Upload
heron-titarsole
View
67
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
good
Citation preview
ANEMIA DEFISIENSI BESI
DEFINISI
Anemia defisiensi besi adalah anemia akibat kekurangan zat bersi untuk sintesis
hemoglobin, dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak dan
menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar. Anemia defisiensi besi (ADB) adalah
anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena
cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang. 1,6
Tabel 1. Batasan anemia1
PREVALENSI
Data WHO tahun 1990-1995 menunjukkan prevalens ADB pada negara negara
berkembang adalah 39% (0-4 tahun), 48,1% (5-14 tahun) dan 52% (wanita hamil).Prevalens
anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Survai
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6
bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan
48,1%.Angka kejadian ADB lebih tinggi pada usia bayi, terutama pada bayi prematur (sekitar
25-85%) dan bayi yang mengonsumsiASI secara eksklusif tanpa suplementasi.
Remaja perempuan perlu mendapat perhatian khusus karena mengalami menstruasi
dan merupakan calon ibu. Data SKRT tahun 2001 menunjukkan prevalensi ADB pada wanita
hamil 40,1%. Ibu hamil dengan anemia mempunyai risiko 3 kali lipat melahirkan bayi
anemia, 2 kali lipat melahirkan bayi prematur, dan 3 kali lipat melahirkan bayi berat lahir
rendah sehingga suplementasi besi harus diberikan pada remaja perempuan sejak sebelum
hamil. Dilaporkan bayi (berat lahir >2500 gram) yang lahir dari ibu anemia mempunyai kadar
hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan bayi yang lahir dari ibu tanpa anemia.9,10
1
METABOLISME ZAT BESI DAN SINTESIS HEMOGLOBIN HUBUNGANNYA
DENGAN BESI
Gambar 1 Bagan metabolisme besi5
Sintesis Hb dimulai dalam proeritroblast dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium
retikulosit. Setiap molekul Hb memiliki empat gugus heme identik yang berikatan dengan
empat rantai globin.
Sintesis heme :
Sintesis heme berawal dari senyawa glisin dan suksinil ko-enzim A yang menyatu
untuk membentuk senyawa asam amino-levulinat (ALA). Enzim yang
mengkatalis reaksi ini, ALA-sintetase, tampaknya merupakan enzim penentu
kecepatan (rate-limiting) jalur metabolik ini. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah
ko enzim untuk reaksi ini. Jalur dimulai di mitokondria dan sitoplasma sel yang
sedang berkembang.
Dua molekul ALA menyatu untuk membentuk porfobilinogen, sebuah molekul
cincin.
Kemudian, empat molekul senyawa ini menyatu untuk membentuk sebuah
senyawa bercincin empat (tetrapirol), yang disebut uroporfirinogen.
Senyawa ini diubah menjadi koproporfirinogen.
Koproprofirinogen diubah menjadi protoporfirin.
2
Akhirnya protoporfirin berikatan dengan besi dengan bantuan enzim penentu
kecepatan jalur metabolik yang lain, yaitu ferokelatase (heme sintetase), untuk
membentuk heme.
Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang
disebut globin. Empat dari molekul ini selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara
longgar untuk membentuk molekul hemoglobin yang lengkap. 4
MITOKONDRIA
Protoporphobinlin III Coproporphirinogen III
Protophorphyrin IX
Ferrochelatase
Fe2+ HEME
Suksinil ko-enzim A
+
glisin
ALA-sintetase Prohibilinogen
5-aminolevulinic acid
ALA-dehidrase
SITOSOL
Gambar 2. Sintesis hemoglobin4
SUMBER BESI
Bayi yang lahir sehat telah mempunyai persedian besi yang cukup sampai ia berusia 6
bulan, sedangkan bayi prematur ( neonatus kurang bulan) persedian besinya cukup sampai ia
berusia 3 bulan. Makanan yang mengandung banyak besi ialah hati, ginjal, daging, telur,
buah dan sayur yang mengandung klorofil.5
3
ETIOLOGI
Terjadinya anemia defisiensi besi dangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi,
diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kebutuhan besi dapat disebabkan :
1. Kebutuhan yang meningkat fisiologis
Pertumbuhan
Pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan meningkat
sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat.
Menstruasi
Penyebab tersering pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat
menstruasi.
2. Kurangnya besi yang diserap
Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Bayi cukup bulan memerlukan + 200 mg besi dalam 1 tahun pertama untuk
pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI jarang menderita anemia karena 40 %
besi dalam ASI diabsorpsi oleh bayi.
Malabsorpsi besi
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya
anemia defisiensi Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5
mg. Perdarahan dapat karena ulkus peptikum, infeksi cacing, obat-obatan
(kortikosteroid, AINS, indometasin).
4. Kehamilan
Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan oleh kebutuhan besi
oleh fetus untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat laktasi.
5. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan
anemia pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
6. Hemoglobinuri
4
Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan.
Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin 1,8-7,8
mg/hari.
7. Iatrogenic blood loss
Terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya untuk pemeriksaan
laboratorium.
8. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi, pada keadaan ini kadar Hb dapat turun drastis
hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
9. Latihan yang berlebihan
Pada orang yang berolahraga berat kadar feritin serumnya akan kurang dari 10
ug/dl.7
PATOFISIOLOGI
Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang
berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi
terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :
Iron depletion
Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe serum dan
Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis
Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi
transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat.
Iron deficiency anemia
Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini ditandai
dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum rendah,
saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah. 7
Tabel 2. Tahapan kekurangan besi 7
Hemoglobin Tahap I Tahap II Tahap III
5
(Normal)
(sedikit menurun)
(menurun jelas)
Mikrositik
hipokrom
Cadangan besi (mg) <100 0 0
Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40
TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410
Saturasi transferin
(%)
20-30 <15 <10
Feritin serum
(ug/dl)
<20 <12 <12
Sideroblas (%) 40-60 <10 <10
FEP (ug/dl eritrosit) >30 >100 >200
MCV Normal Normal Menurun
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
penderita dan keluarga, yang ringan diagnosa ditegakkan hanya dari laboratorium. Gejala
yang umum adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan kadar 6-10 g/dl terjadi
kompensasi kompensasi yang efektif sehingga gejalanya hanya ringan. Bila kadar Hb turun <
dari 5 g/dl gejala iretabel dan anoreksia akann mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus
berlanjut dapat terjadi takikardia, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun kadang-
kadang pada kadar Hb < 3-4 g/dl pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan
kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi
seperti:
Perubahan epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (spoon-shaped
nail), atrofi papila lidah, perubahan mukosa lambung dan usus halus.
Penurunan aktivitas kerja.
Termogenesis yang abnormal ditandai dengan ketidakmampuan mempertahankan
suhu tubuh normal saat udara dingin.
6
Daya tahan tubuh menurun karena fungsi leukosit yang abnormal.7
Anamnesis
- Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan
- Mudah lelah lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh terhadap
infeksi menurun serta gangguan perilaku dan prestasi belajar
- Gemar memakan makanan yang tidak biasa (pica) seperti es batu, kertas, tanah,
rambut
- Memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan makanan yang
menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan fitat ( beras, gandum) serta
konsumsi susu sebagai sumber energi utama sejak bayo sampai usia 2 tahun
(milkaholic)
- Infeksi malaria, infestasi parasit seperti ankylostoma dan schistosoma.
Pemeriksaan fisis
- Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh keluarga,
bila kadar Hb < 5 g/dl ditemukan gejala iritable dan anoreksia.
- Pucat ditemmukan bila kadar Hb < 7 g/dl
- Tanpa organomegali
- Dapat ditemukan koilonika, glositis, stomatitis, angularis, takikardia, gagal jantung,
protein-losing enteropathy
- Rentan terhadap infeksi
- Gangguan pertumbuhan
- Penurunan aktivitas
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi
pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit ditambah pemeriksaan indeks entrosit,
retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, Total iron binding capacity
(TIBC), saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.
Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan
kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya
meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik,
anisositosis dan poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel
7
fragmen). Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama dapat terjadi
granulositopenia.
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC
meningkat. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh
dengan cara menghitung Fe serum/TIBC x 100%, merupakan suatu nilai yang menggambarkan
suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran
besi antara plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin (ST) < 16%
menunjukan suplai besi yang tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST <7% diagnosis
ADB dapat ditegakan, sedangkan pada kadar ST 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB
bila didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya. Kadar feritin < 10 ug/l
menunjukan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam tubuh. 2,7
DIAGNOSIS
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak
khas. 2,3,7
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB: 7
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO :
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia.
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31%>
3. Kadar Fe serum <50>
4. Saturasi transferin (ST) <15%>
ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER
8
Besi serum
Menurun Normal
TIBC TIBC Feritin normal
Feritin Feritin N/
Besi sumsum Besi sumsum Elektroforesis Hb Ring sideroblast
tulang negatif tulang positif dlm sumsum tulang
Hb A2
Hb F
Anemia defisiensi Anemia akibat Thalassemia beta Anemia sideroblastik
besi penyakit kronik
Gambar 3. Algoritma pendekatan diagnostik penderita dengan anemia hipokromik mikrositer
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia hipokrom
mikrositik lain (Tabel 3). Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan laboratorium hampir sama
dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia karena penyakit kronis.
Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara sederhana untuk
membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah sel darah merah yang meningkat
meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah merah menurun
sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat memperoleh dengan cara
membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila nilainya <13 menunjukkan talasemia minor
9
sedangkan bila > 13 merupakan ADB. Pada talasemia minor didapatkan basophilic stippling,
peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2. Gambaran morfologi darah tepi
anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom
mikrositik. 7,8
Tabel 3. Diagnosis banding anemia defisiensi besi7
Normal ADB Anemia penyakit kronik
Thalasemia
MCV 80 – 90 fl Menurun <70 fl Menurun/N MenurunMCH 27 – 31 pg Menurun Menurun/N MenurunBesi serum 50 – 150 μg/dL Menurun
<50 μg/dLMenurun Normal
TIBC 240 – 360 μg/dL Meningkat >360 μg/dL
Menurun Normal/Meningkat
Saturasi transferin
30 – 35% Menurun < 15%
Menurun/N10-20%
Meningkat>20%
Besi sumsum tulang
Positif Negatif Positif Positif kuat
FEP 15 – 18 μg/dL Meningkat >100 μg/dL
Meningkat Normal
Feritin serum
20 – 250 μg/dL Menurun <20 μg/dL
Normal Meningkat>50 μg/dL
Elektrofoesis Hb
Normal Normal Hb A2meningkat
Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan ADB tetapi
didapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP meningkat.
Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah. 7,8
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat
diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat
secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya
dengan pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan. Pada penderita yang
tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara
peroral karena ada gangguan pencernaan. 6,7,8
Tabel 4 Dosis dan lama pemberian suplementasi besi.
10
Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat
menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar
Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi.
Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan:
Dosis besi (mg) = BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5
Transfusi darah
Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan
kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk
penderita anemia berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB
pemberian diuretik seperti furosemid. 7,8
PENCEGAHAN
Pencegahan merupakan tujuan utama dalam penanganan masalah anemia defisiensi
besi, untuk itu diperlukan pendidikan tentang pemberian makanan dan suplementasi besi.
a. Makanan
- Pemberian ASI minimal 6 bulan.
- Hindari minum susu sapi yang berlebih.
- Tambahan makanan/bahan yang meningkatkan absorpsi besi (buah-buahan,
daging, unggas)
- Hindari peningkatan berat badan yang berlebihan.
- Pemberian Fe dalam makanan (iron Fortified Infant Cereal)
11
b. Suplementasi besi
- Kebutuhan perhari untuk bayi hingga 1 tahun 2 mg Fe/kgBB.
- Bayi prematur membutuhkan Fe dua kali lebih banyak (4mg Fe/kgBB)
- Suplementasi besi juga dibutuhkan pada bayi yang minum ASI lebih dari 6
bulan.
- Untuk menurunkan frekuensi ADB di Indonesia pemerintah memberikan
suplementasi zat besi sebanyak 60 mg besi elemental tiap minggu selama 16
minggu dalam setahun kepada anak sekolah, buruh pabrik dan ibu-ibu hamil.
- Penyuluhan mengenai perbaikan gizi terutama mengenai pentingnya makanan
yang banyak mengandung zat besi untuk pertumbuhan dan peningkatan
prestasi belajar pada anak remaja.7
PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai
berikut:
1. Diagnosis salah
2. Dosis obat tidak adekuat
3. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
4. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap
5. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti: infeksi,
keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi
vitamin B12, asam folat)
6. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus
peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi)7
DAFTAR PUSTAKA
12
1. Bakta, I Made.,Suega,Ketut.,Dharmayuda, Tjokro Gde. Anemia Defisiensi Besi. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi ke-4. Jakarta 2009 FK UI. 1127-1135.
2. Behrman Kliegman, Arvin. Anemia Defisiensi Besi. Nelson’s Textbook of Pediatrics.
Edisi 18 Jakarta. EGC. 2004 ;1691-1694.
3. DJajadiman Gatot, dr. spa(K) Prof, Ponpon Ijradinata, dr sp.a(K) Prof., dkk.
Rekomendasi Ikatan dokter anak indonsia Sumplementasi Besi Pada Anak 2011; 1-9
4. Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC. 1997
5. Iskandar Wihidiyat dr. DR. Prof. Buku Kuliah jilid 1 Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 435-437
6. Pudhiadi A.H, Hegar B, Handryastuti S, dkk Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia 2009; 10-13
7. Raspati H, Reniarti L, dkk. Anemia defisiensi besi. Buku Ajar. Hematologi Onkologi
Anak. Cetakan ke-2 IDAI Jakarta: Badan Penerbit IDAI.2006; 30-42
8. Sudoyo, A., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Pustaka
IPD FKUI: Jakarta
9. Soegijanto,S. Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Jakarta :IDI 2004;
10. Untoro R, Falah TS, Atmarita, Sukarno R, Kemalawati R, Siswono. Anema gizi besi.
Jakarta: DEPKES; 2005; 41-4.
11. World Health Organization. Iron deficiency anemia: assessment, prevention, and
control. A guide for programme managers. Geneva: WHO; 2001
12. Almatsier, S., 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia
13. Conrad, E Marcel, 2006, “Iron Deficiency Anemia: Follow-up”,
Available athttp://emedicine.medscape.com
13
14. Harrison., 2007. Principle of Interna Medicine. Mc-Graw Hill
15. Hoffbrand, A.V., Petit, J. E., Moss, P. A. H., 2005. Kapita Selekta
Hematology. EGC: Jakarta
16. Sudoyo, A., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 Jilid
II. Pustaka IPD FKUI
17. Weiss, Guenter & Goodnough, Lawrence T . Anemia of Chronic
Disease, Thenew england Journal of medicine. n engl j med 352;10
18. Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi
ke-2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.
19. Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and
Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.
20. Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis
CD, Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oski’s Pediatrics : Principles and Practice.
Edisi ke-3. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.
14