Upload
fiky-rahman
View
56
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gaul
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan
aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada
struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga
timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastole. Stenosis mitral
merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kongestif di Negara-
negara berkembang pada masyarakat yang memiliki riwayat penyakit
demam rematik.
Dahulu penyakit jantung pada wanita dengan kehamilan
merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas. Dengan kemajuan
diagnostik, pengobatan medik dan surgical dalam penatalaksanaan
penyakit jantung, secara nyata telah menurunkan morbiditas dan mortalitas
penderita penyakit jantung. Tindakan surgical pada penderita penyakit
jantung semasa kanak-kanak menyebabkan sebagian besar wanita
berpenyakit jantung dapat mengalami kehamilan dan melahirkan.
Meskipun demikian beberapa hal yang dihadapi wanita berpenyakit
jantung yang mengalami kehamilan masih menjadi masalah, karena dapat
mengancam jiwa si ibu dan mempengaruhi keadaan janin.
Hampir semua kelainan kardiovaskular, baik yang bawaan maupun
yg di peroleh, baik yang organic maupun yang fungsional, dapat dijumpai
pada wanita hamil, hanya frekuensi masing-masing tidak sama. Freekuensi
penyakit jantung dalam kehamilan kira-kira 1-4 %: yang tersering ialah
penyakit jantung akibat demam rhematik.
Mitral stenosis (MS) merupakan bagian terbesar dari penyakit
jantung rematik dalam kehamilan. Kehamilan akan memperbesar
terjadinya komplikasi dari MS berupa udema paru dan atrial fibrilasi.
Komplikasi dapat terjadi pada kehamilan, persalinan, ataupun dalam masa
1
nifas. Kejadianya dapat terjadi tiba-tiba setelah persalinan tanpa
memberikan gejala awal lebih dahulu
Saryadi dan Samil di RSCM mendapatkan 31 dari 39 (79,48%)
kasus penyakit jantung dalam kehamilan adalah dengan kelainan katub
kronik, dimana 96,77% dengan kelainan katub mitral, dan 87,09% dengan
kelainan dasar stenosis katub mitral. Sebagian besar kasus berada dalam
kelompok kurun reproduksi sehat yaitu 20-29 tahun dengan paritas 0-1. Di
sini tampak bahwa peran Keluarga Berencana cukup besar untuk dapat
menurunkan kejadian penyakit jantung dalam kehamilan. Dalam tahun-
tahun terakhir sering pula dijumpai pula kelainan jantung bawaan.
Kehamilan dengan penyakit jantung merupakan salah satu
penyebab kematian maternal non-obstetri yang cukup penting. Angka
kejadian kehamilan dengan penyakit jantung bervariasi antara 0,4-4,1%.
Dengan berkurangnya kejadiaan rheumatic heart dissease dan semakin
baiknya penanganan penyakit jantung kongenital pada masa anak-anak
atau remaja, maka kebanyakan jenis penyakit jantung pada kehamilan
adalah penyakit jantung kongenital maupun sekuele yang ditinggalkann.
Mengingat pentingnya penanganan yang tepat pada kehamilan dengan
penyakit mitral stenosis , maka pada penulisan ini akan dibahas tentang
etiologi, diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi kelainan jantung
mitral stenosis serta hubunganya dengan kehamilan.
B. TUJUAN
Mengetahui tentang stenosis mitral pada kehamilan mulai dari definisi,
diagnosis hingga penatalaksanaannya.
C. MANFAAT
Memberikan informasi secara komprehensif mengenai stenosis mitral pada
kehamilan serta penatalaksanaannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Stenosis mitral merupakan kelainan kardiovaskular dimana terjadi
gangguan aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya
perubahan pada struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan
pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat
diastol. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan
lubang katub mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal.
B. ETIOLOGI
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis
reumatik, akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi
streptokokkus. Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit
jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral
kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus (SLE), deposit
amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s
disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta
kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses
degenerative.
Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan.
Bayi yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2
tahun, kecuali jika telah menjalani pembedahan. Miksoma (tumor jinak di
atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika
melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis
katup mitral.
C. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diberbagai tempat di
Indonesia, penyakit jantung valvular menduduki urutan ke-2 setelah
3
penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit
jantung. Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan
angka 13,94% dengan penyakit katup jantung. Sedangkan di negara-
negara maju, insidens dari stenosis telah menurun karena berkurangnya
kasus demam rematik sedangkan di negara-negara yang belum
berkembang cenderung meningkat. Katup mitral adalah katup jantung
yang paling banyak terkena pada pasien dengan penyakit jantung rematik.
Dua pertiga pasien kelainan ini adalah wanita. Gejala biasanya timbul
antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula nampak sejak lahir,
tetapi jarang sebagai defek tunggal. Mitral stenosis kongenital lebih sering
sebagai bagian dari deformitas jantung kompleks.
