroposentris, bahwamanusia dipandang memiliki transendensi Tuhan; manusia diciptakan melalui citra Tuhan danmewakili kekuasaan-Nya di muka bumi. Dengan demikian, mengeksploitasi alam untuk

    kesejahteraan manusia tidak lain karena kehendak Tuhan juga.[10]

    2 / 17

  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    3/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    1. Pandangan Dualistik

    Pandangan dunia yang berasal dari pemahaman agama sangat memengaruhi bagaimanamanusia memandang kedudukan dirinya terhadap alam dan juga Tuhannya. Sebagaimana

    dijelaskan White Jr., teologi Judeo-Kristen menyebabkan manusia terpisah dari alam semestadi mana manusia menganggap diri sebagai penguasa atau penakluk alam.[11]

    Di samping itupandangan dualistik bahwa alam semesta beserta manusia yang ada di dalamnya adalahterpisah dari Tuhan sebagai Penciptanya juga berakar dari tradisi agama-agama monoteis.Menurut banyak ahli, pandangan dualisme seperti itu menyebabkan manusia memandangdunia yang profan bisa dikeruk sesuka hati demi pembangunan dan kemakmuran manusiasemata tanpa harus mempertimbangkan dampaknya bagi lingkungan secara global.

    1. Nilai Intrinsik Alam

    Pandangan ada tidaknya nilai intrinsik alam juga berkaitan dengan kisah penciptaan dalam tekskitab suci agama monoteis. Terdapat pemahaman atas pembacaan kitab suci bahwa makhlukselain manusia tidak memiliki nilai intrinsik. Pandangan semacam ini sangat umum di duniamodern. Alam diibaratkan sebagai sebuah mesin yang tidak memiliki nilai dan tidak memilikitujuan (no sense of purpose). Dasar lain dari pandangan ini adalah teori John Locke tentangkualitas primer dan sekunder. Menurutnya, alam hanya memiliki kualitas primer, sementarakualitas sekunder tidak, karena alam dianggap tidak punya jiwa dan intelegensia sama sekali.Nilai sekunder akan hadir apabila ada intervensi dari manusia. Sebagai contoh, sebatangpohon atau kayu akan memiliki nilai apabila dijadikan kursi, meja, atau perkakas lainnya setelahdibentuk oleh manusia. Menurut zdemir, pandangan seperti ini betul-betul menghilangkan

    kualitas inheren yang dimiliki alam.

    [12]

    Makhluk selain manusia hanya memiliki nilai instrumental bagi manusia karena merekadiciptakan untuk melayani kepentingan manusia dan manusia dipandang memiliki kedudukanpaling tinggi di muka bumi. Pandangan semacam ini bisa mengarah pada perlakuan yangkurang menghargai alam dan manusia merasa diberi hak mengatur lingkungan sesuai seleramereka.

    [13]

    1. Orientasi Eskatologis Eskapis

    Selanjutnya, kisah penciptaan dalam teks kitab suci agama-agama monoteis yang berdampakpada perlakuan manusia atas lingkungan berkaitan dengan tujuan penciptaan alam semestadan manusia yang berorientasi eskatologis. Keyakinan dan ajaran agama yang berorientasieskatologis, menurut pandangan umum, berdampak pada sikap dan perilaku penganut yangmelalaikan lingkungan.

    [14]

    Orientasi eskatologis yang dimaksud di antaranya bahwa kehidupan didunia ini laksana tempat mampir dan tempat mencari bekal bagi kehidupan setelah mati.Kehidupan sesungguhnya bukanlah di dunia ini, tetapi di akhirat nanti.

    Orientasi eskatologis yang lain adalah apa yang John Haught sebut sebagai "religiusitasapokaliptik." Sikap ini memandang bahwa alam semesta adalah fana (tidak kekal) dan sedang

    mengarah pada kehancuran, sehingga kalau memang sudah ditakdirkan untuk itu, manusiatidak perlu bersusah-payah untuk menyelamatkan bumi dari perusakan. Oleh karena itu,

    3 / 17

  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    4/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    pandangan agama ini tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan.[15]

    John Haught menyebut orientasi eskatologis macam itu sebagai "cosmic (terrestrial)homelessness" atau "kosmos (bumi) bukan sebagai kediaman kita." Manusia hanyalah orang

    asing di dunia. Pada satu sisi, keyakinan ini bisa berbahaya bagi lingkungan. Namun di sisiyang lain, ini bisa dikembangkan ke arah positif apabila dikaitkan dengan teori kosmologi BigBang (Dentuman Besar). Teori ini menekankan bahwa alam semesta termasuk manusiasedang berada dalam perjalanan kosmik yang sangat panjang dan terus menerus.

