12
Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 79 Rekayasa Bahasa Indonesia dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari Dewi Lestari adalah seorang mahasiswa dari Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Lahir pada tanggal 20 November 1988 di kota Serang. Ia memulai studinya pada tahun 2007. Beberapa tulisan yang pernah ditulisnya antara lain “Blackberry: Simbol Semu Peradaban”, “Ketika Sastra Berorasi tentang Korupsi”, dan “Sebuah Dokumentasi Jejak Kaki Korupsi”. Untuk berkorespondensi dengan penulis, dapat melalui alamat [email protected]

Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Embed Size (px)

DESCRIPTION

xxx

Citation preview

Page 1: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 79

Rekayasa Bahasa Indonesia dalam Mempertahankan Identitas Bangsa

Dewi Lestari

Dewi Lestari adalah seorang mahasiswa dari Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Lahir pada tanggal 20 November 1988 di kota Serang. Ia memulai studinya pada tahun 2007. Beberapa tulisan yang pernah ditulisnya antara lain “Blackberry: Simbol Semu Peradaban”, “Ketika Sastra Berorasi tentang Korupsi”, dan “Sebuah Dokumentasi Jejak Kaki Korupsi”. Untuk berkorespondensi dengan penulis, dapat melalui alamat [email protected]

Page 2: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Volume 1, Desember 201080

Rekayasa Bahasa Indonesia dalam Mempertahankan Identitas Bangsa

Dewi Lestari

Abstract

The language indicated a nation. As a big nation, Indonesian nation must keep Indonesian language as a unity and integrity language. The language is one of the important factors because it is a nation’s identity. Indonesian language is not something that is given without effort. Succeeded in obtaining skill language needs study process. For be up against challenge language globalization, Indonesian must prepare various way to keep Indonesia’s defense. The objective of the essay is to give idea by analyzing the Indonesia language problems and describe the step that we can do to solve that challenge. Problem solver that given in this essay is language engineering. Language engineering in this essay idea is especially used for students in university.

Keywords: bahasa Indonesia (Indonesian language); bangsa (nation); persatuan (unity) ; rekayasa bahasa (language engineering).

Page 3: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 81

PENDAHULUANKeindonesiaan: antara yang jatuh

dari langit dan yang harus di raih. Kalimat tersebut pernah dituliskan Dede Oetomo dalam sekapur sirih Jagat Bahasa Nasional (2004; XX). Keindonesiaan bangsa ini dapat terlihat jelas dari anugerah luar biasa yang menjadi pilar kebesaran bangsa yaitu bahasa. Bahasa menjadi tolok ukur keindonesiaan karena bahasa merupakan manifestasi identitas diri suatu bangsa. Bangsa Indonesia saat ini mengalami krisis percaya diri terhadap bahasa yang mempersatukan heterogenitas bangsa Indonesia. Butir-butir Sumpah Pemuda yang menjujung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan terkikis habis oleh abrasi globalisasi yang juga menyerang ketahanan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Berbagai serangan bahasa asing terus membombardir Indonesia tanpa pernah lelah. Gaung globalisasi yang didengungkan di berbagai penjuru negeri membuat bangsa Indonesia menjadi latah dalam berbahasa. Bahkan, istilah dalam bahasa asing ditelan bulat-bulat tanpa memperhatikan kaidah yang benar hanya untuk memenuhi rasa haus pujian karena ingin dianggap kekinian atau sekadar ingin menunjukkan aroganitas berbahasa. Kondisi ini menyebabkan bahasa Indonesia semakin tenggelam dalam samudera kata-kata asing dan membuat penutur bahasa Indonesia semakin terasing dari bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Dalam upaya menjawab tantangan yang menyerang ketahanan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan identitas bangsa, dibutuhkan adanya perencanaan, perancangan,

dan tindakan konkret untuk mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang dibanggakan penuturnya. Oleh karena itu, gagasan-gagasan yang muncul untuk turut andil menyelesaikan masalah ini perlu mendapat ruang apresiasi dari berbagai pihak demi keberlangsungan dan perkembangan bahasa Indonesia di antara nafas kehidupan bahasa-bahasa di dunia. Salah satu manifestasi dari sebuah usaha dalam menyumbangkan solusi untuk mengatasi masalah ini yaitu melalui deretan kata-kata dalam tulisan ini.

