Upload
junet-yusuf
View
35
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pustaka
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah kesehatan terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan masyarakat yang dinamis, semakin memacu tenaga kesehatan untuk terus
meningkatkan kuantitatif dan pelayanan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan
(Muchtar, 1998).
Derajat kesehatan keluarga dan masyarakat ditentukan oleh kesehatan ibu dan anak.
Salah satu keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan berdasarkan Angka Kematian Ibu
(Maternal Mortality Rate) dan Angka Kematian Bayi (Neonatal Mortality Rate) (Saifuddin,
2006).
Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa
pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Jadi
beberapa kasus seperti plasenta previa, preeklamsia, gawat janin, kelainan letak janin dan janin
besar, persalinan melalui vagina dapat meningkatkan resiko kematian ibu dan bayi sehingga
diperlukan satu cara alternatif lain dengan mengeluarkan hasil konsepsi melalui pembuatan
sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut disebut sectio caesarea (Muchtar, 1998).
Operasi sectio caesarea jauh lebih aman dari pada dulu berkat kemajuan dalam
antibiotika, transfusi darah, anestesi dan teknik operasi yang lebih sempurna. Karena itu saat ini
ada kecenderungan untuk melakukan operasi ini tanpa dasar indikasi yang cukup kuat. Namun
perlu diingat, bahwa seorang wanita yang telah mengalami operasi pasti akan menimbulkan
cacat dan parut pada rahim yang dapat membahayakan kehamilan dan persalinan berikutnya
walaupun bahaya tersebut relatif kecil (Nakita, 2008).
Badan kesehatan dunia memperkirakan bahwa angka persalinan dengan bedah caesar
adalah sekitar 10 % sampai 15 % dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang,
dibandingkan dengan 20 % di Britania Raya, 23 % di Amerika Serikat dan Kanada 21 %
(Wikipedia, 2009).
Sectio caesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang utuh melalui operasi
abdomen. Di negara-negara maju, angka sectio caesarea meningkat dari 5 % pada 25 tahun yang
lalu menjadi 15 %. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh “mode”, sebagian karena ketakutan
timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena pola kehamilan,
wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak (Jones, 2002).
Menurut Andon dari beberapa penelitian terlihat bahwa sebenarnya angka kesakitan dan
kematian ibu pada tindakan operasi sectio caesarea lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan
pervaginam. Angka kematian langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan angka kesakitan sekitar 27,3 persen dibandingkan dengan persalinan normal
hanya sekitar 9 per 1000 kejadian. WHO (World Health Organization) menganjurkan operasi
sesar hanya sekitar 10-15 % dari jumlah total kelahiran. Anjuran WHO tersebut tentunya
didasarkan pada analisis resiko-resiko yang muncul akibat sesar. Baik resiko bagi ibu maupun
bayi (Nakita, 2008).
Pada tahun 2007-2008 jumlah persalinan dengan tindakan sectio caesarea di Rumah Sakit
Umum Meuraxa Banda Aceh berjumlah 145 kasus dari 745 persalinan keseluruhannya atau
19,46 %. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka tersebut sudah melebihi batas yang
ditetapkan oleh WHO yaitu 10-15 %.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Sectio Caesarea
Tampaknya pemotongan abdomen telah dikenal orang Mesir, Yunani dan Romawi kuno
(von Siebbold; Rosenbaum). Menurut hikayat Yunani, Asclepius telah diambil dari badan ibunya
Korone oleh ayahnya, Apollo setelah ketidaksetiaannya dihukum mati dengan panah Artemis.
Operasi atas orang yang telah mati atau baru meninggal merupakan bagian hukum Romawi
Numa Pompilus (Martius, 1997).
Istilah “sectio caesarea” dihubungkan ke pendeta Jesuit Theophilus Raynaudus di abad ke
tujuh belas (1637) yang memperbaharuinya untuk kemudian menggantikan pengucapannya
dalam penggunaannya, “partus caesareus” dan “persalinan seksio”, yang rupa-rupanya untuk
tujuan psikologik. Kata “caesar” maupun “kaiser” Jerman, menurut Pliny berasal dari “caedere”,
memintas karena kaisar pertama memintasi badan ibunya (Martius, 1997).
Mereka lebih beruntung dikeluarkan dari ibu yang telah meninggal, karena telah
melahirkan yang mulia Scipio Africanus. Kaisar pertama ini dikatakan telah memintasi rahim
ibunya. Untuk alasan ini mereka dinamai kaisar. Manilius yang menginvasi Kartago bersama
tentaranya, juga dilahirkan dalam cara yang serupa (Martius, 1997).
