Upload
ditra-putri-sandia
View
24
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.I. LATAR BELAKANG
Penyakit jantung iskemik adalah kondisi di mana tidak cukupnya suplai darah dan
oksigen ke sejumlah otot jantung. Hal ini biasanya timbul saat tidak adanya
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen ke otot jantung. Penyebab tersering
iskemia otot jantung adalah penyakit aterosklerotik pada arteri koroner epikardial.1
Pasien dengan penyakit jantung iskemik dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
penyakit arteri koroner kronik, kebanyakan timbul sebagai angina pektoris stabil dan
pasien sindrom koroner akut. Kelompok yang terakhir ini dibagi lagi menjadi infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI) dan angina pektoris tidak stabil (UAP).2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Infark Miokard
Coronary Artery Disease (CAD) adalah penyakit arteri koroner yang meliputi
berbagai kondisi patOlogi yang menghambat aliran darah dalam arteri yang mensuplai
jantung, biasanya disebabkan oleh arterosklerosis yang menyebabkan insufisiensi suplay
darah ke miokard.
Infark miokard adalah kematian sel miosit jantung yang disebabkan iskemia sebagai
hasil perfusi yang tidak seimbang antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Secara
patologi, infark miokard adalah kematian sel miokard yang disebabkan keadaan iskemia
berkepanjangan.7
Infark Miokaerd Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang
disebabkan tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner.
Sumbatan ini sebagian besar isebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang
kemudian diikuti oleh terjadinnya trombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi
mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh
spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu :
1. CAD STEMI, dengan elevasi segmen ST
2. CAD NSTEMI, tanpa elevasi segmen ST
II.2. Epidemiologi
Penyakit kardiovaskular menyebabkan 12 juta kematian setiap tahunnya di dunia.
Infark miokard menjadi masalah yang serius di negara industri dan akan menjadi masalah
serius juga di negara berkembang. 3
Di Indonesia, berdasarkan laporan hasil riset kesehatan dasar RISKESDAS Indonesia
tahun 2007 yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008
di Jakarta, bahwa prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2 %. Proporsi angka
kematian berdasarkan daerah perkotaan dalam kelompok umur 45 – 54 tahun, penyakit
jantung iskemik menduduki urutan ketiga (8,7%) sebagai penyebab kematian.4
2
II.3. Etiologi
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan
vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau
plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau
hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis.
Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain.
II.4. Anatomi pembuluh darah jantung
Otot jantung diperdarahi oleh 2
pembuluh koroner utama, yaitu
arteri koroner kanan dan arteri
koroner kiri. Kedua arteri ini
keluar dari aorta. Arteri koroner
kiri kemudian bercabang menjadi
arteri desendens anterior kiri dan
arteri sirkumfleks kiri. Arteri
desendens anterior kiri berjalan
pada sulkus interventrikuler
hingga ke apeks jantung. Arteri
sirkumfleks kiri berjalan pada
sulkus arterio-ventrikuler dan
mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus
atrio-ventrikuler ke kanan bawah
II.5. Faktor Risiko
A. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia 30-50 tahun
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa, penduduk Amerika klulit hitam lebih tinggi daripada yang
berkulit putih
d. Riwayat penyakit jantung keluarga
3
B. Faktor yang dapat dimodifikasi
a. Merokok. Lebih dari 20/hari
b. Hiperkoleterolemia, lebih dari 275 mg/dl
c. Obesitas, lebih dari 20% dari berat badan deal
d. Hipertensi, lebih dari 160/ mmHg
e. Diabetes Melitus, tes toleransi gula abnormal
f. Inaktivitas fisik
g. Stress
h. Penggunaan kontrasepsi oral
i. Menopause
j. Kepribadian seperti kompetitif, agresif, ambisius
k. Geografi, insidensi lebih tinggi pada daerah industri
II.6. Patogenesis
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi
bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke
dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu
aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial.
Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat
disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif
seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi.
Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor,
endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan
sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang
terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor
pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam
4
tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma
matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh
darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya
trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi
dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.
Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan
aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi
obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi
klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner
desendens kiri berbahaya.
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia
yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau
subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan
berelaksasi .
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan
struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon
dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat
dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini
mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan
kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan
miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka
terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari
stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat
terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri
koroner tersumbat cepat.
5
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen
arteri koroner.
