62
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PUSKESMAS LABUAN-FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT Oleh : IRWAN MUHAEIMIN H.M. N 111 12 004 Pembimbing dr. Lilly Corry Mongi DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PUSKESMAS LABUAN - FAKULTAS KEDOTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO Laporan Kasus IKM ISPA Puskesmas Labuan | 0

Refleksi Kasus ISPA - Copy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bacaan

Citation preview

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKATPUSKESMAS LABUAN-FAKULTAS KEDOKTERANDAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS TADULAKO

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

Oleh :IRWAN MUHAEIMIN H.M.N 111 12 004

Pembimbingdr. Lilly Corry Mongi

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADABAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PUSKESMAS LABUAN -FAKULTAS KEDOTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS TADULAKOPALUDESEMBER 2014

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangUsaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta anak bawah lima tahun.Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Menurut data dari Puskesmas Labuan Donggala pada tahun 2012 sejumlah 851 (25,6%) yang kebanyakan dialami oleh balita dan anak. Dari uraian di atas, berikut akan disajikan laporan kasus Ilmu Kesehatan Masyarakat tentang ISPA.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Namun demikian, di dalam pedoman ini ISPA didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Contoh patogen yang menyebabkan ISPA yang dimasukkan dalam pedoman ini adalah rhinovirus, respiratory syncytial virus, paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory syndromeassociated coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza (WHO, 2007).2.2 Penyebab Penyakit ISPAInfeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Kebanyakan infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria (Achmadi dkk., 2004). Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan (PD PERSI, 2002).Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas. Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah (PD PERSI, 2002).2.3 Faktor Resiko ISPA2.3.1. Faktor host (diri)2.3.1.1Usia Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).2.3.1.2 Jenis kelaminMeskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)2.3.1.3Status giziInteraksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.

2.3.1.4Status imunisasi Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003). 2.3.1.5Pemberian suplemen vitamin A Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.2.3.1.6Pemberian air susu ibu (ASI) ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).2.3.2. Faktor lingkungan2.3.2.1 Rumah Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989). Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).2.3.2.2 Kepadatan hunian (crowded)Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.2.3.2.3 Status sosial ekonomiTelah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).2.3.2.4 Kebiasaan merokok Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)2.3.2.5 Polusi udaraBerdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).2.4 Tanda dan Gejala ISPASebagian besar anak dengan ISPA memberikan gejala yang sangat penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan. Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat dikenali yaitu flu, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 0 Celcius dan disertai sesak nafas (PD PERSI, 2002).Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu ISPA ringan bukan pneumonia; ISPA sedang, pneumonia; ISPA berat, pneumonia berat (Suyudi, 2002).Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya dikenal ISPA berat dan ISPA ringan (tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi kurang dari dua bulan adalah bila frekuensi nafasnya cepat (60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding dada yang kuat. Pada dasarnya ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat jika keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan perawatan atau daya tahan tubuh pasien sangat kurang. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui orang awamsedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan sederhana.2.4.1 Gejala ISPA ringanSeorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut:a. Batuk.b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis ).c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.2.5 Patogenesis ISPAPerjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa. b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah. c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk. d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.2.6 Klasifikasi ISPABanyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut ini cukup menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, hal ini semakin nyata setelah diketahui bahwa satu organisme dapat menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu macam penyakit yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme tersebut (Mandal, dkk, 1984).Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada :2.6.1 Lokasi Anatomisa. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.b. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus paru-paru.2.6.2 Derajat keparahan penyakitWHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul, dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut :a. ISPA ringanDitandai dengan satu atau lebih gejala berikut:1. Batuk2. Pilek dengan atau tanpa demamb. ISPA sedangMeliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:1.Pernafasan cepat.2. Wheezing (nafas menciut-ciut).3. Sakit/keluar cairan dari telinga.4. Bercak kemerahan (campak).c. ISPA beratMeliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:1. Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.2. Kesadaran menurun.3. Bibir / kulit pucat kebiruan.4. Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.5. Adanya selaput membran difteri.Depkes RI (1991) membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis yang didapat yaitu :a. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun.Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :Pneumonia berat, tanda utama :1. Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, serta gizi buruk.2. Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.3. Nafas cuping hidung4. Suara rintihan 5. Sianosis (pucat)Pneumonia (tidak berat), tanda :1. Tak ada tarikan dinding dada ke dalam Disertai nafas cepat: Lebih dari 50 kali / menit untuk usia 2 bulan 1 tahun. Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun 5 tahun.Bukan Pneumonia, tanda :1. Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.2. Tak ada nafas cepat: Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun. Kurang dari 40 kali / menit untuk anak usia 1 tahun 5 tahun.

