Upload
oktavia-candra-utami
View
23
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
antioksidan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai organ paling luar tubuh, kulit langsung terpapar dengan lingkungan
pro oksidatif seperti radiasi ultra violet, obat –obatan, polusi udara, asap rokok,
radiasi, alkohol dan paparan zat tertentu.1
Radikal bebas di kenal juga sebagai spesies oksigen reaktif yang di bentuk
apabila molekul oksigen mempunyai 1 elektron yang tidak berpasangan di orbit
luarnya. Spesies oksigen reaktif ini berperan dalam proses penuaan kulit dan
terlibat dalam proses photoaging, karsinogenesis dan inflamasi.1,2,3
Radikal bebas berasal dari dalam (endogen) maupun luar tubuh (eksogen).
Reactive Oxygen Species (ROS), radikal bebas endogen, terbentuk saat proses
metabolisme aerobik dan reaksi sekunder transisi logam seperti copper dan besi;
sedangkan radikal bebas eksogen dapat berasal dari asap rokok, polusi, sinar
ultraviolet, radiasi pengion, dan lain lain.2,3,4,5
Kerusakan akibat pajanan radikal bebas diminimalkan dengan antioksidan.
Di dalam tubuh, sistem pertahanan antioksidan bekerja meminimalkan dampak
pajanan radikal bebas endogen dan eksogen berlebih. Pada kondisi stres fisik,
infeksi, pajanan radikal bebas yang berlebih menyebabkan kapasitas antioksidan
menjadi tidak memadai untuk mencegah radikal bebas. Kapasitas antioksidan
tubuh juga semakin menurun sejalan dengan pertambahan usia.1,2,3,4,5
Mekanisme kerusakan yang disebabkan oleh oksidan cukup kompleks dengan
melalui reaksi berantai hingga terjadi stres oksidatif. Stres oksidatif adalah
gangguan pada status equilibrium dari sistem pro oksidan dan antioksidan pada
sel yang intak. Kulit secara alamiah menggunakan antioksidan untuk melindungi
dari efek kerusakan sinar matahari.1,6,7,8
Sistim perlindungan ini terdiri atas antioksidan endogen yaitu enzim – enzim
dan berbagai senyawa yang disintesis oleh tubuh dan antioksidan eksogen yang di
peroleh dari bahan makanan yang tergolong senyawa fitofarmaka seperti buah dan
sayuran. Antioksidan bekerja melindungi kulit baik intra seluler maupun ekstra
seluler.
1
Untuk mencegah stres oksidatif oleh oksidan tersebut perlu ditambahkan
antioksidan dalam diet maupun langsung digunakan pada kulit secara topikal.(9)
Banyak antioksidan eksogen yang digunakan untuk meredam efek buruk radikal
bebas yang tergolong vitamin seperti vitamin C dan vitamin E, beta karoten atau
yang lain seperti ubikuinon dan glutation, isoflavonoid, silimerin, tea polifenol,
dll.1,2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul (kumpulan atom) yang
memiliki elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron). Radikal
bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik
elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh
karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada pada molekul lain.
Radikal bebas akan mencari dan mengambil elektron dari komponen
seperti DNA, sitoskeleton, protein seluler, dan membrane sel, yang
menyebabkan kerusakan sel. Akibat radikal bebas, dapat berpengaruh
terhadap jalur homeostatis untuk proliferasi, diferensiasi, penuaan, dan
kematian sel.1,2,3
Terdapat 2 jenis radikal bebas yaitu: Reactive Oxygen Species (ROS)
dan Reactive Nitrogen Species (RNS). Yang termasuk ROS adalah anion
superoksida (O2), peroksida, radikal hidroksil (OH), ion hidroksil, dan
singlet oksigen (1O2). Nitrat oksida (NO) dan peroxynitrite (ONOO-)
adalah RNS utama dalam sistem biologi.2,3,4,5
Radikal bebas diproduksi secara endogen dan diperoleh pula secara
eksogen. Secara endogen, radikal bebas diproduksi oleh mitokondria,
membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Secara
eksogen, radikal bebas berasal dari asap rokok, polutan, radiasi ultraviolet,
obat-obatan, dan pestisida. Reactive Oxygen Species (ROS) dapat
terbentuk secara endogen atau fisiologis sebagai produk metabolisme
normal dan peroksidasi lipid misalnya ketika leukosit memfagosit mikro
organisme dan membentuk radikal super oksida yang kemudian di rubah
menjadi H2O2 oleh enzim mieloperoksidase sehingga terjadi degradasi
bakteri secara oksidasi dan auto oksidasi spontan pada membran sel. Sifat
toksik ROS dapat menyebabkan kerusakan DNA, RNA, protein dan
membran sel.1,2,3,6,7,8
3
Pada kulit yang sehat, hampir semua jenis sel kulit menghasilkan
Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS).