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark
miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam
beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami
nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di
sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-
beda.
II.7. Manifestasi klinis
Nyeri
Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, terletak dibagian
bawah sternum dan perut atas, adalah gejala utama yang biasanya muncul. Nyei
akan terasa akan terasa semakin berat sampai tidak tertahankan. Rasa nyeri yang
tajam dan berat, biasa menyebar kebahu dan lengan biasanya lengan kiri. tidak
seperti nyeri angina, nyeri ini muncul secara spontan (bukan setelah kerja berat
atau gangguan emosi ) dan menetap selama beberapa jam sampai beberapa hari
dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun niotrogliserin. Pada beberapa
kasus nyeri biasa menjalar ke dagu dan leher.
Pasien dengan diabetes mellitus mungkin tidak merasa nyeri berat bila
menderita infark miokardium, karena neuropati yang menyertai diabetes
mempengaruhi neuroseptor, sehingga menumpulkan nyeri yang dialaminya.
Mual dan Muntah
- Nyeri yang hebat merangsang pusat muntah
- Area infark merangsang refleks vasofagal
Diaporesis
Pada fase awal infark miokard terjadi pelepasan katekolamin yang
meningkatkan stimulasi simpatis sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
6
perifer sehingga kulit akan menjadi lembab, dingin, dan berkeringat.
Demam
Temperatur mungkin saja meningkat pada 24 jam pertama dan berlangsung
paling selama satu minggu. Hal ini disebabkan karena ada sel yang nekrotik yang
menyebabkan respon infamasi.
Perubahan pola EKG
a. Normal pada saat istirahat , tetapi bisa depresi pada segmen ST.
Gelombang T inferted menunjukkan iskemia, gelombang Q menunjukkan
nekrosis
b. Distrimia dan Blok Jantung
Disebabkan kondisi yang mempengaruhi sensitivitas sel miokard ke impuls
saraf seperti iskemia, ketidak seimbangan elektrolit dan stimulus sarat simpatis
dapat berupa bradikardi, takikardi, premature ventrikel, contraction (ventrikel
ekstra systole), ventrikel takikardi dan ventrikel fibrilasi
Tabel 1. lokasi infark berdasarkan lokasi
Lokasi Lead Perubahan EKG
Anterior V1-V4 ST elevasi, gelombang Q
Anteroseptal V1-V3 ST elevasi, gelombang Q
Anterior eksterisif V1-V6 ST elevasi, gelombang Q
Posterior V1-V2 ST depresi, gelombang R tinggi
Lateral I, aVL, V5-v6 ST elevasi, gelombang Q
Inferior I, II, aVF ST elevasi, gelombang Q
Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, gelombang Q
Perubahan Enzim Jantung, Isoenzim dan Troponin T
a. CKMB, isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6
7
jam, memuncak dalam 12-24 jam dan kembali normal dalam 48-72 jam.
b. LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 48-72 jam dan
kembali normal dalam 7-14 hari.
c. Troponin T, merupakan pertanda baru untuk Acute miocard Infarction,
meningkat sampai hari ke7.
Pemeriksaan Jantung
Biasanya tidak memperlihatkan kelainan, kecuali bunyi jantung dapat
terdengar redup. Bunyi jantung S4 sering terdengar pada penderita dengan
irama sinus, biasanya terdengar pada daerah apeks dan parastenal kiri. bunyi
jantung S3 dapat timbul bila terjadi kerusakan miokard yang luas. Kelainan
paru bergantung pada beratnya AMI, yang diklasifikasikan menurut Killip I-IV:
Killip I : Penderita AMI tanpa S3 dan ronkhi basah
Killip II : ditemukan ronkhi pada kurang dari setengah lapang paru, dengan
atau tanpa S3
Kllip III : Ronkhi pada lebih dari setengah lapang paru, biasanya dengan
oedema paru
Kllip IV : Penderita dengan syok kardiogenetik
II.8. Kategori Infark Miokard Akut
Infark miokard akut dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan kriteria elektrokardiografi
(EKG) yaitu, Infark Miaokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Selain itu, secara tradisional, infark
miokard dibagi berdasarkan ada atau tidak adanya gelombang Q.
