18
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah kesehatan terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan masyarakat yang dinamis, semakin memacu tenaga kesehatan untuk terus meningkatkan kuantitatif dan pelayanan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan (Muchtar, 1998). Derajat kesehatan keluarga dan masyarakat ditentukan oleh kesehatan ibu dan anak. Salah satu keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan berdasarkan Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate) dan Angka Kematian Bayi (Neonatal Mortality Rate) (Saifuddin, 2006). Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Jadi beberapa kasus seperti plasenta previa, preeklamsia, gawat janin, kelainan letak janin dan janin besar, persalinan melalui vagina dapat meningkatkan resiko kematian ibu dan bayi sehingga diperlukan satu cara alternatif lain dengan mengeluarkan hasil konsepsi melalui pembuatan sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut disebut sectio caesarea (Muchtar, 1998). Operasi sectio caesarea jauh lebih aman dari pada dulu berkat kemajuan dalam antibiotika, transfusi darah, anestesi dan teknik operasi yang lebih sempurna. Karena itu saat ini ada

refrat DEDY OBSGYN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pustaka

Citation preview

Page 1: refrat DEDY OBSGYN

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah kesehatan terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi dan masyarakat yang dinamis, semakin memacu tenaga kesehatan untuk terus

meningkatkan kuantitatif dan pelayanan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan

(Muchtar, 1998).

Derajat kesehatan keluarga dan masyarakat ditentukan oleh kesehatan ibu dan anak.

Salah satu keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan berdasarkan Angka Kematian Ibu

(Maternal Mortality Rate) dan Angka Kematian Bayi (Neonatal Mortality Rate) (Saifuddin,

2006).

Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa

pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Jadi

beberapa kasus seperti plasenta previa, preeklamsia, gawat janin, kelainan letak janin dan janin

besar, persalinan melalui vagina dapat meningkatkan resiko kematian ibu dan bayi sehingga

diperlukan satu cara alternatif lain dengan mengeluarkan hasil konsepsi melalui pembuatan

sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut disebut sectio caesarea (Muchtar, 1998).

Operasi sectio caesarea jauh lebih aman dari pada dulu berkat kemajuan dalam

antibiotika, transfusi darah, anestesi dan teknik operasi yang lebih sempurna. Karena itu saat ini

ada kecenderungan untuk melakukan operasi ini tanpa dasar indikasi yang cukup kuat. Namun

perlu diingat, bahwa seorang wanita yang telah mengalami operasi pasti akan menimbulkan

cacat dan parut pada rahim yang dapat membahayakan kehamilan dan persalinan berikutnya

walaupun bahaya tersebut relatif kecil (Nakita, 2008).

Badan kesehatan dunia memperkirakan bahwa angka persalinan dengan bedah caesar

adalah sekitar 10 % sampai 15 % dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang,

dibandingkan dengan 20 % di Britania Raya, 23 % di Amerika Serikat dan Kanada 21 %

(Wikipedia, 2009).

Sectio caesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang utuh melalui operasi

abdomen. Di negara-negara maju, angka sectio caesarea meningkat dari 5 % pada 25 tahun yang

lalu menjadi 15 %. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh “mode”, sebagian karena ketakutan

Page 2: refrat DEDY OBSGYN

timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena pola kehamilan,

wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak (Jones, 2002).

Menurut Andon dari beberapa penelitian terlihat bahwa sebenarnya angka kesakitan dan

kematian ibu pada tindakan operasi sectio caesarea lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan

pervaginam. Angka kematian langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran

hidup. Sedangkan angka kesakitan sekitar 27,3 persen dibandingkan dengan persalinan normal

hanya sekitar 9 per 1000 kejadian. WHO (World Health Organization) menganjurkan operasi

sesar hanya sekitar 10-15 % dari jumlah total kelahiran. Anjuran WHO tersebut tentunya

didasarkan pada analisis resiko-resiko yang muncul akibat sesar. Baik resiko bagi ibu maupun

bayi (Nakita, 2008).

