Upload
setyawan-anggi
View
50
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jantung
Citation preview
REFERAT
“PERIPARTUM KARDIOMIOPATI”
Oleh:
Anggi Setyawan, S.Ked
J510155089
Pembimbing
dr. Setyo Utomo, Sp.JP,.FIHA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. HARDJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
i
REFERAT
“PERIPARTUM KARDIOMIOPATI”
Oleh:
Anggi Setyawan
J510155089
Telahdisetujuidandisahkanolehbagian Program PendidikanFakultasKedokteranUniversitasMuhammadiyah Surakarta
Padahari , tanggal 2015
Pembimbing:
dr. Setyo Utomo, Sp.JP,.FIHA ( )
Dipresentasikan di hadapan:
dr. Setyo Utomo, Sp.JP,.FIHA ( )
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. HARDJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi......................................................................................................4
B. Epiidemiologi............................................................................................5
C. Etiologi......................................................................................................6
D. Manifestasi Klinis......................................................................................7
E. Diagnosis...................................................................................................8
F. Patogenesis................................................................................................9
G. Pemeriksaan...............................................................................................10
H. Penatalaksanaan.........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
iii
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Penyakit jantung dapat ditemukan pada 1%-4% dari kehamilan, dan
biasanya dise-babkan oleh penyakit jantung kongenital atau penyakit katup
jantung yang telah dipunyai penderita sebelum hamil. Perubahan fisiologis
pada wanita hamil menyebabkan memberat-nya kerja jantung sehingga
kelainan jantung yang semula asimtomatik dapat menimbul-kan gejala gagal
jantung pada saat penderita tersebut hamil, terutama pada trimester ketiga.
(Danzell JD, 1998).
Diagnosis penyakit jantung pada wanita hamil sering mengalami
keterlambatan. Hal ini disebabkan karena:
a. Gejala dan tanda gagal jantung pada wanita hamil sering sulit dibedakan
dengan perubahan fisiologis akibat kehamilan itu sendiri. Pada bulan-
bulan akhir kehamilan, kelelahan, sesak nafas, dan kaki bengkak dapat
ditemukan pada wanita normal yang tidak mengalami gagal jantung.
(Brown CS, Bertolet BD, 1998)
b. Dokter enggan melakukan pemeriksaan foto toraks pada wanita hamil
sehubungan dengan resiko sinar X terhadap janin. Padahal resiko sinar X
terhadap janin hanya besar pada kehamilan trimester pertama, maka foto
toraks dapat dilakukan pada wanita hamil trimester ke-dua atau ketiga
dengan pe-lindung khusus sinar X pada abdomen. Lagipula sejauh ini,
tidak ada wanita hamil dengan kelainan jantung yang mengalami
perburukan fungsi jantung pada keha-milan trimester pertama. Biasanya
mereka mengalami gejala gagal jantung pada kehamilan trimester dua atau
tiga. (Morley CA, Lim BA, 1995)
1
Oleh karena itu, diperlukan kewaspadaan yang tinggi dan skrining pasien-
pasien yang mempunyai resiko tinggi dalam rangka deteksi dini penyakit
jantung pada wanita hamil.
Di antara penyebab pe-nyakit jantung yang timbul pada wanita hamil,
jarang sekali didapatkan kardiomiopati peripartum sebagai penyebabnya.
Insidensi kardiomiopati peripartum di Amerika Serikat hanyalah 1 di antara
15000 kehamilan. Meskipun demikian, kardiomio-pati peripartum dapat
mengancam nyawa, sehingga para klinisi harus dapat mendeteksi-nya sedini
mungkin. (Bokhari SW, Reid CL, 2003).
Yang dimaksud dengan kardiomiopati peripartum adalah gagal jantung
yang timbul pada bulan-bulan terakhir kehamilan sampai dengan 5 bulan
setelah melahirkan, tidak ada faktor lain yang menyebabkan gagal jantung,
tidak ada riwayat penyakit jantung sebelumnya, adanya disfungsi sistolik
ventrikel kiri yang ditunjukkan oleh ekokardiografi. (Pearson GD, et al.,
2000).
