37
TUGAS MAKALAH APLIKASI REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN SENIATI SALAHUDDIN H31112281 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perkembangan ilmu biologi molekuler telah memberikan dampak yang spektakuler terhadap kemajuan berbagai cabang ilmu lain, termasuk Pemuliaan Tanaman (Plant Breeding). Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa perbaikan genetik melalui pemuliaan tanaman konvensional telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalampenyediaan pangan dunia.

Citation preview

Page 1: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

TUGAS MAKALAH

APLIKASI REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

SENIATI SALAHUDDIN

H31112281

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

Page 2: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu biologi molekuler telah memberikan dampak yang

spektakuler terhadap kemajuan berbagai cabang ilmu lain, termasuk Pemuliaan

Tanaman (Plant Breeding). Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa perbaikan

genetik melalui pemuliaan tanaman konvensional telah memberikan kontribusi yang

sangat besar dalampenyediaan pangan dunia. Hal ini ditandai dengan terjadinya

peningkatan produksi pangan dunia akiba revolusi hijau (green revolution).

Kehadiran bioteknologi di awal era tahun 1980-an telah memberikan harapan

dan janji baru untuk mengatasi bahaya kelaparan dan rawan pangan global. Perbaikan

sifat tanaman telah dapat ditangani secara molekuker, meskipun masih banyak

keterbatasannya.

Realitas keadaan tanaman di lahan petani, tentunya jauh lebih kompleks

dibandingkan dengan sistem percobaan atau eksperimen yang telah banyak dilakukan

di laboratorium atau di lahan yang serba terkendali. Sejak laporan tanaman transgenik

pertama kali diterbitkan pada tahun 1984 (Horsch et al.,1984) berbagai kemajuan

akibat penggunaan teknologi baru ini terus dicapai. Hasilnya cenderung mengarah

pada tujuan yang praktis dan nyata dalam upaya perbaikan sifat-sifat tanaman.

Perkembangan kemajuan teknologi saat ini telah memungkinkan dilakukan

perbaikan sufat tanaman melalui rekayasa genetika. Dengan teknologi ini, gen dari

berbagai sumber dapat dipindahkan kepada tanaman yang akan diperbaiki sifatnya,

Page 3: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

sehingga teknologi ini biasa disebut teknologi transgenik. Tanaman transgenik

pertama kali dilakukan pada tahun 1980-an dimana telah dihasilkan 23 tanaman

transgenic, tahun 1989 meningkat menjadi 30 tanaman dan pada tahun 1990 sudah

lebih dari 40 jenis tanaman.

Page 4: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

BAB II

ISI

A. Rekayasa Genetika

Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk

menghasilkan mahluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika

disebut juga dengan DNA Rekombinan melibatkan upaya ini melibatkan upaya

perbanyakan gen tertentu di dalam suatu sel yang bukan sel alaminya sehingga sering

pula dikatakan sebagai kloning gen. Banyak definisi telah diberikan untuk

mendeskripsikan pengertian teknologi DNA rekombinan. Salah satu di antaranya,

yang mungkin paling representatif, menyebutkan bahwa teknologi DNA rekombinan

adalah pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara penyisipan

molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi

dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai

sel inang.

Prinsip rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman, yaitu

memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan menambahkan sifat-sifat ketahanan terhadap

cekaman mahluk hidup pengganggu maupun cekaman lingkungan yang kurang

menguntungkan serta memperbaiki kualitas nutrisi makanan. Perbedaan rekayasa

genetika dengan pemuliaan tradisional adalah kemampuan rekayasa genetika dalam

memanfaatkan gen-gen yang tidak dapat dipergunakan secara maksimal pada

pemuliaan tradisional karena banyak gen yangterhalang saat penyerbukan.

Page 5: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat

mahluk hidup. Hal itu karena DNA dari setiap mahluk hidup mempunyai struktur

yang sama, sehingga dapat direkomendasikan. Selanjutnya DNA tersebut akan

mengatur sifat-sifat mahluk hidup secara turun-temurun.

Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua segi manfaat. Pertama, dengan

mengisolasi dan mempelajari masing-masing gen akan diperoleh pengetahuan tentang

fungsi dan mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi ini memungkinkan diperolehnya

produk gen tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar daripada

produksi secara konvensional.

Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan

melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu. Tahapan-

tahapan tersebut adalah isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon,

pemotongan molekul DNA menjadi sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran,

isolasi DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk menghasilkan

molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul DNA

rekombinan, reisolasi molekul DNA rekombinan dari sel inang, dan analisis DNA

rekombinan.

Isolasi DNA

Isolasi DNA diawali dengan perusakan dan atau pembuangan dinding sel,

yang dapat dilakukan baik dengan cara mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi,

beku-leleh maupun dengan cara enzimatis seperti pemberian lisozim. Langkah

berikutnya adalah lisis sel. Bahan-bahan sel yang relatif lunak dapat dengan mudah

diresuspensi di dalam medium bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan yang lebih

Page 6: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

kasar perlu diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan

sodium dodesil sulfat (SDS). Pada eukariot langkah ini harus disertai dengan

perusakan membran nukleus. Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus

dibuang. Biasanya pembuangan remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein

yang tersisa dipresipitasi menggunakan fenol atau pelarut organik seperti kloroform

untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan proteinase.

DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan sel masih tercampur dengan

RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari RNA.

Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan

penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi kerapatan

menggunakan CsCl.

Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik

maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam

molekul DNA ini yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama,

plasmid pada umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan

mempunyai bentuk covalently closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom

jauh lebih longgar ikatan kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat

tinggi. Perbedaan tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap

denaturasi apabila dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi

kondisi denaturasi akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom.

Pendekatan kedua didasarkan atas perbedaan daya serap etidium bromid, zat

pewarna DNA yang menyisip atau melakukan interkalasi di sela-sela basa molekul

DNA. DNA plasmid akan menyerap etidium bromid jauh lebih sedikit daripada

Page 7: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

jumlah yang diserap oleh DNA kromosom per satuan panjangnya. Dengan demikian,

perlakuan menggunakan etidium bromid akan menjadikan kerapatan DNA kromosom

lebih tinggi daripada kerapatan DNA plasmid sehingga keduanya dapat dipisahkan

melalui sentrifugasi kerapatan.

Enzim Restriksi

Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik

genomik maupun plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat

ditemukannya sistem restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang

berkaitan dengan infeksi virus atau bakteriofag lambda (l). Virus l digunakan untuk

menginfeksi dua strain E. coli, yakni strain K dan C.  Jika l yang telah menginfeksi

strain C diisolasi dari strain tersebut dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi

strain C, maka akan diperoleh l progeni (keturunan) yang lebih kurang sama

banyaknya dengan jumlah yang diperoleh dari infeksi pertama. Dalam hal ini,

dikatakan bahwa efficiency of plating (EOP) dari strain C ke strain C adalah 1. 

Namun, jika l yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi strain K,

maka nilai EOP-nya hanya 10-4. Artinya, hanya ditemukan l progeni sebanyak

1/10.000 kali jumlah yang diinfeksikan. Sementara itu, l yang diisolasi dari strain K

mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika direinfeksikan pada strain K maupun

pada strain C. Hal ini terjadi karena adanya sistem restriksi/modifikasi (r/m) pada

strain K.

Pada waktu bakteriofag l yang diisolasi dari strain C diinfeksikan ke strain K,

molekul DNAnya dirusak oleh enzim endonuklease restriksi yang terdapat di dalam

strain K. Di sisi lain, untuk mencegah agar enzim ini tidak merusak DNAnya sendiri,

Page 8: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

strain K juga mempunyai sistem modifikasi yang akan menyebabkan metilasi

beberapa basa pada sejumlah urutan tertentu yang merupakan tempat-tempat

pengenalan (recognition sites) bagi enzim restriksi tersebut.

