287

RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani
Page 2: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

i

RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUA Bagian-1

PPemanfaatan Enam Jenis Tumbuhan

Hutan Penghasil Buah sebagai Sumber

Bahan Pangan di Tanah Papua

Page 3: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

ii

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Undang-Undang Hak Cipta Pasal 2. 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana Pasal 72 1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Page 4: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

iii

RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUA Bagian-1

PPemanfaatan Enam Jenis Tumbuhan

Hutan Penghasil Buah sebagai Sumber

Bahan Pangan di Tanah Papua

Krisma Lekitoo, Ezrom Batorinding, Permenas A. Dimomonmau, Wilson F. Rumbiak

Charlie D. Heatubun dan Hanro Y. Lekitoo

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

2012

Page 5: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

iv

RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUA (Bagian-1) PPemanfaatan Enam Jenis Tumbuhan Hutan Penghasil Buah

sebagai Sumber Bahan Pangan di Tanah Papua

ISBN 978-979-8452-51-2

© Tim Penulis

Cetakan Pertama, November 2012

Peer Reviewer

Prof. Dr Evrizal A.M Zuhud, M.Sc.

Dr. Tati Rostiwati, M.Si.

Proof Reader

Ir. Agustinus P. Tampubolon, M.Sc.

Gambar sampul :

Pulau Yo� Meos, Sagu, ���������, Buah Piarawi, Buah ���, Buah Gayang, �������� dan ���������

Penerbit

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lt XI

Jl Jend. Gatot Soebroto Jakarta Pusat

www.forda-mof.org

Page 6: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

v

“Kami mendedikasikan buku ini untuk mereka yang bekerja dengan hati

di Tanah Papua dan menaruh perhatian pada keanekaragaman

tumbuhan dan lingkungan, para mentor kami dan seluruh masyarakat di Tanah

Papua”

Page 7: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

vi

SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN UCAPAN TERIMAKASIH

xiii

xv

I. PENDAHULUAN

1

II. KEKAYAAN JENIS TUMBUHAN DI TANAH PAPUA 6

A. Potensi Jenis Endemik 6 B. Kondisi Saat Ini 11 C. Status Pemanfaatan oleh Etnik Papua 20

III. SUMBER PANGAN HUTAN DI TANAH PAPUA 21

A. Jenis Tumbuhan Hutan Penghasil Buah Potensial

21 B. Pemanfaatan oleh Beberapa Etnik Papua 22

IV. BUAH TAER (Anisoptera thurifera ssp. polyandra

(Bl.) Ashton) DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU WONDAMA DI PULAU YOP MEOS KABUPATEN TELUK WONDAMA

25

A. Deskripsi Botani 25 B. Kondisi Sosio-Geografis 28

Page 8: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

vii

C. Ekologi Habitat Taer 35 1. Faktor Fisiografis 36 2. Suhu Udara dan Kelembaban 38 3. Keadaan Tanah 40

D. Potensi Tegakan, Struktur Populasi dan Potensi Buah 41

1. Potensi Tegakan 41 a. Tingkat Semai 44 b. Tingkat Pancang 47 c. Tingkat Tiang 51 d. Tingkat Pohon 52

2. Struktur Populasi 54 3. Potensi Buah 57

E. Kandungan Gizi Taer 58 F. Etnobotani Taer dalam Budaya Suku Wondama 59

1. Fungsi Historis dan Pertahanan 60 2. Fungsi Ketahanan Pangan atau Konsumtif 61

G. Konservasi Tradisional 62 H. Status Konservasi 62 I. Prospek Pengembangan 64

V. BUAH PIARAWI (Haplolobus cf. monticola Husson)

DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU WONDAMA DI KABUPATEN TELUK WONDAMA

67

Page 9: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

viii

A. Deskripsi Botani 67 B. Kondisi Sosio-Geografis 70 C. Ekologi Habitat Piarawi 75

1. Faktor Fisiografis 75 2. Suhu Udara dan Kelembaban 76 3. Keadaan Tanah 77

D. Potensi Tegakan dan Buah 78 1. Potensi Tegakan 78 2. Potensi Buah 79

E. Kandungan Gizi Piarawi 80 F. Etnobotani Piarawi dalam Budaya Suku Wondama 82

1. Fungsi Historis dan Pertahanan 83 2. Fungsi Legalitas Perkawinan 84 3. Fungsi Perdamaian atau Rekonsilidasi 85 4. Fungsi Ekonomi 89 5. Fungsi Pewarisan 89

G. Konservasi Tradisional 90 H. Status Konservasi 92 I. Prospek Pengembangan 92

VI. BUAH WOTON (Sterculia shillinglawii F.v. Muell.)

DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT

95 A. Deskripsi Botani 95

Page 10: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

ix

B. Kondisi Sosio-Geografis 98 C. Ekologi Habitat Woton 104

1. Faktor Fisiografis 104 2. Suhu Udara dan Kelembaban 106 3. Keadaan Tanah 106

D. Potensi Tegakan, Struktur Populasi dan Potensi Buah 107

1. Potensi Tegakan 107 a. Tingkat Semai 109 b. Tingkat Pancang 112 c. Tingkat Tiang 114 d. Tingkat Pohon 116

2. Struktur Populasi 118 3. Potensi Buah 120

E. Kandungan Gizi Woton 121 F. Etnobotani Woton dalam Budaya Suku Gebe 121 G. Konservasi Tradisional 124 H. Status Konservasi 124 I. Prospek Pengembangan 126

VII. BUAH GAYANG (Inocarpus fagifer Fosberg) DAN

PEMANFAATANNYA OLEH SUKU ISIRAWA DI KABUPATEN SARMI

129

A. Deskripsi Botani 129

Page 11: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

x

B. Kondisi Sosio-Geografis 134 C. Ekologi Habitat Gayang 139

1. Faktor Fisiografis 139 2. Suhu Udara dan Kelembaban 140 3. Keadaan Tanah 141

D. Potensi Tegakan, Struktur Populasi dan Potensi Buah 142

1. Potensi Tegakan 142 a. Tingkat Semai 144 b. Tingkat Pancang 146 c. Tingkat Tiang 147 d. Tingkat Pohon 148

2. Struktur Populasi 150 3. Potensi Buah 151

E. Kandungan Gizi Buah Gayang 152 F. Etnobotani Gayang dalam Budaya Suku Isirawa 153 G. Konservasi Tradisional 156 H. Status Konservasi 157 I. Prospek Pengembangan 158

VIII. KELAPA HUTAN (Borassus heineanusBecc.) DAN

PEMANFAATANNYA OLEH SUKU MANIREM DI KABUPATEN SARMI

161

A. Deskripsi Botani 161

Page 12: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

xi

B. Kondisi Sosio-Geografis 166 C. Ekologi Habitat Kelapa Hutan 168

1. Faktor Fisiografis 168 2. Suhu Udara dan Kelembaban 169 3. Keadaan Tanah 170

D. Potensi Tegakan, Struktur Populasi dan Potensi Buah 171

1. Potensi Tegakan 171 a. Tingkat Semai 172 b. Tingkat Pradewasa 175 c. Tingkat Dewasa 178

2. Struktur Populasi 180 3. Potensi Buah 181

E. Kandungan Gizi Kelapa Hutan 182 F. Etnobotani Kelapa Hutan dalam Budaya Suku

Manirem 184

G. Konservasi Tradisional 186 H. Status Konservasi 187 I. Prospek Pengembangan 188

IX. ANGGUR PAPUA (Sararanga sinuosa Hemsley)

DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU TEPRA DI KABUPATEN JAYAPURA

192

A. Deskripsi Botani 192 B. Kondisi Sosio-Geografis 197

Page 13: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

xii

C. Ekologi Habitat Anggur Papua 208 1. Faktor Fisiografis 209 2. Suhu Udara dan Kelembaban 209 3. Keadaan Tanah 210

D. Potensi Tegakan, Struktur Populasi dan Potensi Buah 211

1. Potensi Tegakan 211 a. Tingkat Semai 213 b. Tingkat Pradewasa 215 c. Tingkat Dewasa 218

2. Struktur Populasi 220 3. Potensi Buah 222

E. Kandungan Gizi Anggur Papua 223 F. Etnobotani Anggur Papuadalam Budaya Suku

Tepra 224

G. Konservasi Tradisional 225 H. Status Konservasi 226 I. Prospek Pengembangan 227

PENUTUP

230

DAFTAR PUSTAKA 232 GLOSARY 236 INDEKS SUBYEK 255 INDEKS NAMA ILMIAH 263 INDEKS NAMA DAERAH DAN PERDAGANGAN 266

Page 14: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

xiii

SAMBUTAN KEPALA BADAN Papua merupakan salah satu kawasan hutan tropis di

Indonesia yang memiliki zona-zona vegetasi terlengkap di

dunia dan keanekaragaman jenis flora yang sanga tinggi.

Namun sampai saat ini kekayaan flora tersebut belum banyak

dikenal dan diketahui informasi botani, biologi dan

penyebarannya. Demikian pula dengan pemanfaatannya

dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat masih

dalam skala kecil dan bersifat tradisional.

Buku ini mengungkapkan keanekaragaman flora tanah

Papua dan pemanfaatannya oleh masyarakat tradisional dan

prospek pengembangan sebagai diversifikasi bahan pangan.

Buku ini sangat menarik, karena selain memberikan

pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan berguna, di

dalamnya juga akan terungkap rahasia budaya etnik Papua

yang dapat memperkaya khasanah budaya bangsa. Informasi

yang disajikan dilengkapi dengan gambar dan foto, sehingga

jelas untuk dikenal.

Penerbitan buku ini diharapkan dapat menjadi

penyedia Iptek dalam pengembangan penelitian

keanekaragaman flora dan manfaatnya (etnobotani) di

Indonesia dan khususnya di Tanah Papua. Karena,

pengetahuan lokal pemanfaatan jenis tumbuhan akan

Page 15: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

xiv

terinternalisasi dalam budaya setiap etnik sepanjang dilakukan

proses transformasi generasi berikutnya dengan baik.

Saya sampaikan terimakasih dan penghargaan kepada

saudara Krisma Lekitoo, Ezrom Batorinding, Permenas A.

Dimomonmau, Wilson F. Rumbiak, Charlie D. Heatubun dan

Hanro Y. Lekitoo yang telah berhasil menyusun buku ini dan

semoga karya ini merupakan perintis bagi karya-karya

selanjutnya serta menjadi pendorong bagi para peneliti

lingkup Badan Litbang Kehutanan agar terus giat untuk

menghasilkan karya-karya yang bermanfaat untuk kemajuan

Ilmu Pengetahuan di Indonesia.

November , 2012

Dr. Ir. Iman Santoso, M.Sc.

Page 16: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

xv

UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak

baik pribadi maupun lembaga yang telah membantu dalam

proses penerbitan buku ini. Buku ini merupakan hasil sintesa

penelitian Program Insentif Peningkatan Kapasitas Peneliti dan

Perekayasa (PKPP) selama 2 tahun berturut-turut yaitu tahun

2009 dan tahun 2010 yang merupakan hasil kerjasama Badan

Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan dan Kementerian

Negara Riset dan Teknologi.

Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada para pihak yang berkontribusi terhadap

penerbitan buku ini, yakni Balai Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan yang bersedia memfasilitasi karya kami; Ir. Thomas

Nifinluri, M.Sc. dan Dr. Ir. Arif Nirsatmanto (Mantan Kepala

Balai) yang telah mendukung ide-ide kami; Ir. Harisetjono,

M.Sc. selaku Kepala Balai saat ini yang telah membantu

sehingga buku ini dapat diterbitkan; Prof. Dr. Ir. Ervizal A�M.

Zuhud, M.Sc dari Institut Pertanian Bogor; Dr. Dra. Tati

Rostiwati, M.Si dari Badan Litbang Kehutanan selaku Peer

Reviewer dan Ir. Agustinus P. Tampubolon, M.Sc. selaku Proof

Reader�yang telah memberikan saran, masukan dan kritik

Page 17: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

xvi

untuk penyempurnaan tulisan ini sehingga layak untuk

diterbitkan. Kepala Kampung Gambir di Pulau Gag, Kepala

Kampung Yop di Pulau Yop Meos, Kepala Kampung Maniwak

(Miei), Kepala Kampung Amsira dan Kepala Kampung

Tablasupa yang telah mendukung hingga kegiatan penelitian

ini dapat berlangsung; Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian

UGM, Laboratorium Gizi dan Pangan Fakultas Teknologi

Pertanian UGM dan Herbarium Bogoriense LIPI yang telah

membantu dalam proses analisis tanah, kandungan gizi dan

genetika.

Akhirnya kami menyadari bahwa buku Rediversifikasi

Pangan di Tanah Papua (Bagian I)�: Pemanfaatan Enam Jenis

Tumbuhan Hutan Penghasil Buah sebagai Sumber Bahan

Pangan di Tanah Papua,�masih jauh dari sempurna.�Untuk itu,

kami mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi

penyempurnaan buku ini dan seri selanjutnya. Semoga buku ini

memberikan manfaat dan menambah khasanah ilmu

pengetahuan tentang keanekaragaman dan manfaat flora di

Indonesia, khususnya di Tanah Papua.

Manokwari, November 2012

Tim Penulis

Page 18: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Hutan dan masyarakat tradisional di Papua memiliki

hubungan yang sangat erat. Keeratan tersebut nampak dalam

bentuk pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan hutan yang mereka

gunakan. Bentuk pemanfaatan tersebut merupakan suatu

pengetahuan yang tercipta sebagai adaptasi mereka terhadap

faktor ekologis hutan tempat mereka bermukim dan karena mereka

berada di dalamnya dalam jangka waktu yang cukup lama. Kedua

faktor tersebut telah menghasilkan pengetahuan yang lingkup

penggunaanya hanya terbatas pada etnik tertentu, yang dikenal

dengan pengetahuan lokal (local knowledge). Perbedaan cara

pemanfaatan, bentuk pemanfaatan dan jenis tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh tiap etnik sangat dipengaruhi oleh ragam zona

hutan tempat mereka bermukim. Setiap etnik, dalam hal ini, memiliki

cara pemahaman yang berbeda-beda tentang tumbuh-tumbuhan

hutan.

Pengetahuan lokal pemanfaatan jenis tumbuhan akan

terinternalisasi dalam budaya setiap etnik sepanjang dilakukan

proses transformasi kepada generasi berikutnya dengan baik.

Kebudayaan tersebut juga akan bertahan atau berkembang

tergantung pada penyesuaian kebutuhan kelompok-kelompok

masyarakat tertentu terhadap lingkungannya (Ember dan Ember,

1980). Etnobotani yang mempelajari pemanfaatan tumbuhan pada

I. PENDAHULUAN

1

Page 19: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

suatu suku bangsa, dalam hal ini, menjadi kajian yang menarik

pada beberapa etnik di Papua.

Penelitian etnobotani di Tanah Papua sudah dimulai sejak 73

tahun yang lalu. Powell (1976), mencatat bahwa Whiting dan Reed

pada tahun 1939 melakukan penelitian di Jayapura dan sekitarnya,

Brass pada tahun 1941 di daerah Pegunungan Tengah (Paniai dan

sekitarnya), Kaberry pada tahun yang sama di Jayapura dan

sebagian wilayah Papua New Guinea, Luyken dan Koning pada

tahun 1955 di Mappi, Held pada tahun 1957 di Waropen, Oomen

dan Malcolm tahun 1958 di Kepala Burung, Biak dan Waropen,

Oosterwal pada tahun 1961 di Mamberamo dan sekitarnya, Couvee

et al pada tahun 1962 di Pegunungan Tengah (Paniai dan

sekitarnya), Kooijman dan Reynders pada tahun yang sama di

Wamena dan sekitarnya dan Pospisil pada tahun 1963 di

Pegunungan Tengah (Paniai dan sekitarnya).

Setelah Papua resmi masuk dalam pangkuan Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penelitian etnobotani

selanjutnya dilakukan oleh Serpenti tahun 1965 di Pulau Kimam,

Lea tahun 1965 dan 1966 di Jayapura, Helder tahun 1971 di Paniai

dan sekitarnya, Barth tahun 1971 di Wamena dan sekitarnya serta

Hatanaka dan Bragge tahun 1973 di daerah yang sama.

Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut sangat

membantu dalam menyediakan informasi awal bagi penelitian

selanjutnya. Namun sejauh ini informasi yang dihimpun jarang

ditindaklanjuti, sehingga pengetahuan lokal masyarakat mengenai

2

Page 20: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

sumberdaya hutan terutama jenis-jenis tumbuhan potensial belum

banyak terungkap. Penelitian tersebut sesungguhnya sangat

menarik karena selain memberikan pengetahuan tentang tumbuh-

tumbuhan berguna, di dalamnya juga akan terungkap rahasia

budaya etnik di Papua yang dapat memperkaya khasanah budaya

bangsa.

Pengetahuan lokal masyarakat Papua mengenai jenis-jenis

tumbuhan hutan yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan telah

menjadi indikator penting perlunya pengembangan potensi

sumberdaya hutan non kayu di Indonesia pada dekade terakhir ini.

Sumbangan yang diberikan berupa peningkatan ekonomi

masyarakat pedesaan dan perlindungan terhadap sumberdaya

hutan. Dampak yang ditimbulkan tersebut merupakan isyarat bahwa

sudah saatnya potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) perlu

mendapat tempat tersendiri dalam aktivitas ekonomi dan

perlindungan budaya masyarakat lokal. Apabila ditinjau dari sisi

keberlanjutan produktivitas hutan, Upaya semacam ini memiliki

resiko perusakan sumberdaya hutan yang sangat kecil.

Menurut Barber et al (1997), pemanfaatan sumberdaya hutan

secara tradisional atau semi tradisional, biasanya tidak membawa

dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati, namun

permasalahannya adalah luasan hutan Papua terus berkurang

akibat pemekaran kebupaten-kabupaten baru, pembukaan lahan

untuk perkebunan, pembangunan jalan trans Papua dan Papua

Barat dan masih beroperasinya beberapa HPH. Kondisi ini perlu

3

Page 21: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

disikapi dengan kegiatan penelitian potensi HHBK yang digali dari

pengetahuan lokal yang kemudian pemanfaatannya dikembangkan

lewat teknologi yang lebih baik. Apabila kegiatan ini tidak dilakukan

sesegera mungkin, maka pengetahuan lokal yang saat ini masih

ada akan hilang sejalan dengan hilangnya kawasan-kawasan hutan.

Menurut Whitmore (1966) dalam Powell (1976), studi

etnobotani mengenai jenis tumbuhan penghasil bahan pangan

khususnya biji-bijian dan buah-buahan hutan kurang mendapat

perhatian dari para ahli botani, pertanian dan ahli gizi, padahal pada

masa lalu sumber makanan tambahan (suplement food) yang

berasal dari biji-bijian dan buah-buahan hutan memiliki nilai penting

dalam budaya beberapa etnik di wilayah New Guinea.

Beberapa pengetahuan lokal Papua mengenai pemanfaatan

biji dan buah-buahan hutan sebagai bahan makanan, masih sangat

terbatas. Di sisi lain, aplikasi hasil kajian etnobotani, khususnya

bahan pangan yang berasal dari biji-bijian dan buah-buahan hutan

kurang mendapat perhatian dan tindaklanjut dari pemerintah pusat

maupun daerah. Nugroho dan Murtijo (2005), berpendapat bahwa

pada umumnya masyarakat lokal memiliki konsepsi tersendiri

terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan dan konsep seperti ini

tidak dimiliki oleh orang di luar etnis Papua, seperti yang dimiliki

masyarakat etnik Wondama di Teluk Wondama, Gebe di Pulau

Gag, Tepra di Depapre serta Isirawa dan Manirem di Sarmi.

Permasalahan yang muncul adalah apakah potensi jenis-jenis

tumbuhan penghasil bahan pangan masih potensial di hutan alam

4

Page 22: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Papua? dan apakah masyarakat lokal masih memanfaatkan

tumbuh-tumbuhan tersebut sebagai sumber bahan pangan

alternatif? Untuk menjawab masalah tersebut maka sangat

diperlukan penelitian dalam upaya mengumpulkan informasi

pemanfaatan dan keberadaan jenis tumbuhan tersebut di alam.

Adanya kekhawatiran terhadap krisis pangan dunia yang

disebabkan oleh perubahan iklim secara global, mengakibatkan

pemerintah mengeluarkan himbauan untuk meningkatkan

ketahanan pangan dengan memanfaatkan tumbuhan lokal atau

pangan lokal sebagai bahan makanan dan sumber energi untuk

mengantisipasi krisis pangan dan energi global. Sejumlah penelitian

eksploratif sesungguhnya telah dilakukan di Tanah Papua baik oleh

lembaga-lembaga pemerintah maupun non pemerintah.

Tujuan penulisan buku ini adalah untuk memberikan

informasi jenis (kepastian status taksonomi), ekologi habitat, potensi

tegakan, struktur tegakan, potensi buah, kandungan gizi bahan

makanan, etnobotani, konservasi tradisional, status konservasi dan

peluang pengembangan jenis tumbuhan hutan penghasil buah

potensial sebagai diversifikasi bahan pangan di Tanah Papua.

Informasi ini diharapkan menjadi bahan acuan bagi pengembangan

selanjutnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan di Tanah Papua.

5

Page 23: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A. Potensi Jenis Endemik

Tanah Papua yang merupakan sebagian dari Pulau New

Guinea adalah daerah terakhir di dunia yang belum diketahui

dengan baik dan merupakan salah satu pusat keanekaragaman

hayati yang tertinggi di dunia. Pada kawasan ini masih tersimpan

banyak misteri terutama tentang kekayaan jenis tumbuhan (flora),

yang menurut perkiraan para ahli jumlahnya tertinggi pada kawasan

flora malesiana (Petocz, 1987).

Menurut Primack (1998), keragaman flora yang terdapat pada

suatu daerah dipengaruhi oleh faktor biogeografi pulau yang khas

serta faktor-faktor fisik lainnya, misalnya ketinggian tempat, curah

hujan serta garis lintang dan jauh dekatnya suatu daerah atau pulau

dari pulau lainnya. Menurut Hope (1982), yang dikutip oleh Petocz

(1987), hutan Papua merupakan salah satu penyusun formasi hutan

hujan tropis Indo-Malaya yang kaya akan jenis, genera (marga) dan

famili yang bersifat khas dan tidak dijumpai di daerah manapun di

dunia. Menurut Van Bolgooy (1976) dalam Petocz (1987), bahwa

tipe hutan Papua mengandung banyak jenis flora yang dapat

dijadikan tumbuhan berguna bagi manusia. Namun sampai saat ini

kekayaan flora tersebut belum diketahui dengan pasti, belum

dikenal dan diketahui informasi botani, biologi dan penyebarannya.

Demikian pula pemanfaatan dalam rangka peningkatan

kesejahteraan masyarakat masih dalam skala kecil dan bersifat

tradisional.

II. KEKAYAAN JENIS TUMBUHAN DI TANAH PAPUA

6

Page 24: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Secara umum lingkungan flora Tanah Papua dikenal dengan

sebutan ”Papuasia”. Beberapa ahli yang pernah menyampaikan

atau bercerita soal kekayaan flora di Tanah Papua adalah :

1. Paijsman (1976), sebanyak 1.465 jenis (spesies) dari

Angiospermaetelah tercatat di Pulau Papua, dengan perkiraan

mencapai 9.000 jenis.

2. Hope (1978, pemberitaan pribadi) dalam Petocz (1987), jumlah

flora di Tanah Papua diperkirakan 16.000 jenis.

3. Womersly (1978) dalam Petocz (1987), keanekaragaman flora

seluruh Papuasia (termasuk semua famili) diduga melampaui

20.000 jenis.

4. Johns (1997), keanekaragaman flora seluruh Papuasia sangat

tinggi diperkirakan sebanyak 20.000-25.000 jenis.

Perbandingan tingkat keanekaragaman jenis flora Tanah

Papua (Papuasia) dengan beberapa daerah di kawasan Indonesia

secara singkat dapat ditampilkan sebagai berikut (van Steenis-

Kruseman dan van Steenis Cyclopedia of Botanical Exploration in

Malesia, Flora MalesianaI (1).1950) :

1. Sumatera (Andalas) : antara 8.000-10.000 jenis.

2. Kalimantan (Borneo): antara 10.000-15.000 jenis. namun

berbeda dari sumber lainnya yang memperkirakan 25.000 jenis

tumbuhan berpembuluh (tumbuhan berkayu dan non kayu).

3. Jawa (Java) : diperkirakan mencapai 4.500 jenis tumbuhan

berpembuluh (tumbuhan berkayu dan non kayu).

4. Sulawesi (Celebes) : diperkirakan 5.000 jenistumbuhan tinggi

dan 2.100 jenis diantaranya tumbuhan berkayu.

7

Page 25: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

5. Maluku (Moluccas) : belum dapat diperkirakan jumlahnya hanya

tercatat 15.000 koleksi yang berasal dari Maluku dan 2.900

berasal dari Maluku Utara.

6. Kepulauan Sunda Kecil (Bali, Sumba, Sumbawa, NTT, Timor,

Alor) : belum dapat diperkirakan jumlahnya.

Berdasarkan tingkat kekayaan relatif dan keendemikan jenis

tumbuhan, maka Papua berada pada urutan paling tinggi

dibandingkan dengan wilayah lainnya, setelah itu Kalimantan dan

Sumatera. Perbandingan tersebut secara lengkap disajikan pada

Tabel 1. Data tersebut akan berubah sejalan dengan

perkembangan penelitian taksonomi di Tanah Papua dan masing-

masing daerah di Indonesia.

Tanah Papua dengan keanekaragaman jenis flora diduga

berkisar antara 20.000-25.000 jenis, merupakan daerah yang

memiliki keanekaragaman jenis flora tertinggi di Indonesia. Hal ini

sejalan dengan pendapat Petocz (1987) yang menyatakan bahwa

dengan penelitian taksonomi lanjutan, pasti jumlah

keanekaragaman jenis flora di Tanah Papua akan bertambah lagi

sampai melampaui 10.000 jenis dalam tahun-tahun mendatang.