TUJUAN PENULISANTulisan ini dibuat tentu bukan

tanpa maksud dan tujuan. Ada sebuah harapan, gagasan, dan ruh yang ingin ditiupkan untuk kehidupan bahasa Indonesia di tanah kelahirannya. Sebuah cita-cita besar akan bahasa nasional yang mampu menjadi pemersatu bangsa, penguat ketahanan bangsa, dan menjadi sesuatu yang dibanggakan penuturnya sebagai bangsa Indonesia. Gagasan yang diutarakan dalam tulisan ini tidak akan bermakna dan tidak akan memiliki nilai guna sedikit pun jika berakhir pada rangkaian kata tanpa tindak lanjut yang nyata. Oleh karena itu, dengan segenap semangat yang membuncah memenuhi rongga dada, mari bersama-sama kita berada pada garda terdepan membangun bangsa melalui keluhuran bahasa Indonesia.

Ketertiban berbahasa menunjukkan ketertiban dalam berpikir, begitu pula dalam penulisan jurnal ini. Ada sistematika penulisan yang digunakan dalam menyajikan tulisan ini agar gagasan dapat tersampaikan

Page 4: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Volume 1, Desember 201082

secara sistematis. Tulisan ini dibuka dengan gambaran umum topik yang akan diangkat pada bagian abstrak. Kemudian latar belakang masalah, tujuan, dan sistematika penulisan terangkum secara singkat pada pendahuluan. Bagian berikutnya sudah menyentuh bagian tulisan pokok yang terbagi dalam subbagian agar lebih mudah memaparkan pembahasan dan solusi yang ditawarkan. Terakhir, tulisan ditutup dengan kesimpulan dan saran untuk melengkapi tulisan agar menjadi kesatuan yang utuh.

PEMBAHASANBahasa Indonesia dan Bahasa Asing: Berbaur, tetapi tidak bercampur

Bergaul dengan masyarakat internasional bukan berarti menggadaikan harga diri bahasa nasional karena bahasa menunjukkan bangsa. Sebagai sebuah bangsa yang besar, Indonesia tentu memiliki regulasi dan cara-cara arif dalam menumbuhkembangkan dan mempertahankan bahasa Indonesia. Desakan bahasa asing yang menerobos bahasa Indonesia harus kita sikapi dengan lebih cerdas dan hati-hati, bukan kita serap dengan daya kapilaritas tinggi tanpa adanya penyelarasan dengan bahasa Indonesia.

Realitas yang menunjukkan keberadaan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi merupakan fenomena sosiokultural dan antropokultural yang menarik. Dalam waktu yang relatif singkat, bahasa Indonesia telah mencapai kemajuan yang cukup pesat, baik dilihat dari pertambahan kosakata, istilah, maupun

dari perkembangan kreativitas gaya bahasa. Bukan hanya itu, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang efektif dan lingua franca yang menjadi unsur pemersatu heterogenis khazanah bahasa dan budaya Indonesia.

Eksistensi bahasa Indonesia lebih begitu terasa di daerah-daerah yang memiliki tingkat heterogenitas bahasa yang cukup tinggi, seperti Papua. Kondisi alam yang dibalut hutan dan bentangan sungai-sungai besar yang memisahkan satu tempat dengan tempat lain membuat masyarakat Papua terisolasi dan tidak bisa berinteraksi sehingga mereka membentuk koloni-koloni masyarakat. Oleh karena itu, antara satu desa dengan desa yang lain memiliki bahasa yang berbeda-beda sehingga tidak heran jika jumlah bahasa suku yang tumbuh di Papua cukup subur. Banyaknya bahasa suku yang ada di Papua menimbulkan interaksi yang sulit di masyarakat. Akan tetapi, kesulitan ini dapat diatasi karena adanya bahasa Indonesia yang digunakan masyarakat Papua sebagai bahasa pergaulan dan bahasa persatuan.