DNA bakteriofag l yang mampu bertahan dari perusakan oleh enzim restriksi

pada siklus infeksi pertama akan mengalami modifikasi dan memperoleh kekebalan

terhadap enzim restrisksi tersebut. Namun, kekebalan ini tidak diwariskan dan harus

dibuat pada setiap akhir putaran replikasi DNA. Dengan demikian, bakteriofag l yang

diinfeksikan dari strain K ke strain C dan dikembalikan lagi ke strain K akan menjadi

rentan terhadap enzim restriksi.

Metilasi hanya terjadi pada salah satu di antara kedua untai molekul DNA.

Berlangsungnya metilasi ini demikian cepatnya pada tiap akhir replikasi hingga

molekul DNA baru hasil replikasi tidak akan sempat terpotong oleh enzim restriksi.

Enzim restriksi dari strain K telah diisolasi dan banyak dipelajari. Selanjutnya,

enzim ini dimasukkan ke dalam suatu kelompok enzim yang dinamakan enzim

restriksi tipe I.  Banyak enzim serupa yang ditemukan kemudian pada berbagai

spesies bakteri lainnya.

Pada tahun 1970 T.J. Kelly menemukan enzim pertama yang kemudian

dimasukkan ke dalam kelompok enzim restriksi lainnya, yaitu enzim restriksi tipe

II. Ia mengisolasi enzim tersebut dari bakteri Haemophilus influenzae strain Rd, dan

sejak saat itu ditemukan lebih dari 475 enzim restriksi tipe II dari berbagai spesies

dan strain bakteri. Semuanya sekarang telah menjadi salah satu komponen utama

dalam tata kerja rekayasa genetika.

Page 9: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

Enzim restriksi tipe II antara lain mempunyai sifat-sifat umum yang penting

sebagai berikut:

1. mengenali urutan tertentu sepanjang empat hingga tujuh pasang basa di

dalam molekul DNA.

2. memotong kedua untai molekul DNA di tempat tertentu pada atau di dekat

tempat pengenalannya.

3. menghasilkan fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran dan urutan

basa.

Sebagian besar enzim restriksi tipe II akan mengenali dan memotong urutan

pengenal yang mempunyai sumbu simetri rotasi. Gambar 11.3 memperlihatkan

beberapa enzim restriksi beserta tempat pengenalannya.

Pemberian nama kepada enzim restriksi mengikuti aturan sebagai berikut.

Huruf pertama adalah huruf pertama nama genus bakteri sumber isolasi enzim,

sedangkan huruf kedua dan ketiga masing-masing adalah huruf pertama dan kedua

nama petunjuk spesies bakteri sumber tersebut. Huruf-huruf tambahan, jika ada,

berasal dari nama strain bakteri, dan angka romawi digunakan untuk membedakan

enzim yang berbeda tetapi diisolasi dari spesies yang sama.

Tempat pemotongan pada kedua untai DNA sering kali terpisah sejauh

beberapa pasang basa. Pemotongan DNA dengan tempat pemotongan semacam ini

akan menghasilkan fragmen-fragmen dengan ujung 5’ yang runcing karena masing-

masing untai tunggalnya menjadi tidak sama panjang. Dua fragmen DNA dengan

ujung yang runcing akan mudah disambungkan satu sama lain sehingga ujung

runcing sering pula disebut sebagai ujung lengket (sticky end) atau ujung kohesif.

Page 10: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

Hal itu berbeda dengan enzim restriksi seperti Hae III, yang mempunyai

tempat pemotongan DNA pada posisi yang sama. Kedua fragmen hasil

pemotongannya akan mempunyai ujung 5’ yang tumpul karena masing-masing untai

tunggalnya sama panjangnya. Fragmen-fragmen DNA dengan ujung tumpul (blunt

end) akan sulit untuk disambungkan. Biasanya diperlukan perlakuan tambahan untuk

menyatukan dua fragmen DNA dengan ujung tumpul, misalnya pemberian molekul

linker, molekul adaptor, atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk

menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’.