Faktor resiko kardiomio-pati peripartum adalah multiparitas, usia ibu yang
tua, kehamilan ganda, pre-eklampsia, hipertensi gestasional, dan ras Afrika
Amerika. Sampai saat ini, etiologi pastinya belum ditemukan, diperkirakan
karena miokarditis, respon imun abnor-mal terhadap kehamilan, respon
maladaptif terhadap stress hemodinamik saat hamil, aktivasi sitokin akibat
stress, dan terapi tokolitik yang berkepanjangan. (Brown CS, Bertolet BD,
1998).
Gejala kardiomiopati peripartum meliputi: mudah lelah, nyeri dada, batuk,
berdebar-debar, sesak nafas (paroxysmal nocturnal dyspnea dan ortopnea),
batuk, hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah yang
tinggi atau normal, distensi vena leher, pembesaran jantung, gallop, aritmia
jantung, ronki basah halus pada paru, hepatomegali, asites, edema kaki. Pada
2
pemeriksaan EKG, dapat ditemukan sinus takikardi atau aritmia atrium,
gelombang T terbalik, gelom bang Q, perubahan ST-T non-spesifik, hipertrofi
ventrikel kiri. Pada foto toraks, dapat ditemu-kan kardiomegali, kongesti vena
pulmonal, dan infiltrat pada kedua basal paru. Pada peme-riksaan
ekokardiografi, dapat ditemukan dilatasi ventrikel dengan gangguan fungsi
sistolik secara keseluruhan. (Brown CS, Bertolet BD, 1998 ; Lampert MB,
Lang RM, 1995)
Penatalaksanaan kardiomiopati peripartum sama dengan penatalaksanaan
gagal jantung pada umumnya yang meliputi: restriksi cairan, diet rendah
garam, diuretik, vasodilator, digitalis, penyekat β-adrenergik. Bedanya,
pemberian obat pada penderita kardiomiopati peripartum perlu
memperhatikan faktor keamanan obat terhadap janin dan ekskresi obat atau
metabolitnya ke dalam air susu ibu (ASI) pada ibu yang menyusui. (Bokhari
SW, Reid CL, 2003 ; Pearson GD, et al. 2000).
B. TUJUAN
1. Mengetahui definisi dari kardiomiopati peripartum
2. Mengetahui insidens dan epidemiologi kardiomiopati peripartum
3. Mengetahui etiologi kardiomiopati peripartum
4. patogenesis kardiomiopati peripartum
5. Mengetahui manifestasi klinis kardiomiopati peripartum
6. Mengetahui cara mendiagnosa kardiomiopati peripartum
7. Mengetahui penatalaksanaan kardiomiopati peripartum
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Peripartum kardiomiopati (PPCM) adalah sebuah penyakit yang masih jarang
dan masih belum diketahui penyebabnya. Terdapat banyak hipotesis etiologi dan
patofisiologi PPCM. Terdapat banyak variasi definisi PPCM. European Society of
Cardiology menyatakan bahwa PPCM adalah suatu bentuk dilated
cardiomyopathy non-familial non-genetik yang berhubungan dengan kehamilan.
American Heart Association mendefinisikan PPCM sebagai penyakit jarang yang
berhubungan dengan kehamilan di mana jantung mengalami dilated
cardiomyopathy dengan disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung.1,2
National Heart Lung and Blood Institute and the Office of Rare Diseases
menyatakan PPCM jika:
1. Gagal jantung timbul pada bulan terakhir kehamilan atau pada 5 bulan post-
partum
2. Tidak ada penyebab pasti timbulnya gagal jantung
3. Tidak ada penyakit jantung yang ditemukan sebelum kehamilan
4. Disfungsi sistolik yang dapat dipastikan oleh echocardiography dengan
kriteria fraksi ejeksi ventrikel kiri <45%, pemendekan fractional <30% atau
keduanya, dengan atau tanpa dimensi end diastolic ventrikel kiri >2.7cm/m2 body
surface area.
Definisi terkini dibuatoleh Heart Failure Association of the European Society
of Cardiology Working Group on PPCM pada tahun 2010 yang menyatakan
bahwa PPCM adalah suatu keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan
kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik
ventrikel kiri, biasanya terjadi pada 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan
masa postpartum; adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit
kardiovaskular lain, tidak harus disertai dengan dilatasi ventrikel kiri, namun
fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.
