22
REFERAT MDR TB (Multiple Drug Resistance Tuberculosis) Disusun Oleh: Khoirun Mukhsinin Putra (10910300053) Raden Nabilla Ayesha (109103000035) Pembimbing: dr. Muhardi, SpP KEPANITERAAN KLINIK SMF PULMONOLOGI RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Referat Mdr Tb

Embed Size (px)

DESCRIPTION

zxcsdc

Citation preview

Page 1: Referat Mdr Tb

REFERAT

MDR TB (Multiple Drug Resistance Tuberculosis)

Disusun Oleh:

Khoirun Mukhsinin Putra (10910300053)

Raden Nabilla Ayesha (109103000035)

Pembimbing:

dr. Muhardi, SpP

KEPANITERAAN KLINIK SMF PULMONOLOGI RSUP FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2013

Page 2: Referat Mdr Tb

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberkulosis. Ada beberapa mikrobakteri patogen, namun hanya yang strain bovin dan

manusia yang patogenik dengan manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm,

ukuran ini lebih kecil dari sel darah merah. Jika tidak diobati , penyakit ini dapat berakibat

fatal dalam 5 tahun sekitar 50 - 65 % kasus . Transmisi biasanya terjadi melalui udara

menyebar dari droplet inti yang dihasilkan oleh pasien dengan infeksi TB paru.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Hasil surveilans

secara global menemukan bahwa OAT yang resisten terhadap M. tuberculosis sudah

menyebar dan mengancam program tuberkulosis kontrol di berbagai negara.

Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis/TB-MDR ) merupakan masalah

terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Pada tahun 2003 WHO

menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap rerata 2% pertahun. Prevalens TB

diperkirakan WHO meningkat 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200 kasus baru terjadi di

dunia. Di negara berkembang prevalens TB-MDR berkisar antara 4,6%-22,2%.5 Pola TB-

MDR di Indonesia khususnya RS Persahabatan tahun 1995-1997 adalah resistensi primer

4,6%-5,8% dan resistensi sekunder 22,95%-26,07%. Penelitian Aditama mendapatkan

resistensi primer 6,86% sedangkan resistensi sekunder 15,61%. Hal ini patut diwaspadai

karena prevalensnya cenderung menunjukan peningkatan. Penelitian di RS Persahabatan

tahun 1998 melaporkan proporsi kesembuhan penderita TB-MDR sebesar 72% menggunakan

paduan OAT yang masih sensitif ditambah ofloksasin.

Banyak negara sudah menerapkan strategi DOTS dalam penatalaksanaan TB hal ini

tenyata sangat bermanfaat untuk meningkatkan angka kesembuhan sehingga mengurangi

angka resitensi termasuk resitensi ganda.

Pada Multidrug-resistant TB (MDR-TB) merupakan masalah global yang sangat

meningkat, dimana dalam hal ini sebagian besar kasus yang timbul dikarenakan kesalahan

dokter dan pasien dimana ketidak patuhan selama pengobatan TB. Cakupan serta beban

MDR-TB sangat bervariasi baik lintas negara maupun lintas daerah. Seperti TBC itu sendiri,

beban yang luar biasa pada MDR-TB terdapat bada daerah dengan tingkat kemiskinan yang

tinggi atau Negara dengan sumber daya yang rendah. Pada orang dengan riwayat pengobatan

sebelumnya atau pada kasus kegagalan pengobatan, Pengobatan di negara maju sangat mahal

dan melibatkan rejimen individual berdasarkan data kerentanan obat dan penggunaan obat

Page 3: Referat Mdr Tb

cadangan. Terlepas dari adanya upaya yang kuat dalam program pengontrolan tuberculosis,

dibutuhkan juga survey yang berkala dan berkelanjutan tentang resistensi obat ini yang bisa

memberikan informasi dalam tipe kemoterapi yang dapat digunakan pada pengobatan pasien

serta menjadi parameter dalam evaluasi program kemoterapi yang sedang dilakukan maupun

yang sudah lalu.