    Sikap yang mengidealkan "sikap lepas bebas tanpa rumah" sebagai kegelisahan religius(religious homelessness) bisa digunakan bersama teori tersebut. Caranya bukan denganmembuat jarak dengan alam atau mengorbankan alam demi kegelisahan religius manusia.Akan tetapi, perjalanan kosmik dijadikan sebagai dasar dari kegelisahan religius tersebutdengan cara menenggelamkan diri ke dalam perjalanan kosmik tersebut, karena manusia

    adalah juga milik alam semesta. Segala proses yang dialami kosmos, niscaya dialami juga olehmanusia. Menurut Haught, "religious homelessness" tidak sama dengan "cosmichomelessness." Dengan kata lain, manusia tersesat bersama kosmos ("lost with the cosmos"),bukan tersesat dalam kosmos ("lost in the cosmos").

    [16]

    1. Pandangan Patriarkis (Perspektif Ecofeminism)

    Rosemary Radford Ruether adalah pionir gerakan ekofeminisme (ecofeminism) di awal tahun1975. Gerakan ini mengangkat ide kaitan antara dominasi atas kaum perempuan danpenguasaan dan eksploitasi terhadap alam. Ide ini berangkat dari penerimaan tuduhan White

    Jr. terhadap teologi Judeo-Kristen, yang ditimbulkan dari kekeliruan penafsiran teks Bible,sebagai berwatak eksploitatif. Menurut Ruether, penafsiran tersebut sangat dipengaruhikonteks dualistik alam semesta dan manusia. Pemahaman ini juga berakar dari pengaruhfilsafat Yunani klasik tentang keterpisahan jiwa dan tubuh yang menjadi hubungan superior daninferior. Tubuh atau materi diposisikan inferior terhadap jiwa; dan tubuh dianggap sebagai akardari kejahatan moral.

    Pandangan ini kemudian memengaruhi dan membentuk hirarki sosial di mana superioritas jiwaatas tubuh disepadankan dengan dominasi kaum lelaki atas perempuan, majikan atas budak,bangsa Yunani atas kaum Barbar, dan seterusnya. Dominasi suatu kaum atas kaum yang lain

    menjadi sesuatu yang lumrah. Ruether kemudian mengaitkan krisis ekologi yang terjadi denganhirarki sosial. Ketika memahami kisah penciptaan dalam teks kitab suci, kelumrahan ini jugamembentuk pandangan superioritas manusia untuk mendominasi alam semesta. Melaluigerakan ekofeminisnya, Ruether menyerukan untuk merubah hierarki hubungan antara laki-lakidan perempuan, manusia dan alam semesta ke arah yang lebih setara, karena keduanya salingbergantung dan saling memengaruhi (biofeedback).

    [17]

    Meskipun lebih dikenal karena dukungannya terhadap "pemitosan kembali sains" ("remythifyingscience"), Brian Swimme tampaknya bisa juga digolongkan ke dalam kelompok ekofeminis.Gagasannya beranjak dari kenyataan bahwa sains tumbuh dari sikap dan pemikiran yang

    membuang jauh mitos. Sains tidak memiliki perilaku takut dan kagum yang menjadi dasarutama bagi sikap penghormatan terhadap alam. Sebaliknya, pemikiran sains adalah mekanistik

    4 / 17

  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    5/17

  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    6/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    rahmat dari Allah (Q.S. al-Jatsiyah [45]:1 3); (4) untuk kepentingan manusia (Q.S. Luqman [31]:20); (5) untuk menyempurnakan nikmat dan ujian bagi semua manusia (Q.S. Hd [11]: 7); danuntuk menguji siapa yang amalannya lebih baik (Q.S. al-Mulk [67]: 2).

    [20]

    Tentang alam semesta sebagai tanda kekuasaan Allah, zdemir juga telah menyimpulkanbahwa "setiap makhluk atau segala sesuatu di dunia ini memiliki eksistensi ontologis sebagaitanda kekuasaan Tuhan" Kesimpulan lainnya adalah bahwa: "Tuhan mengungkapkan danmemanifestasikan diri-Nya melalui ciptaan-Nya" Ayat-ayat yang mendukung kesimpulantersebut cukup banyak dijumpai dalam al-Qur'an. Contohnya Q.S. Ali Imran [3]: 190-191;Thaha [20]: 50; al-Anbiya [21]: 16-17; al-Muminun [23]: 115.