Ligasi Molekul – molekul DNA

Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi

harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya, fragmen-

fragmen DNA genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan DNA

vektor yang sudah berbentuk linier.

Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA

secara in vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua,

ligasi menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah diinfeksi dengan

bakteriofag T4 atau lazim disebut sebagai enzim T4 ligase. Jika cara yang pertama

hanya dapat digunakan untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat

digunakan baik pada ujung lengket maupun pada ujung tumpul. Sementara itu, cara

yang ketiga telah disinggung di atas, yaitu pemberian enzim deoksinukleotidil

transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal

semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi

menggunakan DNA ligase.

Page 11: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan tetapi, pada

suhu ini ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket

akan menjadi tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan

tersebut.  Oleh karena itu, ligasi biasanya dilakukan pada suhu antara 4 dan 15ºC

dengan waktu inkubasi (reaksi) yang diperpanjang (sering kali hingga semalam).

Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen DNA genomik dan DNA vektor,

khususnya plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga

plasmid yang telah dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler

kembali. Hal ini jelas akan menurunkan efisiensi ligasi. Untuk meningkatkan efisiensi

ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain penggunaan DNA dengan

konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml), perlakuan dengan enzim alkalin fosfatase

untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’ pada molekul DNA yang telah

terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau penambahan enzim

deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’

seperti telah disebutkan di atas.

Transformasi Sel Inang

Tahap berikutnya setelah ligasi adalah analisis terhadap hasil pemotongan

DNA genomik dan DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA

tersebut. menggunakan teknik elektroforesis (lihat Bab X). Jika hasil elektroforesis

menunjukkan bahwa fragmen-fragmen DNA genomik telah terligasi dengan baik

pada DNA vektor sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan, campuran reaksi

ligasi dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dengan

sendirinya, di dalam campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA

Page 12: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak

terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel

inang ini dinamakan transformasi karena sel inang diharapkan akan mengalami

perubahan sifat tertentu setelah dimasuki molekul DNA rekombinan.

Teknik transformasi pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 oleh M.

Mandel dan A. Higa, yang melakukan transformasi bakteri E. coli. Sebelumnya,

transformasi pada beberapa spesies bakteri lainnya yang mempunyai sistem

transformasi alami seperti Bacillus subtilis telah dapat dilakukan. Kemampuan

transformasi B. subtilis pada waktu itu telah dimanfaatkan untuk mengubah strain-

strain auksotrof (tidak dapat tumbuh pada medium minimal) menjadi prototrof (dapat

tumbuh pada medium minimal) dengan menggunakan preparasi DNA genomik utuh.

Baru beberapa waktu kemudian transformasi dilakukan menggunakan perantara

vektor, yang selanjutnya juga dikembangkan pada transformasi E.coli. 

Hal terpenting yang ditemukan oleh Mandel dan Higa adalah perlakuan

kalsium klorid (CaCl2) yang memungkinkan sel-sel E. coli untuk mengambil DNA

dari bakteriofag l. Pada tahun 1972 S.N. Cohen dan kawan-kawannya menemukan

bahwa sel-sel yang diperlakukan dengan CaCl2 dapat juga mengambil DNA plasmid.

Frekuensi transformasi tertinggi akan diperoleh jika sel bakteri dan DNA dicampur di

dalam larutan CaCl2 pada suhu 0 hingga 5ºC. Perlakuan kejut panas antara 37 dan

45ºC selama lebih kurang satu menit yang diberikan setelah pencampuran DNA

dengan larutan CaCl2 tersebut dapat meningkatkan frekuensi transformasi tetapi tidak

terlalu esensial. Molekul DNA berukuran besar lebih rendah efisiensi transformasinya

daripada molekul DNA kecil.