Adanya faktor eksogen dan endogen yang menganggu fungsi sawar kulit
menimbulkan ketidak seimbangan antara faktor pro oksidan dan
antioksidan yang akan menyebabkan cedera oksidatif. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa stres oksidatif merupakan salah satu faktor utama
yang berperan pada patologi kulit secara umum dan patogenesis berbagai
penyakit kulit.3
Molekul radikal bebas ini bersifat sangat reaktif, dapat menimbulkan
perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup. Terhadap
protein, radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya fragmentasi dan
cross linking sehingga mempercepat terjadinya proteolisis. Terhadap lipid
menyebabkan peroksidasi yang dapat mencetuskan proses otokatalitik dan
membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi rentan
terhadap oksidasi. Terhadap karbohidrat, radikal bebas dapat mengikat
komponen karbohidrat membran plasma secara kovalen, sehingga fungsi
dan struktur reseptor menjadi berubah. Jika radikal bebas terbentuk dekat
DNA, perubahan struktur dapat menyebabkan mutasi dan
sitotoksisitas.1,2,3,5
Stres oksidatif kronis merupakan penyebab dari banyak penyakit
manusia baik akut maupun misalnya obesitas, penyakit jantung, kanker,
cedera paru akut, degenerasi retina, penyakit Alzheimer, penyakit
Parkinson dan multiple sclerosis. Stress oksidatif juga berperan dalam
berbagai gangguan dermatologis seperti penuaan kulit misalnya, elastosis
surya, kerutan, tekstur kasar, telangiectasia dan pigmentasi, psoriasis,
dermatitis kontak alergi, dermatitis atopik, vitiligo, jerawat vulgaris,
pemfigus vulgaris (PV), lichen planus, alopecia areata, dan melanoma.2,8
4
B. Antioksidan
Antioksidan adalah molekul-molekul yang mampu menghambat
oksidasi molekul lain. Berfungsi untuk memelihara homeostatis dengan
menetralisir radikal bebas yang dapat enyebabkan kerusakan sel. Oksidasi
adalah proses di mana ada kehilangan elektron atau peningkatan oksidasi
oleh molekul, atom atau ion. Antioksidan yang biasa digunakan dalam
dermatologi diklasifikasikan menjadi antioksidan endogen dan antioksidan
eksogen.1,2,3,4,5,6
Tabel 2.1 Klasifikasi Antioksidan2
Berdasarkan cara kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi dua
golongan:
1. Antioksidan pencegah (preventive anti oxidant).
Contoh : Enzim super oksida dismutase (SOD), katalase, glutation
peroksidase, glutation, sistein.
2. Antioksidan pemutus reaksi rantai (chain breaking anti oxidants).
Contoh : Vitamin C, vitamin E, glutation dan sistein.
Beberapa antioksidan yang terdapat pada lapisan kulit:2,5,8
1. Edermis: vitamin E, katalase, superoksida dismutase, glutation
peroksida.
2. Ruang ekstraselular dari epidermis dan dermis kulit: asam askorbat,
asam urat, dan glutation.
5
3. Lapisan tanduk: glutation, vitamin C, asam urat, αtochopherol,
squalene, dan koenzim Q10 yang didistibusikan dalam gradien dengan
konsentrasi tertinggi pada lapisan tanduk terdalam.
Antioksidan bekerja melindungi sel dan jaringan dengan cara:1,2,3
1. Memusnahkan (scavenge) ROS secara enzimatik atau dengan reaksi
kimia langsung.
2. Mengurangi pembentukan ROS.
3. Mengikat ion logam.
4. Memperbaiki kerusakan sel sasaran secara biomolekul.
Gambar 2.1 Antioksidan dalam Lapisan Kulit3
C. Peranan Antioksidan dalam Dermatologi
Banyak antioksidan memiliki kemampuan untuk mencegah atau
mengobati tanda-tanda klinis dari photoaging kulit, yang berhubungan
dengan stres oksidatif dan penampilan ROS. Pencegahan sekunder dan
pengobatan secara kronologis dan kulit menua melibatkan aplikasi dari
produk kosmetik yang berbeda mengandung berbagai zat aktif kosmetik
dengan aktivitas antioksidan.2,3 Antioksidan yang dominan dalam kosmetik
topikal merupakan antioksidan non-enzimatik, seperti vitamin E dan
turunannya, vitamin C dan turunannya, koenzim Q10 dan senyawa fenolik,
serta berbagai kombinasi dan aktivitas antioksidan dapat mengurangi efek
berbahaya dari radikal bebas dan memberikan kontribusi pada pencegahan
dan pengobatan photoaging kulit.2,3,5,6
6
Pada kulit, pemberian antioksidan oral dapat mengurangi stress
oksidatif tetapi pemberian antioksidan topikal juga mampu mencegah
kerusakan kulit yang disebabkan oleh stress oksidatif. Meskipun anti
oksidan juga dapat diberikan melalui diet tetapi adanya pengaruh absorbsi,
kelarutan dan perjalanan obat sehingga yang sampai ke kulit hanya dalam
jumlah terbatas. Pemakaian langsung pada kulit akan menambah
perlindungan terhadap paparan pro oksidatif.1,2
L- asam askorbat yang merupakan antioksidan fase air utama,
glutation melindungi kompartemen intra seluler dan vitamin E dan
ubiquinol melindungi membran. Pada basis molar L- asam askorbat adalah
antioksidan utama pada kulit, konsentrasinya adalah 15 kali lipat lebih
besar dari glutation, 200 kali lipat lebih besar dari vitamin E dan 1000 kali
lipat lebih besar dari pada ubiquinol. Konsentrasi antioksidan lebih besar
pada epidermis dari dermis; 6 kali lipat L- asam askorbat dan glutation, 2
kali lipat vitamin E dan ubiquinol.1,2,3