Karena infeksi dengan resistan obat M.Tuberculosis sangat beresiko, persiapan

khusus harus disiapkan dengan hati-hati untuk memperkecil resiko di dalam kontak pasien

ini. Pencegahan mempunyai dua aspek yaitu mekanika dan chemoprophylaxis. Aspek

mekanis prevensi termasuk ventilasi yang yang bagus, iradiasi germisidal dengan UV,

penggunaan masker, respirator dan filtrasi ketat dari pasien yang diisolasi. Kemoprophylaxis

termasuk perawatan dari kontak-kontak dengan yang menggunakan Pyrazinamide (Z) dan

Ofloxacin/Ciprofloxacin atau E dan Z atau Ofloxacin / Ciprofloxacin.

EPIDEMIOLOGI

Pada survei WHO dilaporkanlebih dari 90.000 pasien TB di 81 negara, ternyata angka

TB-MDR lebih tinggi dari yang diperkirakan. Enam negara dengan kekerapan TB-MDR

tinggi di dunia adalah Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithunia, bagian dari federasi Rusia dan

Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus TB-MDR baru per tahun. OAT yang

resisten terhadap kuman tuberkulosis akan semangkin banyak, saat ini 79% dari TB-MDR

adalah “ super strains” yang resisten paling sedikit 3 atau 4 obat antituberkulosis.

Multiple Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) adalah suatu keadan dimana M.

tuberculosis telah resisten terhadap INH dan rifampisin saja atau resisten terhadap INH dan

rifampisin serta OAT lini pertama lainnya. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi

yang menular di mana Sumber penularan adalah dahak yang mengandung kuman TB.

Estimasi global terhadap insidensi MDR-TB pada tahun 2006 adalah sebesar 489.139 atau

sekitar 4,8% dari jumlah total estimasi insidens tuberkulosis (TB) di 114 negara pada tahun

2006 (10.229.315). Resistensi obat pada kasus TB adalah masalah yang mendapat perhatian

besar dalam program penanggulangan TB oleh karena beberapa strain MDR-TB yang sulit

diobati.

Prevalensi resistensi OAT diantara pasien baru merupakan indikator yang sangat

penting dalam program pengendalian TB. Kejadian resistensi M. tubercolosis terhadap OAT

adalah akibat mutasi alami. Penyebaran selanjutnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan

penyakit seperti : Kesalahan pengelolaan OAT, kesalahan manajemen kasus TB, kesalahan

Page 4: Referat Mdr Tb

proses penyampaian OAT kepada pasien, kesalahan hasil uji sensitifitas obat, pemakaian

OAT dengan mutu rendah serta kurangnya keteraturan pengobatan atau pengobatan yang

tidak selesai. Resistensi terhadap OAT lini pertama berhubungan dengan adanya mutasi

sedikitnya pada 10 gen, yaitu katG, inhA, ahpC, kasA and ndh untuk resistensi terhadap INH;

rpoB untuk resistensi terhadap RIF, embB untuk resistensi terhadap EMB; pncA untuk

resistensi terhadap PZA serta rpsL dan rrs untuk resistensi terhadap streptomisin Metode

untuk mendeteksi resistensi OAT diantaranya dengan metode fenotiping yang dapat

dilakukan denagn metode proporsi, konsentrasi absolut, rasio resistensi dan dengan cara

otomatis menggunakan Bactec serta MGIT. Selain itu dapat juga dilakukan genotiping untuk

melihat keberadaan gen resistensi.

ANATOMI SALURAN PERNAPASAN

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,

dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan

atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan

external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk

melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam

kapiler pulmunaris.

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah

oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa

ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan

paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam

paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran

alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea,

dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.

SISTEM SALURAN PERNAFASAN

Gambar : Anatomi Paru

Page 5: Referat Mdr Tb

FISIOLOGI PARU

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat

antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui,

dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar

karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu

sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan

interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas

dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada

turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume

toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun

tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik,

sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi

sama kembali pada akhir ekspirasi.

