Upload
aryosan-tetuko
View
264
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TPP - Punya Kelompok Kak TIno
Citation preview
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produk hasil pertanian memiliki sifat mudah rusak atau perishable, terutama
bebuahan. Di samping itu, ketidakseragaman dalam hal kematangan ketika panen
menjadi salah satu kelemahan produk pertanian. Pemilihan waktu dan umur kematangan
yang tepat akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dipanen. Terlebih lagi pada
komoditi berupa buah yang terklasifikasi atas buah klimakterik dan non-klimakterik.
Penanganan pasca panen untuk kedua jenis buah ini pun akan berbeda.
Beberapa perlakuan yang dilakukan setelah buah dipanen di antaranya adalah
pemeraman dan penghambatan respirasi dengan penambahan bahan penyerap.
Pemeraman merupakan upaya yang dilakukan untuk mempercepat proses pematangan
buah. Sedangkan pemberian bahan penyerap bertujuan untuk menghambat proses
metabolisme dan respirasi pada buah sehingga pematangan berjalan lambat. Kedunya
dilakukan dengan penambahan suatu bahan tertentu seperti penghasil etilen atau pun
vitamin C.
Kedua perlakuan ini dilakukan dengan tujuan masing-masing, tergantung kondisi
dan kebutuhan. Keduanya berperan penting dalam penanganan pasca panen komoditi
bebuahan dari segi penjagaan kualitas dan umur simpan. Untuk itu, perlu dilakukannya
kajian mengenai pengaruh penambahan bahan pemicu pematangan dan bahan
pematangan. Sehingga diperoleh produk dengan mutu atau kualitas yang baik dan
terjaga secara optimal.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh penambahan bahan
penghasil gas etilen dan bahan penyerap oksigen terhadap mutu bebuahan selama proses
penyimpanan.
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah pisang, tomat,
karbit, vitamin C, kapur, , palstik LDPE, penetrometer, pH meter, mortar, air,
gelas ukur, kolorimeter, dan pisau. susut bobot, warna, kekerasan, pH juice, sensori dan
tanda-tanda fisiologis.
B. Metode
Simpan buah dalam kemasan disuhu ruang dan dibuat pula kontrolnya (tanpa kemasan dan dikemas tanpa ada bahan penyerap
Plastik ditutup rapat atau dislim
Masukkan karbit , , dan vitamin C yang telah di bungkus
Masukkan buah dalam kantung plastik LDPE
Dicuci dengan larutan deterjen
Siapkan buah utuh dengan ukuran yang sama
Uji yang dilakukan susut bobot, pH juice, warna, kekerasan, sensori, dan tanda-tanda fisiologi
Analisis dilakukan selama 1 minggu
minggu
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
[Terlampir]
B. Pembahasan
Salah satu mayoritas produk pertanian berupa bebuahan yang mengandung
banyak nutrisi dan manfaat bagi manusia. Buah memiliki masa simpan yang relatif
rendah sehingga buah dikenal sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat
berpengaruh terhadap kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat
kaitannya dengan proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan
di mana akan menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan
berat; susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur
yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai konsumen dan juga susut nilai gizi
yang berpengaruh terhadap kualitas buah.
Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyebutkan bahwa kualitas dari produk buah
olahan tergantung pada kualitas buah tersebut sebelum dilakukan pengolahan. Oleh
sebab itu sangat penting diketahui beberapa hal penting seperti waktu panen yang tepat,
cara pemanenan yang baik, penanganan setelah panen, serta cara mempertahankan mutu
buah segar setelah panen. Salah satu upaya mempertahankan mutu buah adalah dengan
melakukan pemeraman dan penghambatan respirasi.
Pada siklus hidup buah, secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga tahapan
fisiologi yaitu pertumbuhan (growth), pematangan (ripening), dan pelayuan
(senescence). Pertumbuhan melibatkan pembelahan sel dan diteruskan dengan
pembesaran sel yang bertanggung jawab terhadap ukuran maksimal sel tersebut.
Pematangan adalah kejadian dramatik dalam kehidupan buah karena mengubah organ
tanaman dari matang secara fisiologis menjadi dapat dimakan serta terkait dengan
tekstur, rasa dan aroma. Pematangan merupakan istilah khusus untuk buah yang
merupakan tahap awal dari senesen. Senescence dapat diartikan sebagai periode menuju
ke arah penuaan (ageing) dan akhirnya mengakibatkan kematian dari jaringan (Santoso
dan Purwoko 1995).