Pada kulit orang tua dan penuaan kulit, tingkat α- tokoferol dan L-
asam askorbat berkurang secara bermakna, 60%-70%. Sinar UV
menyebabkan berkurangnya antioksidan, di mana yang paling fotosensitif
adalah ubiquinol dan vitamin E, sedangkan L- asam askorbat relatif lebih
tahan. Antioksidan bekerja bersama-sama di dalam kulit, sesudah proses
oksidasi, antioksidan ubiquinol dan vitamin E yang bersifat lipofilik
diperbaharui oleh L-asam askorbat.1,2,3,7,8 Peranan antioksidan dalam
dermatologi diantaranya:
1. Antioksidan Endogen
a. Vitamin E (α- tokoferol)
Vitamin E adalah antioksidan non-enzimatik lipofilik yang
terletak pada membran sel dan organel sel. Vitamin E (α-
tokoferol) banyak terdapat dalam stratum corneum. Vitamin E (α-
tokoferol) penting untuk melindungi struktur lipid dan melindungi
protein stratum korneum dari oksidasi. Sifat lipofilik alamiah
vitamin E (α- tokoferol) menyebabkan ia mudah di aplikasikan dan
7
di serap oleh kulit.1,2,3,5,8 Banyak data menunjukkan bahwa fungsi
antioksidan vitamin E terkait dengan banyak sistem antioksidan
enzimatik dan non-enzimatik.2
Vitamin E (α- tokoferol) mempunyai fungsi utama mencegah
peroksidasi lipid. Bila radikal bebas oksigen/ ROS merusak
membran lipid maka akan terbentuk radikal peroksil. Tokoferol
dan tokotrienol akan memusnahkan radikal tersebut. Bila α-
tokoferol teroksidasi maka akan di bentuk kembali oleh L– asam
askorbat tanpa membentuk struktur membran yang baru.1,2,3,5,6
Pemakaian topikal α- tokoferol akan mengurangi pembentukan
sel sunburn, mengurangi kerusakan kulit karena UVB dan
menghambat foto karsinogenesis dengan menghambat
pembentukan dimmers siklopirimidin pada gen P53 epidermis dan
menghambat melanogenesis.1,3 Literatur menjelaskan bahwa
vitamin E asetat melindungi kulit dari efek sinar UV, memberikan
efek anti inflamasi, melembabkan dan menenangkan kulit, dan
mencegah munculnya keriput baru.2
Dalam produk kosmetik, direkomendasikan bahwa vitamin E
asetat harus digunakan pada konsentrasi 1-10%, meskipun hasil
penulis lain telah menunjukkan bahwa efek terbaik di kulit dicapai
dengan konsentrasi 5% Contoh produk kosmetik yang
mengandung vitamin E : Soft E care, Youthfull Cr, natur E lotion,
Skin Ceutical E.
b. Vitamin C (L- Asam Askorbat)
Vitamin C adalah suatu α- ketolatone yang terdiri dari anion
hidroksil monovalen hidrofilik. Bila 2 elektron ditambahkan pada
pada asam askorbat maka akan terbentuk dehydro- L- ascorbic
acid (DHAA).1,3,8 Vitamin C (L- asam askorbat) merupakan
vitamin hidrofilik yang penting dalam mencegah dan melindungi
kulit dari stres oksidatif, bersifat hidrofilik, menetralisir radikal
bebas dan melindungi struktur intraseluler terhadap stres oksidatif.
8
Karena potensi reduktan yang tinggi, maka asam askorbat dapat
berfungsi sebagai antioksidan dengan cara menetralisir spesies
oksigen reaktif.1,2,3,6 Hal ini penting dalam dermatologi, karena
banyak studi menunjukkan manfaat yang signifikan dari
penggunaan vitamin C.2,6
Vitamin C oral dihubungkan dengan penurunan resiko kanker,
penyakit kardiovaskuler, katarak, penyembuhan luka dan modulasi
imunitas. Sedangkan vitamin C topikal digunakan untuk mencegah
kerusakan karena radiasi ultra violet, terapi melasma, strie alba dan
eritem postoperatif laser. Di samping itu vitamin C dapat
mengaktifkan antioksidan lain seperti vitamin E melalui
pengaktifan kembali α- tokoferol dari radikal tokoferol. Meski L-
asam askorbat (vitamin C) tidak dapat memusnahkan radikal
lipofilik secara langsung, asam askorbat dapat bekerja secara
sinergis dengan vitamin E untuk menghancurkan radikal perosil
lemak.1,2,3
L-asam askorbat juga penting untuk sintesis kolagen, yang
merupakan kofaktor untuk enzim prolil dan lisil hidrosilase yang
berguna untuk kestabilan dan reaksi silang inter molekuler di
samping sebagai regulasi transkripsi kolagen tersebut. Asam
askorbat juga dapat meningkatkan laju transkripsi gen prokolagen
dan menstabilkan mRNA prokolagen.1,2,3,6,7,8
Dalam formulasi kosmetik, sodium ascorbil phosphate sering
digunakan dalam berbagai konsentrasi sebagai perlindungan
terhadap matahari 0,2 - 2%, dan untuk pemutihan pigmentasi kulit
pada 3-5%. Kombinasi vitamin C dan E memberikan perlindungan
yang sangat baik terhadap radiasi UVB. Namun, itu menunjukkan
bahwa vitamin C memberikan perlindungan yang lebih baik
daripada vitamin E terhadap efek fototoksik dari sinar UVA pada
kulit. 2,3,8
9
Vitamin C dapat ditemukan pada hampir semua tumbuh–
tumbuhan dan hewan. Manusia adalah pengecualian karena tidak
mempunyai enzim L- gulono-λ -laktonoksidase akibat adanya
mutasi fungsi. Manusia harus mendapatkan L-asam askorbat
melalui nutrisi untuk memenuhi kebutuhan.
Contoh produk yang mengandung L-asam askorbat : Skin Ceutical
topical vitamin C, Obagi C, Cellex-C, Youthfull cream, Soft C
care.
c. Vitamin A
Karotenoid (provitamin A) yang mikronutrien diperoleh dalam
sayuran dan buah-buahan, lebih dari 600 karotenoid termasuk α-
acrotene, beta karoten, crocetin, canthaxanthin, dan fucoxanthin.