Berdasarkan total perkiraan tersebut maka hanya sebagian saja

yang sudah dikenal terutama dari status taksonominya dan

dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat untuk peningkatan

kesejahteraan mereka.

Disisi lain, kurangnya perhatian pemerintah terhadap data

base keanekaragaman hayati di Tanah Papua menyebabkan laju

8

Page 26: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

perkembangan taksonomi dan etnobotani sangat lambat bahkan

seperti hampir dilupakan.

Tabel 1.Kekayaan jenis endemik flora di beberapa daerah di Indonesia

Wilayah Kekayaan SpesiesEndemik

Persentase Spesies Endemik

(%)Sumatera 820 11Jawa 630 5Kalimantan 900 33Sulawesi 520 7Sunda kecil 150 3Maluku 380 6Papua 1030 55

Sumber : FAO/MacKinnon (1981)dalam Kusmana dan Hikmat (2005)

Tabel 2 menunjukkan jumlah koleksi herbarium selama kurun

waktu tahun 1817-1950, tertinggi di Jawa dan terendah di Nusa

Tenggara. Kerapatan koleksi tertinggi di Maluku dan terendah di

Papua (New Guinea). Selama kurun waktu tahun 1951-2008,

jumlah koleksi herbarium tertinggi di Kalimantan dan terendah di

Papua. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian dan ekspedisi

taksonomi, termasuk pengumpulan spesimen di Tanah Papua

masih sangat rendah sehingga perlu untuk ditingkatkan.

9

Page 27: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Tabe

l 2. P

erba

ndin

gan

jum

lah

kole

ksi h

erba

rium

di T

anah

Pap

ua d

an b

eber

apa

daer

ah d

i Ind

ones

ia

TAH

UN

181

7 -1

950

TAH

UN

195

1 -2

008

PULA

ULU

AS

(KM

2 )JU

MLA

H

NO

MO

R

KO

LEK

SIH

ERB

AR

IUM

RA

TA-R

ATA

N

OM

OR

K

OLE

KSI

PER

10

0 K

M2

JUM

LAH

NO

MO

R

KO

LEK

SI

HER

BA

RIU

M

JUM

LAH

N

OM

OR

K

OLE

KSI

H

IDU

P

Pap

ua( N

ew G

uine

a)2.

980.

155

196.

755

3,6

2.15

0(P

apua

)94

6(P

apua

)

Mal

uku

( Mol

ucca

s)63

.575

27.5

2543

22.2

161.

173

Sul

awes

i( C

eleb

es)

182.

870

32.3

5018

15.4

201.

834

Nus

a Te

ngga

ra98

.625

24.5

4625

4.36

53.

638

Kal

iman

tan

(Bor

neo)

739.

175

91.5

5012

28.8

20(K

alim

anta

n)2.

739

(Kal

iman

tan)

Jaw

a( J

ava)

132.

474

247.

522

254.

363

3.63

8

Sum

ater

a( A

ndal

as)

479.

513

87.9

0018

26.9

663.

357

Sum

ber :

Kar

taw

inat

a, 2

010

10

Page 28: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Ada 4 kabupaten yang memiliki potensi keanekaragaman

hayati yang belum banyak diteliti, yaitu : Kabupaten Teluk

Wondama yang terletak pada “leher burung” pulau Papua,

Kabupaten Sarmi yang terletak di bagian tengah pantai utara,

Kabupaten Jayapura yang terletak di bagian timur pulau Papua dan

Kabupaten Raja Ampat yang merupakan wilayah kepulauan di

“kepala burung (Vogelkop)” pulau Papua. Ke empat kabupaten

tersebut memiliki arti yang strategis dalam potensi keanekaragaman

hayati, dimana memiliki hutan dataran rendah yang sangat luas

dengan tipe ekosistem dari pantai sampai pegunungan tinggi.

Selain itu ke empat kabupaten ini juga memiliki etnik atau suku yang

cukup beragam dengan budaya pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan

hutan penghasil buah-buahan potensial sebagai bahan pangan

yang cukup unik. Beberapa jenis tumbuhan yang dimanfaatkan

sebagai bahan pangan adalah jenis tumbuhan endemik (hanya

terdapat di Tanah Papua saja) dan indigenous (native species) yang

merupakan jenis tumbuhan asli Tanah Papua dengan

penyebarannya selain di Tanah Papua, juga terdapat di Maluku

(Moluccas) dan di Sulawesi (Celebes).

B. Kondisi Saat Ini Jumlah bahasa-bahasa asli Papua adalah 276 bahasa1), dan

dari sini jika merujuk pada bahasa menunjukkan suku bangsa maka

ada 276 suku bangsa asli di Tanah Papua. Dari 276 suku bangsa

1) Data Summer institute of Linguistik, tahun 2011

11

Page 29: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

dan bahasa tersebut, 5 suku bangsa di antaranya sudah tidak ada

lagi (punah), karena sudah tidak ada penutur bahasanya. Artinya

hanya tertinggal 271 suku bangsa dari suku-suku tersebut. Saat ini

telah ditemukan beberapa suku terasing di Tanah Papua sehingga

jumlah suku-suku bangsa di Tanah Papua sudah tentu akan

bertambah. Salah satu suku terasing yang dimaksud adalah Suku

Korowai di Kabupaten Mappi yang hidup di atas pepohonan dan

dikenal dengan “manusia pohon” (the tree people).

Dokumentasi : Hanro Lekitoo, 2010

Gambar1. Rumah orang Korowai yang merupakan masyarakat suku terasing di Kabupaten Mappi

12

Page 30: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Dokumentasi : Hanro Lekitoo, 2010

Gambar 2. Potret laki-laki Korowai dengan panah sebagai alatberperang dan berburu

Dokumentasi : Hanro Lekitoo, 2010

Gambar 3. Perempuan Korowai di DusunSagu sebagai penyedia bahan pangan bagi keluarga

13

Page 31: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Bahasa asli yang berjumlah 271 bahasa tersebut dapat

dikategorikan kedalam dua kategori phylum2) (golongan bahasa)

yakni, golongan (phylum) bahasa-bahasa Austronesia dan golongan

bahasa-bahasa Papua. Bahasa-bahasa yang tergolong dalam

phylum Melanesia mempunyai kesamaan dengan bahasa Melayu

umumnya, sedangkan bahasa-bahasa yang tergolong dalam

phylum Papua adalah khas Papua yang umumnya berada di

daerah Papua dan Papua New Guinea serta beberapa tempat

lainnya seperti di Pulau Timor, Pulau Pantar, Pulau Alor dan

Halmahera Utara.

Sejarah antropologi etnik Papua mencatat bahwa secara

umum etnik Papua yang hidup pada wilayah sungai, muara, pantai

dan hutan dataran rendah memiliki bahan pangan pokok berupa

sagu (Metroxylon sagu) dan umbi-umbian seperti talas, gumbili,

ketela pohon (kasbi) dan ketela rambat (batatas). Sedangkan etnik

Papua yang hidup pada wilayah pegunungan umumnya memiliki

bahan pangan pokok umbian-umbian.

Namun sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi (IPTEK) serta pemekaran wilayah menjadi kabupaten

baru, saat ini boleh dikatakan hampir semua etnik di Papua telah

meninggalkan bahan pangan pokok mereka dan beralih ke beras

yang merupakan bahan pangan pokok nasional. Salah satu

alasannya adalah masyarakat tidak sabar menunggu hasil panen

dari kebun mereka yang menurut mereka waktunya lama. Mereka 2)Lihat Ajamiseba dalam Irian Jaya membangun masyarakat Majemuk (editor-Koentjaraningrat)

14

Page 32: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

lebih tertarik pada beras yang sudah tersedia di pasar. Selain itu

menurut mereka nasi rasanya lebih enak jika dibandingkan dengan

sagu dan umbi-umbian.

Program beras miskin (RASKIN) yang merupakan program

pemerintah saat ini, dianggap oleh bebarapa pengamat pangan

nasional sebagai faktor utama ketergantungan masyarakat

sehingga mereka tidak melakukan kegiatan perladangan

(berkebun). Hal ini telah mengakibatkan lemahnya ketahanan

pangan lokal di Tanah Papua karena adanya ketergantungan

masyarakat terhadap beras. Bahkan dalam upacara-upacara adat

beberapa etnik Papua, nasi (beras) disajikan sebagai bahan pangan

utama sedangkan sagu dan umbi-umbian disajikan sebagai bahan

pangan alternatif saja.

Gambar 4. Sagu (Metroxylon sagus Rottbelliana.), salah satujenis bahan pangan pokok etnik Papua

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

15

Page 33: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Dokumentasi : Ezrom Batorinding, 2012

Gambar 5. Proses pengolahan sagu menjadi aci sagu yangmerupakan bahan pangan pokok etnik Papua

Dokumentasi : Ezrom Batorinding, 2012

16

Page 34: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Masyarakat etnik Papua saat ini yang memanfaatkan bahan

pangan lokal sudah sangat minim sekali. Umumnya mereka yang

memanfaatkan bahan pangan lokal adalah mereka yang hidup pada

daerah-daerah yang sulit dijangkau seperti daerah pegunungan

tengah dan daerah kepulauan serta mereka yang berasal dari

ekonomi lemah.

Gambar6. Umbi-umbian bahan pangan pokok etnik PapuaA. kumbili; B. keladi; C. kasbi (ketela pohon)

Dokumentasi : Hanro Lekitoo, 2011 Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2012

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2012

A B

C

17

Page 35: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Masyarakat akan kembali mengkonsumsi bahan pangan lokal

jika musim paceklik atau persediaan beras di pasar habis akibat

sulitnya transportasi (akses) karena jalan yang terputus atau

gelombang laut yang besar. Namun setelah persediaan beras ada,

masyarakat akan kembali lagi untuk mengkonsumsi beras tersebut.

Di era Otonomi Daerah saat ini, terutama dengan adanya

perkembangan pemekaran wilayah di Tanah Papua, merupakan

saat yang tepat untuk kembali menginventarisasi semua potensi

sumberdaya khususnya flora yang ada demi meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akhirnya akan bermuara bagi

kesejahteraan rakyat tanpa harus melupakan aspek kelestariannya.

Agar dalam pemanfaatan sumberdaya tumbuhan tidak

menimbulkan dampak-dampak negatif yang merupakan ancaman

bagi kelestarian jenis-jenis tumbuhan itu sendiri di masa depan

sangat perlu ditumbuhkan pemahaman yang dalam tentang arti dan

peranan sumberdaya lokal tersebut, sehingga pembangunan yang

dijalankan akan lebih bijaksana dalam mengelola kekayaan alam

tersebut.

Budaya yang bersumber dari lingkungan hutan sedang

berada dalam ancaman seiring laju kerusakan hutan yang semakin

cepat. Menurut data Dinas Kehutanan Provinsi Papua tahun 2001,

dari 21,9 juta hektar hutan produksi, 12 juta hektar telah diberikan

kepada 54 pemegang HPH sedang 11% dari luasan tersebut

tumpangtindih dengan kawasan lindung dan kawasan konservasi

(Anggraeni dan Watopa, 2005). Sedangkan rata-rata hutan yang

ditebang per tahunnya adalah 52.000 ha.

18

Page 36: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Kemerosotan luas hutan di Tanah Papua dipicu oleh

pemekaran wilayah dan rencana pembangunan infrastruktur dan

kebun kelapa sawit. Sampai dengan tahun 2006 sudah dimekarkan

18 kabupaten baru di Tanah Papua. Jumlah ini bertambah menjadi

19 kabupaten setelah Mamberamo Raya dimekarkan. Pada akhir

tahun 2007 disetujui juga 6 kabupaten pemekaran lain, sedangkan

yang masih dalam proses pengurusannya berjumlah 4 kabupaten

baru. Rencana pembukaan lahan-lahan perkebunan kelapa sawit,

pemukiman dan pembangunan jalan trans Papua dan Papua Barat

mendorong terjadinya konversi hutan. Konsekuensi yang harus

dihadapi adalah terjadinya eliminasi luasan hutan yang sangat

besar. Luasan hutan dimaksud banyak mengandung sumberdaya

hutan dengan nilai budaya yang masih memerlukan perhatian untuk

digali manfaatnya.

Hampir setengah abad Papua berintegrasi dengan Negara

Kesatuan Republik Indonesia, belum banyak penelitian mengenai

potensi lokal masyarakat adat sehubungan dengan pemanfaatan

tumbuhan hutan. Padahal hasil penelitian ini adalah inti dari

keterlibatan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan, sumber

informasi bagi pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya baru

yang masih potensial.

Informasi ini diharapkan menjadi bahan acuan bagi

pengembangan jenis-jenis tumbuhan hutan penghasil buah

potensial untuk bahan baku pangan lokal di Tanah Papua dalam

rangka pemenuhan ketahanan pangan lokal, kebutuhan pangan

19

Page 37: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

masyarakat pedesaan, konservasi, budidaya serta peningkatan

manfaat jenis tumbuhan tersebut.

C. Status Pemanfaatan oleh Etnik Papua

Pengetahuan dan pemanfaatan sumberdaya alam tumbuhan

oleh masyarakat tradisional di Papua telah dilakukan secara turun

temurun. Pada umumnya dalam lingkup kehidupan tradisional

masyarakat, ketergantungan hidup terhadap sumberdaya alam

tumbuhan yang tersedia tercermin dari berbagai bentuk tatanan

adat istiadat yang kuat. Ketergantungan masyarakat tersebut

terlihat dari berbagai usaha dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya dengan mencari tumbuhan untuk sumber pangan, bahan

sandang, bahan bangunan, obat-obatan, perkakas dan lain-lain.

Sistem pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tentang alam

tumbuh-tumbuhan, merupakan pengetahuan dasar yang amat

penting dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Pengetahuan tentang pemanfaatan vegetasi ini merupakan warisan

budaya bangsa berdasarkan pengalaman yang secara turun

temurun telah diwariskan oleh generasi yang satu kepada generasi

berikutnya termasuk generasi saat ini dan generasi yang akan

datang. Oleh karena itu, warisan tersebut sangat perlu dijaga dan

dimanfaatkan dengan hati-hati. Masih banyak jalan atau alternatif

yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan agar kita dapat

dikatakan sebagai generasi yang bertanggung jawab karena

menjamin keberadaan keanekaragaman hayati secara

berkelanjutan.

20

Page 38: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Iiiiii

A. Jenis Tumbuhan Hutan Penghasil Buah Potensial

Hasil penelitian etnobotani yang telah dilakukan oleh

beberapa peneliti (Whiting dan Reed tahun 1939, Brass 1941,

Kaberry 1941, Luyken dan Koning 1955, Held 1957, Oomen dan

Malcolm 1958, Oosterwal 1961, Couvee et al 1962, Pospisil 1963,

Serpenti 1965, Lea 1965 dan 1966, Helder 1971, Barth 1971 dan

Hatanaka dan Bragge 1973) menunjukkan bahwa terdapat 225 jenis

tumbuhan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan,

63 jenis diantaranya berupa biji dan buah-buah hutan.115 jenis

tumbuhan sering dimanfaatkan untuk ritual dan magik, 39 jenis

dimanfaatkan untuk pembuatan perahu dan rakit, 26 jenis

dimanfaatkan sebagai obat luka, 8 jenis dimanfaatkan sebagai obat

luka bakar, 49 jenis dimanfaatkan sebagai obat sakit kepala, 38

jenis dimanfaatkan sebagai obat batuk dan pilek, 22 jenis

dimanfaatkan sebagai obat sakit gigi dan infeksi mulut, 57 jenis

dimanfaatkan sebagai obat diare dan sakit perut dan 25 jenis

dimanfaatkan sebagai obat malaria.

Lekitoo et all (2008), mencatat 40 jenis tumbuhan hutan yang

buahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan di Taman

Wisata Alam Gunung Meja Kabupaten Manokwari. Sirami et al

(2009), mencatat terdapat ± 35 jenis tumbuhan hutan yang buahnya

dimanfaatkan oleh masyarakat Waropen sebagai bahan pangan.

III. SUMBER PANGAN HUTAN DI TANAH PAPUA

21

Page 39: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan dan spesimen

herbarium diketahui bahwa enam jenis tumbuhan hutan penghasil

buah potensial sebagai bahan pangan di Tanah Papuayang

dimanfaatkan oleh masyarakat etnik Papua (Wondama, Gebe,

Isirawa, Manirem dan Depapre/Tepra) adalah sebagai berikut :

1. Taer (Anisoptera thurifera ssp. polyandra (Bl.)

Ashton)

2. Waribo (Borassus heineanusBeccarii)

3. Piarawi (Haplolobus cf. monticola Husson)

4. Gayang (Inocarpus fagifer (Park.) Fosberg)

5. Selre (Sararanga sinuosa Hemsley)

6. Woton (Sterculia shillinglawii F.v.Muell.)

A. Papua B. Pemanfaatan oleh Beberapa Etnik Papua

Buah taer (Anisoptera thurifera ssp. polyandra (Bl.) Ashton)

dimanfaatkan bijinya oleh masyarakat Suku Wondama di Pulau Yop

Meos Kabupaten Teluk Wondama seperti kacang hijau, piarawi atau

buah hitam (Haplolobus cf. monticola Husson) dimanfaatkan daging

buahnya sebagai sumber lemak atau seperti alpukat oleh

masyarakat Suku Wondama di Kabupaten Teluk Wondama, buah

woton (Sterculia shillinglawii F.v.Muell.) dimanfaatkan bijinya oleh

masyarakat Suku Gebedi Pulau Gag Kabupaten Raja Ampat seperti

kacang hijau, buah gayang (Inocarpus fagifer (Park.) Fosberg)

dimanfaatkan bijinya oleh masyarakat Suku Isirawa di Kabupaten

Sarmi sebagai bahan pangan sumber protein, buah waribo atau

kelapa hutan (Borassus heineanus Beccarii) dimanfaatkan oleh

22

Page 40: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

masyarakat Suku Manirem di Kabupaten Sarmi sebagai bahan

pangan seperti kelapa pantai (Cocos nucifera) dan selre atau

anggur Papua (Sararanga sinuosa Hemsley) dimanfaatkan buahnya

oleh masyarakat Suku Depapre/Tepra di Kabupaten Jayapura

sebagai bahan pangan seperti buah anggur (Vitis vinifera).

Gambaran umum (sosio-geografis), deskripsi botani, ekologi

habitat, potensi tegakan, struktur tegakan, potensi buah, kandungan

gizi, etnobotani, konservasi tradisional, status konservasi dan

prospek pengembangan dari enam jenis tumbuhan hutan penghasil

buah potensial sebagai bahan pangan tersebut secara sistematik

akan diuraikan lebih lanjut pada halaman berikutnya dari buku ini.

23

Page 41: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Dokumentasi : Charlie D. Heatubun

Gambar7. Buah Taer (Anisoptera thurifera spp. polyandra (Bl.) Ashton24

Page 42: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A. Deskripsi Botani

Anisoptera thurifera ssp. polyandra (Bl.) Asthon(Dipterocarpaceae)

Nama dagang : mersawa Nama daerah : taer (Yop/Wondama), takum (Ambaidiru/Yapen)

Perawakan: Pohon berukuran besar, tingginya mencapai 40–45 m. Batang utama silindris, sedikit berbuncak, berpilin tetapi tidak berlekuk. Bebas cabang mencapai 30 m dengan diameter setinggi dada ± 150 cm, berbanir sedang dengan tinggi 100 cm dan lebar 200 cm. Pepagan luar kasar, berlenti sel, berwarna coklat atau coklat muda keabu-abuan dengan bercak keputihan. Takikan batang pepagan tebalnya 8–10 mm. Tidak bergetah.Pepagan dalam keras dan berserat, berwarna coklat muda sampai coklat kekuningan. Daun tunggal, kedudukan daun melingkar (spiral), berbentuk bulat menjorong, pangkal daun membulat, ujung daun melancip, tepi daun rata ataubergerigi halus, panjang 8–11 cm, lebar 3,5–5 cm, panjang tangkai daun 2,6–3 cm, peruratan daun tenggelam pada permukaan atas, urat daun sekunder menyirip, 10–12 pasang, urat daun tersier berbentuk jala. Permukaan atas berwarna hijau kusam, permukaan bawah hijau muda. Daun tua biasanya berwarna kekuningan. Perbungaanberbentuk malai biasanya pada ketiak daun atau ujung ranting, tangkai bunga panjangnya 5 mm. Bunga daun kelopak bulat telur memanjang, runcing, hijau pucat atau kemerahan, dari luar berambut. Daun mahkota kuning atau putih kehijauan, ke atas tidak melebar, panjang ± 1,3 cm. tonjolan dasar bunga berambut kasar. Bakal buah bulat telur, berambut rapat. Kepala putik tidak melebar. Buah bersayap dengan pangkal membulat atau berbentuk bola, gundul atau berambut halus,berwarna kuning, bergaris tengah ± 2 cm. Biji 1, berdiameter 0,7–1,0 cm, berbentuk bulat pipih dan berwarna hijau terang atau hijau mengkilat.

IV. BUAH TAER (Anisoptera thurifera ssp. polyandra (Bl.) Ashton) DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU WONDAMA DI PULAU YOP MEOS TELUK WAHDAMA

25

Page 43: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 8. Anisoptera thurifera ssp. polyandra(Bl.) Ashton –A. perawakan batang; B. daun; C. buah muda; D. Buah tua

A

B

Dokumentasi: Krisma Lekitoo, 2009

C

Dokumentasi: C. D. Heatubun, 2006

D

Dokumentasi: Krisma Lekitoo, 2009

Dokumentasi: Krisma Lekitoo, 2009

26

Page 44: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Taer (A. thurifera ssp. polyandra (Bl.) Ashton, adalah

merupakan jenis tumbuhan asli (native species) di Papua.

Penyebarannya meliputi Papua, Maluku dan Maluku Utara

(Halmahera). Jenis ini juga merupakan salah satu jenis kayu

komersil di daerah-daerah yang merupakan lokasi penyebarannya.

Sayangnya, jenis ini pada diameter tertentu, tegakan alaminya

sangat mudah diserang oleh bubuk kayu sehingga sering dijumpai

kering atau mati pada hutan alam, terutama pada hutan alam tropis

di Halmahera. Kayunya yang sudah ditebang, apabila terlambat

dikupas kulitnya, dalam beberapa hari akan membusuk karena

sangat mudah diserang hama bubuk kayu.

Taer adalah salah satu dari 15 jenis Dipterocarpaceae yang

dilaporkan terdapat di Papua dan merupakan satu-satunya jenis

dari marga Anisoptera yang terdapat di Papua. Jenis ini biasanya

tumbuh pada hutan dataran rendah bersama-sama dengan jenis

vegetasi berkayu lainnya membentuk formasi hutan hujan dataran

rendah Papua yang sangat kaya akan keanekaragaman jenisnya.

Tumbuh menyebar pada hutan dataran rendah dengan tipe

habitattanah, tanah berbatu dan tanah berkarang dengan

penyebaran secara ekologipada ketinggian tempat dari 10–600m

dpl. Jenis ini termasuk jenis yang berbuah sekali dalam 3 sampai 5

tahun pada umumnya, namun biasanya ada satu sampai beberapa

pohon yang berbuah dan buahnya tidak banyak pada waktu-waktu

tertentu atau pada tahun di mana bukan musim buahnya. Meskipun

berbuah dalam waktu 3 sampai 5 tahun, namun proses

27

Page 45: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

regenerasinya di alam tetap terjaga karena buah yang dihasilkan

sangat banyak.

B. Kondisi Sosio-Geografis

Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten

di Provinsi Papua Barat hasil pemekaran dari Kabupaten Manokwari

yang terbentuk pada tanggal 12 April 2003 berdasarkan UU Nomor

26 Tahun 2002. Kabupaten tersebut terletak pada “leher burung”

pulau Papua dengan koordinat geografis 0°15’00” - 3°25’00”Lintang

Selatan dan 132°35’00” - 134°45’00” Bujur Timur dengan luas

1.440.074 ha dengan rincian 662.786 ha luas daratan dan 778.288

ha luas perairan. Wilayah Kabupaten Teluk Wondama memiliki iklim

tropika basah dengan ciri-ciri curah hujan yang tinggi yaitu berkisar

antara 1.400–4.900 mm per tahun dengan penyebaran merata

sepanjang tahun dan suhu udara berkisar antara 22,9°-33,0°C.

Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yang mencapai

162 mm/bulan (BNPB, 2011).

Secara administratif Kabupaten Teluk Wondama memiliki

batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Distrik Ransiki Kabupaten

Manokwari;

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Distrik Yaur Kabupaten

Nabire;

- Sebelah Timur berbatasan dengan Distrik Yaur Kabupaten

Nabire dan Teluk Cenderawasih;

28

Page 46: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

- Sebelah Barat berbatasan dengan Distrik Idoor dan Kuri

Kabupaten Teluk Bintuni.

Sejarah penulisan atau penyebutan “Wandamen” berasal dari

publikasi para penulis asing yang menuliskan Wondama-man, untuk

menyebutkan keberadaan penduduk lokal yang berada di

Wondama. Secara entimologi Wondama berasal dari bahasa

Wamesa “Won” artinya orang yang ditakdirkan atau ditentukan dan

“Dama” artinya datang dan mendiami tanah dan negerinya. Secara

harafiah Wondama berarti manusia yang dipilih untuk tinggal dan

membangun tanah dan negerinya.

Sejarah asal-usul etnis Wondama berasal dari kepercayaan

tradisional Cargo cults, yang telah dipercaya turun temurun dan

sudah ada sebelum agama Kristen masuk di Wondama. Pola

kepercayaan tradisional Cargo cults terdiri dari : Okultisme,animismedan mitos. Etnis Wondama terdiri dari Suku Wamesa,

Kuri, Miere, Mairasi (Toro), Ambumi, Dusner, Roon dan Sough.

