22
BAB 3 PEMBAHASAN Definisi Keratitis zoster adalah Inflamasi kornea yang disebabkan oleh virus varisela zoster (Crick et al, 2003) Epidemiologi Herpes zoster memiliki insiden paling tinggi dari seluruh penyakit neurologi. Biasanya menyerang kurang lebih 500.000 orang di United States setiap tahunnya. Dalam kurun waktu kehidupan, manusia mempunyai resiko terkena sekitar 20 – 30 % sedangkan pada orang yang berusia diatas 85 tahun maka resiko tersebut akan meningkat menjadi 50%. Insiden yang dilaporkan, bervariasi dari 2,2 – 3,4 dalam setiap 1000 individu setiap tahunnya. Herpes zoster biasanya lebih sering menyerang pada orang tua ( >80 tahun ), insiden pada orang tua adalah 10 dalam 1000 individu tiap tahunnya. Insiden pada herpes zoster juga meningkat pada penderita dengan imunosupresi. (Wolf k et al, 2009). Etiologi Virus Varisela-Zoster termasuk famili herpesvirus dan merupakan salah satu dari delapan virus yang diketahui virus herpes yang menginfeksi manusia. Diameter virus ini kurang lebih adalah 150-200 nm dan memiliki berat molekul sekitar 80 juta. Ciri khas pada strukturnya adalah 18

Referat Mata Format Normal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Mata Format Normal

BAB 3

PEMBAHASAN

Definisi

Keratitis zoster adalah Inflamasi kornea yang disebabkan oleh virus varisela

zoster (Crick et al, 2003)

Epidemiologi

Herpes zoster memiliki insiden paling tinggi dari seluruh penyakit neurologi.

Biasanya menyerang kurang lebih 500.000 orang di United States setiap tahunnya.

Dalam kurun waktu kehidupan, manusia mempunyai resiko terkena sekitar 20 – 30 %

sedangkan pada orang yang berusia diatas 85 tahun maka resiko tersebut akan

meningkat menjadi 50%. Insiden yang dilaporkan, bervariasi dari 2,2 – 3,4 dalam

setiap 1000 individu setiap tahunnya. Herpes zoster biasanya lebih sering menyerang

pada orang tua ( >80 tahun ), insiden pada orang tua adalah 10 dalam 1000 individu

tiap tahunnya. Insiden pada herpes zoster juga meningkat pada penderita dengan

imunosupresi. (Wolf k et al, 2009).

Etiologi

Virus Varisela-Zoster termasuk famili herpesvirus dan merupakan salah satu

dari delapan virus yang diketahui virus herpes yang menginfeksi manusia. Diameter

virus ini kurang lebih adalah 150-200 nm dan memiliki berat molekul sekitar 80 juta.

Ciri khas pada strukturnya adalah memiliki nukleokapsid isosahedral dengan dikelilingi

lipid envelop. DNA double stranded terletak ditengah-tengah struktur virus tersebut.

(MArio). Genome VZV mengkode kurang lebih 70 gen yang unik, kebanyakan

memiliki susunan DNA dan fungsi yang homolog dengan virus herpes lainnya. Early

gene products meregulasi replikasi DNA, misalnya polymerase DNA virus dan virus-

specific tymidine kinase. Late genes mengkode protein structural yang menjadi target

oleh antibody dan respon imun selular (James et al, 2006)

18

Page 2: Referat Mata Format Normal

Tabel Virus Herpes pada Manusia

Patogenesis

VZV terdapat dimana-mana dan sangat menular, dengan paparan pertama secara

khas terjadi pada masa anak-anak. Pada paparan pertama (infeksi varisella),virus masuk

ke host melalui system respiratory bagian atas, kemudian bereplikasi diperkirakan pada

nasofaring. Paparan pertama ini dapat juga menyebabkan keratitis zoste, walaupun

sangat jarang terjadi apalagi dengan adanya infiltrat pseudodendrit (Vaughan, 2008).

Virus menginfiltrasi system retikuloendotelial, dan akhirnya menuju ke sistemik

(viremia). Selama serangkaian terjadinya varisela, VZV melewati lesi pada permukaan

kulit dan mukosa menuju saraf ending sensoris yang berdekatan dan pindah secara

sentripetal ke atas serabut sensoris pada ganglion sensoris (ganglion dorsalis). Pada

ganglia, virus menjadi infeksi laten yang tetap ada selama kehidupan.

