Upload
lymien
View
234
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
REKAYASA PROSES PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) DAN PENGEMASAN
KERIPIK DURIAN MENTAWAI
SKRIPSI
NURHUDAYA F14061541
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
ENGINEERING OF VACUUM FRYING AND PACKAGING PROCESS OF MENTAWAI DURIAN CHIPS
Nurhudaya and I Wayan Budiastra
Department of Mechanical And Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.
Phone 62 251 8626824, e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Indonesia has varieties of tropical fruits. Durian is one of the famous tropical fruit in Indonesia. The price of durian is relatively high, however in the peak of harvest season the price become lower, since durian has a short shelf life and the supply is higher than the demand. An alternative post harvest technology to process durian fruit to another food is needed, such as durian chip or durian snack. Snack or chip is a dry food that can be damaged easily if they are stored at the atmospheric condition. To keep the quality of snack and chip, a suitable packaging technology is urgently needed. The aim of this research are to determine the best temperature and treatment time to produce durian chip by using vacuum fryer machine and to choose the best packaging material that can prolong the quality of durian chips to as long as possible. Physico-chemical analysis is carried out to know the quality of durian chips as a result of different combination of temperature and time of frying, and as a result of storage condition. The organoleptic test is done to know the acceptance level of durian chips by panelists. The best durian chips is produced by vacuum frying at 75°C for 85 minutes. Meanwhile, according to the accelerated storage studies using Arrhenius calculation, aluminium foil is the best packaging material that can protect durian chips from damage compare to the other materials: polypropylene and high density polyethilene.
Key word: Vacuum frying, Frying temperature, Frying time, Storage, Durian, Packaging, Fruit chips, Aluminium foil, Polypropylene
NURHUDAYA. F14061541. Rekayasa Proses Penggorengan Vakum (Vacuum
Frying) dan Pengemasan Keripik Durian Mentawai. Di bawah bimbingan
I Wayan Budiastra. 2011
RINGKASAN
Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah tropis, serta beriklim basah. Daerah
seperti ini memungkinkan tumbuhnya berbagai macam tumbuhan dengan subur. Keanekaragaman
jenis buah-buahan merupakan sumber genetik yang sulit ditemukan di daerah lain.
Pada saat musim panen raya, harga buah menurun secara drastis dikarenakan kelebihan
produksi. Hal ini tentu saja akan merugikan para petani buah tersebut, sehingga diperlukan suatu
proses pengolahan pasca panen buah-buahan tersebut menjadi penganan dengan nilai jual yang lebih
tinggi, salah satunya adalah produk keripik.
Bahan pangan seperti sayuran dan buah segar, apabila digoreng pada tekanan atmosfir akan
segera mengalami pencokelatan dan gosong, teksturnya juga lembek dan liat karena tidak banyak
melepaskan air yang dikandungnya. Sedangkan bila digoreng dengan kondisi vakum, suhu
penggorengan akan lebih rendah sehingga dapat dihasilkan warna hasil gorengan yang baik, serta
tekstur yang renyah. Proses penggorengan pada kondisi vakum berarti bahwa proses penggorengan
terjadi pada kondisi tekanan lebih rendah dari tekanan normal atmosfir, hingga kondisi hampa udara.
Akibatnya titik didih minyak goreng juga menjadi lebih rendah. Proses ini sesuai digunakan untuk
menggoreng bahan yang tidak tahan suhu tinggi seperti sayuran dan buah-buahan. Selain itu
diperlukan teknologi dan pemilihan pengemasan yang tepat agar produk keripik ini mampu bertahan
selama proses penyimpanan. Kemasan yang memiliki transmisivitas oksigen dan uap air yang kecil
akan mampu melindungi keripik dari ketengikan dan kehilangan kerenyahan.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menentukan suhu dan waktu penggorengan vakum yang
optimal untuk menghasilkan mutu keripik durian terbaik dan 2) menentukan jenis kemasan yang tepat
agar produk keripik durian dapat dipertahankan mutunya selama penyimpanan untuk jangka waktu
tertentu.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah proses pembuatan keripik buah
dengan penggorengan vakum menggunakan 4 tingkat suhu (75°C, 80°C, 85°C dan 90°C) dan 4
tingkat waktu (55 menit, 70 menit, 85 menit dan 100 menit). Setelah itu, analisis fisikokimia
dilakukan untuk mengetahui perubahan fisik dan kimia yang terjadi pada keripik durian yang digoreng
dalam 16 kombinasi perlakuan suhu dan waktu yang berbeda. Pengukurannya dilakukan secara
obyektif dengan menggunakan peralatan tertentu. Dalam analisis fisikokimia, parameter yang diukur
meliputi rendemen, kadar air, kadar lemak, dan warna. Sementara itu pengujian secara organoleptik
dilakukan dengan melibatkan panelis yang dimintai pendapatnya mengenai tingkat kesukaannya
terhadap produk keripik durian hasil dari kombinasi 16 perlakuan penggorengan. Parameter uji
kesukaan meliputi rasa, kerenyahan, aroma, dan warna. Selain itu, panelis juga diminta untuk
menentukan tingkat kepentingan keripik meliputi rasa, kerenyahan, aroma, dan warna.
Tahap kedua adalah pemilihan jenis kemasan yang mampu memberikan perlindungan terbaik
pada produk keripik durian dari kerusakan sifat fisikokimia maupun penyimpangan organoleptik
selama penyimpanan pada suhu ruang selama jangka waktu tertentu dengan metode akselerasi. Pada
tahap kedua, digunakan 3 jenis kemasan (aluminium foil 70 µm, polipropilen 80 µm, dan HDPE 25
µm ). Keripik terbaik yang dihasilkan pada tahap pertama disimpan selama 28 (dua puluh delapan)
hari pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C dalam masing-masing kemasan. Dilakukan pengamatan setiap 7
(tujuh) hari sekali hingga dapat ditentukan jenis kemasan yang mampu memberikan perlindungan
terbaik dari kerusakan sifat fisikokimia dan penyimpangan organoleptik dari keripik durian yang telah
disimpan tersebut.
Enam belas perlakuan kombinasi suhu dan waktu penggorengan vakum dalam memproduksi
keripik durian menghasilkan karakteristik produk yang berbeda-beda. Dengan semakin tinggi suhu
dan waktu penggorengan; rendemen, kadar air, dan kecerahan keripik durian mengalami penurunan.
Sedangkan kadar lemak dan nilai a keripik durian mengalami kenaikan. Nilai b cenderung fluktuatif.
Sementara itu, nilai kekerasan keripik durian cenderung naik turun, hal ini terjadi karena bentuk
keripik durian yang dihasilkan tidak seragam bentuk, ukuran, dan ketebalannya.
Selama penyimpanan dalam 3 jenis kemasan berbeda, terjadi kenaikan kadar air, kadar asam
lemak bebas, dan kekerasan produk keripik durian. Sedangkan kecerahan keripik durian mengalami
penurunan selama penyimpanan. Sementara itu, penerimaan panelis terhadap kerenyahan, rasa, aroma,
dan warna keripik durian pada tiap-tiap kemasan selama penyimpanan cenderung mengalami
penurunan.
Pada penelitian ini, kondisi suhu dan waktu penggorengan vakum yang optimal dalam
pembuatan keripik durian berdasarkan hasil uji fisikokimia dan organoleptik adalah 75°C selama 85
menit. Parameter kritis dari pendugaan umur simpan keripik durian adalah kadar air. Umur simpan
keripik durian berdasarkan parameter kritis tersebut pada suhu 25°C adalah 59 hari untuk kerpik
durian yang dikemas dengan aluminium foil 70 µm, 15 hari untuk keripik durian yang dikemas
dengan PP 80 µm, dan 10 hari untuk keripik durian yang dikemas dengan HDPE 25 µm. Kemasan
terbaik berdasarkan perhitungan pendugaan lama pencapaian parameter kritis untuk keripik durian
adalah kemasan aluminium foil.
REKAYASA PROSES PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) DAN PENGEMASAN
KERIPIK DURIAN MENTAWAI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
NURHUDAYA
F14061541
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii
Judul Skripsi : Rekayasa Proses Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Dan
Pengemasan Keripik Durian Mentawai
Nama : Nurhudaya
NIM : F14061541
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Akademik
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. NIP 19611019 198601 1 002
Mengetahui :
Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Dr. Ir. Desrial, M.Eng. NIP 19661201 199103 1 004
Tanggal lulus :
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Rekayasa Proses
Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Dan Pengemasan Keripik Durian Mentawai adalah hasil
karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk
apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Yang membuat pernyataan
Nurhudaya
F 14061541
iv
© Hak cipta milik Nurhudaya, tahun 2011 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
v
BIODATA PENULIS
Nurhudaya. Lahir di Bogor, 30 Juni 1988 dari ayah Supri Yusuf dan ibu
Mariam, sebagai putra pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai
pendidikan dasar pada tahun 1994 di SD Negeri Babakan Dramaga IV Bogor
dan lulus pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SLTP Negeri 1 Dramaga Bogor dan lulus pada tahun 2003. Tahun
2003, penulis melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1
Leuwiliang Bogor dan menamatkan SMA pada tahun 2006. Pada tahun yang
sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi
asisten mata kuliah Statika dan Dinamika (2008), Mekanika Fluida (2008), Motor dan Tenaga
Pertanian (2009), dan Perbengkelan (2009). Penulis menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik
Pertanian (HIMATETA) IPB pada tahun 2008/2009. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan dengan
topik “MEMPELAJARI ASPEK KETEKNIKAN PERTANIAN PADA PROSES PENGOLAHAN
SUSU SAPI PASTEURISASI DI KPBS PANGALENGAN BANDUNG” pada tahun 2009. Untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
Rekayasa Proses Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) dan Pengemasan Keripik Durian
Mentawai di bawah bimbingan Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini
berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Rekayasa Proses Penggorengan Vakum (Vacuum
Frying) dan Pengemasan Keripik Durian Mentawai dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan
Mentawai dan IPB Bogor sejak bulan November 2010 sampai Februari 2011.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan
dukungan serta arahan dan bimbingan selama penelitian.
2. Dr. Ir. Radite P.A.S., M.Agr. dan Ir. Putiati Mahdar, M.App.Sc. selaku dosen penguji yang
telah menyempatkan waktunya untuk memberi saran dan masukan kepada penulis.
3. Bapak, umi, kakak, dan adikku tercinta atas doa dan dukungan moril maupun materil selama
penulis melakukan studi di Fakultas Teknologi Pertanian.
4. Ir. Anang Lastriyanto, M.Si. dan Deva Primadia Almada, SPi, M.Si. yang telah
mememberikan arahan dan bimbingan selama penelitian.
5. Wiko Umar Dani, ST., Bapak Sulyaden dan Keluarga Bapak Khusni yang telah membantu
pelaksanaan penelitian, dan menyediakan fasilitas selama penelitian.
6. Farida, Bapak Juantoro, Rambey, mas Solikhin, Margi, Eni, mba Ruri, Enggar, Fanny, Ipunk,
Ilir, Gina, Aprileni, Yudis atas bantuan dan kerjasamanya serta teman-teman seperjuangan
TEP 43 atas kebersamaan yang telah terjalin selama ini.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian.
Bogor, April 2011
Nurhudaya
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1
B. TUJUAN ........................................................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BOTANI DURIAN (Durio zibethinus Murr.) ................................................................ 3
B. PROSES PENGGORENGAN ....................................................................................... 4
C. PERUBAHAN BAHAN PANGAN KARENA PROSES
PENGGORENGAN ....................................................................................................... 5
D. MESIN PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYER) ............................................ 5
E. KEMASAN DAN JENIS KEMASAN .......................................................................... 7
F. PENENTUAN DAYA AWET BAHAN PANGAN DALAM
KEMASAN .................................................................................................................... 12
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU .............................................................................................. 16
B. BAHAN DAN ALAT .................................................................................................... 16
C. PROSEDUR PENELITIAN ........................................................................................... 16
D. PENGAMATAN ............................................................................................................ 22
E. RANCANGAN PERCOBAAN ..................................................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM
TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN .................................................................... 26
B. PENGARUH JENIS KEMASAN TERHADAP MUTU KERIPIK
DURIAN ........................................................................................................................ 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN .............................................................................................................. 81
B. SARAN .......................................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 82
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 84
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Produksi buah-buahan Indonesia .................................................................................. 1
Tabel 2. Produksi Buah-buahan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2008 ................... 1
Tabel 3. Data gizi durian matang tiap 100 gram ....................................................................... 4
Tabel 4. Sifat-sifat fisik aluminium foil .................................................................................... 10
Tabel 5. Permeabilitas dan sifat-sifat kimia kemasan tipis ........................................................ 11
Tabel 6. Persamaan garis kenaikan kadar air keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil ............................................................... 56
Tabel 7. Persamaan garis kenaikan kadar air keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP .................................................................................. 57
Tabel 8. Persamaan garis kenaikan kadar air keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE ............................................................................ 58
Tabel 9. Persamaan garis kenaikan kadar asam lemak bebas keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil ............................................... 60
Tabel 10. Persamaan garis kenaikan kadar asamlemak bebas keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP ................................................................... 61
Tabel 11. Persamaan garis kenaikan kadar asam lemak bebas keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE ............................................................. 62
Tabel 12. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil ............................................................... 63
Tabel 13. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP .................................................................................. 64
Tabel 14. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE ............................................................................ 65
Tabel 15. Persamaan garis penerimaan rasa keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil ........................................................................... 66
Tabel 16. Persamaan garis penerimaan rasa keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP .............................................................................................. 67
Tabel 17. Persamaan garis penerimaan rasa keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE ........................................................................................ 68
Tabel 18. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil ............................................................... 70
Tabel 19. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP .................................................................................. 71
Tabel 20. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE ............................................................................ 72
Tabel 21. Persamaan garis penerimaan aroma keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil ............................................................... 73
Tabel 22. Persamaan garis penerimaan aroma keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP .................................................................................. 74
ix
Tabel 23. Persamaan garis penerimaan aroma keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE ............................................................................ 75
Tabel 24. Persamaan garis penerimaan warna keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil ............................................................... 76
Tabel 25. Persamaan garis penerimaan warna keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP .................................................................................. 77
Tabel 26. Persamaan garis penerimaan warna keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE ............................................................................ 76
Tabel 27. Umur simpan keripik durian berdasarkan data fisikokimia ......................................... 80
Tabel 28. Umur simpan keripik durian berdasarkan data organoleptik ....................................... 80
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Daging durian dan durian utuh .............................................................................. 3
Gambar 2. Penampang melintang makanan goreng (Robertson, 1967 dalam Subekti 1993) ......................................................................................................... 5
Gambar 3. Mesin penggoreng vakum komersial desain Anang Lastriyanto ........................... 6
Gambar 4. Gambar skema mesin penggoreng vakum sistem jet air ........................................ 7
Gambar 5. Skema interaksi antara lingkungan, kemasan dan produk pangan (Katala dan Gavara, 1997) ..................................................................................... 13
Gambar 6. Grafik antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius ................................ 14
Gambar 7. Keripik durian dalam kemasan aluminium foil, PP, dan HDPE ............................ 18
Gambar 8. Kondisi penyimpanan keripik durian dalam inkubator .......................................... 19
Gambar 9. Diagram alir prosedur penelitian ........................................................................... 20
Gambar 10. Alat ukur warna secara obyekif ............................................................................. 22
Gambar 11. Alat ukur kekerasan ............................................................................................... 24
Gambar 12. Proses pengukuran kekerasan keripik durian ......................................................... 24
Gambar 13. Keripik durian hasil penggorengan vakum kombinasi perlakuan suhu dan waktu yang berbeda ........................................................................................ 26
Gambar 14. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap rendemen keripik durian ........................................................................................ 27
Gambar 15. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap kadar air keripik durian ......................................................................................................... 28
Gambar 16. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap kadar lemak keripik durian .............................................................................................. 29
Gambar 17. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai kekerasan keripik durian ........................................................................................ 30
Gambar 18. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai L (kecerahan) keripik durian ..................................................................................... 31
Gambar 19. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai a keripik durian ......................................................................................................... 32
Gambar 20. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai b keripik durian ......................................................................................................... 33
Gambar 21. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan kerenyahan keripik durian .................................................................. 34
Gambar 22. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan rasa keripik durian .............................................................................. 35
Gambar 23. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan aroma keripik durian .......................................................................... 36
Gambar 24. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan warna keripik durian .......................................................................... 37
xi
Gambar 25. Keripik durian hasil penggorengan vakum ............................................................ 39
Gambar 26. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) keripik durian dalam kemasan aluminium foil 70 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ............................................................................................ 41
Gambar 27. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) keripik durian dalam kemasan PP 80 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ................................................................................................................ 41
Gambar 28. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) keripik durian dalam kemasan HDPE 25 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ...................................................................................................... 41
Gambar 29. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) pada suhu 40°C untuk tiga jenis kemasan ...................................................................... 42
Gambar 30. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) pada suhu 50°C untuk tiga jenis kemasan ...................................................................... 42
Gambar 31. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) pada suhu 60°C untuk tiga jenis kemasan ...................................................................... 43
Gambar 32. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (kg/mm) keripik durian dalam kemasan aluminium foil 70 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ................................................................................... 44
Gambar 33. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (kg/mm) keripik durian dalam kemasan PP 80 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ...................................................................................................... 44
Gambar 34. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (kg/mm) keripik durian dalam kemasan HDPE 25 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ............................................................................................ 44
Gambar 35. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (%) pada suhu 40°C untuk tiga jenis kemasan ...................................................................... 45
Gambar 36. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kerenyahan (%) pada suhu 50°C untuk tiga jenis kemasan ...................................................................... 45
Gambar 37. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kerenyahan (%) pada suhu 60°C untuk tiga jenis kemasan ...................................................................... 46
Gambar 38. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%) keripik durian dalam kemasan aluminium foil 70 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ........................................................................... 47
Gambar 39. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%) keripik durian dalam kemasan PP 80 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ............................................................................................ 47
Gambar 40. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%) keripik durian dalam kemasan HDPE 25 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ................................................................................... 47
Gambar 41. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%) pada suhu 40°C untuk tiga jenis kemasan ............................................. 48
Gambar 42. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%) pada suhu 50°C untuk tiga jenis kemasan ............................................. 48
Gambar 43. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%) pada suhu 60°C untuk tiga jenis kemasan ............................................. 49
xii
Gambar 44. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kecerahan (nilai L) keripik durian dalam kemasan aluminium foil 70 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ................................................................................... 50
Gambar 45. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kecerahan (nilai L) keripik durian dalam kemasan PP 80 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ...................................................................................................... 50
Gambar 46. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kecerahan (nilai L) keripik durian dalam kemasan HDPE 25 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C ...................................................................................................... 50
Gambar 47. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kecerahan (nilai L) pada suhu 40°C untuk tiga jenis kemasan .............................................................. 51
Gambar 48. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kecerahan (nilai L) pada suhu 50°C untuk tiga jenis kemasan .............................................................. 51
Gambar 49. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kerenyahan (nilai L) pada suhu 60°C untuk tiga jenis kemasan .............................................................. 52
Gambar 50. Diagram penerimaan panelis terhadap rasa selama penyimpanan ......................... 53
Gambar 51. Diagram penerimaan panelis terhadap aroma selama penyimpanan ..................... 53
Gambar 52. Diagram penerimaan panelis terhadap kerenyahan selama penyimpanan ......................................................................................................... 54
Gambar 53. Diagram penerimaan panelis terhadap warna selama penyimpanan ...................... 55
Gambar 54. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil ............................................ 57
Gambar 55. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan PP ............................................................... 58
Gambar 56. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan HDPE ......................................................... 59
Gambar 57. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak bebas keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil ..................... 60
Gambar 58. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak bebas keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan PP ........................................ 61
Gambar 59. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak bebas keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan HDPE .................................. 62
Gambar 60. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil ................................. 63
Gambar 61. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan PP .................................................... 64
Gambar 62. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan HDPE .............................................. 65
Gambar 63. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil ................................. 67
Gambar 64. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan PP .................................................... 68
Gambar 65. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan HDPE .............................................. 69
Gambar 66. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil ..................... 70
xiii
Gambar 67. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan PP ........................................ 71
Gambar 68. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan HDPE .................................. 72
Gambar 69. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil ................................. 73
Gambar 70. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan PP .................................................... 74
Gambar 71. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan HDPE .............................................. 75
Gambar 72. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil ................................. 77
Gambar 73. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan PP .................................................... 78
Gambar 74. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan HDPE .............................................. 79
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Rekapitulasi data hasil percobaan keripik durian .............................................. 85
Lampiran 2a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai rendemen produk keripik durian yang dihasilkan ..................... 87
Lampiran 2b. DMRT perlakuan waktu penggorengan vakum terhadap rendemen ................. 87
Lampiran 3a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap kadar air produk keripik durian yang dihasilkan ............................... 88
Lampiran 3b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap kadar air ..................... 88
Lampiran 3c. DMRT perlakuan waktu penggorengan vakum terhadap kadar air .................. 88
Lampiran 4a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap kadar lemak produk keripik durian yang dihasilkan ......................... 89
Lampiran 4b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap kadar lemak ............... 89
Lampiran 4c. DMRT perlakuan waktu penggorengan vakum terhadap kadar lemak ................................................................................................................. 89
Lampiran 5a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap kekerasan produk keripik durian yang dihasilkan .............................. 90
Lampiran 5b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap kekerasan ................... 90
Lampiran 6a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai L produk keripik durian yang dihasilkan .................................. 91
Lampiran 6b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap nilai L ........................ 91
Lampiran 6c. DMRT perlakuan waktu penggorengan vakum terhadap nilai L ...................... 91
Lampiran 7a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai a produk keripik durian yang dihasilkan ................................... 92
Lampiran 7b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap nilai a ......................... 92
Lampiran 7c. DMRT perlakuan waktu penggorengan vakum terhadap nilai a ....................... 92
Lampiran 8a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai b produk keripik durian yang dihasilkan ................................... 93
Lampiran 8b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap nilai b ......................... 93
Lampiran 8c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai b .................................................................................................. 93
Lampiran 9. Formulir uji organoleptik keripik durian .......................................................... 95
Lampiran 10. Kuesioner tingkat kepentingan keripik ............................................................. 96
Lampiran 11. Hasil pengujian organoleptik terhadap kerenyahan keripik durian ................... 97
Lampiran 12. Hasil pengujian organoleptik terhadap rasa keripik durian ............................... 98
Lampiran 13. Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma keripik durian ........................... 99
Lampiran 14. Hasil pengujian organoleptik terhadap warna keripik durian ........................... 100
Lampiran 15a. Analisis sidik ragam uji organoleptik terhadap kerenyahan ............................. 101
xv
Lampiran 15b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap kerenyahan ................ 101
Lampiran 15c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap kerenyahan ......................................................................................... 101
Lampiran 16a. Analisis sidik ragam uji organoleptik terhadap rasa ......................................... 103
Lampiran 16b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap rasa ............................ 103
Lampiran 16c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap rasa ..................................................................................................... 103
Lampiran 17a. Analisis sidik ragam uji organoleptik terhadap aroma ...................................... 105
Lampiran 17b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap aroma ......................... 105
Lampiran 17c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap aroma .................................................................................................. 105
Lampiran 18a. Analisis sidik ragam uji organoleptik terhadap warna ...................................... 107
Lampiran 18b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap warna .......................... 107
Lampiran 18c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap warna .................................................................................................. 107
Lampiran 19. Uji pembobotan hasil organoleptik ................................................................... 109
Lampiran 20. Kuesioner penentuan titik kritis keripik durian ................................................. 110
Lampiran 21. Uji penerimaan panelis untuk penentuan kadar air kritis keripik durian ................................................................................................................ 111
Lampiran 22. Uji penerimaan panelis untuk penentuan kadar asam lemak bebas (FFA) keripik durian ......................................................................................... 112
Lampiran 23. Data kekerasan keripik durian dalam kemasan selama penyimpanan ............... 113
Lampiran 24. Data kadar air Keripik durian dalam kemasan selama penyimpanan ................ 114
Lampiran 25. Data kadar asam lemak bebas (FFA) durian dalam kemasan selama penyimpanan ..................................................................................................... 115
Lampiran 26. Data kecerahan (nilai L) keripik durian dalam kemasan selama penyimpanan ..................................................................................................... 116
Lampiran 27. Kuesioner untuk analisis kesukaan ................................................................... 117
Lampiran 28. Data uji kesukaan keripik durian pada penyimpanan di suhu 40°C .................. 118
Lampiran 29. Data uji kesukaan keripik durian pada penyimpanan di suhu 50°C .................. 119
Lampiran 30. Data uji kesukaan keripik durian pada penyimpanan di suhu 60°C .................. 120
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah tropis, serta beriklim basah. Daerah
seperti ini memungkinkan tumbuhnya berbagai macam tumbuhan dengan subur. Keanekaragaman
jenis buah-buahan merupakan sumber genetik yang sulit ditemukan di daerah lain.
Banyak jenis buah-buahan tropis dihasilkan di berbagai wilayah Indonesia, seperti Duku,
Durian, Lengkeng, Manggis, Nangka, Pepaya, Pisang, Cempedak, Nanas, dan masih banyak lagi.