B. Pengertian Sectio Caesarea
Yusmiati (2007) menyatakan bedah caesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina
akan mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti
kelahiran normal.
Suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada
dinding uterus yang masih utuh (intact) (Saifuddin, 2006).
C. Jenis-Jenis Sectio Caesarea
Menurut (Muchtar, 1998) :
1. Sectio caesarea transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri
sedangkan sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen
bawah rahim.
2. Sectio caesarea ekstraperitoneali
Tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum
abdominal.
3. Sectio caesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10
cm.
4. Sectio caesarea ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low
cervical transversal) kira-kira 10 cm.
D. Resiko Sectio Caesarea
Resiko terhadap bayi dilakukan sectio caesarea menurut (Nakita, 2008) yaitu kematian
dan gagal ASI, gangguan paru-paru, gangguan sistem saluran cerna dan kekebalan tubuh,
gangguan kekebalan tubuh dan alergi dan rentan stres. Sedangkan resiko terhadap ibu yaitu
infeksi yang didapat dari rumah sakit, terutama setelah dilakukan sectio pada persalinan,
fenomenal tromboemboli terutama pada multipara dengan parikositas, ileus terutama karena
peritonitis dan kurang sering karena dasar obstruksi.
E. Faktor-Faktor Penyebab Sectio Caesarea
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah plasenta
previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan
faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram.
Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut.
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal (Kasdu, 2003).
Setiap pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan
distosia pada persalinan. Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu :
a. Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan
ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal yang
merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses persalinannya jika
kelainan panggul cukup menonjol dan menghalangi masuknya kepala dengan mudah ke dalam
pintu atas panggul, proses persalinan akan memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi
persalinan spontan yang efektif sehingga membawa akibat yang serius bagi ibu maupun
janinnya.
b. Kesempitan panggul tengah
Bidang obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior simfisis pubis, lewat
spina iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan kelima.
Meskipun definisi kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah mungkin sempit kalau
jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm
atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih kurang lagi.
c. Kesempitan pintu bawah panggul
Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia
tuberculum 8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak
mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai pula
dengan kesempitan panggul tengah.
Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu
hamil cukup bulan, akan dilakukan operasi sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin
besar kalau persalinan semakin maju (Jones, 2001).
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi
dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih
dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan
sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140
mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan
diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100 mmHg atau lebih, maka diagnosis
hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6
jam pada kedaan istirahat (Wiknjosastro, 2002).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan
biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan
muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak
seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat badan setengah kilo
setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan satu kilo
seminggu beberapa kali,hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-
eklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 gram/liter
dalam air 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per
liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan
kenaikan berat badan karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro,
2002).
Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah pemeriksaan antenatal
yag teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan
adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin lahir hidup dan
trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan
pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria
lebih dari 3 gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan
penglihatan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai
ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm.
Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma.
Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat
serangan, maka prognosa akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk
menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan
melakukan sectio caesarea yang aman agar mengurangi trauma pada janin seminimal mungkin
(Mochtar, 1998).
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm
di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001).
Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of membran dan
preterm rupture of membrane. Keduanya memiliki gejala yang sama yaitu keluarnya cairan dan
tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah keluarnya cairan mendadak disertai bau
yang khas, namun berbeda dengan bau air seni. Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak
disertai rasa mules atau sakit perut. Akan terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit
jika si janin bergerak (Barbara, 2009).
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan
memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama
kehamilan. Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya,
kelainan atau kerusakan selaput ketuban, kehamilan kembar, trauma dan infeksi pada kehamilan
seperti bakterial vaginosis (Mochtar, 1998).
Diagnosis ketuban pecah dini didasarkan pada riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah
besar secara mendadak atau sedikit demi sedikit pervaginam. Untuk dapat menegakkan diagnosis
dapat diambil pemeriksaan inspekulo untuk pengambilan cairan pada forniks posterior,
pemeriksaan lakmus yang akan berubah menjadi biru sifat basa, fern tes cairan amnion,
pemeriksaan USG untuk mencari Amniotic Fluid Index (AFI), aktifitas janin, pengukur berat
badan janin, detak jantung janin, kelainan kongenital atau deformitas. Selain itu untuk
membuktikan kebenaran ketuban pecah dengan jalan aspirasi air ketuban untuk dilakukan kultur
cairan amnion, pemeriksaan interleukin, alfa fetoprotein, bisa juga dengan cara penyuntikan
indigo karmin ke dalam amnion serta melihat dikeluarkannya pervaginam (Manuaba, 2007).
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera
dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari penyebabnya.