4
2. Epidemiologi
Tidak banyak yang diketahui tentang PPCM; dari berbagai literatur, kejadian
PPCM sekitar 1:2200-4000 (USA), 1:1000 (Afrika Selatan), dan 1:300 (Haiti). Di
Asia didapati 1:1374 (Rumah Sakit Tersier di India), 1:1000 (Jepang), 1:837
(Pakistan), 34:100000 (Malaysia). Analisis retrospektif di pusat kesehatan tersier
di Singapura mendapatkan insiden 0.89:1000 kelahiran hidup. Kasus tertinggi
dilaporkan di Nigeria, sebesar 1% dari semua kelahiran hidup.
Kardiomiopati peripartum unik untuk wanita hamil usia reproduktif. Di
Amerika didapatkan umur rerata penderita 31±6 tahun, sedangkan di India
31,81±3,7 tahun. Sebagai acuan, umur rerata kejadian PPCM adalah wanita antara
19-38 tahun.
Dalam sebuah penelitian 68.75% dari pasien kardiomiopati peripartum
mengalami persalinan pervaginam dan 31% diperlukan operasi Caesar terutama
karena alas an obstetric. Pendekatan multi disiplin melibatkan ahli kandungan,
ahli jantung, ahli anestesi dan ahli anak. Setelah pengiriman 43.75% pasein
membutuhkan perawatan ICU dibawah pengawasan ahli jantung dan anestesi.
Komplikasi pada ibu terutama edema paru dan CCF pada 62.5% penderita dan
aritmia pada 12.5% penderita. 3 kematian ibu terjadi karena alas an
tromboemboli.
Kardiomiopati relative jarang tetapi dapat mengancam jiwa . gagal jantung
memperngaruhi perempuan pada bulan-bulan terakhir kehamilan atau puerperium
dini. Ini tetap menjadi penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas ibu. 75%
kardiomiopati periparum didiagnosis pada bulan pertama postpartum dan 45%
pada minggu pertama. Ketika dicurigai, harus segera menetapkan diagnosis.
Insiden PPCM bervariasi di seluruh dunia. Dilaporkan prevalensi PPCM di
Negara-negara nonAfrika berkisar antara 1:3.000-1:15.000 kelahiran hidup.
Dalam sebuah pusat rujukan perawatan tersier untuk populasi perkotaaan dan
pedesaan yang besar, terdapat prevalensi 1 per 837 kelahiran hidup. Telah
dilaporkan prevalensi 1 kasus per 6000 kelahiran hidup di Jepang, I kasus
5
per1000 kelahiran hidup di Afrika Selatan dan 1 kasus per350-400 kelahiran
hidup di Haiti. Sebuah prevalensi yang tinggi di Nigeria disebabkan karena
adanya tradisi memakan kanwa (danan garam kering) sambil berbaring di tempat
tidur Lumpur panas 2 kali sehari selama 40 hari pasca melahirkan. Asupan garam
menyebabkan volume overload yang tinggi.
3. Etiologi
Beberapa kejadian yang diperkirakan dapat menjadi penyebab ataupun
mekanisme kardiomiopati peripartum, adalah :
a. miokarditis : Melvin dkk pernah membuktikan adanya miokarditis dari biopsi
endomiokardial pada pasien dengan kardiomiopati peripartum. Dikatakan
bahwa hipotesis menurunnya sistem imnunitas selama hamil, dapat
meningkatkan replikasi virus dan kemungkinan untuk terjadinya miokarditis
akan meningkat.
b. infeksi viral yang bersifat kardiotropik
c. genetic
d. stress oksidatif
e. apoptosis dan inflamasi
f. respon abnormal hemodinamik pada kehamilan : perubahan hemodinamik
selama kehamilan dengan meningkatnya volume darah dan curah jantung
serta menurunnya afterload, sehingga respon dari ventrikel kiri untuk
penyesuaian menyebabkan terjadinya hipertrofi sesaat.
4. Manifestasi Klinis
Kehamilan normal dihubungkan dengan perubahan fisiologis sistem
kardiovaskuler seperti peningkatan volume darah, peningkatan kebutuhan
metabolik, anemia ringan, perubahan resistensi vaskuler dengan adanya dilatasi
ringan ventrikel dan peningkatan curah jantung. Karenanya, awal manifestasi
klinis PPCM mudah terselubung.