Sistem kepemimpinan tradisional Suku Wondama merupakan

sistem kepemimpinan campuran (Mansoben, 1995). Sistem

kepemimpinan campuran ini merupakan sistem yang memiliki sifat

pewarisan kedudukan yang terdapat dalam sistem kepemimpinan

raja dan Ondoafi, dan sifat pencapaian kedudukan pemimpin yang

terdapat pada sistem kepemimpinan pria berwibawa (bigman). Tipe

kepemimpinan campuran diperoleh pada tingkat stratifikasi sosial

yang rendah dan sifatnya ditentukan oleh waktu dan tempat. Untuk

mencapai kedudukan sebagai seorang pemimpin campuran bisa

29

Page 47: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

berubah-ubah menurut situasi dan kondisi daerah setempat. Untuk

menjadi pemimpin pada masa keadaan relatif kondusif damai dan

makmur, kriteria bagi seorang pemimpin didasarkan atas keturunan,

jadi kedudukan pemimpin diemban oleh seseorang yang

berketurunan pendiri kampung (berlaku sifat pewarisan kedudukan

pemimpin). Sebaliknya jika berada pada situasi tidak kondusif,

ketika masyarakat mengalami kesulitan, misalnya kelaparan karena

musim kering yang berkepanjangan, wabah penyakit yang

menyerang, bahaya karena diserang musuh atau penduduk sedang

dilanda dekadensi moral akibat proses akulturasi, maka kriteria

pemimpin tidak lagi didasarkan pada keturunan, tetapi diutamakan

kepada kemampuan atau kecakapan seseorang untuk menjadi

pemimpin. Dalam keadaan demikian individu-individu dengan

kacakapan tertentu akan tampil ke depan untuk menjadi pemimpin

masyarakatnya dalam usaha mengatasi situasi yang dihadapi.

Pulau Yop adalah salah satu pulau yang terdapat di

Kabupaten Teluk Wondama. Secara administrasi, Pulau Yop

termasuk wilayah Distrik Windisi. Jika ditempuh dengan

menggunakan kendaraan laut dari ibu kota kabupaten, waktunya

sangat relatif tergantung cuaca (gelombang laut), jenis transportasi

dan kecepatan motor laut yang digunakan. Jika menggunakan

perahu semang dengan motor 15 PK, waktu yang ditempuh 2 jam

(tanpa gelombang) dan 2 jam 30 menit sampai 4 jam jika

gelombang. Jika menggunakan perahu semang (longboat) dengan

motor 40 PK, waktu yang ditempuh 1 jam (tanpa gelombang) dan 1

jam 30 menit sampai 2 jam jika gelombang. Jika menggunakan

30

Page 48: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

speedboat dengan motor 40 PK, waktu yang ditempuh 1 jam (tanpa

gelombang) dan I Jam 30 menit sampai 2 jam jika gelombang. Jika

menggunakan speedboat dengan motor 80 PK, waktu yang

ditempuh 30 menit sampai 45 menit (tanpa gelombang) dan 1 jam

sampai 1 jam 30 menit jika gelombang.

Posisi Pulau Yop Meos yang melintang pada bagian

permukaan Teluk Wondama menyebabkan masyarakat Wondama

percaya dan selalu menghubungkan posisi letak pulau tersebut

dengan cerita mitos Kuri dan Pasai. Cerita mitos Kuri dan Pasai

mengisahkan tentang dua orang raksasa bersaudara (kakak dan

adik) yang bernama Kuri dan Pasai. Ke dua raksasa ini akhirnya

berkelahi atau berperang karena adanya selisih paham yang

disebabkan karena tipu muslihat di antara keduanya. Akhirnya

Pasai meninggalkan Kuri dan pergi ke sebelah Barat. Pasai berjanji

akan kembali ke Wondama dengan membawa ilmu pengetahuan

serta benda-benda lainnya. Sementara Kuri tinggal di tempatnya di

Inggorosai (Wondama) dan meninggal akibat tipu muslihat orang

Maniwak (orang-orang kerdil yang tinggal di Miei) hanya karena

keinginannya memakan sagu. Secara umum dari mitos ini

masyarakat asli Wondama percaya bahwa apabila Pasai datang

kembali (pulang) ke Wondama maka Pulau Yop Meos akan

bergerak menutup Teluk Wondama yang dianggap sebagai pintu

masuk ke Kabupaten Wondama sehingga orang Wondama yang

berada di luar Wondama tidak bisa pulang atau kembali lagi ke

Wondama.

31

Page 49: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Mansoben (1995), membagi sistem mata pencaharian suku-

suku di Papua atas empat zona yang masing-masing menunjukkan

diversifikasi terhadap sistem mata pencaharian mereka

berdasarkan kebudayaannya. Ke empat zona ekologi tersebut

adalah :

1. Zona ekologi rawa, daerah pantai dan muara sungai (Swampy

Area, Coastal and Riverine);

2. Zona ekologi daerah pantai dan hutan pantai (Coastal Lowland

Areas);

3. Zona ekologi kaki-kaki gunung serta lembah kecil (Foothills and

Small Valleys);

4. Zona ekologi pegunungan tinggi (Highlands).

Secara umum Kampung Yop Meos termasuk dalam zona

ekologi kedua yaitu daerah pantai dan hutan pantai dengan mata

pencaharian utama adalah berladang berpindah dan mata

pencaharian pendamping yaitu menangkap ikan di sungai dan di

laut.

32

Page 50: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 9

.Lo

kasi

Pul

au Y

op M

eos

di K

abup

aten

Telu

k W

onda

ma

Ket

eran

gan

:

= Lo

kasi

Pen

eliti

an

Pula

u Yo

p

33

Page 51: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar1

0. P

ulau

Yop

Meo

s

Gam

bar 1

0. P

ulau

Yop

Meo

s

Dok

umen

tasi

: K

rism

a Le

kito

o, 2

009

34

Page 52: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

C. Ekologi Habitat Taer

Dalam rangka kegiatan pelestarian atau konservasi terhadap

jenis taer, baik konservasi pada habitatnya di alam (in-situ) maupun

di luar habitatnya (eks-situ), salah satu aspek yang sangat perlu

untuk diketahui adalah aspek ekologi habitat yang meliputi faktor

fisiografi (ketinggian tempat dan kelerengan), iklim (suhu dan

kelembaban), kondisi tanah (tanah, tanah berbatu, tanah berkarang

dan karang) serta kesuburan tanah. Syafei (1994) menyebutkan

bahwa faktor-faktor lingkungan yaitu iklim, edafik (tanah), topografi

dan biotik antara satu dengan yang lain sangat berkaitan erat dan

sangat menentukan kehadiran suatu jenis tumbuhan di tempat

tertentu, namun cukup sulit mencari penyebab terjadinya kaitan

yang erat tersebut. Selanjutnya Marsono (1972) menyebutkan

bahwa kehadiran suatu jenis dalam suatu tempat atau areal

ditentukan oleh beberapa faktor antara lain; habitat, karena habitat

akan mengadakan seleksi terhadap jenis yang mampu beradaptasi

dengan lingkungan setempat, waktu, dengan berjalannya waktu

vegetasi akan berkembang ke arah yang stabil dan kehadiran satu

jenis dapat ditentukan juga oleh vegetasi yang berada di sekitarnya.

Secara umum kepulauan memiliki keanekaragaman spesies

yang lebih rendah dari pada pulau besar. Hal ini disebabkan oleh

waktu yang terbatas untuk mengakumulasi spesies karena umur

kepulauan yang relatif lebih muda (Leksono, 2007). Pada tahun

1961, MacArthur dan Wilson mempublikasikan hipotesis baru

mengenai pola kekayaan spesies di kepulauan.Teori ini

35

Page 53: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

menyatakan sedikitnya jumlah spesies di kepulauan bukan

disebabkan oleh waktu yang terbatas bagi spesies untuk menyebar,

tetapi oleh keseimbangan yang terjadi di semua kepulauan.

1. Faktor Fisiografis

Fisiografis mempunyai efek yang tidak langsung namun

penting artinya bagi penyebaran vegetasi pada lingkungan hutan,

terutama karena pengaruhnya terhadap iklm. Topografi mempunyai

arti klimatis karena menentukan arah dari mana angin bertiup,

kelembaban dan banyaknya presipitasi. Angin selain berperan

dalam menentukan kelembaban, angin juga berperan dalam

penyebaran biji tumbuhan tertentu (Leksono, 2007).

Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu

daerah termasuk perbedaan kecuraman dan bentuk lereng.

Topografi mempengaruhi proses pembentukan tanah dan

kesuburan tanah. Di daerah bergelombang, drainase tanah lebih

baik sehingga pengaruh iklim (curah hujan dan suhu) lebih jelas dan

pelapukan serta pencucian berjalan lebih cepat. Pada daerah yang

berlereng curam kadang-kadang terjadi terus-menerus erosi

permukaan sehingga terbentuklah tanah dangkal (tingkat kesuburan

rendah). Sebaliknya, pada kaki lereng tersebut sering ditemukan

tanah dengan profil dalam akibat penimbunan bahan organik yang

dihanyutkan dari lereng tersebut. Topografi mempengaruhi sifat-

sifat tanah antara lain tebal solum, kandungan bahan organik,

36

Page 54: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

kandungan air tanah, warna tanah, reaksi tanah (pH), kandungan

basa, kandungan garam dan lain-lain (Hardjowigeno, 2007).

Ketinggian tempat mempunyai pengaruh terhadap faktor

iklim. Suhu udara akan menurun jika ketinggian tempat bertambah

(Arifin, 1994). Semakin tinggi letak suatu tempat di Tanah Papua,

keanekaragaman jenis semakin menurun namun tingkat

keendemikan jenis semakin tinggi (Petocz, 1987). Ketinggian

tempat pada habitat pohon buah taer di Kampung Yop Meos (Pulau

Yop) adalah 150–220m dpl. Sesuai ketinggian tempat tumbuhnya

maka taer digolongkan kedalam jenis tumbuhan berkayu (pohon)

dataran rendah.

Tabel 3. Ketinggian tempat dan kelerengan pada habitat taer di Pulau Yop Meos

Habitat Ketinggian tempat(m) dpl

Topografi/kelerengan(%)

1. 150 – 220 20 – 1102. 170 – 220 40 – 1203. 170 – 200 45 –1004. 160 – 220 50 –100

Lereng atau kemiringan lahan adalah sudut yang dibentuk

oleh permukaan tanah dan bidang horisontal. Taer pada Kampung

Yop Meos tumbuh baik pada kisaran kelerangan 20-110%. Kisaran

kelerengan tersebut sangat bervariasi dan memiliki kondisi habitat

yang relatif datar sedikit bergelombang ringan dan sedang sampai

bergelombang berat. Kondisi habitat demikian secara alami sangat

37

Page 55: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

berdampak terhadap penyebaran dan kuantitas pertumbuhan taer.

Kualitas pertumbuhan taer pada habitat datar dan bergelombang

umumnya sangat baik, namun sangat berbeda dalam banyaknya

individu (kuantitasnya). Daerah datar dan lembah umumnya lebih

banyak individu dibanding daerah punggung dan puncak bukit.

2. Suhu Udara dan Kelembaban

Pengaruh iklim terhadap tumbuh-tumbuhan sangat nyata.

Perbedaan kondisi atmosfer baik secara lokal maupun regional

akan menyebabkan suatu variasi dalam formasi hutan. Jika kita

mengamati distribusi tumbuhan yang ada di muka bumi, terlihat

bahwa semakin ke kutub yang bersuhu rendah, keragaman

tumbuhan semakin menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa

banyak jenis tumbuhan yang hanya dapat hidup pada suhu hangat

atau beriklim tropis.

Taer tumbuh pada daerah dengan naungan sedang sampai

berat (75–95%) dengan suhu optimum berkisar antara 27–30ºC dan

kelembaban optimum berkisar antara 79–90%. Adanya kisaran

demikian disebabkan karena penyebaran buah taer secara alami di

Pulau Yop Meos adalah pada bagian punggung dan puncak bukit.

Hal ini mengindikasikan bahwa taer mampu tumbuh pada habitat

dengan naungan yang cukup berat (tajuk sangat rapat).

38

Page 56: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

Tabel 4. Suhu udara dan kelembaban serta persen penutupan tajuk pada habitat Taer di Pulau Yop Meos

Suhu udara berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu

merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada

jenis-jenis tumbuhan yang hanya dapat tumbuh pada kisaran suhu

udara tertentu. Umumnya pertumbuhan meningkat kalau suhu

udara naik dan menurun kalau suhu udara turun, disebabkan

karena pengaruh cahaya terhadap aktifitas metabolisme. Pengaruh

nyata dari suhu udara terhadap pola-pola dalam ekosistem adalah

terjadinya zonasi dan stratifikasi.

Kelembaban udara, yang dinyatakan sebagai banyaknya

kandungan uap air dalam udara, merupakan fungsi dari banyak dan

lamanya curah hujan. Kelembaban mempengaruhi suhu udara.

Kelembaban cenderung kurang dari pantai mengikuti ketinggian

tempat atau kelembaban berbanding lurus dengan ketinggian

tempat.

Persen penutupan tajuk menunjukkan banyak cahaya yang

dapat menembus strata atau tajuk hutan dan sampai ke lantai

hutan. Pada hutan tropis cahaya merupakan faktor pembatas.

No. Suhu udara(ºC)

Kelembaban(%)

Penutupan Tajuk(%)

1. 27 - 29 80 – 88 902. 28 - 30 79 – 85 753. 28 - 29 80 – 85 804. 27 - 29 83 – 90 95

39

Page 57: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Jumlah cahaya yang menembus melalui sudut hutan akan nampak

menentukan lapisan (strata) yang dibentuk oleh pepohonan.

Pulau yang tidak bergunung atau berbukit rendah memiliki

curah hujan yang rendah sedangkan pulau yang bergunung-gunung

memiliki curah hujan yang tinggi. Air penting bagi pertumbuhan

pohon karena pada daerah yang suhunya memungkinkan bagi

pertumbuhan pohon, pepohonan tersebut akan lebih tergantung

pada suplai air.

3. Keadaan Tanah

Taer umumnya tumbuh pada habitat tanah dengan keadaan

solum yang dangkal (± 10 cm) sampai sedang (± 20 cm), sedikit

berbatu, daerah berkarang dengan banyak serasah atau bahan

organik yang proses dekomposisinya lambat dan tanah umumnya

lembab. Habitat demikian umumnya terdapat pada daerah

bergelombang ringan sampai bergelombang berat yang cukup

curam (kelerengan < 45 %) atau pada daerah puncak bukit.

Adanya curah hujan dan suhu udara tinggi di daerah tropika

menyebabkan reaksi kimia berjalan cepat sehingga proses

pencucian dan pelapukan berjalan cepat. Akibatnya pada daerah

tropika Indonesia, khususnya di Papua, telah mengalami pelapukan

lanjut, rendah kadar unsur hara dan bereaksi masam. Di daerah

yang beriklim lebih kering yang juga terdapat di Tanah Papua,

pencucian tidak berjalan intensif sehingga tanahnya kurang masam

dan lebih tinggi kadar basa-basanya.

40

Page 58: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UGM

Tabel 5. Kesuburan tanah pada habitat taer di Pulau Yop Meos

ParameterUji

NilaiKandungan

Satuan

N 0,12 %P 587,36 ppmK 0,12 %Fe 4,29 %Mg 1,39 %

pH (T) 6,65 - 7,98 -C/N ratio 32,33 -

Bahan Organik 10,80 %

Tanah pada habitat taer bersifat netral sampai agak alkalis

(pH 6,65 - 7,98), N tersedia sangat rendah, P tersedia sangat tinggi,

Mg tersedia sedang, C/N ratio sangat tinggi dan K tersedia rendah.

Berdasarkan sifat tanah tersebut, tampak bahwa jenis tanah pada

habitat taer di Pulau Yop Meos tergolong jenis tanah marginal

dengan tingkat kesuburan sangat rendah sampai rendah.

D. Potensi Tegakan, Struktur Populasi dan Potensi Buah

1. Potensi Tegakan

Vegetasi berkayu yang tumbuh bersama taer dari tingkat

semai sampai tingkat pohon pada kawasan hutan dataran rendah

punggung dan puncak bukit Pulau Yop Meos berjumlah 62 jenis

(spesies) yang terdiri dari 35 famili. Secara rinci sebagai berikut;

pada tingkat pohon terdapat 40 jenis dari 27 famili, tingkat tiang47

jenis dari 29 famili, tingkat pancang 51 jenis dari 32 famili dan

tingkat semai 58 jenis dari 33 famili.

41

Page 59: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Potensi tegakan taer pada hutan alam tropis di Pulau Yop

Meos, berdasarkan tingkat pertumbuhannya yaitu semai, pancang,

tiang dan pohon, dapat dilihat pada Gambar 11.

Populasi untuk setiap tingkat pertumbuhan pada habitat

pohon taer membentuk kurva pertumbuhan yang relatif normal yaitu

berbentuk huruf J terbalik. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi

hutan habitat taer di Pulau Yop Meos tergolong baik atau belum

mendapatkan tekanan berupa kerusakan yang cukup berarti.

Gambar 11. Potensi tegakan taer berdasarkan tingkat pertumbuhan di Pulau Yop Meos

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

42

Page 60: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Struktur populasi yang demikian menurut Ewusie (1990),

disebabkan oleh dua faktor yang saling berkaitan yaitu strategi jenis

tersebut untuk mempertahankan keberadaannya dan adanya faktor

seleksi alam yang disebut seleksi – r. Hubungan ke dua faktor

tersebut adalah untuk mempertahankan keseimbangan dan

keberadan jenis taer tersebut di alam yang pada akhirnya peran

kuantitas jenis akan berubah menjadi kualitas jenis.

Jumlah anakan (semai) yang sangat banyak dibandingkan

dengan pancang, tiang dan pohon disebabkan karena jenis ini

meskipun periode berbuahnya cukup lama (3-5 tahun sekali) tetapi

pada waktu berbuah akan menghasilkan buah yang maksimal

dalam jumlah banyak dengan kematangan fisiologis buah yang baik

dan penyebaran benih yang maksimal, karena buahnya yang sudah

masak secara fisiologi sangat mudah diterbangkan oleh angin.

Kondisi Pulau Yop Meos yang sangat dipengaruhi oleh angin laut

menyebabkan pada musim berbuahnya jenis taer, hampir semua

bagian pulau terdapat buah/benih taer yang diterbangkan oleh

angin. Hal ini yang menjadi indikator bagi masyarakat di Pulau Yop

Meos kalau jenis ini memang sedang berbuah dan merupakan

masa puncak berbuah atau masa berbuah optimal. Jika demikian,

maka masyarakat akan mengadakan ritual bersama yaitu berupa

ibadah bersama di gereja sebagai tanda untuk memulai kegiatan

pemanenan.

43

Page 61: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

a. Tingkat Semai

Komposisi jenis vegetasi atau tumbuhan dalam suatu

ekosistem dapat diartikan sebagai variasi jenis flora dan merupakan

daftar floristik jenis tumbuhan yang menyusun suatu komunitas

berdasarkan hasil deskripsi (Soerianegara dan Indrawan, 2005).

Daftar floristik berguna untuk analisis vegetasi karena merupakan

salah satu parameter guna mengetahui keanekaragaman jenis

tumbuhan (species diversity) di dalam komunitasnya.

Menurut Gopal dan Bhardwaj (1979), untuk kepentingan

deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga

macam parameter kuantitatif antara lain; densitas (kerapatan),

frekuensi dan dominansi. Indeks nilai penting (important value

index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk

menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-

spesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Soegianto, 1994).

Spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa) dalam suatu

komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi,

sehingga spesies yang paling dominan akan memiliki indeks nilai

penting yang paling besar. Smith (1977) menyatakan bahwa jenis

dominan adalah jenis yang dapat memanfaatkan lingkungan yang

ditempatinya secara efisien daripada jenis lain dalam tempat yang

sama.

Taer pada tingkat permudaan semai, ternyata merupakan

salah satu jenis yang mendominasi kawasan punggung dan puncak

bukit pada hutan di Pulau Yop. Sepuluh jenis permudaan tingkat

44

Page 62: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

semai yang paling mendominasi kawasan punggung dan puncak

bukit pada kawasan hutan di Pulau Yop Meos secara lengkap

disajikan pada Tabel 6. Jenis yang paling dominan berturut-turut

pada kawasan hutan punggung dan bukit di Pulau Yop Meos

adalah Podocarpus neriifolius, Vatica rassak, Litsea ladermanii,

Lunasia amara dan Anisoptera thurifera. Hal ini menunjukkan

adanya tingkat toleransi yang tinggi dan luas dari ke 5 jenis ini serta

adanya strategi regenerasi yang baik dari jenis ini dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya yang dikenal dengan

seleksi-r.

Menurut Banister (1980), respon yang berbeda terhadap

faktor-faktor lingkungan pada setiap tingkat pertumbuhan ditentukan

oleh kemampuan suatu jenis. Selanjutnya dikatakan bahwa

kemampuan suatu jenis untuk tetap bertahan ditentukan oleh

berbagai faktor, di antaranya sifat jenis itu sendiri dan

tanggapannya terhadap faktor lingkungan. Menurut Barstra (1998),

pola aliran air, ketinggian tempat dan tipe tanah adalah faktor-faktor

yang sangat menentukan komposisi jenis suatu hutan.

45

Page 63: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Tabel 6. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan semai pada habitat taer di Pulau Yop Meos

Potensi permudaan anakan atau semai taer adalah sebanyak

6.750 anakan per hektar. Jenis ini menempati posisi dominan ke 5.

Dominannya jenis taer ini disebabkan karena jumlah individunya

yang banyak pada tingkat semai bukan karena penyebaran

individunya yang merata, hal ini menggambarkan bahwa jenis ini

menggunakan strategi – r dalam proses regenerasinya.

Adanya seleksi – r (alam) menyebabkan jenis-jenis vegetasi

pada tingkat semai menggunakan jumlah individu yang sedikit untuk

mempertahankan keberadaan jenisnya, namun setelah melalui

proses seleksi – r sampai individu tingkat pancang, kualitas jenisnya

lebih berperan penting. Walaupun jumlah individunya tidak banyak

pada tingkat semai dan tumbuhan muda namun individu-individu

NAMA JENIS K(n/ha)

KR(%)

F FR(%)

INP(%)

Podocarpus neriifolius 6250 11,36 0,7 9,86 21,22Vatica rassak 9250 16,82 0,3 4,23 21,04Litsea ladermanii 5750 10,45 0,6 8,45 18,91Lunasia amara 7000 12,73 0,4 5,63 18,36Anisoptera thurifera 6750 12,27 0,1 1,41 13,68Antiaris toxicaria 2750 5,00 0,6 8,45 13,45Lepinopsis ternatensis 2750 5,00 0,4 5,63 10,63Sterculia parkisionin 2500 4,55 0,4 5,63 10,18Dacussocarpus wallichianus 1250 2,27 0,4 5,63 7,91Haplolobus monticola 1000 1,82 0,4 5,63 7,45

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

46

Page 64: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

tersebut merupakan individu yang secara alami dianggap telah

mampu dan stabil beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuh,

karena memiliki kualitas yang baik.

b. Tingkat Pancang

Taer pada tingkat permudaan pancang, ternyata merupakan

salah satu jenis yang mendominasi kawasan punggung dan puncak

bukit pada hutan di Pulau Yop. Sepuluh jenis permudaan tingkat

pancang yang paling mendominasi kawasan punggung dan puncak

bukit pada hutan di Pulau Yop dapat dilihat pada Tabel 7. Pada

tingkat pancang, jenis yang paling dominan berturut-turut pada

kawasan hutan punggung dan puncak bukit Pulau Yop Meos adalah

Lunasia amara, Palaquium amboinensis, Podocarpus

neriifolius,Vatica rassak dan Haplolobus celebicus.

Dominannya jenis Lunasia amara pada habitat buah taer yaitu

pada kawasan hutan punggung dan puncak bukit di Pulau Yop

Meos disebabkan karena jenis ini memiliki kisaran toleransi yang

sangat tinggi terhadap habitat dengan tanah berkarang dan karang.

Habitat punggung dan puncak bukit Pulau Yop Meos yang

merupakan tanah berkarang dan karang sangat mendukung bagi

pertumbuhan jenis Lunasia amara. Karena kemampuannya yang

baik untuk tumbuh pada daerah berkarang, jenis Lunasia amara

oleh beberapa suku yang bermukim pada kawasan hutan dataran

rendah di Papua dikenal dengan sebutan “kayu karang”.

47

Page 65: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

Tabel 7. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan pancang pada habitat taer di Pulau Yop Meos

NAMA JENIS K(n/ha)

KR(%)

F FR(%)

INP(%)

Lunasia amara 440 13,41 0,4 6,90 20,31Palaquium amboinensis 360 10,98 0,5 8,62 19,60Podocarpus neriifolius 200 6,10 0,4 6,90 12,99Vatica rassak 280 8,54 0,2 3,45 11,98Haplolobus celebicus 200 6,10 0,3 5,17 11,27Aglaia spectabilis 160 4,88 0,3 5,17 10,05Gironniera nervosa 120 3,66 0,3 5,17 8,83Prunus arborea 120 3,66 0,3 5,17 8,83Dacussocarpus walichianus 160 4,88 0,1 1,72 6,60Anisoptera thurifera 80 2,44 0,2 3,45 5,89

Potensi permudaan tingkat pancang taer adalah sebanyak 80

pohon per hektar. Jenis ini menempati posisi dominan ke 10.

Dominannya jenis taer disebabkan karena penyebaran individunya

yang merata bukan karena individunya yang banyak, bila

dibandingkan dengan jenis Dacussocarpus walichianus yang

memiliki individu yang banyak tetapi penyebarannya sangat tidak

merata.

Pada tingkat pancang, proses suksesi masih terus

berlangsung. Komposisi jenis, kerapatan dan frekwensi merupakan

gambaran awal bagi proses ekologi yang terjadi pada habitat taer.