Fenomena bahasa Indonesia di Papua sebagai bahasa pemersatu dalam perbedaan bahasa suku ternyata tidak dirasakan masyarakat Indonesia yang lainnya. Di penjuru bumi pertiwi yang lain fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan justru mulai diragukan oleh sebagian besar penuturnya. Akibatnya pemakaian bahasa asing atau pencampuran bahasa Indonesia dengan bahasa asing secara tidak beretika semakin meluas. Di samping itu, sikap dan penilaian masyarakat Indonesia terhadap bahasa Indonesia masih cenderung negatif. Perwujudan

Page 5: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 83

dari sudut pandang masyarakat Indonesia terhadap bahasanya tidak terlepas dari anggapan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa alamiah yang mudah dipelajari, bahasa Indonesia hanya digunakan sebagai sarana komunikasi, dan bahasa Indonesia kurang bergengsi dibandingkan dengan bahasa internasional (2003). Bingkai pemikiran seperti inilah yang membuat masyarakat Indonesia enggan mengenali dan menggali bahasanya lebih dalam dan lebih suka berbahasa keinggris-inggrisan atau bahasa asing lainnya.

Kita tidak perlu mengimpor kata-kata asing secara berlebihan dalam struktur bahasa yang kita gunakan. Untuk membendung kata-kata asing, dapat dilakukan penggalian padanan kata dalam bahasa Indonesia sehingga Indonesia tetap bergaul di kancah internasional dan mewarani dinamika hidup global, tetapi tetap menjaga jati dirinya sebagai sebuah bangsa. Tidak perlu merasa khawatir akan sulitnya menemukan padanan kata dalam bahasa Indonesia karena Indonesia kaya kosakata. Berbagai bahasa asing dan bahasa daerah sudah memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia. Bukan hanya itu, proses penyerapan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia telah memiliki formula morfologi tersendiri. Oleh kaena itu, masyarakat tidak perlu khawatir akan kesulitan menemukan padanan kata bahasa asing dalam bahasa Indonesia.

Saat ini, kosakata bahasa Indonesia berkembang demikian cepat. Kamus Besar Bahasa Indonesia terus menerus direvisi dalam edisi terbaru dan dikembangkan sejalan dengan perkembangan bahasa Indonesia di

tengah gempuran bahasa asing yang mengepung dari berbagai penjuru. Bukan hanya itu, muncul pula beraneka kamus istilah bahasa Indonesia di beragam bidang. Kamus-kamus ini semakin memperkaya khazanah inventarisasi bahasa Indonesia dan mempermudah penutur bahasa Indonesia memepelajari lebih dalam bahasanya. Akan tetapi, kemajuan ini tidak disambut hangat oleh masyarakat Indonesia. Sikap masyarakat justru berbanding terbalik dengan prestasi gemilang yang digenggam dunia bahasa Indonesia saat ini. Kenyataan pahit yang ada adalah masyarakat Indonesia tidak mau dan tidak merasa perlu mempelajari bahasa Indonesia lebih mendalam karena merasa cukup dengan kemampuan bahasa Indonesia sekarang dan menganggap bahasa Indonesia tidak lebih istimewa dari bahasa asing seperti bahasa Inggris. Selain itu, yang terpatri dalam pikiran bangsa Indonesia yaitu perjuangan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan hanyalah sebatas pada momentum Sumpah Pemuda, selebihnya generasi penerus menerima bahasa Indonesia sebagai sebuah pemberian dari lelulur yang didapatkan begitu saja.