Buah-buahan dapat dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan mereka di saat
pertumbuhan sampai fase senescene menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan
kelompok buah-buahan non klimakterik (Biale dan Young 1981). Buah-buahan
klimakterik yang sudah mature, selepas dipanen, secara normal memperlihatkan suatu
laju penurunan pernafasan sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh hentakan laju
pernafasan yang cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak pernafasan
klimakterik. Pada praktikum kali ini digunakan 2 jenis buah yang termasuk buah
klimakterik, yaitu pisang dan tomat.
Dalam proses pematangan buah, satu jenis hormon yang berperan adalah gas
etilen. Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme
normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun.
Etilen disebut juga ethane, dimana etilen adalah senyawa organic, sebuah hidrokarbon
dengan rumus C2H4 atau H2C=CH2. Ini adalah gas mudah terbakar dan tidak berwarna.
Fungsi utama gas etilen sendiri adalah memicu proses pematangan buah. Tapi,
selain itu ada fungsi lainnya, di antaranya mengakhiri masa dormansi, merangsang
pertumbuhan akar dan batang, pembentukan akar adventif, merangsang ambisi buah dan
daun, merangsang induksi bunga Bromiliad, induksi sel kelamin betina pada
bunga,merangsang pemekaran bunga, bersama denga hoprmon auksin memacu
pembungaan pada mangga dan nanas, serta mengatur jumlah bunga betina dan jantan
pada tumbuhan berumah satu (Anonim 2012).
Ketika proses pematangan yang dipicu dengan gas etilen berlangsung, terjadi
perubahan-perubahan pada bebuahan. Perubahan fisiologi yang terjadi selama proses
pematangan adalah terjadinya proses respirasi kliamterik, diduga dalam proses
pematangan oleh etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara, yaitu:
1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel
menjadi besar, hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan
sehingga metabolisme respirasi dipercepat.
2. Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih
merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat
dalam proses pematangan dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzim-
enzim respirasi.
Berdasarkan literatur yang telah diperoleh, bahwa terjadi perubahan secara
fisiologis dan kimiawi pada buah selama penyimpanan dengan penambahan etilen, hal
serupa terjadi pada bebuahan yang diamati pada praktikum ini. Perubahan pada sampel
pengamatan meliputi perubahan warna, susut bobot, penampakan sensoris, kadar pH,
aroma buah dan kekerasan. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa penambahan gas
etilen memengaruhi parameter-parameter pematangan pada buah selama proses
penyimpanan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemasakan dan pematangan produk
hortikultura adalah respirasi dan produksi etilen. Pada buah yang tergolong klimakterik
akan menunjukkan peningkatan CO2 sehingga akan terjadi proses pemasakan atau
pematangan. Buah klimakterik akan menghasilkan produksi etilen yang lebih banyak
dibandingkan dengan produksi buah non klimakterik. Buah non klimakterik akan
menurunkan produksi CO2 (Santoso dan Purwoko 1995).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa proses pematangan pada
setiap jenis buah itu berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan suatu jenis bahan kimia
yang dapat mempertahankan kematangan atau memperlambat tingkat kematangan suatu
buah dengan tujuan mempertahankan kualitas buah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
penambahan bahan-bahan penyerap etilen. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
terhadap dua komoditi yang berbeda, yaitu tomat dan pisang, dimana diberikan empat
perlakuan yang berbeda pula, yaitu sebagai kontrol, karbit, vitamin C, dan kapur.
Adapun pada keempat perlakuan tersebut masing-masing diberikan pengujian terhadap
susut bobot, perubahan warna, kekerasan, pH juice, sensori, dan tanda-tanda fisiologis.
Seperti yang telah diketahui bahwa terdapat dua jenis tipe buah, yaitu
klimakterik dan non klimakterik. Kedua komoditi yang diamati merupakan jenis buah
klimakterik. Menurut Turner (1997), pisang merupakan buah dengan tipe respirasi
klimakterik dimana proses pematangan dikaitkan dengan terjadinya peningkatan
respirasi hingga mencapai puncaknya setelah tiga atau empat hari dan kemudian
mengalami penurunan namun masih tetap tinggi. Santoso dan Purwoko (1995)
menjelaskan bahwa pola klimakterik mempunyai puncak respirasi yang khas dimana
terjadinya peningkatan produksi CO2 dan penurunan O2. Sedangkan pada tomat juga
termasuk tipe buah klimakterik. Menurut Grierson dan Kader (1986), proses respirasi
pada buah tomat hijau hingga matang akan melalui proses perubahan warna, aroma,
komposisi, rasa, hingga tekstur pada buah tomat tersebut. Pematangan akan dipengaruhi
oleh reaksi sintetis dan juga degradatif yang secara alami terjadi dalam buah tomat.
