Upload
kartika-putri-reniastuti
View
140
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya sari pustaka yang berjudul “Keracunan Sianida“. Sari
pustaka ini disusun guna melengkapi syarat dan memenuhi tugas dalam
menempuh program pendidikan di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal FK Undip-RSUP Dokter Kariadi Semarang.
Penulis juga hendak mengucapkan terimakasih yang sebesar
besarnya kepada:
1. dr. Intarniati NR , SpF selaku dosen pembimbing kepaniteraan klinik
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolega FK Undip – RSUP Dokter
Kariadi Semarang.
2. dr. Izak Reba selaku residen pembimbing.
Penulis juga berharap sari pustaka ini dapat memberikan
pengetahuan lebih terhadap topik yang dibahas bagi penulis maupun
pembaca. Penulis menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan yang
terdapat pada sari pustaka ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran, sehingga penulis dapat lebih menyempurnakan sari pustaka
ini.
Semarang, Juli 2010
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sianida sudah banyak digunakan sejak ribuan tahun yang
lalu, Efek dari sianida dengan dosis tinggi sangat cepat dan
mematikan yang dapat terjadi dalam beberapa menit, sehingga
antidot sangat tepat bila diberikan tepat waktu. Dalam bidang
militer, penggunaan sianida sebagai senjata kimia digunakan dalam
bentuk cairan yang mudah menguap yang dikenal sebagi hidrogen
sianida ( HCN ) . Sianida dapat disimpan dan digunakan dalam
bentuk cairan dan garam sianida
C
Gambar I.1. (A)Sodium Sianida (B)Potassium Sianida (C) Hidrogen Sianida
1
A B
Garam sianida adalah derivat yang paling berbahaya dan
sering dijumpai juga mungkin sering diberitakan karena keragaman
penggunaannya. Dari garam sianida ini dapat juga terbentuk gas
sianida.
The National Occupational Exposure Survey (NOES), yang
merupakan salah satu lembaga yang menanggulangi masalah
keamanan kerja di USA, menyatakan bahwa potassium sianida
merupakan zat dengan tingkat keracunan nomor dua terbanyak di
Amerika. Hal ini disimpulkan dari penelitian yang dilakukan pada
tahun 2004. Dari 165.458 pekerja industri yang diikutsertakan,
64.244 diantaranya terekspos oleh potassium sianida sewaktu sedang
melakukan pekerjaannya.1
Kegunaan dari potassium sianida sangat luas, dimulai dari
sebagai salah satu zat dalam industri logam yaitu untuk memisahkan
bulir-bulir emas dari bebatuan dan tanah serta untuk penyepuhan
emas maupun perak, hingga penggunaan dalam bidang fotografi.
Kegunaan lain yang sering disimpangkan adalah untuk dijadikan
racun untuk membunuh tikus, ikan, bahkan untuk perburuan illegal
yang banyak dilakukan di berbagai negara.
1Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and
Enviromental Medicine , Public Health Statement , National Technical Information
Service, Atlanta , 2007 , h.1-3. Diunduh dari : http:// www.ntis.gov / .
2
Di Indonesia sendiri, potassium sianida sering juga disebut
“apotas”, atau “potas”, yang seringkali digunakan oleh para nelayan
untuk membius ikan sehingga dapat ditangkap dalam kondisi hidup,
baik ikan yang dapat dikonsumsi manusia maupun ikan hias.
Dewasa ini banyak sekali media yang bisa dijadikan untuk
sumber pengetahuan dan pembelajaran tentang berbagai kegunaan
potassium sianida sampai kegunaannya untuk mengakhiri nyawa
seseorang. Seperti halnya acara pemberitaan di televisi, maupun
cerita detektif bergambar yang dewasa ini digandrungi berbagai
kalangan.
Karena pengetahuan yang diperoleh secara mudah seperti
itulah dapat kita temui berbagai insiden yang terjadi, khususnya
keterkaitannya dengan keracunan sianida. contohnya adalah kasus
pembunuhan seorang anak oleh ibunya dengan menggunakan
potassium sianida yang terjadi di kota Malang beberapa waktu lalu,
juga kasus bunuh diri di Jogjakarta.2
I.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu sianida dan bagaimana reaksinya di dalam tubuh,
serta gejala – gejala apa saja yang ditimbulkannya?
2Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and
Enviromental Medicine ,ibid.
3
2. Bagaimana penanganan keracunan sianida pada korban
hidup, serta pemeriksaan penunjang apa saja yang dibutuhkan
untuk membuktikan kasus keracunan sianida?
3. Apa saja temuan otopsi dari korban mati keracunan sianida?
I.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Mengetahui tentang sianida secara lebih mendalam baik
secara umum maupun dari segi forensik.
2. Tujuan khusus
Mengetahui mengenai sianida, dan reaksinya dalam
tubuh, juga gejala keracunan sianida
Mengetahui tatalaksana keracunan sianida, serta
pemeriksaan penunjang forensik untuk membuktikan
kasus keracunan sianida
Mengetahui kelainan yang ditemukan pada hasil otopsi
korban mati akibat keracunan sianida
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 PENGERTIAN SIANIDA
Sianida adalah suatu senyawa kimia yang terdiri dari 3 buah
atom karbon yang berikatan dengan sebuah atom nitrogen (C≡N).
Kata “sianida” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “biru” yang
mengacu pada hidrogen sianida yang disebut Blausäure ("blue acid")
di Jerman.3
Secara spesifik, sianida adalah anion CN-. Senyawa ini ada
dalam bentuk gas, liquid dan solid. Setiap senyawa tersebut dapat
melepaskan anion CN- yang sangat beracun. Sianida dapat terbentuk
secara alami maupun dibuat oleh manusia. Sianida juga ditemukan
pada hasil metabolit dari beberapa preparat farmakologi seperti
laetrile, nitroprusside, dan succinonitrile. Dari beberapa studi kasus,
beberapa formula tersebut dapat menyebabkan keracunan sianida.