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi

membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong

untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan

parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu

oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami

penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan

fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran

udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksidaantara darah dan alveolus yang

jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida

ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah

paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75

detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu

difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat

sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu

kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak

diakui sebagai faktor utama.

Sistem Pertahanan Paru

Page 6: Referat Mdr Tb

Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan

terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme

tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa

mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas :

1. Filtrasi udara

Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :

- Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.

- Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke paru-paru

- Yang berdiameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di keluarkan

bersama sekresi.

2. Mukosilia

Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh silia

keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung pada

kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh

iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia.

3. Sekresi Humoral Lokal

zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :

- Lisozim, dimana dapat melisis bakteri

- Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik

- Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam membunuh

virus.

- Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus.

Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang.

4. Fagositosis

Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan kemudian

menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai

fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.

Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :

- Gerakan mukosiliar.

- Faktor humoral lokal.

- Reaksi sel.

- Virulensi dari kuman yang masuk.

- Reaksi imunologis yang terjadi.

Page 7: Referat Mdr Tb

- Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alkohol,

stress, udara dingin, kortikosteroid, dan sitostatik.

ETIOLOGI DAN PATOMEKANISME

Hasil pengamatan terhadap resistensi Mycobacterium

tuberculosis menunjukkan bahwa terhadap obat pilihan pertama dengan

kisaran 24,24% sampai 43,43%. Resistensi terendah adalah terhadap

INH (24,24%) dan tertinggi Rifampisin (43,43%), sedangkan terhadap

Streptomisin terdapat resistensi sebesar 33,33% dan terhadap

Ethambutol 26,26%. Resistensi terhadap OAT pilihan kedua berkisar

antara 14,29% sampai 49,50%. Resistensi tertinggi terhadap Kanamisin

dan terendah terhadap Ofloksasin.

Multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) adalah TB yang

disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (M. TB) resisten in vitro

terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten

obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus telah diobati

sebelumnya. Kasus baru resisten obat TB yaitu terdapatnya galur M. TB resisten pada pasien

baru didiagnosis TB dan sebelumnya tidak pernah diobati obat antituberkulosis (OAT) atau

durasi terapi kurang 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. TB yang telah resisten obat

disebut dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya yaitu

terdapatnya galur M. TB resisten pada pasien selama mendapatkan terapi Tb sedikitnya 1

bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M TB yang masih sensitif obat tetapi selama

perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi sekunder (acquired).

Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat

obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri sendiri

menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. TB wild type tidak

terpajan. Diantara populasi M. TB wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT.

Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan

obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. TB sensitif

terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya individu telah

terinfeksi dalam jumlah besar populasi M. TB berisi organisms resisten obat. Populasi galur

M. TB resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi TB yang tidak

adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi

MDR

Page 8: Referat Mdr Tb

jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang

digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada populasi

juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Meningkatnya koinfeksi TB HIV

menyebabkan progresi awal infeksi MDR TB menjadi penyakit dan peningkatan penularan

MDR-TB.

Banyak faktor penyebab MDR TB. Beberapa analisis difokuskan pada ketidakpatuhan

pasien. Ketidakpatuhan lebih berhubungan dengan hambatan pengobatan seperti kurangnya

pelayanan diagnostik, obat, transportasi, logistik dan biaya pengendalian program TB. Survei

global resistensi OAT mendapatkan hubungan antara terjadinya MDR Tb dengan kegagalan

program TB nasional yang sesuai petunjuk program TB WHO. Terdapatnya MDR TB dalam

suatu komuniti akan menyebar. Kasus tidak diobati dapat menginfeksi lebih selusin penduduk

setiap tahunnya dan akan terjadi epidemic khususnya di dalam suatu institusi tertutup padat

seperti penjara, barak militer dan rumah sakit. Penting sekali ditekankan bahwa MDR TB

merupakan ancaman baru.