Proses tersebut akan meningkat hingga pada titik puncak klimaterik hingga kemudian
akan menurun secara perlahan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh bahwa terdapat
perbedaan antara komoditi yng diberi perlakuan dengan penambahan karbit dan
penambahan bahan penyerap etilen. Pada pengujian pertama, yaitu susut bobot, pada
buah pisang diperoleh bahwa terjadi peningkatan susut bobot antara hari kedua dengan
hari ketiga. Akan tetapi data hanya dapat dibandingkan pada perlakuan vitamin c, hal ini
dikarenakan data yang diperoleh tidak valid sehingga tidak dapat disimpulkan. Dimana
pada hari kedua susut bobot pisang dengan perlakuan vitamin c sebesar 1.29 %
sedangkan pada hari ketiga sebesar 1.34%. Adanya kehilangan berat ini disebabkan oleh
meningkatnya laju respirasi yang menyebabkan perombakan senyawa seperti
karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO2, energi, dan air yang menguap melalui
permukaan kulit buah. Dalam uji ini tidak dapat dibandingkan data yang valid untuk
menyimpulkan bahan penyerap yang terbaik. Akan tetapi berdasarkan pengamatan hari
ketiga menunjukkan kapur atau CaO dimana data menunjukkan -1,8 % merupakan nilai
terendah. Hal ini karena CaO dapat digunakan untuk menyerap air, sehingga bobot
bahan dapat berkurang. Menurut Paull dan Qiu (1999), dengan memanfaatkan CaO
(kapur sirih) untuk menghambat proses pematangan buah sampai sejauh ini belum
ditemukan.
Sedangkan pada buah tomat sebagai kontrol yang tidak dikemas mengalami
kebusukan yang paling cepat, dan yang mengalami penurunan bobot paling sedikit yaitu
tomat dengan perlakuan vitamin C, yaitu sebesar 3.08. Pada tomat dapat dikatakan
bahwa kehilangan bobot disebabkan oleh kehilangan air. Dalam hal ini berbeda dengan
pisang dimana pada tomat bahan penyerap terbaik adalah vitamin C. Hal ini dapat terjadi
karena faktor pemberian konsentrasi vitamin C yang tidak sesuai dengan prosedur. pada
bobot aplikasi asam L-askorbat yang sama, konsentrasi tinggi-volume rendah mampu
berpengaruh lebih baik daripada konsentrasi rendah-volume tinggi (Barakat 1973).
Pada uji kedua yaitu perubahan warna, terjadi penurunan 0H. Akan tetapi tidak
dapat dibedakan bahan penyerap mana yang paling berpengaruh terhadap perubahan
warna karena data yang diperoleh tidak lengkap. Ketidaklengkapan data dapat terjadi
karena faktor kelalaian praktikan dalam mengambil data. Berdasarkan data pada vitamin
C mengalami penurunan 0H. Dimana pada pisang mengalami perubahan dari warna hijau
menjadi warna kuning. Menurut Apandi (1984), terjadinya warna kuning pada pisang
disebabkan karena hilangnya klorofil dan menyebabkan tampaknya karetonoid yang
kuning. Pada buah tomat, juga terjadi penurunan 0H akan tetapi pada uji ini perlakuan
yang paling baik yaitu pada vitamin C karena memiliki nilai paling rendah. Selain itu
terjadi perubahan warna kekuningan pada tomat yang disebabkan oleh degradasi klorofil
atau proses sintesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam tomat (Muchtadi dan
Sugiyono 1992).
Pada uji ketiga yaitu uji kekerasan pada buah, dimana tidak terdapat data yang
benar karena semakin bertambah waktu pengamatan pada setiap uji menunjukkan data
yang berbeda yaitu ada yang mengalami kenaikan dan ada pula yang mengalami
penurunan. Hal ini juga terjadi karena faktor kelalaian praktikan ketika mengambil data.
Seharusnya yang terjadi yaitu semakin lama waktu pengamatan maka nilai semakin
tinggi yang menunjukkan buah semakin lembek karena adanya faktor kebusukan.
Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), kekerasan buah menurun karena hemiselulosa
dan protopektin terdegradasi. Protopektin menurun jumlahnya karena berubah menjadi
pektin yang bersifat larut dalam air. Peningkatan kekerasan diduga sebagai akibat dari
berkurangnya air karena transpirasi selama penyimpanan sehingga kulit menjadi keras.