Buah-buahan tropis Indonesia ada yang bersifat semusim atau dua musim (annual) dan tahunan
(parennial). Biasanya musim panen jatuh pada musim hujan sesudah kemarau panjang. Sementara
pada musim kemarau jarang ada tanaman tahunan berbuah lebat. Hal ini menyebabkan adanya panen
buah raya dan musim tanpa panen buah (paceklik).
Berdasarkan hasil olahan data badan pusat statistik (BPS) dari tahun 2003 sampai 2009 besarnya
produksi beberapa jenis buah-buahan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi buah-buahan Indonesia
Tahun
Produksi (ton)
Mangga Jeruk Pisang Nanas Durian Nangka/
cempedak Salak Rambutan
2003 1,526,474 1,529,824 4,177,155 677,089 741,831 694,654 928,613 815,438
2004 1,437,665 2,071,084 4,874,439 709,918 675,902 710,795 800,975 709,857
2005 1,412,884 2,214,019 5,177,607 925,082 566,205 712,693 937,930 657,579
2006 1,621,997 2,565,543 5,037,472 1,427,781 747,848 683,904 861,950 801,077
2007 1,818,619 2,625,884 5,454,226 2,237,858 594,842 601,929 805,879 705,823
2008 2,013,121 2,311,581 5,741,351 1,272,761 602,694 638,382 712,263 851,240
2009 2,188,714 2,120,968 6,273,055 1,558,049 857,851 649,226 830,986 950,012
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sebagai contoh, durian, pisang dan cempedak merupakan jenis bebuahan dengan produksi yang
cukup berlimpah di kepulauan Mentawai seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi Buah-buahan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2008
No. Jenis Buah Produksi (ton)
1 Durian 1,558.6
2 Pisang 1,080.1
3 Jeruk 386.2
4 Cempedak 28.4
5 Rambutan 22.2
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Kep. Mentawai Tahun 2008
2
Pada saat musim panen raya, harga buah durian, pisang dan cempedak menurun secara drastis
dikarenakan kelebihan produksi. Pada saat panen raya, harga buah cempedak berkisar antara Rp.
1,000 – 3,000 per buah, sedangkan harga durian berkisar antara Rp. 3,000 – 5,000 per buah. Hal ini
tentu saja akan merugikan para petani buah tersebut, sehingga diperlukan suatu proses pengolahan
pasca panen buah-buahan tersebut menjadi penganan dengan nilai jual yang lebih tinggi, salah satunya
adalah produk keripik.
Umumnya, rangkaian kegiatan proses pengolahan masih dilakukan secara tradisional/ sederhana
dan tentu saja mengalami beberapa kekurangan pada produk akhir. Beberapa permasalahan/kendala
yang ada antara lain adalah ketidakseragaman ukuran dan mutu produk karena keterbatasan teknologi
yang digunakan. Produk penganan/keripik yang dalam proses pengolahannya tanpa melalui tahapan
kerja yang baik/sistematis ditunjang dengan teknologi standar yang harus diterapkan tentu hasilnya
akan kurang memuaskan. Ukuran, bentuk dan desain kemasan produk keripik juga memerlukan nilai
seni/estetika untuk meningkatkan nilai jual dan akan menarik pelanggan untuk membeli dan
mencobanya. Selain itu, keripik akan mudah tengik jika kandungan minyak yang ada masih tinggi.
Bahan pangan seperti sayuran dan buah segar, apabila digoreng pada tekanan atmosfir akan
segera mengalami pencokelatan dan gosong, teksturnya juga lembek dan liat karena tidak banyak
melepaskan air yang dikandungnya. Sedangkan bila digoreng dengan kondisi vakum, suhu
penggorengan akan lebih rendah sehingga dapat dihasilkan warna hasil gorengan yang baik, serta
tekstur yang renyah (Muchtadi, 2008). Proses penggorengan pada kondisi vakum berarti bahwa proses
penggorengan terjadi pada kondisi tekanan lebih rendah dari tekanan normal atmosfir, hingga kondisi
hampa udara. Akibatnya titik didih minyak goreng juga menjadi lebih rendah. Proses ini sesuai
digunakan untuk menggoreng bahan yang tidak tahan suhu tinggi seperti sayuran dan buah-buahan.
Selain itu diperlukan teknologi dan pemilihan pengemasan yang tepat agar produk keripik ini
mampu bertahan selama proses penyimpanan. Kemasan yang memiliki transmisivitas oksigen dan uap
air yang kecil akan mampu melindungi keripik dari ketengikan dan kehilangan kerenyahan.
B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menentukan suhu dan waktu penggorengan vakum yang
optimal untuk menghasilkan mutu keripik durian terbaik dan 2) menentukan jenis kemasan yang tepat
agar produk keripik durian dapat dipertahankan mutunya selama penyimpanan untuk jangka waktu
tertentu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BOTANI DURIAN ( Durio zibethinus Murr.)
Durian sering dikenal dengan sebutan "raja dari segala buah" (King of Fruit), dan durian adalah
buah yang kontroversial. Meskipun banyak yang menyukainya, sebagian yang lain tidak suka dengan
aromanya. Durian berasal dari Asia Tenggara, terutama Malaysia dan Indonesia (Sunarjono, 2005).
Disebut durian, karena seluruh kulitnya keras dan berlekuk-lekuk tajam menyerupai duri.
Durian di Jawa dikenal sebagai duren (bahasa Jawa, bahasa Betawi) dan kadu (bahasa Sunda).
Di Sumatera dikenal sebagai durian dan duren (bahasa Gayo). Di Sulawesi, orang Manado
menyebutnya duriang, sementara orang Toraja duliang. Di Pulau Seram bagian timur disebut rulen.
Gambar buah durian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Daging durian dan durian utuh
Klasifikasi lengkap tanaman durian adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Eudicots
Kelas : Rosids
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Durio
Spesies : D. zibethinus
Pohon durian berukuran besar dan dapat mencapai tinggi hingga 30 m. Durian mulai berbuah
ketika mencapai umur 9 tahun, dari bunga sampai menjadi buah memakan waktu sekitar 5 bulan
(Natawidjaja, 1983). Bentuk buah bulat hingga lonjong dan berduri. Buah durian berbiji banyak
(antara 1-40 biji) dengan daging buah membalut biji yang terdapat dalam ruang buah (juring). Buah
memiliki 1-7 ruang. Tiap ruang terdapat 1-6 buah biji (pongge). Tiap pongge mengandung satu biji
bernas atau kempes (Sunarjono, 2005).
Ada beberapa varietas durian yang berasal asli dari Indonesia maupun luar Indonesia,
diantaranya: durian Ajimah, durian Bokor, durian Bubur, durian Chanee, durian Hepe, durian Kamun,
durian Kan Yao, durian Kani, durian Kendil, durian Kradhum Thong, durian Lambau, durian Lutung,
durian Monthong, durian Otong, durian Parung, durian Perwira, durian Petruk, durian Saleja, durian
4
Si Dodol, durian Si Hijau, durian Si Japang, durian Si Kirik, durian Si Mas, durian si Mimang, durian
si Riwig, durian Si Welaki, durian Sitokong, dan lain-lain.
Kandungan karbohidrat, kalsium dan fosfor dalam buah durian cukup tinggi. Selain itu,
kandungan kalori pada buah durian juga cukup tinggi. Kandungan gizi buah durian disajikan dalam
Tabel 3.
Tabel 3. Data gizi durian matang tiap 100 gram
Komponen Gizi Jumlah
Kalori (kalori) 134
Protein (gram) 2.5
Lemak (gram) 3
Karbohidrat (gram) 28
Kalsium (gram) 0.74
Fosfor (gram) 0.44
Besi (gram) 0.013
Vitamin A (IU*) 175
Vitamin B1 (gram) 0.001
Vitamin C (gram) 0.53
Sumber: Natawidjaja, 1983 *IU singkatan dari Internasional Unit, 1 gram vit. A = 4,500,000 IU
B. PROSES PENGGORENGAN
Salah satu proses pengolahan pangan yang banyak digunakan di industri pangan adalah proses
penggorengan. Penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium
minyak goreng sebagai pengantar panas (Muchtadi, 2008). Secara umum tujuan dari proses
penggorengan adalah untuk melakukan pemanasan pada bahan pangan, pemasakan, dan pengeringan
pada bahan yang digoreng.
Menggoreng dengan minyak atau lemak mampu meningkatkan cita rasa dan tekstur makanan
yang spesifik sehingga makanan menjadi kenyal dan renyah, jumlah kalori makanan meningkat
setelah digoreng. Jenis makanan yang digoreng tidak mudah dicerna karena adanya lemak yang
terserap dalam makanan (Winarno, 1999).
Muchtadi (2008) menyatakan bahwa berdasarkan metode pindah panas yang terjadi selama
penggorengan, terdapat dua metode penggorengan yang telah ditetapkan secara komersial yaitu
shallow/pan frying atau penggorengan dangkal dan deep-fat frying.
1. Shallow/Pan Frying atau Penggorengan Dangkal Shallow atau pan frying adalah proses penggorengan dengan menggunakan sedikit minyak
goreng, sehingga proses penggorengan terjadi pada minyak yang dangkal (shallow). Pada metode
penggorengan seperti ini, bahan yang digoreng tidak seluruhnya terendam dalam minyak. Bahan
pangan akan mengalami kontak langsung dengan wajan atau pan penggorengan. Konsekuensi
dari proses penggorengan ini adalah proses pematangan dan pencoklatan tidak terjadi secara
merata di seluruh lapisan permukaan bahan yang digoreng.
5
2. Deep-Fat Frying Metode deep-fat frying yaitu metode penggorengan dengan menggunakan minyak goreng
yang banyak sehingga bahan pangan yang digoreng terendam seluruhnya dalam minyak goreng.
Proses penggorengan ini akan menghasilkan bahan pangan yang digoreng matang secara merata,
serta warnanya cenderung seragam.
Sedangkan berdasarkan kondisi prosesnya, penggorengan dapat dilakukan pada kondisi tekanan
atmosferik, bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosferik, dan pada kondisi vakum. Kondisi proses
tersebut akan mempengaruhi suhu proses penggorengan yang terjadi, dan juga mutu produk gorengan
yang dihasilkan (Muchtadi, 2008).
C. PERUBAHAN BAHAN PANGAN KARENA PROSES PENGGORENGAN
Proses penggorengan akan merubah karakteristik produk yang digoreng. Perubahan yang terjadi
meliputi perubahan warna, rasa, aroma dan tekstur. Makanan yang digoreng umumnya mempunyai
struktur yang sama, yaitu terdiri dari inner zone (core), outer zone (crust) dan outer zone surface.
Gambar 2 menunjukkan penampang melintang makanan yang digoreng.
Gambar 2. Penampang melintang makanan goreng (Robertson, 1967 dalam Subekti 1993)
Outer zone surface adalah bagian paling luar dari makanan goreng yang berwarna cokelat
kekuning-kuningan. Warna cokelat merupakan hasil dari reaksi Maillard. Outer zone (crust) adalah
bagian luar makanan goreng yang merupakan hasil dehidrasi dari proses penggorengan. Sedangkan
inner zone (core) adalah bagian makanan yang masih mengandung air (Robertson, 1967 dalam
Subekti 1993).
Muchtadi (2008) menyebutkan beberapa perubahan yang terjadi pada bahan pangan yang
mengalami proses penggorengan, antara lain: pembentukan crust, perubahan citarasa, aroma, tekstur,
warna, pengurangan air, penyerapan minyak, kerusakan vitamin, galatinisasi pati, denaturasi/
koagulasi protein.
D. MESIN PENGGORENG VAKUM ( VACUUM FRYER)
Proses penggorengan vakum (vacuum frying) pada dasarnya adalah proses penggorengan yang
dilakukan pada tekanan rendah (-70 cm Hg), sehingga suhu penggorengan dapat turun menjadi 85oC
(Lastriyanto, 2006). Dengan demikian kerusakan gizi dari komoditas yang diolah dapat ditekan,
Inner zone (core)
Outer zone surface
Outer zone (crust)
6
proses dapat diterapkan pada komoditi peka panas seperti buah-buahan dan sayuran. Proses tersebut
mempergunakan mesin penggoreng vakum (vacuum fryer), dimana mesin ini terdiri dari 5 (lima)
komponen, yakni: pompa vakum, tabung penggoreng, pengendali temperatur, kondensor, dan sumber
pemanas (Gambar 3). Secara skematis hubungan antar komponen ditunjukkan pada Gambar 4, adapun
fungsi bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pompa vakum: merupakan komponen terpenting dari sistem penggoreng vakum, dipergunakan
pompa vakum sistem water-jet, karena mempunyai kelebihan: tidak mempergunakan oli, seal,
bantalan, dan poros sehingga rendah biaya operasinya dan pemeliharaannya.
2. Tabung/ Ruang penggoreng: berfungsi untuk mengkondisikan bahan yang diproses agar sesuai
dengan tekanan yang direkomendasikan. Di dalamnya berisi minyak sebagai media pindah panas
yang dilengkapi dengan pengaduk dan mekanik angkat celup (lifting & dipping mechanism).
3. Kondensor: berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama penggorengan,
kondensor ini mempergunakan air sebagai media pendingin pada pabrik besar pendinginan
mempergunakan menara pendingin.
4. Unit pemanas: sumber panas dapat mempergunakan boiler, namun memerlukan biaya investasi
dan operasi tersendiri. Untuk mesin skala industri rumah tangga sebaiknya mempergunakan LPG
karena sistem kendalinya tidak terlalu sulit.
5. Unit pengendali operasi: Unit ini keberadaannya sangat penting, karena suhu proses dilakukan
pada suhu dibawah suhu didih media pemanas. Toleransi suhu sangat rendah sehingga pemilihan
sensitivitas pengendali suhu menjadi sangat penting.
Gambar 3. Mesin penggoreng vakum komersial desain Anang Lastriyanto
7
Gambar 4. Gambar skema mesin penggoreng vakum sistem jet air
Keterangan:
1. Sumber panas 8. Kondensor
2. Tabung penggoreng 9. Saluran hisap uap air
3. Tuas pengaduk 10. Water-jet
4. Pengendali suhu 11. Pompa sirkulasi
5. Penampung kondensat 12. Saluran air pendingin
6. Pengukur vakum 13. Bak air sirkulasi
7. Keranjang penampung bahan 14. Kerangka
E. KEMASAN DAN JENIS-JENIS KEMASAN
Pengemasan mempunyai peran penting dalam rantai penyaluran makanan (food supply chain).
Pengemasan merupakan suatu cara untuk memberikan kondisi lingkungan yang tepat pada produk
pangan. Pengemasan makanan harus mampu memenuhi kebutuhan dan persyaratan tertentu.
Secara tradisional, kemasan makanan membuat distribusi menjadi lebih mudah. Kemasan harus
mampu melindungi makanan dari kondisi lingkungan sekitar, seperti: cahaya, oksigen, kelembaban,
mikroba, beban mekanis dan debu. Fungsi dasar lainnya adalah kemasan dapat dilabel untuk
menyediakan informasi kepada konsumen (Ahvenainen, 2003).
Syarief et. al. (1989) menyatakan bahwa bahan kemas baik pada logam, maupun bahan lain
seperti bermacam-macam plastik, gelas, kertas dan karton seyogyanya mempunyai 6 fungsi utama,
yaitu:
1. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan
kontaminasi lain.
2. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya).
3. Mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya selama proses penempatan
makanan ke dalam wadah kemasan.
4. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap
penanganan, pengangkutan dan distribusi.
5. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah
dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak.
8
6. Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi
atau penjualan.
Sedangkan Suharto (1991) menyebutkan beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki bahan kemasan
untuk produk awetan pangan, yaitu:
1. Mempunyai kemampuan penghantaran serta penyerapan/penerusan panas atau listrik yang rendah
(diidealisasikan = nol).
2. Mampu menangkal keluar masuknya uap air maupun udara (berarti harus rapat dan tidak bocor).
3. Mempunyai kemampuan mangembalikan sinar yang datang dari luar.
4. Mampu menangkal beban-beban mekanis (oleh karena getaran-getaran, mesin, maupun manusia)
misalnya diberikan bantalan-bantalan yang biasanya dari bahan-bahan porrous (gabus, jerami,
gas, kapas, dan lain-lain).
Kemasan yang digunakan pada produk-produk berkadar air rendah seperti keripik harus mampu
menjaga produk keripik tersebut tetap baik sampai ke tangan konsumen. Kerenyahan merupakan sifat
tekstur yang sangat penting untuk makanan ringan yang digoreng (fried snack foods), dan apabila
kerenyahan ini hilang terutama disebabkan oleh penyerapan kelembaban menjadikan produk makanan
ringan ini ditolak oleh konsumen (Robertson, 1993).
Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan makanan ringan seperti potato chips menurut
Sacharow dan Griffin (1980) adalah mampu melindungi dari ketengikan, kelembaban, kehilangan bau
atau masuknya bau asing dan hancurnya produk. Sedangkan Robertson (1993) menyatakan bahwa
kemasan yang digunakan untuk makanan ringan yang digoreng (fried snack foods) harus mampu
menyediakan perlindungan yang baik terhadap oksigen, cahaya dan kelembaban.
Buckle (1985) membuat pengelompokan dasar bahan-bahan pengemas yang digunakan bahan
pangan, yaitu:
1. Logam seperti lempeng timah, baja bebas timah, aluminium.
2. Gelas.
3. Plastik, termasuk beraneka ragam plastik tipis, yang berlapis laminates dengan plastik lainnya,
kertas atau logam (aluminium).
4. Kertas, paperboard, fiberboard.
5. Lapisan (laminate) dari satu atau lebih bahan-bahan di atas.
Beberapa jenis kemasan, biasa digunakan untuk produk olahan makanan. Banyak diantaranya
terdapat di pasaran, yaitu kemasan seperti berikut:
1. Aluminium Foil Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran aluminium yang padat dan tipis
dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Aluminium foil didefinisikan sebagai aluminium murni
(derajat kemurniannya tidak kurang dari 99.4%) walaupun demikian dapat diperoleh dalam
bentuk campuran yang berbeda-beda (Syarief et. al. , 1989).
Foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya. Pada umumnya digunakan
sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam (lapisan dalam) atau
lapisan tengah sebagai penguat yang dapat melindungi bungkusan.
2. Politen atau Polietilen (PE) Berdasarkan densitasnya, PE dibagi atas:
1. Low Density Polyethylene (LDPE)
9
Dihasilkan dengan mengekspos etilen pada suhu antara 150° dan 200°C pada tekanan
1200 atm dengan melibatkan sedikit oksigen (Sacharow dan Griffin, 1980). Paling banyak
digunakan untuk kantung, mudah dikelim dan sangat murah.
2. Medium Density Polyethylene (MDPE)
Lebih kaku daripada LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi dari LDPE (Syarief et.
al., 1989).
3. High Density Polyethylene (HDPE)
HDPE dihasilkan pada suhu antara 60° dan 160°C dan pada tekanan 40 atm dengan
katalis alkilmetal (Sacharow dan Griffin,1980). Paling kaku diantara ketiganya, tahan
terhadap suhu tinggi (120°C) sehingga dapat digunakan untuk produk yang harus mengalami
sterilisasi (Syarief et. al., 1989).
Sifat umum PE menurut Syarief et. al. (1989) antara lain:
1. Penampakannya bervariasi dari transparan, berminyak sampai keruh (translusid) tegantung
dari cara pembuatannya serta jenis resin yang digunakan.
2. Mudah dibentuk, lemas dan gampang ditarik.
3. Daya rentang tinggi sampai sobek.
4. Mudah dikelim panas sehingga banyak digunakan untuk laminasi dengan bahan lain. Meleleh
pada suhu 120°C.
5. Tidak cocok untuk pengemas produk-produk yang berlemak, gemuk atau minyak.
6. Tahan terhadap asam, basa, alkohol, deterjen, dan bahan kimia lainnya.
7. Dapat digunakan untuk penyimpanan beku sampai dengan -50°C.
8. Transmisi gas cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk mengemas makanan yang beraroma.
9. Mudah lengket satu sama lain, sehingga menyulitkan dalam proses laminasi. Diperlukan
penambahan bahan penambah ke dalam proses pembuatannya untuk mengurangi hambatan
tersebut.
10. Dapat dicetak setelah mengoksidasikan permukaannya dengan proses elektronik.
11. Memiliki sifat yang kedap air dan uap air (HDPE, MDPE, LDPE).
3. Polipropilen (PP) Sifat-sifat utama dari polipropilen menurut Syarief et.al. (1989) yaitu:
1. Ringan (densitas 0.9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film.
Tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku.
2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk
murni pada suhu -30°C mudah pecah sehingga perlu ditambah PE atau bahan lain untuk
memperbaiki ketahanan terhadap benturan. Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku.
3. Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek sehingga mudah dalam penanganan dan
distribusi.
4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka
terhadap oksigen.
5. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150°C, sehingga dapat dipakai untuk makanan
yang harus disterilisasi.
6. Titik leburnya tinggi, sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang baik.
Mengeluarkan benang plastik pada suhu tinggi.
7. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak.
Tidak terpengaruh oleh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl.
10
8. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin dan asam nitrat
kuat.
Sifat-sifat fisik kimia dari aluminium foil ditunjukkan pada Tabel 4. sedangkan
permeabilitas dan sifat fisik beberapa bahan kemasan tipis ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 4. Sifat-sifat fisik aluminium foil
Jenis
Kemasan
Ketebalan
(mm)
Densitas
(g/cm3)
Gramatur
(g/m2)
WVTR*
(g/m2/24 jam)
O2TR**
(cc/m2/24 jam)
Aluminium
foil
0.05 0.721 36.037 0.5749 0.8492
0.08 1.058 84.617 0.1298 0.2933
0.10 1.103 110.273 0.0768 0.3199
*Temperatur = 37,8°C, RH = 100% ** Temperatur = 21°C, RH = 55% Sumber: Laporan hasil uji laboratorium uji dan kalibrasi BBKK, 2009 dalam Putra (2010)
11
Tabel 5. Permeabilitas dan sifat-sifat kimia kemasan tipis
Sumber: Modern Plastics Encyclopedia. 1978 – 79. Vol. 55 No. 10A. McGraw-Hill, New York dalam Sacharow dan Griffin (1980) 1 cm3/m2/ ketebalan 25.4 micron /24 jam/atm pada 25°C 2 g/m2/ ketebalan 25.4 micron /24 jam pada 37.8°C dan 90% RH 3 % dari berat penyerapan air dalam 24 jam uji pencelupan (25.4 micron film)
Bahan Film Transmisi Gas1
Transmisi Uap Air2
Penyerapan Air3
Ketahanan terhadap
Oksigen Nitrogen Karbon
Dioksida Asam Alkali
Lemak dan Minyak
Pelarut Organik
Air
Selopan -Biasa 106 – 198 44.7- 114.8 Rendah Rendah Tinggi Tinggi Sedang -Terlapis NC 7.8 – 12.4 7.8 – 24.8 6.2 – 93 22 – 42 45 – 115 Rendah Rendah Tinggi Lapisan Terserang Sedang -Terlapis PE 18.6 - Tinggi Tinggi Sedang - - -Terlapis PVDC 18.6 - Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Poliamida
-Nylon 6 40.3 14 155 – 186 248 – 341 9.5 Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah-Tinggi
-Nylon 11 527 53 2370 - 0.27 Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Poliester 46.5 – 62 11 – 15.5 232 – 387 15.5 – 20.2 < 0.8 Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi
Polietilen -Kerapatan Rendah 7750 2790 41,850 21.7 < 0.01 Tinggi Tinggi Rendah Tinggi (60°C) Tinggi -Kerapatan Sedang 3875 – 8290 1317 – 4880 15,500 – 38,750 10.8 < 0.01 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi -Kerapatan Tinggi 2667 651 8990 4.6 Nil Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi (80°C) Tinggi
Polietilen-vinil-asetat 13,020 6200 93,000 31 – 46 < 0.01 Sedang Sedang Rendah Sedang Tinggi
Polipropilen (cast) 2325 – 3720 620 – 744 7750 – 12,400 10.8 < 0.005 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi -(coated-oriented) 8 - 78 8 – 31 8 - 78 < 3.8 < 0.005 Tinggi Tinggi Tinggi Lapisan Terserang Tinggi
Polistiren (oriented) 3875 – 5425 - 13,950 108 – 155 0.04 – 0.10 Tinggi Tinggi Rendah-Tinggi
Rendah-Tinggi Tinggi
Polivinil klorida-asetat (plasticized)
310 – 2325 155 – 930 1085 – 12,400 77.5 – 124 Neg Tinggi Tinggi Sedang-Tinggi
Rendah-Tinggi Tinggi
Poliviniliden klorida-vinil klorida
12.4 – 107 2 – 23 59 – 682 3.1 – 9.3 - Tinggi Tinggi Tinggi Sedang-Tinggi Tinggi
12
F. PENENTUAN DAYA AWET BAHAN PANGAN DALAM KEMASAN
Menurut Buckle (1988), faktor-faktor utama yang mempengaruhi daya awet bahan pangan yang
telah dikemas adalah:
1. Sifat alamiah dari bahan pangan dan mekanisme dimana bahan ini mengalami kerusakan,
misalnya kepekaan terhadap kelembaban dan oksigen, kemungkinan terjadinya perubahan-
perubahan kimia dan fisik di dalam bahan pangan.
2. Ukuran bahan pengemas sehubungan dengan volumenya.
3. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dibutuhkan untuk melindungi
selama pengangkutan dan sebelum digunakan.
4. Ketahanan bahan pengemas secara keseluruhan terhadap air, gas atmosfer dan bau, termasuk
ketahanan dari tutup, penutup dan lipatan.