Pengendalian sistematik dan efektif pengobatan TB yang sensitive melalui DOTS

merupakan senjata terbaik untuk melawan berkembangnya resistensi obat. Terdapat 5 sumber

utama resisten obat TB menurut kontribusi Spigots, yaitu :

1. Pengobatan tidak lengkap dan adekuat menyebabkan mutasi M. TB resistensi

2. Lamanya pasien menderita infeksi disebabkan oleh keterlambatan diagnosis MDR TB dan

hilangnya efektiviti terapi sehingga terjadi penularan galur resisten obat terhadap kontak yang

masih sensitif.

3. Pasien resisten obat TB dengan kemoterapi jangka pendek memiliki angka kesembuhan

kecil dan hilangnya efek terapi epidemiologi penularan.

4. Pasien resisten obat TB dengan kemoterapi jangka pendek akan mendapatkan resistensi

lanjut disebabkan ketidak hati—hatian pemberian monoterapi (efek penguat).

5. Koinfeksi HIV dapat memperpendek periode infeksi menjadi penyakit TB dan penyebab

pendeknya masa infeksi.

Dari analisa DNA terdapat beberapa gen khusus yang sangat kuat untuk menentukan

identitas Mycobacterium tuberculosis komplek yaitu gen rpoB, katG, rpsL,dan gyrA. Dari

penelitian sebelumnya diketahui bakteri yang telah resisten terhadap obat TB (Multi-drug

resistant tuberculosis/MDR-TB) seperti resistensi INH yang dimediasi terjadinya perubahan

gen paling umum pada gen katG, inhA dan rpoB (Yu Hi, et all. 2010). Menurut Rintiswati

dkk, (2005) INH bekerja dengan target utama asam mikoloat, pada strain resisten asam

mikoloat berubah strukturnya karena terjadi mutasi beberapa gen yakni katG, inhA, kasA dan

Page 9: Referat Mdr Tb

ahpC. Sedangkan target streptomisin adalah protein ribosom pada strain resisten obat ini telah

terjadi mutasi pada gen rpsL dan rrs.

Dengan menggunakan metode gyrB-base PCR pada 79 sampel isolat TB pasien

didapatkan 97,5% merupakan anggota Mycobacterium tuberculosis komplek dan 2,6%

digolongkan mycobacteria other than TB (MOTT). Metode ini menggunakan PCR dengan

target gen gyrB pada fragmen 1,020-bp menggunakan primer MTUB-f (5’-TCG GAC GCG

TAT GCG ATA TC-3’) dan MTUB-r (5’-ACA TAC AGT TCG GAC TTG CG-3’).(Eurofins

MWG, Operon, Germany). Sehingga perubahan pada gen tertentu dari Mycobacterium

tuberculosis dapat dianalisa untuk menentukan strain dari Mycobacterium tuberculosis.

DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIK

Setiap pasien yang didiagnosis kronis atau TB yang resistan terhadap obat TB

membutuhkan pengobatan dengan obat lini kedua berdasarkan pedoman WHO Kategori IV

dan akan perlu regimen khusus (disebut "Kategori IV rejimen" dalam pedoman WHO).

Langkah awal mendiagnosis resisten obat TB adalah mengenal pasien dalam risiko

dan mempercepat dilakukannya diagnosis laboratorium. Deteksi awal MDR TB dan memulai

sejak awal terapi merupakan faktor penting untuk mencapai keberhasilan terapi. Pemeriksaan

yang dilakukan meliputi sputum BTA, uji kultur M. TB dan resistensi obat. Kemungkinan

resistensi obat TB secara simultan dipertimbangkan dengan pemeriksaan sputum BTA

sewaktu menjalani paduan terapi awal. Kegagalan terapi dapat dipertimbangkan sebagai

kemungkinan resisten obat TB sampai ada hasil uji resistensi obat beberapa minggu

kemudian yang menunjukkan terdapatnya paduan terapi yang tidak adekuat. Identifikasi

cepat pasien resistensi obat TB dilakukan terutama pasien memiliki risiko tinggi karena

program pengendalian TB lebih sering menggunakan paduan terapi empiris, minimalisasi

penularan, efek samping OAT, memberikan terapi terbaik dan mencegah resistensi obat

lanjut.