Dalam hal ini, beta karoten lebih banyak digunakan sebagai pro
vitamin untuk antioksidan, antimutagenik, dan antineoplastik.2,3,8
Retinoid topical tetap menjadi andalan untuk mengobati
photoaging karena terbukti pada hasil klinis dan histologis.
Penerapan retinoid secara klinis dan biokimia tidak hanya
memperbaiki kulit menua, tetapi juga mencegah photoaging.
Peningkatan retinoid sebagai photoaging dikaitkan dengan
peningkatan sintesis kolagen I, peningkatan serat kolagen, dan
peningkatan jumlah elastisitas kolagen. 2,8
Karotenoid dan retinoid merupakan dua bentuk utama vitamin
A di alam. Retinol (preformed vitamin A) banyak dijumpai di telur,
hati dan susu. Sedangkan karotenoid (provitamin A) banyak
dijumpai di buah dan sayuran berwarna. Terdapat 3 jenis
karotenoid utama yang berasal dari diet yakni β-karoten, lutein dan
likopen. β-karoten merupakan mikronutrien terbanyak dengan
senyawa yang efektif dalam fotoproteksi sebagai antioksidan
natural terhadap oksigen tunggal. Karotenoid mempunyai struktur
kimia dan mekanisme kerja menyerupai vitamin A, namun dengan
efek antioksidan yang lebih tinggi.
10
d. Koenzim Q10 (ubiquinone)
Koenzim Q10 adalah antioksidan yang baik dalam membran
subselular. CoQ10 memberikan perlindungan terhadap degradasi
kolagen UVA. Bersama dengan tokoferol, menghambat produksi
dan ekspresi fibroblast kolagenase.2,5,8
Konsentrasi CoQ10 dalam kulit cukup rendah, dan diatur
sedemikian rupa sehingga tingkat CoQ10 adalah sepuluh kali lebih
tinggi di epidermis daripada di dermis. CoQ10 diserap setelah
aplikasi topikal. Aktivitas antioksidan dari CoQ10 telah
dikonfirmasikan dalam banyak studi. Pemberian topikal 0,3%
CoQ10, selama satu minggu dua kali sehari pada kulit yang
sebelumnya terkena radiasi UVA yang menyebabkan penurunan
aktivitas antioksidan dari kulit, terjadi peningkatan yang signifikan
dalam aktivitas antioksidan.2 CoQ10, sebagai antioksidan yang
sangat efektif dalam perlindungan terhadap kulit, photoaging dan
penuaan kulit.2
e. Flavonoid
Flavonoid merupakan beragam senyawa polifenol aromatik
dengan efek antioksidan. Diantaranya yang paling sering
digunakan ialah genistein (berasal dari kacang kedelai) suatu
fitoestrogen yang juga merupakan scavenger antioksidan terhadap
gugus peroksil. Senyawa lainnya ialah ekstrak teh hijau dan
silimarin.
f. Alpha Lipoic Acid (ALA)
ALA merupakan senyawa antioksidan yang berperan terhadap
gugus radikal hidroksil yang utama pada mitokondria dengan efek
antiinflamasi yang terbukti secara klinis dan objektif efektif dalam
penanganan photoaging. ALA dikenal sebagai antioksidan yang
dapat menembus sawar darah-otak. ALA juga disebut antioksidan
metabolik karena bentuk reduksinya yakni dihydro lipoic acid
(DHLA) dapat didaur ulang sendiri. ALA diperlukan untuk
11
efisiensi fungsi biokimiawi vitamin C dan E. Belum ada RDA
yang ditetapkan, namun dosis yang umum digunakan bervariasi
dari 25-500 mg/hari.
Alpha Lipoic Acid (ALA) merupakan asam lemak yang
mengandung gugus sulfur yang terdapat pada setiap sel tubuh
yang dapat membantu menghambat penuaan akibat glycation
(reaksi glukosa-protein) sehingga akan mengurangi kerusakan
kolagen pada kulit, selain itu ALA merupakan antioksidan yang
bersifat universal karena kemampuannya yang bersifat lipofilik
(larut dalam lemak) dan hidrofilik (larut dalam air) sehingga
mampu menembus membran sel lapisan lemak maupun air. ALA
juga mempunyai aktivitas kemampuan antioksidan secara biologi
dan aktivitas mengembalikan antioksidan lain (Vitamin C,
Vitamin E, Ubikuinone dan Glutathione) serta mampu
memperbaharui sendiri (mengembalikan dari bentuk radikal bebas
menjadi antioksidan kembali).
g. Zinc
Zinc termasuk mineral esensial yang memiliki efek antioksidan
yang efektif di jaringan. Kulit dan adneksanya merupakan area
yang kaya akan zinc, yakni 20% dari total kadar di tubuh. Zinc
dianggap mempunyai 2 mekanisme antioksidan, yakni
kemampuan mengganti logam transisi (Fe2+ atau Cu2+) dan
menginduksi terbentuknya protein yang dapat menetralisir ROS.
Zinc dapat membantu proses pembentukan struktur dan fungsi
membran sel, mempercepat penyembuhan luka, sebagai imu- nitas
seluler, meredam radikal bebas dan membantu penyembuhan
infeksi.9
h. Glutation
Glutation merupakan tripeptida yang mempunyai tiga asam
amino yaitu glutamin, sistein dan glisin, selain itu glutation juga
mengandung gugus sulfhidril (SH) yaitu suatu gugus yang dapat
12
mengikat ion kupri dari enzim tirosinase, gugus ini juga berperan
sebagai reduktor yang dapat mengubah melanin oksidasi menjadi
melanin tereduksi yang berwarna lebih pucat. Pengikatan gugus
sulfhidril diduga terjadi didalam sel melanosit sehingga dapat
menghambat produksi melanin. Gugus sulfhidril akan mudah
rusak jika terkena matahari yang selanjutnya akan meningkatkan
proses melanisasi.
