referat bedah UDT-2.docx

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    1/17

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran dari testis, kelenjar-kelenjar yang

    berhubungan dengan sistem reproduksi dan penis. Pada bahasan undesensus testis ini,

    akan dibahas lebih banyak mengenai testis.

    Testis merupakan kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat eksokrin

    dan juga endokrin. Fungsi eksokrin testis yang terutama adalah menghasilkan sel-sel

    kelamin pria, sehingga dianggap sebagai kelenjar sitogenik. Sekresi endokrin yang

    utama dari testis adalah testosterone, yang dihasilkan oleh sel-sel interstitial6.

    Testis tergantung di dalam skrotum dan dibungkus oleh simpai testis yang

    terdiri dari 3 lapis, yaitu lapisan terluar (tunika vaginalis), lapisan tengah (tunika

    albuginea) dan lapisan terdalam (tunika vaskulosa). Simpai testis bukan merupakan

    suatu pembungkus yang lembam melainkan merupakan suatu selaput dinamis yang

    mampu berkerut secara berkala. Kerutan-kerutan tersebut mungkin bertujuan untuk

    mempertahankan tekanan yang sesuai di dalam testis, megatur gerakan keluar

    masuknya cairan ke dalam kapiler-kapiler dan untuk memijat sistem saluran, sehingga

    membantu gerakan spermatozoa kearah luar, memiliki sifat-sifat selaput yang

    semipermeable dan turut berperan dalam beberapa faal testis5,6.

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    2/17

    2

    Spermatogenesis

    Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama

    kehidupan seksual aktif, sebagai akibat dari rangsangan oleh hormone gonadotropin

    hipofisis anterior, dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang

    hidup5,6.

    Sperma diproduksi di dalam testis melalui proses spermatogenesis. Proses ini

    diatur oleh sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad. Hipotalamus mengeluarkan hormone

    gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang merangsang kelenjar hipofisis anterior

    untuk memproduksi hormone gonadotropin yaitu folikel stimulating hormone (FSH),

    luteinizing hormone (LH)5.

    Produksi hormone testosterone oleh sel-sel Leydig di dalam testis diatur oleh

    LH, dan pada kadar tertentu, testosterone memberikan umpan balik negative kepada

    hipotalamus/hipofisis sebagai kontrol terhadap produksi LH. FSH merangsang tubuli

    seminiferi (terutama sel-sel sertoli) dalam proses spermatogenesis, di samping itu sel-

    sel ini memproduksi inhibin yaitu suatu substansi yang mengontrol produksi FSH

    melalui mekanisme umpan balik negative. Proses produksi sperma (spermatogenesis)

    berlagsung di dalam testis dimulai dari differensiasi sel stem primitivespermatogonium yang terdapat pada membrane basalis tubulus seminiferus testis.

    Spermatogonium kemudian mengalami mitosis, meiosis, dan mengalami transformasi

    menjadi spermatozoa sesuai dengan urutan mulai dari:

    Spermatogoniumspermatosit Ispermatosit IIspermatidspermatozoa7

    Sel-sel spermatogonium mengalami mitosis menjadi sel-sel diploid

    spermatosit I (mempunyai 46 kromosom) dan mengalami miosis menjadi sel-sel

    haploid spermatosi II (mempunyai 23 kromosom) dan selanjutnya mengalami mitosis

    menjadi sel-sel spermatid. Sel-sel spermatid ini mengalami transformasi menjadi

    spermatozoa sehingga terbentuk akrosom dan flagella serta hilangnya sebagian

    sitoplasma. Proses transformasi pembentukan spermatozoa yang siap disalurkan ke

    epididimis disebut spermiogenesis. Seluruh proses spermatogenesis ini berlangsung

    kurang lebih 74 hari7.