D. PERUBAHAN KARDIOVASKULAR PADA KEHAMILAN
Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami
perubahan fisiologik dan anatomik pada berbagai system organ yang
berhubungan dengan kehamilan akibat terjadi perubahan hormonal
didalam tubuhnya. Perubahan yang terjadi dapat mencakup system
gastrointestinal, respirasi, kardiovaskuler, urogenital, muskuloskeletal dan
saraf. Perubahan yang terjadi pada satu sistem dapat saling memberi
pengaruh pada sistem lainnya dan dalam menanggulangi kelainan yang
terjadi harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi pada masing-
masing system. Perubahan ini terjadi akibat kebutuhan metabolik yang
disebabkan kebutuhan janin, plasenta dan rahim.
Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami
kehamilan termasuk system kardiovaskuler akan memberikan gejala dan
tanda yang sukar dibedakan dari gejala penyakit jantung. Keadaan ini yang
menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada saat
kehamilan.
4
1. Perubahan hemodinamik
Pada wanita hamil akan terjadi probahan hemodinamik karena
peningkatan volume darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak
trimester pertama dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32-
34 minggu dan menetap sampai aterm. Sebagian besar peningkatan
volume darah ini menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim,
mammae, ginjal, otot polos dan system vascular kulit dan tidak
memberi beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat. Peningkatan
volume plasma (30-50%) relatif lebih besar dibanding peningkatan sel
darah (20-30%) mengakibatkan terjadinya hemodilusi dan menurunya
konsentrasi hemoglobin. Peningkatan volume darah ini mempunyai 2
tujuan yaitu pertama mempermudah pertukaran gas pernafasan,
nutrien dan metabolit ibu dan janin dan kedua mengurangi akibat
kehilangan darah yang banyak saat kelahiran.
Peningkatan volume darah ini mengakibatkan cardiac output
saat istirahat akan meningkat sampai 40%. Peningkatan cardiac output
yang terjadi mencapai puncaknya pada usia kehamilan 20 minggu.
Pada pertengahan sampai akhir kehamilan cardiac output dipengaruhi
oleh posisi tubuh. Sebagai akibat pembesaran uterus yang mengurangi
venous return dari ekstremitas bawah. Posisi tubuh wanita hamil turut
mempengaruhi cardiac output dimana bila dibandingkan dalam posisi
lateral kiri, pada saat posisi supinasi maka cardiac output akan
menurun 0,6 l/menit dan pada posisi tegak akan menurun sampai 1,2
l/menit. Umumnya perubahan ini hanya sedikit atau tidak memberi
gejala, dan pada beberapa wanita hamil lebih menyukai posisi
supinasi. Tetapi pada posisi supinasi yang dipertahankan akan
memberi gejala hipotensi yang disebut supine hypotensive syndrome
of pregnancy. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki
posisi wanita hamil miring pada salah satu sisi, Perobahan
hemodinamik juga berhubungan dengan perobahan atau variasi dari
cardiac output. Cardiac output adalah hasil denyut jantung dikali
5
stroke volume. Pada tahap awal terjadi kenaikan stroke volume
sampai kehamilan 20 minggu. Kemudian setelah kehamilan 20
minggu stroke volume mulai menurun secara perlahan karena
obstruksi vena cava yang disebabkan pembesaran uterus dan dilatasi
venous bed. Denyut jantung akan meningkat secara perlahan mulai
dari awal kehamilan sampai akhir kehamilan dan mencapai puncaknya
kira-kira 25 persen diatas tanpa kehamilan pada saat melahirkan.
Cardiac output juga berhubungan langsung dengan tekanan
darah merata dan berhubungan terbalik dengan resistensi vascular
sistemik. Pada awal kehamilan terjadi penurunan tekanan darah dan
kembali naik secara perlahan mendekati tekanan darah tanpa
kehamilan pada saat kehamilan aterm. Resistensi vascular sistemik
akan menurun secara drastic mencapai 2/3 nilai tanpa kehamilan pada
kehamilan sekitar 20 minggu. Dan secara perlahan mendekati nilai
normal pada akhir kehamilan. Cardiac output sama dengan oxygen
consumption dibagi perbedaan oksigen arteri-venous sistemik Oxygen
consumption ibu hamil meningkat 20 persen dalam 20 minggu
pertama kehamilan dan terus meningkat sekitar 30 persen diatas nilai
tanpa kehamilan pada saat melahirkan. Peningkatan ini terjadi karena
kebutuhan metabolisme janin dan kebutuhan ibu hamil yang
meningkat.