Romantisisme Masa Lalu Bahasa Indonesia

Bahasa adalah warisan leluhur. Pernyataan tesebut memang benar. Namun, bukan serta merta menganggap bahwa para ahli waris dengan mudah menerima bahasa laiknya menerima warisan harta atau benda lainnya dari leluhur tanpa melalui proses belajar. Pemahaman seperti ini jelas tidaklah benar.

Page 6: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Volume 1, Desember 201084

Tidak sedikit bangsa Indonesia yang tidak pernah mempertanyakan keindonesiaannya. Bahasa Indonesia yang kita kenal sejak kecil menjadi sesuatu yang dianggap hasil pemberian dari leluhur yang diwariskan turun-temurun tanpa proses belajar secara sungguh-sungguh. Tampaknya keberhasilan generasi muda masa silam merintis bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan masih menjadi kenangan kejayaan yang melekat di benak bangsa Indonesia. Namun, kenangan itu tinggallah kenangan. Belum terlihat upaya konkret yang dilakukan generasi penerusnya untuk mempertahankan dan menumbuhkembangkan bahasa Indonesia secara signifikan.

Mungkin bangsa ini harus berkaca pada bangsa Perancis yang begitu bangga dengan bahasa nasionalnya. Di Perancis, seorang resepsionis hotel tidak mau memberikan pelayanan pada konsumennya jika sang konsumen tidak menggunakan bahasa Perancis. Begitu bangganya bangsa Perancis terhadap bahasanya sehingga peraturan-peraturan yang dibuat pun mendukung keberadaan dan perkembangan bahasa Perancis. Semangat dan kebanggaan seperti inilah yang seharusnya diadopsi bangsa Indonesia.

Bahasa tidaklah begitu saja turun dari langit, tetapi harus diselami dan diraih dengan proses belajar. Sumpah Pemuda yang diikrarkan 28 Oktober 1928 silam yang memproklamasikan bahwa bahasa persatuan Indonesia adalah bahasa Indonesia tidaklah cukup sekadar dikenang dalam dokumentasi perjalanan bangsa ini. Tidak ada jaminan otomatis bahwa bahasa persatuan yang dinyatakan dalam

Sumpah Pemuda tersebut akan begitu saja mempersatukan Indonesia. Tanpa adanya upaya dalam menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidahnya, maka harapan bahwa bahasa Indonesia benar-benar sebagai bahasa persatuan akan menjadi utopia belaka yang digantung tinggi-tinggi tanpa tersentuh siapa pun untuk merealisasikannya.

Bahasa tidak bisa diturunkan dari sutu generasi ke generasi berikutnya tanpa adanya proses belajar. Dalam literatur teori pendidikan bahasa yang ditulis Herudjati Purwoko dan Ignatia M. Hendrarti (2004), ada dua kata kunci yang menggambarkan proses belajar bahasa, yaitu proses pemerolehan dan proses pembelajaran bahasa. Kedua hal tersebut masih terbalut dalam proses belajar yang tidak bisa diabaikan generasi pewaris.

Pemerolehan bahasa merupakan proses mempelajari bahasa secara informal sebagai kebutuhan sarana komunikasi yang riil dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, bahasa dianggap sebagai salah satu faset penting dalam kehidupan sosial-budaya yang digunakan untuk berkomunikasi dan sosialisasi dengan masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut. Sedangkan, pembelajaran bahasa merupakan proses mempelajari bahasa yang dilakukan secara formal yang biasanya dilandasi alasan untuk menguasai bahasa kedua atau bahasa asing. Kedua proses belajar bahasa tersebut menjadi bukti nyata bahwa bahasa bukanlah sebuah pemberian yang jatuh dari langit yang dapat digunakan begitu saja. Akan tetapi, bahasa merupakan sesuatu yang harus diraih dan diusahakan dengan proses

Page 7: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 85

belajar.