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    3/17

    3

    Faktor-faktor Hormonal yang Merangsang Spermatogenesis

    Terdapat beberapa hormone yang memiliki peranan yang sangat penting dalam

    spermatogenesis, yaitu sebagai berikut5:

    1. Testosteron, disekresi oleh sel-sel Leydig yang terletak di interstitium testis,

    hormone ini penting bagi pertumbuhan dan pembagian sel-sel germinativum

    dalam membentuk sperma.

    2. Hormon Lutein (LH), disekresi oleh kelenjar hipofifis anterior, merangsang

    sel-sel Leydig untuk menyekresi testosterone.

    3.

    Hormon perangsang folikel (FSH), juga disekresi oleh sel-sel kelenjar

    hipofisis anterior, merangsang sel-sel Sertoli, tanpa rangsangan ini,

    pengubahan spermatid menjadi sperma (proses spermiogenesis) tidak akan

    terjadi.

    4. Estrogen, dibentuk dari testosterone oleh sel-sel sertoli ketika sel sertoli

    sedang dirangsang oleh hormone perangsang folikel, yang mungkin juga

    penting untuk spermiogenesis. Sel-sel sertoli juga menyekresi suatu protein

    pengikat androgen yang mengikat testosterone dan estrogen serta membawakeduanya ke dalam cairan dalam lumen tubulus seminiferus, membuat kedua

    hormone ini tersedia untuk pematangan sperma.

    5. Hormon pertumbuhan (GH), seperti juga pada sebagian besar hormone yang

    lain, hormone ini diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi

    metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan

    pembelahan awal spermatogenia sendiri. Bila tidak terdapat hormone

    pertumbuhan, seperti pada Dwarfisme hipofisis, spermatogenesis sangat

    berkurang atau tidak ada sama sekali.

    Undesensus testis atau biasa disebut kriptorkismus merupakan kelainan

    bawaan genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki. Sepertiga kasus

    anak-anak dengan undesensus testis adalah bilateral sedangkan dua pertiganya adalah

    unilateral. Insiden undesensus testis terkait erat dengan umur kehamilan,dan maturasibayi. Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan menurun pada bayi-bayi

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    4/17

    4

    yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti dengan penurunan

    insiden undesensus testis.(1,2)

    Insidensnya 3 - 6% pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan meningkat

    menjadi 30% pada bayi prematur. Setelah 100 tahun penelitian mengenai undesensus

    testis, Masih terdapat beberapa aspek yang menjadi kontroversial. Faktor predisposisi

    terjadinya undesensus testis adalah prematuritas, berat bayi baru lahir yang rendah,

    kecil untuk masa kehamilan, kembar dan pemberian estrogen pada trimester

    pertama.(1,2)Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada dijalurnya

    mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen, yaitu terletak diantara

    fossa renalis dan annulus inguinalis internus.(2,3)

    Alasan utama dilakukan terapi adalah meningkatnya risiko infertilitas,

    meningkatnya risiko keganasan testis, meningkatnya risiko torsio testis, resiko trauma

    testis terhadap tulang pubis dan faktor psikologis terhadap kantong skrotum yang

    kosong.1,2Penatalaksanaan yang terlambat pada undesensus akan menimbulkan efek

    pada testis di kemudian hari.(2,3)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    5/17

    5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1.Definisi

    Undesensus testis adalah suatu keadaan dimana setelah usia 1 tahun, satu atau

    kedua testis tidak berada di dalam kantung skrotum, tetapi masih berada di salah

    satu tempat sepanjang jalur desensus normal.(1,2,3) Kriptorkismus berasal dari

    kata cryptos(Yunani) yang berarti tersembunyi dan orchisyang dalam bahasa latin

    disebut testis. (4)

    2.2.Epidemologi

    Undesensus testis adalah salah satu kelainan yang terjadi pada anak laki laki.