Sifat racun yang dimiliki oleh sianida sangat kuat dan bekerja
dengan cepat. Garam sianida yang bereaksi dengan air akan
menghasilkan hydrogen sianida (HCN). Contoh lain adalah Kalium
sianida (KCN).3
3Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and
Enviromental Medicine ,ibid.
Hidrogen sianida merupakan gas yang tidak berasa dan
memiliki bau pahit yang seperti bau almond. Kebanyakan orang
5
dapat mencium baunya, tetapi ada beberapa orang yang karena
masalah genetiknya tidak dapat mencium bau HCN. Hidrogen
sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan
dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Dalam bentuk
cairan, HCN tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat
pada suhu kamar. HCN bersifat volatile dan mudah terbakar serta
dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak, serta sangat
mudah bercampur dengan air.
Natrium sianida dan kalium sianida berbentuk bubuk putih
dengan bau yang juga menyerupai almond. Adanya hidrolisis dari
KCN dan NaCN, dapat terbentuk HCN dengan reaksi sebagai
berikut4 :
NaCN + H2O → HCN + NaOH
KCN + H2O → HCN + KOH
4Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and
Enviromental Medicine ,ibid.
Tabel I.1. Sifat fisik dan kimia dari hidrogen sianida (HCN)5
Sifat Kimia dan Fisika Hidrogen sianida (HCN)
Titik didih 25,7o C
6
Tekanan gas 740 mmHg
Kadar dalam:
Gas
Cairan
Padat
0,99 dalam suhu 200 C
0.68 g/mL dalam 250C
Tidak diketahui
Volatilitas 1.1 × 106 mg/m3 at 25°C
Bentuk dan bau Gas ; bau almond
Kelarutan dalam:
Air
Bahan pelarut lain
Sempurna pada 250C
Dapat terlarut sempurna
hampir dalam setiap larutan
organic
5Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division.
Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving
Ground, Maryland. USA. Diunduh dari
www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf. Accessed on July 14, 2010
Sianida memasuki udara, air, dan tanah baik dengan proses
alami maupun karena proses industri. Keberadaan sianida di udara
7
jauh di bawah ambang batas yang dapat berbahaya. Sianida di udara
berbentuk partikel kecil yang halus. Adanya hujan atau salju
mengurangi jumlah partikel sianida di dalam udara, namun tidak
begitu dengan gas HCN.
Kebanyakan sianida di air permukaan akan membentuk HCN
dan kemudian akan terevaporasi. Meskipun demikian, jumlahnya
tetap tidak mencukupi untuk memberikan pengaruh negatif terhadap
manusia. Beberapa dari sianida di air tersebut akan diuraikan
menjadi bahan yang tidak berbahaya oleh mikroorganisme atau akan
membentuk senyawa kompleks dengan berbagai logam, seperti besi.
HCN dilepaskan ke dalam atmosfer dari ledakan gunung
berapi, tumbuh-tumbuhan, bakteri dan juga jamur. Sumber utama
pada keracunan sianida pada manusia maupun hewan sebagian besar
berasal dari buah atau tanaman yang mengandung glikosida
sianogenik, yang dapat melepaskan sianida saat memasuki saluran
pencernaan.
6Baskin SI, Brewer TG.Ibid.
Konsumsi dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung
glikosida sianogenik dapat menimbulkan gejala sampai dengan
8
kematian. Tumbuh-tumbuhan yang dapat menghasilkan hidrogen
sianida yang telah ditemukan antara lain Cassava sorghum, kentang
manis, bambu, talas, tebu, kacang polong, kacang kedelai, kacang
almond, lemon, jeruk nipis, apel, pir, persik, aprikot, dan plum.
Banyak sianida di tanah atau air berasal dari proses industri.
Sumber terbesarnya yaitu aliran buangan dari proses pertambangan
logam, industri kimia organik, pabrik besi dan baja, serta fasilitas
pengolahan air limbah publik. Pada kejadian diluar industrial,
kemungkinan terpapar oleh sianida adalah melalui pembakaran dari
bahan-bahan plastik. Sebagian kecil sianida dapat ditemukan pada
runoff hujan yang membawa garam-garam sianida yang terdapat di
jalan. Sianida yang terdapat di landfill dapat mencemari air tanah.
Seperti halnya di air permukaan, sianida yang berada di tanah
juga dapat mengalami proses evaporasi dan penguraian oleh
mikroorganisme. Baru-baru ini bahkan telah dideteksi sianida di air
tanah di bawah beberapa landfill dan tempat pembuangan limbah
industri. Tidak sedikit dantaranya mengandung sianida dalam
konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi tinggi ini menjadi racun bagi
mikroorganisme tanah. Dikarenakan tidak ada lagi mikroorganisme
tanah yang dapat menguraikannya, sianida dapat memasuki air tanah
di bawahnya.