Prediksi seseorang dalam risiko untuk melakukan uji resistensi obat adalah langkah

awal deteksi resistensi obat. Prediktor terpenting resistensi obat adalah riwayat terapi TB

sebelumnya, progresiviti klinis dan radiologi selama terapi TB, berasal dari daerah insidens

tinggi resisten obat dan terpajan individu infeksi resisten obat TB. Setelah pasien dicurigai

MDR TB harus dilakukan pemeriksaan uji kultur M. TB dan resistensi obat. Laboratorium

Page 10: Referat Mdr Tb

harus mengikuti protokol jaminan kualiti dan memiliki akreditasi nasional / internasional.

Khususnya 2 sampel dengan hasil yang berbeda dari laboratorium dengan tingkat yang

berbeda direkomendasikan untuk diperiksakan pada laboratorium yang lebih balk. Penting

sekali laboratorium menekankan pemeriksaan uji resistensi obat yang cepat, adekuat, valid

dan mudah dicapai oleh pasien dan layanan kesehatan. Mewujudkan laboratorium seperti ini

disuatu daerah merupakan tantangan untuk program pengendalian TB.

Metode fenotipik dan genotipik untuk mengetahui resistensi obat OAT

Metode fenotipik konvensional Metode fenotipik baru Metode genotipik

Metode Proporsional

Metode rasio resistensi

Metode konsentrasi absolute

Metode radiometri BACTEC

Tabung indicator pertumbuhan

mikrobakteria

Metode phage based

Metode kolorimetri

The nitrase reductase Assay

The microscopic observation

broth-drugs susceptibility assay

Metode agar thin-layer

Rangkaian DNA

Chain reaction(PCR)

Microarais

Pada pemeriksaan fisis tuberkulosis paru resisten, kelainan yang didadapt tergantung

dari luasnya kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit, sulit sekali

menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnyat terletak di daerah lobus superior

terutama daerah apeks dan segmen posterior dan daerah apeks lobus inferior. Yang dapat

ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah suara nafas bronchial, amforik, suara nafas

melemah, ronki basah, tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.

Pada tuberkulosis pleura, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya

cairan di rongga pleura. Pada perkusi akan ditemukan suara yang pekak, dan auskultasi suara

nafas melemah hingga tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, yang tersering

ditemukan di daerah leher atau ketiak.

Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi :

Page 11: Referat Mdr Tb

Resistensi primer apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan OAT

atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan

Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah ada riwayat

pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.

Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT

minimal 1 bulan

Kategori resistensi M. Tuberculosis terhadap OAT

Terdapat 5 jenis kategori resistensi terhadap obat TB :

Mono-resistance : kekebalan terhadap salah satu OAT

Poly-resistance : kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid

dan rifampisin

Multidrug resistance (MDR) : kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan

rifampisin

Extensive drug resistance (XDR) : TB-MDR ditambah kekebalan terhadap salah satu

obat golongan florokuinolon dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua

(kapreomisin, kanamisin dan amikasin)

Suspek TB-MDR

Pasien yang dicurigai kemungkinan TB MDR adalah :

1. Kasus TB Paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2. Dibuktikan dengan rekam

medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu

2. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan

kategori 2

3. Pasien TB yang pernah diobati dengan di fasilitas non DOTS, termasuk yang

mendapat OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin

4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1

5. Pasien TB paru yang dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan

dengan kategori 1

6. TB paru kasus kambuh

7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau

kategori 2

8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi,

termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB-MDR

Page 12: Referat Mdr Tb

9. TB HIV

Diagnosis TB – MDR

Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan

Semua suspek TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan

pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat M.