6
Presentasi klinis PPCM kurang lebih sama dengan gagal jantung sistolik
sekunder terhadap kardiomiopati. Tanda dan gejala awal PPCM biasanya
menyerupai temuan normal fisiologis kehamilan, termasuk oedem pedis, dyspneu
d’eff ort, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, dan batuk persisten.
Tanda dan gejala tambahan pasien PPCM adalah: abdominal discomfort
sekunder terhadap kongesti hepar, pusing, nyeri sekitar jantung dan epigastrium,
palpitasi, pada stadium lanjut didapat hipotensi postural, peningkatan tekanan
vena jugularis, murmur regurgitasi yang tidak ditemukan sebelumnya, serta
gallop S3 dan S4.
Pada mayoritas pasien, 78% gejala didapati pada 4 bulan setelah
melahirkan, hanya 9% pasien menunjukkan gejala pada bulan terakhir
kehamilan.1 Tanda dan gejala paling sering dijumpai pada saat pasien datang
adalah dengan NYHA functional class III atau IV. Kadang pasien datang dengan
aritmi ventrikel atau cardiac arrest.
Gejala PPCM diklasifikasikan menggunakan sistem New York Heart
Association sebagai berikut:
• Class I – Keadaan tanpa gejala
• Class II – Gejala ringan hanya pada aktivitas berat
• Class III – Gejala dengan aktivitas ringan
• Class IV – Gejala pada saat istirahat
Trombosis ventrikel kiri tidak jarang ditemui pada pasien PPCM dengan
LVEF <35%. Komplikasi lain yang dapat dijumpai adalah embolisme perifer,
termasuk emboli serebral dengan konsekuensi neurologis serius dan embolisme
koroner mesenterium.
7
4. Diagnosis
Kriteria Framingham (tabel 1) dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis
gagal jantung menggunakan kriteria klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik).
Diagnosis ditegakkan jika didapatkan 2 gejala mayor pada pemeriksaan klinis
atau minimal terdapat 1 gejala mayor dengan 2 gejala minor yang terpenuhi.
Kriteria Framingham untuk Diagnosis Gagal Jantung
Kriteria Mayor
• Peningkatan tekanan vena jugularis
• Distensi vena leher
• Paroxysmal nocturnal dyspnea
• Edema paru akut
• Ronkhi basah basal paru
• Kardiomegali
• Gallop S3
• Refl uks hepatojugular
Kriteria Minor
• Batuk pada malam hari
• Sesak saat aktivitas fi sik (dyspnea d’eff ort)
• Efusi pleura
• Penurunan kapasitas vital 1/3 pengukuran normal
• Takikardia dengan laju ventrikel >120 kali/menit
• Hepatomegali
• Edema ekstremitas
Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan (termasuk dalam kriteria mayor
dan minor)
8
5. Patogenesis
Terdapat beberapa pathogenesis dari peripartum kardiomiopati berdasarkan
penyebabnya. Yaitu.
1. Hemodinamik : respon abnormal hemodinamik pada kehamilan : perubahan hemodinamik selama
kehamilan dengan meningkatnya volume darah dan curah jantung serta
menurunnya afterload, sehingga respon dari ventrikel kiri untuk penyesuaian
menyebabkan terjadinya hipertrofi sesaat.
2. Autoimun
Serum pasien PPCM ditemukan mempengaruhi maturisasi sel dendrit in vitro,
berbeda dibandingkan dengan serum wanita postpartum sehat. Serum wanita
PPCM mengandung titer autoantibodi tinggi terhadap protein jaringan kardium
yang tidak terdapat pada pasien kardiomiopati idiopatik. Warraich dkk.
Menyatakan bahwa tidak seperti yang ditemukan pada DCM, yaitu up-regulation
selektif G3 subclass immunoglobulin (IgG3s), pada PPCM terdapat kenaikan
kelas G dan semua subclass immunoglobulin terhadap myosin heavy chain.