b. Anak umur kurang dari 2 bulanUntuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu Pneumonia berat, tanda :1. Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin.2. Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau3. Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.Bukan Pneumonia, tanda :1. Tidak ada nafas cepat.2. Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.2.7 Penatalaksanaan Penyakit ISPAPenemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:2.7.1 Pemeriksaan Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit tersebut dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada yang bersangkutan orang tua misalkan penderita ISPA pada anak-anak atau balita. 2.7.2 Klasifikasi ISPA dalam pencegahanProgram Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut: 2..7.2.1 Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).2.7.2.2Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat. 2.7.2.3Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.2.7.3 Pengobatan 2.7.3.1 Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya. 2.7.3.2Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. 2.7.3.3Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. 2.7.4Perawatan dirumah 2.7.4.1Mengatasi panas (demam)Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es). 2.7.4.2Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali sehari.2.7.4.3Pemberian makananBerikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi misalkan yang menyusui tetap diteruskan.

2.7.4.5Pemberian minumanUsahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.2.7.5Pencegahan dan Pemberantasan Pencegahan dapat dilakukan dengan : a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. b. Immunisasi. c. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan. d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. Pemberantasan yang dilakukan adalah : a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan. c. Immunisasi

BAB IIIKASUSIDENTITASNama: An. AUmur: 1 Tahun 4 BulanJenis kelamin: PerempuanAgama: IslamAlamat: Desa Sulumbone Dusun Vatukiri Tanggal Pemeriksaan: 12 Januari 2015

ANAMNESISKeluhanUtama:Batuk berlendirRiwayatPenyakitSekarang:Pasien datang ke poli PKM dengan keluhan batuk berlendir yang dialami sejak 1 hari yang lalu, lendir berwarna putih, yang disertai pilek. Pasien tidak mengalami sesak napas maupun mual-muntah. Pasien juga mengalami demam yang naik turun sejak 1 hari yang lalu tanpa disertai menggigil maupun kejang. Nafsu makan berkurang. BAB lancar, biasa. BAK lancar.

RiwayatPenyakitDahulu :Pasien sudah beberapa kali mengalami keluhan yang sama.

RiwayatPenyakitKeluarga:Ibu kandung pasien mengalami keluhan yang sama.

Genogram:

Keterangan : = Laki-laki= Perempuan= Pasien

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan: Pasien makan 3 kali sehari dengan lauk seadanya, namun terkadang pasien makan tidak teratur dan menjadi malas makan terutama saat sakit. Pasien lebih suka mengkonsumsi makanan jajanan disekitar lingkungan rumah terutama jajan snack. Pasien mulai diajarkan ibunya untuk mencuci tangan sebelum makan, dan setelah pasien bermain diluar rumah. Ayah dan ibu pasien adalah seorang perokok aktif, keduanya dapat merokok dimana saja, bahkan saat berkumpul dengan anak anaknya. Pasien tinggal bersama orang tuanya di rumah milik pribadi yang berada di pinggir jalan poros. Rumah pasien berupa sebuah rumah tipe semi-permanen berukuran panjang x lebar 10 x 14 m2. Rumah terdiri dari ruang tamu, 2 kamar tidur, ruang keluarga, dapur, ruang makan, tempat cuci piring, dan tempat menjemur pakaian. Untuk keperluan mandi dan BAB, keluarga pasien menggunakan kamar mandi milik posyandu yang berada tepat di sebelah rumah pasien. Lantai rumah terbuat dari keramik, dinding rumah dari batako yang sudah diplester, dan atap rumah terbuat dari seng tanpa plafon. Ruang tamu, kamar, dan dapur memiliki jendela dan pencahayaan yang cukup. Ruang keluarga tempat utama berkumpulnya seluruh anggota keluarga juga digunakan sebagai ruangan untuk tidur sekeluarga, karena kamar tidur jarang digunakan dengan alasan belum diberi plafond. Jarak rumah pasien dengan rumah tetangga + 2 m. Sumber air yang dipakai untuk sehari hari adalah dari air tanah yang dihubungkan dengan pipa air. Sedangkan untuk minum, keluarga pasien menggunakan air dari pipa tersebut yang telah dimasak. Sumber listrik dari PLN. Sampah dibuang pada tempat sampah di halaman depan rumah dan dibakar di halaman depan rumah saat tempat sampah penuh. Ayah dan Ibu Pasien memiliki kebiasaan sering merokok dalam rumah dan di sekitarnya biasa ada anak-anak meraka yang sedang bermain.

