23
REFERAT MATA HYPERTENSIVE DISEASE PEMBIMBING : dr. Gilbert W. S. Simanjuntak, Sp.M DISUSUN OLEH : 1. Panji Dwi Utomo (0761050025) 2. Septina Fredinanda Nauw (0761050099) 3. Devi Merisa Simatupang (0761050124) Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata RSU FK UKI Periode 10 September – 8 Oktober 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Jakarta

Referat Mata Hipertensive Disease

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Mata Hipertensive Disease

REFERAT MATA

HYPERTENSIVE DISEASE

PEMBIMBING :

dr. Gilbert W. S. Simanjuntak, Sp.M

DISUSUN OLEH :

1. Panji Dwi Utomo (0761050025)2. Septina Fredinanda Nauw (0761050099)3. Devi Merisa Simatupang (0761050124)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

RSU FK UKI

Periode 10 September – 8 Oktober 2012

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Jakarta

Page 2: Referat Mata Hipertensive Disease

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menolong dan

memberkati kami sehingga refarat ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Refarat ini disusun untuk melengkapi tugas dan sebagai syarat untuk mengikuti ujian di

kepaniteraan klinik ilmu penyakit Mata di RSU FK UKI.

Kami juga berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter bagian Mata RSU FK UKI,

yaitu dr. Gilbert, Sp.A, yang telah membimbing kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan

menyusun refarat ini.

Kami menyadari dalam referat ini tentu masih memiliki kekurangan, oleh karena itu

penyusun mohon saran dan kritikannya. Semoga referat ini dapat memberikan wawasan

yang lebih luas kepada pembaca.

Terima kasih.

Jakarta, 13 September 2012

Penyusun

Page 3: Referat Mata Hipertensive Disease

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

LATAR BELAKANG .................................................................................................. 1

BAB II ANATOMI, VASKULARISASI MATA .......................................................................... 2

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................................ 3

DEFINISI ............................................................................................................................. 3

ETIOLOGI PREDISPOSISI...................................................................................................... 3

PATOGENESIS .................................................................................................................... 3

KLASIFIKASI ........................................................................................................................ 4

GEJALA DAN TANDA .......................................................................................................... 8

DIAGNOSIS ........................................................................................................................ 8

DIAGNOSIS BANDING ........................................................................................................ 8

PENATALAKSANAAN .......................................................................................................... 9

PROGNOSIS ........................................................................................................................ 10

KOMPLIKASI ...................................................................................................................... 10

BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 11

KESIMPULAN ......................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. iii

Page 4: Referat Mata Hipertensive Disease

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas danmortalitas paling sering di

seluruh dunia. Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan

kelainan pada vaskular retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah.

Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90mmHg dan tekanan sistolik >

140mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan komplikasi pada retina,

maka terjadilah retinopati hipertensi. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus

Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal.

Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan

fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-

shape dan blot-shape, cottonwool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al

menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas

pada pasien hipertensi.

Page 5: Referat Mata Hipertensive Disease

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi

Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada

vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini pertama kali

dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok penderita

hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah

penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa,

perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton woolspots, dan

edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa tandatanda retinopati ini

dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi.

II.2 Anatomi

Page 6: Referat Mata Hipertensive Disease

II.3 Vaskularisasi Retina

Lapisan dalam retina mendapatkan suplai darah dari arteri retina sentralis. Arteri ini

berasal dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama-sama dengan nervus optikus dan

bercabang pada permukaan dalam retina. Arteri sentralis merupakan arteri utuh dengan

diameter kurang lebih 0,1 mm, yang merupakan suatu arteri terminalis tanpa anastomose

dan membagi menjadi empat cabang utama yaitu aa.temporalis superior dan inferior dan

aa.nasalis superior dan inferior. Sementara itu, lapisan luar retina tidak mempunyai

vaskularisasi. Bagian ini mendapatkan nutrisinya melalui proses difusi dari lapisan koroid

yaitu dari korioapilaris. Arteri retina biasanya berwarna merah cerah, tanpa disertai pulsasi

manakala vena retina berwarna merah gelap dengan pulsasi spontan pada diskus optikus.

II.4 Epidemiologi

Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada sekelompok

populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi dan didapatkan bahwa

kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas. Prevalensi retinopati hipertensi

bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan

oleh Framingham Eye Study yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%.

II.5 Etiologi

Retinopati hipertensi terjadi akibat tekanan darah yang meninggi.