Keripik adalah makanan renyah yang masih mengandung minyak dan air pada produk akhirnya.
Kandungan minyak dan air ini berpotensi dapat menurunkan mutu keripik yang dihasilkan apabila
dalam penyimpanannya tidak diperhatikan kadar air dan kadar lemak/minyak kritis yang dapat
menimbulkan kerusakan pada produk tersebut.
Ketengikan misalnya, timbul akibat adanya komponen cita rasa dan bau yang mudah menguap
terbentuk akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini
menyebabkan bau dan cita rasa yang tidak diinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk
yang mengandung lemak dan minyak itu (Buckle, 1988).
Parameter daya awet pada bahan pangan yang dikemas dapat dilihat berdasarkan kenaikan
kadar air pada bahan yang dikemas dan ada tidaknya pertukaran gas dari dalam kemasan dengan
atmosfir luar kemasan. Menurut Catala dan Gavara (1997) permeabilitas uap air dan oksigen
merupakan parameter kritis pada banyak produk awetan. Kadar air pada bahan makanan
mempengaruhi stabilitas fisikokimia (perubahan tekstur dan degradasi warna) dan stabilitas
mikrobiologi, dan kehadiran oksigen dapat menghasilkan ketengikan, browning enzimatis, dan atau
oksidasi vitamin C (Catala dan Gavara, 1997).
Gambar 5 menunjukkan skema dasar interaksi antara lingkungan, kemasan dan produk pangan
apabila kemasan yang digunakan adalah polimer.
13
Gambar 5. Skema interaksi antara lingkungan, kemasan dan produk pangan (Catala dan Gavara, 1997)
Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS atu sering disebut
metode lonvensional adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri
produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya
hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu
yang lama dan analisis parameter yang relatif banyak. Metode ASS menggunakan suatu kondisi
lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Kelebihan metode ini
adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.
Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk
pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara
pendekatan yaitu: 1) Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara
pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air
sebagai kriteria kadaluwarsa dan 2) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius,
yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai reaksi
ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan.
Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu
penyimpanan maka laju reaksi sebagai senyawa kimia akan semakin cepat. Untuk menentukan
kecepatan reaksi kimia bahan pangan dalam kaitannya dengan perubahan suhu, Labuza (1982),
menggunakan persamaan Arrhenius, seperti pada persamaan (1).
................................................................... (1) Dimana: k : konstanta kecepatan reaksi ko : konstanta pre-eksponensial Ea : energi aktivasi (kkal/mol) R : konstanta gas (1.986 kal/mol) T : suhu mutlak (K)
k = ko.e-Ea/RT
O2, H2O, CO2
Cahaya
O2, H2O, CO2
Aroma
Pelarut
Aroma
Pelarut
Residu
Aditif
Perembesan: perubahan kualitas pangan (tekstur, warna, oksidasi lemak) dan sifat polimer (fotodegradasi, penyerapan air, plasticization)
Migrasi: perubahan kualitas pangan (menyebabkan keracunan) dan sifat polimer (kehilangan aditif)
Penyerapan: perubahan kualitas pangan dan sifat polimer (plasticization, ekstraksi aditif)
Lingkungan Kemasan Produk
14
Persamaan di atas dapat diubah menjadi persamaan (2):
.......................................................... (2)
maka akan diperoleh kurva barupa garis linear pada plot nilai ln k terhadap 1/T dengan slope -Ea/R
seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius
Nilai umur simpan dapat diketahui dengan memasukkan nilai perhitungan ke dalam persamaan
reaksi ordo nol atau satu. Menurut Labuza (1982), reaksi kehilangan mutu pada makanan banyak
dijelaskan oleh reaksi ordo nol atau satu, sedikit yang dijelaskan oleh ordo reksi lain.
1. Reaksi Ordo Nol Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi reaksi
kerusakan enzimatis, pencokelatan enzimatis dan oksidasi (Labuza, 1982). Penurunan mutu ordo
reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung
tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan (3).
............................................................................... (3)
Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan (3)
seperti terlihat pada persamaan (4).
.......................................................... (4)
Sehingga menjadi persamaan (5).
............................................................. (5)
Dimana, At : jumlah A pada awal waktu t Ao : jumlah awal A k : konstanta perubahan mutu t : umur simpan
At � Ao � �kt
� � ��
� � � � �. ��
�
�
� ���� � �
1/T
ln k -Ea/R
ln k = ln ko - (Ea/RT)
15
2. Reaksi Ordo Satu Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu meliputi:
ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor (penyimpangan flavor) oleh mikroba pada
daging, ikan dan unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein dan lain sebagainya
(Labuza, 1982).
Persamaan reaksinya ditujukkan pada persamaan (6).
........................................................................ (6)
Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan (6)
seperti terlihat pada persamaan (7).
....................................................... (7)
Sehingga menjadi persamaan (8).
.................................................... (8)
Dimana, At : jumlah A pada awal waktu t Ao : jumlah awal A k : konstanta perubahan mutu t : umur simpan
ln At � ln Ao � �kt
� �
��
� � � � �. ��
�
�
� ���� � �.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU
Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM
Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten
Kepulauan Mentawai. Sementara itu, uji fisikokimia dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan
Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB dan di Laboratorium
Biokomia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Waktu pelaksanaan penelitian terhitung
mulai November 2010 hingga Februari 2011.
B. BAHAN DAN ALAT
Penelitian ini menggunakan buah durian yang diperoleh dari pedagang buah, minyak goreng
curah, 3 jenis kemasan, yaitu high density polyethilene (HDPE) ketebalan 25 µm, polypropilene (PP)
ketebalan 80 µm, dan aluminium foil ketebalan 70 µm.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain mesin penggoreng vakum (vacuum
fryer) komersial desain Anang Lastriyanto, Sun Rheo Meter CR-500DX, Chroma meter CR-400, alat-
alat untuk analisis kadar air dan kadar lemak, pisau, oven, cawan petri, alat timbang digital, pinset,
sealer, dan lain-lain.
C. PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah menentukan suhu dan waktu
penggorengan vakum yang tepat agar menghasilkan produk keripik durian yang memiliki sifat
fisikokimia dan organoleptik yang sesuai keinginan konsumen. Tahap kedua adalah pemilihan jenis
kemasan yang mampu memberikan perlidungan terbaik pada produk keripik durian dari kerusakan
sifat fisikokimia maupun penyimpangan organoleptik selama penyimpanan pada suhu ruang selama
jangka waktu tertentu dengan metode akselerasi.
1. Penentuan Suhu dan Waktu Penggorengan Vakum Proses pembuatan keripik buah dengan penggorengan vakum menggunakan 4 tingkat suhu
(75°C, 80°C, 85°C dan 90°C) dan 4 tingkat waktu (55 menit, 70 menit, 85 menit dan 100 menit).
a. Persiapan bahan
Durian masak dikupas kemudian diambil daging buahnya dan dipisahkan dari bijinya
dengan cara dibelah menjadi dua bagian. Setelah itu, daging buah durian dibentuk melebar
dan disimpan pada nampan untuk kemudian dibekukan selama 24 jam.
b. Tahap penggorengan
Proses pembuatan keripik buah dengan mesin penggoreng vakum menggunakan 4
tingkat suhu (75°C, 80°C, 85°C, dan 90°C) dan 4 tingkat waktu (55 menit, 70 menit, 85
menit, dan 100 menit). Kondisi tekanan dalam tabung penggorengan adalah -70 cmHg
sampai -76 cmHg.
17
c. Analisis fisikokimia dan organoleptik
Analisis fisikokimia dilakukan untuk mengetahui perubahan fisik dan kimia yang
terjadi pada keripik durian yang digoreng dalam 16 kombinasi perlakuan suhu dan waktu
yang berbeda. Pengukurannya dilakukan secara obyektif dengan menggunakan peralatan
tertentu. Dalam analisis fisikokimia, parameter yang diukur meliputi rendemen, kadar air,
kekerasan, kadar lemak, dan warna. Sementara itu pengujian secara organoleptik dilakukan
dengan melibatkan 15 orang panelis yang dimintai pendapatnya mengenai tingkat
kesukaannya terhadap produk keripik durian hasil dari kombinasi 16 perlakuan
penggorengan. Parameter uji kesukaan meliputi rasa, kerenyahan, aroma, dan warna. Selain
itu, panelis juga diminta untuk menentukan tingkat kepentingan keripik meliputi rasa,
kerenyahan, aroma, dan warna.
d. Pembobotan
Keripik durian terbaik diperoleh dengan menggunakan perhitungan pembobotan
menggunakan uji penerimaan panelis terhadap keripik durian dan menghitung bobot
penilaian dari masing-masing sampel. Nilai pembobotan dari masing-masing sampel
merupakan nilai hasil perkalian antara nilai rat-rata penerimaan panelis terhadp rasa,
kerenyahan, aroma, dan warna keripik dengan persentase tingkat kepentingan keripik berupa
rasa, kerenyahan, aroma, dan warna. Setelah mengetahui suhu dan waktu penggorengan yang
memberikan mutu terbaik pada produk keripik yang dihasilkan berdasarkan hasil
pembobotan, masuk ke tahap selanjutnya (tahap 2).
2. Pemilihan Kemasan Terbaik
Pada tahap kedua, digunakan 3 jenis kemasan (aluminium foil 70 µm, polipropilen 80 µm,
dan HDPE 25µm ). Keripik terbaik yang dihasilkan pada tahap pertama disimpan selama 28 (dua
puluh delapan) hari pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C dalam masing-masing kemasan. Dilakukan
pengamatan setiap 7 (tujuh) hari sekali hingga dapat ditentukan jenis kemasan yang mampu
memberikan perlindungan terbaik dari kerusakan sifat fisikokimia dan penyimpangan
organoleptik dari keripik durian yang telah disimpan tersebut. Tahapan yang dilakukan dalam
penentuan pemilihan kemasan terbaik untuk keripik durian adalah sebagai berikut:
a. Persiapan bahan
Keripik durian dikemas dalam aluminium foil, polipropilen, dan HDPE yang berukuran
15x14 cm dengan isi 50 gram keripik durian per kemasan. Kemasan tersebut kemudian
direkat panas dengan menggunakan sealler. Keripik durian yang telah dikemas dapat dilihat
pada Gambar 7.
18
Gambar 7. Keripik durian dalam kemasan aluminium foil, PP, dan HDPE
b. Penentuan titik kritis
Penentuan titik kritis keripik durian dilakukan dengan cara penyimpanan keripik durian
pada suhu ruang dengan RH 55-57%. Nilai titik kritis dapat diketahui dengan melakukan uji
penerimaan panelis terhadap keripik durian yang disimpan dengan jumlah panelis sebanyak
15 orang. Pengujian dihentikan pada saat awal keripik durian tersebut mulai tidak diterima
oleh panelis. Kriteria keripik durian yang mulai tidak diterima oleh panelis antara lain seperti
kurang renyah, susah dipatahkan dan mulai timbul penyimpangan bau (mulai berbau tengik).
Setelah itu dilakukan analisa terhadap masing-masing parameter untuk mengetahui nilai
kritisnya.
c. Penyimpanan dalam beberapa kondisi
Sampel yang terdapat dalam kemasan aluminium foil, polipropilen, dan HDPE
disimpan pada tiga inkubator dengan suhu yang berbeda- beda yaitu 40°C, 50°C, dan 60°C.
Analisa terhadap sampel dilakukan setiap tujuh hari sekali selama 28 hari. Analisa dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui perubahan sifat fisik dan kimia keripik durian selama
penyimpanan. Analisa yang dilakukan meliputi warna, kadar air, kerenyahan, kadar asam
lemak bebas dan penilaian organoleptik (rasa, warna, aroma dan kerenyahan). Keripik durian
yang telah dikemas dan disimpan dalam inkubator ditunjukkan pada Gambar 8.
19
Gambar 8. Kondisi penyimpanan keripik durian dalam inkubator
d. Penentuan umur simpan
Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metoda akselerasi (penyimpanan
dipercepat). Pada metoda akselerasi digunakan suatu kondisi lingkungan ekstrim (suhu dan
RH tinggi) sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi penurunan mutu produk pangan.
Hasil pengamatan dibuat dalam bentuk grafik sehingga diperoleh persamaan regresi
linearnya. Persamaan tersebut kemudian diterapkan ke persamaan Arrhenius untuk
menghitung nilai umur simpan. Nilai umur simpan yang diperoleh kemudian dikonversi pada
keadaan normal (suhu 25°C) untuk menunjukkan umur simpan produk yang sebenarnya.
e. Penentuan parameter kritis
Parameter kritis ditentukan berdasarkan parameter mutu yang lebih dahulu
menyimpang atau tidak diterima oleh panelis. Nilai umur simpan pada parameter kritis inilah
yang kemudian digunakan sebagai nilai umur simpan produk yang mendekati kondisi
sebenarnya.
f. Pemilihan kemasan terbaik
Kemasan terbaik dipilih berdasarkan hasil pendugaan umur simpan. Kemasan terbaik
adalah kemasan yang memiliki umur simpan yang paling lama mencapai parameter kritis jika
disimpan pada suhu ruang (25°C).
Lebih jelasnya, prosedur penelitian secara lengkap terlihat pada Gambar 9.
20
Gambar 9. Diagram alir prosedur penelitian
Persiapan
Pembekuan
Pembelahan dan pengirisan
Penggorengan
Analisis: 1. Fisika : warna, rendemen 2. Kimia : kadar air, kadar lemak dan minyak 3. Organoleptik : warna, rasa, aroma, kerenyahan
Penirisan minyak
55 menit
75°C
70 menit
85 menit
100 menit
55 menit
80°C
70 menit
85 menit
100 menit
55 menit
85°C
70 menit
85 menit
100 menit
55 menit
90°C
70 menit
85 menit
100 menit
Produk keripik terbaik
a
Pembobotan
21
Gambar 9. Diagram alir prosedur penelitian (lanjutan)
Pengemasan
Analisis: 1. Fisika : warna, kekerasan/kerenyahan 2. Kimia : kadar air, kadar asam lemak bebas 3. Organoleptik : warna, rasa, aroma, kerenyahan
Aluminium foil 70 micron
a
polypropilene (PP) 80 micron
high density polyethilene (HDPE)
25 micron
Penyimpanan pada suhu 40°C, 50°C dan 60°C
Kemasan terbaik untuk penyimpanan
keripik durian
Metode akselerasi
Pendugaan umur simpan
22
D. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan pada masing-masing tahap penelitian. Pada tahap pertama produk
keripik durian dianalisis sifat fisika (warna, kekerasan, dan rendemen), kimia (kadar air dan
kandungan minyak/lemak) serta organoleptik (tekstur, aroma, rasa dan warna). Sedangkan pada
tahap kedua, produk keripik dianalisis sifat fisika (warna dan kekerasan/kerenyahan), kimia (kadar
air dan kandungan asam lemak bebas) serta organoleptik (tekstur, aroma, rasa dan warna) setiap 7
(tujuh) hari sekali selama 28 (dua puluh delapan) hari.
1. Warna Warna diukur dengan menggunakan Chroma meter (CR-400, Konica Minolta, Japan)
dengan ruang warna (colorspace). Hasil pembacaan pada alat tersebut (Gambar 10) langsung
menunjukkan nilai dari parameter L, a dan b.
Gambar 10. Alat ukur warna secara obyekif
2. Rendemen Besar rendemen dihitung berdasarkan persentase berat keripik buah yang dihasilkan
terhadap berat daging buah yang digunakan. Rumusnya ditunjukkan pada persamaan (9).
....................................... (9)
dimana: a = berat keripik buah (g)
b = berat daging buah (g)
Rendemen (%) = a x 100% b
23
3. Kadar Air Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 15 menit dan
didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan
dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100-
105°C selama 6 jam. Cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan ke
desikator, didinginkan kemudian ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat
konstan. Kadar air (basis basah) dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih berat
awal dikurangi berat akhir dibagi dengan berat contoh. Rumusnya diperlihatkan pada
persamaan (10).
....................................... (10)
dimana: a = berat sampel awal
b = berat sampel akhir
4. Kadar Minyak dalam Produk Metode yang digunakan dalam analisis lemak (minyak) adalah metode ekstraksi
soxhlet. Labu lemak yang akan digunakan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu
105°C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya.
Sebanyak 5.0 gram sampel dalam bentuk kering dibungkus dengan kertas saring, lalu
dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu diletakkan
di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya
dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam lemak
berwarna jernih.
Pelarut yang ada dalam lemak didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Kemudian
labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven 105°C untuk menguapkan sisa
pelarut hingga mencapai berat konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya
labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan berat lemak diketahui. Rumusnya ditunjukkan
pada persamaan (11).
................................. (11)
5. Uji Kekerasan/Kerenyahan Uji kekerasan dilakukan secara obyektif terhadap keripik durian dengan menggunakan
Rheometer DX-500. Keripik ditekan oleh plunyer, beban maksimum 10 kg, kecepatan
penurunan plunyer 60 mm/menit hingga keripik pecah. Alat ukur kekerasan dapat dilihat pada
Gambar 11, sedangkan proses pengukuran kekerasan keripik durian ditunjukkan Gambar 12.
lemak (%bb) = berat lemak (g) x 100% berat contoh (g)
k.a. (%bb) = (a – b) x 100% a
24
Gambar 11. Alat ukur kekerasan
Gambar 12. Proses pengukuran kekerasan keripik durian
6. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan terhadap keripik durian adalah uji kesukaan. Panelis diminta
memberikan penilaian terhadap produk tentang kesukaan atau ketidaksukaannya. Skala yang
digunakan dari skala tidak suka (1), agak tidak suka (2), netral (3), agak suka (4), suka (5).
Parameter Organoleptik yang diuji meliputi tekstur, aroma, rasa dan penampakan umum
(warna).
7. Uji Pembobotan Dalam uji pembobotan, panelis diminta memberikan peringkat terhadap empat kriteria
mutu dari produk keripik yang diujikan pada uji organoleptik. Empat kriteria mutu tersebut
antara lain rasa, warna, aroma dan kerenyahan. Pengurutannya adalah sebagai berikut: 4 =
sangat penting, 3 = penting, 2 = agak penting dan 1 = tidak penting.
Kriteria mutu dihitung dari rata-rata skor peringkat dengan menggunakan rumus pada
persamaan (12).
25
........................... (12)
dimana ∑ n = (1+2+3+4)
Nilai uji pembobotan adalah jumlah dari perkalian nilai rata-rata 4 parameter kesukaan
(kerenyahan, rasa, warna dan aroma) dari hasil uji organoleptik dengan persen bobotnya atau
dihitung dengan rumus:
........................ (13)
Dimana : a = kerenyahan b = rasa c = warna d = aroma
E. RANCANGAN PERCOBAAN
Pada proses pembuatan keripik durian, rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap dengan dua faktor, empat taraf perlakuan pada tiap faktor dan dua kali
ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah:
A : Suhu penggorengan (°C) B : Waktu penggorengan (menit)
A1 : 75 B1 : 55
A2 : 80 B2 : 70
A3 : 85 B3 : 85
A4 : 90 B4 : 100
Model matematika yang digunakan ditunjukkan pada persamaan (14 ).
....................................... (14)
Keterangan:
Y ijk = respon percobaan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B
dan ulangan ke-k
µ = pengaruh nilai tengah yang sebenarnya
A i = pengaruh perlakuan A taraf ke-i
Bi = pengaruh perlakuan B taraf ke- j
(AB) ij = pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i dengan perlakuan B taraf ke-j
εijk = pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-k karena pengaruh Ai, Bj, ABij
Y ijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Nilai uji pembobotan = (% bobot a x skor a) + (% bobot b x skor b) + (% bobot c x skor c) + (% bobot d x skor d)
% bobot = rata-rata skor peringkat x 100% ∑ n
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN
Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses
penggorengan buah durian. Sehingga akan menghasilkan 16 (enam belas) perlakuan suhu dan waktu
yang berbeda-beda. Kemudian dilakukan beberapa analisis fisik dan organoleptik terhadap keripik
durian hasil penggorengan vakum. Produk keripik durian dapat dilihat pada Gambar 13.
Keterangan:
A1 : 75°C B1 : 55 menit
A2 : 80°C B2 : 70 menit
A3 : 85°C B3 : 85 menit
A4 : 90°C B4 : 100 menit
Gambar 13. Keripik durian hasil penggorengan vakum kombinasi perlakuan suhu dan waktu yang berbeda
1. Rendemen
Rendemen rata-rata keripik durian yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 20.20
– 27.00 %. Produk dengan rendemen terkecil diperoleh pada suhu penggorengan 90°C dengan
waktu 100 menit sedangkan suhu penggorengan 75°C dengan waktu 55 menit menghasilkan
rendemen produk terbesar. Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap rendemen
keripik durian disajikan pada Gambar 14.
27
Gambar 14. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap rendemen keripik
durian
Secara umum, dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu dan waktu
penggorengan, rendemen yang dihasilkan cenderung menurun. Namun berdasarkan analisis sidik
ragam (Lampiran 2a) menunjukkan bahwa hanya faktor waktu saja yang berpengaruh secara
nyata (p<0.05) terhadap nilai rendemen keripik durian. Sedangkan faktor suhu serta interaksi
antara faktor suhu dan waktu penggorengan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai
rendemen keripik durian.
Uji lanjut Duncan (Lampiran 2b) menunjukkan bahwa keripik durian yang digoreng
selama 55 menit menghasilkan produk dengan rendemen terbesar dan tidak berbeda nyata dengan
produk yang digoreng selama 70 menit. Sedangkan produk yang digoreng selama 100 menit
menghasilkan produk dengan rendemen terkecil dan tidak berbeda nyata dengan produk yang
digoreng selama 70 menit dan 85 menit.
Nilai rendemen produk yang digoreng lebih lama semakin kecil nilainya. Hal ini
dikarenakan panas dari minyak goreng yang diserap oleh bahan yang digoreng akan menguapkan
sejumlah air yang terkandung dalam bahan yang digoreng. Semakin lama waktu yang digunakan
untuk menggoreng, maka semakin banyak jumlah air yang dikeluarkan dari bahan tersebut.
Nilai rendemen berbanding lurus dengan kadar air, dimana semakin kecil rendemen maka
kadar air suatu produk akan semakin kecil karena jumlah air yang keluar semakin banyak
(Winarti, 2000).
2. Kadar Air
Kadar air rata-rata keripik durian yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 2.94 –
8.46% basis basah. Gambar 15 menunjukkan bahwa produk dengan kadar air terbesar diperoleh
pada suhu penggorengan 75°C dengan waktu 70 menit sedangkan suhu penggorengan 90°C
dengan waktu 100 menit menghasilkan kadar air produk terkecil. Hubungan pengaruh perlakuan
penggorengan terhadap kadar air keripik durian disajikan pada Gambar 15.
22.00
23.00
24.00
25.00
26.00
27.00
28.00
55 70 85 100
Re
nd
em
en
(%
)
Waktu Penggorengan (menit)
suhu 75 C
suhu 80 C
suhu 85 C
suhu 90 C°
°
°
°
28
Gambar 15. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap kadar air keripik
durian
Gambar 15 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu
penggorengan maka kadar air keripik durian relatif semakin rendah. Hasil uji statistik (Lampiran
3a) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu penggorengan mengakibatkan kadar air keripik
durian menurun secara nyata (p<0.05). Sedangkan interaksi antara faktor suhu dan waktu
penggorengan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap penurunan kadar air keripik durian.
Uji lanjut Duncan (Lampiran 3b) memperlihatkan bahwa keripik durian hasil
penggorengan pada suhu 75°C memiliki nilai rata-rata kadar air tebesar dan tidak berbeda nyata
dengan keripik durian hasil penggorengan pada suhu 80°C. Sedangkan produk hasil
penggorengan selama 90°C memiliki nilai rata-rata rendemen terkecil dan berbeda nyata dengan
semua produk yang digoreng pada suhu 75°C, 80°C, dan 85°C. Sementara itu, uji lanjut Duncan
(Lampiran 3c) memperlihatkan bahwa produk yang digoreng selama 55 menit memiliki nilai
rata-rata kadar air terbesar dan tidak berbeda nyata dengan produk yang digoreng selama 70
menit dan 85 menit. Sedangkan produk yang digoreng selama 100 menit menghasilkan nilai rata-
rata kadar air terkecil namun tidak berbeda nyata dengan produk yang digoreng selama 85 menit.
Penurunan kadar air pada produk hasil penggorengan terjadi akibat panas yang disalurkan
melalui minyak goreng akan menguapkan sejumlah air yang terkandung dalam bahan yang
digoreng. Umumnya makin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan,
makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula penghilangan air dari
bahan (Muchtadi, 2008). Semakin lama waktu penggorengan berarti semakin banyak pula jumlah
air yang dikeluarkan dari bahan.
3. Kadar Lemak
Kadar lemak rata-rata keripik durian pada penelitian ini berkisar antara 29.89 – 36.61%.
Kadar lemak terbesar dimiliki produk yang digoreng pada suhu 90°C selama 100 menit,
sedangkan produk yang digoreng pada suhu 75°C selama 55 menit memiliki kadar lemak
terkecil. Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap kadar lemak keripik durian
disajikan pada Gambar 16.