Kerapatan atau densitas adalah besarnya populasi dalam suatu unit

ruang, yang pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu-

individu dalam setiap unit luas atau volume (Gopal dan Bhardwaj,

48

Page 66: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

1979). Kerapatan populasi bervariasi menurut waktu dan tempat.

Dalam pengkajian suatu kondisi populasi atau komunitas hutan,

kerapatan populasi merupakan parameter utama yang perlu

diketahui. Kerapatan populasi merupakan salah satu hal yang

menentukan pengaruh populasi terhadap komunitas atau

ekosistem. Kerapatan juga sering dipakai untuk mengetahui

perubahan yang terjadi dalam populasi pada saat tertentu.

Perubahan yang dimaksud adalah berkurang atau bertambahnya

jumlah individu dalam setiap unit luas atau volume.

Adanya perbedaan jenis dominan dan komposisi jenis pada

tingkat semai dan pancang disebabkan karena penyebaran jenis

yang tidak merata dan kemampuan beradaptasi dari setiap jenis.

Hal ini sesuai dengan pendapat Korner (1999), dalam Dolezal dan

Srutek, 2002) yang menyatakan bahwa penyebaran atau

persebaran suatu jenis tumbuhan secara tidak langsung

dipengaruhi oleh interaksi antara vegetasi dan suhu udara,

kelembaban udara, dan kondisi topografi seperti ketinggian

tempatdan ketebalan tanah. Habitat taer yang memiliki tipe habitat

yang bervariasi yaitu tanah berbatu, tanah berkarang dan karang

dengan keadaan topsoil yang berbeda diduga merupakan faktor

yang mempengaruhi penyebaran jenis vegetasi pada tingkat semai,

di mana penyebaran jenis pada habitat tanah dan tanah berbatu

akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan habitat tanah berkarang

atau berkarang.

49

Page 67: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 12. Kayu Karang (Lunasia amara),jenis yang paling dominan pada tingkat pancang di Pulau Yop Meos – A. batang; B. daun; C. buah tua

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2007

C

A

B

50

Page 68: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

c. Tingkat Tiang

Pada tingkat permudaan tiang, taer merupakan salah satu

jenis yang mendominasi kawasan punggung dan puncak bukit

pada hutan di Pulau Yop Meos. Sepuluh jenis permudaan tingkat

tiang yang paling mendominasi kawasan punggung dan puncak

bukit pada kawasan hutan di Pulau Yop Meos disajikan pada Tabel

8.

Tabel 8. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan tiangpada habitat taer di Pulau Yop Meos

NAMA JENIS K(n/ha)

KR(%)

FR(%)

DR(%)

INP(%)

Podocarpus neriifolius 70 10,4 9,09 9,41 28,95

Anisoptera thurifera 60 9,0 9,09 9,63 27,67

Horsfieldia sylvestris 50 7,5 7,27 5,88 20,62

Campnosperma brevipetiolata 40 6,0 3,64 4,70 14,31

Calophyllum pseudovitiense 30 4,5 3,64 4,96 13,08

Dacussocarpus walichianus 30 4,5 3,64 4,77 12,88

Spathiostemon javaensis 30 4,5 3,64 4,26 12,38

Homalium foetidum 20 3,0 3,64 4,07 10,69

Lepinopsis ternatensis 20 3,0 3,64 3,85 10,47

Calophyllum inophyllum 20 3,0 3,64 3,85 10,47

Pada tingkat tiang, jenis yang paling dominan berturut-turut

pada kawasan hutan punggung dan puncak bukit di Pulau Yop

Meos adalah Podocarpus neriifolius, Anisptera thurifera, Horsfieldia

sylvestris, Campnosperma brevipetiolata dan Calophyllum

51

Page 69: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

pseudovitiense. Dominannya jenis-jenis tersebut mengindikasikan

bahwa jenis ini tumbuh dan menyebar merata karena mampu

beradaptasi dengan semua tipe habitat yang ada pada kawasan

hutan punggung dan puncak bukit di Pulau Yop Meos.

Potensi permudaan tingkat tiang taer adalah sebanyak 60

pohon per hektar. Jenis ini menempati posisi dominan ke 2.

Dominannya jenistaerdisebabkan karena jumlah individunya yang

banyak, penyebaran individu yang merata dan rata-rata

pertumbuhan riap diameter yang baik.

d. Tingkat Pohon

Fase pertumbuhan pohon merupakan tahap akhir suksesi

pada habitat taer. Pada tingkat pohon, taer merupakan salah satu

jenis yang mendominasi kawasan punggung dan puncak bukit

pada kawasan hutan di Pulau Yop Meos. Sepuluh jenis vegetasi

tingkat pohon yang paling mendominasi kawasan hutan punggung

dan puncak bukit di Pulau Yop Meos disajikan pada Tabel 9. Jenis

yang paling dominan berturut-turut pada kawasan hutan punggung

dan puncak bukit di Pulau Yop Meos adalah Vatica rassak,

Anisoptera thurifera, Haplolobus lanceolatus, Spathiostemon

javaensis dan Pterygota horsfieldii. Dominannya jenis-jenis ini

menunjukkan bahwa jenis-jenis ini mempunyai toleransi yang tinggi

terhadap lingkungannya. Selain memiliki adaptasi yang baik

sehingga tersebar merata, jenis-jenis tersebut juga memiliki

kemampuan pertumbuhan diameter dan tinggi yang optimal

52

Page 70: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

sehingga jenis ini memungkinkan untuk mendominasi strata teratas

dan menjadi penciri tegakan utama di kawasan ini.

Tabel 9. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat pohon padahabitat taer di Pulau Yop Meos

NAMA JENIS K(n/ha)

KR(%)

FR(%)

DR(%)

INP(%)

Vatica rassak 20 9,20 9,21 10,43 28,83Anisoptera thurifera 15 6,90 6,58 10,23 23,71Haplolobhus lanceolatus 12.5 5,75 6,58 3,73 16,06Spathiostemon javanensis 12.5 5,75 6,58 3,50 15,83Pterygota horsfiedii 7.5 3,45 3,95 6,40 13,80Pometia coreacea 10 4,60 2,63 5,92 13,15Lepinopsis ternatensis 10 4,60 5,26 3,02 12,88Pertusadina eurynchae 10 4,60 3,95 3,28 11,82Dysoxylum sp. 10 4,60 3,95 2,29 10,84Podocarpus neriifolius 5 2,30 2,63 4,79 9,72

Jenis vegetasi tingkat pohon lainnya yang memiliki INP yang

rendah disebabkan karena jenis tersebut tidak mampu bersaing

dengan jenis lainnya atau sesama jenisnya terhadap lingkungan

yang rendah, karena setiap jenis vegetasi membutuhkan lingkungan

yang sesuai bagi pertumbuhannya mulai dari semai sampai pohon

sesuai tingkat suksesi yang terjadi pada habitatnya.

Potensi vegetasi tingkat pohon taer adalah sebanyak 20

pohon per hektar. Jenis ini menempati posisi dominan ke 2.

Dominannya jenis taer ini disebabkan karena jumlah individunya

yang banyak serta rata-rata pertumbuhan riap diameter yang cukup

53

Page 71: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

baik, bukan karena penyebaran individunya yang merata.

Berdasarkan fakta tersebut dapat diindikasikan bahwa jenis pohon

taer tidak mampu tumbuh atau beradaptasi pada habitat karang

tetapi mampu tumbuh dan beradapatasi dengan habitat tanah

berbatu dan tanah berkarang.

2. Struktur Populasi

Struktur populasi taer di Pulau Yop Meos dapat diketahui

dengan pendekatan jumlah individu untuk setiap tingkat

pertumbuhan yang ditemukan pada kawasan hutan tersebut. Pada

fase semai, pancang, tiang dan pohon jumlah individu, tingkat

populasi dan persen kegagalan dapat dilihat pada Tabel 10.

Struktur populasi taer pada Tabel 10 memperlihatkan suatu

bentuk piramida populasi yang normal di mana semai (57,54%),

menempati alas piramida, pancang (26,82%) pada tingkat kedua

dari alas piramida, tiang (10,06%) pada tingkat ketiga dan pohon

(5,59%) pada tingkat keempat atau tingkat paling atas dari alas

piramida.

54

Page 72: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

Tabel 10. Tingka tpopulasi dan persen kegagalan taer pada fase semai, pancang, tiang dan pohon

Tingkat pertumbuhan

Jumlah individu

Persen(%)

Jumlah gagal

Persen(%)

Semai 103 57,54 - -Pancang 48 26,82 55 53,40Tiang 18 10,06 20 41,67Pohon 10 5,59 8 44,44Jumlah 179 100,00 83 139,51

Persentase kegagalan taer dari fase semai ke fase pancang

53,40%. Persentase kegagalan tersebut tergolong besar. Hal ini

disebabkan karena adanya seleksi alam baik ekstern maupun

intern. Secara ekstern adalah persaingan antara individu taer (inter-

specific competition) maupun dengan jenis vegetasi lain (inter-

specific competition) pada tingkat yang sama maupun antar strata

dalam memperebutkan ruang tempat tumbuh, cahaya dan unsur

hara. Sedangkan faktor intern meliputi sifat genetika dan potensi

taer serta kemampuan adaptasi individu terhadap seleksi alam

tersebut.

55

Page 73: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 13. Vatica rassak, Jenis yang paling dominan pada tingkat pohon di pulau Yop Meos -A. batang; B. daun; C. buah

Persentase kegagalan taer dari fase pancang ke fase tiang

adalah sebesar 41,67%. Persentase kegagalan tersebut tergolong

rendah karena umumnya individu-individu jenis ini yang telah

mencapai fase tiang adalah individu-individu yang telah melalui

proses seleksi alam sehingga mampu tumbuh dan beradaptasi

dengan lingkungan. Namun demikian adanya persaingan terhadap

ruang dan waktu mengakibatkan persen kegagalan jenis taer pada

fase tiang hingga mencapai fase pohon sebesar 44,44%.

C

A

B

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2006

56

Page 74: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

3. Potensi Buah

Menurut masyarakat di Pulau Yop, pohon taer hanya

berbuah sekali dalam 5 tahun dan tahun 2009 bukan merupakan

tahun berbuah untuk pohon taer tersebut, namun dalam survey

lapangan ditemukan satu pohon yang berbuah dengan potensi

buah yang cukup banyak. Pengamatan terhadap potensi buah

hanya dilakukan pada satu pohon tersebut.

Pohon yang berbuah tersebut berdiameter 50 cm, tinggi

bebas cabang 12 m dan tinggi total 35 m. Hal ini menyebabkan

adanya dugaan sementara bahwa kemungkinan pohon taer pada

awal berbuah atau pertama kali berbuah pada diameter pohon lebih

besar dari 25 cm, mengingat bahwa jenis pohon tersebut

merupakan tipe pohon berukuran besar atau raksasa pada hutan

tropis di Indonesia.

Berdasarkan hasil pengamatan potensi buah terhadap satu

pohon berbuah tersebut, dapat diketahui bahwa potensi buah taer

per pohon sangat bervariasi menurut umur, diameter dan tinggi

pohon. Namun secara umum potensi buah pada pohon berbuah

tersebut jika diukur dengan ember ukuran 5 kg, maka untuk pohon

tersebut akan menghasilkan 40–50 ember. Hal ini disebabkan

karena buah yang dihasilkan oleh pohon tersebut meskipun sangat

kecil (berdiameter ± 1 cm) tetapi jumlahnya sangat banyak.

57

Page 75: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Gizi dan Pangan Fapertek UGM Tahun 2009

E. Kandungan Gizi Taer

Kandungan gizi buah taer secara lengkap disajikan pada

Tabel 11. Nampak bahwa kandungan protein, lemak dan vitamin C

pada buah taer cukup tinggi. Perbandingan kandungan gizi buah

taer dengan beberapa jenis buah yang sudah dikenal dan sering

dikonsumsi oleh masyarakat seperti alpukat, durian, sirsak, langsat,

pepaya, rambutan dan salak dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 11. Kandungan gizi taer

Komponen Hasil Analisis Rata-RataSampel 1 Sampel 2

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Protein Total

Serat Kasar

Vitamin C

70,41

1,50

12,92

3,99

5,201

156,99

70,90

1,47

12,88

4,12

5,203

159,70

70,65

1,49

12,90

4,06

5,202

158,35

58

Page 76: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009 dan data Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB Bogor, 2006 dalam Sirami 2009 dan The Indonesian Commodity System, IPB dalam Suhardi et al, 2006

Tabel 12. Perbandingan kandungan gizi Taer dengan beberapa jenis buah-buahan dan biji-bijian

Buah Protein(gr)

Lemak(gr)

Vit C(mg)

Air(gr)

TaerKacang hijauKedelaiSorghumJagungKacang tanahAlpukatDurianSirsakLangsatPepayaRambutanSalak

4,0623,036,99,89,420,00,92,51,00,90,52,00,9

12.901,217,23,304,2045,06,53,00,30,20

0,10

158,35-----

135,3203,078582

70,6612,49,811,213,5

-84,465

81,781

86,780,578

Kandungan protein, lemak dan vitamin C pada taer

umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis-jenis buah

lainnya yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia secara

umum. Taer memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dari biji-

bijian dan kacang-kacangan yang sering dikonsumsi oleh

masyarakat di Indonesia.

F. Etnobotani Taer dalam Budaya Suku Wondama

Buah taer, merupakan salah satu jenis buah yang bijinya

dikomsumsi seperti kacang hijau oleh masyarakat suku (etnik)

Wondama (khususnya masyarakat di Pulau Yop Meos dan Pulau

59

Page 77: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Meoswar (Roswar) secara turun temurun sejak zaman nenek

moyang hingga sampai saat ini. Tidak ada bukti yang tepat

menjelaskan sejak kapan masyarakat tradisional tersebut pertama

kali mengkonsumsi jenis buah taer tersebut. Namun secara budaya

buah taer ini memiliki beberapa fungsi atau peranan yang penting

dalam perkembangan budaya suku Wondama (terutama bagi

masyarakat suku/etnik Wondama yang tinggal di daerah kepulauan)

yaitu :

1. Fungsi Historis dan Pertahanan

Masa sebelum injil masuk di Tanah Papua (sebelum tahun

1855), orang Wondama masih hidup dalam masa pengayauan

seperti etnik-etnik lain di Papua. Masa ini ditandai dengan

gencarnya perang-perang suku antar orang Wondama dengan

orang Biak, orang Numfor, dan orang Mansinam. Kadang juga

mereka melakukan aksi pembajakan di tengah laut terhadap setiap

kapal atau perahu yang melewati daerah teritorial mereka. Dalam

melakukan peperangan atau aksi pembajakan biasanya mereka

dapat meninggalkan kampung mereka selama berminggu-minggu

bahkan berbulan-bulan (van Hasselt, 2002).

Makanan yang dikonsumsi mereka selama perjalanan adalah

selain beriam tereu atau sagu buah hitam, adalah buah taer. Buah

taer yang belum diolah dapat bertahan dalam waktu lama dan tidak

cepat rusak. Cara memasak atau mengolahnya pun tidak rumit.

Buah taer yang telah direbus biasanya dimakan bersama sagu.

60

Page 78: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 14. Buah taer yang telah dibelah untuk diambil bijinya sebagai bahan pangan

Kalori yang dihasilkan taer lebih banyak dibanding sagu, karena

buah taer mengandung protein, lemak dan vitamin yang lebih tinggi.

2. Fungsi Ketahanan Pangan atau Konsumtif

Buah taer merupakan makanan tambahan bagi masyarakat

Wondama (khususnya masyarakat yang hidup di daerah

kepulauan). Kebiasaan ini hanya berlangsung ketika musim

berbuah. Buah taer akan menjadi makanan utama apabila

hubungan transportasi antara daerah kepulauan dan tanah besar

(daratan Papua) terputus akibat gelombang laut yang besar

sehingga masyarakat tidak dapat mencari ikan di laut dan

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

61

Page 79: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

mendapatkan pasokan makanan lain dari luar sehingga dalam

masa tersebut, masyarakat hanya mengkonsumsi buah taer saja.

Dalam pemanfaatannya, jarang sekali biji dari buah ini

dimakan tanpa dicampur dengan jenis makanan lain. Biasanya

selain dimakan dengan sagu, biji buah taer juga dapat dimakan

dengan kasbi (ketela pohon), petatas (ketela rambat) dan keladi.

Jika dimakan tanpa dicampur dengan bahan pangan lain, badan

akan terasa lemas dan menyebabkan rasa ngantuk yang

mengakibatkan tertidur dalam waktu lebih lama dari waktu tidur

normal. Karena kandungan lemak, protein dan vitamin yang tinggi,

maka masyarakat memanfaatkannya sebagai makanan tambahan

sumber lemak dalam menu makanan setiap hari, terutama pada

saat musim berbuah jenis ini.

G. Konservasi Tradisional

Masyarakat Suku Wondama (terutama orang yang berdiam di

Pulau Yop dan Pulau Meoswar) telah lama memanfaatkan buah

taer dalam kehidupan budaya dan keseharian mereka. Namun

sampai saat ini masyarakat belum melakukan kegiatan budidaya

(konservasi tradisional).

H. Status Konservasi

Taer adalah salah satu jenis pohon indigenous atau

tumbuhan asli (native species) di Papua. Di Indonesia, jenis ini

penyebarannya meliputi Papua, Maluku dan Maluku Utara

(Halmahera). Secara ekologi, taer merupakan jenis yang banyak

62

Page 80: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

terdapat pada hutan tropis dataran rendah pada kawasan hutan

dengan topografi landai, bergelombang atau punggung bukit dan

puncak bukit. Penyebaran jenis ini secara alami pada ketinggian

tempat 10–600 m dpl.

Selain bijinya dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh

masyarakat di Pulau Yop Meos (seperti kacang hijau), jenis ini juga

merupakan jenis kayu perdagangan (komersial) di daerah

penyebarannya. Sayangnya, jenis taer adalah jenis yang tidak

tahan terhadap serangan hama bubuk kayu sehingga dalam

pemanfaatannya, perlu dilakukan pengawetan kayu secara cepat

dan tepat.

Meskipun secara tradisional masyarakat di Pulau Yop Meos

belum melakukan kegiatan budidaya (konservasi tradisional) namun

secara umum penyebaran jenis ini secara alami di Pulau Yop Meos

masih cukup tersedia. Pada skala yang lebih luas, jenis ini juga

terdapat pada hampir sebagian wilayah di Papua dan

regenerasinya juga sangat mudah di alam. Namun secara umum,

dalam proses regenarasinya, jenis ini sangat menyukai hutan

sekunder atau daerah-daerah yang terbuka, baik secara alami

maupun akibat campur tangan manusia (kebun tradisional).

Meskipun jenis ini secara global belum dinyatakan sebagai

spesies terancam punah, namun untuk mencegah terjadinya

kepunahan secara ekologis di Pulau Yop Meos, sekarang mungkin

sudah saatnya untuk melakukan kegiatan penanaman dalam

rangka penghijauan dan/atau reboisasi pada kawasan hutan Pulau

63

Page 81: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Yop Meos. Mengingat bahwa Pulau Yop Meos sebagai ekosistem

kepulauan sangat rentan terhadap kepunahan spesies, terutama

kepunahan secara ekologis (suatu spesies dinyatakan punah atau

hilang dari suatu kawasan ekologis tertentu) maka sangat

diperlukan dukungan kerjasama dengan Pemerintah Daerah

setempat melalui instansi teknis (Dinas Kehutanan) setempat dalam

kegiatan konservasi in-situ dan pengembangan tanaman taer.

I. Prospek Pengembangan

Taer sangat potensial untuk dikembangkan di seluruh Tanah

Papua terutama pada daerah yang memiliki tipe ekosistem hutan

dataran rendah. Pengembangan atau penanaman jenis ini dalam

bentuk kebun koleksi sangat mudah untuk dilakukan mengingat

jenis ini tidak membutuhkan karakter habitat yang spesifik.

64

Page 82: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 1

5. P

enye

bara

n ta

er(A

niso

pter

a th

urife

ra) d

i Tan

ah P

apua

Ket

eran

gan

:=

Loka

si P

enye

bara

n

65

Page 83: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

Gambar 16. Buah Piarawi atau Buah Hitam

(Haplolobus cf. monticola Husson)66

Page 84: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A. Deskripsi Botani

Haplolobus cf. monticola Husson (Burseraceae)

Nama dagang : kenari Nama daerah : piarawi, buah hitam (Wondama)

Perawakan: Pohon berukuran sedang, tingginya mencapai 24–30m. Batang utama silindris, kadang-kadang sedikit berbuncak tetapi tidak berlekuk dan berpilin. Bebas cabang mencapai 10-12 m dengan diameter setinggi dada ± 50 cm, berbanir kecil atau kadang-kadang tanpa banir. Pepagan luar kasar, bersisik, berwarna coklat, coklat kekuningan atau coklat muda abu-abu. Takikan batang pepagan tebalnya 5–8 mm. Mengandung resin berwarna bening yang bila teroksidasi dengan udara berubah warna menjadi coklat kekuningan. Pepagan dalam keras, berwarna krem. Daunmajemuk tunggal, bersirip ganjil, kedudukan daun tersebar atau spiral, anak daun 3–5 pasang, berbentuk membundar telur menjorong sampai menjorong, pangkal anak daun membaji, ujung melancip, bertepi rata atau bergelombang, panjang 10–21 cm, lebar5–1 cm, panjang tangkai anak daun 2,5–3 cm. peruratan daun tenggelam pada permukaan atas daun, urat daun sekunder menyirip beraturan atau tidak beraturan, melengkung busur, 10–12 pasang, urat daun tersier berbentuk jala. Jumlah anak daun 5–(7)–9, tangkai anak daun membengkak pada kedua ujung. Perbungaan berbentuk malai biasanya terdapat pada ketiak daun. Bunga berwarna putih kekuningan, berukuran kecil, bergaris tengah 4– 6 mm. Buah berbentuk lonjong, panjang 2,5–3,2 cm, bergaris tengah 1,2–1,5 cm, buah muda berwarna hijau, buah matang berwarna hitam. Biji tunggal, panjang 1,8–2,2 cm, bergaris tengah 0,7–1 cm.

V. BUAH PIARAWI (Haplolobus cf. monticola Husson) DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU WONDAMA DI KABUPATEN TELUK WONDAMA

67

Page 85: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

D

Dokumentasi : Liafrida T, 2006

Gambar 17. Haplolobus cf. monticola Husson – A. perawakan batang; B. daun; C. buah muda; D. buah tua

B

C

68

Page 86: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Piarawi (Haplolobus cf. monticola Husson) merupakan jenis

tumbuhan endemik dan indigenous atau asli (native species) di

Papua. Penyebarannya sangat terbatas yaitu hanya terdapat di

semenanjung Wondama. Jenis ini menurut informasi masyarakat

dibawa dari daerah Goni (suatu daerah yang merupakan

perbatasan Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Nabire).

Jenis ini kemudian dibawa dan ditanam oleh orang tua dan

kemudian dibudidayakan di pinggir-pinggir rumah sebagai

tumbuhan penghasil buah. Secara ekonomis, jenis ini bukan

termasuk jenis kayu perdagangan karena diameternya kurang dari

60 cm dan memiliki bebas cabang yang umumnya rendah atau

kurang dari 10 m.

Haplolobus cf. monticola, adalah salah satu dari 15 jenis

Haplolobus yang dilaporkan terdapat di Papua. Jenis ini tumbuh

pada hutan dataran rendah bersama-sama dengan vegetasi

berkayu lainnya membentuk hutan hujan tropis dataran rendah di

Semenanjung Wondama. Secara ekologi, jenis ini tumbuh dan

menyebar pada daerah tanah dan tanah berbatu dengan ketinggian

tempat 10 – 500 m dpl. Namun khusus untuk daerah Pulau Yop,

jenis ini dapat tumbuh pada daerah tanah berkarang sampai karang

yaitu di punggung-punggung bukit.

Berdasarkan informasi dan hasil penelitian, jenis buah hitam

juga dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Biak di Pulau Numfor

Kabupaten Biak Numfor, masyarakat Serui di Pulau Yapen

Kabupaten Yapen dan masyarakat Suku Muyu dan Muyu Mandobo

69

Page 87: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

di Kabupaten Boven Digul (Tanah Merah) Merauke. Namun secara

taksonomi jenis buah hitam yang dimanfaatkan oleh masyarakat di

Pulau Numfor, Pulau Yapen dan Baven Digul berbeda dengan jenis

buah hitam yang terdapat di Kabupaten Teluk Wondama. Jenis

buah hitam yang dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional di Pulau

Numfor, Pulau Yapen dan Boven Digul adalah Haplolobus

floribundus sedangkan yang dimanfaatkan oleh masyarakat

Wondama adalah Haplolobus cf. monticola. Begitu kentalnya

pemanfaatan buah hitam oleh masyarakat Wondama sehingga jenis

ini memiliki fungsi dan peranan yang penting dalam kehidupan

budaya masyarakat Wondama. Berbeda dengan pemanfaatan buah

hitam oleh masyarakat tradisional Papua lainnya yang tidak begitu

kental sehingga tidak mempengaruhi budaya masyarakat setempat.

Secara budaya, buah hitam merupakan makanan favorit

(kesukaan) masyarakat tradisional di Teluk Wondama. Selain dapat

dimakan secara langsung (buah masak), buah hitam juga dapat di

campur dengan aci sagu dan kemudian dibakar atau dipanggang

dengan api. Hasil bakaran tersebut dikenal dengan sebutan “Sagu

Buah Hitam”

B. Kondisi Sosio-Geografis

Sama halnya dengan buah taer, studi pemanfaatan buah

piarawi juga dilakukan di Kabupaten Teluk Wondama.