Herpes Zoster terjadi paling sering pada dermatom dimana rash varisela mencapai

densitas tertinggi yang diinervasi oleh bagian dari saraf trigeminal pertama

(opthalmicus) dan ganglia sensoris spinal dari T1-T2 (Wolf K et al, 2009). Infeksi virus

varisela zoster dapat menyebabkan kerusakan okular, invasi virus secara langsung dapat

menyebabkan keratitis dan konjungtivitis (Kanski et al, 2007). Komplikasi yang paling

umum dari herpes zoster ke okula adalah inflamasi korneal, beberapa vesikel kecil yang

tumbuh di korneal epitelium dan hal tersebut diikuti dengan bengkaknya stroma kornea.

Selain itu, suplai saraf yang terganggu di kornea sebagaimana yang sering muncul pada

herpes zoster dapat menyebabkan kornea berkembang menjadi keratitis dengan erosi

epitelial yang berbentuk pungtat (Neuroparalitik keratitis) (Crick ed al, 2003)

19

Page 3: Referat Mata Format Normal

The common factor in all cases of neurotrophic keratopathy is corneal hypesthesia. Sensory nerves exert a trophic influence on the corneal epithelium. The sensory neuromediators, acetylcholine, substance P, and calcitonin gene-related peptide, have been shown to increase epithelial cell proliferation in vitro.[4]

Denervation results in decreased cell metabolism, increased permeability, decreased levels of acetylcholine, and decreased cell mitosis. Because a continuous turnover of corneal epithelial cells occurs, this can lead to an epithelial defect even in the absence of injury. Sympathetic neuromediators and prostaglandins decrease epithelial cell mitosis. In fact, ipsilateral sympathetic denervation appears to mitigate the effects of corneal sensory denervation.

Faktor-faktor yang meningkatkan komplikasi ke okular (Kanski et al, 2007) :

1. Infeksi virus varisela zoster mengenai nervus trigeminus maka kondisi ini

disebut Herpes Zoster Oftalmika.

2. Infeksi virus varisela zoster mengenai n. Nasosiliaris ( tanda Hutchinson )

berupa vesikel.

Terdapat tiga fase klinis dalam herpes zoster oftalmika yaitu akut, kronis dan

relaps sedangkan herpes zoster keratitis sendiri termasuk di dalamnya (Kanski ed al,

2007).

Fase akut sendiri dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Keratitis Epitelial Akut : Muncul kurang lebih 2 hari dari gejala

awal. Karakteristiknya ditemukan dendrit yang kecil dan halus atau

lesi stelate.

2. Numular Keratitis : Biasanya muncul 10 hari sejak munjulnya

gejala. Karakteristiknya ditandai dengan multipel granula

halus dan dikelilingi oleh halo.

3. Disiform Keratitis : Muncul kurang lebih 3 minggu sejak gejala awal

4. Neutropic Keratitis

5. Mucous Plak Keratitis

Gambar Patogenesis Keratitis Zoster

20

Virus Varicella Zoster

Paparan pertama

Varicella Keratitis Zoster

Inakti (dorman)

Reaktivasi

N. Opthalmicus

N. Nasociliary

Vesikel di kornea

Keratitis herpes zoster

Page 4: Referat Mata Format Normal

DIAGNOSA

Keratitis Herpes zoster menimbulkan gejala yang umum terjadi pada keratitis

seperti nyeri, mata merah dan dapat meyebabkan penurunan visus. Herpes Zoster

keratitis bermanifest dalam bentuk klinis yaitu :

Keratitis epithelial akut

Gejala awal mulai muncul dua hari setelah onset kemerahan di kulit

dan sembuh secara spontan beberapa hari kemudian. Ditandai dengan adanya

lesi yang dendritik, kecil dan halus(pseudodendrit) yang positif jika di tes

dengan fluoresen atau rose Bengal (Kanski ed al, 2007).

Keratitis nummular

Keratitis nummular mungkin mengikuti keratitis epitelial akut,

biasanya sepuluh hari setelah onset kemerahan di kulit. Ditandai dengan

adanya multiple granular infiltrat pada stroma anterior dikelilingi oleh “halo of

stromal haze” pada daerah yang sebelumnya terkena punctat epitel dan

pseudodendrit. Biasanya lesi ini hanya bersifat sementara, tetapi dapat pula

21

Virus Varicella Zoster

Paparan pertama

Varicella Keratitis Zoster

Inakti (dorman)

Reaktivasi

N. Opthalmicus

N. Nasociliary

Vesikel di kornea

Keratitis herpes zoster

Page 5: Referat Mata Format Normal

meninggalkan jaringan parut yang samar-samar.Lesi memberi respon pada

pemberian steroid tapi dapat “recurrence” jika pemberian dihentikan terlalu

cepat(Kanski ed al, 2007).