Politik Bahasa NasionalBerbicara masalah proses

belajar dan pendidikan bahasa tentu bersinggungan dengan politik bahasa nasional. Kata ”politik” yang di maksud di sini bukanlah dunia politik yang berkenaan dengan tata negara, melainkan mengarah pada kebijakan penanganan masalah kebahasaan dan kesusastraan Indonesia secara nasional. Politik bahasa nasional bukanlah sesuatu yang baru bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal 29-31 Oktober 1974 telah diadakan Praseminar Politik Bahasa Nasional di Jakarta dan seminarnya dilaksanakan pada tanggal 25-28 Februari 1975. Inti dari kedua pertemuan tersebut adalah membicarakan perencanaan dan perumusan kerangka dasar kebijakan bahasa Indonesia.

Pengolahan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional seyogyanya haruslah menyeluruh. Dalam menentukan kebijakan bahasa tentu harus dilihat dari berbagai sisi karena bahasa juga beririsan dengan ekonomi, sosial, budaya, bahkan pertahanan dan keamanan negara. Dengan cakupan tinjauan yang luas dalam menentukan kebijakan, maka akan membuat bahasa Indonesia lebih mudah diterima keberadaannya dan lebih kokoh kedudukannya. Lebih dari itu, kebijakan bahasa nasional yang terencana, terarah, dan terperinci membuat bahasa Indonesia dapat diperlakukan dan digunakan sebagaimana mestinya di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, dengan politik bahasa nasional maka akan lebih mudah menempatkan bahasa Indonesia pada posisi yang

tepat sesuai semangat yang dikobarkan dalam Sumpah Pemuda.

Perencanaan yang telah dibuat dalam politik bahasa nasional tidak dibuat untuk ditinggalkan menjadi tumpukkan perkamen usang yang dilindas zaman. Perlu adanya tindak lanjut yang konkret dari berbagai pihak untuk merealisasikan perencanaan yang telah dibuat dalam peta politik bahasa nasional. Dalam mewujudkan perencanaan politik bahasa ini tidak bisa dikerjakan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, merupakan suatu kewajiban bagi generasi penerus untuk memperjuangkan bahasa Indonesia sesuai dengan perencanaan dalam politik bahasa nasional yang telah diperjuangkan sebelumnya. Bahkan, perjuangan ini sedikitnya telah membuahkan hasil hingga bahasa Indonesia bisa berkembang sampai seperti sekarang ini. Tidak lain dan tidak bukan, ini semua merupakan buah dari keberhasilan dari rencana politik bahasa nasional yang telah diperjuangkan dengan berhiaskan berbagai tantangan yang menghadang.

Jika membuka lembaran sejarah perkembangan bahasa Indonesia, cukup banyak pakar linguistik seantero jagat yang berpendapat bahwa bahasa Indonesia merupakan hasil perencanaan bahasa yang sangat sukses. Joshua A. Fishman, salah satu ahli perencanaan bahasa dari Amerika Serikat (2004: 22--23) yang mengemukakan pendapat dan memberikan apresiasinya terhadap prestasi perkembangan bahasa Indonesia yang begitu pesat dalam artikelnya yang bertitel ”Sociolinguistic Foundation of Bilingual Education”. Lebih jauh lagi, setali tiga uang dengan pendapat Fishman, Alisjahbana (1976)

Page 8: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Volume 1, Desember 201086

juga mengutarakan pendapatnya dalam Language Planning and Modernization: The Case of Indonesia and Malaysia yang menyatakan bahwa perencanaan dan pengembangan bahasa merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilakukan setiap bangsa. Untuk menciptakan mekanisme yang sistematis dalam pengembangan bahasa, diperlukan sarana yang dapat digunakan sebagai media tumbuh-kembang bahasa. Menurut Alsjahbana, pendidikan dan media merupakan sarana pengembangan bahasa yang paling efektif di negara berkembang seperti di Indonesia untuk melakukan rekayasa bahasa.