Sebagaimana dijelaskan pada Bab IV terdahulu, kabupaten Teluk

Wondama yang terletak pada “leher burung” pulau Papua

mempunyai iklim tropika basah dan didiami oleh etnis Wondama

70

Page 88: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

yang mempunyai sistem kepemimpinan campuran (Mansoben,

1995). Pola hubungan masyarakat dan peradaban di kabupaten ini

terus berkembang yang diawali dengan kegiatan misionaris Kisten

Protestan dan pendidikan formal. Salah satu bukti dari

perkembangan masyarakat di Tanah Papua dapat dijumpai di

Kabupaten Teluk Wondama dengan adanya situs peradaban orang

Papua. Wondama sendiri dikenal sebagai kota peradapan orang

Papua karena merupakan daerah pertama berdirinya lembaga

pendidikan formal yaitu sekolah guru Kristen di Miei. Sekolah ini

dibangun oleh para Zeendeling (misionaris) dari Eropa yang

bertujuan untuk mendidik dan memperkenalkan orang Papua

kepada dunia pengetahuan formal yang pada kemudian hari

akhirnya bisa menyebar ke berbagai pelosok di Tanah Papua.

Pada masa Kolonial Belanda Kampung Maniwak (Miei)

merupakan pusat kegiatan Zeendeling atau Zending (Misionaris

Kristen Protestan). Utusan Zending yang sangat terkenal dan selalu

dikenang sepanjang masa oleh masyarakat di Wondama secara

khusus dan Tanah Papua secara umum adalah Isak Samuel Keijne

(yang dikenal dengan sebutan I.S. Keijne). Beliau terkenal karena

menulis syair “Nyanyian Rohani” bagi seluruh umat Kristen

Protestan di dunia dan menciptakan beberapa syair lagu Papua di

antaranya lagu “Hai Tanahku Papua”. Salah satu kata berkat dari

Bapak Pdt. I.S.Keijne yang selalu terkenang bagi masyarakat

Wondama dan masyarakat Papua serta umat Kristen Protestan di

Papua adalah : “Barangsiapa bekerja di Tanah ini (Tanah Papua)

71

Page 89: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 18. Situs peradapan orang Papua di Kampung Maniwak (dahulu Miei) Kabupaten Teluk Wondama

dengan jujur dan benar, akan mendapatkan satu tanda heran ke

tanda heran lainnya”.

Studi pemanfaatan buah piarawi secara mendalam dilakukan

di Kampung Maniwak, Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama.

Secara umum, Kampung Maniwak termasuk dalam zona ekologi

pertama berdasarkan zona ekologi yang dikembangkan oleh

Mansoben (1995), yaitu rawa, daerah pantai dan muara sungai

dengan mata pencaharian utama adalah meramu sagu serta

berladang berpindah dan mata pencaharian sampingan yaitu

menangkap ikan di sungai dan di laut. Makanan pokok mereka

adalah aci sagu dan umbi-umbian.

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2006

72

Page 90: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Kampung Maniwak (dahulu disebut Miei) adalah salah satu

kampung yang terdapat pada Distrik Wasior Kabupaten Teluk

Wondama. Jarak Kampung Maniwak dari ibu kota kabupaten Teluk

Wondama adalah ± 2 km. Jika berjalan kaki dapat ditempuh

dengan waktu 30 menit. Jika menggunakan kendaraan roda 2 atau

4, dapat ditempuh dalam waktu 5–10 menit. Kampung Maniwak

merupakan pusat peradaban orang Wondama dan orang Papua

secara umum.

73

Page 91: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 1

9. L

okas

i Kam

pung

Man

iwak

diK

abup

aten

Tel

uk W

onda

ma

Ket

eran

gan

: =

L

okas

i Pe

nelit

ian

Kam

pung

Man

iwak

74

Page 92: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

C. Ekologi Habitat Piarawi

Dalam rangka kegiatan pelestarian atau konservasi terhadap

jenis piarawi, baik konservasi pada habitat aslinya di alam (in-situ)

maupun di luar habitat aslinya (eks-situ), salah satu aspek yang

sangat perlu untuk diketahui adalah aspek ekologi habitat yang

meliputi faktor fisiografi (ketinggian tempat dan kelerengan), iklim

(suhu udara dan kelembaban), kondisi habitat (tanah, tanah

berbatu, tanah berkarang dan karang) serta kesuburan tanah.

1. Faktor Fisiografis

Ketinggian tempat habitat piarawi di Kampung Maniwak

Distrik Wasior adalah 5-50 m dpl. Sesuai ketinggian tempat

tumbuhnya maka piarawi digolongkan ke dalam jenis tumbuhan

berkayu (pohon) dataran rendah.

Tabel 13. Ketinggian tempat dan kelerengan pada habitat Piarawi di Kampung Maniwak

Habitat Ketinggian tempat(m) dpl.

Topografi/kelerengan(%)

1. 5 0 – 52. 10 5 – 103. 12 5 – 104. 20 10 - 205. 50 10 - 35

Piarawi pada Kampung Maniwak Distrik Wasior tumbuh baik

pada kelerangan 0–35 %. Kisaran kelerengan tersebut sangat

75

Page 93: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

bervariasi dan memiliki kondisi habitat yang datar sampai sedikit

bergelombang. Kondisi habitat demikian secara alami sangat

berdampak terhadap penyebaran dan kuantitas pertumbuhan

piarawi. Dari hasil pengamatan, kualitas pertumbuhan pohon

piarawi pada habitat datar dan bergelombang umumnya sangat

baik, namun sangat berbeda dalam banyaknya individu

(kuantitasnya). Daerah datar dan lembah (cekungan kecil)

umumnya lebih banyak individu dibanding daerah puncak

cekungan.

2. Suhu Udara dan Kelembaban

Suhu udara dan kelembaban serta penutupan tajuk (persen

naungan) pada habitat piarawi disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Suhu udara dan kelembaban serta persen penutupan tajukpada habitat piarawi di Kampung Maniwak

Habitat Suhu udara (ºC)

Kelembaban(%)

Persen Penutupan Tajuk(%)

1. 27 - 30 75 – 82 502. 28 - 31 72 – 80 353. 30 - 31 70 – 75 204. 27 - 29 78 – 85 605. 27 - 29 78 – 88 70

Piarawi tumbuh pada daerah-daerah dengan naungan ringan

sampai sedang (20–70%) dengan suhu optimum berkisar antara

27–31º C dan kelembaban optimum berkisar antara 70–88%.

76

Page 94: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Adanya kisaran demikian disebabkan karena jenis buah

hitam/piarawi umumnya ditanam pada areal pekarangan atau

kebun bersama-sama dengan durian (Durio zibethinus), rambutan

(Nephelium lappaceum), sagu, langsat (Lansium domesticum),

pinang (Areca catechu), mangga (Mangifera indica), nangka

(Artocarpus integra) dan manggis (Garcinia mangostana) di mana

faktor habitat sangat dipengaruhi oleh campur tangan manusia. Hal

ini mengindikasikan bahwa piarawi mampu tumbuh pada habitat

dengan naungan ringan dan jenis tersebut sudah dapat

dibudidayakan oleh masyarakat.

3. Keadaan Tanah

Piarawi umumnya tumbuh pada habitat tanah dengan

keadaan solum yang sedang (± 20 cm) sampai dalam (± 30 cm),

sedikit berbatu, banyak serasah atau bahan organik dengan kondisi

tanah umumnya agak lembab, lembab, sedikit berair atau

berlumpur. Habitat demikian umumnya terdapat pada tanah/daerah

datar sampai bergelombang ringan yang tidak curam (kelerengan <

30 %).

77

Page 95: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UGM Tahun 2009

Tabel 15. Kesuburan tanah pada habitat piarawi di Kampung Maniwak

Parameter uji Sampel Tanah Kampung Maniwak

Satuan

N 0,13 %P 553,31 ppmK 0,47 %Fe 1,84 %Mg 0,57 %

pH (T) 6,0 - 6,31 -C/N ratio 7,54 -

Bahan Organik 3,91 %

Tanah pada habitat piarawi bersifat agak masam (pH 6,0 –

6,31), N tersedia sangat rendah, P tersedia sangat tinggi, Mg

tersedia rendah, C/N ratio rendah dan K tersedia sedang.

Berdasarkan sifat fisik tanah tersebut, jenis tanah pada habitat

piarawi di Kampung Maniwak tergolong jenis tanah marginal

dengan tingkat kesuburan rendah.

D. Potensi Tegakan dan Buah

1. Potensi Tegakan

Potensi tegakan piarawi tidak dilakukan pada hutan alam

tetapi dilakukan pada areal pekarangan rumah dan areal kebun

yang dimiliki oleh penduduk asli Suku Wondama di Kampung

Maniwak Distrik Wasior. Hal ini disebabkan karena sudah banyak

masyarakat yang melakukan kegiatan budidaya (menanam)

78

Page 96: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

piarawi. Batasan yang digunakan dalam penilaian potensi

tegakanpohon piarawi adalah keluarga (hak milik per KK atau

keluarga besar). Alasan lain mengapa tidak dilakukan pengamatan

potensi pada hutan alam adalah persebaran pohon piarawi pada

hutan alam di sekitar Kampung Maniwak sudah sangat terbatas

sekali. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa piarawi yang

dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional di Kabupaten Teluk

Wondama tidak menyebar merata di Semenanjung Wondama

seperti halnya buah matoa (Pometia pinnata Forst.) yang dapat

dijumpai pada semua hutan dataran rendah di Kabupaten Teluk

Wondama.

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa rata-rata

setiap keluarga asli Suku Wondama memiliki 5 sampai 15 pohon

piarawi. Menurut kebiasaan, hak milik pada pohon piarawi tersebut

dapat bersifat individu (perorangan) maupun bersifat hak milik

bersama dalam keluarga.

2. Potensi Buah

Hal yang positif pada musim berbuah piarawi, umumnya

semua pohon piarawi berbuah serentak. Namun yang cukup unik

(mungkin perlu diteliti lebih lanjut) adalah waktu masak atau matang

buah tersebut tidak sama untuk setiap wilayah atau kampung di

Kabupaten Teluk Wondama. Umumnya buah hitam akan matang

dari arah Barat ke arah Utara, dimulai dari Kampung Dusner dan

berakhir pada Kampung Aisandami. Hal ini sangat dipengaruhi oleh

lamanya sinar matahari menyinari dan waktu penyinaran pada

79

Page 97: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

wilayah-wilayah tersebut yang dikenal dengan “efek bayang-

bayang”.

Potensi buah piarawi per pohon sangat bervariasi menurut

umur, diameter dan tinggi pohon. Namun secara umum rata-rata

potensi buah jika diukur dengan ember ukuran 5 kg, maka untuk

setiap pohon yang berdiameter 20–30 cm akan menghasilkan 10–

20 ember, pohon berdiameter 30–40 cm akan menghasilkan20–30

ember, pohon berdiameter 40–50 cm akan menghasilkan 25-35

ember dan pohon berdiameter >50 cm akan menghasilkan 35

ember.

E. Kandungan Gizi Piarawi

Kandungan gizi piarawi disajikan pada Tabel 16. Kandungan

protein, lemak dan vitamin C pada buah hitam umumnya cukup

tinggi. Perbandingan kandungan gizi buah hitam dengan beberapa

jenis buah yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia

dapat dilihat pada Tabel 17.

80

Page 98: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Gizi dan Pangan Fapertek UGM

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009 dan data Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB Bogor, 2006 dalam Sirami 2009 dan The Indonesian Commodity System, IPB dalam Suhardi et al, 2006

Tabel 16. Kandungan gizi piarawi

Macam Analisa Hasil Analisis Rata-Rata

Sampel 1 Sampel 2

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Protein Total

Serat Kasar

Vitamin C

64,57

1,19

14,69

2,51

10,73

279,20

64,49

1,17

14,77

2,44

10,68

275,70

64,48

1,18

14,73

2,48

10,70

277,45

Tabel 17. Perbandingan kandungan gizi piarawi dengan beberapa jenis buah

Buah Protein(gr)

Lemak(gr)

Vit C(mg)

Air(gr)

Piarawi/Buah HitamAlpukatDurianSirsakLangsatPepayaRambutanSalak

2,480,902,501,000,900,502,000,90

14,736,503,000,300,20

00,10

0

277,4513,005,3020,003,0078,0058,002,00

64,4884,4065,0081,7081,0086,7080,50,78,00

81

Page 99: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Kandungan protein, lemak dan vitamin C piarawi umumnya

lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis-jenis buah lainnya yang

sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

F. Etnobotani Piarawi dalam Budaya Suku Wondama

Secara umum masyarakat suku (etnik) Wondama yang

bermukim di daerah tanah besar (Pulau Papua) memiliki bahan

pangan pokok utama yaitu aci sagu dan umbi-umbian seperti kimpul

atau keladi (Xanthosoma violaceum), ketela rambat atau betatas

(Ipomoea batatas), talas (Colocasia esculenta) dan ketela pohon

atau kasbi (Manihot utillisima). Mata pencaharian utama mereka

adalah perladangan berpindah.

Sejalan dengan dinamika pembangunan dan terbentuknya

Kabupaten Teluk Wondama sejak tahun 2003, masyarakat

Wondama, khususnya yang hidup di tanah besar (Pulau Papua),

telah mengalami perubahan dalam hal makanan pokok. Saat ini

masyarakat tidak lagi memanfaatkan aci sagu dan umbi-umbian

sebagai bahan pangan pokok tetapi masyarakat telah beralih ke

beras sebagai bahan pangan pokok.

Piarawi, merupakan salah satu jenis buah yang dikomsumsi

oleh masyarakat suku Wondama secara turun temurun sejak

zaman nenek moyang hingga sampai saat ini. Buah piarawi yang

telah matang dapat dimakan secara langsung atau diolah terlebih

dahulu. Masyarakat suku Wondama memanfaatkan buah piarawi

pada musim berbuahnya saja.

82

Page 100: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Jika dimakan secara langsung, buah piarawi biasanya

direndam terlebih dahulu pada air selama beberapa jam, atau

biasanya direndam dari malam sampai pagi. Cara ini digunakan

untuk mempermudah daging buah terlepas dari bijinya. Jika diolah

terlebih dahulu, maka buah yang sudah direndam tersebut dilepas

daging buahnya dan dicampurkan dengan aci sagu dan ditambah

dengan gula pasir secukupnya, kemudian diaduk atau dicampurkan

dan dimasukkan ke dalam wadah daun sagu yang telah disiapkan

untuk selanjutnya dibakar atau dipanggang pada api. Buah piarawi

sangat erat kaitannya dengan budaya masyarakat suku Wondama

karena buah ini, baik dimakan langsung maupun diolah terlebih

dahulu, sering digunakan dalam upacara adat.

Tidak ada bukti yang dapat menjelaskan dengan tepat sejak

kapan orang Wondama pertama kali mengkonsumsi buah piarawi

tersebut. Namun secara budaya buah piarawi ini memiliki beberapa

fungsi atau peranan yang penting dalam perkembangan budaya

suku Wondama, yaitu :

1. Fungsi Historis dan Pertahanan

Masa sebelum injil masuk di Tanah Papua (sebelum tahun

1855), orang Wondama masih hidup dalam masa pengayauan

seperti etnik-etnik lain di Papua. Masa ini ditandai dengan

gencarnya perang-perang suku antar orang Wondama dengan

orang Biak, orang Numfor, dan orang Mansinam. Mereka juga

kadang-kadang melakukan aksi pembajakan di tengah laut

terhadap setiap kapal atau perahu yang melewati daerah teritorial

83

Page 101: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

mereka. Selama melakukan peperangan atau aksi pembajakan

biasanya mereka dapat meninggalkan kampung mereka selama

berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan (van Hasselt, 2002).

Makanan yang dikonsumsi mereka selama perjalanan adalah

beriam tereu atau sagu buah hitam. Sagu buah hitam dapat

bertahan dalam waktu lama dan tidak cepat rusak. Kalori yang

dihasilkan buah piarawi lebih banyak dibanding sagu yang tidak

dicampurkan buah hitam, karena sagu buah hitam mengandung

lemak dan protein yang tinggi, sehingga disebut sebagai “sagu

perang.”

2. Fungsi Legalitas Perkawinan

Sagu buah hitam (Bariam tereu) dalam ritual adat orang

Wondama merupakan makanan khas yang hanya disajikan pada

upacara antar mas kawin, tusuk telinga dan meminang calon

pengantin wanita. Dalam upacara antar mas kawin, sagu buah

hitam berfungsi juga sebagai alat tukar oleh keluarga mempelai

wanita terhadap piring-piring mas kawin yang diantarkan keluarga

mempelai pria.

Sagu yang tidak dicampurkan tidak disajikan dalam upacara

adat dimaksud. Dalam ritual tusuk telinga, antar maskawin dan

meminang calon pengantin wanita, selalu diiringi oleh tarian dan

nyanyian dalam waktu yang sangat lama. Aktivitas ini selalu

memerlukan energi yang cukup. Oleh sebab itu, sagu buah hitam

selalu disajikan sebagai makanan selama upacara adat

84

Page 102: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

berlangsung karena kandungan lemak dan proteinnya memberikan

energi tambahan.

3. Fungsi Perdamaian atau Rekonsolidasi

Jika terjadi perkelahian atau pertengkaran antar keluarga,

maka sagu buah hitam akan menjadi sajian dalam penyelesaian

perkara. Sagu ini akan disajikan setelah ada pembicaraan damai

antara dua keluarga yang ditengahi oleh kepala kampung atau

orang tertua di dalam sistem adat mereka. Acara makan sagu buah

hitam secara bersama-sama antara dua pihak yang bertengkar

menandakan bahwa masalah atau perkara yang terjadi di antara

mereka sudah selesai. Selain itu, sagu buah hitam juga biasa

dibakar atau disediakan khusus sebagai hidangan spesial kepada

orang tua, orang yang dihormati atau orang yang disayangi. Dalam

budaya yang lebih mendalam pada masyarakat tradisional di

Kabupaten Teluk Wondama, sagu buah hitam juga dapat disajikan

atau diberikan kepada orang yang dianggap musuh atau lawan

sebagai hidangan spesial.

Berkaitan dengan ungkapan kasih sayang, banyak orang tua

dan orang muda meluangkan waktunya untuk mengumpulkan buah

hitam, menokok sagu dan kemudian dicampur dan dibakar. Sagu

buah hitam tersebut kemudian dikirim kepada anggota keluarga

yang merantau untuk menempuh pendidikan atau bekerja di luar

Kabupaten Teluk Wondama.

85

Page 103: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 20. Buah Piarawi yangtelah masak, yang siap dimakan atau diolah terlebih dahulu

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

86

Page 104: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 21. Sagu buah hitam (campuran aci sagu, daging buah piarawi, kelapa parut dan gula pasir) yang telah dimasak dan siap untuk disajikan.

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

87

Page 105: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 22. Potongan melintang sagu buah hitam yang telah siap untuk disajikan

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

88

Page 106: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

4. Fungsi Ekonomi

Buah piarawi, selain dikonsumsi sendiri, kadang-kadang juga

dijual. Cara penjualannya dilakukan dengan beberapa cara yaitu

ada yang per pohon, per kantong atau dalam bentuk sagu buah

hitam. Apabila ada pohon yang buahnya sudah masak dan siap

panen, pemilik pohon dapat langsung melakukan penawaran

kepada anggota masyarakat yang lain dengan harga minimal

Rp. 300.000,- sampai Rp. 500.000,- per pohon.

Selain itu, ada juga yang dijual per kantung plastik seharga

Rp. 50.000,-,sedangkan dalam bentuk sagu buah hitam biasanya

dijual dengan harga Rp. 10.000,- per bungkus, ukuran bungkus

panjangnya ± 20 cm, dengan ketebalan 4-5 cm. Aktivitas ekonomi

ini hanya dilakukan pada saat musim berbuah, biasanya 1 sampai 2

kali dalam setahun.

5. Fungsi Pewarisan

Jenis piarawi memiliki nilai warisan yang sangat tinggi

dibanding matoa, langsat, atau jenis tumbuhan hutan lain yang

buahnya dikonsumsi sebagai bahan pangan, kecuali sagu. Bila

sagu diwariskan dalam bentuk dusun, jenis ini diwariskan dalam

bentuk pohon tunggal. Seorang ayah atau kepala rumah tangga

sebelum akhir hayatnya biasanya membagi tiap pohon menurut

jumlah anak-anak dalam keluarga, dan hak pengelolaanya hanya

dipegang oleh si penerima warisan.

89

Page 107: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Apabila pohon tersebut akan ditebang untuk keperluan

pembangunan jalan atau fasilitas pemerintah yang lain, ganti rugi

atas pohon tersebut hanya dapat ditentukan oleh si pemilik pohon.

Walaupun pemilik pohon sedang berada di luar kampung, anggota

keluarga lain tidak berhak menentukan nilai ganti rugi dari pohon

yang dimaksud. Jika dusun sagu adalah milik keret atau keluarga

besar, pohon buah hitam adalah milik perseorangan dalam

keluarga.

G. Konservasi Tradisional

Masyarakat Suku Wondama telah lama memanfaatkan buah

piarawi dalam kehidupan budaya dan keseharian mereka. Begitu

pentingnya buah piarawi dalam budaya Suku Wondama sehingga

sejak tahun 1980-an oleh orang tua dikampung, telah dilakukan

kegiatan budidaya piarawi. Sejalan dengan perkembangan

penduduk, sejak tahun 1995 sampai sekarang, kegiatan budidaya

piarawi terus digalakkan oleh orang tua dan pemuda-pemuda di

setiap kampung. Sayangnya, kegiatan tersebut masih bersifat

pribadi dan belum didukung oleh pemerintah.

Dasar dari kegiatan budidaya tersebut adalah orang tua

khawatir jika suatu saat nanti dengan perkembangan penduduk,

jumlah pohon piarawi yang dimiliki oleh keluarga tidak akan

mencukupi kebutuhan keluarga lagi.

90

Page 108: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 23. Piarawi yang telah dibudidayakan dan siap ditanam pada kebun atau pekarangan rumah

Gambar 24. Dusun atau kebun piarawi milik keluarga besar matani di daerah Mawoi Kabupaten Teluk Wondama

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

91

Page 109: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

H. Status Konservasi

Piarawi adalah salah satu jenis pohon endemik dan tumbuhan

asli (native species) di Papua. Di Tanah Papua, jenis ini

penyebarannya sangat terbatas yaitu pada semenanjung

Wondama. Secara ekologi, jenis piarawi merupakan jenis yang

tumbuh pada hutan tropis dataran rendah, pada kawasan hutan

dengan topografi landai, bergelombang atau punggung bukit dan

puncak bukit. Penyebaran jenis ini secara alami pada ketinggian

tempat 10–500 m dpl.

Meskipun secara tradisional masyarakat Wondama di

Kabupaten Teluk Wondama telah melakukan kegiatan budidaya

(konservasi tradisional) namun sangat perlu dibangun kebun benih

untuk jaminan keberlanjutan produksi bibitnya. Meskipun jenis ini

secara global belum dinyatakan sebagai spesies yang terancam

punah, namun untuk mencegah terjadinya kepunahan, perlu

dilakukan kegiatan penanaman, baik berupa penghijauan maupun

reboisasi.

I. Prospek Pengembangan

Piarawi sangat potensial untuk dikembangkan di hampir

seluruh Tanah Papua terutama pada daerah yang memiliki tipe

ekosistem hutan dataran rendah. Pengembangan jenis ini dalam

bentuk kebun koleksi sangat mudah untuk dilakukan mengingat

jenis ini tidak membutuhkan karakter habitat yang spesifik.

92

Page 110: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 2

5.Pe

nyeb

aran

pia

raw

i (H

aplo

lobu

s cf

. m

ontic

ola

Hus

son)

di T

anah

Pap

ua

Ket

eran

gan

:

= Lo

kasi

Pen

yeba

ran

93

Page 111: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 26. Buah Woton (Sterculia shillinglawi F. v. Muell.) Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

94

Page 112: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A. Deskripsi Botani

Sterculia shillinglawii F. v. Muell. (Malvaceae)

Nama dagang : kelumpang, pinpin Nama daerah : woton (Gebe), mandyagwe (Wondama)Sinonim : Sterculia conwentsii K. Schum.

Perawakan: Pohon berukuran sedang sampai besar, tingginya mencapai 40–45 m. Batang utama silindris, sedikit berbuncak, tetapi tidak berpilin dan berlekuk. Bebas cabang mencapai 10–15 m dengan diameter setinggi dada ± 80 cm, berbanir besar dengan tinggi 250 cm dan lebar 300 cm. Pepagan luar licin berwarna coklat muda keabu-abuan atau keputihan. Takikan batang pepagan tebalnya 15–25 mm. Tidak bergetah.Pepagan dalam lunak dan berserat panjang, berwarna kuning jingga atau putih. Daun tunggal, kedudukan daun tersebar atau spiral, biasanya mengelompok di ujung ranting, bentuk daun bundar telur sungsang, bercangap atau tidak. Pangkal daun umumnya membulat atau berbentuk jantung dan ujung runcing, panjang daun 15–40 cm, lebar 12–35 cm, panjang tangkai daun 5–25 cm. Tangkai daun membengkak pada kedua ujung, pada tangkai daun terhadap bulu-bulu halus berwarna cokelat muda atau karat. Daun muda tipis, daun tua tebal, peruratan daun timbul pada permukaan atas, urat daun sekunder menyirip, urat daun tersier berbentuk jala. Perbungaan berbentuk malai, biasanya terdapat di bagian ranting bersama-sama dengan kumpulan daun (ketiak daun) atau pada ranting tak berdaun. Buahbulat pipih, bopeng, bergaris tengah 3,8–4,2 cm, tersusun pada ujung tangkai buah yang panjang ± 20–25 cm. Pada ujung tangkai buah biasanya terdapat 1–2 anak tangkai buah, masing-masing terdiri dari 3–5 buah, buah muda berwarna hijau muda, buah tua berwarna jingga atau merah, umumnya tertutup bulu halus. Biji banyak, bulat pipih, berdiameter 5–8 mm, berwarna hitam.