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
55 70 85 100
Ka
da
r A
ir (
%)
Waktu Penggorengan (menit)
suhu 75 C
suhu 80 C
suhu 85 C
suhu 90 C°
°
°
°
29
Gambar 16. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap kadar lemak keripik
durian
Gambar 16 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penggorengan dan semakin lama
waktu penggorengan, maka kadar lemak produk akan semakin meningkat. Hasil uji statistik
(Lampiran 4a) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu penggorengan berpengaruh nyata
(p<0.05) terhadap naiknya kadar lemak keripik durian. Sedangkan interaksi antara kedua faktor
tersebut tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar lemak keripik durian.
Uji lanjut Duncan (Lampiran 4b) memperlihatkan bahwa keripik durian yang digoreng
pada suhu 75°C memiliki nilai rata-rata kadar lemak terkecil dan tidak berbeda nyata dengan
produk yang digoreng pada suhu 80°C. Produk hasil penggorengan pada suhu 80°C tidak berbeda
nyata dengan produk yang digoreng pada suhu 85°C. Produk dengan nilai rata-rata kadar lemak
tertinggi dimiliki oleh produk hasil penggorengan pada suhu 90°C dan berbeda nyata dengan
semua produk hasil penggorengan pada suhu 75°C, 80°C, dan 85°C.
Sementara itu, uji lanjut Duncan (Lampiran 4c) menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar
lemak terkecil dimiliki keripik durian hasil penggorengan selama 55 menit dan berbeda nyata
dengan keripik durian hasil penggorengan selama 70 menit, 85 menit dan 100 menit. Sedangkan
nilai rata-rata kadar lemak terbesar dimiliki oleh produk hasil penggorengan selama 100 menit
dan tidak berbeda nyata dengan produk hasil penggorengan selama 85 menit.
Muchtadi (2008) menyatakan bahwa suhu penggorengan yang terlalu tinggi serta waktu
penggorengan yang terlalu lama dapat menyebabkan lebih banyak minyak mengisi ruang kosong
pada produk gorengan sehingga jumlah minyak yang terbawa lebih banyak.
Besarnya presentase kadar lemak yang dikandung keripik durian ini (lebih dari 36%),
diduga karena lemak/minyak mengisi ruang kosong yang ditinggalkan oleh air. Selain itu bentuk
keripik durian yang tidak beraturan mengakibatkan sejumlah minyak ikut terbawa dan tetap
menempel pada produk meskipun sudah dilakukan penirisan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah minyak yang ikut terserap ke dalam bahan
pangan selama penggorengan antara lain: kualitas minyak, suhu dan lama proses, bentuk dan
porositas produk, komposisi produk, dan pra-perlakuan bahan (Muchtadi, 2008).
4. Kekerasan
Nilai rata-rata kekerasan keripik durian hasil penelitian ini berkisar antara 1.50 – 5.30
kg/mm. Kekerasan dengan nilai tertinggi dimiliki produk yang digoreng pada suhu 85°C selama
28.00
30.00
32.00
34.00
36.00
38.00
55 70 85 100
Ka
da
r Le
ma
k (
%)
Waktu Penggorengan (menit)
suhu 75 C
suhu 80 C
suhu 85 C
suhu 90 C°
°
°
°
30
55 menit, sedangkan nilai kekerasan terendah dimiliki produk yang digoreng pada suhu 75°C
selama 55 menit dan 80°C selama 85 menit. Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan
terhadap nilai kekerasan keripik durian disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai kekerasan keripik
durian
Dapat dilihat pada Gambar 17 bahwa untuk produk yang digoreng pada suhu 75°C dan
80°C, nilai kekerasan produk relatif semakin meningkat. Hasil uji statistik (Lampiran 5a)
menunjukkan bahwa faktor suhu penggorengan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai
kekerasan keripik durian. Sedangkan faktor waktu dan interaksi antara fakor suhu dan waktu
penggorengan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai kekerasan keripik durian.
Pada uji lanjut Duncan (Lampiran 5b) menunjukkan bahwa keripik durian yang digoreng
pada suhu 75°C dan 80°C tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan keripik durian yang
digoreng pada suhu 85°C dan 90°C.
Kekerasan berkaitan dengan kerenyahan, dimana semakin rendah nilai kekerasan produk,
maka gaya yang dibutuhkan untuk memecahkan produk semakin kecil sehingga produk semakin
renyah. Berfluktuasinya nilai kekerasan pada keripik durian ini disebabkan bentuk, ukuran, dan
ketebalan keripik durian yang tidak seragam sehingga pada saat pengukuran menggunakan
rheometer hasilnya menjadi tidak memiliki tren tertentu.
Merujuk pada beberapa hasil penelitian sebelumnya, kekerasan produk cenderung menurun
dengan semakin tingginya suhu dan waktu penggorengan. Hal ini berkaitan dengan jumlah air
yang menguap lebih banyak dengan semakin tingginya suhu dan waktu penggorengan sehingga
kadar air produk semakin rendah dan produk semakin renyah.
5. Warna
Nilai L pada pengukuran warna secara objektif digunakan untuk menyatakan kecerahan
warna. Parameter L ini mempunyai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L keripik durian yang
dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 31.07 – 70.31. Berdasarkan hasil analisis sidik
ragam (Lampiran 6a) diperoleh bahwa nilai L dipengaruhi secara nyata (p<0.05) oleh faktor suhu
dan waktu penggorengan. Namun nilai L tidak dipengaruhi secara nyata (p>0.05) oleh interaksi
antara suhu dan waktu penggorengan.
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
55 70 85 100
Ke
ke
rasa
n (
kg
/mm
)
Waktu Penggorengan (menit)
suhu 75 C
suhu 80 C
suhu 85 C
suhu 90 C°
°
°
°
31
Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk menggoreng, maka kecerahan produk semakin
berkurang. Begitu juga semakin lama waktu yang digunakan untuk menggoreng, maka kecerahan
produk semakin berkurang. Artinya warna produk yang dihasilkan semakin gelap. Hubungan
pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai L (kecerahan) keripik durian disajikan pada
Gambar 18.
Gambar 18. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai L (kecerahan)
keripik durian
Pada Gambar 18 terlihat bahwa produk yang digoreng pada suhu 75°C selama 55 menit
memiliki tingkat kecerahan tertinggi. Sedangkan tingkat kecerahan produk terendah terdapat
pada keripik yang digoreng pada suhu 90°C selama 100 menit.
Uji lanjut Duncan (Lampiran 6b) memperlihatkan bahwa suhu penggorengan 75°C
menghasilkan produk dengan rata-rata nilai L terbesar dan tidak berbeda nyata dengan produk
yang digoreng pada suhu 80°C. Sedangkan suhu penggorengan 90°C menghasilkan produk
dengan rata-rata nilai L terkecil dan berbeda nyata dengan semua perlakuan suhu 75°C, 80°C,
dan 85°C.
Sementara itu, uji lanjut Duncan (Lampiran 6c) memperlihatkan bahwa waktu
penggorengan selama 55 menit menghasilkan produk dengan rata-rata nilai L terbesar dan tidak
berbeda nyata dengan produk yang digoreng selama 70 menit. Produk yang digoreng selama 70
menit tidak berbeda nyata dengan produk yang digoreng selama 85 menit. Sedangkan waktu
penggorengan 100 menit menghasilkan produk dengan rata-rata nilai L terkecil dan tidak berbeda
nyata dengan waktu penggorengan selama 85 menit namun berbeda nyata dengan perlakuan
waktu 55 menit dan 70 menit.
Berkurangnya kecerahan produk hasil penggorengan ini disebabkan oleh reaksi
pencokelatan non-enzimatis. Menurut Paramita (1999), Interaksi antara gugus amina primer atau
gugus amino dari protein dengan karbonil (gula pereduksi) menjadi melanoidin (warna cokelat)
dapat dipercepat prosesnya oleh panas.
Nilai a menunjukkan kemerahan atau kehijauan dengan nilai a positif (0 sampai +100)
menunjukkan intensitas kemerahan dan nilai a negatif (0 sampai -80) menunjukkan intensitas
kehijauan. Nilai a keripik durian berkisar antara -0.61 – 15.05 (Gambar 19). Nilai tersebut
menunjukkan bahwa produk keripik durian cenderung netral (antara hijau dan merah).
25.00
35.00
45.00
55.00
65.00
75.00
55 70 85 100
Nil
ai
L
Waktu Penggorengan (menit)
suhu 75 C
suhu 80 C
suhu 85 C
suhu 90 C°
°
°
°
32
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7a) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu
berpengaruh secara nyata (p<0.05) terhadap nilai a keripik durian. Namun interaksi antar faktor
suhu dan waktu penggorengan tidak berpengaruh secara nyata (p>0.05) terhadap nilai a keripik
durian.
Gambar 19. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai a keripik durian
Uji lanjut Duncan (Lampiran 7b) memperlihatkan bahwa produk hasil penggorengan pada
suhu 75°C menghasilkan produk dengan rata-rata nilai a terkecil dan tidak berbeda nyata dengan
produk hasil penggorengan pada suhu 80°C. Sedangkan suhu penggorengan 90°C menghasilkan
produk dengan rata-rata nilai a terbesar yang berbeda nyata dengan produk hasil perlakuan suhu
75°C, 80°C, dan 85°C.
Sementara itu, uji lanjut Duncan (Lampiran 7c) memperlihatkan bahwa keripik durian hasil
penggorengan selama 55 menit menghasilkan produk dengan rata-rata nilai a terkecil dan tidak
berbeda nyata dengan produk hasil penggorengan selama 70 menit. Sedangkan produk hasil
penggorengan selama 100 menit menghasilkan produk dengan nilai a tertinggi yang tidak
berbeda nyata dengan produk yang digoreng selama 85 menit.
Nilai b mengukur kekuningan atau kebiruan. Nilai b positif (0 sampai + 70) menunjukkan
intensitas warna kekuningan, sedangkan nilai b negatif (0 sampai – 70) menunjukkan intensitas
warna kebiruan. Nilai b keripik durian berkisar antara 23.51 – 42.00 yang menunjukkan bahwa
intensitas warna kekuningan lebih dominan. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8a)
menyatakan bahwa faktor suhu dan interaksi antara faktor suhu dan waktu penggorengan
berpengaruh secara nyata (p<0.05) terhadap nilai b keripik durian. Sedangkan faktor waktu
penggorengan tidak berpengaruh secara nyata (p>0.05) terhadap nilai b keripik durian. Hubungan
pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai b keripik durian disajikan pada Gambar 20.
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
55 70 85 100
Nil
ai
a
Waktu Penggorengan (menit)
suhu 75 C
suhu 80 C
suhu 85 C
suhu 90 C°
°
°
°
33
Gambar 20. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai b keripik durian
Uji lanjut Duncan (Lampiran 8b) memperlihatkan bahwa produk hasil penggorengan pada
suhu 90°C menghasilkan produk dengan rata-rata nilai b terkecil dan tidak berbeda nyata dengan
produk hasil penggorengan pada suhu 75°C. Sedangkan suhu penggorengan 85°C menghasilkan
produk dengan rata-rata nilai b terbesar yang berbeda nyata dengan produk hasil perlakuan suhu
75°C, 80°C, dan 90°C.
Sementara itu, uji lanjut Duncan (Lampiran 8c) memperlihatkan bahwa keripik durian hasil
penggorengan 90°C selama 100 menit menghasilkan produk dengan rata-rata nilai b terkecil dan
tidak berbeda nyata dengan produk hasil penggorengan 75°C selama 55 menit, 75°C selama 85
menit, 80°C selama 55 menit, 90°C selama 70 menit, dan 90°C selama 85 menit. Sedangkan
produk hasil penggorengan pada suhu 85°C selama 85 menit menghasilkan produk dengan nilai b
tertinggi yang tidak berbeda nyata dengan produk yang digoreng pada suhu 75°C selama 70
menit, 75°C selama 100 menit, 80°C selama 70 menit, 80°C selama 85 menit, 80°C selama 100
menit, 85°C selama 55 menit, 85°C selama 70 menit, 85°C selama 100 menit dan 90°C selama
55 menit.
6. Uji Organoleptik
a. Kerenyahan
Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap kerenyahan keripik durian berkisar antara
3.07 – 4.73 (netral sampai mendekati suka). Hasil pengujian organoleptik terhadap
kerenyahan disajikan pada Gambar 21.
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
55 70 85 100
Nil
ai
b
Waktu Penggorengan (menit)
suhu 75 C
suhu 80 C
suhu 85 C
suhu 90 C°
°
°
°
34
Gambar 21. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan
kerenyahan keripik durian
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 15a) menunjukkan bahwa faktor suhu dan
interaksi antar faktor suhu dan waktu penggorengan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap
kesukaan panelis terhadap kerenyahan keripik durian. Sedangkan faktor waktu tidak
mempengaruhi secara nyata (p>0.05) kesukaan panelis terhadap kerenyahan.
Uji DMRT (Lampiran 15b) memperlihatkan bahwa produk hasil penggorengan pada
suhu 75°C menghasilkan produk dengan rata-rata nilai penerimaan panelis terbesar dan tidak
berbeda nyata dengan produk hasil penggorengan pada suhu 85°C. Sedangkan suhu
penggorengan 90°C menghasilkan produk dengan rata-rata nilai penerimaan panelis terkecil
dan tidak berbeda nyata dengan produk hasil perlakuan suhu 80°C.
Sementara itu, uji lanjut Duncan (Lampiran 15c) memperlihatkan bahwa keripik
durian hasil penggorengan 80°C selama 100 menit menghasilkan produk dengan rata-rata
nilai penerimaan panelis tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan produk hasil
penggorengan 75°C selama 55 menit, 75°C selama 70 menit, 75°C selama 85 menit, 75°C
selama 100 menit, 80°C selama 70 menit, 80°C selama 85 menit, 85°C selama 55 menit,
85°C selama 70 menit, 85°C selama 85 menit, 85°C selama 100 menit, dan 90°C selama 100
menit. Sedangkan produk hasil penggorengan pada suhu 80°C selama 55 menit
menghasilkan produk dengan nilai penerimaan panelis terendah dan tidak berbeda nyata
dengan produk yang digoreng pada suhu 75°C selama 70 menit, 75°C selama 100 menit,
80°C selama 55 menit, 80°C selama 85 menit, 85°C selama 70 menit, 85°C selama 100
menit, 90°C selama 55 menit, 90°C selama 70 menit, 90°C selama 85 menit dan 90°C
selama 100 menit.
Gambar 21 menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap kerenyahan produk
hampir sama untuk setiap perlakuan. Tidak ada korelasi antara penerimaan panelis terhadap
kerenyahan dengan kandungan kadar air keripik durian. Kemungkinan hal ini terjadi karena
masing-masing panelis memiliki selera tersendiri dalam menilai kerenyahan suatu produk.
4.604.27
4.674.33
3.07
4.404.27
4.734.604.33
4.534.334.33
3.933.53
3.80
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Nil
ai
rata
-ra
ta k
ere
ny
ah
an
Kombinasi perlakuan suhu dan waktu penggorengan
Keterangan: A1 = suhu 75°C B1 = waktu 55 menit A2 = suhu 80°C B2 = waktu 70 menit A3 = suhu 85°C B3 = waktu 85 menit A4 = suhu 90°C B4 = waktu 100 menit
35
Apabila dilihat hubungannya dengan nilai kadar air, keripik durian yang paling disukai
panelis adalah keripik durian dengan kadar air 6.52% basis basah, sedangkan yang tidak
disukai adalah keripik durian dengan kadar air 7.67% basis basah.
b. Rasa
Nilai uji organoleptik rata-rata terhadap rasa keripik durian berkisar antara 2.20 – 4.67
(agak tidak suka sampai suka). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 16a) menunjukkan
bahwa faktor suhu dan interaksi antara suhu dan waktu penggorengan berpengaruh nyata
(p<0.05) terhadap penerimaan rasa keripik durian. Sedangkan faktor waktu tidak
mempengaruhi secara nyata (p>0.05) kesukaan panelis terhadap rasa keripik durian. Hasil
pengujian organoleptik terhadap rasa disajikan pada Gambar 22.
Gambar 22. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan rasa
keripik durian
Uji DMRT (Lampiran 16b) memperlihatkan bahwa produk hasil penggorengan pada
suhu 75°C menghasilkan produk dengan rata-rata nilai penerimaan panelis tertinggi dan
berbeda nyata dengan produk hasil penggorengan pada suhu 80°C, 85°C, dan 90°C.
Sedangkan suhu penggorengan 90°C menghasilkan produk dengan rata-rata nilai penerimaan
panelis terendah dan berbeda nyata dengan produk hasil perlakuan suhu 75°C, 80°C, dan
85°C.
Sementara itu, uji lanjut Duncan (Lampiran 16c) memperlihatkan bahwa keripik
durian hasil penggorengan 75°C selama 85 menit menghasilkan produk dengan rata-rata nilai
penerimaan panelis tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan produk hasil penggorengan
75°C selama 55 menit, 75°C selama 70 menit, 80°C selama 100 menit, 85°C selama 85
menit, dan 85°C selama 100 menit. Sedangkan produk hasil penggorengan pada suhu 90°C
selama 85 menit menghasilkan produk dengan nilai penerimaan panelis terendah dan tidak
berbeda nyata dengan produk yang digoreng pada suhu 80°C selama 55 menit, 80°C selama
70 menit, 90°C selama 70 menit, dan 90°C selama 100 menit.
4.404.604.67
3.67
2.733.13
3.874.20
3.473.874.004.003.93
3.00
2.20
2.87
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Nil
ai
rata
-ra
ta r
asa
Kombinasi perlakuan suhu dan waktu penggorengan
Keterangan: A1 = suhu 75°C B1 = waktu 55 menit A2 = suhu 80°C B2 = waktu 70 menit A3 = suhu 85°C B3 = waktu 85 menit A4 = suhu 90°C B4 = waktu 100 menit
36
Dapat dilihat bahwa keripik durian hasil penggorengan pada suhu 90°C memiliki nilai
rata-rata penerimaan panelis terendah, hal ini kemungkinan terjadi akibat adanya
penyimpangan rasa yang timbul akibat proses penggorengan pada suhu tinggi.
Penyimpangan rasa tersebut dapat berupa timbulnya rasa sedikit pahit akibat produk yang
gosong.
c. Aroma
Nilai rata-rata kesukaan terhadap aroma keripik durian berkisar antara 2.27 – 4.33
(agak tidak suka sampai agak suka). Grafik hasil pengujian aroma dapat dilihat pada Gambar
23.
Gambar 23. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan aroma
keripik durian
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17a) menunjukkan bahwa nilai aroma keripik
durian dipengaruhi secara nyata (p<0.05) oleh faktor suhu dan interaksi antara faktor suhu
dan waktu penggorengan. Sedangkan faktor waktu tidak mempengaruhi secara nyata
(p>0.05) kesukaan panelis terhadap aroma keripik durian.
Uji DMRT (Lampiran 17b) memperlihatkan bahwa produk hasil penggorengan pada
suhu 75°C menghasilkan produk dengan rata-rata nilai penerimaan panelis tertinggi dan
berbeda nyata dengan produk hasil penggorengan pada suhu 80°C, 85°C, dan 90°C.
Sedangkan suhu penggorengan 90°C menghasilkan produk dengan rata-rata nilai penerimaan
panelis terendah dan berbeda nyata dengan produk hasil perlakuan suhu 75°C, 80°C, dan
85°C.
Sementara itu, uji lanjut Duncan (Lampiran 17c) memperlihatkan bahwa keripik
durian hasil penggorengan 75°C selama 85 menit menghasilkan produk dengan rata-rata nilai
penerimaan panelis tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan produk hasil penggorengan
75°C selama 55 menit, 75°C selama 70 menit, 80°C selama 100 menit, 85°C selama 70
menit, 85°C selama 100 menit, dan 90°C selama 55 menit. Sedangkan produk hasil
4.274.134.33
3.40
2.67
3.333.60
3.80
3.13
3.803.733.933.80
3.00
2.272.47
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Nil
ai
rata
-ra
ta a
rom
a
Kombinasi perlakuan suhu dan waktu penggorengan
Keterangan: A1 = suhu 75°C B1 = waktu 55 menit A2 = suhu 80°C B2 = waktu 70 menit A3 = suhu 85°C B3 = waktu 85 menit A4 = suhu 90°C B4 = waktu 100 menit
37
penggorengan pada suhu 90°C selama 85 menit menghasilkan produk dengan nilai
penerimaan panelis terendah dan tidak berbeda nyata dengan produk yang digoreng pada
suhu 80°C selama 55 menit, 85°C selama 55 menit, 90°C selama 70 menit, dan 90°C selama
100 menit.
Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu penggorengan relatif menurunkan
penerimaan panelis terhadap aroma keripik durian. Hal ini disebabkan pada suhu tinggi dan
waktu penggorengan yang lama mengakibatkan produk agak berbau menyimpang seperti
bau gosong.
d. Warna
Warna bagi sebagian produk pangan merupakan atribut mutu yang penting. Meskipun
warna tidak mencerminkan nilai gizi atau nilai fungsional, namun warna berhubungan
dengan preferensi konsumen terhadap produk yang dihasilkan (Paramita,1999). Nilai rata-
rata kesukaan panelis terhadap warna keripik durian berkisar antara 1.87 – 4.27 (agak tidak
suka sampai agak suka). Hasil pengujian warna keripik durian secara subyektif dapat dilihat
pada Gambar 24.
Gambar 24. Grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan warna
keripik durian
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 18a) menunjukkan bahwa kesukaan panelis
terhadap warna keripik durian dipengaruhi secara nyata (p<0.05) oleh faktor suhu dan
interaksi antara faktor suhu dan waktu penggorengan. Sedangkan faktor waktu tidak
mempengaruhi secara nyata (p>0.05) kesukaan panelis terhadap warna keripik durian.
Penerimaan panelis terhadap komponen warna keripik durian ini berbanding lurus
dengan kecerahan (nilai L) yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu
penggorengan, maka produk yang dihasilkan akan semakin berkurang nilai kecerahannya.
Hal ini terjadi akibat adanya reaksi pencokelatan non enzimatis pada produk yang diolah
akibat perlakuan panas yang selama penggorengan berlangsung.
3.07
3.933.87
2.67
4.27
3.804.004.13
3.933.933.803.80
2.60
2.131.871.93
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Nil
ai
rata
-ra
ta w
arn
a
Kombinasi perlakuan suhu dan waktu penggorengan
Keterangan: A1 = suhu 75°C B1 = waktu 55 menit A2 = suhu 80°C B2 = waktu 70 menit A3 = suhu 85°C B3 = waktu 85 menit A4 = suhu 90°C B4 = waktu 100 menit
38
Uji DMRT (Lampiran 18b) memperlihatkan bahwa produk hasil penggorengan pada
suhu 80°C menghasilkan produk dengan rata-rata nilai penerimaan panelis tertinggi dan
tidak berbeda nyata dengan produk hasil penggorengan pada suhu 85°C. Sedangkan suhu
penggorengan 90°C menghasilkan produk dengan rata-rata nilai penerimaan panelis terendah
dan berbeda nyata dengan produk hasil perlakuan suhu 75°C, 80°C, dan 85°C.
Sementara itu, uji lanjut Duncan (Lampiran 18c) memperlihatkan bahwa keripik
durian hasil penggorengan 90°C selama 55 menit menghasilkan produk dengan rata-rata nilai
penerimaan panelis tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan produk hasil penggorengan
75°C selama 70 menit, 75°C selama 85 menit, 80°C selama 55 menit, 80°C selama 70 menit,
80°C selama 100 menit, 85°C selama 55 menit, 85°C selama 70 menit, 85°C selama 85
menit, dan 85°C selama 100 menit. Sedangkan produk hasil penggorengan pada suhu 90°C
selama 85 menit menghasilkan produk dengan nilai penerimaan panelis terendah dan tidak
berbeda nyata dengan produk yang digoreng pada suhu 75°C selama 55 menit, 75°C selama
100 menit, 90°C selama 70 menit, dan 90°C selama 100 menit.
Keripik durian hasil penggorengan pada suhu 90°C memiliki nilai penerimaan
terendah. Hal ini terjadi kemungkinan akibat proses pemanasan yang terlampau tinggi.
Sehingga produk yang dihasilkan berwarna semakin gelap. Untuk produk buah-buahan,
kemungkinan panelis lebih menyukai produk keripik buah hasil penggorengan vakum yang
memiliki warna buah asli seperti sebelum digoreng. Sehingga ketika warna buah yang
dihasilkan menyimpang, maka konsumen akan cenderung kurang menyukai produk dengan
penyimpangan warna tersebut.
7. Uji Pembobotan
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, perlakuan suhu dan waktu penggorengan yang
menghasilkan keripik durian terbaik ditentukan dengan uji pembobotan. Panelis diberi kuesioner
mengenai parameter organoleptik keripik yaitu kerenyahan, warna , rasa, dan aroma. Selanjutnya
panelis diminta untuk mengurut tiap parameter berdasarkan tingkat kepentingannya.
Pengurutannya adalah sebagai berikut: 4 = sangat penting, 3 = penting, 2 = agak penting, dan 1 =
tidak penting.
Hasil dari kuesioner menunjukkan bahwa panelis cenderung mengurutkan kerenyahan
pada urutan pertama (32.20%), rasa pada urutan kedua (29.38%), aroma pada urutan ketiga
(20.34%), dan warna pada urutan keempat (18.08%). Selanjutnya nilai rata-rata kesukaan tiap
parameter dikalikan dengan bobotnya masing-masing. Hasil perkalian tiap parameter kemudian
dijumlahkan untuk mendapatkan skor perlakuan. Perlakuan dengan skor tertinggi adalah yang
terbaik (Lampiran 19).