    [21]

    Imam Tajuddin H. Alhilaly, seorang mufti di Australia, menyebutkan beberapa fungsialam. Pertama, alam diciptakan sebagai pendamping (partner) bagi keberadaan manusia.Kedua, alam ini diciptakan untuk kehidupan manusia. Manusia mustahil bisa muncul di bumi

    dan hidup tanpa dukungan alam ini. Fungsi alam ini diimbangi dengan berbagai batasan dantugas manusia untuk memelihara lingkungan. Kesimpulan ini didukung hadits-hadits Nabi sawdan beberapa ayat al-Qur'an, seperti Q.S. al-Anbiya [21]: 30; al-Waqiah [56]: 68-69 dan63-64; Abasa [80]: 24-32; dan al-Anam [6]: 99.

    [22]

    Dalam membahas etika lingkungan Islam, Hamid menyebutkan beberapa fungsi alamsemesta ini diciptakan Allah. Fungsi yang paling utama adalah untuk beribadah kepadaPenciptanya. Pemujaan, pujian, dan bersujudnya segenap makhluk, merupakan bagian darikeselarasan hukum alam yang dikehendaki Sang Khalik (Q.S. al-Isra [17]: 44; al-Hajj [22]: 18;dan al-Nahl [16]: 49-50).

    [23]

    Fungsi lainnya adalah dalam rangka menjalankan peran masing-masing (fungsiekologis) demi menjaga keberlangsungan dan kelestarian alam. Allah menciptakan alamsemesta ini dengan proporsi yang tepat dan seimbang (Q.S. al-Mulk [67]: 3-4; al-Qamar [54]:59; al-Rahman [55]: 7). Dalam surat al-Mu'min [40] ayat 57, Allah menjelaskan bahwapenciptaan langit dan bumi sesungguhnya jauh lebih besar ketimbang penciptaan manusia. Disamping itu, bumi dan seisinya ini diciptakan tidak hanya untuk manusia, tetapi juga untukseluruh makhluk (Q.S. al-Hijr [15]: 19-20; al-Anam [6]: 38; dan al-Nur [24]: 45).

    [24]

    Fungsi ketiga, menurut Abd al-Hamid, adalah berkaitan dengan keberadaan manusia.

    Beberapa ayat memang menunjukkan bahwa segenap makhluk ciptaan Allah dimaksudkanuntuk melayani manusia (Q.S. al-Jatsiyah [45]: 13; Luqman [31]: 20; al-Mu'min [40]: 64).Tumbuh-tumbuhan, binatang, bumi, dan langit ditundukkan Allah untuk melayani danmemenuhi kebutuhan manusia yang telah dibekali otak dan kecerdasan (Q.S. Ysin [36]:71; al-Mu'min [40]: 79; Ibrahim [14]: 33).[25]Meskipun demikian, ketundukan makhluk non-manusiakepada manusia bukan berarti manusia memiliki hak untuk untuk mendominasi dan mengerukalam.[26]Alam juga tidak hanya dilihat dari sisi kemanfaatannya. Sebaliknya, jagat raya ini bisamenjadi sarana bagi manusia untuk berefleksi dan perenungan, dan juga sumber keindahandan kepuasan hati (Q.S. Yunus [10]: 6; al-Thur [52]: 20; al-Jatsiyah [45]: 4; al-Nahl [16]: 13; al-Kahfi [18]: 7).

    [27]

    1. Tujuan Penciptaan Manusia

    6 / 17

  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    7/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    Dalam al-Qur'an, manusia sering dipuji sebagai makhluk paling sempurna (Q.S. al-Tien [95]: 5)dan dimuliakan dibanding makhluk-makhluk lain di bumi (Q.S. Al-Isra [17]: 70). Meskipundemikian, menurut Quraish Shihab, manusia juga sering dicela oleh Allah karena sifat-sifatjeleknya (Q.S. Ibrahim [14]: 34; al-Kahfi [18]: 54; al-Maarij [70]: 19).

    [28]

    Akhsin Sakho Muhammad dkk. merinci beberapa tujuan manusia diciptakan, sebagaimanadisebut al-Qur'an sebagai berikut: (1) bukan untuk main-main (Q.S. Al-Mu'minun [23]: 115),tetapi untuk mengemban amanah atau tugas keagamaan dan beribadah (Q.S. Al-Ahzab [33]:72; al-Dzariyat [51]: 56); (2) sebagai khalifah atau pengelola bumi (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30); (3)untuk al-amr bi al-maruf wa al-nahi an al-munkar (Q.S. Ali Imran [3]: 110; al-Rahman [55]: 31)dan akan dimintai tanggung jawabnya (Q.S. Al-Qiyamah [75]: 36); (4) untuk beribadah (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56; Shad [38]: 26); dan (5) membangun peradaban di bumi (Q.S. Huud [11]: 61).