Rekayasa Bahasa Karut marut penggunaan

bahasa Indonesia begitu mengancam pertahanan bangsa ini sebagai sebuah negara yang berdaulat. Perlu adanya tindakan yang tepat dan berkala untuk menyelamatkan bahasa Indonesia. Seperti halnya arsitek yang merancang sebuah bangunan, pengembangan bahasa Indonesia pun memerlukan perancangan dan perencanaan bahasa yang sering disebut oleh Alisjahbana dengan istilah language engineering tatkala menulis dalam bahasa Inggris. Monumen keberhasilan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan pertahanan bangsa harus dirancang kembali melalui politik bahasa nasional yang merencanakan arah perkembangan bahasa melalui rekayasa bahasa.

Rekayasa bahasa adalah penerapan rancangan dalam konstruksi bahasa yang dikembangkan sesuai dengan tujuan tertentu. Berdasarkan pendapat Alisjahbana (2004), pendidikan

dan media merupakan dua lahan subur untuk menumbuhkembangkan bahasa Indonesia. Akan tetapi, pendidikan menjadi sarana yang paling tepat untuk mengembangkan bahasa dibandingkan dengan media. Ada beberapa alasan yang membuat sarana pendidikan menjadi penting bagi pertumbuhan bahasa. Pertama, sejak 1970-an pemerintah telah menentukan kebijakan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang dimuat dalam undang-undang dasar negara. Pemerintah pula menetapkan bahwa bahasa pengantar resmi dalam dunia pendidikan adalah bahasa Indonesia. Bukan hanya itu, bahasa Indonesia juga secara resmi digunakan dalam pengembangan kebudayaan, pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi modern perhubungan pemerintahan, dan bahasa resmi negara. Alasan tersebut semakin memperjelas dan menjadi bukti nyata bahwa bahasa Indonesia akan hidup subur dan selalu dipupuk di dunia pendidikan. Kondisi tersebut kemudian semakin diperkuat dengan kebijakan pemerintah dalam hubungan antara bahasa dan pendidikan nasional yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1976. Ketetapan tersebut memuat butir yang berbunyi: ”Pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia ditingkatkan dan diperluas sehingga mencapai masyarakat luas” (2004).

Alasan kedua pendidikan menjadi tempat yang tepat dalam menumbuhkan dan mengembangkan bahasa Indonesia yaitu bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar pendidikan dan bahasa yang dipakai dalam buku teks. Ketiga, dalam situasi sosial-politik yang

Page 9: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 87

bergejolak, pendidikan relatif stabil untuk mendukung pengembangan bahasa. Akan tetapi, alasan-alasan tersebut bukan pula bermakna bahwa andil media massa sebagai lahan tumbuh-kembang bahasa menjadi tidak penting.

Media massa memiliki peranan yang besar dalam mendidik masyarakat melalui penyebaran bahasa yang digunakan. Namun, jarang sekali tata bahasa benar-benar digunakan di berbagai media massa, kecuali pada jurnal-jurnal ilmiah. Hal ini membuat pengembangan bahasa melalui media massa menjadi kurang efektif. Oleh karena itu, cukup logis jika menarik benang merah bahwa pendidikan menjadi media yang tepat untuk mengembangkan bahasa Indonesia dan membuat rekayasa bahasa Indonesia berjalan terarah.

Langkah Nyata Mengembangkan dan Mempertahankan Bahasa Indonesia

Argumentasi yang menguatkan bahwa pendidikan merupakan lahan basah pengembangan bahasa Indonesia perlu dilanjutkan dalam wujud konkret agar gagasan tersebut tidak sebatas buah pemikiran yang membuncah atau sekadar deretan kata-kata di atas kertas. Sebagai bagian dari kaum intelektual, mahasiswa menjadi tonggak perjuangan pengembangan bahasa Indonesia. Politik bahasa Indonesia yang diimplementasikan dalam rekayasa bahasa melalui mahasiswa akan lebih efektif karena mahasiswa masih bergerak dalam dunia pendidikan dan berperan sebagai agen perubahan.