Lampiran 19 memperlihatkan bahwa perlakuan pada suhu 75°C selama 85 menit (A1B3)
memiliki skor tertinggi. Perlakuan tersebut menghasilkan produk keripik durian terbaik, terutama
disebabkan oleh nilai rata-rata kesukaan terhadap kerenyahan dan rasa keripik yang cukup tinggi
yaitu 4.67 (mendekati suka). Sedangkan perlakuan yang memiliki skor terendah adalah perlakuan
pada suhu 90°C selama 85 menit (A4B3).
39
B. PENGARUH JENIS KEMASAN TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN
Suhu dan waktu terbaik yang diperoleh dari hasil pembobotan pada tahap pertama digunakan
untuk memproduksi keripik durian pada tahap ini. Selanjutnya sebelum dikemas, diamati
karakteristik fisikokimia dari keripik durian tersebut sebagai kondisi awal. Karakteristik keripik
durian yang diamati meliputi kadar air, kadar asam lemak bebas, warna, dan kekerasan. Gambar 25
menunjukkan produk keripik durian hasil penggorengan vakum.
Gambar 25. Keripik durian hasil penggorengan vakum
Kadar air keripik durian hasil penggorengan vakum yaitu 7.28% bb. Kadar air keripik durian
yang dihasilkan lebih tinggi dari syarat maksimum kadar air beberapa produk keripik buah
berdasarkan SNI seperti keripik nangka dan sukun 5% bb, dan keripik pisang 6% bb. Meskipun pada
tahap pertama terdapat produk yang memenuhi syarat maksimum kadar air SNI untuk produk keripik
buah, namun dari hasil pembobotan tahap pertama perlakuan suhu dan waktu tersebut bukanlah
produk dengan nilai pembobotan tertinggi. Salah satu penyebab tingginya kadar air keripik durian
yang dihasilkan adalah kualitas minyak goreng yang digunakan sudah tidak begitu baik.
Kemungkinan, minyak tersebut sudah mengalami kerusakan akibat akumulasi penggunaan minyak
pada kombinasi suhu dan waktu penggorengan vakum yang cenderung meningkat.
Kadar asam lemak bebas keripik durian yang digoreng dengan mesin vacuum fryer adalah
1.09%, nilai ini merupakan nilai kadar asam lemak bebas awal produk. Selama penyimpanan, kadar
asam lemak bebas produk keripik durian akan diamati hingga 28 hari. Selain itu diamati pula nilai
asam lemak ketika terjadi ketengikan. Nilai asam lemak pada saat produk sudah tengik merupakan
batas mutu kritis kandungan asam lemak produk keripik durian.
Nilai kekerasan awal produk keripik durian yang digoreng vakum adalah 2.40 kg/mm.
Kekerasan produk keripik durian terus diamati 7 hari sekali selama 28 hari. Nilai kekerasan yang
semakin besar dapat berarti bahwa produk semakin sulit untuk dipatahkan, sebaliknya apabila nilai
kekerasan semakin kecil berarti bahwa produk semakin mudah dipatahkan.
Nilai kecerahan warna (L) keripik durian hasil penggorengan vakum adalah 57.27. Nilai L
menunjukkan nilai obyektif kecerahan produk yang diamati. Semakin besar nilai L maka produk
semakin cerah, sebaliknya semakin kecil nilai L maka produk semakin gelap. Selama penyimpanan,
kecerahan keripik wortel diamati 7 hari sekali selama 28 hari.
40
1. Penentuan Titik Kritis
a. Kadar Air Kritis
Kerenyahan suatu produk dipengaruhi oleh kadar air produk tersebut. Penentuan kadar
air kritis keripik durian ini dilakukan melalui uji penerimaan panelis terhadap keripik durian
yang disimpan. Kadar air kritis keripik durian yang diperoleh adalah 11.05%. Keripik durian
yang kadar airnya melebihi 11.05% berarti keripik tersebut sudah tidak diterima lagi oleh
konsumen.
b. Kerenyahan Kritis
Kerenyahan berkaitan dengan kadar air yang dikandung oleh suatu produk pangan.
Penentuan titik kritis parameter kerenyahan ini dilakukan menggunakan uji penerimaan
panelis. Hasil uji penerimaan panelis menunjukkan bahwa nilai kerenyahan kritis keripik
durian adalah 7.88 kg/mm. Keripik durian yang memiliki nilai kerenyahan melebihi 7.88
kg/mm berarti keripik tersebut dikategorikan tidak renyah lagi.
c. Kadar Asam Lemak Bebas Kritis
Nilai kadar asam lemak bebas kritis keripik durian ditentukan berdasarkan uji
penerimaan panelis terhadap keripik durian yang disimpan. Kadar asam lemak bebas yang
diperoleh adalah 3.19%. keripik durian yang memiliki nilai kadar asam lemak bebas
melebihi nilai tersebut, sudah tidak diterima oleh panelis.
2. Perubahan Mutu Produk Selama Penyimpanan
Selama penyimpanan pada berbagai suhu, keripik durian mengalami perubahan mutu
seperti penurunan kecerahan, kerenyahan dan timbulnya ketengikan. Menurut Catala dan Gavara
(1997), permeabilitas uap air dan oksigen merupakan parameter kritis pada banyak produk
awetan. Kadar air pada bahan makanan mempengaruhi stabilitas fisikokimia (perubahan tekstur
dan degradasi warna) dan stabilitas mikrobiologi, dan kehadiran oksigen dapat menghasilkan
ketengikan, browning enzimatis, dan atau oksidasi vitamin C. Berdasarkan pernyataan tersebut,
maka parameter penurunan mutu yang diamati meliputi kadar air, kadar asam lemak bebas,
kerenyahan, dan kecerahan warna (nilai L).
a. Perubahan kadar air
Selama penyimpanan pada berbagai macam suhu dan jenis kemasan, kadar air keripik
durian mengalami perubahan. Kadar air pada bahan makanan mempengaruhi stabilitas
fisikokimia (perubahan tekstur dan degradasi warna) dan stabilitas mikrobiologi, dan
kehadiran oksigen dapat menghasilkan ketengikan, browning enzimatis, dan atau oksidasi
vitamin C (Catala dan Gavara, 1997). Perubahan kadar air keripik durian pada berbagai jenis
kemasan yang disimpan pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C dapat dilihat pada Lampiran 23.
Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar air dapat dilihat pada Gambar 26,
27, dan 28.
41
Gambar 26. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) keripik
durian dalam kemasan aluminium foil 70 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
Gambar 27. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) keripik
durian dalam kemasan PP 80 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
Gambar 28. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) keripik
durian dalam kemasan HDPE 25 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
0 7 14 21 28k
ad
ar
air
(%
)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
0 7 14 21 28
ka
da
r a
ir (
%)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
0 7 14 21 28
ka
da
r a
ir (
%)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
°
°
°
°
°
°
°
°
°
42
Dari Gambar 26, 27, dan 28 terlihat bahwa kadar air cenderung mengalami kenaikan
selama penyimpanan. Kenaikan kadar air ini dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban relatif
pada ruang penyimpanan. Ruang penyimpanan dengan kelembaban relatif tinggi akan
menyebabkan bahan pangan menyerap sejumlah air dari lingkungan untuk mencapai
keseimbangan. Akibatnya kadar air pada bahan akan meningkat.
Ruang penyimpanan dengan suhu 40°C memiliki kelembaban relatif paling tinggi
diantara suhu lainnya, hal ini cenderung membuat kadar air keripik durian yang disimpan
dalam kemasan aluminium foil, PP, dan HDPE pada suhu 40°C lebih tinggi dibandingkan
keripik durian yang disimpan pada suhu 50°C dan 60°C.
Selain faktor suhu dan kelembaban relatif ruang penyimpanan, transmisivitas uap air
(WVTR) kemasan juga menjadi faktor lain yang mengakibatkan naiknya kadar air pada
bahan dalam kemasan tersebut. Selama penyimpanan, terjadi kenaikan kadar air keripik
durian yang berbeda pada masing-masing kemasan. Grafik hubungan antara lama
penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) pada masing-masing suhu penyimpanan untuk
ketiga jenis kemasan dapat dilihat pada Gambar 29, 30, dan 31.
Gambar 29. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) pada suhu 40°C
untuk tiga jenis kemasan
Gambar 30. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) pada suhu 50°C
untuk tiga jenis kemasan
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
0 7 14 21 28
ka
da
r a
ir (
%)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
0 7 14 21 28
ka
da
r a
ir (
%)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
43
Gambar 31. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) pada suhu 60°C
untuk tiga jenis kemasan
Dari ketiga gambar diatas dapat dilihat bahwa kadar air keripik durian pada kemasan
aluminium foil cenderung selalu berada di bawah kadar air keripik durian yang disimpan
dalam kemasan PP dan HDPE. Hal ini terjadi karena aluminium foil memiliki nilai
transmisivitas uap air yang lebih rendah dibandingkan PP dan HDPE. Laju peningkatan
kadar air yang rendah pada keripik durian dalam kemasan aluminium foil menunjukkan
bahwa kemasan ini memiliki kemampuan untuk menahan lebih besar jumlah uap air yang
akan masuk ke dalam kemasan. Semakin sedikit uap air yang dapat menembus ke dalam
kemasan, maka produk yang tersimpan di dalamnya akan terlindungi dan tahan lama.
Kemasan PP dan HDPE memiliki nilai transmisivitas uap air yang lebih tinggi
daripada kemasan aluminium foil, sehingga kemampuan menahan uap air yang masuk ke
dalam kemasan lebih rendah. Akibatnya, produk yang tersimpan di dalamnya menjadi
kurang awet. Kadar air produk yang disimpan pada kemasan PP cenderung selalu lebih
tinggi daripada kadar air produk dalam kemasan HDPE. Hal ini terjadi karena kemasan PP
yang digunakan memiliki nilai transmisivitas uap air yang lebih tinggi dibanding kemasan
HDPE.
b. Perubahan kerenyahan
Perubahan kerenyahan merupakan salah satu perubahan fisik yang terjadi selama
penyimpanan. Kerenyahan suatu produk selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban relatif ruang penyimpanan. Kerenyahan suatu produk biasanya diukur
menggunakan alat pengukur kekerasan. Semakin besar nilai kekerasan suatu produk, artinya
produk tersebut semakin tidak renyah. Sebaliknya, semakin rendah nilai kekerasan suatu
produk, artinya produk tersebut semakin renyah. Kerenyahan suatu produk berkaitan dengan
peningkatan kadar air selama penyimpanan. Semakin banyak uap air yang terserap ke dalam
bahan pangan menyebabkan semakin berkurangnya nilai kerenyahan.
Perubahan kekerasan keripik durian dalam kemasan aluminium foil, PP, dan HDPE
selama penyimpanan pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C dapat dilihat pada Lampiran 24.
Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kekerasan dapat dilihat pada Gambar 32,
33, dan 34.
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
0 7 14 21 28
ka
da
r a
ir (
%)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
44
Gambar 32. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (kg/mm)
keripik durian dalam kemasan aluminium foil 70 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
Gambar 33. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (kg/mm)
keripik durian dalam kemasan PP 80 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
Gambar 34. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (kg/mm)
keripik durian dalam kemasan HDPE 25 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
0 7 14 21 28
ke
ke
rasa
n (
kg
/mm
)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
0 7 14 21 28
ke
ke
rasa
n (
kg
/mm
)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
0 7 14 21 28
ke
ke
rasa
n (
kg
/mm
)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
°
°
°
°
°
°
°
°
°
45
Kerenyahan merupakan sifat tekstur yang sanagt penting untuk makanan ringan yang
digoreng (fried snack foods), dan apabila kerenyahan ini hilang terutama disebabkan oleh
penyerapan kelembaban menjadikan produk makanan ringan ini ditolak oleh konsumen
(Robertson, 1993). Hubungan antara lama penyimpanan dengan kekerasan pada masing-
masing suhu penyimpanan untuk ketiga jenis kemasan dapat dilihat pada Gambar 35, 36, dan
37.
Gambar 35. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (%) pada suhu 40°C
untuk tiga jenis kemasan
Gambar 36. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kerenyahan (%) pada suhu 50°C
untuk tiga jenis kemasan
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
0 7 14 21 28
ke
ke
rasa
n (
kg
/mm
)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
0 7 14 21 28
ke
ke
rasa
n (
kg
/mm
)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
46
Gambar 37. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kerenyahan (%) pada suhu 60°C
untuk tiga jenis kemasan
Dari Gambar 35, 36, dan 37 dapat dilihat bahwa pada kemasan aluminium foil pada
suhu 40°C, keripik durian memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah dibanding keripik
durian pada kemasan PP dan HDPE. Namun pada suhu 50°C dan 60°C, nilai kekerasannya
cenderung lebih tinggi daripada nilai kekerasan keripik durian dalam kemasan PP dan
HDPE. Hal ini kemungkinan terjadi akibat aluminium foil merupakan kemasan berbahan
utama logam aluminium yang mampu menghantarkan panas. Akibatnya pada suhu
lingkungan penyimpanan yang tinggi, kemasan aluminium foil akan dengan cepat
menghantarkan panas dari luar kemasan ke dalam kemasan. Hal ini mengakibatkan
pelunakan pada keripik durian akibat adanya perlakuan panas yang tinggi. Sementara pada
kemasan PP dan HDPE, bahan penyusunnya berupa plastik yang bersifat isolator, sehingga
panas yang berasal dari lingkungan akan dengan sangat lambat diteruskan ke dalam
kemasan, sehingga kenaikan suhu di dalam kemasan cenderung lebih kecil.
c. Perubahan kadar asam lemak bebas
Selama penyimpanan terjadi perubahan berupa kerusakan lemak yang mengakibatkan
terjadinya ketengikan. Ketengikan timbul akibat adanya komponen cita rasa dan bau yang
mudah menguap yang terbentuk akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak
jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita rasa yang tidak diinginkan
dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan minyak tersebut
(Buckle, 1988). Perubahan kadar asam lemak keripik durian pada berbagai jenis kemasan
yang disimpan pada suhu 40°C, 50°C, dan 60° dapat dilihat pada Lampiran 25. Grafik
hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar asam lemak bebas dapat dilihat pada
Gambar 38, 39, dan 40.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
0 7 14 21 28
ke
ke
rasa
n (
kg
/mm
)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
47
Gambar 38. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak
bebas (%) keripik durian dalam kemasan aluminium foil 70 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
Gambar 39. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak
bebas (%) keripik durian dalam kemasan PP 80 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
Gambar 40. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak
bebas (%) keripik durian dalam kemasan HDPE 25 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
0 7 14 21 28k
ad
ar
asa
m l
em
ak
be
ba
s (%
)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
0 7 14 21 28
ka
da
r a
sam
le
ma
k b
eb
as
(%)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
0 7 14 21 28
ka
da
r a
sam
le
ma
k b
eb
as
(%)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
°
°
°
°
°
°
°
°
°
48
Dari Gambar 38, 39, dan 40 terlihat bahwa kadar asam lemak bebas mengalami
peningkatan selama penyimpanan. Peningkatan kadar asam lemak pada keripik durian ini
ditandai juga dengan peristiwa off-flavor berupa bau tengik pada produk yang dikemas.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketengikan ini adalah suhu, cahaya, tersedianya
oksigen, dan adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator pada proses oksidasi.
Hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar asam lemak bebas keripik durian
dalam kemasan aluminium foil, PP, dan HDPE dapat dilihat pada Gambar 41, 42, dan 43.
Gambar 41. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%)
pada suhu 40°C untuk tiga jenis kemasan
Gambar 42. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%)
pada suhu 50°C untuk tiga jenis kemasan
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
0 7 14 21 28
ka
da
r a
sam
le
ma
k b
eb
as
(%)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
0 7 14 21 28
ka
da
r a
sam
le
ma
k b
eb
as
(%)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
49
Gambar 43. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%)
pada suhu 60°C untuk tiga jenis kemasan
Pada Gambar 41, 42, dan 43 menunjukkan bahwa laju peningkatan kadar asam lemak
bebas keripik durian pada kemasan aluminium foil lebih rendah dibandingkan dengan
kemasan PP dan HDPE. Hal ini disebabkan kemasan aluminium foil lebih mampu menahan
masuknya gas dan uap air sehingga ketengikan yang disebabkan reaksi oksidasi dan
hidrolisis dapat diminimalkan. Ketengikan oleh oksidasi adalah ketengikan yang terjadi
karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak.
Sedangkan ketengikan oleh proses hidrolisa adalah kerusakan yang terjadi pada minyak atau
lemak karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut.
Ketengikan oleh oksidasi berkaitan dengan kemampuan bahan kemasan melewatkan
gas, khususnya oksigen, atau biasa disebut transmisivitas oksigen (O2TR). Nilai O2TR
kemasan aluminium foil lebih rendah dibanding kemasan PP dan HDPE. Sedangkan
ketengikan oleh proses hidrolisis berkaitan dengan kemampuan bahan kemasan melewatkan
uap air, biasa disebut transmisivitas uap air (WVTR). Nilai WVTR kemasan aluminium foil
pun lebih rendah dibanding kemasan PP dan HDPE. Akibatnya produk yang disimpan dalam
kemasan aluminium foil akan lebih lama mengalami ketengikan dibandingkan produk yang
disimpan dalam kemasan PP dan HDPE.
d. Perubahan kecerahan warna (nilai L)
Perubahan kecerahan warna pada keripik durian dalam kemasan aluminium foil, PP,
dan HDPE yang disimpan pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C dapat dilihat pada Lampiran 26.
Grafik antara lama penyimpanan dengan tingkat kecerahan (L) dapat dilihat pada Gambar
44, 45, dan 46.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
0 7 14 21 28
ka
da
r a
sam
le
ma
k b
eb
as
(%)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
50
Gambar 44. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kecerahan (nilai L)
keripik durian dalam kemasan aluminium foil 70 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
Gambar 45. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kecerahan (nilai L)
keripik durian dalam kemasan PP 80 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
Gambar 46. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kecerahan (nilai L)
keripik durian dalam kemasan HDPE 25 µm pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0 7 14 21 28
Ke
cera
ha
n (
nil
ai
L)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0 7 14 21 28
Ke
cera
ha
n (
nil
ai
L)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0 7 14 21 28
Ke
cera
ha
n (
nil
ai
L)
penyimpanan (hari)
suhu 40 C
suhu 50 C
suhu 60 C
°
°
°
°
°
°
°
°
°
51
Selama penyimpanan terjadi kecenderungan penurunan kecerahan (nilai L) pada
keripik durian. Pada Gambar 44, 45, dan 46 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
penyimpanan maka nilai L akan semakin rendah atau dengan kata lain kecerahannya
semakin menurun. Peristiwa ini terjadi diduga akibat adanya reaksi pencokelatan non-
enzimatis yang terjadi karena suhu yang tinggi.
Pada Gambar 47, 48, dan 49 dapat dilihat bahwa keripik durian yang dikemas dalam
aluminium foil pada suhu 50°C memiliki nilai kecerahan yang lebih rendah dari keripik
durian dalam kemasan HDPE. Sedangkan pada suhu 60°C cenderung lebih rendah daripada
keripik durian dalam kemasan PP dan HDPE. Hal ini kemungkinan terjadi akibat kemasan
aluminium foil yang berbahan dasar logam bersifat sebagai penghantar panas yang baik,
akibatnya kenaikan suhu dalam kemasan akan lebih cepat. Kondisi ini menyebabkan produk
mengalami reaksi pencokelatan non-enzimatis akibat perlakuan suhu yang tinggi.
Gambar 47. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kecerahan (nilai L) pada suhu
40°C untuk tiga jenis kemasan
Gambar 48. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kecerahan (nilai L) pada suhu
50°C untuk tiga jenis kemasan
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0 7 14 21 28
Ke
cera
ha
n (
nil
ai
L)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0 7 14 21 28
Ke
cera
ha
n (
nil
ai
L)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
52
Gambar 49. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kerenyahan (nilai L) pada suhu
60°C untuk tiga jenis kemasan
3. Uji Organoleptik Selama Penyimpanan
Uji kesukaan atau uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Keripik durian
yang digunakan pada uji kesukaan merupakan produk yang disimpan dalam beberapa kombinasi
perlakuan jenis kemasan (aluminium foil, PP, dan HDPE) dan suhu penyimpanan (40°C, 50°C,
dan 60°C). Uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu seperti:
warna, aroma, kerenyahan, dan rasa. Tingkat skala hedonik yang digunakan adalah 5 skala, yaitu
1 = tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = netral, 4 = agak suka, dan 5 = suka. Batas kritis
parameter organoleptik yang digunakan adalah 2 (agak tidak suka). Merujuk pada Kusnandar
(2001) dalam Latifah (2010) yang menyatakan bahwa batas agak tidak suka merupakan batas
awal produk mulai tidak diterima oleh konsumen.
a. Rasa
Penerimaan terhadap rasa dideteksi dengan indera pengecap. Penilaian organoleptik
terhadap rasa berkaitan erat dengan penurunan mutu produk keripik durian, yaitu kenaikan
kadar asam lemak bebas.. Selain itu, perubahan pada produk akibat perlakuan panas juga
menjadi penyebab munculnya penyimpangan rasa selama penyimpanan. Perubahan
penerimaan terhadap rasa keripik wortel dapat dilihat pada Gambar 50. Data hasil uji
kesukaan terhadap rasa dapat dilihat pada Lampiran 28, 29, dan 30.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0 7 14 21 28
Ke
cera
ha
n (
nil
ai
L)
penyimpanan (hari)
alufo
pp
hdpe
53
Keterangan:
AL : Aluminium foil 40 : Suhu penyimpanan 40°C PP : PP 50 : Suhu penyimpanan 50°C PE : HDPE 60 : Suhu penyimpanan 60°C
Gambar 50. Diagram penerimaan panelis terhadap rasa selama penyimpanan
b. Aroma
Penilaian terhadap aroma berkaitan erat dengan kemunculan bau yang menyimpang
dari produk keripik durian yang disimpan. Bau yang timbul berupa bau tengik dari produk
keripik durian akibat teroksidasinya sejumlah minyak/ lemak pada produk tersebut. Hal ini
ditandai dengan naiknya kadar asam lemak bebas pada keripik durian selama penyimpanan.
Data hasil uji kesukaan panelis terhadap aroma dapat dilihat pada Lampiran 28, 29, dan 30.
Diagram skor penerimaan panelis terhadap aroma keripik durian disajikan pada Gambar 51.
Keterangan:
AL : Aluminium foil 40 : Suhu penyimpanan 40°C PP : PP 50 : Suhu penyimpanan 50°C PE : HDPE 60 : Suhu penyimpanan 60°C
Gambar 51. Diagram penerimaan panelis terhadap aroma selama penyimpanan
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
0 7 14 21 28Sk
or
Pe
ne
rim
aa
n t
erh
ad
ap
Ra
sa
Hari
AL 40
AL 50
AL 60
PP 40
PP 50
PP 60
PE 40
PE 50
PE 60
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
0 7 14 21 28
Sk
or
Pe
ne
rim
aa
n t
erh
ad
ap
Aro
ma
Hari
AL 40
AL 50
AL 60
PP 40
PP 50
PP 60
PE 40
PE 50
PE 60
54
Dari gambar di atas terlihat bahwa, produk yang disimpan pada suhu penyimpanan
40°C relatif lebih tinggi nilai penerimaannya dibanding produk yang disimpan pada suhu
50°C dan 60°C. Pada suhu 60°C, skor penerimaan panelis terhadap aroma disetiap
pengamatan untuk keripik durian yang dikemas menggunakan PP dan HDPE cenderung
lebih tinggi dari produk yang dikemas menggunakan aluminium foil.
c. Kerenyahan
Kerenyahan merupakan sifat tekstur yang sanagt penting untuk makanan ringan yang
digoreng (fried snack foods), dan apabila kerenyahan ini hilang terutama disebabkan oleh
penyerapan kelembaban menjadikan produk makanan ringan ini ditolak oleh konsumen
(Robertson, 1993). Data hasil uji kesukaan panelis terhadap kerenyahan dapat dilihat pada
Lampiran 28, 29, dan 30. Diagram skor penerimaan panelis terhadap kerenyahan keripik
durian disajikan pada Gambar 52.
Keterangan:
AL : Aluminium foil 40 : Suhu penyimpanan 40°C PP : PP 50 : Suhu penyimpanan 50°C PE : HDPE 60 : Suhu penyimpanan 60°C
Gambar 52. Diagram penerimaan panelis terhadap kerenyahan selama penyimpanan
Secara umum, skor peneriman panelis terhadap kerenyahan pada produk yang dikemas
menggunakan PP dan HDPE cenderung selalu lebih tinggi daripada produk keripik yang
dikemas dalam aluminium foil.
d. Warna
Perubahan warna secara subyektif dapat diketahui melalui uji organoleptik. Data hasil
uji kesukaan panelis terhadap warna dapat dilihat pada Lampiran 28, 29, dan 30. Diagram
skor penerimaan panelis terhadap warna disajikan pada Gambar 53.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
0 7 14 21 28
Sk
or
Pe
ne
rim
aa
n t
erh
ad
ap
Ke
ren
ya
ha
n
Hari
AL 40
AL 50
AL 60
PP 40
PP 50
PP 60
PE 40
PE 50
PE 60
55
Keterangan:
AL : Aluminium foil 40 : Suhu penyimpanan 40°C PP : PP 50 : Suhu penyimpanan 50°C PE : HDPE 60 : Suhu penyimpanan 60°C
Gambar 53. Diagram penerimaan panelis terhadap warna selama penyimpanan
Selama penyimpanan, terjadi penurunan penerimaan terhadap warna pada keripik
durian. Hal ini bisa disebabkan oleh penurunan kecerahan keripik durian selama
penyimpanan. Keripik yang disimpan dalam kemasan tersebut, lama-kelamaan berubah
warna menjadi agak gelap. Penerimaan terhadap kecerahan keripik durian dalam kemasan
aluminium foil cenderung selalu lebih kecil daripada kemasan PP dan HDPE. Hal ini
disebabkan kemampuan kemasan aluminium foil untuk meneruskan panas lingkungan ke
dalam kemasan lebih baik daripada kemasan PP dan HDPE. Akibatnya produk keripik
durian yang ada di dalamnya lebih intensif mengalami pencokelatan non-enzimatis akibat
adanya panas yang tinggi tersebut.