    [29]

    Hasil perumusan lain, yakni manusia selaku khalifah, dirinci sebagai tugas dan

    tanggung jawab manusia, yaitu: (1) untuk menegakkan agama (Q.S. Al-Hajj [22]: 41; al-Nur[24]: 55; al-Anam [6]: 163-165); dan (2) mengatur urusan dunia (Q.S. Ali Imran [3]: 159; al-Syura [42]: 38; dan al-Nisa [4]: 59).[30]Rumusan terakhir menyangkut kemungkinan manusiasebagai penyebab kerusakan lingkungan, yakni: (1) merusak (Q.S. al-Araf [7]: 56,74); (2)curang (Q.S. Huud [11]: 85); (3) disorientasi atau ketidakseimbangan dan berlebihan (Q.S. Al-Isra [17]: 25-26; al-Anam [6]: 141; al-Araf [7]: 31; al-Rahman [55]: 7-9; al-Furqan [25]: 67);(4) mengurangi atau mengubah (Q.S. al-Nisa [4]: 118-119); dan (5) dorongan hawa nafsu(Q.S. Muhammad [47]: 22; al-Anam [6]: 123; dan al-Isra [17]: 16).

    [31]

    Manusia sebagai penguasa (khalifah) di muka bumi, menurut Fazlun Khalid, diatur oleh empat

    prinsip utama berdasarkan al-Qur'an: tauhid, fitrah, mizan, dan khilafah. Tauhid merupakanprinsip utama tentang keesaan Tuhan dan kesatuan semua ciptaan-Nya (Q.S. al-Ikhlas [112]:1-2; al-Furqan [25]: 2). Seluruh makhluk berasal dari sumber yang sama dan diciptakan untukbekerja dan berfungsi sebagai satu kesatuan (Q.S. al-Baqarah [2]: 255). Fitrah merupakankonsep Islam tentang sifat asal dari ciptaan Tuhan di mana manusia termasuk di dalamnya(Q.S. al-Rum [30]: 30). Alam semesta, kata Khalid, berjalan sebagaimana hukum-hukum kekalAllah. Apabila manusia dengan potensi dan kehendak bebasnya mengubah ciptaan, melaluiintervensi mereka terhadap bumi, maka mereka berarti juga menghancurkan dirinya. Manusiatelah memicu reaksi berantai bagi diri mereka sendiri, dan tidak mampu bagaimanamenghentikannya.

    [32]

    Dalam prinsip mizan, alam semesta dan seisinya - termasuk manusia tanpa kecuali - beradadalam kepatuhan terhadap Penciptanya. Melalui hukum alam-Nya, mereka memiliki tatanandan tujuan tertentu (Q.S. al-Rahman [55]: 1-12). Sementara, prinsip khilafah (peran pengelola)mengatakan bahwa manusia diberi kedudukan khusus oleh Tuhan, yakni sebagai wakil Tuhandi muka bumi (Q.S. al-Anam [6]: 165). Meskipun begitu, manusia juga menjadi hamba-Nyayang harus taat. Sedangkan hubungannya dengan alam, manusia bukanlah penguasa ataupunpemilik alam, tetapi setara. Bersama kekhalifahannya, manusia bertanggung jawab terhadapapa yang ia perbuat terhadap alam.

    [33]

    Mustafa Abu Sway memakai dua kategori untuk membahas hubungan antara manusiadan lingkungan, penguasaan (khilafah) dan penundukan (taskhir). Kategori pertama

    7 / 17

  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    8/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    memandang bahwa manusia adalah wakil Tuhan di muka bumi. Kekhalifahannya telahdinyatakan sebelum penciptaan manusia pertama (Q.S. al-Baqarah [2]: 30-31). Dengankedudukan ini, manusia dilimpahi tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga alamsekitarnya, yang juga diiringi dengan ganjaran dan hukuman. Pada posisi ini, kekhalifahan juga

    bisa menjadi ujian baginya bagaimana ia memerlakukan lingkungannya (Q.S. al-Anam [6]:165), apakah ia akan menjalankan tugasnya sesuai aturan Tuhan atau malah merusak. Apabilasuatu golongan atau kaum berbuat kerusakan, bisa jadi tugas ini akan dilimpahkan ke generasiyang lain (Q.S. al-Araf [7]: 69 dan 74). Tugas lain manusia selaku khalifah adalah untukmengamati alam semesta (Q.S. Yunus [10]: 14) dalam rangka pengembangan ilmupengatahuan yang memungkinkan mereka untuk memelihara lingkungan tempat merekahidup.

    [34]

    Berdasarkan kajian tematisnya terhadap istilah khalifah dalam al-Qur'an, DawamRahardjo menyimpulkan tiga makna khalifah. Pertama, khalifahyang berarti Adam as. Sebagai

    simbol manusia pertama, manusia adalah penguasa di muka bumi (Q.S. al-Baqarah [2]:30; al-Anam [6]: 165; Yunus [10]: 13-14. Kedua, khalifah berarti generasi penerus atau pengganti,sehingga fungsi khalifah diamanatkan secara kolektif kepada suatu generasi (Q.S. al-Araf [7]:69, 74, 142, dan 169; Yunus [10]: 73). Dan terakhir, khalifah berarti kepala negara atau rajasuatu kaum (Q.S. Yunus [10]: 73; Shad [38]: 26).