Glutation dapat menghasilkan dua bahan intermediat yang
dapat mengikat dopa-kuinon dan indol 5,6 kuinon yang
selanjutnya akan meningkatkan pheomelanin. Selain itu glutation
dapat menghambat pembentukan melanin secara enzimatis pada
pigmentasi epidermis. Orang yang mempunyai kulit putih lebih
banyak mempunyai enzim glutation reduktase sehingga lebih
banyak mempunyai pheomelanin yang memberikan warna lebih
terang dibandingakan kulit lainnya, hal ini karena dopa- kuinon
reaktif dalam melanogenesis selanjutnya akan berubah menjadi
dopa-glutation dalam jumlah banyak yang pada akhirnya
meningkatkan jumlah pheomelanin. Tirosinase memegang peranan
dalam pembagian tipe melanogenesis, jika konsentrasi tinggi akan
banyak eumelanin yang terbentuk demikian juga sebaliknya. Pada
pheomelanin didapatkan konsentrasi tirosinase yang rendah hal ini
disebabkan adanya sistein.
Glutation terdapat dalam jumlah cukup banyak pada hepar
manusia yang sehat dan mempunyai peranan sebagai detoksinasi
dan reoksidasi. Secara alamiah glutation merupakan antioksidan
yang tersedia pada kulit dan berfungsi sebagai peredam
xenobiotic. Glutation dengan vitamin C tampaknya mempunyai
efek sinergisme dalam mencerahkan kulit, dimana dengan adanya
glutation dan vitamin C yang mempunyai sifat mudah teroksidasi
sehingga tidak mempunyai efek lagi akan menjadi bentuk vitamin
C reduksi.
13
i. Melatonin
Melatonin adalah hormon mamalia yang terutama disintesa di
kelenjar pineal di otak, juga disintesis dalam retina mata, sumsum
tulang dan limfosit. Melatonin adalah antioksidan yang sangat
kuat, bisa bekerja secara efektif dalam fase air maupun fase lipid.
Tidak seperti halnya vitamin C dan E yang tidak dapat segera
menembus blood-brain barrier, melatonin dapat dengan mudah
melewati barrier tersebut.Melatonin 2 kali lebih efektif dalam
menjaga membran sel terhadap peroksidasi lipid dibandingkan
dengan vitamin E; 5 kali lebih efektif untuk menetralisir radikal
hidroksil dibanding dengan glutation. Radikal hidroksil adalah
radikal bebas yang secara normal bertanggungjawab atas separuh
dari total kerusakan oleh radikal bebas (menyebabkan peroksidasi
lipid, kerusakan DNA, dan oksidasi protein).Melatonin dapat
berikatan dengan DNA dan melindunginya terhadap kerusakan.
Melatonin bersama adenosin sangat penting untuk menjaga sel-sel
otak terhadap pengaruh buruk radikal bebas karena konsentrasi
glutation dalam otak tidak tinggi.Melatonin bersama dengan
deprenyl secara nyata dapat menekan produksi radikal hidroksil
yang berasosiasi dengan autoksidasi dopamin dalam otak.
Melatonim banyak terdapat dalam mitokondria dan inti sel, secara
langsung dapat menjaga DNA mitokondria dan mampu
menginduksi enzim-enzim antioksidan dalam mitokondria.Selain
dapat menetralkan radikal hidroksil dan peroksil, melatonin juga
dapat menetralkan super oksida, oxygen, hidrogen peroksida, dan
asam hipoklorat.Melatonin mencegah produksi peroksinitrit
dengan cara menghambat aktivitas enzim nitrik oksida sintetase
dalam jaringan otak.Melatonin meningkatkan aktivitas enzim-
enzim antioksidan: glutation peroksidase, super oksida dismutase,
dan katalase.Aksi antioksidan melatonin menyangkut donasi 2
14
elektron (bukan 1 elektron) sehingga melatonin tidak berubah
menjadi senyawa radikal.
j. Asam Urat
Pada manusia asam urat merupakan produk akhir metabolisme
purin, akibat tidak adanya enzim urikase yang dapat mengubah
asam urat menjadi alantoin. Kadar asam urat yang tinggi dalam
darah meningkatkan resiko timbulnya hiperurisemia dan penyakit
gout. Asam urat sebenarnya bertindak sebagai antioksidan dalam
plasma darah. Asam urat memberikan efek protektif terhadap
vitamin C dan E; tetapi untuk bekerja sebagai antioksidan asam
urat juga memerlukan kehadiran vitamin C dalam plasma darah.
Selain itu asam urat juga memberikan efek penghambatan
terhadap radikal bebas seperti radikal peroksil dan peroksinitrit.
Asam urat dapat memberikan efek protektif terhadap membran sel
dan DNA.Aktivitas antioksidan asam urat juga telah ditemukan
dalam otak sebagai “penghambat” (protector) timbulnya beberapa
macam penyakit seperti multiple sclerosis dan neurodegenerative
disease. Tingginya kadar asam urat dalam darah dan otak dapat
mencegah timbulnya penyakit Parkinsons.Oleh karena itu,
beberapa peneliti tidak menganggap asam urat sebagai faktor yang
merugikan kesehatan, karena sifat anti oksidannya itu.
k. Selenium
Selenium adalah trace mineral esensial bagi tubuh manusia
yang dapat berfungsi sebagai immunomodulator, detoksifikasi
logam berat, dan antikarsinogenik. Selenium merupakan
mikronutrien esensial yang diperlukan untuk bekerjanya enzim
GPX yang penting dalam sistem pertahanan terhadap stres
oksidatif. RDA selenium ialah 55 μg/hari. Selenium dapat
dijumpai di daging, ikan, kerang, ayam, bawang putih, brokoli dan
padi- padian.