Namun, biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur
sesuatu, atau sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan mempercepat persalinan
karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janinnya (Kasdu, 2003).
4. Janin Besar (Makrosomia)
Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara
berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 %
memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi
besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk
mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada wanita penderita
diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan
taksiran berat janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006).
Namun, bisa saja janin dengan ukuran kurang dari 4.000 gram dilahirkan dengan operasi.
Dengan berat janin yang diperkirakan sama, tetapi terjadi pada ibu yang berbeda maka tindakan
persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk panggul ibu yang terlalu sempit, berat
badan janin 3 kg sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat lewat jalan lahir. Demikian pula
pada posisi sungsang dengan berat janin lebih dari 3,6 kg sudah bisa dianggap besar sehingga
perlu dilakukan kelahiran dengan operasi. Keadaan ini yang disebut bayi besar relatif (Kasdu,
2003).
Kelahiran pervaginam untuk bayi makrosomia harus dilakukan dengan sangat terkontrol
yaitu dengan akses segera kepada staf anastesi dan tim resusitasi neonatus. Sangat penting untuk
menghindari persalinan pervaginam dengan alat bantu dalam keadaan ini (Glance, 2006).
5. Kelainan Letak Janin
Kelainan-kelainan janin menurut Mochtar (1998) antara lain :
a. Kelainan pada letak kepala
1). Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2). Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah
ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3). Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling
depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
b. Letak sungsang
Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan
bokong di bawah (Mochtar, 1998). Menurut (Sarwono, 1992) letak sungsang merupakan keadaan
dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.
1). Etiologi
Menurut (Mochtar, 1998)
a). Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada. Misalnya pada panggul
sempit, hidrosefalus, anensepali, plasenta previa, tumor-tumor pelvis dan lain-lain.
b). Janin mudah bergerak seperti pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
c). Gamelli (kehamilan ganda)
d). Kelainan uterus, seperti uterus arkautus, bikornis, mioma uteri
e). Janin sudah lama mati
f). Sebab yang tidak tahu
2). Diagnosis
- Palpasi
Kepala berada di fundus, bagian bawah bokong, dan punggung dikiri atau kanan.
- Auskultasi
Denyut jantung janin paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi dari pusat.
- Pemeriksaan dalam
Dapat teraba os sakrum, tuber ischii, dan anus, kadang-kadang kaki (pada bentuk kaki).
c. Letak lintang (Transcerse lie)
Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala
pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi lain (Winkjosastro, 1992).
1). Etiologi
Sebab terpenting terjadinya letak lintang ialah multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang
lembek (Winkjosastro, 1992). Mochtar (1998) penyebab letak lintang sering merupakan
kombinasi dari berbagai faktor, sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri.
2). Diagnosis
Menurut (Mochtar, 1998)
a). Inspeksi
Perut membuncit kesamping.
b). Palpasi
(1). Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya dan tua kehamilan
(2). Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu sudah masuk
kedalam pintu atas panggul.
(3). Kepala (ballotement) teraba di kanan atau dikiri.
c). Auskultasi
Detak jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri
d). Pemeriksaan dalam (VT)
e). Pada foto rontgen tampak janin dalam keadaan melintang.
DAFTAR PUSTAKA
Andon, H., Tabloid Nakita, No.493/TH. X13 September 2008, Hal 9 dan 20
Barbara., Ketuban Pecah Dini., 2009. http://www.conectique.com [01-08-2009]
Dewi, Yusmiati. dan Dodi Ahmad Fauzi., Operasi Caesar Pengantar dari A sampai Z, Jakarta :
EDSA Mahkota, 2007
Glance, A.,Obstetri dan Ginekologi. Edisi 2, Jakarta : Penerbit Erlangga, 2006
Jones, Derek Llewellyn., Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi, Edisi 6, Jakarta : Hipokrates,
2002
Kasdu, Dini., Operasi Caesar Masalah dan Solusinya, Jakarta : Puspa Swara, 2003
Kaufmann, Elizabeth., Persalinan Normal Setelah Operasi Cesar (VBAC), Jakarta : PT Bhuana
Ilmu Populer, 1996
Manuaba, I. B. G., Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1998
---------, Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB, Jakarta : Buku
Kedokteran EGC, 2001
------, Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 2007
Martius, Gerhard., Bedah Kebidanan Martius, Edisi 12, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1997
Mochtar, Rustam., Sinopsis Obstetri, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1998
Saifuddin, AB., Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2006
Wiknjosastro, Hanifa., Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2006
Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia., /wiki/Bedah_caesar, 2009.
http://www.ensiklopedia.id.wikipedia.org