    [35]

    Kategori lain yang bisa digunakan untuk memahami relasi manusia dengan lingkungannyaadalah al-amanah. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang menerima tawaran dari Allahuntuk mengemban amanat (Q.S. Al-Ahzab [33]: 72). Dengan begitu, kebebasannya sebagaipenguasa bumi (khalifah fi al-ard) juga diimbangi dengan amanat. Kekhalifahan manusia juga

    merupakan ujian baginya untuk bagaimana ia memperlakukan apa yang diamanatkan olehAllah (Q.S. Al-Anfal [8]: 27-28; al-Anam [6]: 165).[36]

    Hubungan manusia dengan alam dalam al-Qur'an di mana manusia berkedudukansebagai khalifah, harus juga dilihat dari segi penundukan (taskhir) dan kehambaan(al-ubudiyyah). Manusia selaku khalifah di bumi (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30) dilengkapi dengankemampuan mengembangkan pengetahuan (Q.S. Al-Baqarah [2]: 31) dan ditundukkannyaalam semesta dan seisinya untuk manusia. Allah lah yang menundukkan langit dan bumi danseisinya (Q.S. Al-Jatsiyah [45]: 12-13), bukan manusia. Oleh karena itu, meskipun manusiasebagai khalifah diberi kuasa untuk mengelola dan memelihara alam, kedudukan manusia

    dengan alam semesta adalah setara di hadapan Allah.[37]

    Lebih jauh, menurut Nasr, sebagaihamba Allah, manusia bertindak pasif dan hanya menerima karunia yang diberikan Allahkepadanya. Di sisi lain, sebagai khalifah, ia harus aktif menjaga kelestarian alam danmengelolanya bagi kemanfaatan semua makhluk.

    [38]

    Sesungguhnya, ketika membahas manusia dan alam (lingkungan), posisi Tuhan tidak mungkindiabaikan. Alasannya, ketika membahas relasi manusia dan alam, peran dan keberadaanTuhan juga, mau atau tidak mau, disinggung. Oleh karena itu, di samping relasi antara manusiadan alam semesta, ada dua relasi yang lain, yaitu relasi manusia dan Tuhan dan relasi alamsemesta dan Tuhan. Untuk memahami salah satu dari tiga relasi tersebut, relasi manusia dan

    alam misalnya, dua relasi yang lain akan sangat membantu untuk memahaminya.

    8 / 17

  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    9/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    Masing-masing dari ketiga relasi di atas memiliki elemen penting yang membentuk satukesatuan yang saling berhubungan. Relasi antara alam semesta dan Tuhan dihubungkandengan konsep penundukan (taskhir); relasi antara manusia dan Tuhan dihubungkan dengankonsep kehambaan (abd); sementara, relasi antara manusia dan alam semesta adalah relasi

    khalifah dan amanah.

    Sampai di sini, kita dapat membangun pandangan keagamaan terhadap ekologi (eco-teology).Tiga relasi di atas, menurut penulis, adalah sebuah sistem yang terstruktur, yang tidak bisadipisah-pisahkan. Tiga relasi di atas menunjukan betapa zat yang paling memiliki kekuasaanadalah Tuhan, sehingga semua ciptaanya akan tunduk terhadapnya, termasuk manusia. Inilahyang kemudian menjadi konsep 'abd. Apabila memakai konsep abd, maka hal itu bisadijelaskan bahwa manusia dianugerahi potensi sebagai khalifah dan dibekali denganpenundukan (taskhir) alam semesta baginya. Akan tetapi kemampuan dan penundukantersebut harus diimbangi dengan tanggung jawab melalui elemen amanah dan 'abd. Jika dilihat

    dalam kerangka pandangan agama dan lingkungan di atas, maka konsep ini akan lebih sesuaidengan konsep kekerabatan manusia dengan semua makhluk.

    Ikhtitam

    Ada empat konsep penting yang harus dipahami untuk membangun pemahaman agama(Islam) terhadap ekologi atau lingkungan: taskhir, abd, khalifah dan amanah. Keempatnyaberasal dari konsep tujuan penciptaan alam semesta dan tujuan penciptaan manusia.

    Pandangan yang komprehensif terhadap empat konsep di atas dengan seimbang akanmemberikan pandangan yang baik mengenai relasi manusia dan lingkungan dalam kaitannyadengan keseimbangan alam dan lingkungan.