15
Selenium berperan sebagai antioksidan yang melindungi sel
daripada kerusakan. Selenium juga membantu kelenjar tiroid
untuk mengatur hormon-hormon dalam tubuh. Selenium untuk
meningkatkan efisien dan metabolik tubuh, meningkatkan
penyerapan vitamin E.
2. Antioksidan Eksogen
a. Likopen
Likopen adalah salah satu senyawa antioksidan yang
menunjukkan peredaman radikal bebas yang lebih tinggi
dibandingkan vitamin E dan dari jenis karotenoid lain. Likopen
merupakan pigmen yang membuat tomat berwarna merah. Menurut
beberapa penelitian epidemiologi diet kaya makanan yang
mengandung likopen berperan dalam mencegah penyakit jantung
dan melindungi terhadap beberapa jenis kanker, serta terhadap efek
eritema sinar ultraviolet. Likopen memiliki atom karbon 40 dan
ikatan rangkap, salah satu senyawa tak jenuh di alam karena ikatan
ganda yang tidak terkonjugasi; likopen menyerap radiasi pada
panjang gelombang visible. Likopen dapat mengurangi efek sinar
UV yang dapat merusak pada kulit dan dapat meningkatkan
perlindungan terhadap sunburn dan efek kumulatif dari paparan
sinar matahari (kanker). Penggunaan karotenoid, terutama likopen,
dalam komposisi kosmetik dimaksudkan untuk mendukung
pembaharuan epidermal dan untuk mendukung regenerasi kulit dan
atau untuk meningkatkan ketebalan epidermis. Likopen memiliki
sifat kimia yang efektif dalam menghalangi sinar UV yang
merusak.
Sinar UV menurunkan konsentrasi likopen kulit lebih banyak
dibandingkan β-karoten kulit. Likopen melindungi eritema yang
disebabkan sinar UV pada manusia.
16
b. Curcumin
Kunyit melindungi tubuh manusia dari radikal bebasa karena
antioksidan yang tinggi. Air dan ekstrak soluble padat kunyit serta
komponen curcumin menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat
bila dibandingkan dengan vitamin C dan vitamin E. Kunyit juga
menghasilkan efek pada endotelial oxigenase- 1 (sebuah protein
penyebab stress) melalui pengaruh pada sel bovine aortic
endothelial. Ini telah terbukti lewat penelitian in vivo yang
diinkubasi selama 18 jam dengan hasil kunyit dipertinggi resisten
selular kepada kerusakan okasidatif. Hal ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Unnkrishnan dan Rao bahwa kunyit
memiliki antioksidan yang tinggi. Aktivitas antioksidan pada
kunyit dapat dimediasi oleh enzim antioksidan seperti dismutase
superoksida, catalase, dan glutatione peroksidase. Kunyit mampu
menghambat aktivitas lipid peroksidase dan beperan dalam
menentukan banyaknya jumlah spesien oksigen reaktif. Curcuma
longa yang memiliki segudang manfaat bagi manusia dikenal
sebagai multiple agent karena berperan dalam antiinflamasi,
neuroprotektor, dan antioksidan.10,11,12
c. Teh hijau
Polifenol teh hijau merupakan antioksidan alam yang sangat
kuat karena mempunyai gugus hidroksil yang lebih dari polifenol
teh hitam atau teh oolong. Dalam daun teh kering mengandung
senyawa polifenol 30-35 %, komposisi predominan polifenol teh
adalah katekin (Flavan-3-ols) yang terdiri dari empat komponen
terbanyak yaitu : epicatecin (EC), epigallocatechin (EGC),
epicatechin-3-gallate (ECG) dan epicatechin-3-gallate (EGCG),
dari keempat komponen tersebut EGCG merupakan komponen
paling efektif sebagai antioksidan alam yang poten dan sebagai
kemoproventif kutan terhadap inflamasi atau karsinogenesis yang
diinduksi paparan UVB.
17
EGCG mempunyai potensi sebagai antioksidan alam yang
dapat memberikan perlindungan pada kulit manusia terhadap
terjadinya fotokarsinogenesis dan fototoksik yang diinduksi papara
UV. Paparan UVB akan menghasilkan suatu radikal bebas atau
reactive oxygen spesies (ROS), keadaan ini merupakan kontribusi
terjadinya karsinogenesis karena adanya kerusakan makromolekul
termasuk DNA secara langsung .
Paparan UV akan menginduksi reaktive oxygen spesies (ROS)
sehingga akan meningkatkan regualsi mRNA tirosinase yang
berdampak terjadinya pigmentasi yang menganggu penampilan
seseorang secara kosmetik. Antioksidan polifenol teh hijau mampu
menghambat secara maksimum aktivitas tirosinase, terutama
komponen EGCG, EGC dan CG yang mempunyai daya hambat
terhadap terjadinya pigmentasi karena paparan UVB.
Komponen polifenol teh hijau tidak menyerap cahaya UV.