4. Pendugaan Umur Simpan
Keripik durian adalah produk makanan yang mudah rusak akibat pengaruh lingkungan
seperti suhu, kelembaban, oksigen, dan cahaya. Menurut Catala dan Gavara (1997), permeabilitas
uap air dan oksigen merupakan parameter kritis pada banyak produk awetan. Sifat fisikokimia
pada bahan yang terpengaruh oleh peningkatan kadar air diantaranya perubahan tekstur dan
degradasi warna, apabila ditambah dengan kehadiran oksigen maka akan terjadi ketengikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka parameter pendugaan umur simpan yang digunakan adalah
kenaikan kadar air, penurunan kerenyahan, dan kenaikan kadar asam lemak bebas (ketengikan).
Metode yang digunakan untuk menduga umur simpan produk keripik durian adalah
metode akselerasi. Menurut Mizrahi dan Karel (1977), penggunaan uji akselerasi dapat
diaplikasikan pada produk kering jika secara kontinyu kadar air produk berubah selama
penyimpanan dan jika kecepatan kerusakan hanya bergantung pada kadar air dan suhu.
Sebelum dilakukan perhitungan, terlebih dahulu ditentukan ordo reaksi yang tepat yang
memperlihatkan laju penurunan mutu dari masing-masing parameter mutu. Ordo reaksi yang
digunakan adalah ordo 0 dan ordo 1. Persamaan ordo 0 diperoleh dengan cara memplotkan data
penurunan parameter di tiga suhu penyimpanan pada sumbu y dalam skala linear dan umur
simpan pada sumbu x dalam skala linear. Sedangkan persamaan ordo 1 diperoleh dengan cara
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
0 7 14 21 28
Sk
or
Pe
ne
rim
aa
n t
erh
ad
ap
Wa
rna
Hari
AL 40
AL 50
AL 60
PP 40
PP 50
PP 60
PE 40
PE 50
PE 60
56
memplotkan data penurunan parameter di tiga suhu penyimpanan pada sumbu y dalam skala
logaritmik dan umur simpan pada sumbu x dalam skala linear. Setelah itu, ditarik garis regresi
dari ketiga plotting parameter dan suhu tersebut sehingga diperoleh persamaan garis seperti
persamaan (15).
y = kx + b ................................... (15)
Selain persamaan garis, ditentukan juga koefisien regresinya (R2). Koefisien regresi ini
akan menentukan ordo reaksi yang paling mendekati laju reaksi penurunan mutu keripik wortel
selama penyimpanan.
Kemudian, setelah ditentukan ordo reaksi yang akan digunakan, dihitung nilai ln k dari
setiap nilai k. Nilai ln k kemudian diplotkan pada sumbu y dalam skala linear dan nilai 1/T pada
sumbu x dalam skala linear. T adalah suhu penyimpanan dalam satuan Kelvin. Setelah itu
ditentukan garis regresinya, nilai slope yang diperoleh merupakan nilai –Ea/RT dalam persamaan
Arrhenius dan intersepnya berupa nilai ln k0 . Dengan menggunakan rumus; k = ko.e-Ea/RT, akan
diperoleh nilai penurunan mutu (k) dari produk yang disimpan dalam kemasan tertentu. Setelah
itu, perhitungan umur simpan diselesaikan menggunakan persamaan (16) atau (17).
t = (At-Ao) / k, untuk ordo 0 .................................... (16)
t = (ln At – ln Ao) / k, untuk ordo 1 ........................ (17)
a. Kadar air
1. Kemasan aluminium foil
Hasil plotting hubungan antara kadar air dengan hari pengamatan keripik durian
dalam kemasan aluminium foil berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Persamaan garis kenaikan kadar air keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 0.0419 7.277 0.446 0.0053 -1.985 0.449
50 0.0358 7.097 0.377 0.0046 -1.961 0.367
60 0.0251 6.923 0.214 0.0033 -1.935 0.192
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 0 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
54.
57
Gambar 54. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik durian selama
penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni 2659.485 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar -11.636, maka nilai k0 = e-11.636 =
8.842 x 10-6. Setelah itu, persamaan laju peningkatan kadar air dapat dicari menggunakan
rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 8.842 x 10-6 x e (2659.485/T) % per hari
Dengan memasukkan nilai kadar air awal (A0), kadar air kritis (At), suhu kamar
(T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur simpan keripik talas pada
suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk pendugaan umur simpan
berdasarkan ordo 0 adalah:
t = (At – Ao) / k
t = (11.05 – 7.08) / (8.842 x 10-6 x (e (2659.485/(298))))
t = 59.76 hari
2. Kemasan PP
Hasil plotting hubungan antara kadar air dengan hari pengamatan keripik durian
dalam kemasan PP berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Persamaan garis kenaikan kadar air keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 0.1687 7.540 0.767 0.0175 -2.028 0.750
50 0.1461 7.852 0.344 0.0146 -2.058 0.352
60 0.0809 6.770 0.713 0.0098 -1.923 0.733
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
y = 2659.485x - 11.636R² = 0.944
-3.800
-3.600
-3.400
-3.200
-3.000
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
58
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
55.
Gambar 55. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik durian selama
penyimpanan untuk kemasan PP
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni 3006.363 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar -13.611, maka nilai k0 = e-13.611 =
1.227 x 10-6. Setelah itu, persamaan laju peningkatan kadar air dapat dicari menggunakan
rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 1.227 x 10-6 x e (3006.363/T) % per hari
Dengan memasukkan nilai kadar air awal (A0), kadar air kritis (At), suhu kamar
(T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur simpan keripik talas pada
suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk pendugaan umur simpan
berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln At – ln Ao) / k
t = (ln 11.05 – ln 7.08) / (1.227 x 10-6 x (e (3006.363/(298))))
t = 15.08 hari
3. Kemasan HDPE
Hasil plotting hubungan antara kadar air dengan hari pengamatan keripik durian
dalam kemasan HDPE berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Persamaan garis kenaikan kadar air keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 0.2288 6.276 0.761 0.0225 -1.902 0.822
50 0.1973 5.995 0.665 0.0203 -1.854 0.701
60 0.1019 6.898 0.617 0.0117 -1.944 0.608
y = 3006.363x - 13.611R² = 0.948
-4.700
-4.500
-4.300
-4.100
-3.900
0.0029 0.0030 0.0031 0.0032 0.0033
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
59
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
56.
Gambar 56. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik durian selama
penyimpanan untuk kemasan HDPE
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni 3374.040 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar -14.500, maka nilai k0 = e-14.500 =
5.043 x 10-7. Setelah itu, persamaan laju peningkatan kadar air dapat dicari menggunakan
rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 5.043 x 10-7 x e (3374.040/T) % per hari
Dengan memasukkan nilai kadar air awal (A0), kadar air kritis (At), suhu kamar
(T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur simpan keripik talas pada
suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk pendugaan umur simpan
berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln At – ln Ao) / k
t = (ln 11.05 – ln 7.08) / (5.043 x 10-7 x (e (3374.040/(298))))
t = 10.68 hari
b. Kadar asam lemak bebas
1. Kemasan aluminium foil
Hasil plotting hubungan antara kadar asam lemak bebas dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan aluminium foil berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan
pada Tabel 9.
y = 3374.040x - 14.500R² = 0.851
-4.500
-4.300
-4.100
-3.900
-3.700
-3.500
0.0029 0.0030 0.0031 0.0032 0.0033L
n K
1/T
ln k
Linear (ln k)
60
Tabel 9. Persamaan garis kenaikan kadar asam lemak bebas keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 0.0078 2.817 0.985 0.0027 -1.036 0.983
50 0.0147 2.83 0.927 0.0049 -1.041 0.927
60 0.0169 2.816 0.971 0.0056 -1.036 0.969
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 0 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
57.
Gambar 57. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak bebas
keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -4051.390 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 8.165, maka nilai k0 = e8.165 = 3.516 x
103. Setelah itu, persamaan laju peningkatan kadar asam lemak bebas dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 3.516 x 103 x e (-4051.390/T) % per hari
Dengan memasukkan nilai kadar asam lemak bebas awal (A0), kadar asam lemak
bebas kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur
simpan keripik talas pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk
pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 0 adalah:
t = (At –Ao) / k
t = (3.19 – 2.81) / (3.516 x 103 x (e (-4051.390/(298))))
t = 86.72 hari
y = -4051.390x + 8.165R² = 0.888
-4.900
-4.700
-4.500
-4.300
-4.100
-3.900
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
61
2. Kemasan PP
Hasil plotting hubungan antara kadar asam lemak bebas dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan PP berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada Tabel
10.
Tabel 10. Persamaan garis kenaikan kadar asamlemak bebas keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 0.0189 2.795 0.962 0.0062 -1.030 0.964
50 0.0251 2.837 0.962 0.0080 -1.045 0.958
60 0.0318 2.941 0.918 0.0097 -1.079 0.894
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 0 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
58.
Gambar 58. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak bebas
keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan PP
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -2723.020 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 4.734, maka nilai k0 = e4.734 = 1.14 x
102. Setelah itu, persamaan laju peningkatan kadar asamlemak bebas dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 1.14 x 102 x e (-2723.020/T) % per hari
Dengan memasukkan nilai kadar asam lemak bebas awal (A0), kadar asam lemak
bebas kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur
simpan keripik talas pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk
pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 0 adalah:
t = (At –Ao) / k
y = -2723.020x + 4.734R² = 0.998
-4.000
-3.900
-3.800
-3.700
-3.600
-3.500
-3.400
0.0029 0.0030 0.0031 0.0032 0.0033
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
62
t = (3.19 – 2.81) / (1.14 x 102 x (e (-2723.020/(298))))
t = 31.06 hari
3. Kemasan HDPE
Hasil plotting hubungan antara kadar asam lemak bebas dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan HDPE berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada
Tabel 11.
Tabel 11. Persamaan garis kenaikan kadar asam lemak bebas keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 0.0262 2.7941 0.998 0.0083 -1.031 0.999
50 0.0324 2.795 0.982 0.0100 -1.033 0.984
60 0.0332 2.937 0.930 0.0100 -1.079 0.905
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
59.
Gambar 59. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak bebas
keripik durian selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -1001.410 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar -1.564, maka nilai k0 = e-1.564 = 0.209.
Setelah itu, persamaan laju peningkatan kadar asam lemak bebas dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 0.209 x e (-1001.410/T) % per hari
Dengan memasukkan nilai kadar asam lemak bebas awal (A0), kadar asam lemak
bebas kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur
y = -1001.410x - 1.564R² = 0.783
-4.900
-4.800
-4.700
-4.600
-4.500
0.0029 0.0030 0.0031 0.0032 0.0033
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
63
simpan keripik talas pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk
pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln At – ln Ao) / k
t = (ln 3.19 – ln 2.81) / (0.209 x (e (-1001.410/(298))))
t = 17.45 hari
c. Kerenyahan
1. Kemasan aluminium foil
Hasil plotting hubungan antara nilai kekerasan dengan hari pengamatan keripik
durian dalam kemasan aluminium foil berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada
Tabel 12.
Tabel 12. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 0.0659 2.5947 0.9104 0.0196 -0.9629 0.8814
50 0.0724 3.3667 0.4927 0.0205 -1.1543 0.4971
60 0.0771 3.5633 0.4132 0.0215 -1.1903 0.4540
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
60.
Gambar 60. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -494.451 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar -2.354, maka nilai k0 = e-2.354 = 0.095.
Setelah itu, persamaan laju peningkatan kekerasan dapat dicari menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
y = -494.451x - 2.354R² = 0.997
-3.950
-3.925
-3.900
-3.875
-3.850
-3.825
0.0029 0.0030 0.0031 0.0032 0.0033
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
64
k = 0.095 x e (-494.451/T) % per hari
Dengan memasukkan nilai kekerasan awal (A0), kekerasan kritis (At), suhu kamar
(T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur simpan keripik talas pada
suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk pendugaan umur simpan
berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln At – ln Ao) / k
t = (ln 7.88 – ln 2.40) / (0.095 x (e (-494..451/(298))))
t = 65.77 hari
2. Kemasan PP
Hasil plotting hubungan antara nilai kekerasan dengan hari pengamatan keripik
durian dalam kemasan PP berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 0.1322 2.4953 0.9502 0.0332 -0.9508 0.9326
50 0.0850 2.9553 0.7282 0.0236 -1.0572 0.7115
60 0.0418 3.2040 0.2007 0.0139 -1.1045 0.2737
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 0 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
61.
Gambar 61. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan PP
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni 5990.453 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar -21.113, maka nilai k0 = e-21.113 =
y = 5990.453x - 21.113R² = 0.977
-3.250
-3.000
-2.750
-2.500
-2.250
-2.000
-1.750
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
65
6.772 x 10-10. Setelah itu, persamaan laju peningkatan kekerasan dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 6.772 x 10-10 x e (5990.453/T) % per hari
Dengan memasukkan nilai kekerasan awal (A0), kekerasan kritis (At), suhu kamar
(T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur simpan keripik talas pada
suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk pendugaan umur simpan
berdasarkan ordo 0 adalah:
t = (At –Ao) / k
t = (7.88 – 2.40) / (6.772 x 10-10 x (e (5990.453/(298))))
t = 15.06 hari
3. Kemasan HDPE
Hasil plotting hubungan antara nilai kekerasan dengan hari pengamatan keripik
durian dalam kemasan HDPE berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 0.0772 2.8407 0.7082 0.0213 -1.0376 0.6863
50 0.0317 3.1420 0.2589 0.0110 -1.1057 0.3046
60 0.0472 2.8113 0.5472 0.0149 -1.0179 0.5542
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
62.
Gambar 62. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
y = 1921.928x - 10.143R² = 0.307
-4.750
-4.500
-4.250
-4.000
-3.750
0.0029 0.0030 0.0031 0.0032 0.0033
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
66
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni 1921.928 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar -10.143, maka nilai k0 = e-10.143 =
3.935 x 10-5. Setelah itu, persamaan laju peningkatan kekerasan dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 3.935 x 10-5 x e (1921.928/T) % per hari
Dengan memasukkan nilai kekerasan awal (A0), kekerasan kritis (At), suhu kamar
(T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur simpan keripik talas pada
suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk pendugaan umur simpan
berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln At – ln Ao) / k
t = (ln 7.88 – ln 2.40) / (3.935 x 10-5 x (e (1921.928/(298))))
t = 47.78 hari
d. Penerimaan rasa
1. Kemasan aluminium foil
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan rasa dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan aluminium foil berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan
pada Tabel 15.
Tabel 15. Persamaan garis penerimaan rasa keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0677 4.5320 0.8756 -0.0193 -1.5262 0.8718
50 -0.1036 4.2080 0.8684 -0.0363 -1.4503 0.9424
60 -0.1293 4.1357 0.8864 -0.0566 -1.4729 0.9733
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
63.
67
Gambar 63. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -5612.110 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 14.007, maka nilai k0 = e14.007 = 1.211
x 106. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap rasa dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 1.211 x 106 x e (-5612.110/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan rasa (A0), skor penerimaan rasa kritis
(At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur simpan
keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk
pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
t = (ln 4.75 – ln 2.00) / (1.211 x 106 x (e (-5612.110/(298))))
t = 107.83 hari
2. Kemasan PP
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan rasa dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan PP berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada Tabel
16.
Tabel 16. Persamaan garis penerimaan rasa keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0664 4.4100 0.8677 -0.0184 -1.4851 0.9063
50 -0.0776 4.2140 0.7866 -0.0231 -1.4301 0.8400
60 -0.0980 4.2357 0.8438 -0.0348 -1.4734 0.8832
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
y = -5612.110x + 14.007R² = 0.993
-4.200
-3.800
-3.400
-3.000
-2.600
0.0029 0.0030 0.0031 0.0032 0.0033
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
68
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
64.
Gambar 64. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan PP
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -3328.050 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 6.602, maka nilai k0 = e6.602 = 7.366 x
102. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap rasa dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 7.366 x 102 x e (-3328.050/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan rasa (A0), skor penerimaan rasa kritis
(At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur simpan
keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk
pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
t = (ln 4.75 – ln 2.00) / (7.366 x 102 x (e (-3328.050/(298))))
t = 83.17 hari
3. Kemasan HDPE
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan rasa dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan HDPE berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada
Tabel 17.
Tabel 17. Persamaan garis penerimaan rasa keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0636 4.4800 0.8843 -0.0174 -1.5048 0.9136
50 -0.0843 4.2460 0.8245 -0.0259 -1.4427 0.8812
60 -0.1081 4.3660 0.8997 -0.0412 -1.5378 0.8908
y = -3328.050x + 6.602R² = 0.967
-4.250
-4.000
-3.750
-3.500
-3.250
0.0029 0.0030 0.0031 0.0032 0.0033
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
69
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
65.
Gambar 65. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -4488.700 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 10.273, maka nilai k0 = e10.273 = 2.894
x 104. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap rasa dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 2.894 x 104 x e (-4488.700/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan rasa (A0), skor penerimaan rasa kritis
(At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur simpan
keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius untuk
pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
t = (ln 4.75 – ln 2.00) / (2.894 x 104 x (e (-4488.700/(298))))
t = 104.03 hari
e. Penerimaan kerenyahan
1. Kemasan aluminium foil
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan kerenyahan dengan hari
pengamatan keripik durian dalam kemasan aluminium foil berdasarkan ordo 0 dan ordo 1
disajikan pada Tabel 18.
y = -4488.700x + 10.273R² = 0.996
-4.250
-4.000
-3.750
-3.500
-3.250
-3.000
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330L
n K
1/T
ln k
Linear (ln k)
70
Tabel 18. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0378 3.9929 0.7025 -0.0103 -1.3794 0.7283
50 -0.0689 3.9476 0.8321 -0.0218 -1.3707 0.8745
60 -0.1170 4.0857 0.9406 -0.0528 -1.4994 0.9477
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
66.
Gambar 66. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan keripik
durian selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -8499.670 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 22.552, maka nilai k0 = e22.552 = 6.226
x 109. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap kerenyahan dapat
dicari menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 6.226 x 109 x e (-8499.670/T) % per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan kerenyahan (A0), skor penerimaan
kerenyahan kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka
umur simpan keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan
Arrhenius untuk pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
t = (ln 4.33 – ln 2.00) / (6.226 x 109 x (e (-8499.670/(298))))
t = 302.52 hari
y = -8499.670x + 22.552R² = 0.995
-5.000
-4.500
-4.000
-3.500
-3.000
-2.500
0.0029 0.0030 0.0031 0.0032 0.0033
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
71
2. Kemasan PP
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan kerenyahan dengan hari
pengamatan keripik durian dalam kemasan PP berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan
pada Tabel 19.
Tabel 19. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0517 4.0952 0.8435 -0.0148 -1.4093 0.8626
50 -0.0653 4.4762 0.9320 -0.0186 -1.5131 0.9435
60 -0.0285 4.4600 0.8454 -0.0072 -1.4996 0.8271
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
67.
Gambar 67. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan keripik
durian selama penyimpanan untuk kemasan PP
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni 3657.420 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar -15.707, maka nilai k0 = e-15.707 =
1.508 x 10-7. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap kerenyahan
dapat dicari menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 1.508 x 10-7 x e (3657.420/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan kerenyahan (A0), skor penerimaan
kerenyahan kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka
umur simpan keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan
Arrhenius untuk pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
y = 3657.420x - 15.707R² = 0.506
-5.000
-4.750
-4.500
-4.250
-4.000
-3.750
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
72
t = (ln 4.33 – ln 2.00) / (1.508 x 10-7 x (e (3657.420/(298))))
t = 23.94 hari
3. Kemasan HDPE
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan kerenyahan dengan hari
pengamatan keripik durian dalam kemasan HDPE berdasarkan ordo 0 dan ordo 1
disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0699 4.6463 0.8848 -0.0206 -1.5658 0.8526
50 -0.0524 4.5000 0.9184 -0.0143 -1.5161 0.9092
60 -0.0202 4.3780 0.9516 -0.0050 -1.4784 0.9421
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 0 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
68.
Gambar 68. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan keripik
durian selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni 6418.166 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar -23.054, maka nilai k0 = e-23.054 =
9.722 x 10-11. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap kerenyahan
dapat dicari menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 9.722 x 10-11 x e (6418.166/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan kerenyahan (A0), skor penerimaan
kerenyahan kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka
y = 6418.166x - 23.054R² = 0.902
-4.000
-3.500
-3.000
-2.500
-2.000
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
73
umur simpan keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan
Arrhenius untuk pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 0 adalah:
t = (Ao – At) / k
t = (4.33 –2.00) / (9.722 x 10-11 x (e (6418.166/(298))))
t = 10.62 hari
f. Penerimaan aroma
1. Kemasan aluminium foil
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan aroma dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan aluminium foil berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan
pada Tabel 21.
Tabel 21. Persamaan garis penerimaan aroma keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0237 4.5500 0.8112 -0.0055 -1.5146 0.8280
50 -0.0767 4.7070 0.9823 -0.0213 -1.5663 0.9890
60 -0.1176 3.8831 0.7942 -0.0511 -1.3733 0.9274
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
69.
Gambar 69. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -11629.700 merupakan nilai
–Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 32.020, maka nilai k0 = e32.020 =
8.056 x 1013. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap aroma dapat
dicari menggunakan rumus:
y = -11629.700x + 32.020R² = 0.988
-6.000
-5.000
-4.000
-3.000
-2.000
0.0029 0.0030 0.0031 0.0032 0.0033
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
74
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 8.056 x 1013 x e (-11629.700/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan aroma (A0), skor penerimaan aroma
kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur
simpan keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius
untuk pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
t = (ln 4.71 – ln 2.00) / (8.056 x 1013 x (e (-11629.700/(298))))
t = 944.81 hari
2. Kemasan PP
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan aroma dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan PP berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada Tabel
22.
Tabel 22. Persamaan garis penerimaan aroma keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0440 4.6260 0.8562 -0.0112 -1.5385 0.8423
50 -0.0416 4.4180 0.7721 -0.0104 -1.4828 0.7933
60 -0.1063 4.1260 0.8647 -0.0390 -1.4340 0.9569
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
70.
Gambar 70. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan PP
y = -6427.470x + 15.811R² = 0.687
-5.000
-4.500
-4.000
-3.500
-3.000
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
75
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -6427.470 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 15.811, maka nilai k0 = e15.811 = 7.356
x 106. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap aroma dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 7.356 x 106 x e (-6427.470/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan aroma (A0), skor penerimaan aroma
kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur
simpan keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius
untuk pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
t = (ln 4.71 – ln 2.00) / (7.356 x 106 x (e (-6427.470/(298))))
t = 271.19 hari
3. Kemasan HDPE
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan aroma dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan HDPE berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada
Tabel 23.
Tabel 23. Persamaan garis penerimaan aroma keripik durian dan R2 pada tiga tingkat
suhu dalam kemasan HDPE
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0814 4.7780 0.9564 -0.0228 -1.5845 0.9637
50 -0.0701 4.3540 0.8670 -0.0199 -1.4721 0.9103
60 -0.1006 4.3831 0.9099 -0.0357 -1.5243 0.9053
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
71.
Gambar 71. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
y = -2292.370x + 3.425R² = 0.520
-4.000
-3.800
-3.600
-3.400
-3.200
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
76
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -2292.370 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 3.425, maka nilai k0 = e3.425 = 30.723.
Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap aroma dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 30.723 x e (-2292.370/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan aroma (A0), skor penerimaan aroma
kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur
simpan keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius
untuk pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
t = (ln 4.71 – ln 2.00) / (30.723 x (e (-2292.370/(298))))
t = 61.11 hari
g. Penerimaan warna
1. Kemasan aluminium foil
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan warna dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan aluminium foil berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan
pada Tabel 24.
Tabel 24. Persamaan garis penerimaan warna keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0544 4.4120 0.8552 -0.0147 -1.4888 0.8761
50 -0.1130 4.4740 0.9678 -0.0412 -1.5563 0.9758
60 -0.1151 3.5157 0.6549 -0.0517 -1.1665 0.7691
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
72.
77
Gambar 72. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -6583.220 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 16.938, maka nilai k0 = e16.938 = 2.270
x 107. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap warna dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 2.270 x 107 x e (-6583.220/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan warna (A0), skor penerimaan warna
kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur
simpan keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius
untuk pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
t = (ln 4.67 – ln 2.00) / (2.270 x 107 x (e (-6583.220/(298))))
t = 146.71 hari
2. Kemasan PP
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan warna dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan PP berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada Tabel
25.