Gambar 1. Rumah tampak depan

(a) (b)Gambar 2. Rumah tampak samping dengan jendela yang jarang di buka lebar. (a) samping kanan (b) samping kiri.

Gambar 3. Kandang ayam yang berjarak + 5 m di samping rumah.

Gambar 4. Ruang tamu dengan jendela yang selalu tertutup

Gambar 5. Ruang tengah / Ruang keluarga dengan bagian atap yang belum di plafond.

Gambar 6. Kamar tidur utama

Gambar 7. Kamar tidur tamu yang jarang digunakan.

(a) (b)Gambar 8. Dapur dengan ventilasi yang cukup terbuka(a) Tampak bagian dalam, (b) Tampak bagian luar.

Gambar 9. Tempat cuci piring dan baju di luar rumah bagian belakang.

Gambar 10. Tempat menjemur pakaian yang tidak terkena matahari langsung.

Gambar 11. Kamar mandi yang digunakan adalah kamar mandi posyandu yang bersebelahan tepat di samping kiri rumah.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan:Riwayat Antenatal :Ibu rutin memeriksakan kehamilannya ke pelayanan kesehatan saat mengandung pasien.Riwayat Natal :Pasien lahir normal dengan berat badan lahir 2500 gram, ditolong bidan, di Puskesmas. Usia kehamilan cukup bulan.

Riwayat Neonatal :Tidak ada kelainan

Asupan Makanan: Asi sejak lahir sampai pasien berumur1 tahunNasi dan lauk pauk mulai usia 6 bulan sampai sekarang

Riwayat Imunisasi:Ibu pasien rutin membawa pasien untuk mendapatkan imunisasi.

Riwayat Sosial Ekonomi :Ayah pasien sebagai tulang punggung keluarga, dengan penghasilan yang tidak menetap. Rata-rata penghasilan per bulannya kurang lebih Rp.800.000,-

PEMERIKSAAN FISIKKondisiUmum:SakitringanBeratBadan:7 kg

Tingkat Kesadaran:Compos MentisTinggiBadan:68cm

Status Gizi:Gizi kurang

Tanda Vital

Nadi:96 kali/menit (kuat angkat, isi cukup, reguler)

Suhu:36.70C

Pernapasan:24 kali/menit

Kulit:Warna sawo matang, lapisan lemak di bawah kulit cukup.

Kepala:Normosefal, rambut berwarna hitam, tipis dan tidak mengkilap, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, pupil bulat isokor (diameter 3 mm). Terdapat sekret pada hidung (warna bening keputihan), tidak terdapat pernapasan cuping hidung. Tidak ada sekret pada telinga, bibir tidak sianosis.

Tenggorokan-Leher:Tonsil dan faring sulit dinilai.Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.

Thoraks:

Paru:Inspeksi: permukaan dada simetris, penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-).Palpasi: massa (-), nyeri tekan (-) taktil fremitus kiri = kanan.Perkusi: sonor pada kedua lapang paruAuskultasi: bunyi napas brokovesikuler +/+, wheezing (-/-), ronkhi (+/+).

Gambar 12. Kegiatan Pemeriksaan Fisis

Jantung:Inspeksi: iktus kordis tampakPalpasi: iktus kordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistraPerkusi: pekakAuskultasi: bunyi jantung I dan II murni, reguler, bising jantung (-).