Implikasinya adalah bila polifenol teh hijau dikombinasikan
dengan tabir surya konvensional, maka akan menghasilkan efek
fototerapi tambahan atau sinergisme. Selain itu, dapat juga
bermanfaat pada individu yang alergi atau tidak dapat mentolerir
tabir surya biasa, serta dapat memberikan perlindungan baik
terhadap UVB maupun UVA.
d. Astaxanthin
Astaxanthin merupakan pigmen karotenoid natural, yang
memiliki aktivitas biologis sebagai antioksidan. Astaxanthin
menunjukkan aktivitas kuat dalam mencerna radikal bebas dan
memberikan perlindungan melawan peroksidasi lemak dan
kerusakan oksadasi oleh kolesterol LDL, membran sel, sel, dan
jaringan. Produksi komersial Astaxanthin dari mikroalga
Haematococcus pluvialis karena pertumbuhannya yang cepat dan
kaya akan astaxanthin.
18
Secara garis besar, seluruh jenis karotenoid termasuk
astaxanthin melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif melalui 2
mekanisme, yaitu mengikati singlet oksigen melalui mekanisme
fisik dimana energi yang berlebihan dari singlet oksigen tersebut
ditransfer ke struktur karotenoid yang kaya akan elektron dan
mengubah energinya menjadi panas sehingga tidak terbentuk
singlet oksigen lagi serta bereaksi dengan radikal lain untuk
mencegah dan menghentikan reaksi rantai. Astaxanthin memiliki
potensi merangkai singlet oksigen lebih besar dibandingkan
kerotenoid lain dan vitamin E. Stabilitas astaxanthin terhadap
radiasi sinar ditemukan bahwa astaxanthin lebih stabil jika
dibandingkan dengan tokoferol dan likopen. Melalui tes
fotosensitisasi, astaxanthin memiliki efek proteksi melawan singlet
oksigen yang menginduksi kematian sel lebih rendah jika
dibandingkan dengan likopen. Astaxanthin seperti juga vitamin E
merupakan antioksidan yang larut lemak, sehingga memungkinkan
melewati membran sel yang kaya lemak dan jaringan. Astaxanthin
mampu bereksi dengan radikal lain dengan berbagai cara, hal
tersebut disebabkan karena karakteristik karotenoid yang kaya akan
elektron sehingga sangat atraktif terhadap radikal, oleh sebab itu
mampu melindungi komponen sel lain (lemak, protein, DNA) dari
kerusakan oleh radikal bebas. Astaxanthin sangat resisten terhadap
autooksidasi, tetapi tidak dijelaskan bahwa efek antioksidan yang
lebih tinggi akan meningkat dengan pertambahan dosis.
Pada tahun 1960 an Mathews Roth dan para pekerjanya dapat
menunjukkan efek protektif beta karoten pada eritropoetik
protoporfiria, penyakit fotosensitif yang menyebabkan gatal dan
terbakar pada kulit akibat paparan sinar matahari. Hipotesisnya
adalah β-karoten mencegah penyakit fotosensitif sehingga dapat
mencegah kerusakan seluler. Sejak saat itu penelitian berikutnya
mengarah pada peranan karotenoid pada kerusakan kulit yang
19
diinduksi oleh sinar ultraviolet, dan penggunaannya sebagai
suplemen dan pelindung sinar matahari (sun protectants).
Singlet oksigen yang terbentuk oleh paparan UV dirangkai
oleh astaxanthin sehingga dengan pemberian ataxanthin 4 mg
perhari secara oral selama 6 minggu mampu melindungi kolagen
kulit dari cross-linking oksidatif dan degradasi kolagen.
Penggunaan antioksidan sebagai kosmetik sudah sangat luas,
termasuk astaxanthin. Dengan astaxanthin dosis kisaran 20-100
ppm pada produk campuran sunscreen telah mampu memberikan
efek perlindungan, dari sinar UV. Astaxanthin pada sunscreen
berfungsi melindungi kulit dari sunburn dan kerusakan UV, selain
itu dengan efek antioksidannya, astaxanthin memperbaiki
kerusakan kulit yang telah terjadi sebelumnya. Dahulu β-karoten
(provitamin A) dan vitamin E telah diteliti secara ekstensif. Fokus
saat ini, bagaimanapun, telah berubah ke karotenoid lain seperti
astaxanthin, (berasal dari mikro alga Haematoccocus pluvialis),
yang menunjukkan bahwa astaxanthin mempunyai sifat
menetralkan yang kuat dan peroksidasi anti lipid, yang merupakan
kelemahan dari beta karoten dan vitamin E. Pada penelitian
manusia, astaxanthin menunjukkan pengurangan tanda-tanda
penuaan akibat ultraviolet melalui penggunaan topikal dan
pemberian oral selama 4-6 minggu.7
Pada penelitian manusia, dengan pemberian astaxanthin 2
mg/hari yang dikombinasi dengan tokotrienol selama 2 minggu
menunjukkan perbaikan pada kulit, yang semula kering sebelum
penelitian menjadi lembab, berkurangnya kerutan halus, elastisitas
meningkat dan berkurangnya bengkak di bawah mata.7
Astaxanthin ditemukan di beberapa jenis ganggang, seperti
Haematococcus pluvialis, yang menyediakan sumber makanan
bagi berbagai jenis kehidupan laut. Dengan demikian dari antara
lain jenis ganggang yang ada, ganggang Haematococcus pluvialis
20
dapat diekstrak. Astaxanthin yang terkandung dalam ganggang
Haematococcus pluvialis memiliki kualitas khusus yang awalnya
berwarna hijau. Namun, mengubah warna menjadi warna merah
tua setelah kontak yang terlalu lama dengan sinar matahari. Hal
tersebut terjadi ketika ganggang Haematococcus pluvialis
menghasilkan astaxanthin untuk melindungi diri terhadap proses
oksidasi akibat paparan sinar ultraviolet dari matahari.