    Angka kejadian undesensus testis pada bayi prematur kurang lebih 30% yaitu 10 kali

    lebih banyak daripada bayi cukup bulan (3%). Dengan bertambahnya usia, testis

    mengalami desensus secara spontan. Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun,

    insidennya menurun menjadi 0,7-0,8%, angka ini hampir sama dengan populasi

    dewasa. (2,3,4,5,6)

    2.3.Embriologi dan anatomi

    Pada mulanya testis hanya berupa penebalan pada bagian ventral dari genital

    ridge yang belum dapat diterminasi. Karena pengaruh gen Y maka penebalan ini

    akan memperlihatkan karakteristik histologi dan fungsional sebagai testis.

    Kemudian sebagian mesonefron akan berdegenerasi, dan sebagian lagi yang

    berdekatan dengan testis akan membentuk epididimis yang akan menjadi saluran

    yang membawa spermatozoa dari testis ke vas deferens. Jika mesonefron gagal

    tumbuh menyatu dengan testis, maka testis tidak akan turun ke skrotum, tetapi vas

    deferens dan pembuluh darah yang turun sepanjang prosesus vaginalis.(4)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    6/17

    6

    Pada kehamilan 4 bulan testis berkembang menjadi bulat seperti bentuk yang normal

    dan mulai berpindah ke kaudal dan mencapai annulus inguinalis internus pada

    kehamilan 5 bulan. Selama bulan ke 7, testis melewati kanalis inguinalis dan akan

    menonjol di samping tonjolan peritoneum yang disebut prosesus vaginalis peritonei.Selama bulan ke 8 dan bulan ke 9, testis sudah berada dalam skrotum. Kurang

    lebih 5% dari bayi aterm lahir dengan desensus testis inkomplit. Dan sampai 30%

    bayi prematur lahir dengan undesensus testis. Testis berkembang bersama

    mesonefron yang terpisah dari vas deferens yang berkembang baik sedangkan

    sedangkan testis tidak ada. Perkembangan testis yang baik disertai dengan

    perkembangan vas deferens yang terganggu dijumpai pada penyakit fibrosis

    sistika.(4)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    7/17

    7

    Kedua testis dalam scrotum digantung oleh tangkai fibrovaskuler, funiculus

    spermaticus, yang meninggalkan canalis inguinalis melalui annulus inguinalis

    profunda. Testis kiri sering tergantung lebih rendah daripada yang kanan. Scrotum

    berfungsi mengatur temperature testis. Scrotum berasal dari 2 genital ridge yang

    ditunjukkan oleh adanya lapisan tengah, raphe scrota.(4)

    Testis matur bentuknya kira kira seperti buah plum, panjangnya 4 5 cm.

    konsistensi kenyal dan biasanya dalam scrotum posisi permukaan luas menghadap ke

    belakang dan yang sempit menghadap depan. Testis dibagi menjadi kutub atas dan

    kutub bawah, permukaan medial dan lateral. Pada tepi posterior, mediastinum testis,

    pembuluh pembuluh darah, saraf dan ductus deferens masuk dan meninggalkan

    epididymis bersama funiculus spermaticus. Testis dan epididymis sebagian besar

    ditutupi oleh lapisan visceral peritoneal sheath, tunica vaginalis testis. Lapisan ini

    pada mediatinum testis dan epididymis melipat menjadi lapisan parietal, lapisan

    visceral membentuk alur di bagian lateral, bursa testicular terletak antara testis dan

    epididymis.(4)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    8/17

    8

    Testis dibungkus dengan rapat oleh kapsul jaringan ikat tebal, keputih-putihan,

    tunica albuginea. Septa septa jaringan ikat (septula testis) menyebar dari kapsul

    menuju mediastinum testis membagi jaringan testis menjadi 200 300 lobulus (lobuli

    testis). Tiap lobulus mengandung beberapa tubulus seminiferous yang berkelok

    kelok (tubuli seminiferi contorti). Tiap tubulus pada testis matur (secara seksual)

    tebalnya 140

    300 m, dan jika dibentang panjangnya 30 -60 mm. tubulus masuk

    rete testis di mediastinum. Rete testis terdiri atas saluran saluran seperti celah saling

    berhubungan dari mana ductuli efferentes menyalurkan sperma (spermatozoa) menuju

    ductus epididymis. Selanjutnya ductus epididymis melanjutkan diri sebagai ductus

    deferens. (2,3,5)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    9/17

    9

    2.4.Etiologi

    Undesensus testis dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulum

    testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang

    memacu proses desensus testis.(1,2,3)