VI. BUAH WOTON (Sterculia shillinglawii F.v. Muell.) DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT

95

Page 113: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 27. Sterculia shillinglawii F.v. Muell. - A. perawakan batang; B. daun; C. buah muda; D. buah tua

A

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2006

B

D

C

96

Page 114: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sterculia shillinglawii F. v. Muell. adalah salah satu jenis

sterculia dari 26 jenis sterculia yang tercatat ditemukan di Tanah

Papua. Jenis ini sangat mirip atau hampir mirip dengan Sterculia

urceolata J. Sm. Perbedaannya adalah warna daun Sterculia

urceolata hijau tua dan berbulu serta warna kulit buahnya merah tua

jika dibandingkan dengan daun Sterculia shillinglawii yang berwarna

hijau muda dan tidak berbulu serta warna kulit buahnya yang

orange sampai merah muda.

Sterculia shillinglawii F. v. Muell. dan Sterculia urceolataJ.

Sm. adalah merupakan jenis tumbuhan berkayu indigenous atau

asli (native species) di Papua. Sterculia shillinglawii F. v. Muell.

penyebarannya meliputi Papua dan Maluku sedangkan Sterculia

urceolata J. Sm. penyebarannya meliputi Papua, Maluku dan

Sulawesi. Ke dua jenis ini juga dikenal sebagai jenis kayu

perdagangan dan jenis yang tumbuhnya sangat cepat (fast growing

species) sehingga dapat digunakan sebagai alternatif jenis dalam

pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Ada kemungkinan atau dugaan sementara kalau ke dua jenis

ini dimanfaatkan oleh masyarakat di Pulau Gag sebagai bahan

makanan tambahan. Hal ini disebabkan karena ke dua jenis ini

memiliki satu nama daerah yang diberikan oleh masyarakat di

Pulau Gag yaitu “woton”. Selain itu, kedua jenis ini juga memiliki

ukuran dan warna biji yang sama sehingga ada kemungkinan ke

dua jenis ini dimanfaatkan tetapi agak sulit dibedakan oleh

masyarakat.

97

Page 115: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

B. Kondisi Sosio-Geografis

Pulau Gag adalah salah satu pulau yang terdapat di

Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Pulau ini merupakan

pulau terluar dari Kabupaten Raja Ampat atau Provinsi Papua Barat

dan/atau merupakan pulau yang berbatasan langsung dengan

Provinsi Maluku Utara. Penduduk tradisional yang mendiami pulau

tersebut adalah berasal dari Pulau Gebe yang merupakan wilayah

Provinsi Maluku Utara. Hal ini disebabkan karena letak geografis

Pulau Gag yang sangat dekat dengan Pulau Gebe.

Secara histori, budaya masyarakat di Pulau Gag dan pulau-

pulau lainnya di Kabupaten Raja Ampat sangat dipengaruhi oleh

budaya Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore. Hal ini juga

yang mengakibatkan sistem kepemimpinan tradisional oleh suku-

suku di Kepulauan Raja Ampat sangat dipengaruhi oleh ke dua

kesultanan tersebut.

Sistem kepemimpinan tradisional suku-suku di Kepulauan

Raja Ampat merupakan sistem Kepemimpinan Raja (Mansoben,

1995). Sistem Kepemimpinan Raja merupakan sistem yang memiliki

sifat pewarisan kedudukan. Tipe Kepemimpinan Raja diperoleh

pada tingkat stratifikasi sosial yang tinggi dan sifatnya ditentukan

oleh waktu dan tempat. Untuk mencapai kedudukan sebagai

seorang raja, seseorang haruslah merupakan keturunan raja.

Pulau Gag dapat dicapai dengan menggunakan kapal motor

(10 jam) dari kota Sorong dan 6 jam dari Waisai ibu kota Kabupaten

98

Page 116: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Raja Ampat. Namun berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa

akses ke Pulau Gag lebih efisien jika dilakukan dari kota Sorong.

Hal ini sangat berkaitan dengan ketersediaan alat transportasi laut

dan jarak, di mana alat transportasi laut pada Waisai ibu kota

Kabupaten Raja Ampat jumlahnya terbatas dan umumnya relatif

lebih mahal jika dibandingkan dengan alat transportasi laut yang

terdapat di kota Sorong (jumlahnya lebih banyak dan relatif lebih

murah), alasan lainnya adalah jarak, di mana jika kita melewati

Waisai ibu kota Kabupaten Raja Ampat, maka jarak yang akan

ditempuh akan menjadi 2 kali.

Pulau Gag berbentuk oval dengan ukuran panjang 12

kilometer dan lebar 7 kilometer yang memanjang dari Utara ke

Selatan. Secara geografis pulau ini terletak antara 00o 24’ 30’’ -

00o 29’30’’ LS dan 129o 50’ 30’’ - 129o 54’ 645’’BT dengan luas

± 6.500 hektar.

Keadaan topografi Pulau Gag umumnya bergelombang,

berbukit dan bergunung. Daerah yang datar hanya terdapat di

pesisir pantai, Kampung Gambir dan daerah kampung lama.

Terdapat 2 gunung yang tinggi di bagian selatan yaitu Gunung

Elkarasonga yang merupakan gunung keramat dengan tinggi 250 m

dpl dan Gunung Susu dengan ketinggian mencapai 275 m dpl.

Kondisi tepian pantai umumnya berbatu, namun ada beberapa

bagian pantai di bagian utara dan barat pulau yang berpasir.

Iklim di Pulau Gag dipengaruhi oleh angin Pasak Tenggara

yang bertiup dari Bulan Mei sampai dengan Oktober dan angin

99

Page 117: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Barat Daya yang bertiup dari Bulan Nopember sampai dengan April

dengan temperatur yang sedang serta bersifat stabil dan

kelembaban yang relatif tinggi.

Musim penghujan pada kawasan ini dimulai dari Bulan

Oktober dan mencapai puncaknya pada Bulan Desember sampai

dengan Bulan Januari. Temperatur rata-rata harian bervariasi

antara 21–34oC. Pulau ini juga memiliki sejumlah sungai kecil dan

anak-anak sungai yang bermuara di Teluk Gambir, di antaranya

Sungai Musawalo di bagian Utara, Sungai Inkasu di bagian barat,

Sungai Wamana di bagian Selatan dan Sungai Wapob di bagian

Timur. Selain itu terdapat beberapa ekosistem rawa sagu dan

beberapa kolam bermata air yang berlokasi di bagian Barat Daya

Pulau Gag.

Pulau Gag merupakan daerah ekoton antara Flora Papua dan

Flora Maluku serta memiliki dua tipe ekosistem hutan hujan dataran

rendah yaitu hutan hujan dataran rendah dengan batuan dasar

vulkanik dan hutan kerangas dengan batuan dasar ultra basic.

Pulau ini juga diketahui mengandung kekayaan alam berupa

tambang nikel.

Jika menggunakan kendaraan laut lainnya dari kota Sorong,

waktu tempuh sangat relatif tergantung cuaca (bergelombang atau

tidak), kendaraan bermotor dan kecepatan motor yang digunakan.

Jika menggunakan perahu dengan motor 40 PK, waktu tempuh 8

jam (tanpa gelombang) dan 10-12 jam jika gelombang. Jika

menggunakan perahu dengan motor 80 PK, waktu tempuh 6 jam

100

Page 118: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

(tanpa gelombang) dan 8-10 jam jika gelombang. Jika

menggunakan speedboat 80 PK, waktu tempuh 4 jam (tanpa

gelombang) dan 6-8 jam jika gelombang. Jika menggunakan

speedboat dengan motor 200 PK, waktu tempuh 2,5 jam (tanpa

gelombang) dan 3,5-4 jam jika gelombang.

Secara umum, Kampung Gambir di Pulau Gag termasuk

dalam zona ekologi ke dua berdasarkan zona ekologi yang

dikembangkan oleh Mansoben (1995), yaitu daerah pantai dan

hutan pantai dengan mata pencaharian utama adalah berladang

berpindah dan mata pencaharian sampingan yaitu menangkap ikan

di laut dan petani kopra.

101

Page 119: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 2

8. L

okas

i Pul

au G

ag d

iKab

upat

en R

aja

Ampa

t

Ket

eran

gan

:

= Lo

kasi

Pen

eliti

an

Pula

u G

ag

102

Page 120: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 2

9.K

ampu

ng G

ambi

r di P

ulau

Gag

Kab

upat

en R

aja

Ampa

t

Dok

umen

tasi

: K

rism

a Le

kito

o, 2

006

103

Page 121: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

C. Ekologi Habitat Woton

Dalam rangka kegiatan pelestarian atau konservasi jenis

woton, baik konservasi pada habitatnya (in-situ) maupun di luar

habitatnya (eks-situ), salah satu aspek yang sangat perlu untuk

diketahui adalah aspek ekologi dan habitat yang meliputi faktor

fisiografi (ketinggian tempat dan kelerengan), iklim (suhu udara dan

kelembaban), kondisi habitat (tanah, tanah berbatu, tanah

berkarang dan karang) serta kesuburan tanah.

Secara umum kepulauan memiliki keanekaragaman spesies

yang lebih rendah dari pada pulau besar. Hal ini disebabkan oleh

waktu yang terbatas untuk mengakumulasi spesies karena umur

kepulauan yang relatif lebih muda (Leksono, 2007). Pada tahun

1961, MacArthur dan Wilson mempublikasikan hipotesis baru

mengenai pola kekayaan spesies di kepulauan. Teori ini

menyatakan sedikitnya jumlah spesies di kepulauan bukan

disebabkan oleh waktu yang terbatas bagi spesies untuk menyebar,

tetapi oleh keseimbangan yang terjadi di semua kepulauan.

1. Faktor Fisiografis

Hasil pengukuran faktor fisiografis yaitu ketinggian tempat

dan kelerengan (topografi) pada habitat woton disajikan pada Tabel

18.

104

Page 122: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian ASDG Tahun 2006 dan KNRT Tahun 2009

Tabel 18. Ketinggian tempat dan kelerengan pada habitat woton di Pulau Gag

Habitat Ketinggian tempat(m) dpl

Topografi/kelerengan(%)

1. 90 – 150 40 – 702. 70 – 225 60 – 1203. 100 – 200 60 –1004. 85 – 220 55 –110

Ketinggian tempat habitat woton di Kampung Gambir (Pulau

Gag) adalah 70 – 225 m dpl. Sesuai ketinggian tempat tumbuhnya

maka woton digolongkan kedalam jenis tumbuhan berkayu (pohon)

dataran rendah.

Woton pada Kampung Gambir Pulau Gag tumbuh baik pada

kelerengan 40–120%. Kisaran kelerengan tersebut sangat

bervariasi dan memiliki kondisi habitat yang relatif datar sedikit

bergelombang ringan dan sedang sampai bergelombang berat.

Kondisi habitat demikian secara alami sangat berdampak terhadap

penyebaran dan kuantitas pertumbuhan woton. Dari hasil

pengamatan, kualitas pertumbuhan woton pada habitat datar dan

bergelombang umumnya sangat baik, namun sangat berbeda

dalam banyaknya individu. Daerah datar dan lembah umumnya

lebih banyak individu dibanding daerah puncak bukit.

105

Page 123: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009

2. Suhu Udara dan Kelembaban

Suhu udara dan kelembaban serta penutupan tajuk (persen

naungan) pada habitat woton di Pulau Gag, disajikan pada Tabel

19.

Tabel 19. Suhu udara dan kelembaban serta persen penutupan tajuk pada habitat woton di Pulau Gag

Habitat Suhu udara(ºC)

Kelembaban(%)

Persen Penutupan Tajuk(%)

1. 28 - 29 80 – 85 902. 29 - 31 75 – 80 753. 28 - 30 80 – 88 854. 27 - 29 83 – 90 90

Woton tumbuh pada daerah-daerah dengan naungan sedang

sampai berat (75 – 90%) dengan suhu optimum berkisar antara

27–31ºC dan kelembaban optimum berkisar antara 75–90%.

Adanya kisaran demikian disebabkan karena penyebaran woton

secara alami di Pulau Gag adalah pada bagian hutan pantai dan

punggung bukit. Hal ini mengindikasikan bahwa woton mampu

tumbuh pada habitat dengan naungan yang cukup berat (tajuk yang

rapat).

3. Keadaan Tanah

Woton umumnya tumbuh pada habitat tanah dengan keadaan

solum yang sedang (± 20 cm) sampai dalam (> 30 cm), bertanah

tetapi kadang-kadang sedikit berbatu, banyak serasah atau bahan

106

Page 124: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Tanah Faperta UGM Tahun 2009

organik dan tanah umumnya kering, lembab, sedikit berair atau

berlumpur. Habitat demikian umumnya terdapat pada tanah/daerah

datar sampai bergelombang ringan dan sedang yang tidak curam

(kelerengan < 50%). Hasil analisis sampel tanah secara lengkap

dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Kesuburan tanah pada habitat woton di Pulau Gag

Parameter uji NilaiKandungan Satuan

N 0,23 %

P 343,85 ppm

K 0,11 %

Fe 2,67 %

Mg 1,40 %

pH (T) 6,6 - 7,50 -

C/N ratio 18,96 -

Bahan Organik 14,48 %

Tanah pada habitat woton bersifat netral (pH 6,6 – 7,5), N

tersedia sedang, P tersedia sangat tinggi, Mg tersedia sedang, C/N

ratio tinggi dan K tersedia rendah. Berdasarkan kriteria tersebut

maka tanah pada habitat woton di Pulau Gag memiliki tingkat

kesuburan yang rendah sampai sedang.

107

Page 125: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 30. Potensi tegakan woton berdasarkan tingkat pertumbuhan di Pulau Gag

Sumber : Data primer hasil penelitian ASDG Tahun 2006 dan KNRTTahun 2009

D. Potensi Tegakan, Struktur Populasi dan Potensi Buah

1. Potensi Tegakan

Potensi tegakan woton pada hutan alam tropis di Pulau Gag,

berdasarkan tingkat pertumbuhannya yaitu semai, pancang, tiang

dan pohon, dapat dilihat pada Gambar 30. Kurva pertumbuhan jenis

pohon woton membentuk kurva pertumbuhan yang relatif normal

yaitu berbentuk huruf J terbalik. Hal ini mengindikasikan bahwa

kondisi hutan habitat woton di Pulau Gag tergolong baik atau belum

mendapat tekanan berupa kerusakan yang cukup berarti.

108

Page 126: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Struktur populasi yang demikian menurut Ewusie (1990),

disebabkan oleh dua faktor yang saling berkaitan yaitu strategi jenis

tersebut untuk mempertahankan keberadaannya dan adanya faktor

seleksi alam yang disebut seleksi – r. Hubungan ke dua faktor

tersebut adalah untuk mempertahankan keseimbangan dan

keberadan jenis woton tersebut di alam yang pada akhirnya peran

kuantitas jenis akan berubah menjadi kualitas jenis.

Jumlah anakan (semai) yang sangat banyak dibandingkan

dengan pancang, tiang dan pohon disebabkan karena jenis ini pada

waktu berbuah akan menghasilkan buah yang maksimal dalam

jumlah banyak dengan kematangan fisiologis buah yang baik dan

penyebaran benih yang maksimal. Hal ini disebabkan karena

buahnya yang sudah masak secara fisiologi akan membuka atau

membelah dan bijinya akan jatuh dan tersebar pada permukaan

tanah di bawah pohon induknya.

a. Tingkat Semai

Woton pada tingkat permudaan semai, ternyata merupakan

salah satu jenis yang mendominasi kawasan punggung dan puncak

bukit hutan Pulau Gag. Sepuluh jenis permudaan tingkat semai

yang paling mendominasi kawasan hutan tersebut disajikan pada

Tabel 21. Jenis yang paling dominan berturut-turut pada kawasan

hutan tersebut adalah Timoniustimon, Sterculia shillinglawii,

Koordersiodendron pinnatum, Ilex ladermanii dan Callophyllum

inophyllum. Hal ini menunjukkan adanya tingkat toleransi yang

tinggi dan luas dari ke 5 jenis ini serta adanya strategi regenerasi

109

Page 127: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian ASDG Tahun 2006 dan KNRT Tahun 2009

yang baik dari jenis ini dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya yang dikenal dengan seleksi - r.

Menurut Banister (1980), respon yang berbeda terhadap

faktor-faktor lingkungan pada setiap tingkat pertumbuhan ditentukan

oleh kemampuan suatu jenis. Selanjutnya dikatakan bahwa

kemampuan suatu jenis untuk tetap bertahan ditentukan oleh

berbagai faktor, di antaranya sifat jenis itu sendiri dan

tanggapannya terhadap faktor lingkungan. Menurut Barstra (1998),

pola aliran air, ketinggian tempat dan tipe tanah adalah faktor-faktor

yang sangat menentukan komposisi jenis suatu hutan.

Tabel 21.Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan semai pada habitat woton di Pulau Gag.

Nama Latin K(n/ha)

KR(%)

F FR(%)

INP(%)

Timonius timon 6136,36 15,34 15,34 5,07 20,41 Sterculia shillinglawii 3863,64 9,66 9,66 4,35 14,01 Koordersiodendron pinnatum 1363,64 3,41 0,6 4,35 7,76 Ilex ladermanii 1362,64 3,41 0,6 2,90 6,31 Canarium indicum 909,09 2,27 0,4 2,90 5,17 Calophylluminophyllum 1136,36 2,84 0,3 2,17 5,02 Exocarpus latifolia 909,09 2,27 0,3 2,17 4,45 Lepiniopsis ternatensis 681,82 1,71 0,3 2,17 3,88 Calophyllum sp. 681,82 1,71 0,2 1,45 3,15 Ochrosia ficifolia 681,82 1,71 0,2 1,45 3,15

110

Page 128: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 31. Timonius timon, Jenis yang paling dominan pada tingkat semai ; A. daun; B. bunga; C. buah

Dokumentasi : Krisma Lekitoo Tahun 2009

Pada tingkat permudaan semai, potensi permudaan semai

woton adalah sebanyak 3.863 anakan per hektar. Jenis ini

menempati posisi dominan ke 2. Dominannya jenis woton

disebabkan karena jumlah individunya yang banyak dan

penyebarannya yang cukup merata di kawasan hutan Pulau Gag.

Jumlah semai yang banyak pada tingkat semai menggambarkan

bahwa jenis woton menggunakan strategi – r dalam proses

regenerasinya.

Adanya seleksi – r (alam) menyebabkan jenis-jenis vegetasi

pada tingkat semai menggunakan jumlah individu yang banyak

untuk mempertahankan keberadaan jenisnya, namun setelah

melalui proses seleksi – r sampai individu tingkat pancang, kualitas

jenisnya lebih berperan penting. Walaupun jumlah individunya tidak

banyak pada tingkat pancang namun individu-individu tersebut

merupakan individu yang secara alami dianggap telah mampu dan

stabil beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuh, karena memiliki

kualitas yang baik.

B C A

111

Page 129: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

b. Tingkat Pancang

Woton pada tingkat permudaan pancang, merupakan salah

satu jenis yang mendominasi kawasan hutan punggung dan

puncak bukit di Pulau Gag dan masih merupakan jenis dominan ke

2. Sepuluh jenis dominan permudaan tingkat pancang pada habitat

woton di Pulau Gag disajikan pada Tabel 22. Pada tingkat pancang,

jenis yang paling dominan berturut-turut pada kawasan hutan

tersebut adalah Alphitonia microcarpa, Sterculia shillinglawii,

Comersonia bartramia, Timonius timon. dan Tabernaemontana

aurantiaca.

Dominannya jenis Alphitonia microcarpa pada habitat woton

yaitu pada kawasan hutan punggung dan puncak bukit di Pulau

Gag disebabkan karena jenis ini memiliki kisaran toleransi yang

sangat tinggi terhadap habitat dengan tanah, tanah berbatu, tanah

berkarang dan karang serta mampu beradaptasi dengan iklim

terutama suhu yang ekstrim. Habitat punggung dan puncak bukit

Pulau Gag yang merupakan tanah, tanah berbatu, tanah berkarang

dan karang sangat mendukung bagi pertumbuhan jenis Alphitonia

microcarpa.

112

Page 130: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian ASDG Tahun 2006 dan KNRT Tahun 2009

Tabel 22. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan pancang pada habitat woton di Pulau Gag.

Nama Latin K(n/ha)

KR(%)

F FR(%)

DR(%)

INP(%)

Alphitonia microcarpa 600 6,89 0,3 3,47 7,19 17,54 Sterculia shillinglawii 400 4,59 0,7 4,05 5,44 14,06 Comersonia bartramia 400 4,59 0,7 4,05 5,03 13,66 Timonius timon 360 4,13 0,7 4,05 4,95 13,12 Tabernaemontana aurantiaca 320 3,67 0,7 4,05 4,67 12,39 Rhuslamprocarpa 400 4,59 0,6 3,47 4,20 12,25 Gonocaryum litorale 240 2,75 0,5 2,90 3,24 8,88 Gironniera nervosa 280 3,21 0,4 2,31 3,04 8,57 Pangium edule 240 2,75 0,4 2,31 3,01 8,08 Schefflera cf. archboldiana 200 2,30 0,4 2,31 2,72 7,33

Pada tingkat permudaan pancang, potensi woton adalah 400

pohon per hektar dan merupakan jenis dominan kedua pada

kawasan hutan Pulau Gag. Dominannya jenis woton pada kawasan

hutan Pulau Gag karena jumlah dan penyebarannya yang merata

jika dibandingkan dengan jenis Alphitonia microcarpa yang

meskipun memiliki jumlah individu yang banyak tetapi

penyebarannya tidak merata.

113

Page 131: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 32. Alphitonia microcarpa, jenis yang paling dominanpada tingkat pancang di Pulau Gag

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

c. Tingkat Tiang

Pada tingkat permudaan tiang, woton merupakan salah satu

jenis yang cukup mendominasi pada punggung dan puncak bukit

hutan di Pulau Gag. Sebelas jenis permudaan tingkat tiang yang

paling mendominasi areal hutan tersebut disajikan pada Tabel 23.

Pada tingkat tiang, jenis yang paling dominan berturut-turut adalah

Canarium indicum, Premna integrifolia, Parartocarpus venenosus,

Fagraea racemosa dan Homalium foetidum. Dominannya jenis-jenis

tersebut mengindikasikan bahwa jenis ini tumbuh dan menyebar

merata karena mampu beradaptasi dengan semua tipe habitat yang

ada pada fisiografi punggung dan puncak bukit di Pulau Gag.

Secara umum terjadi pergeseran dominansi pada tingkat

tiang, dimana pada tingkat semai didominasi oleh Timonius timon

dan Sterculia shillinglawii, pada tingkat pancang didominasi oleh

Alphitonia microcarpa dan Sterculia shillinglawii, tetapi pada tingkat

tiang didominasi oleh Canarium indicum dan Premna integrifolia.

114

Page 132: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian ASDG Tahun 2006 dan KNRT Tahun 2009

Hal ini mengindikasikan bahwa ada faktor lingkungan yang menjadi

faktor pembatas sehingga jenis-jenis pada tingkat semai dan

pancang memiliki tingkat dominansi yang tinggi tetapi pada tingkat

tiang terjadi pergeseran jenis dalam hal mendominasi kawasan

hutan Pulau Gag.

Tabel 23. Sebelas jenis vegetasi dominan tingkat permudaan tiangpada habitat woton di Pulau Gag

Potensi permudaan tingkat tiang woton adalah sebanyak 10

pohon per hektar. Jenis ini menempati posisi dominan ke 11, di

mana kelimpahan jenis tersebut cukup banyak, penyebaran individu

yang merata dan penampilan diameter batang yang cukup yang

baik.

Nama Latin K(n/ha)

KR(%)

FR(%)

DR(%)

INP(%)

Canarium indicum 60 5,72 3,34 7,88 16,93Premna integrifolia 30 2,86 2,22 3,66 8,74Parartocarpus venenosus 30 2,86 2,22 2,29 8,37Fagraea racemosa 30 2,86 2,22 2,82 7,90Homalium foetidum 30 2,86 3,33 1,49 7,68Lepiniopsis ternatensis 30 2,86 2,22 2,04 7,12Decaspermum parviflora 20 1,91 2,22 2,68 6,81Falcataria moluccana 20 1,91 2,22 2,33 6,46Euodia bonvickii 20 1,91 2,22 2,19 6,32Gmelina sp. 30 2,86 2,22 1,00 6,07Sterculia shillinglawii. 10 0,95 1,11 1,32 3,38

115

Page 133: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 33. Canarium indicum, jenis yang paling dominan padatingkat tiang di Pulau Gag

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

d. Tingkat Pohon

Fase pertumbuhan pohon merupakan tahap akhir suksesi

pada habitat woton. Pada tingkat pohon, woton merupakan salah

satu jenis yang cukup mendominasi pada fisiografi punggung dan

puncak bukit di Pulau Gag. Sebelas jenis vegetasi tingkat pohon

yang paling mendominasi kawasan hutan pada punggung dan

puncak bukit di Pulau Gag disajikan pada Tabel 24. Jenis yang

paling dominan berturut-turut pada kawasan hutan tersebut adalah

Canarium sp., Rhus lamprocarpa, Falcataria moluccana,

Parartocarpus venenosus dan Diospyros hebecarpa. Dominannya

jenis-jenis ini menunjukkan bahwa jenis-jenis ini mempunyai

toleransi yang tinggi terhadap lingkungannya. Selain memiliki

adaptasi yang baik sehingga tersebar merata, jenis-jenis tersebut

juga memiliki kemampuan pertumbuhan diameter dan tinggi yang

optimal sehingga memungkinkan jenis ini untuk mendominasi strata

teratas dan menjadi penciri tegakan utama di kawasan hutan Pulau

Gag.

116

Page 134: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian ASDG Tahun 2006 dan KNRT Tahun 2009

Jenis vegetasi tingkat pohon lainnya yang memiliki INP yang

rendah disebabkan karena jenis tersebut tidak mampu bersaing

dengan jenis lainnya atau sesama jenisnya terhadap lingkungan

yang rendah, karena setiap jenis vegetasi membutuhkan lingkungan

yang sesuai bagi pertumbuhannya mulai dari semai sampai pohon

sesuai tingkat suksesi yang terjadi pada habitatnya.