Disciform keratitis

Keratitis Disciform adalah infiltrasi stroma yang mendalam biasanya

berkembang 3-4 bulan setelah fase akut awal, dan biasanya didahului oleh

keratitis stroma akut epitel atau anterior keratitis stroma. Pada pemeriksaan

akan tampak disk shaped, well defined, disertai edema stromal difus tanpa

disertai vaskularisasi. Pada tahap ini akan tampak jelas edema pada kornea dan

inflamasi pada bilik mata depan. Edema disciformik ini dapat mengakibatkan

jaringan parut, neovaskularisai atau kadang ditemukan adanya deposisi

lemak(Yanof, 2009).

22

Page 6: Referat Mata Format Normal

Types of zoster keratitis :A, Punctate epithelial keratitis. B, Microdendritic epithelial

ulcer. C, Nummular keratitis. D, Disciform keratitis

Keratitis Neurotropik

Neurotropik keratitis ditandai dengan kehilangan sensasi kornea bisa disertai

dengan adanya perforasi pada kornea, dimana jika sudah terjadi perforasi, maka

proses epitelisasi akan sulit. Hal ini akan menyebabkan mudahnya terjadi

infeksi sekunder pada mata(Kanski ed al, 2007).

Ulkus kornea dengan pemberian fluorescein.

Pemeriksaan Fisik

- Periksa struktur eksternal/superfisial dahulu secara sistematik mengikut urutan

daripada bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera.

- Periksa keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi lapang pandang.

- Lakukan pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia untuk

menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan sensitivitas kornea

dapat dilihat dengan apabila dicoba dengan serat cotton.

- Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluorescein. Defek epitel dan

ulkus kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini.

- Pemeriksaan slit lamp seharusnya dilakukan untuk melihat sel dalam segmen

anterior dan kewujudan infiltrat stroma

23

Page 7: Referat Mata Format Normal

- Setelah ditetes anestesi mata, ukur tekanan intraokular (tekanan normal ialah

dibawah 10,5 – 20,5 mmHg).

Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu:

a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik

- Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel

raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan inklusi intranukleus

asidofil

c. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction.

DIAGNOSA BANDING

KERATITIS HERPES SIMPLEX

Keratitis herpes simplex merupakan radang kornea yang disebabkan oleh infeksi

virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Penyakit ini dapat merupakan infeksi

primer dan bentuk kambuhan. Kelainan akibat infeksi primer biasanya bersifat epitelial

dan ringan.

Dari ketidakseimbangan imunitas penderita dapat menyebabkan terjadinya

aktivasi virus herpes dan selanjutnya dapat menimbulkan keratitis. Kondisi

imunosupresi dapat terjadi akibat penggunaan kortikosteroid sistemik yang

menimbulkan aktivasi keratitis herpes simpleks. Mula-mula kadar IgM meningkat,

kemudian kadar IgG juga meningkat dan akhirnya tampak antibodi IgA dalam sekresi

mukosa. Selanjutnya dikatakan bahwa antibodi menghancurkan virus ekstraseluler.

Virus yang bergabung dengan antibodi terutama dengan IgA akan dicegah

perlekatannya dengan sel membran dan menginfeksi jaringan.

Reaksi hipersensitivitas tipe II (sitotoksik) yang ditingkatkan oleh IgG antibodi

memudahkan fagositosis dan netralisasi virus. Virus herpes simpleks yang stromal

disertai reaksi tipe IV dapat terjadi pada penderita yang mengalami depresi imun akibat

penggunaan kortikosteroid, karena usia lanjut, atau karena penyakit sistemik. Keratitis

desciformis dapat merupakan hasil reaksi tipe terhadap antigen virus herpes.

lnfeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu pasca infeksi primer.

Dengan mekanisme yang tidak jelas, virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau

24

Page 8: Referat Mata Format Normal

ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion n.trigeminus,

dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan virus.

Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi : lakrimasi, fotofobia, injeksi

perikornea, dan penglihatan kabur (tergantung lokasi dan luasnya lesi). Berat ringannya

gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel karena adanya hipestesi

atau insensibilitas kornea. Perlu dibedakan dengan keratitis lain yang juga disertai

hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus, keratitis akibat pemaparan

dan mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala

spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya fototobia.1

Keratitis herpes simpleks kambuhan dibedakan atas bentuk superfisiaI,

profunda, dan bersamaan dengan uveitis atau keratouveitis. Keratitis superfisial dapat

berupa punctata, dendritik, dan geografik. Keratitis dendritika merupakan proses

kelanjutan dari keratitis punctata yang diakibatkan oleh perbanyakan virus dan

menyebar sambil menimbulkan kematian sel serta membentuk defek dengan garnbaran

bercabang. Keratitis dendritika dapat berkembang menjadi keratitis geografika, akibat

bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid. Dengan

demikian gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki cabang

mengelilingi ulkus(Elias, 1997).

Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis

herpes zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang

dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil. Tirosinemia juga

sering menimbulkan lesi dendriform, tetapi biasanya bilateral dan terjadi pada anak-

anak. Lesi semacam ini pernah pula dilaporkan sebagai akibat infeksi Acanthamoeba,

trauma kimia, dan akibat toksisitas thiornerosal(Elias, 1997).

Keratitit Herpes

simpleks

Herpes zoster

oftalmikus

25

Page 9: Referat Mata Format Normal

Usia Primary – 5 tahun

Kekambuhan – usia

pertengahan

Usia tua

Immunosupresi

Manifestasi pada

mata

Nyeri Ringan Lebih berat

Denditric keratitis Sentral Disekitar lokasi

Besar Kecil

Well-defined dendrite Berbentuk bintang

Ulkus sentral Plak yang meninggi

Spektrum 1.

blepharoconjungtivitis

- folikular

- siktrik

Herpes zoster akut

1. Skleritis

2. conjungtivitis

3. Keratitis

- Pungtat epitelial

keratitis

- Mikrodendrit

- Keratitis numular

- Keratitis disciform

4. Uveitis anterior

5. Akut retinal

nekrosis

Herpes zoster

kronik

1. Conjungtivitis

2. keratitis

- Keratitis numular

- Keratitis disciform

- Neurotropik keratitis

- Mukosa plak keratitis

2. kelainan epitel

- ulkus dendrit

3. keratitis stroma

- keratitis nekrosis

- keratitis non

nekrosis

- Keratitis disiform

- Keratitis intersisial

4. komplikasi pada

kornea

- Stromal vascularisasi,

conjungtivitis, skar

- Keratitis trophic

- Keratopaty lipid

5. uveitis akut

6. scleritis

7.acute retinal

26

Page 10: Referat Mata Format Normal

necrosis

Terapi 1.Debridement

2.Terapi obat dengan

antiviral

3.Terapi bedah

4.Pengendalian

mekanisme pemicu

yang mereaktivasi

infeksi HSV

1. Obat antivirus

oral

2. Analgesik

3. Steroid sistemik

dan topikal

4. Antibiotik

topikal

5. Terapi bedah

PENATALAKSANAAN

Terapi sistemik

1. Obat antivirus oral

Obat ini secara signifikan dapat mengurangi rasa sakit, mengurangi timbulnya

vesikel, menghentikan perkembangna virus, dan mengurangi kejadian serta

komplikasi lebih lanjut. Agar efektif, pengobatan harus dimulai segera setelah

timbulnya ruam, namun hal ini tidak berpengaruh pada post herpetik neuralgia.

Pengobatan dapat diberikan acyclovir dengan dosis 800 mg, 5 kali sehari selama

10 hari atau Valasiklovir dengan dosis 1 g tiga kali sehari selama 10 hari,

famciclovir, 500 mg/ 8 jam selama 7-10 hari. Terapi dimulainya 72 jam sejak

timbulnya kemerahan(Vaughan et al, 2008).

2. Analgesik.

Rasa nyeri terasa sangat parah pada 2 minggu pertama dari serangan. Sehingga

harus diberikan pengobatan dengan analgesik seperti kombinasi dari mefenamic

acid dengan paracetamol atau pentazocin atau petidin ( ketika sangat berat )

(Khurana, 2007).

3. Steroid sistemik

Digunakan dengan dosis tinggi untuk menghambat perkembangan penyakit

pada post herpetic neuralgia. Namun resiko steroid dosis tinggi pada lansia harus

dipertimbangkan. Steroid pada umumnya digunakan untuk menangani komplikasi

27

Page 11: Referat Mata Format Normal

dari kasus neurologis seperti kelumpuhan nervus okulomotorius dan neuritis optik

(Khurana, 2007) .Pemakaian steroid sistemik masih kontroversial(Vaughan, 2008)

Terapi lokal untuk mata

1. Untuk keratitis zoster :.

a. Tetes mata steroid 4 kali sehari.

b. Obat tetes mata yang mengandung Cyclopegics seperti Cyclopentolate atau

salep mata atropin

c. Salep mata acyclovir 3% diberikan 5 kali sehari selama 2 minggu.

2. Untuk mencegah adanya infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal.

3. Untuk glaukoma sekunder

a. Obat tetes mata Timolol 0,5 % atau Betaxolol 0,5%

b. Acetazolamide oral 250mg diberikan 4 kali sehari.