    2.5. Klasifikasi

    Undesesus testis dikelompokkan menjadi 3 tipe: (2,3)

    1. Undesensus testis sesungguhnya ( true undescended) : testis mengalami

    penurunan parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi

    teraba (palpable) dan tidak teraba ( impalpable)

    2. Testis ektopik : testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang

    normal.

    3.Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat refleks

    kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis, bukan

    termasuk UDT yang sebenarnya.

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    10/17

    10

    Gambar 2. Letak Undesensus Testis. Gambar di sebelah kanan adalah beberapa letaktestis kriptorkismus yaitu 1. Testis retraktil, 2. Inguinal, dan 3. Abdominal, sedangkan

    gambar di sebelah kiri menunjukkan testis ektopik, antara lain: 4. Inguinal superfisial,

    5. Penil, 6. Femoral

    Undesensus testis dapat diklasifikasi berdasarkan lokasinya menjadi:

    1. Skrotal tinggi (supraskrotal) : 40 %

    2.

    Intrakanalikuler ( inguinal ) : 20 %

    3. Intraabdominal (abdominal) : 10%

    2.6.Patofisiologi

    Suhu di dalam rongga abdomen 1C lebih tinggi daripada suhu di dalam

    skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi

    daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel sel epitel germinal

    testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel sel germinal testis telah

    mengalami kerusakan sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel sel germinal yang

    masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi

    mengecil.(2,3)

    Karena sel sel leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak,

    maka potensi seksual tidak mengalami gangguan.(2,3)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    11/17

    11

    Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum

    adalah mudah terpelintir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami

    degenerasi maligna.(2,3)

    2.7.

    Diagnosis

    a. Anamnesis

    Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak

    menjumpai testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena

    infertilitasnya yaitu belum mempunyai anak setelah menikah beberapa tahun.(2,3)

    b. Pemeriksaan fisis

    Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak

    pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum

    melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi

    untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus berada dalam

    keadaan hangat hangat untuk menghindari tertariknya testis ke atas. (2,3,5,6)

    c. Pemeriksaan laboratorium

    Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan

    anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan

    pemeriksaan hormonal antara lain hormon testoteron, kemudian dilakukan uji

    dengan pemberian hormon hCG (human chorionic gonadotropin hormone). Tidak

    terjadi peningkatan kadar testosterone disertai peningkatan LH/FSH setelah

    dilakukan stimulasi mengindikasikan anorkismus.(1,2,3,4,5,)

    Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar pada

    keadaan basal dan 24 - 48 jam setelah stimulasi. Respon testosteron normal pada

    hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi, respon normal setelah

    hCG test bervariasi antara 2 - 10x bahkan 20x. Pada masa kanak-kanak,

    peningkatannya sekitar 5 -10x. Sedangkan pada masa pubertas, dengan

    meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi hCGhanya sekitar 2 - 3x.(1,2,3,4,5,)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    12/17

    12

    d. Laparoskopi

    Metode ini merupakan metode infasif yang cukup aman dilakukan oleh ahli

    yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar dan

    setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis diinguinal. (1)

    Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi annulus

    inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan

    vaskularisasinya serta struktur wolfiannya. (2,3,4)

    2.8.Diagnosis Banding

    Diagnosis banding meliputi testis letak ektopik dan seringkali dijumpai testis

    yang biasanya berada di kantung skrotum tiba

    tiba berada di daerah di inguinal

    dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan ini terjadi karena

    refleks otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah

    melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau kriptorkismus

    fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain itu undesensus testis perlu

    dibedakan dengan anorkismus, yaitu testis memang tidak ada. Hal ini biasa terjadi

    secara kongenital memang tidak terbentuk testis, atau testis yang mengalami atrofi

    akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus.