Tabel 24. Sebelas jenis vegetasi dominan tingkat pohon pada habitat woton di Pulau Gag

Nama Latin K(n/ha)

KR(%)

FR(%)

DR(%)

INP(%)

Canarium sp. 22,5 8,33 2,30 7,92 18,55Rhus lamprocarpa 12,5 4,63 2,30 6,14 13,07Falcataria moluccana 5 1,86 2,30 1,87 12,87Parartocarpus venenosus 10 3,70 4,60 1,87 10,17Diospyros hebecarpa 10 3,70 2,30 3,14 9,15Sterculia macrophylla 7,5 2,78 3,45 2,78 9,00Canarium indicum 7,5 2,78 2,30 3,73 8,81Streblus elongata 10 3,70 2,30 2,80 8,81Diospyros ebenum 5 1,85 2,30 3,67 7,82Ficus benyamina 2,5 0,93 1,15 5,60 7,68Sterculia shillinglawii 7,5 2,78 2,30 2,12 7,19

Potensi vegetasi tingkat pohon woton adalah sebanyak 8

pohon per hektar. Jenis ini menempati posisi dominan ke 11.

Jumlah individu woton pada kawasan hutan tersebut cukup banyak

dengan penyebaran yang merata dan penampilan diameter batang

yang cukup baik. Berdasarkan fakta tersebut dapat diindikasikan

bahwa jenis pohon woton mampu tumbuh atau beradaptasi pada

117

Page 135: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian ASDG Tahun 2006

semua tipe habitat baik tanah, tanah berbatu, tanah berkarang dan

karang.

2. Struktur Populasi

Struktur populasi woton pada kawasan hutan di Pulau Gag

dapat diketahui dengan pendekatan jumlah individu untuk setiap

tingkat pertumbuhan yang ditemukan pada kawasan hutan tersebut.

Pada fase semai, pancang, tiang dan pohon, jumlah individu,

tingkat populasi dan persen kegagalan dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Tingkat populasi dan persen kegagalan woton pada fase semai, pancang, tiang dan pohon

Tingkat pertumbuhan

Jumlah individu

Persen(%)

Jumlah gagal

Persen(%)

Semai 82 59,85 - -Pancang 44 32,12 38 46,34Tiang 8 5,84 36 81,82Pohon 3 2,19 5 0,63Jumlah 137 100 79 128,78

Struktur populasi woton pada Tabel 25 memperlihatkan suatu

bentuk piramida populasi yang normal di mana semai (59,85%),

menempati alas piramida, pancang (32,12%) pada tingkat kedua

dari alas piramida, tiang (5,84%) pada tingkat ketiga dan pohon

(2,19%) pada tingkat keempat atau tingkat paling atas dari alas

piramida.

118

Page 136: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Persentase kegagalan woton dari fase semai ke fase

pancang adalah 46,34%. Persentase kegagalan tersebut tergolong

besar. Hal ini disebabkan karena adanya seleksi alam baik ekstern

maupun intern. Secara ekstern adalah persaingan antara individu

woton maupun dengan jenis vegetasi lain pada tingkat yang sama

maupun antar strata dalam memperebutkan ruang tumbuh, cahaya

dan unsur hara. Sedangkan faktor intern meliputi sifat genetika dan

potensi woton serta kemampuan adaptasi individu terhadap seleksi

alam tersebut.

Persentase kegagalan woton dari fase pancang ke fase

tiangsebesar 81,82%. Persentase kegagalan tersebut tergolong

sangat tinggi. Hal ini menunjukkan adanya seleksi alam dan adanya

faktor lingkungan tertentu yang menjadi faktor pembatas pada fase

pancang menuju ke fase tiang. Umumnya, individu-individu yang

telah mencapai fase tiang adalah individu-individu yang telah

melalui proses seleksi alam sehingga mampu tumbuh dan

beradaptasi dengan lingkungan. Namun demikian, dengan adanya

persaingan terhadap ruang dan waktu mengakibatkan persen

kegagalan jenis woton dari fase tiang ke fase pohon mencapai 0,63

% dan tergolong sangat kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa

kemampuan beradaptasi woton pada tingkat tiang terhadap faktor

lingkungan tertentu yang merupakan faktor pembatas sudah sangat

baik sehingga tingkat keberhasilan jenis ini pada tingkat tiang

menuju tingkat pohon tergolong sangat tinggi.

119

Page 137: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2009

3. Potensi Buah

Secara umum pohon woton berbuah tiga sampai empat kali

dalam setahun. Jenis pohon ini umumnya merupakan jenis pionir

yang tumbuh pada daerah-daerah bekas perladangan dan daerah

rumpang (gap) pada hutan primer.

Pohon woton mulai berbuah pada saat pohon mencapai

diameter batang 25-60 cm, tinggi bebas cabang 6-15 m dan tinggi

total 12-35 m. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh tempat

tumbuh (habitat). Hasil pengamatan terhadap pohon woton yang

berbuah menunjukkan bahwa potensi buah woton per pohon

sangat bervariasi menurut umur, diameter batang dan tinggi pohon

serta jumlah percabangan. Namun secara umum potensi buah

pada pohon berbuah tersebut jika diukur dengan ember ukuran 5

kg, akan menghasilkan 2–3 ember, dengan potensi bijinya 1/2

sampai 1 ember

Gambar 34.Variasi buah woton pada setiap tangkai buah

120

Page 138: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Gizi dan Pangan Fapertek UGM Tahun 2009

E. Kandungan Gizi Woton

Kandungan gizi biji woton dapat dilihat pada Tabel 26.

Kandungan protein, lemak dan vitamin C pada biji woton umumnya

cukup tinggi. Perbandingan kandungan gizi biji woton dengan

beberapa jenis buah dan biji-bijian dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 26. Kandungan gizi woton

Macam Analisa Hasil Analisis Rata-RataSampel 1 Sampel 2

Kadar AirKadar AbuKadar LemakProtein TotalSerat KasarVitamin C

69,962,358,274,503,17

182,55

70,072,278,284,453,46

175,34

70,012,318,274,483,31

178,94

121

Page 139: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009 dan data Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB Bogor, 2006 dalam Sirami 2009 dan The Indonesian Commodity System, IPB dalam Suhardi et al, 2006

Tabel 27. Perbandingan kandungan gizi woton dengan beberapa jenis buah dan biji-bijian

Buah Protein(gr)

Lemak(gr)

Vit C(mg)

Air(gr)

WotonKacang hijauKedelaiSorghumJagungKacang tanahAlpukatDurianSirsakLangsatPepayaRambutanSalak

4,4823,036,99,89,420,00,92,51,00,90,52,00,9

8.281,217,23,304,2045,06,53,00,30,20

0,10

179,94-----

135,3203,078582

70,0112,49,811,213,5

-84,465

81,781

86,780,578

Kandungan protein, lemak dan vitamin C pada woton

umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis-jenis buah

lainnya yang sering dikonsumsi oleh masyarakat secara umum.

Woton memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dari biji-bijian

dan kacang-kacangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat di

Indonesia.

F. Etnobotani Woton dalam Budaya Suku Gebe

Secara umum masyarakat suku Gebe yang bermukim di

Pulau Gag memiliki bahan pangan pokok utama yaitu umbi-umbian

122

Page 140: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

seperti kimpul atau keladi, ketela rambat atau betatas, talas dan

ketela pohon atau kasbi.

Sejalan dengan perkembangan pembangunan, ilmu dan

teknologi, masyarakat Suku Gebe yang hidup di Pulau Gag telah

mengalami perubahan dalam hal makanan pokok. Saat ini

masyarakat tidak lagi memanfaatkan umbi-umbian sebagai bahan

pangan pokok tetapi masyarakat telah beralih ke beras sebagai

bahan pangan pokok.

Buah woton, merupakan salah satu jenis buah yang bijinya

dikonsumsi oleh masyarakat tradisional suku Gebe (khususnya

masyarakat di Pulau Gag) seperti kacang hijau secara turun

temurun sejak zaman nenek moyang hingga sampai saat ini. Tidak

ada bukti yang tepat yang menjelaskan sejak kapan orang Gebe

pertama kali mengkonsumsi jenis bij buah woton tersebut. Namun

secara budaya biji buah woton ini memiliki beberapa fungsi atau

peranan yang penting dalam perkembangan budaya suku Gebe

(terutama bagi masyarakat suku/etnik Gebe yang tinggal di daerah

kepulauan).

Biji buah woton merupakan makanan tambahan bagi

masyarakat Gebe di Pulau Gag. Kebiasaan ini hanya berlangsung

ketika musim berbuah. Biji buah woton akan menjadi makanan

apabila hubungan transportasi antara daerah kepulauan dan tanah

besar (daratan Papua) terputus akibat gelombang laut yang besar

sehingga masyarakat tidak dapat mencari ikan dilaut dan

mendapatkan pasokan makanan lain dari luar sehingga dalam

123

Page 141: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

masa tersebut, masyarakat hanya mengkonsumsi bijibuah woton

saja. Biji buah ini dimakan setelah dimasak terlebih dahulu dengan

santan kelapa (proses memasaknya hampir sama dengan

memasak kacang hijau).

G. Konservasi Tradisional

Masyarakat Suku Gebe (terutama orang yang berdiam di

Pulau Gag) telah lama memanfaatkan buah woton dalam kehidupan

budaya dan keseharian mereka. Namun sampai saat ini masyarakat

belum melakukan kegiatan budidaya (konservasi tradisional).

Masyarakat hanya memanfaatkan buah woton yang tersedia

di alam tanpa melakukan kegiatan budidaya. Secara alami proses

regenerasi woton di alam termasuk cepat dimana dengan

mengandalkan jumlah biji yang banyak, tumbuhan tersebut pada

tingkat semai umumnya memiliki jumlah anakan yang banyak.

Namun sayangnya karena jenis ini termasuk jenis pohon intoleran

sehingga dalam proses regenerasinya akan lebih baik pada daerah-

daerah terbuka jika dibandingkan dengan hutan primer.

H. Status Konservasi

Woton adalah salah satu jenis pohon indigenous atau

tumbuhan asli (native species) di Papua. Di Indonesia, jenis ini

penyebarannya meliputi Papua dan Maluku. Secara ekologi, jenis

woton merupakan jenis yang banyak terdapat pada hutan tropis

dataran rendah pada kawasan hutan dengan topografi landai,

124

Page 142: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

bergelombang atau punggung bukit dan puncak bukit. Penyebaran

jenis ini secara alami pada ketinggian tempat 10 – 600 m dpl.

Selain bijinya dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh

masyarakat di Pulau Gag (seperti kacang hijau), jenis ini juga

merupakan salah satu jenis kayu perdagangan (komersial). Namun

sayang, jenis ini belum dikembangkan dalam kegiatan budidaya

dan konservasidi Tanah Papua.

Secara tradisional, masyarakat di Pulau Gag belum

melakukan kegiatan budidaya (konservasi tradisional) namun

secara umum penyebaran jenis ini secara alami di Pulau Gag masih

cukup tersedia. Pada skala yang lebih luas, jenis ini juga terdapat

pada sebagian wilayah di Papua terutama pada kawasan hutan

dataran rendah dan regenerasinya juga sangat mudah di alam.

Namun secara umum, dalam proses regenerasinya, jenis ini sangat

menyukai hutan sekunder atau daerah-daerah yang terbuka (gap),

baik secara alami maupun akibat campur tangan atau perbuatan

manusia (kebun tradisional).

Meskipun jenis ini secara global belum dinyatakan sebagai

spesies terancam punah, namun untuk mencegah terjadinya

kepunahan secara ekologis di Pulau Gag, sekarang mungkin sudah

saatnya untuk melakukan kegiatan penanaman dalam rangka

penghijauan dan/atau reboisasi pada kawasan hutan Pulau Gag.

Mengingat bahwa Pulau Gag sebagai ekosistem kepulauan sangat

rentan terhadap kepunahan spesies, terutama kepunahan secara

ekologis (suatu spesies dinyatakan punah atau hilang dari suatu

125

Page 143: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

kawasan ekologis tertentu) maka sangat diperlukan dukungan

kerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat melalui instansi

teknis (Dinas Kehutanan Kabupaten Raja Ampat).

Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Kehutanan

(BPK) Manokwari, jenis woton juga terdapat pada daerah peralihan

(ekoton) antara hutan hujan tropis dataran rendah dan hutan

kerangas di Pulau Gag. Selain itu, jenis ini juga dijumpai pada hutan

pantai.

I. Prospek Pengembangan

Woton sangat potensial untuk dikembangkan di seluruh

Tanah Papua terutama pada daerah yang memiliki tipe ekosistem

hutan dataran rendah. Pengembangan atau penanaman jenis ini

dalam bentuk kebun koleksi sangat mudah dilakukan mengingat

jenis ini tidak membutuhkan karakter habitat yang spesifik.

Selain bijinya yang dapat dikonsumsi sebagai pengganti

kacang hijau, jenis ini juga termasuk jenis yang cepat tumbuh (fast

growing species) sehingga sangat cocok untuk dikembangkan

sebagai jenis unggulan dalam pembangunan Hutan Tanaman

Industri (HTI).

126

Page 144: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Ket

eran

gan

:

= Lo

kasi

Pen

yeba

ran

Gam

bar 3

5.Pe

nyeb

aran

Wot

on (S

terc

ulia

shi

lingl

awii

F. v

. Mue

ll.)d

i Tan

ah P

apua

127

Page 145: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 36. Buah Gayang (Inocarpus fagifer Fosberg)

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2010

128

Page 146: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A. Deskripsi Botani

Inocarpus fagifer (Park.) Fosberg (Fabaceae)

Nama dagang : gayang Nama daerah : af (Manirem/Sarmi), coweba (Isirawa/Sarmi)

Perawakan: Pohon berukuran sedang sampai besar, tingginya mencapai 35–40 m. Batang utama silindris, lurus, berlekuk dan kadang-kadang berpilin tetapi tidak berbuncak. Bebas cabang mencapai 25–30 m, diameter setinggi dada ± 80 cm, tidak berbanir atau kadang-kadang berbanir sedang dengan tinggi 100 cm dan lebar 150 cm. Permukaan pepagan luar licin, bersisik dan mengelupas kecil-kecil, berwarna coklat tua atau kehitaman. Takikan batang pepagan tebalnya 4–6 mm. Bergetah merah, setelah teroksidasi berubah menjadi hitam. Pepagan dalam lunak sampai keras, berwarna kuning jingga atau kuning coklat. Dauntunggal, kedudukan daun selang-seling, bentuk daun membundar telur memanjang, pangkal daun berbentuk jantung, tidak simetris, ujung meruncing, tepi daun rata, gundul, seperti kulit, panjang daun 18,3–27,8 cm, lebar 6,7–10,5 cm, panjang tangkai daun 7–10 mm. Urat daun sekunder tenggelam pada permukaan atas. Perbungaanberbentuk bulir, biasanya terdapat pada ketiak daun atau batang pada cabang dan ranting. Bunga berbau harum, tunggal atau pada pangkal bercabang 2–5 cm. Daun pelindung kecil, kelopak bentuk tabung atau lonceng seperti selaput tipis, daun mahkota 4–6, bentuk lanset menyempit, sama besar, putih kemudian kekuning-kuningan, panjang 1–1,5 cm dengan ujung yang sedikit terlipat. Benang sari 8–12, yang dimuka daun mahkota lebih pendek dari yang lainnya. Bakal buah berambut rapat, bakal biji 1. Buahberbentuk oval, seringkali mempunyai ujung yang miring, pipih sekali, panjang buah 6–10 cm, tidak membuka. Biji tunggal.

VII. BUAH GAYANG (Inocarpus fagifer Fosberg) DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU ISIRAWA DI KABUPATEN SARMI

129

Page 147: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 37. Gayang (Inocarpus fagifer): A. perawakan batang;B. daun; C.buah kecil; D. buah muda; E. buah tua

A

B

C

D

E

130

Page 148: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gayang merupakan jenis tumbuhan indigenous atau asli

(native species) di Papua. Penyebarannya meliputi Kalimantan,

Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Kepulauan Pasifik dan

Papua. Jenis ini tidak termasuk jenis komersil karena bentuk

batangnya sangat berlekuk, tetapi jenis ini merupakan salah satu

jenis tumbuhan berkhasiat obat di daerah-daerah yang merupakan

lokasi penyebarannya. Jenis ini juga termasuk dalam jenis

tumbuhan kurang dikenal karena lokasi penyebarannya yang

sangat terbatas yaitu di tepi pantai (hutan pantai).

Secara umum, buah gayang dikonsumsi oleh seluruh

masyarakat tradisional (suku-suku) di Papua, terutama suku-suku

yang hidup pada wilayah zona ekologi rawa, daerah pantai dan

muara sungai. Kelompok suku-suku ini secara umum dapat dibagi

ke dalam delapan wilayah utama yaitu : 1). Jayapura; 2). Yapen

Waropen, 3). Biak Numfor, 4). Paniai Nabire, 5). Manokwari, 6).

Sorong, 7). Fakfak; dan 8). Merauke.

1. Jayapura (Teluk Humboldt: Skou, Yotefa, Imbi; Tanah Merah:

Ormu, Tabla, Demta; Pantai Utara: Bonggo, Podena, Yarsum,

Betaf; Tor: Mander, Berik, Kwersupen; Sarmi:Kwerba, Isirawa,

Sobei, Samarokena, Masep; Mamberamo:Warembori, Pauwe,

Warewek, Bauzi, Nopuk; Sentani: Sentani, Dosai, Maribu),

Kelompok suku bangsa ini semuanya mempunyai mata

pencaharian utama sebagai peramu sagu dengan sampingan

berkebun kecil dan menangkap ikan di sungai dan di laut.

131

Page 149: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

2. Yapen Waropen (Mamberamo Barat: Karema, Nita; Waropen:

Sauri, Waropen, Kofei, Tefaro, Siromi, Baropasi, Bonefa; semua

kelompok suku bangsa ini mempunyai mata pencaharian

sebagai peramu sagu, berkebun kecil, menangkap ikan di sungai

dan di laut. Krudu: Yapen: Woriasi, Ambai, Serui Laut, Yawe,

Busami, Ansus, Pom, Woi, Munggui, Marau, Pupui; kelompok

suku bangsa ini mempunyai mata pencaharian utama sebagai

peramu sagu, dengan sampingan berkebun kecil dan

menangkap ikan di sungai dan di laut.

3. Biak Numfor; dengan mata pencaharian sebagai peramu sagu,

berladang berpindah dan menangkap ikan di laut dan di sungai

sebagai sampingan.

4. Paniai; Nabire: Windesi, Mor, Yaur, Mer, Yeretuar, kelompok ini

bermata pencaharian utama berladang berpindah dengan

sampingan meramu sagu dan menangkap ikan di sungai dan di

laut.

5. Manokwari; Wandamen: Roon, Mioswar, Rumberpon,

Wandamen; Arfak: Mantion, Hatam, Borai; Amberbaken,

kelompok ini bermata pencaharian utama berladang

berpindahdan sampingan menangkap ikan di sungai dan di laut.

Sedangkan Bintuni: Tanah Merah, Babo, Arandai, Kemberano,

Meninggo, Kaburi, kelompok ini bermata pencaharian utama

meramu sagu, berladang berpindah dan menangkap ikan di laut

dan di sungai sebagai sampingan.

6. Sorong: Karon bermata pencaharian utama berladang berpindah

dengan sampingan menangkap ikan di sungai dan di laut; Moi:

132

Page 150: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

bermata pencaharian utama berladang berpindah, dengan

sampingan meramu sagu dan menangkap ikan di sungai. Raja

Ampat: Kawe, bermata pencaharian utama meramu sagu dan

menangkap ikan di laut dan di sungai serta berkebun kecil

sebagai sampingan. Sedangkan orang Maya, Beser/Biak, Matbat

bermata pencaharian utama meramu sagu, berladang berpindah

serta menangkap ikan di laut dan di sungai sebagai sampingan.

Seget; Teminabuan: Kalabra, Tehit, Kon, Yahadian, Kais;

Inanwatan: Suabau, Puragi, Kokoda, kelompok ini bermata

pencaharian utama meramu sagu, berkebun kecil serta

menangkap ikan di sungai dan di laut sebagai sampingan.

7. Fakfak: Onin, Iha, Karas, Baham, Buruwai; Kaimana: Mairasi,

Semini, Koiwai bermata pencaharian utama berladang

berpindah, meramu sagu dan sampingan menangkap ikan di

sungai dan di laut; Arguni: Kamberau, Irarutu, Mairasi bermata

pencaharian utama meramu sagu, berkebun kecil serta

menangkap ikan di laut dan di sungai sebagai sampingan.

Mimika: Kamoro bermata pencaharian utama meramu sagu,

berkebun kecil dan sampingan menangkap ikan di laut dan di

sungai.

8. Merauke; Asmat, Awyu, Yagai Citak bermata pencaharian utama

meramu sagu dan berkebun kecil serta menangkap ikan di laut

dan di sungai sebagai sampingan. Kimaam: Riantana,

Kimaghama, Koneraw; Marind-anim: Yab-anim, Maklew-anim,

Kanum-anim, Bian-anim bermata pencaharian utama meramu

133

Page 151: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

sagu dan berkebun kecil, serta menangkap ikan di sungai dan di

laut sebagai sampingan.

B. Kondisi Sosio-Geografis

Kabupaten Sarmi merupakan salah satu kabupaten

pemekaran dari Kabupaten Jayapura yang terbentuk pada tanggal

11 Desember 2002 berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2002 tentang

Pemekaran Kabupaten Jayapura menjadi tiga kabupaten, yaitu

Jayapura, Keerom dan Sarmi. Kabupaten Sarmi memiliki luas

wilayah 35.587 + km2. Secara geografis, Kabupaten Sarmi

berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, kabupaten

Tolikara di sebelah Selatan, Kabupaten Puncak Jaya dan

kabupaten Waropen di sebelah Barat dan Kabupaten Jayapura di

sebelah Timur.

Sebutan nama “SARMI” berasal dari singkatan nama 5 suku

besar atau masyarakat tradisional (asli) yang terdapat di wilayah

pesisir dan pedalaman Pantai Utara Papua. S menunjukkan Suku

Sobey yaitu masyarakat tradisional Kabupaten Sarmi yang

menduduki (memiliki hak ulayat) ibu kota Kabupaten Sarmi dan

wilayah sekitarnya, A menunjukkan Suku Armati yaitu masyarakat

tradisional yang menduduki daerah bagian selatan Kabupaten

Sarmi, R menunjukkan Suku Rumbuay yaitu masyarakat tradisional

yang menduduki daerah Tor dan Holmaven, M menunjukkan Suku

Manirem yaitu masyarakat tradisional yang menduduki daerah

Bonggo, Betaf, Takar dan wilayah Sarmi Timur,Imenunjukkan suku

Isirawa yaitu masyarakat tradisional yang menduduki daerah

134

Page 152: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Amsira, Kasukwe dan Wapo. Singkatan Sarmi sebenarnya belum

mencerminkan suku-suku di sana mengingat di wilayah ini terdapat

87 bahasa yang dipergunakan yang identik dengan 87 suku

bangsa.

Pouwer (1966) berdasarkan studi antropologinya,

menunjukkan bahwa dalam pengelompokan orang Papua paling

sedikit dapat dibagi kedalam empat golongan berdasarkan sistem

kekerabatan yaitu sistem kekerabatan menurut tipe Iroquis,

Hawaian, Omaha dan sistem kekerabatan campuran menurut tipe

Iroquis-Hawaian. Masyarakat tradisional Sarmi mengenal sistem

kekerabatan Hawaian dan sistem kekerabatan campuran Iroquis-

Hawaian.

Sistem kekerabatan Hawaian adalah sistem pengelompokan

yang menggunakan istilah yang sama untuk menyebut saudara-

saudara sekandung dan semua saudara-saudara sepupu silang

dan paralel. Adapun masyarakat tradisional Sarmi atau kelompok

etnik yang tergolong tipe ini adalah masyarakat tradisional yang

memiliki hak ulayat di Pantai Timur Sarmi yaitu suku Manirem yang

meliputi wilayah Bonggo, Betaf, Takar dan Pantai Timur.

Sedangkan etnik Papua lainnya yang juga memiliki sistem

kekerabatan Hawaian adalah orang Hatam-Manikion, Mairasi,

Mimika dan Asmat. Sistem kekerabatan campuran Iroquis-Hawaian

adalah tipe campuran. Adapun masyarakat tradisional Sarmi atau

kelompok etnik yang tergolong tipe ini adalah masyarakat

tradisional yang memiliki hak ulayat di Pantai Barat Sarmi yaitu suku

135

Page 153: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Rumbuay, Armati, Sobey dan Isirawa yang meliputi wilayah Tor,

Holmaven, Sarmi Selatan, Sarmi Kota, Amsira, Kasukwe dan Wapo.

Sedangkan etnik Papua lainnya yang memiliki tipe campuran ini

adalah etnik masyarakat tradisional di Bintuni.

Kecuali penggolongan berdasarkan istilah kekerabatan, orang

Papua juga dibedakan berdasarkan prinsip pewarisan. Ada tiga

prinsip pewarisan keturunan yaitu: (a) melalui garis keturunan ayah

atau patrilineal,(b) melalui prinsip bilateral yaitu melalui garis

keturunan ayah dan ibu; dan (c) masyarakat berdasarkan struktur

ambilateral atau ambilineal, di mana kadang-kadang diatur menurut

garis keturunan pihak ibu atau ayah (De Brijn, 1959:11 of van der

Leeden, 1954, Pouwer, 1966).