Tabel 25. Persamaan garis penerimaan warna keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0399 4.4520 0.8252 -0.0101 -1.4945 0.8446
50 -0.0987 4.5360 0.9595 -0.0321 -1.5462 0.9595
60 -0.0998 3.5710 0.6160 -0.0389 -1.1978 0.7081
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
y = -6583.220x + 16.938R² = 0.892
-4.500
-4.000
-3.500
-3.000
-2.500
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
78
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
73.
Gambar 73. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan PP
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -7089.850 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 18.203, maka nilai k0 = e18.203 = 8.043
x 107. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap warna dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 8.043 x 107 x e (-7089.850/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan warna (A0), skor penerimaan warna
kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur
simpan keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius
untuk pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
t = (ln 4.67 – ln 2.00) / (8.043 x 107 x (e (-7089.850/(298))))
t = 226.69 hari
3. Kemasan HDPE
Hasil plotting hubungan antara skor penerimaan warna dengan hari pengamatan
keripik durian dalam kemasan HDPE berdasarkan ordo 0 dan ordo 1 disajikan pada
Tabel 26.
Tabel 26. Persamaan garis penerimaan warna keripik durian dan R2 pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE
Suhu penyimpanan
(°C)
Ordo 0 Ordo 1
k b R2 k b R2
40 -0.0290 4.3700 0.6464 -0.0070 -1.4713 0.6619
50 -0.0449 4.1640 0.6058 -0.0117 -1.4152 0.6271
60 -0.0916 4.1520 0.8488 -0.0311 -1.4355 0.9159
y = -7089.850x + 18.203R² = 0.866
-5.000
-4.500
-4.000
-3.500
-3.000
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330
Ln
K
1/T
ln k
Linear (ln k)
79
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ordo 1 yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya. Setelah nilai ln k diplotkan pada sumbu y dan 1/T (satuan suhu
dalam derajat kelvin) diplotkan pada sumbu x diperoleh persamaan seperti pada Gambar
74.
Gambar 74. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik durian
selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut yakni -7747.090 merupakan nilai –
Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai ln k0 sebesar 19.705, maka nilai k0 = e19.705 = 3.612
x 108. Setelah itu, persamaan laju penurunan penerimaan terhadap warna dapat dicari
menggunakan rumus:
k = k0 x e (-Ea/RT)
k = 3.612 x 108 x e (-7747.090/T) per hari
Dengan memasukkan skor awal penerimaan warna (A0), skor penerimaan warna
kritis (At), suhu kamar (T), dan nilai k ke dalam persamaan Arrhenius, maka umur
simpan keripik durian pada suhu 25°C = 298 K dapat dihitung. Persamaan Arrhenius
untuk pendugaan umur simpan berdasarkan ordo 1 adalah:
t = (ln Ao – ln At) / k
t = (ln 4.67 – ln 2.00) / (3.612 x 108 x (e (-7747.090/(298))))
t = 458.10 hari
Hasil perhitungan umur simpan keripik durian berdasarkan data fisikokimia dan organoleptik
disajikan pada Tabel 27 dan 28.
y = -7747.090x + 19.705R² = 0.962
-5.500
-5.000
-4.500
-4.000
-3.500
-3.000
0.00290 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330L
n K
1/T
ln k
Linear (ln k)
80
Tabel 27. Umur simpan keripik durian berdasarkan data fisikokimia
Parameter Mutu Jenis Kemasan Umur Simpan (hari)
Kadar Air
Aluminium foil 59.76
PP 15.08
HDPE 10.68
Kadar Asam Lemak Bebas
Aluminium foil 86.72
PP 31.06
HDPE 17.45
Kerenyahan/ Kekerasan
Aluminium foil 65.77
PP 15.06
HDPE 47.78
Tabel 28. Umur simpan keripik durian berdasarkan data organoleptik
Parameter Mutu Jenis Kemasan Umur Simpan (hari)
Rasa
Aluminium foil 107.83
PP 83.17
HDPE 104.03
Kerenyahan
Aluminium foil 302.52
PP 23.94
HDPE 10.62
Aroma
Aluminium foil 944.81
PP 271.19
HDPE 61.11
Warna
Aluminium foil 146.71
PP 226.69
HDPE 458.10
Berdasarkan data umur simpan pada Tabel 27 dan 28, maka parameter kritis dari pendugaan
umur simpan keripik durian adalah kadar air. Umur simpan keripik durian dengan parameter mutu
kadar air merupakan umur simpan terpendek dibandingkan dengan kadar asam lemak bebas,
kerenyahan, penerimaan rasa, penerimaan kerenyahan, penerimaan aroma, dan penerimaan warna.
Umur simpan keripik durian berdasarkan parameter kritis tersebut pada suhu 25°C adalah 59
hari untuk kerpik durian yang dikemas dengan aluminium foil 70 µm, 15 hari untuk keripik durian
yang dikemas dengan PP 80 µm, dan 10 hari untuk keripik durian yang dikemas dengan HDPE 25
µm. Keripik durian yang dikemas menggunakan aluminium foil dengan ketebalan 70 µm memiliki
umur simpan yang lebih lama daripada umur simpan keripik durian yang dikemas dengan PP 80 µm
dan HDPE 25 µm. Hal tersebut membuktikan bahwa kemasan aluminium foil dapat meningkatkan
perlindungan terhadap bahan yang dikemas dari uap air, gas, cahaya, dan bau.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pada penelitian ini, kondisi suhu dan waktu penggorengan vakum yang optimal dalam pembuatan
keripik durian berdasarkan hasil uji fisikokimia dan organoleptik adalah 75°C selama 85 menit.
2. Parameter kritis dari pendugaan umur simpan keripik durian adalah kadar air.
3. Umur simpan keripik durian berdasarkan parameter kritis tersebut pada suhu 25°C adalah 59 hari
untuk keripik durian yang dikemas dengan aluminium foil 70 µm, 15 hari untuk keripik durian
yang dikemas dengan PP 80 µm, dan 10 hari untuk keripik durian yang dikemas dengan HDPE 25
µm.
4. Kemasan terbaik berdasarkan perhitungan pendugaan lama pencapaian parameter kritis untuk
keripik durian adalah kemasan aluminium foil.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai perubahan kualitas minyak goreng yang dipakai untuk
menggoreng keripik durian seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu penggorengan agar
diperoleh kualitas keripik durian yang baik.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat kematangan buah durian yang sesuai untuk diolah
menjadi keripik durian.
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai perlakuan pra penggorengan pada buah durian masak, agar
keripik durian yang dihasilkan seragam bentuk dan ukurannya.
4. Perlu dilakukan percobaan pendugaan umur simpan dengan kemasan lainnya untuk mendapatkan
umur simpan yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
Ahvenainen R. 2003. Active and intelligent packaging. In: Raija Ahvenaianen (ed). Novel Food
Packaging Techniques. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. pp 5-21
Anonim. 2009. Tabel produksi buah-buahan Indonesia. http://www.bps.go.id. [14 Juli 2010].
Benning CJ. 1983. Plastic Film for Packaging: Technology, Applications and Process Economics.
Pennsylvania: Technomic Publishing Company, Inc.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1988. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh: Hari
Purnomo dan Adiono. Jakarta: UI Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Indikator Ekonomi Kabupaten Kepulauan Mentawai 2009.
BPS.
Catala R, Rafael G. 1997. High-barrier polymers for the design of food packages. In: Pedro Fito,
Enrique Ortega-Rodriguez , Gustavo V. Barbosa-Canovas (eds). Food Engineering 2000.
New York: Chapman & Hall. pp 327-345
Cechgentong. 2010. Musim buah durian. http://edukasi.kompasiana.com/2010 /01/03/musim-
buah-durian/. [16 Mei 2010].
Haryanto F. 1998. Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa Terhadap Sifat Fisik dan
Organoleptik Keripik Bengkuang (Pachyrhizus erosus L.) [skripsi]. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hidayati R. 1998. Pengaruh Berbagai Proses Prapenggorengan Vakum Pada Pembuatan Keripik
Bengkuang (Pachyrizus erosus L.) Terhadap Mutu Produk Akhir [skripsi]. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ketaren S. 1989. Pengantar Teknologi minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Labuza TP. 1982. Shelf Life Dating of Food. Westport, Connecticut: Food and Nutrition Press, Inc.
Lastriyanto A. 2006. Mesin Penggorengan Vakum (Vacuum Fryer). Malang: Lastrindo
Engineering.
Latifah I. 2010. Pendugaan Umur Simpan Keripik Wortel dalam Kemasan Polipropilen [skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mizrahi S, Karel M. 1977. Accelerated stability test of moisture sensitive product in permeabel
package by programming rate of moisture content increase. J Food Sci 42(4) : 958-963.
Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. 3rd ed. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Natawidjaja PS. 1983. Mengenal Buah-buahan yang Bergizi. Jakarta: Pustaka Dian.
Paramita ND. 1999. Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa (Vacuum Frying) Terhadap
Sifat Fisik dan Organoleptik Keripik Sawo (Achras sapota, L.) [skripsi]. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Putra MRP. 2010. Pendugaan Umur Simpan Keripik Wotel (Daucus carota L.) dalam Kemasan
Aluminium Foil dengan Metode Akselerai [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Robertson GL. 1993. Food Packaging Principles and Practice. New York: Marcel Dekker, Inc.
Sacharow S, Roger CG. 1980. Principles of Food Packaging. Second Edition. Connecticut: AVI
Publishing Company.
Subekti A. 1993. Mempelajari Pembuatan Keripik Pepaya (Carica papaya L.) dengan Sistim
Penggorengan Vakum [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
83
Sunarjono H. 2005. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Syarief RS, Santausa S, Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: PAU Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Tim Peneliti Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. 1990. Perubahan Sifat Fisikokimia Dan
Pembentukan Senyawa Toksik Selama Penggorengan [laporan penelitian]. Proyek Operasi
dan Perawatan Fasilitas (OPF) IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.
Winarti A. 2000. Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa Terhadap Mutu Keripik
Mangga Indramayu (Mangifera indica L.) [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
85
Lampiran 1. Rekapitulasi data hasil percobaan keripik durian
Perlakuan Ulangan
Parameter
Rendemen
(%)
Kekerasan
(kg/mm)
Kadar
Air
(%)
Kadar
Lemak
(%)
Warna
Nilai
L
Nilai
a
Nilai
b
A1B1
1 28.00 1.27 8.28 30.90 70.89 -0.10 34.99
2 26.00 1.65 7.32 28.88 64.40 3.23 30.42
3
1.59
75.63 -0.89 36.29
rata-rata 27.00 1.50 7.80 29.89 70.31 0.75 33.90
A1B2
1 26.00 1.07 8.62 31.31 72.70 1.71 34.84
2 25.50 1.81 8.29 30.80 65.41 3.82 30.79
3
2.10
66.88 1.38 42.30
rata-rata 25.75 1.66 8.46 31.06 68.33 2.30 35.98
A1B3
1 24.80 2.82 8.05 33.70 68.51 2.26 30.13
2 24.30 1.89 6.34 33.91 65.23 5.07 27.08
3
2.05
69.18 4.60 32.43
rata-rata 24.55 2.25 7.20 33.81 67.64 3.98 29.88
A1B4
1 25.00 2.45 6.29 33.58 65.97 5.52 42.03
2 23.40 2.58 7.61 35.01 74.23 2.22 39.06
3
1.37
50.24 5.17 30.96
rata-rata 24.20 2.13 6.95 34.30 63.48 4.30 37.35
A2B1
1 25.70 1.67 7.65 29.74 81.39 -1.01 29.01
2 25.80 1.79 7.69 30.28 62.25 -1.31 24.22
3
1.95
66.67 0.50 30.74
rata-rata 25.75 1.80 7.67 30.01 70.10 -0.61 27.99
A2B2
1 24.20 2.65 7.59 33.56 61.27 4.69 37.91
2 25.60 2.35 7.46 32.36 61.86 5.33 39.96
3
2.83
74.54 -0.50 32.76
rata-rata 24.90 2.61 7.53 32.96 65.89 3.17 36.88
A2B3
1 24.60 2.57 6.58 33.80 62.78 8.49 40.57
2 23.50 2.85 6.58 35.90 61.86 11.65 41.66
3
2.07
55.62 5.67 32.38
rata-rata 24.05 2.50 6.58 34.85 60.09 8.60 38.20
A2B4
1 22.50 2.92 6.78 35.54 55.28 7.86 36.93
2 24.32 2.20 6.25 34.28 55.58 10.66 39.54
3
3.94
61.35 3.93 37.58
rata-rata 23.41 3.02 6.52 34.91 57.40 7.48 38.02
86
Lampiran 1. Rekapitulasi data hasil percobaan keripik durian (lanjutan)
Perlakuan Ulangan
Parameter
Rendemen
(%)
Kekerasan
(kg/mm)
Kadar
Air
(%)
Kadar
Lemak
(%)
Warna
Nilai
L
Nilai
a
Nilai
b
A3B1
1 25.60 2.43 5.84 31.20 63.15 6.66 36.92
2 23.57 2.15 5.66 33.05 63.72 7.79 45.52
3
2.32
69.34 3.29 39.03
rata-rata 24.59 2.30 5.75 32.13 65.40 5.91 40.49
A3B2
1 22.52 2.78 4.97 35.36 66.32 4.27 42.32
2 25.52 2.05 4.82 31.28 62.57 6.26 41.54
3
3.89
53.43 13.07 39.68
rata-rata 24.02 2.91 4.90 33.32 60.77 7.87 41.18
A3B3
1 22.42 3.29 4.50 34.62 59.76 9.43 40.11
2 25.22 2.92 5.47 35.14 59.24 7.55 40.68
3
3.07
53.39 15.34 45.22
rata-rata 23.82 3.09 4.99 34.88 57.46 10.77 42.00
A3B4
1 23.90 2.71 5.73 35.07 61.23 10.85 43.37
2 22.28 3.53 2.95 35.28 52.06 12.03 35.94
3
2.95
56.65 10.24 37.73
rata-rata 23.09 3.06 4.34 35.18 56.65 11.04 39.01
A4B1
1 28.50 1.71 3.37 34.54 50.22 7.07 33.47
2 22.88 3.52 3.41 33.76 52.25 14.49 39.22
3
2.50
46.49 13.33 37.69
rata-rata 25.69 2.58 3.39 34.15 49.65 11.63 36.79
A4B2
1 25.26 2.96 3.39 35.26 38.62 9.51 28.65
2 21.80 3.15 3.54 35.35 54.20 3.20 33.68
3
1.98
39.84 16.20 32.11
rata-rata 23.53 2.70 3.47 35.31 44.22 9.64 31.48
A4B3
1 22.50 5.50 3.47 35.24 32.66 15.60 30.29
2 22.00 2.67 2.65 35.21 43.39 13.92 36.25
3
2.39
40.63 15.62 36.31
rata-rata 22.25 3.52 3.06 35.23 38.89 15.05 34.28
A4B4
1 20.20 2.85 3.06 37.17 38.53 15.27 30.57
2 24.20 3.87 2.81 36.05 27.60 13.61 20.44
3
3.47
27.08 14.53 19.53
rata-rata 22.20 3.40 2.94 36.61 31.07 14.47 23.51
87
Lampiran 2a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai rendemen produk keripik durian yang dihasilkan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 51.547a 15 3.436 1.134 .401
Intercept 18895.194 1 18895.194 6.237E3 .000
f1 17.309 3 5.770 1.905 .170
f2 29.911 3 9.970 3.291 .048
f1 * f2 4.328 9 .481 .159 .996
Error 48.472 16 3.029
Total 18995.213 32
Corrected Total 100.019 31
Lampiran 2b. DMRT perlakuan waktu penggorengan vakum terhadap rendemen
Perlakuan waktu Rata-rata Kehomogenan kelompok
55 menit 25.76 A
70 menit 24.55 A B
85 menit 23.67 B
100 menit 23.22 B
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
88
Lampiran 3a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap kadar air produk keripik durian yang diha silkan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 104.798a 15 6.987 14.443 .000
Intercept 1046.760 1 1046.760 2.164E3 .000
f1 97.444 3 32.481 67.146 .000
f2 5.414 3 1.805 3.731 .033
f1 * f2 1.941 9 .216 .446 .890
Error 7.740 16 .484
Total 1159.298 32
Corrected Total 112.538 31
Lampiran 3b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap kadar air
Perlakuan suhu Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C 7.60 A
80°C 7.07 A
85°C 4.99 B
90°C 3.21 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
Lampiran 3c. DMRT perlakuan waktu penggorengan vakum terhadap kadar air
Perlakuan waktu Rata-rata Kehomogenan kelompok
55 menit 6.15 A
70 menit 6.08 A
85 menit 5.45 A B
100 menit 5.18 B
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
89
Lampiran 4a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap kadar lemak produk keripik durian yang dihasilkan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 117.135a 15 7.809 6.862 .000
Intercept 36256.532 1 36256.532 3.186E4 .000
f1 39.957 3 13.319 11.705 .000
f2 66.477 3 22.159 19.473 .000
f1 * f2 10.701 9 1.189 1.045 .449
Error 18.207 16 1.138
Total 36391.875 32
Corrected Total 135.342 31
Lampiran 4b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap kadar lemak
Perlakuan suhu Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C 32.26 A
80°C 33.18 A B
85°C 33.87 B
90°C 35.32 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
Lampiran 4c. DMRT perlakuan waktu penggorengan vakum terhadap kadar lemak
Perlakuan waktu Rata-rata Kehomogenan kelompok
55 menit 31.54 A
70 menit 33.16 B
85 menit 34.69 C
100 menit 35.25 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
90
Lampiran 5a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap kekerasan produk keripik durian yang dihasilkan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 58.187a 15 3.879 2.708 .009
Intercept 408.917 1 408.917 285.451 .000
f1 37.381 3 12.460 8.698 .000
f2 5.827 3 1.942 1.356 .274
f1 * f2 14.979 9 1.664 1.162 .351
Error 45.841 32 1.433
Total 512.945 48
Corrected Total 104.028 47
Lampiran 5b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap kekerasan
Perlakuan suhu Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C 1.89 A
80°C 2.23 A
85°C 4.01 B
90°C 3.55 B
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
91
Lampiran 6a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai L produk keripik durian yang dihasi lkan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 6027.047a 15 401.803 10.224 .000
Intercept 161250.516 1 161250.516 4.103E3 .000
f1 4951.430 3 1650.477 41.996 .000
f2 909.637 3 303.212 7.715 .001
f1 * f2 165.980 9 18.442 .469 .884
Error 1257.620 32 39.301
Total 168535.184 48
Corrected Total 7284.667 47
Lampiran 6b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap nilai L
Perlakuan suhu Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C 67.44 A
80°C 63.37 A B
85°C 60.07 B
90°C 40.96 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
Lampiran 6c. DMRT perlakuan waktu penggorengan vakum terhadap nilai L
Perlakuan waktu Rata-rata Kehomogenan kelompok
55 menit 63.87 A
70 menit 59.80 A B
85 menit 56.02 B C
100 menit 52.15 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
92
Lampiran 7a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai a produk keripik durian yang dihasilkan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 999.380a 15 66.625 7.223 .000
Intercept 2538.684 1 2538.684 275.207 .000
f1 702.927 3 234.309 25.400 .000
f2 241.102 3 80.367 8.712 .000
f1 * f2 55.351 9 6.150 .667 .732
Error 295.189 32 9.225
Total 3833.253 48
Corrected Total 1294.568 47
Lampiran 7b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap nilai a
Perlakuan suhu Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C 2.83 A
80°C 4.66 A
85°C 8.90 B
90°C 12.70 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
Lampiran 7c. DMRT perlakuan waktu penggorengan vakum terhadap nilai a
Perlakuan waktu Rata-rata Kehomogenan kelompok
55 menit 4.42 A
70 menit 5.74 A
85 menit 9.60 B
100 menit 9.32 B
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
93
Lampiran 8a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai b produk keripik durian yang dihasi lkan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1153.365a 15 76.891 4.997 .000
Intercept 60268.557 1 60268.557 3.917E3 .000
f1 529.655 3 176.552 11.474 .000
f2 31.905 3 10.635 .691 .564
f1 * f2 591.806 9 65.756 4.274 .001
Error 492.369 32 15.387
Total 61914.291 48
Corrected Total 1645.734 47
Lampiran 8b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap nilai b
Perlakuan suhu Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C 34.28 A B
80°C 35.27 B
85°C 40.67 C
90°C 31.52 A
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
Lampiran 8c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai b
Perlakuan Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C, 55 menit 33.90 A B
75°C, 70 menit 38.02 B C
75°C, 85 menit 29.88 A
75°C, 100 menit 37.35 B C
80°C, 55 menit 27.99 A
80°C, 70 menit 36.88 B C
80°C, 85 menit 38.20 B C
80°C, 100 menit 38.02 B C
85°C, 55 menit 40.49 C
85°C, 70 menit 41.18 C
94
Lampiran 8c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap nilai b (lanjutan)
Perlakuan Rata-rata Kehomogenan kelompok
85°C, 85 menit 42.02 C
85°C, 100 menit 39.01 B C
90°C, 55 menit 36.79 B C
90°C, 70 menit 31.48 A
90°C, 85 menit 34.28 A B
90°C, 100 menit 23.51 A
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
95
Lampiran 9. Formulir uji organoleptik keripik duria n Nama :
Tanggal Pengujian :
Nyatakan penilain Anda dengan menuliskan skor kesukaan (1-5) pada kolom berikut.
Keterangan:
1 = tidak suka
2 = agak tidak suka
3 = netral
4 = agak suka
5 = suka
Kode warna aroma kerenyahan rasa
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4
A4B1
A4B2
A4B3
A4B4
96
Lampiran 10. Kuesioner tingkat kepentingan keripik
KUESIONER
Nama :
Tanggal penilaian :
Nyatakan penilaian Anda terhadap tingkat kepentingan parameter-parameter suatu produk keripik.