Hal ini membuktikan bahwa kapur dapat menyerap air.
Pada tomat, mengalami kelembekan terbesar yang ditunjukkan oleh nilai
kekerasan terkecil yaitu 90.56 pada perlakuan vitamin C. Namun pada umumnya
semakin lama penyimpanan maka nilai kekerasan semakin meningkat sehingga buah
semakin lembek. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), kekerasan buah menurun
karena hemiselulosa dan protopektin terdegradasi.
Pada uji pH juice perubahan yang terjadi umumnya mengalami penurunan
tingkat asam dimana pH semakin naik yaitu dari pH 5 menjadi pH 5-7. Seperti pada
pisang dengan perlakuan kapur atau CaO mengalami perubahan tertinggi dan pH
semakin basa yaitu 6.9. Umumnya, kandungan asam organik buah menurun selama
proses pematangan karena direspirasikan atau diubah menjadi gula. Selama
penyimpanan kadar asam mudah terdegradasi karena pengaruh suhu, konsentrasi gula,
pH, oksigen, enzim, dan katalisis logam. Pada tomat tidak terjadi perubahan pH juice
dimana didapati pH tetap sebesar 4. Seharusnya terjadi penurunan tingkat asam yang
berarti terjadi peningkatan pH. Hal ini terjadi kemungkinan besar karena faktor
penggunaan alat yang tidak akurat sehingga data yang diperoleh tidak signifikan.
Pada pengamatan sensori diketahui bahwa rata-rata yang terjadi pada pisang
yaitu pisang berubah menjadi berwarna kuning, lunak, bercak kecokelatan, dan semakin
beraroma pisang. Namun, pada kontrol buah berair yang menunjukkan tingkat
kebusukan yang paling buruk. Menurut Apandi (1984), terjadinya warna kuning pada
pisang disebabkan karena hilangnya klorofil dan menyebabkan tampaknya karetonoid
yang kuning. Sedangkan pada pengamatan fisiologis timbul bercak hitam yang terjadi
pada semua sampel uji.
Pada tomat uji sensori yang dilakukan menghasilkan data bahwa tomat dengan
perlakuan kapur atau CaO tidak mengalami perubahan yang signifikan yaitu buah
berwarna hijau kemerahan, segar, tiadak ada bercak, dan permukaan halus. Perubahan
warna kekuningan pada tomat yang disebabkan oleh degradasi klorofil atau proses
sintesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam tomat (Muchtadi dan Sugiyono 1992).
Pada uji fisiologis juga yang menunjukkan hasil terbaik adalah dengan perlakuan kapur
dimana tomat tidak ada memar, tidak penyok, dan tidak ada miselium.
Adapun macam-macam bahan penyerap etilen maupun bahan penyerap zat lain
diantaranya ialah KMnO4, Asam L-askorbat (Vitamin C), Ethylene Block, CaCl2, dan
CaO. Menurut Sholihati (2004), secara umum perlakuan bahan penyerap etilen kalium
permanganat memberikan pengaruh terhadap penghambatan pematangan dengan
ditekannya produksi etilen dan dapat dipertahankannya warna hijau, tekstur serta aroma
pisang Raja selama 15 hari pada suhu 28ºC dan 45 hari pada suhu 13ºC.. Selain itu
Ethylene Block juga mampu menyerap etilen yang ada di lingkungan sekitar buah dan
sayur. Akan tetapi Ethylene Block bila dibandingkan dengan KMnO4 masih kurang
bagus kualitasnya. Asam L-askorbat (vitamin C) dimasukkan ke dalam MAP dan
berfungsi sebagai penyerap oksigen. Menurut Paull dan Qiu (1999), perlakuan CaCl2
pada buah pepaya efektif menghambat pelunakan dan perubahan warna buah dengan
meningkatnya konsentrasi kalsium dalam buah. Namun Paull dan Qiu (1999),
melaporkan bahwa aplikasi CaCl2 prapanen konsentrasi tinggi terhadap kualitas buah
tomat dapat mempengaruhi kandungan Ca pada buah secara proporsional, tetapi tidak
dapat menghambat indeks perubahan warna kulit buah, kelunakan, kandungan asam
tertitrasi, laju respirasi selama penyimpanan dan tidak dapat mempertahankan kekerasan
buah tomat. Penelitian dengan memanfaatkan CaO (kapur sirih) untuk menghambat
proses pematangan buah sampai sejauh ini belum ditemukan. Masyarakat umumnya
memanfaatkan kapur sirih pada potongan buah dengan cara merendamnya selama
beberapa waktu sehingga permukaan potongan buah tersebut menjadi keras.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyimpanan pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil atau
menghilangkan faktor-faktor perusak. Untuk dikonsumsi, dibutuhkan buah dalam
keadaan matang. Untuk membuat buah agar cepat matang biasanya petani menggunakan
gas etilen. Akan tetapi pematangan dapat membuat buah cepat rusak. Apabila buah
tersebut tidak segera dikonsumsi karena masih mengalami periode transportasi yang
jauh dan memakan waktu yang tidak singkat, maka dilakukan usaha untuk
mengendalikan buah agar tidak segera masak, yang telah dilakukan diantaranya adalah
pengendalian dengan cara penyerapan air dengan kapur atau CaO maupun oksigen
dengan vitamin C sebagai penyerap oksigen untuk menghambat terjadinya respirasi.