Pada tahun 2007-2008 jumlah persalinan dengan tindakan sectio caesarea di Rumah Sakit

Umum Meuraxa Banda Aceh berjumlah 145 kasus dari 745 persalinan keseluruhannya atau

19,46 %. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka tersebut sudah melebihi batas yang

ditetapkan oleh WHO yaitu 10-15 %.

Page 3: refrat DEDY OBSGYN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Sectio Caesarea

Tampaknya pemotongan abdomen telah dikenal orang Mesir, Yunani dan Romawi kuno

(von Siebbold; Rosenbaum). Menurut hikayat Yunani, Asclepius telah diambil dari badan ibunya

Korone oleh ayahnya, Apollo setelah ketidaksetiaannya dihukum mati dengan panah Artemis.

Operasi atas orang yang telah mati atau baru meninggal merupakan bagian hukum Romawi

Numa Pompilus (Martius, 1997).

Istilah “sectio caesarea” dihubungkan ke pendeta Jesuit Theophilus Raynaudus di abad ke

tujuh belas (1637) yang memperbaharuinya untuk kemudian menggantikan pengucapannya

dalam penggunaannya, “partus caesareus” dan “persalinan seksio”, yang rupa-rupanya untuk

tujuan psikologik. Kata “caesar” maupun “kaiser” Jerman, menurut Pliny berasal dari “caedere”,

memintas karena kaisar pertama memintasi badan ibunya (Martius, 1997).

Mereka lebih beruntung dikeluarkan dari ibu yang telah meninggal, karena telah

melahirkan yang mulia Scipio Africanus. Kaisar pertama ini dikatakan telah memintasi rahim

ibunya. Untuk alasan ini mereka dinamai kaisar. Manilius yang menginvasi Kartago bersama

tentaranya, juga dilahirkan dalam cara yang serupa (Martius, 1997).

B. Pengertian Sectio Caesarea

Yusmiati (2007) menyatakan bedah caesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan

melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk

mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina

akan mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti

kelahiran normal.

Suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada

dinding uterus yang masih utuh (intact) (Saifuddin, 2006).

C. Jenis-Jenis Sectio Caesarea

Menurut (Muchtar, 1998) :

1. Sectio caesarea transperitonealis

Page 4: refrat DEDY OBSGYN

Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri

sedangkan sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen

bawah rahim.

2. Sectio caesarea ekstraperitoneali

Tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum

abdominal.

3. Sectio caesarea klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10

cm.

4. Sectio caesarea ismika (profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low

cervical transversal) kira-kira 10 cm.

D. Resiko Sectio Caesarea

Resiko terhadap bayi dilakukan sectio caesarea menurut (Nakita, 2008) yaitu kematian

dan gagal ASI, gangguan paru-paru, gangguan sistem saluran cerna dan kekebalan tubuh,

gangguan kekebalan tubuh dan alergi dan rentan stres. Sedangkan resiko terhadap ibu yaitu

infeksi yang didapat dari rumah sakit, terutama setelah dilakukan sectio pada persalinan,

fenomenal tromboemboli terutama pada multipara dengan parikositas, ileus terutama karena

peritonitis dan kurang sering karena dasar obstruksi.

E. Faktor-Faktor Penyebab Sectio Caesarea

Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah plasenta

previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan

faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong.

Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri

iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal

distres dan janin besar melebihi 4.000 gram.

Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio

caesarea sebagai berikut.

Page 5: refrat DEDY OBSGYN

1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai

dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara

alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga

panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.

Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan

kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan

patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran

bidang panggul menjadi abnormal (Kasdu, 2003).

Setiap pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan

distosia pada persalinan. Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu :

a. Kesempitan pintu atas panggul

Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan

ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal yang

merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses persalinannya jika

kelainan panggul cukup menonjol dan menghalangi masuknya kepala dengan mudah ke dalam

pintu atas panggul, proses persalinan akan memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi

persalinan spontan yang efektif sehingga membawa akibat yang serius bagi ibu maupun

janinnya.

b. Kesempitan panggul tengah

Bidang obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior simfisis pubis, lewat

spina iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan kelima.