Autoantibodi berasal dari sel fetal (microchimerism) (yang dapat masuk ke
dalam sirkulasi maternal), dan beberapa protein (seperti aktin dan miosin) yang
dilepaskan oleh uterus selama proses melahirkan telah terdeteksi pada pasien
PPCM. Autoantibodi ini bereaksi dengan protein miokardium maternal yang
kemudian menyebabkan PPCM.
Multiparitas adalah faktor risiko PPCM, menyimpulkan adanya pajanan
terhadap antigen fetal atau paternal dapat menyebabkan respon inflamasi
miokardium abnormal.
3. Genetik
The European Society of Cardiology mengklasifikasikan PPCM sebagai suatu
bentuk DCM nonfamilial dan nongenetik berhubungan dengan kehamilan. Tetapi
9
beberapa kasus PPCM telah terbukti berhubungan dengan faktor genetik.
Beberapa literatur melaporkan wanita PPCM mempunyai ibu atau saudara
perempuan didiagnosis PPCM, ada pula yang melaporkan hubungan antara first-
degree relative berjenis kelamin perempuan. Ada juga yang melaporkan bahwa
perempuan yang mempunyai gen DCM (dilated cardiomyopahty), dapat berujung
pada PPCM setelah kehamilan karena adanya stres hemodinamik. Selain itu,
terdapat hubungan antara wanita dengan keluarga laki-laki yang mempunyai
DCM. Penelitian 90 keluarga familial DCM dan PPCM mengungkapkan adanya
causative mutation yang dapat dideteksi lebih awal dengan penapisan. Penelitian
tersebut menemukan adanya mutasi (c.149A>G,p.Gln50Arg) di dalam gen yang
mengkode cardiac troponin C (TNNC1). Adanya variasi genetik dalam
JAK/STAT signaling cascade juga dapat menjadi salah satu penyebab PPCM.
4. Stres Oksidatif
Data baru menunjukkan keterlibatan stres oksidatif, prolactin-cleaving protease
cathepsin D, dan prolaktin pada patofisiologi PPCM. Stres oksidatif adalah suatu
stimulus poten untuk mengaktivasi Cathepsin D dan Matrix Metalloproteinase-2
(MMP-2), suatu enzim yang dapat menggenerasi prolaktin 16 kDa. Belakangan
ini ditemukan korelasi erat antara N-terminal brain natriuretic peptide
(NTproBNP), suatu marker tingkat stres dinding ventrikel dan gagal jantung,
prolaktin, dan marker untuk stres oksidatif (LDL teroksidasi) dan inflamasi
(interferon-gama).
6. Pemeriksaan penunjang
a. Rontgen Toraks
Diagnosis harus cepat ditegakkan. Dispnea akut, takikardia atau hipoksia, harus
disertai Ro thorax untuk mendeteksi edema pulmoner, mencari etiologi dan
menyingkirkan pneumonia; dilaksanakan dengan menggunakan pelindung
abdomen. Fetal radiation exposure dengan 2 maternal chest radiographs
10
menggunakan abdominal shielding adalah sekitar 0.00007 rads. Sedangkan
batasan yang diterima untuk fetal radiation exposure selama kehamilan adalah 5
rads. Patchy infiltrates di daerah paru bawah, dengan vascular
redistribution/cephalization, kardiomegali, dan efusi pleura, mengindikasikan
adanya gagal jantung kongestif. Harus dipertimbangkan bahwa noncardiogenic
pulmonary edema dapat ditemukan jika wanita hamil terkena infeksi berulang,
juga pada keadaan tekanan jantung normal dan tidak ditemukan adanya
cephalization pembuluh darah.
b. Elektrokardiografi (EKG)
Pada dua penelitan melibatkan 97 pasien Afrika Selatan, didapatkan 66%
mempunyai hipertrofi ventrikel kiri dan 96% mempunyai gelombang ST-T
abnormal. Kadang terdapat aritmia kordis kronis.1 Studi lain menemukan QRS
kompleks memanjang lebih dari 120 ms pada EKG pasien PPCM sebagai
prediktor mortalitas.
c. Pencitraan Jantung
Pencitraan jantung diindikasikan untuk semua wanita peripartum dengan tanda
dan gejala gagal jantung untuk menegakkan diagnosis dan prognosis.1,5
d. Ekocardiografi
Ekocardiografi merupakan baku emas diagnosis PPCM. Tidak semua pasien
datang dengan dilatasi LV, tetapi LV end-diastolic diameter >60 mm
memprediksi kesembuhan minimal fungsi LV (sama halnya dengan LVEF
<30%). Kriteria diagnosis juga termasuk EF <45% dan fractional shortening
<30%. Pencitraan diperlukan untuk mencari trombus yang terbentuk akibat
gangguan LVEF. Ekocardiografi dianjurkan diulang sebelum pasien pulang, pada
6 minggu, 6 bulan dan kemudian setiap tahun untuk menilai efikasi terapi medis.