Gas etilen yang merupakan hormon tumbuhan (dalam praktikum dihasilkan
dengan mereaksikan karbit dan uap air) berfungsi menstimulasi pematangan buah.
Terjadi perubahan bobot, pH, kekerasan, sensori dan warna ke arah yang sesuai dengan
proses pematangan. CaO dapat menyerap air dan Vitamin C bereaksi dengan oksigen
sehingga menghambat terjadinya respirasi yang mengurangi umur simpan pada buah.
Hal ini dapat dilihat pada indikator-indikator yang sebagian besar nilainya cukup stabil.
Dalam praktikum terjadi beberapa kesalahan baik dalam melakukan pengamatan
pada buah maupun pada penghitungan dan penyusunan rekapitulasi data. Kesalahan-
kesalahan ini mempengaruhi analisis terhadap hasil pengamatan yang dilakukan.
B. Saran
Pada praktikum ini terdapat banyak kesalahan yang terjadi baik dalam
melakukan prosedur praktikum maupun dalam penyusunan rekapitulasi data. Pada
kesempatan selanjutnya praktikan diharapkan lebih memperhatikan penjelasan asisten
praktikum maupun laboran serta lebih teliti dalam melakukan pengujian agar tidak lagi
terjadi kesalahan.
Laporan Praktikum Hari/tanggal : Senin/23 April 2012
Teknik Penyimpanan dan Penggudangan Dosen :
1. Ir. Ade Iskandar, MSi.
2. Ir . Sugiarto, M.Si
Golongan : P2
Asisten :
1. Dyah Ayu Larasati (F34080054)
2. Citra Dewi W. P. (F34080067)
PENGARUH GAS ETILEN DAN BAHAN PENYERAP OKSIGEN (OXYGEN
SCAVENGER) PADA BEBUAHAN SELAMA PENYIMPANAN
Oleh :
1. Riantika Purwati (F34100040)
2. Farah Habibah Huda (F34100046)
3. Nurul Muhibbah (F34100064)
2012
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Gas Etilen. http://phyovhyo.wordpress.com/2012/03/18/gas-etilen/. [5
Mei 2012]
Apandi M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung: Alumni
Barakat M Z. 1973. A New Titrimetric Method for the Determination of Vitamin C.
Anal. Biochem. 53: 245 – 251
Biale J B dan Young R E. 1981. Respiration and ripening in fruits: retrospect and
prospect. in Recent Advances in the Biochemistry of Fruits and Vegetables.
eds Friend J, Rhodes M J C (Academic Press, London), pp 1–39
Grierson dan Kader. 1986. In The Tomato crop: a scientific basis for improvement By J.
G. Atherton,J. Rudich. USA: Springer
Muchtadi Deddy dan Sugiyono. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-
Buahan (Petunjuk Laboratorium). Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB
Paull R E, Gross K, dan Qiu Y. 1999. Changes in papaya cell walls during fruit
ripening. Postharv. Biol. Tech. 16:78-89
Santoso B, dan S Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman
Holtikultura. Jakarta: Indonesia Australia Eastern Universities Project
Sholihati. 2004. Kajian Penggunaan Bahan Penyerap Etilen Kalium Permanganat
Untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Raja (Musa paradisiacavar
Sapientum L ) Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor
Turner D W. 1997. Banana and Plaintains. p. 58-59. In S. Mitra. (Ed) Postharvest
Physiology and Storage of Tropical and Subtropical Fruits. UK: CAB
International Walling Ford