Page 13: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

Mekanisme transformasi belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Namun,

setidak-tidaknya transformasi melibatkan tahap-tahap berikut ini. Molekul CaCl2

akan menyebabkan sel-sel bakteri membengkak dan membentuk sferoplas yang

kehilangan protein periplasmiknya sehingga dinding sel menjadi bocor. DNA yang

ditambahkan ke dalam campuran ini akan membentuk kompleks resisten DNase

dengan ion-ion Ca2+ yang terikat pada permukaan sel. Kompleks ini kemudian

diambil oleh sel selama perlakuan kejut panas diberikan.

Seleksi Transforman dan Seleksi Rekombinan

Oleh karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA

rekombinan, maka kita harus melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman

yang membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang

membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel

yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan.

Cara seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan

tentang plasmid (lihat Bab XI). Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat

terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa

pun atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti

ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen

sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama

dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang

memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan

kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan kedua

Page 14: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang

hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara kedua marker vektor, maka dapat

dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi.

Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan

dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang

pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi

berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Penjelasan lebih rinci tentang

teknik PCR dapat dilihat pada Bab XII. Pelacakan fragmen yang diinginkan antara

lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni (lihat Bab X).

Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya

keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya

saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak.

Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan

posisi koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa

menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan.

Secara keseluruhan tahapan DNA rekombinan dapat dilihat dari gambar

berikut :

Page 15: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

B. Rekayasa Genetik Tanaman

Perbaikan tanaman melalui rekaya genetik didasarkan pada manipulasi

molekuler gen-gen yang relevan dan tersedianya vektor untuk transformasi kedalam

sel tanaman. Teknologi gen ini telah menawarkan berbagai metode untuk

isolasi,manipulasi, dan ekspresi gen-gen tanaman dalam jaringan tertentu pada

tingkat yang diingikan. Gen-gen utuh Telah berhasil diekpresikan pada sel-sel yang

ditransformasikan atau tanaman yang diregenerasi.

Tanaman transgenik

Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah dan gen yang berarti

pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup

kemakhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ketanaman lainnya, atau dari gen

hewan ke tanaman. Transgenik secara definisi adalah the use of gene manipulation to

permanently modify the cell or germ cells of organism (penggunaan manipulasi gen

untuk mengadakan perubahan yang tetap pada sel makhluk hidup). Teknologi

transgenik atau kloning juga dilakukan pada dunia peternakan, separti domba dolly

yang diambil dari gen sel ambing susu domba yang ditransplantasikan ke sel telurnya

sendiri. Pada ikan-ikan teleostei, menghasilkan ikan yang resisten terhadap

pembusukan dan penyakit.

Dengan rekayasa genetika dapat dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki

sifat baru seperti tanaman transgenik yang tahan terhadap hama, tanama kedelai yang

tahan terhadap herbisida, dan tanaman transgenik yang mempunyai kualitas hasil

yang tinggi. Tanaman transgenik mempunyai potensi manfaat yang besar, karena

karena ditengarai dapat meningkatkan produktivitas, memperbaiki gizi, memperbaiki

Page 16: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

kesehatan dengan mengintroduksi vaksin ke dalam tanaman, serta mengurangi

penggunaan pupuk dan pestisida. Saat ini tanaman kedelai dapat dibuat mengandung

lebih banyak protein dan zat besi untuk mengatasi anemia.

Organisme transgenik atau di dunia lebih dikenal sebagai Genetically

Modified Organism (GMO) merupakan organisme yang sudah mengalami pemuliaan

secara genetika dengan mendapatkan sisispan gen baru dengan teknologi rekombinasi

genetika. Pada umumnya prinsip dasarnya adalah dengan mengisolasi DNA

organisme kemudian dimurnikan dan ditransformasikan ke dalam vektor. Setelah itu

ditransfer ke organisme target. Organisme target ini bisa dari jenis yang sama bisa

juga dari spesies yang berbeda. DNA sisipan yang dimasukkan tadi akan

memunculkan sifat baru di dalam organisme tersebut hingga digolongkan sebagai

organisme transgenik.