Cardiac output juga akan meningkat pada saat awal proses
melahirkan. Pada posisi supinasi meningkat sampai lebih dari 7
liter/menit. Setiap kontraksi uterus cardiac output akan meningkat 34
persen akibat peningkatan denyut jantung dan stroke volume, dan
cardiac output dapat meltingkat sebesar 9 liter/menit. Pada saat
melahirkan pemakaian anestesi epidural mengurangi cardiac output
menjadi 8 liter/menit dan penggunaan anestesi umum juga
mengurangi cardiac output. Setelah melahirkan cardiac output akan
meningkat secara drastis mencapai 10 liter/menit (7-8 liter / menit
dengan seksio sesaria) dan mendekati nilai normal saat sebelum hamil,
6
setelah beberapa hari atau minggu setelah melahirkan. Kenaikan
cardiac output pada wanita hamil kembar dua atau tiga sedikit lebih
besar dibanding dengan wanita hamil tunggal. Adakalanya terjadi
sedikit peningkatan cardiac output sepanjang proses laktasi.
Perobahan unsur darah juga terjadi dalam kehamilan. Sel darah
merah akan meningkat 20-30% dan jumlah lekosit bervariasi selama
kehamilan dan selalu berada dalam batas atas nilai normal. Kadar
fibronogen, factor VII, X dan XII meningkat, juga jumlah trombosit
meningkat tetapi tidak melebihi nilai batas atas nilai normal.
Kehamilan juga menyebabkan perobahan ukuran jantung dan
perobahan posisi EKG. Ukuran jantung berobah karena dilatasi ruang
jantung dan hipertrofi. Pembesaran pada katup tricuspid akan
menimbulkan regurgitasi ringan dan menimbulkan bising bising
sistolik normal grade 1 atau 2. Pembesaran rahim keatas rongga
abdomen akan mendorong posisi diafragma naik keatas dan
mengakibatkan posisi jantung berobah kekiri dan keanterior dan apeks
jantung bergeser keluar dan keatas. Perubahan ini menyebabkan
perubahan EKG sehingga didapati deviasi aksis kekiri, sagging ST
segment dan sering didapati gelombang T yang inversi atau mendatar
pada lead III.
2. Distribusi Aliran Darah
Aliran Darah pada wanita hamil tidak sepenuhnya diketahui.
Distribusi aliran darah dipengaruhi oleh resistensi vaskuler lokal.
Renal blood flow meningkat sekitar 30 persen pada trimester pertama
dan menetap atau sedikit menurun sampai melahirkan. Aliran darah
kekulit meningkat 40 - 50 persen yang berfungsi untuk menghilangkan
panas. Mammary blood flow pada wanita tanpa kehamilan kurang dari
1 persen dari cardiac output. Dan dapat mencapai 2 persen pada saat
kehamilan aterm. Pada wanita yang tidak hamil aliran darah ke rahim
sekitar 100 ml/menit (2 persen dari cardiac output) dan akan
meningkat dua kali lipat pada kehamilan 28 minggu dan meningkat
7
mencapai 1200 ml/menit pada saat kehamilan aterm, mendekati jumlah
nilai darah yang mengalir ke ginjalnya sendiri. Nilai semasa kehamilan
pembuluh darah rahim berdilatasi maksimal, aliran darah meningkat
akibat meningkatnya tekanan darah maternal dan aliran darah. Pada
dasarnya wanita hamil selalu menjaga aliran darah ke rahimnya,
apabila redistribusi aliran darah total diperlukan oleh ibu atau jika
terjadi penurunan tekanan darah maternal dan cardiac output, maka
aliran darah ke uterus menurun dan tetap dipertahankan.
Vasokonstriksi yang disebabkan katekolamin endogen, obat
vasokonstriksi, ventilasi mekanix, dan beberapa obat anestetik yang
berhubungan dengan pre eklampsi dan eklampsi akan menurunkan
aliran darah ke rahim. Pada wanita normal aliran darah rahim
mempunyai potensi dapat dibatasi. Dan pada wanita berpenyakit
jantung, pengalihan aliran darah dari rahim menjadi masalah karena
aliran darah sudah tidak teratur. Mekanisme perubahan hemodinamik
juga tidak sepenuhnya dimengerti, yang diakibatkan oleh perobahan
volume cairan tubuh.. Total body water semasa kehamilan meningkat
6 sampai 8 lifer yang sebagian besar berada pada ekstraseluler. Segera
setelah 6 minggu kehamilan volume plasma meningkat dan pada
trimester kedua mencapai nilai maksimal 11/2 dan normal. Masa sel
darah merah juga meningkat tetapi tidak untuk tingkatan yang sama;
hematokrit menurun semasa kehamilan meskipun jarang mencapai
nilai kurang dari 30 persen, Perobahan vascular berhubungan penting
dengan perobahan hemodinamik pada saat kehamilan. Arterial
compliance meningkat dan terjadi peningkatan kapasitas venous
vascular. Perobahan ini sangat penting dalam memelihara
hemodinamik dari kehamilan normal. Perobahan arterial yang
berhubungan dengan peningkatan fragilitas bila kecelakaan vaskuler
terjadi yang sering terjadi pada kehamilan dapat merugikan
hemodinamik. Peningkatan level hormon steroid saat kehamilan inilah
8
yang menjadi alasan utama terjadinya perobahan pada vaskuler dan
miokard.