Morfologi katup jantung biasanya dalam batas normal, tetapi dilatasi ventrikel kiri
bisa menyebabkan regurgitasi mitral sekunder terhadap dilatasi anulus. Efusi
perikardium minimal dapat juga ditemukan pada awal dan pertengahan periode
postpartum.
11
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Lebih akurat untuk menilai volume ruang jantung dan fungsi ventrikel
dibandingkan ekokardiografi , juga lebih sensitif untuk melihat trombus.
Magnetic resonance imaging dapat mengukur kontraksi miokard secara segmental
dan dapat mengidentifi kasi perubahan miokard secara detail. Magnetic resonance
imaging menggunakan gadolinium jauh lebih sensitif untuk menyingkirkan
diagnosis PPCM dari miokarditis lainnya, tetapi gadolinium harus dihindari pada
wanita hamil.
7. Penatalaksanaan
Penanganan pasien kardiomiopati peripartum dengan tanda dan gejala gagal
jantung kronik dapat menggunakan dua pendekatan klinis, yakni terapi non-
medikamentosa (mekanik) dan terapi medikamentosa. Terapi non-medikamentosa
yang dapat dilakukan antara lain edukasi pasien, melakukan aktivitas fisik yang
sesuai dengan kondisi klinis, intervensi diet dengan pembatasan konsumsi garam,
mencegah asupan cairan berlebih, menghindari penggunaan obat golongan
NSAID tanpa indikasi mutlak, dan vaksinasi terhadap agen penyebab infeksi
saluran pernafasan yang dapat memperburuk status klinis pasien, misalnya
vaksinasi pneumococcus dan influenza. Terapi mekanik dapat dilakukan dengan
pertimbangan khusus dan harus melibatkan tenaga ahli dalam pengambilan
keputusan.
Setelah melahirkan, sebagian besar pasien akan mengalami perbaikan status
hemodinamik,sehingga terapi standar gagal jantung dapat segera dimulai. Untuk
wanita dengan gejala dan tanda disfungsi ventrikel kiri berat dengan durasi QRS
>120 ms setelah 6 bulan diagnosis awal ditegakkan walaupun sudah diterapi
optimal menggunakan pendekatan farmakologis, disarankan terapi teknik cardiac
resynchronization therapy (CRT) dan pemasangan implantable cardioverter
defibrillator (ICD). Transplantasi jantung merupakan pilihan terakhir pada pasien
dengan disfungsi berat ventrikel kiri, yang tidak mungkin menggunakan, tidak
12
menginginkan alat bantu sirkulasi mekanik untuk alasan tertentu atau tidak
memberikan respons klinis yang positif setelah 6-12 bulan terapi dengan
menggunakan modalitas terapi mekanik ini. Tujuan utama terapi pasien
kardiomiopati peripartum dengan gagal jantung kronik adalah memperbaiki
gejala, memperpanjang angka harapan hidup, meningkatkan status fungsional,
mempertahankan kualitas hidup, mencegah progresivitas penyakit, mencegah
rekurensi, dan menurunkan angka rehospitalisasi.
Tatalaksana medikamentosa yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
a. Inotropik: Dopamin, dobutamin dan levosimendan merupakan obat golongan
inotropik yang dapat digunakan dengan aman pada pasien hamil dengan
kondisi hemodinamik tidak stabil misalnya gagal jantung akut. Dopamin dan
dobutamin diberikan dengan dosis 2-20 μg/kgBB/menit secara intravena dosis
titrasi sedangkan levosimendan diberikan dengan dosis awal 24 μg/kgBB
bolus intravena selama 10 menit serta dosis rumatan 0,1 μg/kgBB/ menit
secara infus intravena selama 24 jam pertama.