4. Untuk ulkus kornea neuroparalisis yang disebabkan oleh herpez zoster, dilakukan

Tarsorrhaphy lateral.

5. Kerusakan epitel yang menetap, digunakan :

a. Tetes air mata buatan

b. Soft contact lens bandage

6. Keratoplasty.

Tindakan ini diperlukan untuk rehabilitasi pengelihatan pasien herpes zoster

dengan jaringan parut yang tebal. Namun hal ini beresiko tinggi.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi adalah uveitis, parese otot penggerak mata,

skleritis, galukoma dan neuritis optik.

PROGNOSIS

Prognosis penyakit pada umumnya baik bergantung pada tindakan perawatan.

Tingkat kesembuhan penyakit ini umunya tinggi pada dewasa dan anak-anak dengan

perawatan secara dini. Prognosa penyakit menjadi baik karena pemberian asiklovir yg

28

Page 12: Referat Mata Format Normal

dapat mencegah komplikasi ke mata sampai ke arah penurunan visus dan pencegahan

terjadinya paralisis motorik. Selain itu, bengkak dan merah pada mata dapat hilang,

namun pada kulit dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik.

Pengobatan antiviral IV seharusnya diadministrasi seperti yang telah

disebutkan dalam pengobatan di atas. Prognosa juga ditentukan dari waktu pemberian

antiviral yang sebaiknya diberikan 72 jam pertama setelah onset. Pasien yang dirawat

jalan seharusnya mempunyai tindak lanjut yang adekuat untuk penanganan pada

keratitis HZO. Pemeriksaan ulang setelah maksimum 1 minggu haruslah dijadualkan

pada stadium awal. Pengobatan dengan menggunakan antiviral haruslah dipraktikkan

dan diteruskan seperti di atas.

29

Page 13: Referat Mata Format Normal

BAB 4

KESIMPULAN

1. Keratitis Zoster adalah inflamsai pada kornea yang disebabkan olen virus varicella

zoster.

2. Etiologinya adalah virus Golongan herpes virus disebut juga herpesviridae merupakan

virus DNA intranukleus besar yang mempunyai kecenderungan kuat untuk

menimbulkan infeksi laten dan rekuren, dimana jika terdapat faktor risiko seperti

immukompromise maka akan menyebabkan teraktivasinya atau reaktivasi herpes

zoster dari ganglion gasseri.

3. Pada anamnesa dapat ditemukan adanya penurunan visus, mata merah dan nyeri,

pemeriksaan fisik ditemukan infiltrat pseudodendrit yang khas untuk penyakit ini.

Pada keratitis epitelial positif pada test Flurosen dan Rose bengal.

4. Perwatan medik pada herpes zoster ophtalmika terdiri dari agen antiviral sistemik,

kortikosteroid, dan pengontrol rasa sakit yang adekuat.

5. Rekurensi merupakan fitur karakteristik herpes zoster. Relaps dapat terjadi selambat-

lambatnya 10 tahun setelah onset.

6. Prognosa penyakit pada umumnya baik dengan penanganan dini yang tepat.

30

Page 14: Referat Mata Format Normal

BAB 5

DAFTAR PUSTAKA

Crick R.P, Khaw P.T., A Texbook of Clinical Ophthalmology Third ed. Singapore:

World Scientic Publising, 2003. Page : 171, 330

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI, 1998. Halaman :1-13, 150-

151.

James W.D, Berger T.G., Elston D.M., Andrews’ Disease of The Skin, Clinical

Dermatology, 10th ed, British, Saunders Elsevier, 2006, p: 379-384

Kanski, Jack J. Clinical Ophtalmology A Systemathic Approach Sixth ed. London :

Elsevier, 2007. Page : 266-270

Khurana, A K. Comprehensive Ophtalmology Fourth ed. India: 2007. Page :103-106

Vaughan D, Ashbury. Ophtalmology Umum 17th ed. Jakarta : EGC, 2010. Halaman : 131-

135

Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, PAller AS, Leffell DJ. Varicella and

Herpes Zoster, In: Fitzpatrick’s : Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology, 6th ed. United State of America : The McGrow – Hill Company, 2009,

p: 837-844

Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, PAller AS, Leffell DJ. Varicella and

Herpes Zoster, In: Fitzpatrick’s : Dermatology in General Medicine. 7th Edition.

United State of America : The McGrow – Hill Company, 2008, p: 1885-1898

31

Page 15: Referat Mata Format Normal

Yanoff , M, Jay, Duker S. Ophtalmology third ed. London : Elsevier, 2009.

32