3. Perobahan hemodinamik dengan exercise
Kehamilan akan merobah respons hemodinamik terhadap
exercise. Pada wanita hamil derajat exercise yang diberikan pada
posisi duduk menyebabkan peningkatan cardiac output yang lebih
besar dibanding dengan wanita tanpa kehamilan dengan derajat
exercise yang sama. Dan maksimum cardiac output dicapai pada
tingkatan exercise yang lebih rendah. Peningkatan cardiac output
relatif lebih besar dari peningkatan konsumsi oksigen, sehingga
terdapat perbedaan oksigen arterio-venous yang lebih lebar dari yang
dihasilkan pada wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang
sama. Keadaan ini menunjukkan pelepasan oksigen ke perifer sedikit
kurang efisien selama kehamilan. Pada wanita tanpa kehamilan,
latihan akan meningkatkan stroke volume yang lebih besar dan sedikit
peningkatan denyut jantung dari pada yang didapati pada individu
9
yang tidak terlatih. Pada saat kehamilan efek latihan ini tidak kelihatan
dan kemungkinan karena peningkahin stroke volume dibatasi akibat
kompresi vena kava inferior atau meningkatnya distensibility vena.
Exercise semasa kehamilan tidak jelas apakah lebih berbahaya atau
lebih bermanfaat pada wanita dengan penyakit jantung daripada pada
wanita tanpa kehamilan. Pada manusia, diketahui tipe exercise
mempengaruhi hemodinamik maternal dan perfusi uterus. Regular
aerobic endurance exercise semasa hamil berhubungan dengan
berkurangnya berat kelahiran. Sebagian besar pengurangan tersebut
karena berkurangnya massa lemak janin dan tidak jelas apakah hal ini
merugikan.
Pada tabel 1 dapat dilihat perubahan hemodinamik saat
kehamilan normal, melahirkan dan post partum.
Tabel 1 Perubahan hemodinamik normal saat kehamilan
Parameter
hemodinamika
Perobahan saat
kehamilan normal
Perobahan saat
melahirkan
Perobahan masa
post partum
Volume Darah 40 - 50%
Denyut Jantung 10 – 15 beat per menit
Cardiac output 30 – 50% diatas
nilai-nilai normal
Bertambah 50% Mula, dengan pre
load, kemudian
dengan diuresis
Tekanan Darah 10 mm HG Kembali normal
Stroke Volume Pada trimester I dan II,
sedikit pada trimester III
(300 – 500 ml
perkontraksi)
Resistensi Vascular
Sistemik
Kembali normal
E. PATOLOGI
Pada stenosis mitral akibat demam reumatik akan terjadi proses
peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis disepanjang garis
penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan
10
daun katup, kalsifikasi, fusi komisura, fusi serta pemendekan korda atau
kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi
dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi
seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole).
Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium
primer, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium
sekunder. Pada endokarditis reumatika, daun katup dan korda akan
mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda
sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel
shaped.
F. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila
area orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif
atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral
yang normal dapat terjadi. Ini terjadi akibat adanya fibrosis dan fusi
komisura katup mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik.
Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga
menjadi 1 cm2. Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar
25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang
normal. Peningkatan tekanan atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada
vena pulmonalis dan kapiler, sehingga bermanifestasi sebagai exertional
dyspneu. Seiring dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan
atrium kiri kronik akan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang
selanjutnya akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir
diastol, regurgitasi trikuspidal dan pulmonal sekunder dan seterusnya
sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada stenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif
akibat kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru
berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau
11
perubahan anatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan
penebalan intima (reactive hypertension).
Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi
lanjut, yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20%
penderita, dan terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40%
penderita.
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas
area katup mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm2).
Tabel 2. Hubungan antara gradien dan luasnya area katup serta waktu
pembukaan katup mitral
Derajat stenosis A2-OS
interval
Area Gradien
Ringan >110 msec >1,5 cm2 <5>
Sedang 80-110 msec >1 cm2-1,5 cm2 5-10 mmHg
Berat <80> <1 cm2 >10 mmHg
A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan pembukaan katup mitral
Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri
akan meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral
<1 cm2 yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam
aktifitas.
Faktor Predisposisi untuk stenosis mitral adalah peningkatan usia
pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklamsi
atau eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat
decompensasi cordis, kehamilan, dan anemia.