Salah satu target keberhasilan yang ingin dicapai dalam peta politik bahasa nasional adalah menumbuhkembangkan

dan menghidupkan tata bahasa, ejaan, dan kosakata di tengah-tengah masyarakat. Cita-cita ini dapat diwujudkan dalam rancangan rekayasa bahasa yang efektif dan aplikatif melalui kancah dunia pendidikan. Tentu saja pelajar, khususnya mahasiswa, bisa menjadi objek sekaligus subjek dari proses rekayasa bahasa Indonesia yang tepat karena pelajar memiliki latar belakang dunia pendidikan yang notabene-nya tempat yang subur untuk mengembangkan bahasa.

Pada umumnya, sekolah-sekolah di Indonesia dari tingkat dasar hingga menengah atas sudah memasukkan bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran wajib, meskipun tidak dapat dipungkiri masih banyak kekurangan yang harus dibenahi baik dalam konsep maupun metode pembelajaran. Akan tetapi, hal ini masih lebih baik karena masih ada upaya nyata dalam belajar dan mengajarkan bahasa Indonesia secara sungguh-sungguh pada ranah pendidikan formal. Namun, tidak demikian dengan pendidikan tinggi.

Di tingkat pendidikan tinggi, biasanya bahasa Indonesia hanya dipelajari sepintas saja. Padahal, mahasiswa diwajibkan mengerjakan semua tugas-tugas kuliah dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bukan hanya itu, saat presentasi mahasiswa dituntut untuk berbicara sesuai kaidah. Ini semua menjadi tuntutan yang tidak logis. Bagaimana mungkin mahasiswa dapat memenuhi semua tuntutan tersebut jika proses pembekalan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat minim diberikan dan tidak difasilitasi oleh

Page 10: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Volume 1, Desember 201088

kebijakan pendidikan kampus. Bukankah bahasa merupakan sesuatu yang harus diraih dengan proses belajar dan bukan pemberian yang didapatkan begitu saja.

Mata kuliah bahasa Indonesia harus tetap diberikan pada semua jurusan di perguruan tinggi. Tidak cukup mengandalkan kemampuan berbahasa dan ilmu bahasa Indonesia yang telah kita pelajari di bangku sekolah karena bahasa Indonesia terus berkembang dan digunakan di berbagai celah kehidupan. Rekayasa bahasa yang dilakukan dengan cara memasukkan bahasa Indonesia ke dalam daftar mata kuliah yang wajib diikuti mahasiswa di semua jurusan menjadi tantangan tersendiri dalam membumikan bahasa di pendidikan tinggi. Akan tetapi, perjuangan tidak berhenti sampai di situ. Pengajar bahasa Indonesia pun perlu dilatih dan dibekali kembali metode pengajaran bahasa Indonesia yang efektif karena tidak semua pengajar mengetahui dan memahami teknik mengajar bahasa Indonesia untuk penutur aslinya. Dengan adanya pelatihan ini, para pengajar pun bisa berbagi cara-cara menarik dalam mengajarkan bahasa Indonesia kepada mahasiswa. Sepintas perbaikan metode pengajaran bahasa Indonesia terdengar klise dan remeh. Namun, justru kerikil-kerikil seperti inilah yang harus mendapatkan perhatian karena dapat menjatuhkan siapa saja yang tidak berhati-hati dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar.

Sebut saja Garin Nugroho, seorang sutradara ternama yang merasakan pertama kali jatuh cinta pada bahasa Indonesia karena cara mengajar sang guru yang dianggapnya unik dan mampu menarik perhatian semua mata

yang berada di ruang kelas. Jejak sejarah pembelajaran bahasa Indonesia ketika sekolah tersebut masih begitu membekas untuk seterusnya cita rasa kebahasaan Garin menjadi lebih peka. Minat membaca dan menulis yang dirangsang gurunya terus ia lakukan bahkan sampai ia menjadi sarjana film, sarjana hukum, dan sekarang lebih dikenal sebagai sutradara. Bukankah pengalaman tersebut menjadi saksi sejarah dan pembelajaran bersama bahwa pengajaran bahasa yang menarik akan memberikan daya pikat dan hasil yang luar biasa dirasakan seseorang hingga sepanjang hayatnya. Apabila rasa cinta terhadap bahasa Indonesia yang dirasakan Garin ditangkap dan dirasakan pula sepenuh hati oleh seluruh pelajar atau mahasiswa yang menyandang gelar agent of change, tentu Indonesia tidak perlu khawatir dengan ketahanan bahasa dan bangsanya.