Meskipun definisi kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah mungkin sempit kalau

jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm

atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih kurang lagi.

c. Kesempitan pintu bawah panggul

Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia

tuberculum 8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak

mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai pula

dengan kesempitan panggul tengah.

Page 6: refrat DEDY OBSGYN

Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu

hamil cukup bulan, akan dilakukan operasi sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin

besar kalau persalinan semakin maju (Jones, 2001).

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh

kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan

eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu

kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati

agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).

Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang

timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi

dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih

dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan

sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140

mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan

diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100 mmHg atau lebih, maka diagnosis

hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6

jam pada kedaan istirahat (Wiknjosastro, 2002).

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan

biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan

muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak

seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat badan setengah kilo

setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan satu kilo

seminggu beberapa kali,hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-

eklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 gram/liter

dalam air 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per

liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2 kali

dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan

kenaikan berat badan karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro,

2002).

Page 7: refrat DEDY OBSGYN

Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah pemeriksaan antenatal

yag teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan

pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan

adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin lahir hidup dan

trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).

Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan

pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria

lebih dari 3 gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan

penglihatan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai

ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm.

Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma.

Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat

serangan, maka prognosa akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk

menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan

melakukan sectio caesarea yang aman agar mengurangi trauma pada janin seminimal mungkin

(Mochtar, 1998).

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan

ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm

di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001).

Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of membran dan

preterm rupture of membrane. Keduanya memiliki gejala yang sama yaitu keluarnya cairan dan

tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah keluarnya cairan mendadak disertai bau

yang khas, namun berbeda dengan bau air seni. Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak

disertai rasa mules atau sakit perut. Akan terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit

jika si janin bergerak (Barbara, 2009).

Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan

memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama

kehamilan. Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya,

Page 8: refrat DEDY OBSGYN

kelainan atau kerusakan selaput ketuban, kehamilan kembar, trauma dan infeksi pada kehamilan

seperti bakterial vaginosis (Mochtar, 1998).

Diagnosis ketuban pecah dini didasarkan pada riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah

besar secara mendadak atau sedikit demi sedikit pervaginam. Untuk dapat menegakkan diagnosis

dapat diambil pemeriksaan inspekulo untuk pengambilan cairan pada forniks posterior,

pemeriksaan lakmus yang akan berubah menjadi biru sifat basa, fern tes cairan amnion,

pemeriksaan USG untuk mencari Amniotic Fluid Index (AFI), aktifitas janin, pengukur berat

badan janin, detak jantung janin, kelainan kongenital atau deformitas. Selain itu untuk

membuktikan kebenaran ketuban pecah dengan jalan aspirasi air ketuban untuk dilakukan kultur

cairan amnion, pemeriksaan interleukin, alfa fetoprotein, bisa juga dengan cara penyuntikan

indigo karmin ke dalam amnion serta melihat dikeluarkannya pervaginam (Manuaba, 2007).

Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera

dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari penyebabnya.

Namun, biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur

sesuatu, atau sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan mempercepat persalinan

karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janinnya (Kasdu, 2003).

4. Janin Besar (Makrosomia)

Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara

berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 %

memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi

besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk

mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada wanita penderita

diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan

taksiran berat janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006).

Namun, bisa saja janin dengan ukuran kurang dari 4.000 gram dilahirkan dengan operasi.

Dengan berat janin yang diperkirakan sama, tetapi terjadi pada ibu yang berbeda maka tindakan

persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk panggul ibu yang terlalu sempit, berat

badan janin 3 kg sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat lewat jalan lahir. Demikian pula

pada posisi sungsang dengan berat janin lebih dari 3,6 kg sudah bisa dianggap besar sehingga

Page 9: refrat DEDY OBSGYN

perlu dilakukan kelahiran dengan operasi. Keadaan ini yang disebut bayi besar relatif (Kasdu,

2003).