    (2,3.4)

    2.9.

    Penatalaksanaan

    Tujuan terapi undesensus testis yang utama dan dianut hingga saat ini adalah

    memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan

    reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormone

    ataupun dengan cara pembedahan (orkidopeksi). Penatalaksanaan yang terlambat

    pada undesensus testis akan menimbulkan efek pada testis di kemudian hari.

    Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1

    tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup

    bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1

    tahun. Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke

    tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan.(2,3,4,6)

    Undesensus testis meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan

    risiko tumor sel germinal yang meningkat 3 - 10 kali. Atrofi testis terjadi padausia 5 7 tahun, akan tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1 - 2 tahun.

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    13/17

    13

    Pada awal pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus

    intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel

    geminal mencapai 41% dan 20%.(5,6)

    a.

    Medikamentosa

    Hormon yang diberikan adalah hCG,gonadotropin releasing hormone

    (GnRH) atau LH-releasing hormone (LHRH). Terapi hormonal meningkatkan

    produksi testosterone dengan menstimulasi berbagai tingkat jalur hipotalamus-

    pituitary-gonadal. Terapi ini berdasarkan observasi bahwa proses turunnya

    testis berhubungan dengan androgen. Tingkat testosteron lebih tinggi bila

    diberikan hCG dibandingkan GnRH. Semakin rendah letak testis, semakin

    besar kemungkinan keberhasilan terapi hormonal.(4,5,6)

    International Health Foundation menyarankan dosis hCG sebanyak

    250IU/ kali pada bayi, 500 IU pada anak sampai usia 6 tahun dan 1000 IU

    pada anak lebih dari 6 tahun. Terapi diberikan 2 kali seminggu selama 5

    minggu. Angka keberhasilannya 6 55%. Secara keseluruhan, terapi hormon

    efektif pada beberapa kelompok kasus, yaitu testis yang terletak di leher

    skrotum atau undesensus bilateral. Efek samping adalah peningkatan rugaeskrotum, pigmentasi, rambut pubis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis

    lebih dari 15000 IU dapat menginduksi fusie piphyseal plate dan mengurangi

    pertumbuhan somatik.(1) Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak

    memberikan hasil terutama pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan

    unilateral hasilnya masih belum memuaskan. Obat yang sering digunakan

    adalah hormon hCG yang disemprotkan intranasal.(1,2,3,4,5,6)

    b. Pembedahan

    Apabila terapi hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk

    kasus undesensus testis adalah orkidopeksi. Keputusan untuk melakukan

    orkidopeksi harus mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis,

    risiko anastesi, psikologis anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda. (4,5,6)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    14/17

    14

    Gambar 3. Orkidopeksi

    Orkidopeksi digunakan untuk memperbaiki UDT pada anak-anak. Satu insisi

    dibuat pada abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan insisi lain dibuat pada

    skrotum (A). Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan dikeluarkan dari

    insisi abdomen menempel pada spermatic cord (C). Testis kemudian

    dimasukkan turun ke dalam skrotum (D) dan dijahit (E).

    Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas,

    (2) mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan

    terjadinya torsio testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis

    mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi

    yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum

    dengan melakukan fiksasi pada kantung sub dartos.(2,3,6)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    15/17

    15

    Prinsip dasar orkidopeksi adalah(1,4)

    1. Mobilisasi yang cukup dari testis dan pembuluh darah

    2. Ligasi kantong hernia

    3. Fiksasi yang kuat testis pada skrotum

    Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch

    skrotum. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan sebelum pasien usia 2

    tahun, bahkan beberapa penelitian menyarankan pada usia 6 12 bulan.