    Marji

    Abdullah, M. Amin. 2004. Dimensi Etis-Teologis dan Etis-Antropologis dalam PembangunanBerwawasan Lingkungan, dalam M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam Di Era Post Modernisme.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Abu-Sway, Mustafa. Towards an Islamic Jurisprudence of the Environment (Fiqh al-Bi'ah filIslam),http://homepages.iol.ie/%7Eafifi/ Articles/environment.htm, diakses 28 Desember 2005.

    Afrasiabi, Kaveh L. 2003. Toward an Islamic Ecotheology,dalam R. C. Foltz, F. M. Denny, danA. Baharuddin (eds.), Islam and Ecology: A Bestowed Trust. Harvard: The President andFellows of Harvard College

    Agwan, A. R. 1997. Islam and the Environment.New Delhi: Institute of Objective Studies.

    9 / 17

    http://homepages.iol.ie/%257%20Eafifi/Articles/environment.htmhttp://homepages.iol.ie/%257%20Eafifi/Articles/environment.htm
  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    10/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    Alhilaly, Imam Tajuddin H., Islam and Ecology, http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/, diakses pada 28 Desember 2006.

    Al-Hamid, Abd. 1997. Exploring the Islamic Environmental Ethics, dalam A. R. Agwan (ed.),

    Islam and the Environment. New Delhi: Institute of Objective Studies.

    Hussain, Irshad, and Atiya. Man and Ecology: An Islamic Perpsective.http://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Environment%20and%20Islam.html, diakses pada 28 Desember 2005.

    Barbour, Ian. 2005. Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama. FransiskusBorgias (terj). Bandung: Mizan

    Callicott, J. Baird. 2003. Menuju Suatu Etika Lingkungan Global,dalam Mary E. Tucker dan

    John A. Grim (ed.), Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup, P. Hardono Hadi (terj.). Yogyakarta:Kanisius.

    Denny, Frederick M. 2004. Islam and Ecology: A Bestowed Trust Inviting BalancedStewardship.http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/, diakses pada 28 Desember2006.

    Foltz, Richard C. 2003. Islamic Environmentalism: A Matter of Interpretation,dalam R. C. Foltz,F. M. Denny, dan A. Baharuddin (eds.), Islam and Ecology: A Bestowed Trust. Harvard: The Pre-sident and Fellows of Harvard College.

    Haught, John. 2004. Perjumpaan Sains dan Agama: Dari Konflik ke Dialog, Fransiskus Borgias(terj.), Bandung: Mizan.

    Khalid, Fazlun M. 2003. Islam, Ecology, Modernity: An Islamic Critique of the Root Causes ofEnvironmental Degradation,dalam R. C. Foltz, F. M. Denny, dan A. Baharuddin (eds.), Islamand Ecology: A Bestowed Trust. Harvard: The President and Fellows of Harvard College.

    ____________. 1994. Ecology: Restoring Our Sense of Belonging,dalam Woodstock ReportNo. 38, Ecology, Cosmology, and Theology: A Trialogue, June 1994.

    http://www.georgetown.edu/centers/woodstock/report/r-fea38.htm, diakses pada 28 Desember2006.

    Muhammad, Ahsin Sakho, dkk. (ed.). 2004. Fiqih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah). Laporan INFORM,Pertemuan Menggagas Fikih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah) oleh Ulama Pesantren, Sukabumi, 9-12Mei 2004

    zdemir, brahim. 2003. Toward an Understanding of Environmental Ethics from a Qur'anicPerspective,dalam R. C. Foltz, F. M. Denny, dan A. Baharuddin (eds.), Islam and Ecology: ABestowed Trust. Harvard: The President and Fellows of Harvard College

    Peeters, Denise. 1993. Toward an Ecologically Informed Theology,dalam Theology Digest Vol.

    10 / 17

    http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/http://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Environment%20and%20Islam.htmlhttp://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Environment%20and%20Islam.htmlhttp://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/http://www.georgetown.edu/centers/woodstock/%20report/r-fea38.htmhttp://www.georgetown.edu/centers/woodstock/%20report/r-fea38.htmhttp://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/http://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Environment%20and%20Islam.htmlhttp://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Environment%20and%20Islam.htmlhttp://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/
  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    11/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    40 No. 1.

    Rahardjo, Dawam. 1996. Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsepKunci.Jakarta: Paramadina.

    Shihab, Quraish. 1995. Membumikan Al-Quran.Bandung: Mizan.

    Timm, Roger E. 2003. Dampak Ekologis Teologi Penciptaan menurut Islam,dalam M. E. Tuckerdan J. A. Grimm (ed.), Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup, P. Hardono Hadi (terj.).Yogyakarta: Kanisius.