Stenosis mitral rematik merupakan kelainan katup yang paling
sering ditemui secara klinis pada wanita dengan kehamilan. Kelainan ini
sering berhubungan dengan kongesti paru, edema, dan aritmia atrium
semasa kehamilan dan segera setelah melahirkan. Meningkatnya volume
darah dan cardiac output semasa kehamilan akan meningkatkan volume
dan tekanan darah di atrium kiri, meningkatnya tekanan vena pulmonal,
12
dispnea dan menurunkan toleransi exercise. Meningkatnya denyut jantung
ibu akan menurunkan diastolic filling period dan selanjutnya akan
meningkatkan tekanan di atrium kiri.
G. PERJALANAN PENYAKIT
Stenosis mitral merupakan suatu proses progresif kontinyu dan
penyakit seumur hidup. Merupakan penyakit a disease of plateaus yang
pada mulanya hanya ditemui tanda dari stenosis mitral yang kemudian
dengan kurun waktu (10-20 tahun) akan diikuti dengan keluhan, fibrilasi
atrium dan akhirnya keluhan disabilitas.
Di luar negeri periode laten bisa berlangsung lebih lama sampai
keluhan muncul, sedangkan di Negara kita manifestasi muncul lebih awal,
hal ini dapat karena tidak atau lambatnya terdeteksi, pengobatan yang
kurang adekuat pada fase awalnya.
Angka 10 tahun survival pada stenosis mitral yang tidak diobati
berkisar 50-60 %, bila tidak disertai keluhan atau minimal angka angka
meningkat 80%. Dari kelompok ini 60% tidak menunjukkan progresi
penyakitnya. Tetapi bila simptom muncul biasanya ada fase plateau
selama 5-20 tahun sampai keluhan itu benar-benar berat, menimbulkan
disabilitas. Pada kelompok pasien dengan kelas III-IV prognosis jelek
dimana angka hidup dalam 10 tahun <15%.
Apabila timbul fibrilasi atrium prognosisnya kurang baik (25%
angka harapan hidup 10 tahun) disbanding pada kelompok irama sinus
(46% angka harapan hidup 10 tahun). Risiko terjadinya emboli anterial
secara bermakna meningkat pada fibrilasi atrium.
H. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya
keluhan utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada
stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas
sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru
13
yang tegas. Hal ini akan dicetuskan oleh berbagai keadaan meningkatnya
aliran darah melalui mitral atau menurunnya waktu pengisian diastole,
termasuk latihan, emosi, infeksi respirasi, demam, aktivitas seksual,
kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat.
Fatig juga merupakan keluhan umum pada stenosis mitral. Pada
kenaikan resistensi vascular paru lebih jarang mengalami paroksismal
nocturnal dispnea atau ortopnea, oleh karena vascular tersebut akan
menghalangi (sumbatan) sirkulasi pada daerah proksimal kapiler paru. Hal
ini mencegah kenaikan dramatis dari tekanan vena pulmonalis tetapi
tentunya dalam situasi curah jantung rendah. Oleh karena itu symptom
kongesti paru akan digantikan oleh keluhan fatig akibat rendahnya curah
jantung pada aktivitas dan edema perifer.
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian
yang sering terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada
usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat
elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan
derajat stenosis. Fibrilasi atrium yang tidak dikontrol akan menimbulkan
keluhan sesak atau kongesti yang lebih berat, karena hilangnya peran
kontraksi atrium dalam pengisian ventrikel (1/4 dari isi sekuncup) serta
memendeknya waktu pengisian diastole. Dan seterusnya akan
menimbulkan gradien transmitral dan kenaikan tekanan atrium kiri.
Kadang-kadang pasien mengeluh terjadi hemoptisis yang menurut
Wood dapat terjadi karena: (1) apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena
bronchial yang melebar, (2) sputum dengan bercak darah pada saat
serangan paroksismal nocturnal dispnea, (3) sputum seperti karat (pink
frothy) oleh karena edema paru yang jelas, (4) infark paru, (5) bronchitis
kronis oleh karena edema mukosa bronkus. Di luar negeri keluhan
hemoptisis sudah jarang diketemukan dan biasanya merupakan stadium
akhir, sedangkan di Indonesia sering ditemukan dan didiagnosa secara
keliru sebagai tuberculosis paru pada awalnya. Nyeri dada dapat terjadi
pada sebagian kecil pasien dan tidak dapat dibedakan dengan angina
14
pektoris. Diyakini hal ini disebabkan oleh karena hipertrofi ventrikel
kanan dan jarang bersamaan dengan aterosklerosis koroner.
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral
seperti tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena
kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.
Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung
yang hamil yaitu :
- Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik,
terutama minggu ke 28 dan 32, saat puncak perubahan dan
kebutuhan jantung maksimum
- Saat persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah
darah ke dalam sirkulasi sistemik sebesar 15 – 20% dan ketika
meneran pada partus kala ii, saat arus balik vena dihambat kembali
ke jantung.
- Setelah melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh
obstruksi uterus yang hamil menyebabkan masuknya darah secara
tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan sirkulasi uteroplasenta ke
sirkulasi sistemik.
- Antara 4-5 hari setelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi
perifer dan emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.
Gagal jantung biasanya terjadi perlahan-lahan, diawali ronkhi yang
menetap di dasar paru dan tidak hilang seteah menarik nafas dalam 2-3
kali. Gejala dan tanda yang biasa ditemui
adalah dyspnea dan ortopnea yang berat atau progresif, paroxysmal
nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada, batuk kronis,
hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema persisten pada ekstremitas,
peningkatan vena jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar,
split bunyi jantung II, ejection click, late systolic click, opening snap,
friction rub, bising sistolik derajat III atau IV, bising diastolik, dan cardio
megali dengan heavingventrikel kiri atau kanan yang difus.
15
I. DIAGNOSIS
Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks,
elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi.
Dari riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:
- Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar
penderita menyangkalnya.
- Dyspneu d’effort.
- Paroksismal nokturnal dispnea.
- Aktifitas yang memicu kelelahan.
- Hemoptisis.
- Nyeri dada.
- Palpitasi.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:
- Sianosis perifer dan wajah.
- Opening snap.
- Diastolic rumble.
- Distensi vena jugularis.
- Respiratory distress.
- Digital clubbing.
- Systemic embolization.
- Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali
dan oedem perifer.
Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium
kiri serta pembesaran arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan
tanda-tanda bendungan pada lapangan paru.
Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral
berupa takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang
normal. Pada tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang
bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran
prekordial kanan.16
Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:
- E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan
menghilangnya gelombang a,
- Berkurangnya permukaan katup mitral,
- Berubahnya pergerakan katup posterior,
- Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat
kalsifikasi.
Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan
bila ada satu dari kriteria:
- Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus
- Pembesaran jantung yang jelas
- Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill
- Aritmia berat
Pada wanita hamil yang tidak menunjukan salah satu gejala
tersebut jarang menderita penyakit jantung. Bila terdapat gejala
dekompensasi jantung pasien harus di golongkan satu kelas lebih tinggi
dan segera dirawat.
J. PENATALAKSANAAN
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-
obatan hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan
fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-
obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin
sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokardirtis.
Obat-obatan inotropik negatif seperti ß-blocker atau Ca-blocker, dapat
memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan
pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik
yang bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian
ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini
17
pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan
penyekat beta atau antagonis kalsium.
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral
dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan
pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali
diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima
sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi
akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon,
prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur satu balon yakni
dengan cara lubang katup diregangkan. Kateter yang pada ujungnya
terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke jantung. Ketika
berada di dalam katup, balon digelembungkan dan akan memisahkan daun
katup yang menyatu. Pada wanita hamil biasanya digunakan indikasi
valvotomi dengan balon ini.
Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi)
pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama
kali pada tahun 1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan
secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup
terlihat jelas antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta
pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat
ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu reparasi atau
penggantian katup mitral dengan protesa.
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
- Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7>2)
dan keluhan,
- Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,
- Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli,
seperti:
Usia tua dengan fibrilasi atrium,
Pernah mengalami emboli sistemik,
18
Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.
Sedangkan pada wanita hamil yang memiliki penyakit jantung
harus diklasifikasikan terlebih dahulu dan penatalaksanaannya akan sesuai
dengan klasifikasi tersebut.
Tabel 3. Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan dan tata laksananya
Kelas Manifestasi Klinis Penatalaksanaan
I • Tanpa pembatasan
kegiatan fisik
• Tanpa gejala penyakit
jantung pada kegiatan
biasa
Tidak memerlukan pengobatan tambahan
II • Sedikit pembatasan
kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak
ada keluhan
• Pada kegiatan fisik
biasa timbul gejala
isufisiensi jantung
seperti: kelelahan,
jantung berdebar
(palpitasi cordis), sesak
nafas atau angina
pectoris
- menghindari aktifitas yang berlebihan,
terutama pada UK 28-32 minggu.
- Pasien dirawat bila keadaan memburuk.
- Kelas I dan Kelas II ini dapat meneruskan
kehamilan sampai cukup bulan dan
melahirkan pervaginam
-Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam,
istirahat baring minimal setengah jam
setelah makan, membatasi masuknya
cairan (75 mll/jam) diet tinggi protein,
rendah garam dan membatasi kegiatan
- Lakukan ANC dua minggu sekali dan
seminggu sekali setelah 36 minggu.