HCN digunakan pula dalam ruangan gas yang dipakai untuk
proses eksekusi (hukuman mati) dan banyak juga digunakan dalam
9
peperangan. Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North
American Treaty Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam
hidrosianik. Selain itu, banyak bahan-bahan yang mengandung
sianida digunakan dalam dunia kedokteran, seperti penggunaan
sebagai vasodilator dalam pemeriksaan pembuluh darah dan
digunakan pula untuk menurunkan tekanan darah manusia secara
cepat dalam kondisi kritis.7
II.2. FISIOLOGI PERNAFASAN
Rantai respirasi menyediakan energi terbesar yang tertangkap
selama katabolisme. Penangkapan ADP, dari fosfat berenergi tinggi,
suatu proporsi yang signifikan dari energi bebas yang dilepaskan
oleh proses katabolisme. Hasil dari ATP telah mengumpulkan
“peredaran” energy sel karena menghantarkan energy bebas untuk
menjalankan proses-proses yang membutuhkan energi.3
Terdapat batas tangkapan langsung dari dua kelompok fosfat
berenergi tinggi tersebut pada reaksi glikolisis. Dua fosfat bernergi
tinggi per mol pada glukosa ditangkap pada siklus asam sitrat selama
konversi suksinil CoA menjadi suksinat. Seluruh fosforilasi terjadi
pada level substrat.
7Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and
Enviromental Medicine ,ibid.
Saat subtrat dioksidasi melalui Kompleks I, III, IV pada
rantai respirasi (contohnya, via NADH); 2,5 mol ATP dibentuk
10
setiap setengah mol O2 digunakan. Pada sisi lain, saat substrat
(contohnya, suksinat atau 3-fosfogliserat) dioksidasi melalui
Kompleks II, III, dan IV, hanya 1,5 mol ATP dibentuk. Reaksi
tersebut diketahui sebagai fosforilasi oksidatif di tingkat rantai
respirasi. Dengan menghitung nilai tersebut, dapat diestimasi jika
mencapai 90% dari fosfat berenergi tinggi dibentuk dari oksidasi
komplit dari satu mol glukosa dan didapatkan melalui penggabungan
fosforilasi oksidatif pada rantai respirasi.8
Pengendalian respirasi meyakinkan ketersediaan konstan dari
ATP. Kecepatan respirasi dari mitokondria dapat dikontrol melalui
ketersediaan ADP. Hal ini dikarenakan oksidasi dan fosforilasi
terikat dengan kuat; contohnya : oksidasi tidak dapat diproses
melalui rantai respirasi tanpa fosforilasi serentak ADP. Tabel berikut
memperlihatkan lima kondisi yang mengedalikan laju respirasi
mitokondria.
8Robert K. Murray, Daryl K. Granner, Victor W. Rodwell; Harper's Illustrated
Biochemistry 27th Edition; The McGraw-Hill Companies; 2006
Tabel I.2. Kondisi yang mengedalikan laju respirasi mitokondria
Kondisi yang membatasi laju respirasi
11
Keadaan 1 Ketersediaan ADP dan substrat
Keadaan 2 Ketersediaan substrat
Keadaan 3 Kapasitas dari rantai respirasi itu sendiri, saat
seluruh substrat dan komponennya ada pada
jumlah saturasi
Keadaan 4 Ketersediaan ADP
Keadaan 5 Ketersediaan Oksigen
Kebanyakan sel pada keadaan istirahat ada pada keadaan 4,
dan respirasi dikendalikan oleh persediaan ADP. ATP diubah
menjadi ADP, membiarkan respirasi terjadi, yang kembali mengisi
persediaan ATP. Dalam kondisi tertentu konsentrasi dari fosfat
anorganik dapat juga mempengaruhi laju fungsi rantai respirasi.
Dengan peningkatan respirasi (seperti pada saat olah raga), sel
mencapai Keadaan 3 atau Keadaan 5 saat kapasitas rantai respirasi
menjadi jenuh atau PO2 menurun dibawah Km dari heme a3. Ada juga
kemungkinan jika adanya ADP/ATP transporter, yang memfasilitasi
masuknya ADP sitosol kedalam dan ATP keluar dari kitokondria,
lajunya menjadi terbatas.
Meskipun begitu, cara oksidatif biologis membiarkan energi
bebas yang merupakan hasil dari oksidasi bahan makanan menjadi
ada dan menjadi efisien dan lebih mudah dikendalikan – daripada
mudah meledak, tidak efisien dan sulit dikontrol, sebagaimana
12
banyak proses non biologis. Energi bebas yang tersisa yang tidak
diambil sebagai fosfat berenergi tinggi berubah menjadi panas. Hal
ini juga tak dapat dianggap sebagai “sampah”, karena merupakan
ketetapan konstan dari ATP. Hal tersebut juga berkontribusi untuk
menjaga suhu tubuh.
Enzim Pernafasan
Pada sistem pernafasan, selain terjadi proses metabolik,
terjadi pula reaksi enzimatik dalam pemanfaatan oksigen untuk
menghasilkan energi. Reaksi enzimatik terjadi dalam rantai transport
elektron dan terdiri dari 9:
NADH-koenzim Q oksidoreduktase (kompleks I)
Suksinat-Q oksidoreduktase (kompleks II)
Flavoprotein transfer elektron-Q oksidoreduktase
Q-sitokrom c oksidoreduktase (kompleks III)
Sitokrom c oksidase (kompleks IV)
9 Wikipedia. Fosforilasi Oksidatif. Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/
Fosforilasi_oksidatif. Accessed on 20 July 2010.
Yang memegang peran penting di dalam patofisiologi
keracunan sianida adalah sitokrom c oksidase.
Sitokrom c oksidase adalah suatu hemoprotein yang
terdistribusi secara luas pada berbagai jaringan, memiliki tipikal
13
prostetik heme yang ada pada myoglobin, hemoglobin, dan sitokrom
lain. Sitokrom tersebut merupakan rantai terakhir pernafasan yang
ada pada mitokondria dan mentransfer elektron menghasilkan
oksidasi dari molekul substrat dengan dehidrogenase untuk akseptor
terakhir oksigen. Enzim tersebut dapat diracuni oleh
karbonmonoksida, sianida dan hydrogen sulfat. Hal ini juga
melibatkan “sitokrom a3.”