    Tucker, Mary E., John A. Grim. 2003. Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup, P. Hardono Hadi(terj.). Yogyakarta: Kanisius.

    White Jr., Lynn. 1974. The Historical Roots of Our Ecological Crisis [with discussion of StFrancis; Reprint of 1967]:Ecology and Religion in History. New York: Harper and Row.

    *Tulisan ini diterbitkan ulang dari Jurnal Al-Mustawa Th.1 No. 1/ Februrai 2009 DPPAI UII.Penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk Saudara Toton Witono, ST., S.Th.I., MA. Daripembacaan dan diskusi penulis terhadap karya penelitian yang dituangkan dalam skripsinya

    dengan judul "Relasi Manusia dan Lingkungan beserta Implikasi Ekologisnya (Studi atas TafsirMirza Bashiruddin Mahmud Ahmad)", penulis terinspirasi untuk membuat sebuah tulisan yangmemberikan eksplorasi, meskipun singkat, secara khusus mengenai relasi manusia denganlingkungannya sendiri menurut al-Qur'an, dan bukan sebagai sebuah studi atas kitab tafsirsebagaimana penelitian di atas.

    ** Mahasiswa Konsentrasi Islamic Research, Magister Studi Islam, Program Pasca Sarjana(S-2) Universitas Islam Indonesia (UII). Alumni Sastra Arab Fakultas Adab UIN Sunan KalijagaYogyakarta. Aktif sebagai Sekretaris Center for Research and Empowering Society (CRES)Yogyakarta.

    [1]J. Baird Callicott, Menuju Suatu Etika Lingkungan Global dalam Mary E. Tucker dan John A.

    Grim (ed.), Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup, terj. P. Hardono Hadi, (Yogyakarta: PenerbitKanisius, 2003), hlm. 29; Ian Barbour, Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan

    11 / 17

  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    12/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    Agama, terj. Fransiskus Borgias, (Bandung: Penerbit Mizan, 2005), hlm. 262.

    [2]Mary E. Tucker dan John A. Grim, Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup, terj. P HardonoHadi, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2003), hlm. 7. Lihat juga Atiya dan Irshad Hussain, Manand Ecology: An Islamic Perpsective, http://www.islamfrominside.com/Pages/Arti-cles/Ecology%20Environment%20and%20Islam.html, diakses pada 28 Desember 2005.

    [3]Kaveh L. Afrasiabi, Toward an Islamic Ecotheology, dalam R. C. Foltz, F. M. Denny, dan A.Baharuddin (ed.), Islam and Ecology: A Bestowed Trust, (Harvard: the President and Fellows ofHarvard College, 2003), hlm. 281.

    [4]Richard C. Foltz, Islamic Environmentalism: A Matter of Interpretation, dalam R. C. Foltz, F.

    M. Denny, dan A. Baharuddin (ed.), Islam and Ecology: A Bestowed Trust, (Harvard: thePresident and Fellows of Harvard College, 2003), hlm. 249.

    [5]A. R. Agwan, Islam and the Environment, (New Delhi: Institute of Objective Studies, 1997),hlm. xi.

    [6]Lynn White, Jr. The Historical Roots of Our Ecological Crisis [with discussion of St Francis;reprint, 1967],Ecology and religion in history, (New York: Harper and Row, 1974). Diambil darihttp://www.siena.edu/ellard/historical_roots_of_our_ecologic.htm, diakses pada 17 Desember2005.

    12 / 17

    http://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Environment%20and%20Islam.htmlhttp://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Environment%20and%20Islam.htmlhttp://www.siena.edu/ellard/historical_roots_of_our_ecologic.htmhttp://www.siena.edu/ellard/historical_roots_of_our_ecologic.htmhttp://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Environment%20and%20Islam.htmlhttp://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Environment%20and%20Islam.html
  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    13/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    [7]Barbour, Op.cit, hlm.267.

    [8]Ibid., hlm. 270-285.

    [9]Roger E. Timm, Dampak Ekologis Teologi Penciptaan menurut Islam, dalam M. E. Tuckerdan J. A. Grimm (ed.), Agama, Filsafat & Lingkungan Hidup, terj. P. Hardono Hadi, (Yogyakarta:

    Penerbit Kanisius, 2003), hlm. 109.

    [10]Ibid

    [11]Ibid.

    [12] brahim zdemir, Toward an Understanding of Environmental Ethics from a Qur'anicPerspective,dalam R. C. Foltz, F. M. Denny, dan A. Baharuddin (eds.), Islam and Ecology: A

    Bestowed Trust, (Harvard: the President and Fellows of Harvard College, 2003), hlm. 5.