II.8.1. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi Segmen ST (STEMI)
1. Anamesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal
(angina tipikal) atau atipikal. Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah
retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau
epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>
8
20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai dengan , kulit yang dingin, mual,
muntah, lemas, demam ringan,dan sesak.5,6 Presentasi angina atipikal yang sering
dijumpai, yaitu nyeri didaerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan
(indigestion), sesak napas, yang tidak dapat dijelaskan atau mendadak rasa lemah yang
sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40
tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau
demensia.
2. Pemeriksaan Fisik
Kebanyakan pasien terlihat cemas dan lelah, sebagai usaha mengilangkan nyerinya,
pasien sering terlihat mengubah posisinya di tempat tidur. Pada kulit sering terasa dingin.
Kombinasi adanya nyeri dada substernal >30 menit dan adanya merupakan indikasi kuat
STEMI. Walaupun kebanyakan pasien mempunyai frekuensi denyut nadi dan tekanan
darah yang normal dalam jam-jam pertama kejadian STEMI, sekitar seperempat pasien
dengan infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktifitas saraf simpatis (takikardia
dan atau hipertensi) dan sampai setengahnya, pasien dengan infark inferior menunjukan
hiperaktifitas saraf parasimpatis (bradikardia dan atau hipotensi).
Daerah prekordium biasanya tenang dan impuls apeks mungkin sulit untuk dipalpasi.
Pada pasien dengan infark miokard anterior, pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan
dyskinetik bulging dari miokard yang infark mungkin berkembang ke area periapikal pada
hari-hari pertama dan kemudian terjadi penyembuhan. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan tanda disfungsi ventrikel termasuk adanya bunyi jantung ketiga dan keempat,
menurunnya intensitas bunyi jantung satu dan adanya splitting paradok dari bunyi jantung
dua. Adanya disfungsi katup mitral dapat timbul, ditandai murmur mid-diastolik
sementara atau murmur sistolik apeks yang terlambat. Pericardial friction rub dapat
timbul pada banyak pasien dengan STEMI transmural pada saat tertentu pada periode
perjalanan peyakitnya. Volume nadi karotis sering menurun, mencerminkan penurunan
volume sekuncup. Kenaikan temperature sampai 380C dapat terjadi selama minggu
pertama setelah STEMI. Tekanan arteri bervariasi, pada kebanyakan pasien tekanan
sistolik menurun kira-kira 10-15 mmHg dari saat sebelum infark.10 Pemeriksaan fisik juga
ditujukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia, komplikasi iskemia dan
penyakit penyerta. Regurgitasi katup mitral akut, bunyi jantung tiga (S3), ronki basah
9
halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi adanya
komplikasi iskemia.5
3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada
iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sandapan sesegera mungkin sesampainya
di ruang gawat darurat. I8
STEMI ditandai oleh elevasi segmen ST yang baru di dua atau lebih sadapan EKG
dengan kenaikan segmen ST ≥ 0,1 mV, kecuali pada infark miokard posterior dengan
penurunan segmen ST ≥ 0,1 mV di sadapan V1 dan V2. Sebagai tambahan, sandapan
V3R dan V4R, serta V7 – V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan
EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sandapan V7 – V9
juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan
pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan
angina timbul kembali.5 .
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang
Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi
trombus tidak total. Obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,
biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina
pektoris tidak stabil atau NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi segmen ST
berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya infark
miokard transmural digunakan jika EKG menunjukan gelombang Q atau hilangnya
gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukan perubahan
sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi
gambaran patologis EKG dengan lokasi infark sehingga terminologi infark miokard akut
gelombang Q dan non Q menggantikan infark miokard akut transmural/nontransmural.11
4. Tatalaksana
A. Tatalaksana Umum
1) Oksigen
10
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90
%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6
jam pertama.11
2) Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, nitrogliserin juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi
pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin
intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru.11,15 .Terapi
nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau
pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (Infark inferior pada EKG,
JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). 11
3) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah terjadinya pooling
vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini
dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek
vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama
pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropine 0,5 mg IV.11
4) Aspirin
merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat sikloogsigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral.11
5) Penyekat Beta
11
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif.11 Regimen yang diberikan adalah metoprolol 5 mg
setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60x/menit,
tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih
dari 10 cm diatas diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan
dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan
dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
6) Terapi Fibrinolitik
Indikasi Kontra Absolut11
o Stroke hemoragik atau stroke yang penyebabnya belum diketahui dengan onset
kapanpun
o Stroke iskemik 6 bulan terakhir
o Kerusakan sistem saraf sentral dan neoplasma
o Trauma operasi/Trauma kepala yang berat dalam 3 minggu terakhir
o Perdarahan saluran cerna dalam 1 bulan terakhir
o Penyakit perdarahan
o Diseksi aorta
B. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan atau stenting tanpa
didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard
akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang
tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat
syok kardiogenik (terutama pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau
gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur
dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian, PCI lebih
mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.11
12
5. Komplikasi STEMI11
Disfungsi Ventrikular
Gangguan Hemodinamik
Syok Kardiogenik
Infark Ventrikel Kanan
Aritmia pasca STEMI
Komplikasi Mekanik
Perikarditis
II.8.2. INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI SEGMEN ST (NSTEMI)
1. Anamnesis
Gejala klinis dari angina tidak stabil / NSTEMI adalah nyeri dada, biasanya berlokasi
di region substernal atau kadang-kadang di epigastrium yang menyebar ke leher, bahu
kiri dan lengan kiri. Rasa tidak nyaman yang hebat ini dirasakan oleh pasien sebagai rasa
nyeri. Gejala seperti sesak napas dan rasa tidak nyaman di epigastrium dapat timbul
biasanya sering pada perempuan.2
2. Pemeriksaan fisik
Pada pasien NSTEMI dengan area infark yang luas, pemeriksaan fisiknya bisa
didapatkan diaforesis, kulit yang dingin dan pucat, sinus takikardia, terdengarnya bunyi
jantung 3 dan 4, ronki di basal paru dan sesekali terdapat hipotensi.2
3. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Gambaran EKG secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting
menentukan risiko pada pasien. Pada thrombolysis in myocardial (TIMI) III registry,
adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor keluaran yang
buruk. Kaul et al menunjukkan peningkatan risiko keluaran yang buruk meningkat secara
progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun
perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien
dengan NSTEMI.13
13
4. Stratifikasi Risiko
Beberapa cara stratifikasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi pada sindrom
koroner akut. Beberapa cara stratifikasi risiko yang akan dibahas adalah stratifikasi risiko
jangka pendek, TIMI (thrombolysis in Myocardial Infarction), Killip dan GRACE
(Global Registry of Acute Coronary Events).5 Stratifikasi risiko TIMI ditentukan oleh
jumlah skor dari 7 variabel yang dijumpai saat pasien tiba di ruang gawat di mana tiap
table setara dengan 1 poin. Dari semua variabel TIMI, stenosis koroner ≥ 50 %
merupakan variabel yang sangat mungkin tidak terdeteksi. Jumlah skor 0-2: risiko
rendah; skor 3-4: risiko menengah dan skor 5-7: risiko tinggi.5
Tabel 2. Skor TIMI5
Variabel Nilai/Skor Usia ≥ 65 tahun 1 Stenosis Koroner ≥ 50 % 1 Deviasi Segmen ST 1 Terdapat 2 keluhan Angina Dalam 24 jam yang lalu
1
Mempunyai 3 faktor risiko (Riwayat keluarga, Pria, Hipertensi, Hiperlipidemia, DM, Merokok, Kegemukan)
1
Peningkatan Marka Jantung 1 Penggunaan Aspirin Dalam 7 hari terakhir 1
5. Tatalaksana
Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk
deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus
dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI, yaitu:13
Terapi antiiskemia
Terapi antiplatelet/antikoagulan
Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)
Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS
Terapi Antiiskemia
1. Penyekat Beta5
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap reseptor
beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium. Terapi
14
hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-ventrikuler
yang signifikan, asma bronkial, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan
kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi. 2,3
Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien, terutama jika terdapat hipertensi
atau takikardia, dan selama tidak terdapat kontraindikasi. Penyekat beta oral
hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama.
2. Nitrat5
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi
oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah
koroner baik yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis.
Jika nyeri dada menetap setelah diberikan nitral sublingual 3 kali dengan
intravena 5 menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena mulai 5-10
ug/mnt. Laju infus dapat diditingkatkan 10 ug/mnt tiap 3-5 menit sampai keluhan
menghilang atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas
nyeri selama 12-24 jam
Antiplatelet
a.Aspirin 160-320 mg (nonenterik) direkomendasikan bagi semua pasien
UAP/NSTEMI selama tidak terdapat kontra indikasi.
b.Clopidogrel 300 mg dilanjutkan dengan 75 mg/hari diberikan pada pasien yang
hipersensitif atau intoleransi gastrointestinal terhadap aspirin. Keuntungannya
adalah penurunan kejadian infark miokard. Perdarahan yang berlebihan banyak
ditemukan pada pasien aspirin dosis tinggi.