- Rawat pasien di RS sejak 1 minggun
sebelum waktu kelahiran.
- Metode anastesi terpilih adalah epidural
- Bila terjadi takikardi, takipnea, sesak
nafas (ancaman gagal jantung), berikan
digitalis berupa suntikan sedilanid
19
IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat
diulang 1-2 kali dengan selang 1-2 jam.
- Selain itu dapat diberi oksigen, morfin
(10-15 mg), dan diuretic. Tidak
diperbolehkan memaki ergometrin karena
kontraksi uterus yang bersifat tonik akan
menyebabkan pengembalian darah ke
sirkulasi sistemik dala jumlah besar.
- Rawat pasien sampai hari ke 14,
mobilisasi bertahap dan pencegahan
infeksi, bila fisik memungkinkan pasien
dapat menyusui.
III • Banyak pembatasan
dalam kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak
ada keluhan
• Pada aktifitas fisik
ringan sudah
menimbulkan gejala-
gejala insufisiensi
jantung
Dirawat di RS selama hamil terutama pada
Umur Kehamilan 28 minggu dapat
diberikan diuretic
IV • Tidak mampu
melakukan aktivitas
fisik apapun
Komplikasi
Pada ibu: gagal
jantung kongestif,
edema paru, kematian,
abortus.
Pada janin dapat
terjadi : prematuritas,
-Harus dirawat di RS
- Kedua kelas ini (III dan IV)tidak boleh
hamil karena resiko terlalu berat.
- Pertimbangkan abortus terapeutik pada
kehamilan kurang dari 12 minggu.
- Jika kehamilan dipertahankan pasien
harus terus berbaring selama hamil dan
nifas.
- Bila terjadi gagal jantung mutlak harus
dirawat dan berbaring terus sampai anak
20
BBLR, hipoksia, gawat
janin, APGAR score
rendah, pertumbuhan
janin terhambat.
lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan
diuretic biasanya gejala gagal jantung akan
cepat hilang.
- Pemberian oksitosin cukup aman.
Umumnya persalinan pervaginam lebih
aman namun kala II harus diakhiri dengan
cunam atau vacuum. Setelah kala III
selesai, awasi dengan ketat, untuk menilai
terjadinya decompensasi atau edema paru.
- Laktasi dilarang bagi pasien kelas III dan
IV.
- Pada wanita hamil saat yang paling baik
adalah trimester II namun berbahaya bagi
bayinya karena setelah operasi harus
diberikan obat anti pembekuan terus
menerus
- Obat yang terpilih adalah Heparin secara
SC
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,
2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin
dilihat dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya
trombus di dalam atrium,
3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral
disertai regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas.
Wanita dengan simptom stenosis mitral yang jelas dan akan hamil
mesti diterapi sebelumnya dengan balon dilatasi atau operasi katup
sebelum konsepsi. Jika stenosis mitral diketahui saat kehamilan dan
gejalanya bertambah jelas, terapi medik standard mesti diberikan.
Untuk penderita dengan symptom ringan sampai sedang semasa
kehamilan, terapi medik ditujukan untuk mengatasi beban volume dengan
21
pemberian diuretika, mengurangi masukan garam yang banyak dan
mengurangi aktifitas fisik. Obat penyekat beta akan mengurangi denyut
jantung dan memperpanjang diastolic filling periode dan akan mengurangi
symptom.
Jika didapati fibrilasi atrium, diperlukan pengobatan yang segera
termasuk dengan kardioversi. Obat penyekat beta dan digoksin digunakan
untuk mengkontrol denyut jantung. Jika diperlukan terapi supresif
antiaritmia pemberian prokainamid dan kuinidin sering digunakan. Resiko
emboli sistemik pada penderita stenosis mitral dan fibrilasi atrium semakin
meningkatnya karena itu diperlukan pemberian terapi antikoagulan.
Pada penderita dimana terapi medik tidak dapat mengontrol
simptom, atau pada penderita dengan simptom yang berat (NYHA kelas
III atau IV) atau stenosis mitral yang ketat (area mitral valve < 1 cm2),
dapat dilakukan tindakan ballon mitral valvuloplasty pada trimester kedua
dengan hasil yang cukup baik (dengan perlindungan radiasi yang cukup
terhadap janin dan sebelumnya perlu diberitahu pada ibu mengenai resiko
yang akan terjadi). Untuk mengurangi resiko dapat dilakukan dibawah
panduan ekokardiografi transesofageal. Tindakan bedah komisurotomi
katup mitral atau penggantian katup mitral pada kehamilan telah dilakukan
dengan hasil yang sama dengan penderita yang tidak hamil, tetapi angka
kematian pada janin lebih dari 30 persen. Partus pervaginam dapat
dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural untuk mengontrol rasa
sakit dan penggunaan alat bantu kelahiran pada kala dua kelahiran (untuk
menyingkirkan tekanan). Seksio sesaria mesti dilakukan bila ada indikasi.