II. 6 Patofisiologi

Perubahan patofisilologi pembuluh darah retina pada hipertensi, akan mengalami

beberapa tingkat perubahan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat

teori bahwa akan terjadi spasme arterioles dan kerusakan endotelial pada tahap akut

sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan

berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Tahap awal, pembuluh darah retina akan

Page 7: Referat Mata Hipertensive Disease

mengalami vasokonstriksi secara generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan

tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi

proteksi. Pada pemeriksaanfunduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara

generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya

penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hialin.

Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada

persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”. Terjadi juga

perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks

cahaya sentral yang dikenal sebagai ”copper wiring”. Dinding aretriol normal bersifat

transparan, sehingga yang terlihat sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya

yang tipis dibagian tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar

seperlima dari lebar lumen. Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol

akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak transparan

dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Produk-produk lemak

kuning keabuan yang terdapat pada dinding pembuluh darah bercampur dengan warna

merah darah pada lumen pembuluh darah akan menghasilkan gambaran khas “copper-

wire’”. Hal ini menandakan telah terjadi arteriosklerosis tingkat sedang. Apabila sklerosis

berlanjut, refleksi cahaya dinding pembuluh darah berbentuk “ silver-wire”. Tahap

pembentukan eksudat, akan menimbulkan kerusakan pada sawar darahretina, nekrosis otot

polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-

perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik,

hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot.

Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya merupakan indikasi telah

terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat. Perubahan-perubahan yang terjadi ini

tidak bersifat spesifik hanya pada hipertensi, karena selain itu juga dapat terlihat pada

penyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak

bersifat sekuensial, misalnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat

langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain

terlebih dulu.

II.7 Klasifikasi

Page 8: Referat Mata Hipertensive Disease

Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Scheie :

1. Stadium 0 : Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina.

2. Stadium I : Terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah kecil.

3. Stadium II : Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh dengan kadang-kadang

disertai penciutan pembuluh darah setempat , pembuluh darah tegang

dan membentuk cabang keras.

4. Stadium III : Lanjutan stadium II dengan cotton wool- exudate, perdarahan, dapat

terjadi pada tekanan darah diastolik diatas 120mmHg, dapat disertai

penurunan penglihatan.

5. Stadium IV : Seperti stadium III dengan edem papil dengan starfigure exudate, disertai

penurunan penglihatan dengan tekanan diastolik diatas 150mmHg.

Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) :

1. Stadium I : Penyempitan ringan, sklerosis arterioles retina, hipertensi ringan,

asimptomatis.

2. Stadium II : Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan crossing

phenomena, tekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa gejala

dari hipertensi.

3. Stadium III : Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan

darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala, vertigo,

kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi ginjal.

4. Stadium IV : Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;

peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala,

asthenia, penurunan berat badan, dispneu, gangguan penglihatan,

kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal.

Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi

tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang terlihat pada retina.

Page 9: Referat Mata Hipertensive Disease

Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology

Stadium Karakteristik

· Stadium 0 Tiada perubahan

· Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi

· Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal

· Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

· Stadium IV Stadium III + papiledema

Page 10: Referat Mata Hipertensive Disease

Gambar 1. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal

arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper

wiring pada arterioles (panah putih) (B).

Page 11: Referat Mata Hipertensive Disease

Gambar 2. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool

spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot

(panah putih) (B).

Gambar 3. Multiple cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam)

dan papiledema.

Page 12: Referat Mata Hipertensive Disease

II.8 Gejala

Retinopati yang berat bisa menyebabkan Retinopati yang berat bisa menyebabkan

gejala berikut: ��a. Leukokoria(pupil pupil berwarna putih)

b. Nistagmus (gerakan bola mata yang abnormal)

c. Strabismus (juling)

d. Miopia (rabun dekat)

II.9 Diagnosis

Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang, seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri

terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di

belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan

laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari

hipertensi.

II. 10 Diagnosis banding

1. Retinopati Diabetik : Terjadi perdarahan yang menyeluruh.

2. Kolagen vaskular disease : Dapat ditemukan multiple cotton wool spot, tetapi tidak

ada atau sedikit sekali ditemukan karakteristik dari hipertensi.

3. Anemia : Perdarahan predominan tanpa disertai perubahan dari arteri.

4. Retinopati radiasi: Dapat terlihat sama dengan hipertensi, riwayat tanpa radiasi pada

mata atau jaringan adnexa seperti otak, sinus atau nasofaring dapat menjadi

rangsangan. Ini semua dapat berkembang setiap waktu setelah terapi radiasi, tetapi

membutuhkan waktu yang cukup lama.