Antikoagulan5
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin.
a. UFH (unfaractionated heparin)
b. LMWH (Low molecular weight heparin)
II.9. Prognosis
Pada 25% episode IMA kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit setelah
15
serangan, karena itu banyak yang tidak sampai ke rumah sakit. Mortalitas keseluruhan
15-30%. REsiko kematian tergantung pada faktor: usia penderita,riwayat penyakit
jantung koroner, adanya penyakit lain-lain dan luasnya infark. Mortalitas serangan akut
naik dengan meningkatnya umur. Kematian kira-kira 10-20% pada usia dibawah 50 tahun
dan 20% pada usia lanjut.
II.10. Komplikasi
1.Trombo-embolisme
2.Perikarditis
3.Aneurisma ventrikel
4.Renjatan kardiogenik
5.Bradikardia sinus
6.Fibrilasi atrium
7.Gagal jantung
16
BAB III
KESIMPULAN
Lebih dari 90 % sindrom koroner akut disebabkan oleh pecahnya plak aterosklerosis
yang kemudian terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus intrakoroner.
Infark miokard akut dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan kriteria elektrokardiografi
(EKG) yaitu, Infark Miaokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI).
Diagnosis Infark miokard akut ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan elektrokardiogram dan pemeriksaan marka jantung.
Penanganan infark miokard akut harus dilakukan dengan cepat dengan memperhatikan
waktu iskemia total selama 120 menit.
Diagnostik dari Infark Miokard Akut Adalah sebagai berikut:
a.Klinis(Nyeri dada yang khas)
b.EKG
c.Enzimologi
Apabila terdapat 2 dari 3 diagnostik tersebut diatas maka diagnose dari IMA dapat
ditegakkan.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Antman EM, Braunwald E, Loscalzo J, Selwyn AP. Ischemic Heart Disease. Dalam:
Braunwald, Fauci ,et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. USA.
The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. Hal. 1514 – 27.
2. Brauwald E, Cannon CP. Unstable Angina and Non ST-Elevation Myocardial
Infarction. Dalam: Braunwald, Fauci ,et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine
17th Edition. USA. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. Hal. 1527 – 32.
3. Fenton DE. Myocardial Infarction diunduh dari http://www.emedicine.medscape.com
pada tanggal 7 Oktober 2010.
4. Karo-Karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung
Lanjut. Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler (PERKI). 2008.
5. Karo-Karo S, Kaunang DRD. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2010
6. Lilly LS, Naik H, Sabatine MS. Acute Coronary Syndrome. Dalam: Pathophysiology
of Heart Disease. USA. Lippincott Williams & Wilkins, A Wolters Kluwer Business.
2007. Hal. 168 – 96.
7. Alpert JS, Thygesen K, White HD. Universal Definition of Myocardial Infarction.
Diunduh dari http://www.circ.ahajournals.org pada tanggal 4 Oktober 2010.
8. Mollterno DJ, Saw J. Differences Between Unstable Angina and Acute Myocardial
Infarction: Pathophysiological and Clinical Septrum. Dalam: Topol EJ, Acute Coronary
Syndrome. New York. Marcel Dekker,Inc. 2005. Hal. 129 – 56.
9. Van de Werf F, et al. Management od Acute Myocardial Infarction In Patients
Presenting With Persisten ST Segment Elevation. Dalam European Heart Jornal. 2008
(29). Hal. 2909 – 45.
10. Antman EM, Braunwald E. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. Dalam:
Braunwald, Fauci ,et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. USA.
The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. Hal. 1532 – 44.
18
11. Alwi I. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Alwi I, Setiati S, Setiyohadi
B, Simadibrata M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta. Interna
Publishing. 2009. Hal. 1741 – 56.
12. Robert E, et al. Part 10: Acute Coronary Syndromes: 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Care. Dallas.
American Heart Association. 2010. Diunduh dari http://www.circ.ahajournals.org pada
tanggal 19 oktober 2010.
13. Alwi I, Harun S. Infark Miokard Tanpa Elevasi ST. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Setiyohadi B, Simadibrata M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta.
Interna Publishing. 2009. Hal. 1757 – 66.
19