Tuberculosis yang resisten minimal terhadap INH dan Rifampisin maka dapat

ditegakkan diagnosis TB-MDR

Diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk TB-MDR didukung oleh :

Pengenalan faktor risiko untuk TB-MDR

Pengenalan kegagalan obat secara dini

Uji kepekaan obat di laboratorium yang sudah tersertifikasi

Uji kepekaan OAT lini 2 dilakukan bila terdapat riwayat pemakaian OAT lini ke 2 atau pada

pasien MDR yang dalam masa pengobatan tidak terjadi konversi atau perburukan secara

klinis

Penatalaksanaan TB-MDR

Kelompok OAT yang digunakan dalam pengobatan TB resisten obat

Kelompok 1 : OAT lini 1. Isoniazid (H), Rifampisin (R), Etambutol (E), Pirazinamid (Z),

Rifabutin (Rfb)

Kelompok 2 : obat suntik. Kanamisisn (Km), Amikasin (Am), Kapreomisin (Cm),

Streptomisin (S)

Kelompok 3 : fluorokuinolon, moksifloksasin (Mfx), levofloksasin (Lfx), Ofloksasin (Ofx),

Kelompok 4 : bakteriostatiok OAT lini 2. Etionamid (Eto), Protionamid (Pto), Siklosrin (Cs),

Terzidone (Trd), PAS

Kelompok 5 : obat yang belum diketahui efektivitasnya. Klofamizine (Cfz), Linezoid (Lzd),

Amoksiclav (Amx/clv), tiosetazone (Thz), imipenem/cilastin (Ipm/cln), H dosis tinggi,

klaritromisin (Clr)

Strategi pengobatan

Strategi pengobatan sebaiknya berdasarkan data uji kepekaan dan frekuensi penggunaan OAT

di negar atersebut. Di bawah ini beberapa strategi pengobatan TB-MDR

Page 13: Referat Mdr Tb

Pengobatan standar. Data drugs resistancy survet (DRS) dari populasi pasien yang

representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena tidak tersedianya

hasil uji kepekaan individual. Seluruh pasien akan mendapatkan regimen pengobatan

yang sama. Pasien yang dicurigai TB-MDR sebaiknya dikonfirmasi dengan uji

kepekaan

Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayat

pengobatan TB pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi representatif.

Biasanya regimen empiris akan disesuaikan setelah ada hasil uji kepekaan individual.

Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan TB

sebelumnya dan hasil uji kepekaan.

Regimen standar TB MDR di indonesia adalah :

6Z – (E) – Kn – Lfx – Eto – Cs/18Z – (E) – Lfx – Eto – Cs

Etambutol tidak diberikan bila terbukti resisten.

Lama fase intensif

Pemberian obat suntik atau fase intensif yang direkomendasikan adalah berdasarkan kultur

konversi. Obat suntik diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan dan minimal 4 bulan setelah

hasil sputum atau kultur yang pertama menjadi negatif. Pendekatan individual termasuk hasil

kultur, sputum, foto toraks dan keadaan klinis pasien juga dapat membantu memutuskan

menghentikan pemakaian obat suntik.

Lama pengobatan

Lamanya pengobatan berdasarkan kultur konversi. Panduan yang direkomendasikan adalah

meneruskan pengobatan minimal 18 bulan setelah kultur konversi. Sampai saat ini belum ada

data yang mendukung pengurangan lama pengobatan. Pengobatan lebih dari 24 bulan dapat

dilakukan pada kasus kronik dengan kerusakan paru luas.

Pembedahan TB MDR

Prosedur pengobatan yang paling sering dilakukan pada pasien TB-MDR adalah

reseksi. Dari beberapa hasil penelitian pembedahan efektif dan relatif aman. Pembedahan

tidak diindikasikan pada penderita dengan gangguan paru luas bilateral. Pembedahan

dilakukan pada kasus-kasus awal seperti kelainan satu lobus atau paru dan setelah pemberian

pengobatan selama 2 bulan untuk menurunkan nfeksi bakteri dalam paru. Setelah

pembedahan, pengobatan tetap diberikan 12-24 bulan

Page 14: Referat Mdr Tb

Daftar Pustaka

1. Sudoyo, Aru W Dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Hal 2329 -

2336. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009.

2. PDPI. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia 2011.

PDPI: Jakarta. 2011.

3. Depkes RI. Modul Peserta Pelatihan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (Practical

Approach to Lung Health). Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2010.

4.