Abdomen :Inspeksi: permukaan datar, seirama gerak napasAuskultasi: peristaltik kesan normalPerkusi: timpaniPalpasi: massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

EkstremitasAtasBawah::Akral hangat, edema (-)Akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan PenunjangTidak dilakukan pemeriksaan penunjang

Diagnosis KerjaISPA non pneumonia

Diagnosis BandingISPA pneumonia

AnjuranPemeriksaan1) Pemeriksaan darah rutin2) Pemeriksaan apusan sekret3) Pemeriksaan foto thoraks

Terapi Medikamentosa : Puyer batuk (3x1 pulv) untuk 10 kali pemberian :CTM (8 mg) 2 tab.Ambroxol (37.5 mg) 1 tab.Efedrin (25 mg) 1 kap.Vitamin C 2 tab. Paracetamol drops 3x0.8 cc (80 mg)

Nonmedikamentosa : Menganjurkan ibu untuk melakukan kompres untuk membantu menurunkan demam Memberikan perasan jeruk nipis dengan madu atau kecap untuk membantu mengurangi batuk Memberi makanan bergizi pada anak secara teratur untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak. Mengurangi minum yang dingin-dingin, dan memperbanyak minum air putih ataupun sari buah untuk membantu mengencerkan dahak. Istirahat yang cukup. Menganjurkan kedua orang tua untuk berhenti merokok, dan jika sulit, sebaiknya merokok diluar rumah dan tidak disekitar anak kecil.