Telah diketahui bahwa sitokrom a dan a3 tergabung dalam
protein tunggal, dan kompleks enzim sitokrom oksidase dikenal
sebagai sitokrom aa3. Terdiri dari dua molekul heme, dan masing-
masing memiliki satu atom Fe yang berubah-ubah antara Fe3+ dan
Fe2+ selama proses oksidasi dan reduksi. Pada rantai respirasi, ia
terlibat sebagai karier elektron dari flavoprotein yang satu ke
sitokrom oksidase yang lain.
II.3. TRANSPOR OKSIGEN DALAM DARAH
Oksigen dibawa di dalam darah melalui ikatannya dengan
hemoglobin sebagai oksihemoglobin (98,5% dari seluruh oksigen
dalam darah) dan terlarut dalam plasma (1,5%). Karena hampir
seluruh oksigen dibawa oleh hemoglobin, hubungan antara
konsentrasi oksigen dan saturasi hemoglobin (jumlah molekul
hemoglobin yang membawa oksigen) menjadi hal yang penting.10
Jumlah sungguhnya yang diangkut dalam bentuk ini
mempunyai hubungan nonlinear dengan PaO2 (tekanan parsial
14
oksigen dalam darah arteri), yang ditentukan oleh jumlah oksigen
yang secara fisik larut dalam plasma darah. Sebaliknya, jumlah
oksigen yang secara fisik larut dalam plasma mempunyai hubungan
langsung dengan tekanan parsial oksigen dalam alveolus (PalO2) dan
tergantung dari daya larut oksigen dalam plasma.
Jumlah oksigen yang dalam keadaan normal larut secara fisik
sangat kecil karena daya larut oksigen dalam plasma yang rendah.
Hanya sekitar 1% dari jumlah oksigen total yang ditranspor ke
jaringan-jaringan ditranspor dengan cara ini. Cara transpor seperti ini
tidak mempertahankan hidup walaupun dalam keadaan istirahat
sekalipun
10Sherwood, Lauralee. Pulmonary Function and Respiratory Regulation. Human
Physiologic 13. 2010.
Sebagian besar oksigen diangkut oleh hemoglobin yang
terdapat dalam sel darah merah. Dalam keadaan tertentu, misalnya :
keracunan karbon monoksida atau hemolisis masif di mana terjadi
15
insufisiensi hemoglobin maka oksigen yang cukup untuk
mempertahankan hidup dapat ditranspor dalam bentuk larutan fisik
dengan memberikan oksigen dengan tekanan yang lebih tinggi dari
tekanan atmosfir (ruang oksigen hiperbarik).
Satu gram hemoglobin dapat berikatan dengan 1,34 ml
oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah pada
pria dewasa besarnya sekitar 15gr/100 ml, maka 100 ml darah dapat
mengangkut (15 x 1,34 = 20,1) 20,1 ml oksigen kalau darah jenuh
sekali (Sa O2 = 100%). Tetapi darah yang sudah teroksigenisasi dan
meninggalkan kapiler pulmo mendapatkan sedikit tambahan darah
vena yang merupakan darah campuran, dari sirkulasi bronchial.
Proses pengenceran ini yang menjadi penyebab sehingga darah yang
meninggalkan pulmo hanya jenuh 97%, dan 19,5% volume diangkut
ke jaringan. Pada tingkat jaringan, oksigen mengalami disosiasi dari
hemoglobin dan berdifusi ke dalam plasma.
Dari plasma, oksigen masuk ke sel-sel jaringan tubuh untuk
memenuhi kebutuhan jaringan-jaringan yang bersangkutan.
Meskipun sekitar 75% dari hemoglobin masih berikatan dengan
oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke pulmo dalam bentuk
darah vena campuran. Jadi sesungguhnya hanya sekitar 25% oksigen
dalam darah arteri yang digunakan untuk keperluan jaringan.
Hemoglobin yang melepaskan oksigen pada tingkat jaringan disebut
hemoglobin tereduksi (Hb). Hemoglobin tereduksi berwarna ungu
16
dan menyebabkan warna kebiruan pada darah vena, seperti yang kita
lihat pada vena superfisial, misalnya pada tangan. Sedangkan
oksihemoglobin (hemoglobin yang berikatan dengan oksigen)
berwarna merah terang dan menyebabkan warna kemerahan pada
darah arteri.
II.4 PATOFISIOLOGI KERACUNAN SIANIDA
Jumlah dan bentuk dari sianida, durasi paparan, rute paparan
serta kondisi komorbid dari masing-masing individu mempengaruhi
onset dan tingkat keparahan dari pasien yang terkena sianida.
Kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengganggu
kemampuan alami tubuh untuk detoksifikasi dan menimbulkan
gejala-gejala.11
Banyak informasi menjelaskan bahwa sianida berperan
dalam menghambat rantai respirasi. Jadi penelitian terhadap
penghambat rantai pernafasan sangat berguna dalam perkembangan
penelitian dari system rantai pernafasan yang kemudian dihambat
akibat keracunan sianida, antara lain penghambat fosforilasi
oksidatif dan pemutusan rantai fosforilasi oksidatif.
11Goldfrank, LS. Cyanide and Hydrogen Sulfide. Toxicologic Emergencies 87,
1994: 1215-1225.
17
Gambar 1. : letak inhibisi rantai respirasi oleh obat tertentu, bahan
kimia, dan antibiotik.12
Rute paparan sianida antara lain melalui inhalasi, tertelan
(ingestion), dermal, konjungtiva dan parenteral.13 Toksisitas terjadi
segera setelah inhalasi gas hidrogen sianida, ingesti sianida melalui
garam atau cyanogen, atau melalui absorpsi perkutaneus sianida dari
larutan berkonsentrasi tinggi. Sianida memiliki berat molekul yang
ringan dan tidak terionisasi sehingga dapat dengan mudah menemus
membrane epitel. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh
paru melalui membran alveolar.