Keterangan: 1 = tidak penting
2 = agak penting
3 = penting
4 = sangat penting
Rasa Kerenyahan Aroma Warna
97
Lampiran 11. Hasil pengujian organoleptik terhadap kerenyahan keripik durian
Perlakuan Total
Panelis A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4
1 5 5 5 5 3 4 5 5 5 4 5 5 5 4 1 3 69
2 5 5 5 5 3 4 4 5 5 5 4 5 5 4 1 3 68
3 3 4 4 3 2 4 3 4 5 4 4 4 3 3 3 2 55
4 4 2 5 5 3 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 73
5 4 3 5 4 2 4 4 5 5 5 5 5 5 3 3 5 67
6 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 79
7 5 5 5 4 3 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 2 68
8 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 2 2 5 68
9 4 3 4 3 4 5 3 5 3 4 5 4 4 3 4 3 61
10 5 5 3 3 3 2 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 59
11 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 76
12 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 77
13 5 5 4 3 2 5 3 4 5 3 3 2 2 4 3 4 57
14 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 72
15 5 3 5 5 3 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 67
Total 69 64 70 65 46 66 64 71 69 65 68 65 65 59 53 57 1016
Rata-rata 4.60 4.27 4.67 4.33 3.07 4.40 4.27 4.73 4.60 4.33 4.53 4.33 4.33 3.93 3.53 3.80
Keterangan: A1 = suhu 75°C A2 = suhu 80°C A3 = suhu 85°C A4 = suhu 90°C B1 = waktu 55 menit B2 = waktu 70 menit B3 = waktu 85 menit B4 = waktu 100 menit
98
Lampiran 12. Hasil pengujian organoleptik terhadap rasa keripik durian
Perlakuan Total
Panelis A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4
1 5 5 5 5 4 3 5 3 5 3 5 5 5 4 1 4 67
2 5 5 5 5 3 4 3 5 5 5 3 5 5 4 1 4 67
3 4 4 4 3 1 4 4 4 5 4 3 4 2 2 2 1 51
4 5 5 5 5 2 5 5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 71
5 4 4 5 2 1 1 2 4 2 4 5 4 3 1 1 2 45
6 5 5 5 5 3 4 4 5 4 5 5 5 5 4 2 2 68
7 5 5 5 4 3 4 4 5 3 4 4 4 4 4 2 2 62
8 5 5 5 2 4 1 4 4 1 3 3 2 2 2 1 2 46
9 3 3 3 1 2 2 5 5 4 4 4 4 4 1 2 4 51
10 3 3 4 4 4 2 3 4 4 2 4 4 3 2 2 4 52
11 5 5 5 5 3 1 5 1 1 4 4 5 5 1 1 3 54
12 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 76
13 5 5 4 3 2 3 3 5 3 4 3 1 4 4 4 3 56
14 3 5 5 3 2 4 3 4 4 4 5 4 3 3 2 1 55
15 5 5 5 3 3 4 3 5 3 3 3 3 4 3 3 3 58
Total 66 69 70 55 41 47 58 63 52 58 60 60 59 45 33 43 879
Rata-rata 4.40 4.60 4.67 3.67 2.73 3.13 3.87 4.20 3.47 3.87 4.00 4.00 3.93 3.00 2.20 2.87
Keterangan: A1 = suhu 75°C A2 = suhu 80°C A3 = suhu 85°C A4 = suhu 90°C B1 = waktu 55 menit B2 = waktu 70 menit B3 = waktu 85 menit B4 = waktu 100 menit
99
Lampiran 13. Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma keripik durian
Perlakuan Total
Panelis A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4
1 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 1 2 53
2 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 3 1 2 54
3 5 3 4 2 3 4 2 4 4 3 3 4 3 2 2 3 51
4 5 5 5 5 1 4 5 4 4 5 4 4 4 4 3 1 63
5 3 3 4 2 3 5 5 3 4 5 5 5 3 3 3 3 59
6 5 5 5 5 4 4 4 4 3 4 4 5 5 4 3 3 67
7 5 5 5 1 3 2 4 5 2 4 4 4 4 3 2 2 55
8 5 4 5 3 3 1 1 4 2 3 3 3 3 2 1 4 47
9 5 5 3 5 1 1 5 5 1 4 4 4 4 3 2 2 54
10 3 3 4 3 3 2 3 4 4 3 3 3 3 2 2 3 48
11 3 3 5 5 1 3 5 1 1 3 4 5 5 1 1 1 47
12 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 76
13 5 5 4 3 2 4 3 4 4 4 3 2 2 4 3 3 55
14 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 2 1 51
15 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 55
Total 64 62 65 51 40 50 54 57 47 57 56 59 57 45 34 37 835
Rata-rata 4.27 4.13 4.33 3.40 2.67 3.33 3.60 3.80 3.13 3.80 3.73 3.93 3.80 3.00 2.27 2.47
Keterangan: A1 = suhu 75°C A2 = suhu 80°C A3 = suhu 85°C A4 = suhu 90°C B1 = waktu 55 menit B2 = waktu 70 menit B3 = waktu 85 menit B4 = waktu 100 menit
100
Lampiran 14. Hasil pengujian organoleptik terhadap warna keripik durian
Perlakuan Total
Panelis A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4
1 3 3 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 1 1 51
2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 1 1 52
3 2 4 4 1 5 2 3 4 5 2 3 3 2 2 2 2 46
4 1 5 5 1 5 5 5 4 4 5 4 4 1 2 1 1 53
5 3 3 4 2 5 5 5 5 5 5 5 5 2 2 2 2 60
6 3 4 4 2 3 4 4 4 4 3 3 3 2 2 2 2 49
7 3 5 5 2 3 3 5 5 3 4 4 4 2 2 2 2 54
8 5 3 5 3 3 3 3 3 3 3 2 2 1 1 1 3 44
9 3 5 3 2 5 3 3 5 3 4 4 4 2 2 2 1 51
10 3 3 3 3 5 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 47
11 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 68
12 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 4 5 4 74
13 3 5 4 3 4 5 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 57
14 2 3 3 2 5 3 4 4 4 4 4 4 2 2 1 1 48
15 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 52
Total 46 59 58 40 64 57 60 62 59 59 57 57 39 32 28 29 806
Rata-rata 3.07 3.93 3.87 2.67 4.27 3.80 4.00 4.13 3.93 3.93 3.80 3.80 2.60 2.13 1.87 1.93
Keterangan: A1 = suhu 75°C A2 = suhu 80°C A3 = suhu 85°C A4 = suhu 90°C B1 = waktu 55 menit B2 = waktu 70 menit B3 = waktu 85 menit B4 = waktu 100 menit
101
Lampiran 15a. Analisis sidik ragam uji organoleptik terhadap kerenyahan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 44.933a 15 2.996 3.901 .000
Intercept 4301.067 1 4301.067 5.601E3 .000
f1 13.567 3 4.522 5.889 .001
f2 .700 3 .233 .304 .823
f1 * f2 30.667 9 3.407 4.438 .000
Error 172.000 224 .768
Total 4518.000 240
Corrected Total 216.933 239
Lampiran 15b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap kerenyahan
Perlakuan suhu Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C 4.47 A
80°C 4.12 B
85°C 4.45 A
90°C 3.90 B
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Lampiran 15c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap
kerenyahan
Perlakuan Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C, 55 menit 4.60 A
75°C, 70 menit 4.27 A B
75°C, 85 menit 4.67 A
75°C, 100 menit 4.33 A B
80°C, 55 menit 3.07 B
80°C, 70 menit 4.40 A
80°C, 85 menit 4.27 A B
80°C, 100 menit 4.73 A
85°C, 55 menit 4.60 A
85°C, 70 menit 4.33 A B
85°C, 85 menit 4.53 A
102
Lampiran 15c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap kerenyahan (lanjutan)
Perlakuan Rata-rata Kehomogenan kelompok
85°C, 100 menit 4.33 A B
90°C, 55 menit 4.33 A B
90°C, 70 menit 3.93 B
90°C, 85 menit 3.53 B
90°C, 100 menit 3.81 B
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
103
Lampiran 16a. Analisis sidik ragam uji organoleptik terhadap rasa
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 112.462a 15 7.497 6.239 .000
Intercept 3219.337 1 3219.337 2.679E3 .000
f1 57.012 3 19.004 15.813 .000
f2 .112 3 .037 .031 .993
f1 * f2 55.338 9 6.149 5.116 .000
Error 269.200 224 1.202
Total 3601.000 240
Corrected Total 381.662 239
Lampiran 16b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap rasa
Perlakuan suhu Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C 4.33 A
80°C 3.48 B
85°C 3.83 B
90°C 3.00 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Lampiran 16c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap
rasa
Perlakuan Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C, 55 menit 4.40 A
75°C, 70 menit 4.60 A
75°C, 85 menit 4.67 A
75°C, 100 menit 3.67 B
80°C, 55 menit 2.73 C
80°C, 70 menit 3.13 B C
80°C, 85 menit 3.87 B
80°C, 100 menit 4.20 A B
85°C, 55 menit 3.47 B
85°C, 70 menit 3.87 B
85°C, 85 menit 4.00 A B
104
Lampiran 16c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap rasa (lanjutan)
Perlakuan Rata-rata Kehomogenan kelompok
85°C, 100 menit 4.00 A B
90°C, 55 menit 3.93 B
90°C, 70 menit 3.00 C
90°C, 85 menit 2.19 C
90°C, 100 menit 2.87 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
105
Lampiran 17a. Analisis sidik ragam uji organoleptik terhadap aroma
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 88.562a 15 5.904 6.030 .000
Intercept 2905.104 1 2905.104 2.967E3 .000
f1 42.479 3 14.160 14.461 .000
f2 .846 3 .282 .288 .834
f1 * f2 45.238 9 5.026 5.133 .000
Error 219.333 224 .979
Total 3213.000 240
Corrected Total 307.896 239
Lampiran 17b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap aroma
Perlakuan suhu Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C 4.03 A
80°C 3.35 B
85°C 3.65 B
90°C 2.88 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Lampiran 17c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap
aroma
Perlakuan Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C, 55 menit 4.27 A
75°C, 70 menit 4.13 A
75°C, 85 menit 4.33 A
75°C, 100 menit 3.40 B
80°C, 55 menit 2.67 C
80°C, 70 menit 3.33 B
80°C, 85 menit 3.60 B
80°C, 100 menit 3.80 A B
85°C, 55 menit 3.13 B C
85°C, 70 menit 3.86 A B
85°C, 85 menit 3.73 B
106
Lampiran 17c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap aroma (lanjutan)
Perlakuan Rata-rata Kehomogenan kelompok
85°C, 100 menit 3.93 A B
90°C, 55 menit 3.80 A B
90°C, 70 menit 3.00 B C
90°C, 85 menit 2.27 C
90°C, 100 menit 2.47 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
107
Lampiran 18a. Analisis sidik ragam uji organoleptik terhadap warna
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 158.517a 15 10.568 11.797 .000
Intercept 2706.817 1 2706.817 3.022E3 .000
f1 134.283 3 44.761 49.966 .000
f2 4.283 3 1.428 1.594 .192
f1 * f2 19.950 9 2.217 2.474 .010
Error 200.667 224 .896
Total 3066.000 240
Corrected Total 359.183 239
Lampiran 18b. DMRT perlakuan suhu penggorengan vakum terhadap warna
Perlakuan suhu Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C 3.38 B
80°C 4.05 A
85°C 3.87 A
90°C 2.13 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Lampiran 18c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap
warna
Perlakuan Rata-rata Kehomogenan kelompok
75°C, 55 menit 3.07 B C
75°C, 70 menit 3.93 A
75°C, 85 menit 3.87 A
75°C, 100 menit 2.67 B C
80°C, 55 menit 4.27 A
80°C, 70 menit 3.80 A
80°C, 85 menit 4.00 A
80°C, 100 menit 4.13 A
85°C, 55 menit 3.93 A
85°C, 70 menit 3.93 A
85°C, 85 menit 3.80 A
108
Lampiran 18c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap warna (lanjutan)
Perlakuan Rata-rata Kehomogenan kelompok
85°C, 100 menit 3.80 A
90°C, 55 menit 4.62 A
90°C, 70 menit 2.13 C
90°C, 85 menit 1.87 C
90°C, 100 menit 1.93 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
109
Lampiran 19. Uji pembobotan hasil organoleptik
Perlakuan
Parameter Organoleptik
Skor Kerenyahan Rasa Aroma Warna
bobot 32.20% bobot 29.38% bobot 20.34 % bobot 18.08%
A1B1 a 4.60 4.40 4.27 3.07
419.62 b 148.14 129.27 86.78 55.44
A1B2 a 4.27 4.60 4.13 3.93
427.72 b 137.40 135.14 84.07 71.11
A1B3 a 4.67 4.67 4.33 3.87
445.42 b 150.28 137.10 88.14 69.91
A1B4 a 4.33 3.67 3.40 2.67
364.63 b 139.55 107.72 69.15 48.21
A2B1 a 3.07 2.73 2.67 4.27
310.43 b 98.76 80.30 54.24 77.14
A2B2 a 4.40 3.13 3.33 3.80
370.24 b 141.69 92.05 67.80 68.70
A2B3 a 4.27 3.87 3.60 4.00
396.53 b 137.40 113.60 73.22 72.32
A2B4 a 4.73 4.20 3.80 4.13
427.83 b 152.43 123.39 77.29 74.73
A3B1 a 4.60 3.47 3.13 3.93
384.82 b 148.14 101.85 63.73 71.11
A3B2 a 4.33 3.87 3.80 3.93
401.54 b 139.55 113.60 77.29 71.11
A3B3 a 4.53 4.00 3.73 3.80
408.14 b 145.99 117.51 75.93 68.70
A3B4 a 4.33 4.00 3.93 3.80
405.76 b 139.55 117.51 80.00 68.70
A4B1 a 4.33 3.93 3.80 2.60
379.40 b 139.55 115.56 77.29 47.01
A4B2 a 3.93 3.00 3.00 2.13
314.39 b 126.67 88.14 61.02 38.57
A4B3 a 3.53 2.20 2.27 1.87
258.27 b 113.79 64.63 46.10 33.75
A4B4 a 3.80 2.87 2.47 1.93
291.71 b 122.37 84.22 50.17 34.95
Keterangan: a = nilai rata-rata kesukaan terhadap parameter organoleptik yang bersangkutan b = hasil perkalian ‘a’ dengan bobot masing-masing parameter c = ‘b’ kerenyahan + ‘b’ rasa + ‘b’ warna + ‘b’ aroma untuk setiap perlakuan
110
Lampiran 20. Kuesioner penentuan titik kritis kerip ik durian Nama Panelis :
Tanggal Pengujian :
Instruksi : Nyatakan penilaian Anda terhadap sampel yang diuji dengan memberikan tanda (√) pada saat kripik durian dinyatakan telah mencapai titik kritis pada kolom yang disediakan.
1. Penentuan titik kritis terhadap parameter penurunan mutu kadar air dan kerenyahan
Pengamatan
(menit ke-) 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 360
Titik Kritis
2. Penentuan titik kritis terhadap parameter penurunan mutu ketengikan (kadar asam lemak bebas)
Pengamatan
(hari ke-) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Titik Kritis
Keterangan:
- Kriteria pencapaian titik kritis antara lain seperti kurang renyah, susah dipatahkan dan mulai timbul penyimpangan bau (mulai berbau agak tengik).
111
Lampiran 21. Uji penerimaan panelis untuk penentuan kadar air kritis keripik durian Suhu: 25-27 °C, RH: 85-90%
Panelis Pengamatan pada menit ke-
30 60 90 120 150 180
1 - - - - - √
2 - - - - - -
3 - - - - √ √
4 - - - - - √
5 - - - - √ √
6 - - - - √ √
7 - - - - - √
8 - - - - - √
9 - - - - - √
10 - - - - - √
11 - - - - √ √
12 - - - - - √
13 - - - - - √
14 - - - - √ √
15 - - - - - -
Keterangan: (-) : panelis menyatakan belum mencapai titik kritis (√) : panelis menyatakan telah mencapai titik kritis Pengujian dihentikan pada menit ke-180 karena 86.67% panelis menyatakan keripik durian telah mencapai titik kritis. Kriteria keripik durian mulai tidak diterima oleh panelis adalah kurang renyah dan susah dipatahkan. Pengujian dilanjutkan dengan mengukur nalai kadar air dan nilai kekerasan keripik durian pada menit ke-180.
112
Lampiran 22. Uji penerimaan panelis untuk penentuan kadar asam lemak bebas (FFA) keripik durian
Panelis Pengamatan pada hari ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 - - - - - - - - - - - - √
2 - - - - - - - - - - √ √ √
3 - - - - - - - - - - - - √
4 - - - - - - - - - - - - √
5 - - - - - - - - - - - √ √
6 - - - - - - - - - - - - -
7 - - - - - - - - - √ √ √ √
8 - - - - - - - - - - - - -
9 - - - - - - - - - - √ √ √
10 - - - - - - - - - - - - √
11 - - - - - - - - - - - - √
12 - - - - - - - - - - - √ √
13 - - - - - - - - - - - - √
14 - - - - - - - - - - - - -
15 - - - - - - - - - - - √ √
Keterangan: (-) : panelis menyatakan belum mencapai titik kritis (√) : panelis menyatakan telah mencapai titik kritis Pengujian dihentikan pada hari ke-13 karena 80.00% panelis menyatakan keripik durian telah mencapai titik kritis. Kriteria keripik durian mulai tidak diterima oleh panelis adalah mulai timbul penyimpangan bau (mulai berbau tengik). Pengujian dilanjutkan dengan mengukur nalai kadar asamlemak bebas (FFA) keripik durian pada hari ke-13.
113
Lampiran 23. Data kadar air Keripik durian dalam ke masan selama penyimpanan
Jenis Plastik Hari
Ke-
Kadar Air (%) pada Suhu :
40°C 50°C 60°C
1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Aluminium Foil
70 µm
0 6.99 7.17 7.08 6.99 7.17 7.08 6.99 7.17 7.08
7 8.80 7.74 8.27 8.38 7.45 7.92 7.00 8.01 7.51
14 7.52 7.35 7.44 6.78 7.10 6.94 6.21 6.58 6.40
21 8.06 7.34 7.70 7.19 7.87 7.53 6.73 7.99 7.36
28 9.38 8.28 8.83 8.59 8.46 8.53 8.18 7.88 8.03
Polyprophylene (PP)
80 µm
0 6.99 7.17 7.08 6.99 7.17 7.08 6.99 7.17 7.08
7 9.86 10.55 10.21 11.62 11.93 11.78 7.59 6.73 7.16
14 8.41 8.75 8.58 7.76 8.64 8.20 7.70 8.25 7.98
21 12.66 9.57 11.12 8.22 9.19 8.71 7.51 7.71 7.61
28 11.73 13.33 12.53 14.83 12.63 13.73 10.08 9.29 9.69
High Density
Polyethylene
(HDPE)
25 µm
0 6.99 7.17 7.08 6.99 7.17 7.08 6.99 7.17 7.08
7 8.00 8.45 8.23 6.81 8.19 7.50 8.40 8.36 8.38
14 8.10 8.14 8.12 6.97 7.33 7.15 6.81 7.32 7.07
21 9.91 9.17 9.54 9.40 7.88 8.64 8.17 8.87 8.52
28 14.22 14.64 14.43 11.73 15.10 13.42 10.67 10.48 10.58
114
Lampiran 24. Data kekerasan keripik durian dalam kemasan selama penyimpanan
Jenis Plastik Hari
Ke-
Kekerasan (kg/mm) pada Suhu :
40°C 50°C 60°C
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
Aluminium Foil
70 µm
0 3.00 2.70 1.50 2.40 3.00 2.70 1.50 2.40 3.00 2.70 1.50 2.40
7 2.65 2.16 5.21 3.34 6.71 4.79 3.09 4.86 3.74 5.33 5.47 4.85
14 3.85 3.55 3.45 3.62 4.93 4.58 5.67 5.06 7.11 5.72 5.03 5.95
21 2.39 4.62 4.11 3.71 4.13 5.00 4.15 4.43 2.51 7.02 5.43 4.99
28 5.67 3.51 4.39 4.52 4.70 3.35 7.41 5.15 3.36 6.23 5.50 5.03
Polyprophylene
(PP)
80 µm
0 3.00 2.70 1.50 2.40 3.00 2.70 1.50 2.40 3.00 2.70 1.50 2.40
7 3.85 2.46 3.57 3.29 4.08 3.47 3.72 3.76 3.89 5.67 5.37 4.98
14 2.87 4.75 5.83 4.48 3.74 5.68 5.71 5.04 3.07 3.50 2.67 3.08
21 5.72 7.18 4.39 5.76 5.00 4.72 3.92 4.55 5.67 4.14 3.01 4.27
28 6.37 5.21 5.80 5.79 6.07 5.42 3.45 4.98 4.57 2.98 5.09 4.21
High Density
Polyethylene
(HDPE)
25 µm
0 3.00 2.70 1.50 2.40 3.00 2.70 1.50 2.40 3.00 2.70 1.50 2.40
7 2.70 3.64 6.15 4.16 5.04 3.49 3.78 4.10 4.01 3.59 4.20 3.93
14 2.93 4.85 3.98 3.92 4.67 2.85 4.57 4.03 3.09 2.95 3.50 3.18
21 4.17 4.02 3.45 3.88 4.07 1.97 4.96 3.67 3.67 3.31 4.00 3.66
28 5.78 3.04 6.91 5.24 5.30 3.46 2.42 3.73 2.89 4.12 5.56 4.19
115
Lampiran 25. Data kadar asam lemak bebas (FFA) durian dalam kemasan selama penyimpanan
Jenis Plastik Hari
Ke-
Kadar FFA (%) pada Suhu :
40°C 50°C 60°C
1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Aluminium Foil
70 µm
0 2.13 2.09 2.11 2.13 2.09 2.11 2.13 2.09 2.11
7 2.01 1.97 1.99 2.26 2.24 2.25 2.26 2.17 2.22
14 2.21 2.23 2.22 2.18 2.24 2.21 2.79 2.55 2.67
21 2.38 2.51 2.45 2.43 2.59 2.51 2.79 3.24 3.02
28 2.48 2.57 2.53 2.59 2.72 2.66 3.28 2.82 3.05
Polyprophylene (PP)
80 µm
0 2.13 2.09 2.11 2.13 2.09 2.11 2.13 2.09 2.11
7 2.21 2.02 2.12 2.21 1.93 2.07 2.70 2.50 2.60
14 2.28 2.15 2.22 2.61 2.57 2.59 2.54 2.42 2.48
21 2.49 2.62 2.56 2.55 2.45 2.50 2.53 2.44 2.49
28 2.46 2.74 2.60 2.66 2.59 2.63 2.46 2.75 2.61
High Density
Polyethylene
(HDPE)
25 µm
0 2.13 2.09 2.11 2.13 2.09 2.11 2.13 2.09 2.11
7 2.00 1.82 1.91 1.99 2.36 2.18 2.33 2.87 2.60
14 2.12 2.27 2.20 1.96 2.40 2.18 2.78 2.86 2.82
21 2.73 2.84 2.79 2.62 3.16 2.89 2.88 2.35 2.62
28 2.29 2.29 2.29 2.17 2.80 2.49 2.21 2.63 2.42
116
Lampiran 26. Data kecerahan (nilai L) keripik durian dalam kemasan selama penyimpanan
Jenis Plastik Hari
Ke-
Nilai L pada Suhu :
40°C 50°C 60°C
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
Aluminium Foil
70 µm
0 60.45 56.78 54.57 57.27 60.45 56.78 54.57 57.27 60.45 56.78 54.57 57.27
7 55.12 52.72 47.23 51.69 53.05 54.09 50.43 52.52 33.05 35.04 43.07 37.05
14 59.60 51.98 52.60 54.73 50.46 42.07 42.18 44.90 37.64 23.75 55.14 38.84
21 58.94 61.99 58.82 59.92 41.18 30.18 50.37 40.58 21.43 34.41 30.00 28.61
28 59.22 48.52 53.24 53.66 44.85 47.62 37.40 43.29 25.70 28.78 25.53 26.67
Polyprophylene
(PP)
80 µm
0 60.45 56.78 54.57 57.27 60.45 56.78 54.57 57.27 60.45 56.78 54.57 57.27
7 61.00 59.25 58.33 59.53 45.13 59.19 43.87 49.40 54.43 51.16 38.19 47.93
14 43.53 59.02 54.69 52.41 41.50 40.34 45.46 42.43 29.99 37.56 23.71 30.42
21 59.27 61.22 53.38 57.96 35.61 42.46 36.44 38.17 31.55 26.31 33.48 30.45
28 46.40 55.10 37.01 46.17 34.96 38.06 43.80 38.94 30.00 23.98 32.34 28.77
High Density
Polyethylene
(HDPE)
25 µm
0 60.45 56.78 54.57 57.27 60.45 56.78 54.57 57.27 60.45 56.78 54.57 57.27
7 60.36 56.58 54.55 57.16 50.73 49.12 52.41 50.75 40.55 49.37 39.75 43.22
14 53.28 51.97 53.79 53.01 46.05 46.87 42.78 45.23 47.58 37.35 29.21 38.05
21 49.97 54.36 52.15 52.16 38.33 45.52 46.25 43.37 44.41 42.36 43.65 43.47
28 67.99 38.99 54.24 53.74 52.41 48.60 45.62 48.88 34.99 39.24 38.94 37.72
117
Lampiran 27. Kuesioner untuk analisis kesukaan
Formulir Uji Organoleptik Keripik Durian
Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Nyatakan penilaian Anda terhadap sampel yang diuji dengan menuliskan skor kesukaan (1-5) pada kolom berikut. Keterangan : 1 : tidak suka 2 : agak tidak suka 3 : netral 4 : agak suka 5 : suka
Penilaian Kode Bahan
AL 11 AL 12 AL 13 PP 11 PP 12 PP 13 PE 11 PE 12 PE 13
Warna
Aroma
Kerenyahan
Rasa
118
Lampiran 28. Data uji kesukaan keripik durian pada penyimpanan di suhu 40°C
Kemasan Hari ke- Skor
Warna Aroma Kerenyahan Rasa
Aluminium Foil
70 µm
0 4.67 4.71 4.33 4.75
7 3.71 4.23 3.43 3.67
14 3.50 4.13 3.25 3.57
21 3.50 4.05 3.17 3.43
28 2.87 3.97 3.14 2.50
Polyprophylene
(PP)
80 µm
0 4.67 4.71 4.33 4.75
7 3.86 4.09 3.67 3.67
14 3.86 4.05 3.00 3.29
21 3.75 3.97 3.00 2.86
28 3.33 3.23 2.86 2.83
High Density
Polyethylene
(HDPE)
25 µm
0 4.67 4.71 4.33 4.75
7 3.86 4.47 4.33 3.67
14 3.83 3.37 4.00 3.67
21 3.75 3.09 3.25 3.00
28 3.71 2.55 2.43 2.86
119
Lampiran 29. Data uji kesukaan keripik durian pada penyimpanan di suhu 50°C
Sampel Hari ke- Skor
Warna Aroma Kerenyahan Rasa
Aluminium Foil
70 µm
0 4.67 4.71 4.33 4.75
7 3.43 4.29 3.25 3.00
14 3.00 3.50 2.57 2.50
21 1.86 3.00 2.43 1.83
28 1.50 2.67 2.33 1.71
Polyprophylene
(PP)
80 µm
0 4.67 4.71 4.33 4.75
7 3.71 3.94 4.33 3.29
14 3.25 3.55 3.43 2.67
21 2.14 3.51 3.00 2.50
28 2.00 3.47 2.71 2.43
High Density
Polyethylene
(HDPE)
25 µm
0 4.67 4.71 4.33 4.75
7 3.33 3.63 4.25 3.33
14 3.29 3.05 4.00 2.57
21 3.25 2.80 3.25 2.43
28 3.14 2.67 3.00 2.25
120
Lampiran 30. Data uji kesukaan keripik durian pada penyimpanan di suhu 60°C
Sampel Hari ke- Skor
Warna Aroma Kerenyahan Rasa
Aluminium Foil
70 µm
0 4.67 4.71 4.33 4.75
7 1.71 2.14 2.86 2.71
14 1.14 2.00 2.71 2.00
21 1.00 1.33 1.33 1.17
28 1.00 1.00 1.00 1.00
Polyprophylene
(PP)
80 µm
0 4.67 4.71 4.33 4.75
7 1.71 2.86 4.33 2.86
14 1.67 2.29 4.14 2.71
21 1.57 1.83 4.00 2.50
28 1.25 1.50 3.50 1.50
High Density
Polyethylene
(HDPE)
25 µm
0 4.67 4.71 4.33 4.75
7 3.00 3.29 4.25 3.00
14 2.50 2.71 4.14 2.83
21 2.43 2.67 4.00 2.43
28 1.75 1.50 3.75 1.25