Secara sederhana tanaman transgenik dibuat dengan cara mengambil gen-gen

tertentu yang baik pada makhluk hidup lain untuk disisipkan pada tanaman,

penyisipaan gen ini melalui suatu vector (perantara) yang biasanya menggukan

bakteri Agrobacterium tumefeciens untuk tanaman dikotil atau partikel gen untuk

tanaman monokotil, lalu diinokulasikan pada tanaman target untuk menghasilkan

tanaman yang dikehendaki. Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini

diantaranya adalah

1. menghambat pelunakan buah (pada tomat).

2. tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus.

3. meningkatkan nilai gizi tanaman, dan

Page 17: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

4. meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem

seperti lahan kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam

yang tinggi.

Teknik Rekayasa Genetika dalam Menghasilkan Tanaman Transgenik

Gen interes yang ditransformasikan ke genom tanaman untuk memperoleh sift

yang diinginkan seperti ketahanan terhadap cekaman biotek, dapat diisolasi dari

berbagai organisme seperti cendawan, bakteri, virus, serangga, binatang, atau

tanaman lain. Gen untuk ketahanan terhadap serangga yang telah diisolasi dari

tanaman adalah cowpea trypsin inhibitor, GNA, yaitu gen yang mengkode snowdrop

lectin Galanthus nivalis agglutinin. Gen tahan serangga yang populer adalah gen Bt

atau gen cry yang diisolasi dari bakteri Bacillus thuringiens. Kata cry adalah

singkatan dari crystal yang mempersentasikan gen dari strain Bt yang memproduksi

protein kristal. Gen ini bekerja seperti insektisida yang dapat mematikan serangga

hama.

Dalam sistem transformasi, gen interes yang akan ditransfer ke tanaman

biasanya diklon terlebihdahulu dalam vektor plasmid yang dapat memperbanyak diri

dalam Agrobacterium tumefaciens atau Eschericia coli. Gen tersebut digabungkan

dengan promoter yang dapat diekspresikan dalam tanaman dan dirangkaikan dengan

terminator yang tepat. Promoter merupakan daerah DNA dimana RNA polynerase

akan menempel untuk memulai proses transkripsi.

1. Tomat Transgenik

Pada pertanian konvensional, tomat harus dipanen ketika masih hijau tapi

belum matang. Hal ini disebabkan karena tomat cepat lunak setelah matang. Dengan

Page 18: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

demikian, tomat memiliki umur simpan yang pendek, cepat busuk dan penanganan

yang sulit. Tomat pada umumnya mengalami hal tersebut karena memiliki gen yang

menyebabkan buah tomat mudah lembek. Hal ini disebabkan oleh enzim

poligalakturonase yang berfungsi mempercepat degradasi pektin.

Tomat transgenik memiliki suatu gen khusus yang disebut antisenescens yang

memperlambat proses pematangan (ripening) dengan cara memperlambat sintesa

enzim poligalakturonase sehungga menunda pelunakan tomat. Dengan mengurangi

produksi enzim poligalakturonase akan dapat diperbaiki sifat-sifat pemrosesan tomat.

Varietas baru tersebut dibiarkan matang di bagian batang tanamannya untuk waktu

yang lebih lama sebelum dipanen. Bila dibandingkan dengan generasi tomat

sebelumnya, tomat jenis baru telah mengalami perubahan genetika, tahan terhadap

penanganan dan ditransportasi lebih baik, dan kemungkinan pecah atau rusak selama

pemrosesan lebih sedikit.