12Robert K. Murray, Daryl K. Granner, Victor W. Rodwell. Loc cit.
13Goldfrank, LS. Loc cit.
18
19
20
GARAM SIANIDA
HCN, KCN,NaCN
IN G E S T I IN H A L A S I K U L IT
SIRKULASI
Diagram II.1. Patofisiologi keracunan sianida
21
Sitokrom oksidase terganggu
Oksi-Hb tidak berdisosiasi
O2 gagal ke jaringan
Hipoksia seluler
Aerob
ATP
Anaerob Asam laktat
Asidosis metabolik
Anoksia histotoksik Asfiksia
Konsentrasi HCN di udara yang tidak tercemar adalah
kurang dari 0,2 ppm. Di USA dan Kanada, konsentrasi sianida di
dalam air minum berkisar antara 0,001-0,011 ppm. Sisa pembakaran
produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti
plastik juga akan melepaskan sianida, begitu pula dengan rokok.
Pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida
dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar
0.17 µg/mL sianida dalam darahnya.
Sianida merupakan bahan kimia umum yang dapat
menyebabkan kematian dalam 5 – 10 menit jika tidak ditangani
segera.14 Racun klasik seperti H2S, karbon monoksida dan sianida
menginhibisi Complex IV (sitokrom oxidase), menghalangi siklus
asam trikarboksilat dan menyebabkan henti nafas. Namun proses
tersebut reversible.15,16
14Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson; Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th edition; The McGraw-Hill Companies; 2005.
15Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and
Enviromental Medicine ,Loc cit.
16Wyatt, J. P., Illingworth R. N., Clancy M. J., Munro P. T., Robertson C. E.
OXFORD HANDBOOK of ACCIDENT and EMERGENCY MEDICINE 2ND
EDITION, Oxford University Press.UK. 2005.
Gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai
menit. Ambang batas minimal hidrogen sianida di udara adalah 2-10
22
ppm. Tetapi angka ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida
yang berbahaya bagi orang disekitarnya. Sianida merupakan satu
dari sebagian kecil senyawa kimia yang tidak mengikuti hukum
Hawer, bagian dimana Ct ( produk konsentrasi dan waktu )
dibutuhkan dalam menyebabkan efek biologi adalah konstan
berdasarkan konsentrasi dan waktu. Paparan pendek untuk
konsentrasi tinggi berbeda dengan paparan jauh untuk konsentrasi
rendah. Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan tingkat
yang sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang
jauh lebih tinggi. Selain itu, orang yang tinggal di dekat pembuangan
limbah berbahaya akan terpapar lebih banyak dibanding dengan
orang umum lainnya.
Sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan.
Dosis letal via transmisi oral diperkirakan 200 miligram untuk
potassium sianida. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban
untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan
dalam saluran pencernaan. Namun waktu kematian via oral ini masih
lebih lama dibandingkan dengan via parenteral (20 menit banding 5
menit).
Paparan melalui kulit, khususnya pada kulit yang terkelupas,
dapat menimbulkan gejala keracunan. Namun hingga saat ini
korelasi antara paparan melalui kulit dengan timbulnya gejala masih
dianggap sulit. Kecelakaan industri dimana seseorang terpapar
23
sianida melalui kulit dan inhalasi, mununjukkan bahwa paparan
melalui inhalasi lebih berbahaya.
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik untuk beberapa
enzim respirasi termasuk sitokrom oksidase, karbonik anhidrase,
superoksida dimutase, dan banyak lainnya. Inhibisi enzim-enzim
tersebut dikarenakan sianida yang memiliki kemampuan untuk
berikatan dengan porsi metal dari metalloenzim. Sitokrom oksidase
merupakan metalloenzim yang mengandung besi (ferri (Fe3+)) dan
merupakan bagian penting pada fosforilasi dan produksi energi
secara aerobik. Sitokrom oksidase berfungsi dalam rantai transpor
elektron dalam mitokondria yang mengubah produk katabolis dari
glukosa menjadi molekul yang berenergi tinggi yaitu adenosine
triphophatase (ATP).17
17Goldfrank, LS. Loc cit.
24
Gambar 1. Reaksi ikatan sianida dengan enzim sitokrom oksidase18
Sianida bisa menimbulkan selular hipoksia karena sianida
menghambat kerja dari sitokrom oksidase. Pada akhir rantai transpor
elektron adalah tempat dimana sianida tampak mangambil bagian
dari sitokrom A3 di dalam enzim. Hal ini merupakan cara yang
efektif untuk mengurangi jumlah produksi ATP. Penurunan produksi
ATP mengakibatkan jaringan tidak dapat menggunakan O2 dan
sebagai konsekuensinya, pembuluh vena cenderung tinggi O2 karena
oksigen tidak digunakan. PO2 alveolar, PO2 arterial dan kandungan
oksigen dapat normal (bahkan meningkat, sianida dalam dosis
rendah dapat mengakibatkan peningkatan ventilasi dengan
menstimulasi kemoreseptor arterial).19
18Robert K. Murray, Daryl K. Granner, Victor W. Rodwell. Loc cit.
19Levitsky M. G.; Pulmonary Physiology, Seventh Edition; The McGraw-Hill
Companies, Inc; 2007.