Proses kelahiran akan meningkatnya tekanan di atrium kiri atau tekanan
baji pulmonal sebesar 8-10 mm Hg dan oleh karena itu sebaiknya dipasang
kateter arteri pulmonal sebelum atau saat proses kelahiran untuk mematau
perobahan hemodinamik dan penatalaksanaan perobahan hemodinamik
yang terjadi.
K. PROGNOSIS
22
Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25%
angka harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus
(46% angka harapan hidup 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko
terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada atrium
fibrilasi.1 Pada penelitian yang dilakukan oleh Rowe dkk (1925) terhadap
250 penderita mitral stenosis, setelah sepuluh tahun 39% penderita
meninggal dunia, 22% menjadi semakin sesak dan 16% memiliki
setidaknya satu manifestasi komplikasi tromboemboli. Setelah 20 tahun
kemudian, 7% meninggal dunia, 8% penderita menjadi semakin sesak dan
26% memilki setidaknya satu manifestasi tromboemboli.
Secara keseluruhan 10-years survival rate dari penderita stenosis
mitral tanpa pengobatan lanjut hanya sekitar 50-60%, tergantung dari
keluhan yang timbul saat itu. Tanpa tindakan pembedahan, 20-years
survival rate hanya sekitar 85%. Penyebab kematian pada penderita yang
tidak mendapat pengobatan, yaitu:
- Gagal jantung (60-70%),
- Emboli sistemik (20-30%) dan emboli paru (10%),
- Infeksi (1-5%).
Pada penderita stenosis mitral, kehamilan umumnya masih dapat
ditoleransi. Kadang-kadang dapat disertai gagal jantung kongestif atau
aritmia semasa kehamilan dan mesti diterapi. Jika tidak disertai hipertensi
pulmonal, tidak akan mempengaruhi mortalitas maternal. Mortalitas janin
dapat mencapai 20 persen jika ibu yang lesinya tidak dikoreksi.
Kemungkinan janin mempunyai penyakit jantung bawaan sebesar 5 - 10
persen, dan nilai ini tidak berubah walaupun telah dilakukan
tindakan bedah koreksi sebelumnya.
BAB III
23
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Stenosis mitral merupakan kelainan kardiovaskular dimana terjadi
gangguan aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya
perubahan pada struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan
pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat
diastol.
2. Penyebab tersering adalah endokarditis reumatik. Penyebab lainnya
yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus
eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis,
rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat
obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun
katup pada usia lanjut akibat proses degenerative.
3. Pada wanita hamil terjadi perubahan kardiovaskular yaitu perubahan
hemodinamik, distribusi aliran darah dan perubahan hemodinamik
dengan exercise.
4. Penatalaksanaan umum meliputi pembatasan aktivitas, pembatasan
garam, profilaksis antibiotik, dan penggunaan beta blocker, digoksin,
dan diuretik. Terapi alternatif harus dipertimbangkan bila pasien tidak
responsif secara memuaskan hanya dengan obat-obatan. Balon Mitral
Valvotomi (BMV) perkutan dapat memperbaiki stenosis mitral pada
wanita hamil dengan kesuksesan mendekati 100%. Meskipun demikian
perlu diperhatikan risiko paparan radiasi pada janin selama prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
24
Anwar, B., 2004. Wanita Kehamilan dan penyakit Jantung.
http://www.library.usu-repository.ac.id
Demir et al., 2013. The Effect of Mitral Stenosis on Maternal and Fetal Outcome
in Pregnancy. J Clin Exp Cardiolog . Volume 4 Issue 3 1000237.
ISSN:2155-9880 JCEC
Hartanuh E., 2003. Penyakit Jantung Pada Kehamilan Buku Ajar Kardiologi.
Balai penerbit FKUI : Jakarta
Kuncoro A. S., 2010. Pemeriksaan Stenosis Mitral Akibat Proses Rheumatik
Dengan Ekokardiografi. Jurnal Kardiologi Indonesia. J Kardiol
Indones. 2010; 31: 62-65 ISSN 0126/3773n
Madeline M., O’Donnel., Carleton P.F., 2005. Patofisiologi Konsep-konsep Klinis
Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC. Hal: 613
Saifuddin, Abdul B., 2009. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prijambodo, G., 2010. Seksio Sesarea pada Penyakit Katub Jantung.
http://www.journal.lib.unair.ac.id
Silbernagl, S., 2012. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Simanhedra, A. 2013. Gagal Jantung pada Masa Kehamilan sebagai Konsekuensi
Kardiomiopati Peripartum. http://kalbemed.com
Sudoyo, Aru, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
25