2. Tanaman Transgenik Resiten Hama (Tahan Serangga)

Tanaman-tanaman yang menghasilkan protein protektifnya sendiri dapat

meningkatkan selektivitas kontrol dan mengurangi kerusakan terhadap populasi

serangga non target. Kemajuan dalam rekayasa ketahanan serangga pada tanaman

transgenik telah berhasil dicapai dengan dengan penggunaan gen-gen protein

pengendali serangga dari Bacilus thurigiensis (Bt). Toksin Bt ini berbeda spektrum

aktivitas insektisidalnya. Toksisitas serangga dari gen Bt terletak pada protein yang

besar yang tidak memiliki toksisitas terhadap serangga yang berguna, hewan, dan

manusia. Bentuk aksi toksin Bt ditimbulkan melalui penghambatan transpor ion

melewati membran batas serabut pada serangga yang peka. Bacillus thuringiensis

Page 19: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

menghasilkan protein toksin sewaktu terjadi sporulasi atau saat bakteri membentuk

spora. Dalam bentuk spora, berat toksin mencapai 20% dari berat spora. Apabila

larva serangga memakan spora, maka di dalam alat pencernaan larva serangga

tersebut, spora bakteri pecah dan mengeluarkan toksin. Toksin yang masuk ke dalam

membran sel alat pencernaan larva mengakibatkan sistem pencernaan tidak berfungsi

dengan baik dan pakan tidak dapat diserap sehingga larva mati. Dengan membiakkan

Bacillus thuringiensis kemudian diekstrak dan dimurnikan, makan akan diperoleh

insektisida biologis (biopestisida) dalam bentuk kristal. Pada tahun 1985 dimulai

rekayasa gen dari Bacillus thuringiensis dengan kode gen Bt toksin.

Mekanisme lain juga ada yang dapat memberikan ketahanan pada tanaman

tehadap hama serangga dalam kisaran yang luas. Salah satu mekanisme tersebut

didasarkan pada inhibitor tripsin pada tanaman kacang kapri yang telah berhasil

diklon oleh Hider et al. (1987) yang menggunakan probeoigonukleotida sintetik.

3. Rekayasa Genetik Ketahanan Herbisida

Herbisida telah memungkinkan pengendalian gulma secara ekonomis dan

meningkatkan efisiensi produksi tanaman. Sejumlah herbisida baru memiliki

efektivitas yang tinggi dengan toksisitas yang lebih rendah terhadap hewan serta

degradasi yang cepat setelah penggunaannya. Ketahan herbisida dapat dicapai paling

tidak dengan tiga mekanisme yang berbeda :

1. produksi berlebih target biokimia peka herbisida.

2. Perubahan struktural target biokimia yang mengakibatkan menurunnya

aktifitas herbisida.

Page 20: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

3. Detoksiikasi-degradasi herbisida sebelum mencapai target biokimia di dalam

sel tanaman.

4. Tanaman Transgenik Resisten Penyakit

Perkembangan yang signifikan juga terjadi pada usaha untuk memproduksi

tanaman transgenik yang bebas dari serangan virus. Dengan memasukkan gen

penyandi tanaman terselubung (coat protein) Johnson grass mosaic poty virus

(JGMV) ke dalam suatu tanaman, diharapkan tanaman tersebut menjadi resisten

apabila diserang oleh virus yang bersangkutan. Potongan DNA dari JGMV, misalnya

dari protein terselubung dan protein nuclear inclusion body (Nib) mampu

diintegrasikan pada tanaman jagung dan diharapkan akan menghasilkan tanaman

transgenik yang bebas dari serangan virus. Virus JGMV menyerang beberapa

tanaman yang tergolong dalam famili Graminae seperti jagung dan sorgum yang

menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Gejala yang ditimbulkan dapat

diamati pada daun berupa mosaik, nekrosa atau kombinasi keduanya. Akibat

serangan virus ini, kerugian para petani menjadi sangat tinggi atau bahkan tidak

panen sama sekali.