25
Keadaan ini disebut Hipoksia Histotoksik. Buruknya perfusi
jaringan, juga dapat meningkatkan L-laktat di plasma darah, yang
menyebabkan asidosis laktat sekunder. Sebagai akibatnya hanya
dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal.20
Tidak perlu paparan sianida dalam jumlah banyak untuk
mengakibatkan gangguan kesehatan yang merugikan. Kehebatan
efek yang ditimbulkan sianida bergantung pada bentuknya, apakah
itu HCN atau dalam bentuk garam dan lainnya.
Hingga saat ini belum ditemukan gejala-gejala yang khusus
ditimbulkan dari keracunan sianida ini. Bau mulut seperti bau
almond tidak selalu muncul, dan jikalau muncul lebih dari 40%
populasi tidak mampu mengidentifikasinya. Manifestasi klinis dari
keracunan sianida merefleksikan disfungsi dari organ-organ sensitif
oksigen yang didominasi sistem saraf pusat dan sistem
kardiovaskular.
Tanda dan gejala yang ditimbulkan dari sistem saraf pusat
adalah hipoksia yang disertai sakit kepala, ansietas, agitasi, konvulsi,
letargi, koma dan kematian. Respon kardiovaskular terhadap sianida
menunjukan gejala kegagalan jantung dengan melambatnya laju dan
hilangnya kontraktil karena deplesi ATP. Beberapa mekanisme
refleks termasuk pelepasan katekolamin dan aktivitas vasomotor
pusat yang dapat mengganggu kerja myocard dan respon vaskular.
20Goldfrank, LS. Loc cit.
26
Gejala yang ditimbulkan antara lain bradikardi dan hipertensi, diikuti
hipotensi dengan takikardi yang akhirnya menjadi bradikardi dan
hipotensi.
Apabila terpapar dalam konsentrasi yang sangat tinggi, hanya
dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan
hiperpnea, 15 detik setelah itu seseorang akan kehilangan
kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam
jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung
terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.21
Pekerja yang terpapar dalam konsentrasi rendah akan tetapi
terpapar beberapa tahun dapat mengalami kesulitan dalam
pernapasan, nausea, sakit dada, dan kepala. Indikasi pertama
keracunan sianida adalah napas cepat dan pendek, sakit kepala,
hiperpnea sementara, gelisah dan lainnya. Tanda akhir sebagai ciri
adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi pupil,
tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat
pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak
spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan
penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar
sianida.
21WU. Harry. Keracunan Sianida. Di unduh dari
http://klikharry.wordpress.com/2006/ 12/14/keracunan-sianida/. Diakses tanggal
15 Juli 2010.
27
Gejala klinis pada kulit bervariasi. Umumnya berupa kulit
kemerahan seperti cherry. Hal ini disebabkan peningkatan saturasi
hemoglobin pada darah vena karena penurunan pemanfaatan oksigen
pada jaringan. Fenomena ini dapat lebih terbukti pada pemeriksaan
funduskopi, dimana vena dan arteri tampak dalam warna yang
hamper sama. Sianosis juga pernah dilaporkan namun diduga karena
syok.22,23
Gambar 2. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh keracunan sianida 24
22CDC. Facts About Cyanide. Diunduh dari
http://emergency.cdc.gov/agent/cyanide/basics/facts.asp. Diakses tanggal 15 Juli
2010.
23Goldfrank, LS. Loc cit
24Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Toxicology and
Enviromental Medicine ,Loc cit.
28
II.5. DETOKSIFIKASI SIANIDA
Karena sianida yang terdapat dalam lingkungan dalam
konsentrasi yang rendah, maka tidak heran bila kebanyakan hewan
memiliki jalur biokimia intrinsik untuk detoksifikasi ion sianida.
Jalur penting lain untuk eksresi sianida adalah dengan
pembentukan thiocyanate (SCN-) yang selanjutnya akan
dieksresikan di urin. Thiocyanate memiliki sifat toksik yang lebih
rendah daripada sianida, sianat, atau isosianate. Pembentukan
tiosianat dikatalisis secara langsung oleh enzim rhodanese dan
secara tidak langsung melalui reaksi spontan antara sianida dan
produk sulfur persulfida dengan enzim 3-merkaptopiruvat dan
thiosulfat reduktase.
Mekanisme ketiga enzim tersebut dan farmakokinetik
tiosianat telah dipelajari. Walaupun fungsi 3-merkaptopiruvat
mengkonversi sianida menjadi sianat, ketidakstabilannya dan sulf-
auto-oksidasi pada pH dasar dapat menutupi efek ini. Jalur enzimatik
efisien tetapi memiliki ketidakcukupan kapasitas untuk
mendetoksifikasi saat keracunan akut karena rendahnya donor
sulfur. Reaksi sulfurtransferase di mitokondria akan tereksploitasi
dengan adanya ambilan natrium tiosulfat saat terjadi keracunan akut.
Belum dapat diketahui secara pasti, namun simpanan sulfur endogen
berperan dalam pembentukan tiosianat dari sianida. Jalur sederhana
metabolisme adalah oksidasi sianida menjadi sianat (CNO-) yang
29
dapat melalui jalur enzimatik maupun non-enzimatik. Interaksi
antara sistin dan sianida untuk membentuk asam 2-amino tiazolin 4-
karboksilik dan tautomernya sekitar 20% dari metabolisme sianida.
Peningkatan disertai dosis toksik sianida. Namun, perlindungan yang
disimpan melalui pembentukan derivat sianat dibatasi karena
ketidakstabilan sel dalam menggunakan oksigen selama intoksikasi
sianida. Jalur detoksifikasi 0,017 mg sianida/kgBB/menit pada
manusia umumnya.25
II.6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Standar baku utama untuk mengkonfirmasi intoksikasi
sianida adalah pemeriksaan kontaminasi sianida pada darah baik itu
pemeriksaan darah lengkap, sel darah merah maupun plasma.