    Penelitian melaporkan spermatogonia akan menurun setelah usia 2 tahun.

    Indikasi absolut dilakukan operasi pembedahan primer adalah. (1)

    1. kegagalan terapi hormonal

    2. testis ektopik

    3. terdapat kelainan lain seperti hernia dengan atau tanpa prosesus

    vaginalis yang terbuka

    2.10.Komplikasi Undesensus Testis

    Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada

    undesensus testis adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi

    testis. Disamping itu disebut juga terjadinya torsio testis, dan hernia

    inguinalis.(1,2,3)

    a. Risiko Keganasan

    Terdapat hubungan yang erat antara undesensus dan keganasan testis.

    Insiden keganasan testis sebesar 1 - 6 pada setiap 500 laki-laki undesensus

    testis di Amerika. Risiko terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada

    anak dengan undesensus testis dilaporkan berkisar 10-20 kali dibandingkan

    pada anak dengan testis normal. Makin tinggi lokasi undesensus makin tinggi

    risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko menjadi ganas 4x

    lebih besar dibanding testis inguinal.(5)

    Orkidopeksi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya

    keganasan, tetapi akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada

    penderita yang telah dilakukan orkidopeksi. (1,2,3)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    16/17

    16

    b. Infertilitas

    Penderita undesensus testis bilateral mengalami penurunan fertilitas

    yang lebih berat dibandingkan penderita undesesus unilateral, dan apalagi

    dibandingkan dengan populasi normal. Penderita undesesus bilateral

    mempunyai risiko infertilitas 6x lebih besar dibandingkan populasi normal

    (38% infertil pada undesesus bilateral dibandingkan 6% infertil pada populasi

    normal), sedangkan pada undesesus unilateral berisiko hanya 2x lebih

    besar.(1,2,3)

    Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada

    undesensus testis. Biopsi pada anak-anak dan binatang coba undesensus testis

    menunjukkan adanya penurunan volume testis, jumlah germ cells dan

    spermatogonia dibandingkan dengan testis yang normal. Biopsi testis pada

    anak dengan undesesus testis unilateral yang dilakukan sebelum umur 1 tahun

    menunjukkan gambaran yang tidak berbeda bermakna dengan testis yang

    normal. Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah

    umur 1 tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak sepertirisiko keganasan, penurunan testis lebih dini akan mencegah proses degenerasi

    lebih lanjut.(1,2,3)

  • 8/10/2019 referat bedah UDT-2.docx

    17/17

    17

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their

    surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbells Urology Vol 1. 8thedition.

    Philadelphia: WB Saunders Company. 2000.

    2. Tanagho EA, Nguyen HT. Embriology of the Genitourinary System.

    Dalam:Tanagho EA, McAninch JW.Smiths General Urology . Edisi 17.

    California:The McGraw Hill companies; 2000. h.23-45.

    3.

    Basuki Purnomo. Testis Maldesensus. Dalam: Dasar

    Dasar Urologi. Edisi 2.

    Jakarta: Sagung Seto. 2009 h. 137-140.

    4. Michael JM, Herbert S, dkk. The Undecended Testis: Diagnosis, Treatment and

    Long-Term Consequences. Dalam :

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2737432/

    ( diakses : 15 November 2013)

    5. Faizi M, Netty EP. Penatalaksanaan Undescendcus Testis Pada Anak. Dalam :

    http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdf(diakses 15 November 2013)

    6. Adi S, Any R. Tjahjodjati, dkk. Panduan Penatalaksanaan Pediatrik Urologi di

    Indonesia. Dalam :http://www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.doc

    (diakses 15 November 2013)

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2737432/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2737432/http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdfhttp://old.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdfhttp://www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.dochttp://www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.dochttp://www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.dochttp://www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.dochttp://old.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdfhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2737432/