    [13]Roger E Timm, Dampak Ekologis Teologi Penciptaan menurut Islam, dalam M. E. Tuckerdan J. A. Grimm (ed.), Agama, Filsafat & Lingkungan Hidup, terj. P. Hardono Hadi, (Yogyakarta:Penerbit Kanisius, 2003), hlm. 110; Ibrahim zdemir, Op.cit, hlm. 5.

    13 / 17

  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    14/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    [14]Roger E Timm, OP.cit, hlm. 111.

    [15] John Haught, Perjumpaan Sains dan Agama: Dari Konflik ke Dialog, terj. FransiskusBorgias, (Bandung: Penerbit Mizan, 2004), hlm. 325.

    [16] Ibid, p.. 333-337; John Haught, Ecology: Restoring Our Sense of Belonging, dalamWoodstock Report No. 38, Ecology, Cosmology, and Theology: A Trialogue, June 1994.http://www.georgetown.edu/centers/woodstock/ report/r-fea38.htm, diakses pada 28 Desember2006.

    [17]Denise Peeters, Toward an Ecologically Informed Theology, dalam Theology Digest Vol. 40No. 1, (1993),hlm. 113-114.

    [18]Ibid, hlm. 115.

    [19]Barbour, Op.cit, hlm. 282-283.

    [20]Muhammad Ahsin Sakho, dkk. (ed.). Fiqih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah). Laporan INFORM,

    Pertemuan Menggagas Fikih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah) oleh Ulama Pesantren, Sukabumi,9-12 Mei 2004, hlm. 16.

    14 / 17

    http://www.georgetown.edu/centers/woodstock/%20report/r-fea38.htmhttp://www.georgetown.edu/centers/woodstock/%20report/r-fea38.htm
  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    15/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    [21]Ibrahim zdemir, Op.cit, hlm. 11-12.

    [22] Imam Tajuddin H. Alhilaly, Islam and Ecology. http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/, diakses pada 28 Desember 2005.

    [23]Abd-al-Hamid, Exploring the Islamic Environmental Ethics, dalam A. R. Agwan (ed.), Islamand the Environment, (New Delhi: Institute of Objective Studies, 1997), hlm. 44.

    [24]Ibid.,hlm. 44-45

    [25]Ibid, hlm. 46-48.

    [26]Frederick M Denny, Islam and Ecology: A Bestowed Trust Inviting Balanced Stewardship,Forum on Religion and Ecology. http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/, diaksespada 28 Desember 2006.

    [27]Abd-al-Hamid,Op.cit, p. 48.

    15 / 17

    http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/http://environment.harvard.edu/religion/religion/islam/
  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    16/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    [28]Muhammd Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 233.

    [29]Muhammad dkk., Op.cit, hlm. 17.

    [30]Ibid, hlm. 17.

    [31]Ibid.

    [32]Fazlun M. Khlmid, Islam, Ecology, Modernity: An Islamic Critique of the Root Causes ofEnvironmental Degradation,dalam R. C. Foltz, F. M. Denny, dan A. Baharuddin (ed.), Islam andEcology: A Bestowed Trust, (Harvard: the President and Fellows of Harvard College, 2003),hlm. 315-316.

    [33]Ibid., hlm. 316-317.

    [34]Mustafa Abu-Sway, Towards an Islamic Jurisprudence of the Environment (Fiqh al-Bi'ah filIslam). http://homepages.iol.ie/%7Eafifi/ Articles/environment.htm, diakses pada 28 Desember

    2005

    16 / 17

    http://homepages.iol.ie/%257%20Eafifi/Articles/environment.htmhttp://homepages.iol.ie/%257%20Eafifi/Articles/environment.htm
  • 7/25/2019 Relasi Manusia Dengan Lingkungan Dalam Al Quran Upaya Membangun Eco Theology

    17/17

    Buletin Al-IslamiyahMedia Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesiahttp://alislamiyah.uii.ac.id

    [35] Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep

    Kunci, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 1996), hlm. 349-357.

    [36] Irshad Atiya dan Hussain, Man and Ecology: An Islamic Perpsective.http://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Envi ronment%20and%20Islam.html, diakses pada 28 Desember 2005; Hamid, Op.cit, hlm. 41-42.

    [37] Muhammd Quraish Shihab, Ibid, hlm. 233-34; Syed Hossein Nasr, Islam and theEnvironmental Crisis, dalam A. R. Agwan (ed.), Islam and the Environment, (New Delhi:Institute of Objective Studies, 1997), hlm. 21.

    [38]Ibid.

    http://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Envi%20ronment%20%20and%20Islam.htmlhttp://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Envi%20ronment%20%20and%20Islam.htmlhttp://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Envi%20ronment%20%20and%20Islam.htmlhttp://www.islamfrominside.com/Pages/Articles/Ecology%20Envi%20ronment%20%20and%20Islam.html