5. Central or Branch retinal vein occlusion : Unilateral, multiple haemorhage, dilatasi /

berkelok – keloknya vena, tidak ada penyempitan arteri dan dapat terjadi sekunder

dari hipertensi

Page 13: Referat Mata Hipertensive Disease

II.11 Penatalaksanaan

Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada

fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg.

Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukkan bahwa tandatanda

retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak

jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap

struktur mikrovaskuler.

Non farmakologi:

Kontrolglukosa

Polamakanyang seimbang

Gaya hidupyang sehat

Pembedahan:

Focal laser photocoagulation macular edema

Scatter laser area retina secara keseluruhan

Vitrectomy

Farmakologi:

Intraviteral:

Triamcinolone ( hati-hati peningkatan TIO dan katarak )

Bevacizumab.

Ranibizumab.

Terapi Kausa (Hipertensi)

Prinsip penatalaksanaan : menurunkan tekanandarah untuk meminimalisasi

kerusakan target organ

� Hindari penurunan terlalu tajam (dapat mengakibatkan iskemia) yg dapat

memperlambat perubahan pada retina, tapi penyempitan arteriol dan crossing

arteri-vena sudahmenjadi permanen

Page 14: Referat Mata Hipertensive Disease

II.12 Komplikasi

Kebutaan

Glaukoma

Ablasio retina

Paracentral scotomas

Choroidalneovascularization

Epiretinal membraneformation

Peningkatan edema macula

II.13 Prognosis

Kelainan tajam penglihatan tidak selalu muncul. Pasien dengan perdarahan cotton

wool patches dan edema tanpa disertai papiledema harapan hidup 27,6 bulan dengan papil

edema harapan hidup 10,5 bulan.

BAB III

Page 15: Referat Mata Hipertensive Disease

KESIMPULAN

Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Perubahan patofisilologi pembuluh darah retina pada hipertensi,akan mengalami beberapa tingkat perubahan seba - gai respon terhadap peningkatan tekanan darah.

Pada pemeriksaanfunduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara ge - neralisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hialin.Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Scheie dibagi menjadi 4 stadium sementara klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) stadium 1, stadium 2, stadium 3 dan edema neuroretinal.

Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti.

Jika di dapatkan diagnosa yang tepat maka pasien dapan segera ditangani dengan tata laksana yang tepat pula, misalnya :Non farmakologi:

Kontrol glukosa

Pola makan yang seimbang

Gaya hidup yang sehat

Farmakologi:

Intraviteral:Triamcinolone hati-hati peningkatan TIO dan katarakBevacizumab, Ranibizumab.

Pembedahan:

Focal laser photocoagulation macular edema Scatter laser area retina secara keseluruhan Vitrectomy

Komplikasi retinopati hipertensi yaitu dapat menyebabkan Kebutaan, Glaukoma, Ablasio retina, Paracentral scotomas, Choroidalneovascularization, Epiretinal membraneformation, Peningkatan edema macula.

Prognosis dari retinopati hipertensi yaitu Kelainan tajam penglihatan tidak selalu muncul. Pasien dengan perdarahan cotton wool patches dan edema tanpa disertai papiledema

Page 16: Referat Mata Hipertensive Disease

harapan hidup 27,6 bulan dengan papil edema harapan hidup 10,5 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: Referat Mata Hipertensive Disease

1. Wong TY, Mitchell P. Current concept hypertensive retinopathy. The New England

Journal of Medicine 2004 351:2310-7. http://www.nejm.org [diakses tanggal 23 Februari

2008].

2. Hughes BM et al. Hypertension. http://www.emedicine.com [ diakses tanggal 23 Februari

2008].

3. Pavan PR, Burrows AF, Pavan-Langston D. Retina and vitreous. In: Pavan- Langston,

editor. Manual of ocular diagnosis and therapy, 2nd edition. Toronto: Little Brown and

Company; 1998.p.213-22.

4. Wong YT, Mcintosh R. Hypertensive retinopathy signs as risk indicators of cardiovascular

morbidity and mortality. British Medical Bulletin 2005;73-4,57- 70.

http://bmb.oxforsjournals.org. [diakses tanggal 25 Februari 2009].

5. Mandava N, Yanuzzi LA. Miscelalaneous Retinal Vascular Conditions. In: Regillo, Brown

and Flynn editors, The Essential Vitroretinal disease. New York: Thieme Medical Publishers.

1999.p. 193-6.

6. Eva PR. Anatomi dan embriologi mata. In: Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors.

Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika; 1995. p.7-9.

7. Kanski JJ. Clinical ophtalmology: a systemic approach. Oxford: Buterworth- Heinemann;

1994. p.367-9.

8. Ilyas SH. Ilmu penyakit mata, 3rd edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. p. 221-3