Kelahiran pervaginam untuk bayi makrosomia harus dilakukan dengan sangat terkontrol

yaitu dengan akses segera kepada staf anastesi dan tim resusitasi neonatus. Sangat penting untuk

menghindari persalinan pervaginam dengan alat bantu dalam keadaan ini (Glance, 2006).

5. Kelainan Letak Janin

Kelainan-kelainan janin menurut Mochtar (1998) antara lain :

a. Kelainan pada letak kepala

1). Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling

rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,

kerusakan dasar panggul.

2). Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah

ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

3). Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling

depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka

atau letak belakang kepala.

b. Letak sungsang

Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan

bokong di bawah (Mochtar, 1998). Menurut (Sarwono, 1992) letak sungsang merupakan keadaan

dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian

bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi

bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.

1). Etiologi

Menurut (Mochtar, 1998)

a). Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada. Misalnya pada panggul

sempit, hidrosefalus, anensepali, plasenta previa, tumor-tumor pelvis dan lain-lain.

Page 10: refrat DEDY OBSGYN

b). Janin mudah bergerak seperti pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).

c). Gamelli (kehamilan ganda)

d). Kelainan uterus, seperti uterus arkautus, bikornis, mioma uteri

e). Janin sudah lama mati

f). Sebab yang tidak tahu

2). Diagnosis

- Palpasi

Kepala berada di fundus, bagian bawah bokong, dan punggung dikiri atau kanan.

- Auskultasi

Denyut jantung janin paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi dari pusat.

- Pemeriksaan dalam

Dapat teraba os sakrum, tuber ischii, dan anus, kadang-kadang kaki (pada bentuk kaki).

c. Letak lintang (Transcerse lie)

Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala

pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi lain (Winkjosastro, 1992).

1). Etiologi

Sebab terpenting terjadinya letak lintang ialah multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang

lembek (Winkjosastro, 1992). Mochtar (1998) penyebab letak lintang sering merupakan

kombinasi dari berbagai faktor, sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri.

2). Diagnosis

Menurut (Mochtar, 1998)

a). Inspeksi

Perut membuncit kesamping.

b). Palpasi

(1). Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya dan tua kehamilan

(2). Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu sudah masuk

kedalam pintu atas panggul.

(3). Kepala (ballotement) teraba di kanan atau dikiri.

c). Auskultasi

Detak jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri

Page 11: refrat DEDY OBSGYN

d). Pemeriksaan dalam (VT)

e). Pada foto rontgen tampak janin dalam keadaan melintang.

Page 12: refrat DEDY OBSGYN

DAFTAR PUSTAKA

Andon, H., Tabloid Nakita, No.493/TH. X13 September 2008, Hal 9 dan 20

Barbara., Ketuban Pecah Dini., 2009. http://www.conectique.com [01-08-2009]

Dewi, Yusmiati. dan Dodi Ahmad Fauzi., Operasi Caesar Pengantar dari A sampai Z, Jakarta :

EDSA Mahkota, 2007

Glance, A.,Obstetri dan Ginekologi. Edisi 2, Jakarta : Penerbit Erlangga, 2006

Jones, Derek Llewellyn., Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi, Edisi 6, Jakarta : Hipokrates,

2002

Kasdu, Dini., Operasi Caesar Masalah dan Solusinya, Jakarta : Puspa Swara, 2003

Kaufmann, Elizabeth., Persalinan Normal Setelah Operasi Cesar (VBAC), Jakarta : PT Bhuana

Ilmu Populer, 1996

Manuaba, I. B. G., Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk

Pendidikan Bidan, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1998

---------, Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB, Jakarta : Buku

Kedokteran EGC, 2001

------, Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 2007

Martius, Gerhard., Bedah Kebidanan Martius, Edisi 12, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1997

Mochtar, Rustam., Sinopsis Obstetri, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1998

Saifuddin, AB., Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, 2006

Wiknjosastro, Hanifa., Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

2006

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia., /wiki/Bedah_caesar, 2009.

http://www.ensiklopedia.id.wikipedia.org