Selain itu, digitalis yang merupakan obat inotropik positif dan
kronotropik negatif juga dapat digunakan secara aman pada pasien hamil
untuk meningkatkan kualitas profil hemodinamik dan memperbaiki gejala
klinis, baik pada saat istirahat atau saat beraktivitas. Digitalis diindikasikan
pada pasien gagal jantung yang disertai fibrilasi atrium dan aman digunakan
untuk menurunkan angka hospitalisasi secara signifikan. Obat golongan
digitalis di Indonesia adalah digoksin dengan dosis 0,125 mg/hari pada pasien
gagal jantung dengan fungsi ginjal normal. Efek samping digoksin
berhubungan dengan fungsi ginjal yang buruk dan hipokalemia.
b. Diuretik : Diuretik dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif
yang tidak dapat dikontrol dengan restriksi natrium dan merupakan obat lini
terdepan untuk pengobatan hipertensi. Tidak satu diuretika pun merupakan
kontra indikasi dan yang paling sering digunakan adalah golongan diuretika
13
tiazide dan furosemide. Diuretika tidak boleh digunakan untuk profilaksis
terhadap toksemia atau pengobatan terhadap edema pedis.
c. Beta blocker
d. Calcium channel blocking
Nifedipin, verapamil, diltiazem, dan isradipin, telah digunakan untuk
pengobatan hipertensi dan aritmia tanpa effek yang merugikan pada janin dan
bayi. Obat ini menyebabkan relaksasi uterus dan nifedipin telah digunakan
untuk tujuan tersebut.
e. Antikoagulan
Periode peripartum merupakan suatu kondisi peningkatan aktivitas
prokoagulan, sehingga obat golongan antikoagulan harus digunakan secara
hati-hati sesaat setelah melahirkan, namun dapat segera diberikan setelah
perdarahan dapat ditangani.
Antikoagulan harus diberikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi sangat rendah karena trombus intramural ventrikel kiri dan embolisme
perifer terutama emboli otak sering terjadi pada kardiomiopati dilatasi. Selain
itu, pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial baik paroksismal maupun
persisten harus diberi antikoagulan secara adekuat untuk mencegah stroke
emboli. Obat golongan antikoagulan yang sering dipakai pada kondisi ini
antara lain LMWH (low molecular weight heparin) atau antagonis vitamin K
oral (warfarin), tergantung tahapan periode kehamilan pasien. LMWH
direkomendasikan digunakan pada trimester pertama dan periode akhir
kehamilan (usia kehamilan >36 minggu), sedangkan warfarin digunakan
mulai awal trimester ke-2 kehamilan hingga usia kehamilan mencapai 36
14
minggu. LMWH diberikan secara injeksi subkutan dengan dosis 1 mg/kgBB
setiap 12 jam dengan evaluasi kadar faktor anti-Xa, sedangkan warfarin
diberikan secara oral dengan target INR berkisar antara 2,0-3,0.
15
DAFTAR PUSTAKA
Sliwa K, et al. Position statement on current state of kowledge on aetiology, diagnosis, management, and therapy of peripartum cardiomyopathy: a position statement from the Heart
Failure Association of the European Society of Cardiology Working Group on Peripartum Cardiomyopathy. European J. Heart Failure 2012;12:767-78.
Pearson GD, et al. Peripartum cardiomyopathy: National Heart, Lung, and Blood Institute and Offi ce of Rare Diseases (National Institutes of Health) Workshop Recommendation and Review. JAMA 2000; 283(9):1183-8.
Mishra VN, Mishra N, Devanshi. Review article: Peripartum cardiomyopathy. JAPI 2013;61:268-73.
Lim CP, Sim DKL. Peripartum cardiomyopathy: experience in an Asian tertiary centre. Singapore Med J 2013;54(1):24-7.
Carson MP. Peripartum cardiomyopathy. Emedicine online 2013. http://emedicine.medscape.com/article/153153-overview.
Elkayam U, et al. Heart Failure; Pregnancy-asscociated cardiomyopathy: Clinical characteristics and a comparison between early and late presentation. Circulation 2005;111:2050-5.
16