Untuk menghasilkan lulusan yang cakap berbahasa, materi bahasa yang diberikan diperguruan tinggi harus aktual agar dapat merespon perubahan zaman yang serba cepat karena kehidupan sehari-hari bahasa Indonesia terus berkembang. Namun, bahasa yang berkembang bukanlah bahasa yang baik dan benar seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah akibat sentuhan kemajemukan budaya baik di tataran lokal, nasional, maupun global. Akhirnya realitas ini melebar menjadi jurang antara dunia pendidikan dan dunia realitas (2003). Oleh karena itu, mengajarkan bahasa Indonesia dengan menyisipkan fenomena perkembangan bahasa yang aktual membuat mata kuliah bahasa Indonesia terasa manfaatnya dan membuat mahasiswa merasa

Page 11: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 89

membutuhkan mata kuliah tersebut. Realitas berbahasa yang dapat

ditemukan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari seperti fenomena penulisan SMS yang disingkat, kesalahan penulisan atau kesalahan penggunaan kata dalam media massa, atau fenomena berbahasa lainnya akan menjadi topik yang menarik dibahas di dalam kelas. Dengan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan, mahasiswa akan perlahan mencintai dan bangga pada bahasa Tanah Airnya.

KESIMPULANKeutuhan bahasa Indonesia

sebagai bahasa persatuan dan pertahanan bangsa bukan semata-mata hasil pemberian tanpa proses belajar. Eksistensi mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan identitas bangsa membutuhkan perjuangan dan pembelajaran yang ditanamkan pada generasi muda penerus bangsa. Bukanlah cara yang bijak jika masyarakat memandang bahasa Indonesia sebagai bahasa kelas dua dibandingkan bahasa asing lainnya. Sudah seharusnya bangsa ini bangga dengan bahasa yang telah menyatukan heterogenitas bangsa hingga kerukunan berbahasa bisa kita rasakan hingga detik ini.

Mengingat akan ada banyak tentangan yang menghadang dalam mengembangkan dan mempertahankan bahasa Indonesia, maka diperlukan kebersamaan dan kontinuitas dalam merealisasikan cita-cita luhur yang telah dirancang melalui rekayasa bahasa. Akhirnya, diperlukan peneguhan komitmen dan pembaharuan tekad untuk bersama-sama menumbuhkembangkan

bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Bahasa Indonesia adalah bahasa perjuangan. Bahasa yang diraih dengan proses belajar, bukan semata-mata hasil pemberian.

Page 12: Rekayasa Bahasa Indonesia Dalam Mempertahankan Identitas Bangsa Dewi Lestari

Volume 1, Desember 201090

DAFTAR ACUAN

Alisjahbana, S. Takdir. 1988. Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia. Dian Rakyat: Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. Balai Pustaka: Jakarta.

Halim, Anwar (Ed.). 1981. Bahasa dan Pembangunan Bangsa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.

Ikram, Achdiati (Ed.). 1988. Bunga Rampai Bahasa, Sastra, dan Budaya. Intermasa: Jakarta.

Purwoko, Harudjati, Hendrarti. 2004. Rekaya Bahasa dan Sastra Nasional. Masscom Media: Semarang.

Pusat Bahasa dan Pendidikan Nasional dan Koperasi Jurnalis Independen. 2003. Jagat Bahasa Nasional. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.

Usman, Zuber. 1960. Kedudukan Bangsa dan Bahasa Indonesia. Gunung Agung: Jakarta.