Konsentrasi sianida dalam serum lebih besar dari 2,6 mg%,
konsentrasi sianida darah lebih tinggi dari 2,5 Fg/mL, asidosis laktat
dengan konsentrasi serum laktat di atas 10 mmol/L.
25Baskin SI, Brewer TG. Loc cit.
30
Konsentrasi sianida dalam darah sangat berhubungan dengan
gejala klinis yang akan ditimbulkannya. Selain itu juga, pemeriksaan
ini akan menentukan pemberian jenis terapi. Karena sel darah merah
banyak mengandung sianida di dalam darahnya, maka pemeriksaan
seluruh komposisi darah sangat diperlukan. Hal ini cukup sulit
dilakukan karena waktu paruh sianida yang pendek sehingga
kandungan sianida dalam darah dengan cepat dapat berkurang. 26,27
Pada uji kertas saring, dapat digunakan asam pikrat jenuh
atau larutan HJO3 1% atau larutan KCl. Pada uji dengan asam pikrat
jenuh, diteteskan isi lambung atau darah korban, keringkan, lalu
tetes Na2CO3 10% 1 tetes. Hasil positif berupa warna ungu.28
Pada uji kertas saring dengan larutan HJO31% lalu
dicelupkan dalam larutan kanji 1% dan keringkan. Kertas dipotong-
potong kecil seperti kertas lakmus. Kertas dibasahkan dengan ludah
di bawah lidah. Bila positif warna berubah menjadi biru.
26Baskin SI, Brewer TG. Loc cit.
27 Centers for Disease Control and Prevention. The Facts About Cyanides. New
York State Department Of Health. New York. 2004. Diunduh dari
www.health.state.ny.us/nysdoh/bt/chemical_terrorism/docs/cyanide_general.pdf. .
Accessed on July 14, 2010.
28Irga. Keracunan Sianida. Diunduh dari www.passengereng.com. Diakses tanggal
20 Juli 2010.
31
Jika menggunakan larutan HCl, dikeringkan lalu dipotong
kecil-kecil. Kertas tersebut dicelupkan ke dalam darah, bila positif
warna berubah menjadi merah terang.
Pemeriksaan Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol).
Dimasukkan 50 mg isi lambung/jaringan ke dalam botol
Erlernmeyer. Kertas saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm).
Dicelupkan ke dalam larutan Guajacol 10% dalam alcohol,
keringkan. Celupkan ke dalam larutan 0,1% CuSO4 dalam air dan
kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam botol. Bila isi
lambung alkalis, tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan, agar
KCN mudah terurai. Botol tersebut dihangatkan.Bila positif,akan
terbentuk warna biru – hijau pada kertas saring. Reaksi ini tidak
spesifik,hasil positif semu didapatkan bila isi lambung mengandung
klorin,nitrogen oksida atau ozon,sehingga reaksi ini hanya untuk
skrining.29,30
29Cyanide. Cited from
http://www.fas.org/nuke/guide/usa/doctrine/army/mmch/cyanide.htm. Accessed
on July 20, 2010
30Budiyanto A, (et al), op. cit., h. 98-99.
32
Reaksi Prussian blue ( biru berlin) . Isi lambung atau
jaringan didestilasi dengan destilator. 5 ml destilator + 1 ml NaOH
50% + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%,panaskan sampai
hampir mendidih , lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat tetes
demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)3 teruskan sampai
endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin.
Cara Gettler Goldbaum. Dengan menggunakan 2 buah
piringan, dan diantaranya dijepitkan kertas saring Whatman No.50
yang digunting sebesar piringan. Kertas saring dicelupkan ke dalam
larutan FeSO4 10% rp selama 5 menit, keringkan lalu celupkan ke
dalam larutan NaOH 20% selama beberapa detik. Letakkkan dan
jepitkan kertas saring di antara kedua piringan. Panaskan bahan dan
salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas saring
bereagensia antar kedua piringan. Hasil positif bila terjadi perubahan
warna pada kertas saring yang mejadi biru.
II.7. PENANGANAN PADA KORBAN HIDUP
Prinsip dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber
yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan
terhadap korban keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat
dan jumlah paparan dengan lamanya waktu paparan.31, 32
31Baskin SI, Brewer TG. Loc cit.
32 Anonymus. Cyanide. Departement Of Health and Human Service. Center for Disease Control and Prevention. 2005. Diunduh dari www.bt.cdc.gov/agent/canide/basics/pdf/cyanidecasedef.pdf. Accessed on July 13, 2010.
33
Usaha-usaha yang dapat dilakukan antara lain:
Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban
berada di dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan
Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada
di dalam ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin
ruangan, kipas maupun pemanas ruangan sampai bantuan
datang.
Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah
terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam
kantong plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat
aman yang jauh dari manusia, terutama anak-anak.
Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan
sabun dan air yang banyak. Jangan gunakan pemutih untuk
menghilangkan sianida.
Jika berada di dekat balai pengobatan tertentu maka dapat
diberikan oksigen murni. Ataupun dapat mencari udara segar
Berikan antidotum seperti sodium nitrit dan sodium thiosulfat
untuk mencegah keracunan yang lebih serius.
Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat
diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena
dan bila pendertia gelisah dapat diberikan obat-obat
antikonvulsan seperti diazepam. Perbaikan perfusi jaringan dan
oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini. Selain itu juga,
34
perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat mempengaruhi
tingkat keberhasilan pemberian antidotum.
Obat vasopressor seperti epinefrin bila timbul hipotensi yang
tidak memberi respon setelah diberikan terapi cairan. Berikan
obat anti aritmia bila terjadi gangguan pada detak jantung.