Astaxanthin, bersama dengan lutein (ditemukan dalam sayuran
berdaun hijau seperti bayam dan kangkung), Lycopene (ditemukan
dalam tomat dan buah-buahan berwarna merah dan sayuran
lainnya) dan β-karoten (ditemukan dalam sayuran berwarna cerah
seperti wortel) adalah karotenoid antioksidan.
e. Procyanadins dan cathecins, ada dalam berbagai macam tanaman
seperti biji anggur, teh hijau, apel hijau dan sumber lain,
mempunyai substansi anti tumor yang dihubungkan dengan efek
antioksidan kuat. Apel hijau mentah telah diteliti sebagai anti
mutagen, menghambat pelepasan histamin dan menyerap sinar
UVB atau fungsi penyaring.
f. Ekstrak jamur, ekstrak polisakarida dari Ganoderma lucidum
melindungi DNA dari pengaruh sinar UVR dan mempunyai efek
anti tumor serta meningkat sistem kekebalan tubuh
g. Asam organik: Alpha hydroxyl acids (AHAs), Beta hydroxyl acids
(BHAs) pada konsentrasi 5-10% digunakan untuk mengurangi
kerutan, membuat kulit menjadi lebih kesat, memudarkan dan
mengurangi hiperpigmentasi.
h. Tretinoin (trans-asam retinoin), penelitian Fisher dkk menunjukkan
bahwa perawatan kulit dengan tretinoin sebelum terpapar UVR
menghambat induksi MMP (matrix metalloproteinase), suatu
enzim yang dikenal berperan pada kerusakan kolagen dalam proses
photaging.
Table 2.2 Peranan Antioksidan dalam Dermatologi2
21
BAB III
22
KESIMPULAN
1. Radikal bebas oksigen/ ROS sangat berbahaya terhadap kehidupan sistim
biologis dengan merusak molekul biologis seperti DNA, membran lipid,
struktur kolagen, dan juga berperan dalam proses penuaan maupun kanker
kulit.
2. Antioksidan oral dan topikal memiliki peranan dalam memperbaiki
kerusakan kulit akibat radikal bebas.
3. Peranan antioksidan dalam dermatologi diantaranya: melindungi kulit dari
efek sinar UV, memberikan efek anti inflamasi, melembabkan kulit,
mencegah munculnya keriput, photoaging, dan mencegah kanker kulit.
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Fitra, D. Sri LK. Zainal, H. 2006. Penggunaan Vitamin E dan Vitamin C
Topikal dalam Bidang Kosmetik. Majalah Kedokteran Andalas, Volume
Desember.
2. Varadraj, VP. Pankaj, S. Naveen, NK. 2014. Antioxidants in Dermatology.
Indian Dermatology Online Journal. Vol. V Issue. 2. Diunduh dari:
htpp://www.idoj.in on Sunday, September 27, 1015, IP: 103.47.103.14
3. Hassan, MAR. 2001. The Role of Antioxidants in Dermatology. The Gulf
Journal of Dermatology. Vol. VIII No. 2. Diunduh dari:
http://www.gulfdermajournal.com/pdf/2001-10/1.pdf
4. Harvian, SD. 2012. Peranan Antioksidan Endogen dan Eksogen terhadap
Kesehatan. Cermin Dunia Kedokteran. Vol. XXXIX No. 10. Diunduh dari:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/27_198Info%20produk-Peranan
%20Antioksidan%20Endogen%20dan%20Eksogen%20terhadap
%20Kesehatan.pdf
5. Dragana, S. Dusica, P. Ivana, A. 2014. Riview article: Oxidative Stress,
Skin Aging and Antioxidant Therapy. Acta Facultatis Medicae Naissensis.
Vo. XXXI No. 4. Diunduh dari: http://www.medfak.ni.ac.rs/Acta
%20facultatis/2014/4-2014/1.pdf
6. Pumori, ST. 2013. Vitamin C in Dermatology. Indian Dermatology Online
Journal. Vol. IV Issue. 2. Diunduh dari:
http://www.idoj.in/temp/IndianDermatolOnlineJ42143-
1502733_041027.pdf
7. Komang, AW. 2011. Asthaxanthin Memberikan Efek Proteksi Terhadap
Photoaging. Damanius Journal of Medicine. Vol. X No. 3. Diunduh dari:
http://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/272/224.
8. Ruza, P. Borut, P. dkk. 2013. Review Article: Skin Photoaging and the
Role of Antioxidants in Its Prevention. Hidawary Publishing Corporation
ISRN Dermatology. Diunduh dari:
http://downloads.hindawi.com/journals/isrn/2013/930164.pdf.
24
9. Bonner, Mark W. Benson, Paul M. James, William D. 2008.
Photoprotection and Sun Protective Agents. Dalam Fitzpatick TB, Eisen
AZ, Wolff K, FM Irwin, Austen KF, Goldsmith Lowel A, Katz S I .
FitzPatrick’s Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York :
McGraw Hill
10. Wannasilp N. 2007. Curcumin—Biological and Medicinal Properties.
Mahidol University.
11. Ataie A, Sabetkasaei M, Haghparast A, Hajizadeh Moghaddam A, Ataie R,
Nasiraei Moghaddam S. 2010. An investigation of the neuroprotective
effects of Curcumin in a model of Homocysteine - induced oxidative stress
in the rat’s brain. Daru J Fac Pharm Tehran Univ Med Sci.
12. Bergamaschi MM, Alcantara GKS, Valerio DAR, Queiroz RHC. 2011.
Curcumon could prevent methemoglobinemia induced by dapsone in rats.
Food and Chemical Toxicology Journal.
25