BAB IVPEMBAHASAN

Aspek KlinisPada kasus ini, pasien anak perempuan berumur 1 tahun 4 bulan datang ke poli PKM dibawa oleh Ibunya dengan keluhan utama batuk berlendir yang dialami sejak 1 hari yang lalu, lendir berwarna putih, yang disertai pilek. Pasien tidak mengalami sesak napas maupun mual-muntah. Pasien juga mengalami demam yang naik turun sejak 1 hari yang lalu tanpa disertai menggigil maupun kejang. Nafsu makan berkurang. BAB lancar, biasa. BAK lancar.Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi pasien tergolong gizi kurang, tampak sekret pada hidung pasien (berwarna bening keputihan) dan pada pemeriksaan bunyi pernapasan terdpat bunyi tambahan Rhongki di kedua paru. Selain itu tidak didapatkan abnormalitas lainnya sehingga berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis dengan ISPA non pneumonia.ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) didefinisikan sebagai infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). Dikatakan akut karena munculnya mendadak dan biasanya berlangsung dalam waktu kurang dari 14 hari. (Deasy, 2009; Rubin, 2005)Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumonia dan bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian. (Deasy, 2009)Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. (Rasmaliah, 2004)Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan apusan sekret maupun foto thoraks pada kasus ini belum perlu dilakukan karena berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien tergolong penderita ISPA non pneumonia sehingga untuk kunjungan awalnya dapat diberikan terapi awal berupa terapi simptomatik dan pemberian vitamin tanpa pemberian antibiotik karena etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus sehingga tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Terapi awal dapat dievaluasi 3 hari kemudian untuk menentukan langkah selanjutnya yang perlu diambil.Pasien ini diberikan terapi simptomatik, yaitu pemberian paracetamol, ambroksol, CTM, efedrin dan vitamin C. Paracetamol diberikan sebagai antipiretik yang bekerja pada hipotalamus. Paracetamol juga dapat bekerja secara perifer dengan memblok impuls nyeri dan dapat pula bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin pada sistem saraf pusat. (Wahyono, 2008)Ambroksol merupakan suatu metabolit bromheksin yang diduga sama cara kerja dan penggunaannya. Ambroksol merupakan mukolitik yaitu obat yang dapat mengencerkan sekret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang polisakarida dan mukoprotein dari sputum. (Goldman, 2008; Rubin, 2005)CTM (Chlorpheniramine Maleatalkilamin) yang merupakan salah satu dari alkilamin yang merupakan golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1). Antihistamin dapat menyebabkan relaksasi otot polos saluran napas dan menurunkan produksi mukus. Efek samping yang paling sering ditimbulkan adalah efek sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang memerlukan banyak istirahat. Antihistamin juga dapat menurunkan sekresi mukus. (Goldman, 2008; Rubin, 2005)Efedrin bekerja pada reseptor dan , termasuk 1, 2, 1 dan 2, baik bekerja langsung ataupun tidak langsung. Efek tidak langsung yaitu dengan merangsang pelepasan noradrenalin. Efedrin 25 mg sampai 50 mg intramuskular atau subkutan bisa digunakan untuk mengatasi keadaan hipotensi, 25 mg per oral sekali sehari untuk mengatasi hipotensi ortostatik, juga sebagai bronkodilator dan dekongestan. Untuk pasien ini efedrin diberikan sebagai bronkodilator dan dekongestan. (McPhee, 2008)Pemberian vitamin C bertujuan untuk meringkan gejala dan mempersingkat durasi gejala yang ditimbulkan oleh ISPA. (WHO, 2009)Pada pasien anak ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Untuk itu penting menginformasikan tanda-tanda bahaya yang harus diperhatikan ibu dengan bahasa yang mudah dipahami oleh ibu sehingga ibu pasien dapat segera membawa anaknya ke layanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lanjutan jika ditemukan tanda bahaya tersebut.Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris. (WHO, 2007; WHO, 2009)Tanda-tanda klinis yang dapat diamati, antara lain : Pada sistem respiratorik: tachypnea, napas tak teratur (dispnea), retraksi dinding thoraks, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing. Pada sistem cardial: takikardia, bradikardia, hipertensi, hipotensi dan henti jantung. Pada sistem serebral: gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan koma. Pada hal umum : letih dan berkeringat banyak. Tanda-tanda laboratoris yang perlu diperhatikan oleh tenaga kesehatan, antara lain: Hipoksemia, Hiperkapnea dan Asidosis (metabolik dan atau respiratorik) Pada kasus ini, pasien tidak memerlukan rawat inap, sehingga ibu pasien perlu diberikan edukasi mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk menunjang kesembuhan saat anak menjalani perawatan di rumah. Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA, antara lain : (Rasmaliah, 2004) Mengatasi panas (demam)Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam dapat diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam selama anak mengalami demam. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih kemudian celupkan pada air (tidak perlu air es). Mengatasi batukDianjurkan memberi obat batuk yang mudah ibu dapatkan yaitu dengan menggunakan perasan jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh, diberikan tiga kali sehari. Pemberian madu tidak untuk anak berusia kurang dari 1 tahun. Pemberian makananBerikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. Berikan makanan yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral. Pemberian minumUsahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. Lain-lainTidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan di rumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.Cara penularan ISPA dapat melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA (hand to hand transmission) dan dapat juga ditularkan melalui udara tercemar (air borne disease) pada penderita ISPA yang kebetulan mengandung bibit penyakit melalui sekresi berupa saliva atau sputum.Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan : Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. Immunisasi. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Aspek Ilmu Kesehatan MasyarakatSuatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidak seimbangan faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya), namun yang paling berperan dalam terjadinya ISPA adalah faktor perilaku, lingkungan serta pelayanan kesehatan. ISPA menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :Faktor resiko timbulnya ISPA pada anak pada kasus ini, antara lain : (Rasmaliah, 2004)1. Faktor host (diri)a. UsiaKebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut. Hal tersebut sesuai dengan kasus ini dimana pasien adalah pasien anak berusia 1 tahun 3 bulan.b. Jenis kelaminAngka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di Negara Denmark.c. Status giziInteraksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya. Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak. Pada kasus ini pasien tergolong gizi buruk sehingga lebih rentan menderita infeksi.d. Status imunisasi Pada sebuah penelitian mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA. Pasien ini tidak pernah mendapatkan imunisasi karena kurang pedulinya orangtua pasien terhadap pentingnya imunisasi.e. Pemberian suplemen vitamin A Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi. Pasien ini juga tidak pernah memperoleh vitamin A hingga saat dilakukan home visit.f. Pemberian air susu ibu (ASI) ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat anti mikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem imunologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas. Pasien ini mendapatkan ASI ekslusif selama 6 bulan pertama kehidupannya, kemudian tetap mendapatkan ASI hingga pasien berusia 1 tahun yang disertai dengan pemberian makanan pendamping.2. Faktor lingkungana. RumahRumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu.Menurut Depkes RI, rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari tiga komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Minimum yang memenuhi kriteria sehat pada masing-masing parameter adalah sebagai berikut : (Wahyono, 2008) Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan. Minimum kelompok fasilitas pendukung rumah sehat adalah sarana air bersih, jamban (sarana pembuangan kotoran), sarana pembuangan air limbah (SPAL) dan sarana pembuangan sampah. Perilaku. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat untuk menitikberatkan pada pengawasan terhadap strukur fisik yang digunakan sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA.b. Kepadatan hunian (crowded)Kepadatan hunian seperti luas ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.c. Status sosioekonomiTelah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat dimana pasien ini tinggal di daerah dengan penduduk padat dan tergolong ekonomi lemah.d. Kebiasaan merokok Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok. Di tempat tinggal pasien 2 anggota keluarga, yaitu ayah dan pamannya adalah perokok aktif sehingga pasien lebih mudah terserang ISPA.e. Polusi udaraDiketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak.

BAB VIIIKESIMPULANDemikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil laporan kasus tentang penyakit ISPA di Puskesmas Labuan Donggala. Beberapa kesimpulan dari laporan kasus ini yaitu angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Labuan masih tinggi sebagai peringkat pertama dari sepuluh penyakit terbanyak dan sebagai saran, diantaranya : Masyarakat harus lebih peduli terhadap kesehatan mereka yaitu dengan rutin memeriksakan kesehatannya. Selain memeriksakan kesehatan, masyarakat juga di anjurkan untuk lebih peduli terhadap kebersihan diri, kebersihan lingkungan dan kesehatan sekitarnya. Masyarakat ikut aktif dalam kegiatan kesehatan ataupun penyuluhan sehingga bisa menambah wawasan tentang berbagai penyakit.

Kepada Petugas Kesehatan Setempat Para petugas dapat memberikan bimbingan atau penyuluhan kepada warga setempat mengenai penyakit penyakit yang sering timbul di daerah tersebut. Para petugas juga memotivasi masyarakat agar selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar terhidar dari berbagai penyakit.termasuk penyakit ISPA.

DAFTAR PUSTAKA1. Departemen kesehatan RI, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota Sehat, Jakarta.

2. Departemen Kesehatan, 2004, Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor : 128 /Menkes/SK/V/2004 Tahun 2004 tentang Tujuan Pembangunan

3. Hasil Survey Dan Demografi Kesehatan Indonesia 2007, Aidsindonesia, Februari 2009, Availablefrom: www.aidsindonesia.or.id/webcontrol/documents/200903031136130.demograFI%2007.Html

4. Manajemen Kesehatan Teori Dan Praktik Di Puskesmas. Ending Sutisna Sulaeman. 2009 Fk Uns

5. Deasy, JoAnn and Werner, Karen. Acute Respiratory Tract Infections ; When Are Antibiotics Indicated? [serial online]. 2009. [cited 30 November 2014]. Available from: www.jaapa.com.

6. Goldman, Lee and Aussielo, Dennis. Cecil Medicine 23rd Edition. USA : Elsevier Inc. 2008.

7. McPhee, Stephen J and Papadakis, Maxin A. Current Medical Diagnosis & Treatment 2008. San Fransisco : McGraw Hill.

8. Rasmaliah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. 2004. [cited 30 November 2014]. Available from : http://library.usu.ac.id/

9. Rubin, Michael A, et al. Harrisons Principle of Internal Medicine. USA : McGraw Hill. 2005.

10. Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Napas Akut Usia Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004. [serial online]. 2008. [cited 30 November 2014]. Available from: http://mfi.farmasi.ugm.ac.id

11. WHO. Acute Respiratory Infections (Update September 2009). [serial online]. 2009. [cited 30 November 2014]. Available from : www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html

12. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2007.

13. Profil Puskesmas Labuan Donggala Tahun 2012 Laporan Kasus IKM ISPA Puskesmas Labuan | 40