Setelah itu berikan sodium bikarbonat untuk mengoreksi
asidosis yang timbul.33, 34
Cara kerja obat-obatan diatas adalah dengan menghambat
pembentukan ikatan sianida pada sitokrom oksidase dengan bantuan
methemoglobin. Methemoglobin akan mengikat sianida dan
membuangnya dari dalam sel maupun cairan ekstra seluler. Salah
satu keterbatasan mengenai antidotum ini adalah hanya berdasar dari
eksperimen menggunakan hewan. Karena itu cukup sulit untuk
menilai keberhasilannya pada manusia. Selain itu juga, penelitian ini
tidak dibuat bila sedang berada dalam situasi yang besifat
emergensi.33
33 Baskin SI, Brewer TG. Loc.cit
34 Anonymus. Cyanide. Loc.cit.
35
II.8. OTOPSI PADA KORBAN MATI
Otopsi jenazah pada korban mati dengan keracunan
potassium sianida biasanya ditemukan hal-hal sebagai berikut :
Kulit : Pigmentasi kulit bewarna merah muda terang .
Karena sifatnya korosif , juga ditemukan berbagai lesi ,
tergantung dari kadar paparan sianida. Dalam waktu jangka
panjang , pemaparan potassium sianida dengan kadar ringan
atau sedang misalnya pada pekerja pabrik logam atau kimia ,
dapat ditemukan tanda – tanda kulit yang kemerahan
(rash),papul sampai ulserasi. Jika terpapar dalam kadar yang
tinggi maka bisa ditemukan tanda korosi pada kulit serta
ulserasi . Lebam mayat juga ditemukan bewarna merah
terang atau merah muda (cherry red) . Sianosis bisa
ditemukan pada muka dan bibir.
Kepala : Bisa ditemukan kerusakan pada otak , meliputi
daerah globus palidus dan putamen.
Mata : Pada pemeriksaan luar bisa ditemukan iritasi sampai
ulserasi mata jika terpapar potassium sianida secara eksternal.
Pada pemeriksaan dengan funduskopi dapat ditemukan warna
merah ternag pada arteri dan vena .
Hidung : Ditemukan iritasi mukosa hidung, perdarahan,
obstruksi dampai perforasi septum pada paparan gas atau
serbuk potasium sianida. Dapat dicium bau khas sianida ( bau
amandel / bitter almond / peach )
36
Mulut : Tampak sianosis dan bisa dicium bau khas sianida
terutama pada penekanan dada.
Leher : Dapat ditemukan pembesaran kelenjar tiroid.
Saluran cerna : Pada lambung dengan keracunan potasium
sianida dapat ditemukan korosi , perdarahan , serta bau khas
sianida .
Paru – paru dan jantung : Pada pemeriksaan dalam , dapat
ditemukan perubahan warna pada organ – organ dalam ,
akibat perubahan darah yang menjadi bewarna merah terang
atau merah muda terang ( cherry red) , yang juga terdapat
pada jaringan paru dan jantung .35,36
35Ekwall Bjorn,Clemedson Cecilia, KCN Toxicology,CTLU,1997.
36USEPA/ODW,Health Advisory for : Potassium Cyanide,1997. Diunduh dari:
http:/toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/search/f?./temp/ AAAsGay8K. Diakses tanggal 10 Juli
2010.
BAB III
KESIMPULAN
37
Sianida merupakan senyawa kimia yang dapat terbentuk secara
alami maupun buatan. Di alam, senyawa ini terdapat dalam bentuk gas, cair
dan padat. Senyawa ini mempunyai daya toksisitas yang tinggi dan dosis
letal yang sangat rendah, oleh karena itu zat ini sangat berbahaya. Proses
masuknya sianida dalam tubuh dapat melalui berbagai cara, antara lain
melalui proses pernapasan, proses pencernaan , rute parenteral dan juga
kontak melalui kulit.
Tingkat toksisitas sianida ini diperngaruhi oleh bentuk, durasi, rute
serta kondisi komorbiditas dari masing – masing individu. Tidak perlu
paparan sianida dalam jumlah banyak untuk mengakibatkan gangguan
kesehatan. Tanda – tanda keracunan sianida antara lain adalah bau mulut
seperti bau “almond”,gejala gejala susunan saraf pusat dan juga sistem
kardiovaskular.
Tidak semua keracunan sianida mengakibatkan kematian, oleh
karena itu pertolongan pertama sangat diperlukan sesegera mungkin, dan
tingkat keberhasilan dari pertolongan tersebut tergantung dari tingkat dan
jumlah paparan dengan lamanya waktu terpapar. Maka dari itu tindakan
yang diperlukan antara lain adalah mengevakuasi korban dari tempat
paparan, melepaskan semua barang yang melekat pada tubuh yang telah
terpapar oleh sianida tersebut, lalu dilakukan tindakan untuk membersihkan
tubuh korban dari sianida, kemudian berikan oksigenasi yang cukup, serta
antidotum, dan juga tidak lupa untuk memberikan obat – obatan untuk
gejala simptomatisnya .
38
Pada pemeriksaan otopsi untuk korban yang meninggal akibat
keracunan sianida juga dilakukan seperti pemeriksaan otopsi pada
umumnya, tapi biasanya kelainan yang ditemukan pada kasus ini terdapat
pada kulit, otak, mata, hidung, mulut, kelenjar tiroid, saluran pencernaan,
paru - paru dan sistem kardiovaskular, rta organ – organ lainnya.
Maka dari itu, sebagai ahli medis diperlukan pengetahuan mengenai
keracunan sianida,penanganan pada korban hidup juga temuan pada korban
mati untuk mengidentifikasi penyebab kematiannya.
39