Ketahanan suatu tanaman terhadap mikroorganisme yang berpotensi sebagai

patogen didasarkan pada faktor biokimia ganda. Di antara yang terpenting adalah

fitoaleksin, suatu molekul antimikroba yang tidak terdapat pada tanaman sehat tetapi

terakumulasi dalam responnya terhadap infeksi mikrobia. Tanaman-tanaman juga

memiliki protein antimikrobial seperti chitinase dan thionin yang merupakan inhibitor

kuat terhadap pertumbuhan jamur. Selain itu ada indikasi bahwa protein yang

Page 21: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

menginaktivasi ribosom berukuran 30 kDa (RIP) dari tanaman barlei ternyata

memiliki aktivitas anti-jamur.

C. Keunggulan Tanaman Rekayasa Genetika (Genetically Modified Organism)

WHO telah meramalkan bahwa populasi dunia akan berlipat dua pada tahun

2020 sehingga diperkirakan jumlah penduduk akan lebih dari 10 milyar. Karena

kondisi tersebut, produksi pangan juga harus ditingkatkan demi menjaga

kesinambungan manusia dengan bahan pangan yang tersedia. Namun yang menjadi

kendala, jumlah sisa lahan pertanian di dunia yang belum termanfaatkan karena

jumlah yang sangat kecil dan terbatas. Dalam menghadapi masalah tersebut,

teknologi rDNA atau Genetically Modified Organism (GMO) akan memiliki peranan

yang sangat penting. Teknologi rDNA dapat menjadi strategi dalam peningkatan

produksi pangan dengan keunggulan-keunggulan sebagai berikut :

Mereduksi kehilangan dan kerusakan pasca panen

Mengurangi resiko gagal panen

Meningkatkan rendemen dan produktivitas

Menghemat pemanfaatan lahan pertanian

Mereduksi kebutuhan jumlah pestisida dan pupuk kimia

Meningkatkan nilai gizi

Tahan terhadap penyakit dan hama spesifik, termasuk yang disebabkan oleh

virus.

Page 22: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Penggunaan Rekayasa Gentika pada Tanaman yang Dikaji dari Sisi Positif. http://lordbroken.wordpress.com/2010/07/23/penggunaan rekayasa-genetika-pada-tanaman genetically modified-organism-dikaji dari sisi-positif/. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2012 pukul 13.24 WITA.

Anonim b, BAB VIII Dasar-dasar Teknologi DNA Rekombinan, http://biomol.wordpress.com/bahan-ajar/dasar-tek-dna-rek/. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2012 pukul 13.26 WITA.

Bahagiawati, Manajemen Resistensi Serangga Hama pada Pertanaman Tanaman Transgenik Bt. Buletin AgroBio. http://biogen.litbang.deptan.go.id/wp/wp-content/uploads/downloads/2012/05/agrobio_4_1_01-08.pdf. 4 (1).

Herman, M,. aplikasi Teknik Rekayasa genetik dalam Perbaikan Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Ketahanan Cekaman Biotek. Buletin Plasma nutfah. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/161107284_1410-4377.pdf. 16 (1).

Nasir, M., 2002. Bioteknologi Potensi dan keberhasilannya dalam Bidang Pertanian. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Rglick, B. dan Pasternak, J. 2003. Molecular Biotechnology Principle and Applications of Recombinant DNA. ASM Press (American Society for Microbiology). Washington.

Page 23: REKAYASA GENETIK DALAM BIDANG PANGAN

BAB III

KESIMPULAN

1. Teknik rekayasa genetik telah diaplikasikan dalam upaya perbaikan sifat sumber

daya genetik tanaman untuk ketahanan terhadap cekaman biotik melalui

teknoilogi DNA rekombinan. Adanya teknik DNA rekombinan ini

memungkinkan perbaikan kualitas dan peningkatan produksi pangan.

2. Pengembangan produksi pangan melalui rekayasa genetics mempunyai beberapa

keunggulan.