Masyarakat tradisional Sarmi mengenal prinsip pewarisan

Patrilineal dan Bilateral. Masyarakat tradisional Sarmi yang

mengenal prinsip pewarisan patrilineal adalah Suku Sobey, Suku

Armati, Suku Rumbuay dan Suku Manirem. Sedangkan masyarakat

tradisional Sarmi yang mengenal prinsip pewarisan bilateral ini

adalah Suku Isirawa.

Mansoben (1995), membagi sistem mata pencaharian suku-

suku di Papua atas empat zona yang masing-masing menunjukkan

diversifikasi terhadap sistem mata pencaharian mereka

berdasarkan kebudayaannya. Keempat zona ekologi tersebut

adalah :

136

Page 154: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

1. Zona ekologi rawa, daerah pantai dan muara sungai (Swampy

Area, Coastal and Riverine);

2. Zona ekologi daerah pantai dan hutan pantai (Coastal Lowland

Areas);

3. Zona ekologi kaki-kaki gunung serta lembah kecil (Foothills and

Small Valleys);

4. Zona ekologi pegunungan tinggi (Highlands).

Secara umum Kampung Amsira termasuk dalam zona ekologi

pertama yaitu rawa, daerah pantai dan muara sungai dengan mata

pencaharian utama adalah meramu sagu serta berladang berpindah

dan mata pencaharian sampingan yaitu menangkap ikan di sungai

dan di laut. Makanan pokok mereka adalah aci sagu dan umbi-

umbian.

Kabupaten Sarmi dapat ditempuh dari Kabupaten Jayapura

dengan jalur udara, laut maupun darat. Jika menggunakan jalur laut,

biasanya dengan menggunakan kapal-kapal perintis dengan waktu

tempuh 24 jam. Jika menggunakan jalur darat (mobil atau motor),

waktu tempuhnya sangat bervariasi tergantung cuaca dan kondisi

jalan, umumnya lebih dari 8 jam atau berkisar antara 12 sampai 17

jam. Selama perjalanan kita akan melalui Kabupaten Jayapura dan

daerah yang sebagian besar masih berupa hutan belantara dengan

sungai-sungai dan jembatan-jembatan yang sebagian besar masih

berupa jembatan kayu. Jika menggunakan jalur udara, jenis

pesawat yang sering digunakan adalah pesawat Twin milik

maskapai penerbangan Merpati dengan waktu tempuh 50 menit.

137

Page 155: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 3

8.Lo

kasi

Kam

pung

Am

sira

di K

abup

aten

Sar

mi

Ket

eran

gan

:

= Lo

kasi

Pen

eliti

an

Loka

si P

enel

itian

138

Page 156: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

C. Ekologi Habitat Gayang

Dalam rangka kegiatan konservasi jenis gayang, baik

konservasi pada habitatnya (in-situ) maupun di luar habitatnya (eks-

situ), salah satu aspek yang sangat perlu untuk diketahui adalah

aspek ekologi habitat yang meliputi faktor fisiografi (ketinggian

tempat dan kelerengan), iklim (suhuudaradan kelembaban), kondisi

tanah (tanah, tanah berbatu, tanah berkarang dan karang) serta

kesuburan tanah. Syafei (1994) menyebutkan bahwa faktor-faktor

lingkungan yaitu iklim, edafik (tanah), topografi dan biotik saling

berkaitan erat satu satu sama lain dan sangat menentukan

kehadiran suatu jenis tumbuhan di tempat tertentu, namun cukup

sulit mencari penyebab terjadinya kaitan yang erat tersebut.

Selanjutnya Marsono (1972) menyebutkan bahwa kehadiran suatu

jenis dalam suatu tempat atau areal ditentukan oleh beberapa faktor

antara lain ; habitat dimana habitat akan mengadakan seleksi

terhadap jenis yang mampu beradaptasi dengan lingkungan

setempat, waktu yang diperlukan untuk mengatasi hal ini, dengan

berjalannya waktu vegetasi akan berkembang ke arah yang stabil

dan kehadiran satu jenis dapat ditentukan juga oleh vegetasi yang

berada disekitarnya.

1. Faktor Fisiografis

Ketinggian tempat habitat gayang di kawasan hutan pantai

Kampung Amsira adalah 0–5 m dpl. Sesuai ketinggian tempat

tumbuhnya maka gayang digolongkan kedalam jenis tumbuhan

berkayu (pohon) dataran rendah.

139

Page 157: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Tabel 28. Ketinggian tempat dan kelerengan pada habitatgayang di Kampung Amsira

Habitat Ketinggian tempat(m) dpl.

Topografi/kelerengan(%)

1. 0–5 0-5

2. 0–5 0-5

3. 0–5 0-5

4. 0–5 0-5

Gayang pada kawasan hutan pantai Kampung Amsira

Kabupaten Sarmi tumbuh baik pada kelerangan 0–5 %. Kisaran

kelerengan tersebut memiliki kondisi habitat yang relatif sangat

datar. Kondisi habitat demikian secara alami sangat berdampak

terhadap penyebaran dan kuantitas pertumbuhan gayang. Dari

hasil pengamatan, kualitas pertumbuhan gayang pada habitat datar

umumnya sangat baik, dan tidak berbeda dalam banyaknya

individu. Daerah yang sangat datar menyebabkan penyebaran

individu gayang merata.

2. Suhu Udara dan Kelembaban

Gayang tumbuh pada daerah-daerah dengan naungan

sedang (65–73%) dengan suhu optimum berkisar antara 30–32ºC

dan kelembaban optimum berkisar antara 64–71%. Adanya kisaran

demikian disebabkan karena penyebaran gayang secara alami di

kawasan hutan Kampung Amsira Kabupaten Sarmi adalah pada

bagian pesisir pantai yang merupakan daerah pasang tertinggi air

laut, hutan pantai dan hutan dataran rendah. Hal ini

140

Page 158: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

mengindikasikan bahwa gayang mampu tumbuh pada habitat yang

dipengaruhi oleh salinitas (pesisir pantai) dan habitat yang tidak

dipengaruhi oleh salinitas yaitu hutan pantai dan hutan dataran

rendah dengan naungan yang sedang (daerah agak terbuka).

Tabel 29. Suhu udara dan kelembaban serta persen penutupan tajuk pada habitat gayang di Kampung Amsira

Habitat Suhu udara(0C)

Kelembaban(%)

Naungan(%)

1 31 69 702 32 65 673 31 64 654 32 64 655 30 71 73

3. Keadaan Tanah

Gayang umumnya tumbuh pada habitat tanah dengan

keadaan solum yang tipis (< 10 cm atau ± 10 cm), sedang (± 20 cm)

sampai dalam (± 30 cm), dengan variasi habitat pasir, tanah

berpasir dan tanah serta kondisi habitat tidak berbatu, sedikit

berbatu dan berbatu, tetapi kadang-kadang tumbuh pada daerah

tergenang di pinggir sungai-sungai dan pada habitat rawa

tergenang secara periodik maupun rawa tergenang permanen.

141

Page 159: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Tanah Faperta UGM Tahun 2010

Tabel 30. Kesuburan tanah pada habitat gayang di Kampung Amsira

Parameter Uji NilaiKandungan

Satuan

NPK

MgpHCCaNa

C/N ratioBahan Organik

0,1221,580,150,155,630,631,140,78

12,811,09

%ppm%%%----

%

Tanah pada habitat gayang bersifat agak masam (pH 5,63),

N tersedia rendah, P tersedia sedang, Mg tersedia sangat rendah,

C/N ratio sedang dan K tersedia rendah. Berdasarkan sifat tanah

tersebut, tampak bahwa jenis tanah pada habitat gayang di

Kampung Amsira tergolong jenis tanah marginal dengan tingkat

kesuburan sangat rendah sampai rendah.

D. Potensi Tegakan, Struktur Populasi dan Potensi Buah

1. Potensi Tegakan

Potensi tegakan gayang pada hutan pantai Kampung Amsira

Kabupaten Sarmi, berdasarkan tingkat pertumbuhan semai,

pancang, tiang dan pohon, dapat dilihat pada Gambar 39.

Populasi pada setiap tingkat pertumbuhan jenis pohon

gayang membentuk kurva pertumbuhan yang relatif normal yaitu

142

Page 160: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

berbentuk huruf J terbalik. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi

hutan pantai habitat gayang di Kampung Amsira Kabupaten Sarmi

tergolong cukup baik atau belum mendapatkan tekanan berupa

kerusakan yang cukup berarti.

Struktur populasi yang demikian menurut Ewusie (1990),

disebabkan oleh dua faktor yang saling berkaitan yaitu strategi jenis

tersebut untuk mempertahankan keberadaannya dan adanya faktor

seleksi alam yang disebut seleksi – r. Hubungan ke dua faktor

tersebut adalah untuk mempertahankan keseimbangan dan

keberadan jenis gayang tersebut di alam yang pada akhirnya peran

kuantitas jenis akan berubah menjadi kualitas jenis.

143

Page 161: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 39. Potensi gayang berdasarkan tingkat pertumbuhan di Kampung Amsira Kabupaten Sarmi

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Jumlah anakan (semai) yang sangat banyak dibandingkan

dengan pancang, tiang dan pohon menggambarkan strategi

regenerasi dari pohon gayang yang dikenal dengan strategi – r.

a. Tingkat Semai

Gayang pada tingkat permudaan semai, ternyata merupakan

salah satu jenis yang mendominasi kawasan hutan pantai di

Kampung Amsira. Sepuluh jenis permudaan tingkat semai yang

paling mendominasi kawasan hutan pantai di Kampung Amsira

144

Page 162: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

secara lengkap disajikan pada Tabel 31. Jenis yang paling dominan

berturut-turut adalah Inocarpus fagifer, Fagraea racemosa, Pometia

pinnata, Barringtonia asiatica dan Gonocaryum littorale. Hal ini

menunjukkan adanya tingkat toleransi yang tinggi dan luas dari ke 5

jenis ini serta adanya strategi regenerasi yang baik dari jenis-jenis

ini dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya

Tabel 31. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan semai pada habitat gayang di Kampung Amsira

Nama Latin K (n/ha)

KR (%)

F FR (%)

INP (%)

Inocarpus fagifer 8000 17,39 0,5 10,64 28,03Fagraea racemosa 4250 9,24 0,3 6,38 15,62Pometia pinnata 3500 7,61 0,3 6,38 13,99Barringtonia asiatica 3500 7,61 0,3 6,38 13,99Gonocaryum littoralle 2250 4,89 0,2 4,26 9,15Syzygium malaccensis 2000 4,35 0,2 4,26 8,60Cananga odorata 1750 3,80 0,2 4,26 8,06Premna corymbosa 1500 3,26 0,2 4,26 7,52Hibiscus tilliaceus 1500 3,26 0,2 4,26 7,52Alstonia spectabilis 1000 2,17 0,2 4,26 6,43

Potensi tingkat permudaan semai gayang adalah sebanyak

8.000 anakan per hektar. Jenis ini menempati posisi dominan

pertama. Dominannya jenis ini disebabkan karena jumlah

individunya yang banyak dan penyebarannya yang merata.

145

Page 163: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Adanya seleksi – r (alam) menyebabkan jenis-jenis vegetasi

pada tingkat semai menggunakan jumlah individu yang sedikit untuk

mempertahankan keberadaan jenisnya, namun setelah melalui

proses seleksi – r sampai individu tingkat pancang, kualitas jenisnya

lebih berperan penting. Walaupun jumlah individunya tidak banyak

pada tingkat semai namun individu-individu tersebut merupakan

individu yang secara alami dianggap telah mampu dan stabil

beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuh, karena memiliki

kualitas yang baik.

b. Tingkat Pancang

Gayang pada tingkat permudaan pancang, ternyata

merupakan jenis yang paling mendominasi kawasan hutan pantai di

Kampung Amsira Kabupaten Sarmi. Sepuluh jenis permudaan

tingkat pancang yang paling mendominasi kawasan hutan pantai di

Kampung Amsira dapat dilihat pada Tabel 32. Pada tingkat

pancang, jenis yang paling dominan berturut-turut adalah Inocarpus

fagifer, Barringtonia asiatica, Cananga odorata, Hibiscus tilliaceus,

Aglaia odorata, Tabernaemontana aurantiaca, Voacanga papuana,

Anthocephalus chinensis, Octomeles sumatrana dan Ficus septica.

Potensi tingkat permudaan pancang gayang adalah

sebanyak 600 pohon per hektar. Jenis ini menempati posisi

dominan pertama. Dominannya jenis ini disebabkan karena jumlah

individunya yang banyak serta penyebarannya yang merata jika

dibandingkan dengan jenis vegetasi lainnya.

146

Page 164: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Pada tingkat pancang proses suksesi masih terus

berlangsung, komposisi jenis, kerapatan dan frekwensi merupakan

gambaran awal bagi proses ekologi yang terjadi pada habitat

gayang. Dominannya jenis ini pada tingkat pancang karena adanya

campur tangan manusia yaitu berupa perawatan (pembersihan)

yang dilakukan sekali dalam setahun.

Tabel 32. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan pancang pada habitat gayang di Kampung Amsira

Nama Latin K(n/ha)

KR(%)

F FR(%)

INP(%)

Inocarpus fagifer 600 19,23 0,5 10,20 29,44 Barringtonia asiatica 320 10,26 0,5 10,20 20,46 Cananga odorata 240 7,69 0,3 6,12 13,82 Hibiscus tilliaceus 120 3,85 0,3 6,12 9,97 Aglaia odorata 120 3,85 0,3 6,12 9,97 Tabernaemontana aurantiaca 120 3,85 0,3 6,12 9,97 Voacanga papuana 120 3,85 0,2 4,08 7,93 Anthocephalus chinensis 160 5,13 0,1 2,04 7,17 Octomeles sumatrana 80 2,56 0,2 4,08 6,65 Ficus septica 80 2,56 0,2 4,08 6,65

c. Tingkat Tiang

Pada tingkat tiang, gayang merupakan jenis yang paling

mendominasi kawasan hutan pantai Kampung Amsira Kabupaten

Sarmi. Sepuluh jenis permudaan tingkat tiang yang paling

mendominasi kawasan ini disajikan pada Tabel 33.

147

Page 165: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Tabel 33. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan tiang pada habitat gayang di Kampung Amsira

Nama Latin KR(%)

FR(%)

DR(%)

INP(%)

Inocarpus fagifer 12,90 13,33 14,02 40,26Pometia pinnata 6,45 6,67 8,41 21,53Cananga odorata 6,45 6,67 7,59 20,71Artocarpus altillis 6,45 6,67 7,59 20,71Alstonia scholaris 6,45 6,67 6,60 19,72Morinda citrifolia 6,45 6,67 5,44 18,56Fagraea racemosa 6,45 6,67 4,45 17,57Gonocaryum littorale 6,45 3,33 5,77 15,56Barringtonia asiatica 3,23 3,33 4,67 11,23Cordia subcordata 3,23 3,33 4,20 10,75

Pada tingkat tiang, jenis yang paling dominan berturut-turut

pada kawasan hutan tersebut adalah Inocarpus fagifer, Pometia

pinnata, Cananga odorata, Artocarpus altillis dan Alstonia scholaris.

Dominannya jenis-jenis tersebut mengindikasikan bahwa jenis ini

tumbuh dan menyebar merata karena mampu beradaptasi dengan

tipe habitat hutan pantai yaitu tanah berpasir.

d. Tingkat Pohon

Fase pertumbuhan pohon merupakan tahap akhir suksesi

pada habitat gayang. Pada tingkat pohon, gayang merupakan jenis

yang paling mendominasi kawasan hutan pantai Kampung Amsira

Kabupaten Sarmi. Sepuluh jenis vegetasi tingkat pohon yang paling

mendominasi kawasan hutan ini disajikan pada Tabel 34. Jenis

148

Page 166: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

yang paling dominan berturut-turut adalah Inocarpus fagifer,

Barringtonia asiatica, Pometia pinnata, Artocarpus altillis dan

Anthocephalus chinensis. Dominannya jenis-jenisini menunjukkan

bahwa jenis-jenis ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap

lingkungannya. Selain memiliki adaptasi yang baik sehingga

tersebar merata, jenis-jenis tersebut juga memiliki kemampuan

pertumbuhan diameter dan tinggi yang optimal sehingga

memungkinkan jenis ini untuk mendominasi strata teratas dan

menjadi penciri tegakan utama di kawasan hutan ini.

Tabel 34. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat pohon pada habitat gayang di Kampung Amsira

Nama Latin KR(%)

FR(%)

DR(%)

INP(%)

Inocarpus fagifer 11,91 12,20 19,75 43,85Barringtonia asiatica 9,52 9,76 16,18 35,46Pometia pinnata 11,91 9,76 7,38 29,04Artocarpus altillis 7,14 7,32 13,58 28,04Anthocephalus chinensis 4,76 4,88 3,79 13,43Hibiscus tilliaceus 4,76 4,88 3,24 12,88Gonocaryum littorale 4,76 4,88 2,23 11,87Pterygota horsfieldii 2,38 2,44 5,74 10,56Cordia subcordata 2,38 2,44 3,13 7,95Alstonia scholaris 2,38 2,44 3,00 7,82

Jenis vegetasi tingkat pohon lainnya yang memiliki INP yang

rendah disebabkan karena daya saing yang rendah, baik dengan

jenis lain maupun sesama jenis dalam memanfaatkan tempat

149

Page 167: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

tumbuh yang ada, karena setiap jenis vegetasi membutuhkan

lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhannya mulai dari semai

sampai pohon sesuai tingkat suksesi yang terjadi pada habitatnya.

Potensi pohon gayang adalah sebanyak 25 pohon per hektar.

Jenis ini menempati posisi dominan pertama. Dominannya jenis

gayang disebabkan karena jumlah individunya banyak,

penyebarannya merata serta rata-rata pertumbuhan riap diameter

yang cukup baik. Berdasarkan fakta tersebut dapat diindikasikan

bahwa dominannya jenis pohon gayang pada tingkat semai,

pancang, tiang dan pohon selain karena mampu tumbuh atau

beradaptasi pada habitat tanah berpasir, faktor lainnya adalah

karena adanya campur tangan manusia berupa kegiatan

pembersihan pada sekitar pohon gayang yang dilakukan sekali

dalam setahun.

2. Struktur Populasi

Struktur populasi gayang di kawasan hutan pantai Kampung

Amsira Kabupaten Sarmi dapat diketahui dengan pendekatan

jumlah individu untuk setiap tingkat pertumbuhan yang ditemukan

pada kawasan hutan tersebut. Pada fase semai, pancang, tiang dan

pohon, jumlah individu, tingkat populasi dan persen kegagalan

dapat dilihat pada Tabel 35.

150

Page 168: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Tabel 35. Tingkat populasi dan persen kegagalan gayang pada fase semai, pancang, tiang dan pohon

Tingkat pertumbuhan

Jumlah individu

Persen(%)

Jumlah gagal

Persen(%)

Semai 284 60,43 - -Pancang 115 24,47 169 59,51

Tiang 45 9,57 70 60,87Pohon 26 5,53 19 42,44

Jumlah 470 100,00 19 162,82

Struktur populasi gayang pada Tabel 35 memperlihatkan

suatu bentuk piramida populasi yang normal dimana semai

(60,43%), menempati alas piramida, pancang (24,47%) pada

tingkat kedua dari alas piramida, tiang (9,57%) pada tingkat ketiga

dan pohon (5,53%) pada tingkat keempat atau tingkat paling atas

dari alas piramida.

3. Potensi Buah

Gayang berbuah sepanjang tahun dengan musim berbuah

maksimal yang menghasilkan banyak buah adalah 2-3 kali dalam

setahun. Pohon gayang umumnya berbuah pada diameter batang

rata-rata 30 cm, tinggi bebas cabang 5-9 m dan tinggi total 15 m.

Potensi buah gayang per pohon sangat bervariasi menurut umur,

diameter dan tinggi pohon. Namun secara umum potensi buah

gayang tersebut jika diukur dengan ember ukuran 5 kg, maka akan

menghasilkan 10–15 ember. Hal ini disebabkan karena buah yang

dihasilkan oleh pohon tersebut umumnya tidak banyak, namun

151

Page 169: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Gizi dan Pangan UGM Tahun 2010

karakter buah gayang yang umumnya berdiameter 3–5 cm

menyebabkan jenis buah ini unggul dari segi volume.

E. Kandungan Gizi Buah Gayang

Kandungan gizi buah gayang disajikan pada Tabel 36.

Sedangkan perbandingan kandungan gizi biji gayang dengan

beberapa jenis buah dan biji-bijian yang umum dikonsumsi oleh

masyarakat Indonesia dapat dilihat pada Tabel 37.

Tabel 36. Kandungan gizi buah gayang

Macam Analisa Hasil Analisis Rata-Rata

Sampel 1 Sampel 2

Kadar AirKadar AbuKadar LemakProtein TotalSerat KasarKarbohidratKalori (kal)Vitamin C

43,411,711,967,241,08

46,29211,1998,57

43,541,682,047,381,1146,01211,0099,36

43,481,702,007,311,1046,15211,1098.97

Kandungan gizi buah gayang sangat tinggi jika dibandingkan

dengan tanaman budidaya lainnya seperti alpukat, durian, sirsak,

langsat, papaya, rambutan dan salak.

152

Page 170: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009 dan data Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB Bogor, 2006 dalam Sirami 2009 dan The Indonesian Commodity System, IPB dalam Suhardi et al, 2006

Tabel 37. Perbandingan kandungan gizi biji gayang dengan beberapa jenis buah dan biji-bijian

Kandungan protein, lemak dan vitamin C pada gayang

umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis-jenis buah

lainnya yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia secara

umum. Gayang memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dari

biji-bijian dan kacang-kacangan yang sering dikonsumsi oleh

masyarakat di Indonesia.

F. Etnobotani Gayang dalam Budaya Suku Isirawa

Secara umum masyarakat suku Isirawa dan suku asli lainnya

di Sarmi memiliki bahan pangan pokok utama yaitu aci sagu dan

umbi-umbian seperti kimpul atau keladi, ketela rambat atau betatas,

Buah Protein(gr)

Lemak(gr)

Vit C(mg)

Air(gr)

GayangKacang hijauKedelaiSorghumJagungKacang tanahAlpukatDurianSirsakLangsatPepayaRambutanSalak

7,3723,036,99,89,420,00,92,51,00,90,52,00,9

2,041,217,23,304,2045,06,53,00,30,20

0,10

99,36-----

135,3203,078582

43,5312,49,811,213,5

-84,465

81,781

86,780,578

153

Page 171: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

talas dan ketela pohon atau kasbi. Mata pencaharian utama mereka

adalah berladang berpindah.

Sejalan dengan perkembangan pembangunan, ilmu

pengetahuan dan teknologi, apalagi dengan pemekaran daerah

tersebut menjadi Kabupaten Sarmi sejak tahun 2002, masyarakat

etnik Isirawa dan etnik lainnya di Kabupaten Sarmi telah mengalami

perubahan dalam hal makanan pokok. Saat ini masyarakat tidak

lagi memanfaatkan aci sagu dan umbi-umbian sebagai bahan

pangan pokok tetapi masyarakat telah beralih ke beras sebagai

bahan pangan pokok.

Gayang adalah jenis buah yang bijinya dimanfaatkan sebagai

bahan pangan dan merupakan makanan favorit (kesukaan) oleh

masyarakat etnik Isirawa dan etnik Sarmi lainnya. Masyarakat yang

tergolong dalam 5 suku besar di Sarmi (Sobey, Armati, Rumbuay,

Manirem dan Isirawa) telah memanfaatkan buah tersebut secara

turun temurun sejak zaman nenek moyang hingga sampai saat ini.

Tidak ada bukti yang tepat menjelaskan sejak kapan orang Sarmi

pertama kali mengkonsumsi jenis buah gayang tersebut. Namun

secara budaya buah gayang ini memiliki beberapa fungsi atau

peranan yang penting dalam perkembangan budaya beberapa suku

di Sarmi.

154

Page 172: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 40. Pemanfaatan buah gayang: A. buahnya yang gugur secara alami dikumpulkan;B. dibelah; C. bijinya diambil sebagai bahan pangan

Buah gayang yang sudah tua (secara alami gugur dari

pohon), bijinya dapat dimakan setelah diambil dari buahnya

kemudian dibakar atau direbus terlebih dahulu, setelah masak,

buah gayang tersebut dapat dimakan secara langsung atau

biasanya dimakan dengan kelapa yang sudah diparut (kelapa parut)

atau bisa juga dimakan dengan buah kelapa yang belum diparut

(kelapa gesek). Pemanfaatan buah gayang sebagai bahan pangan

oleh masyarakat tradisional di Kabupaten Sarmi, biasanya

dilakukan 2 sampai 3 kali dalam setahun.

Jika dijual, harga buah gayang sepiring ditambah dengan 3–4

potong (penggal) kelapa harganya ± Rp. 10.000,-/piring. Selain

buahnya dimanfaatkan sebagai bahan makanan, kayunya juga

sering dimanfaatkan oleh masyarakat. Masyarakat tradisional

Kabupaten Sarmi sering memanfaatkan kayu gayang yang sudah

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2008 dan 2010

A B C

155

Page 173: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

kering atau rantingnya yang gugur sebagai kayu bakar. Pada pohon

yang masih hidup, bagian banirnya sering dimanfaatkan oleh

masyarakat sebagai bahan pembuatan hulu atau gagang parang.

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi pengobatan

tradisional, masyarakat akhirnya mengetahui bahwa kulit gayang

ternyata bisa digunakan untuk mengobati penyakit diabetes dengan

cara meminum rebusan kulit gayang secara rutin.

G. Konservasi Tradisional

Masyarakat Suku Sarmi telah lama memanfaatkan buah

gayang dalam kehidupan budaya dan keseharian mereka. Saat ini

masyarakat telah melakukan konservasi tradisional dengan cara

merawat anakan dan pohon gayang yang terdapat di alam serta

melakukan penanaman pohon gayang pada areal perkebunan

mereka.

Gayang yang ditanam pada kebun-kebun masyarakat dan

yang dirawat di alam umumnya memiliki perlakuan yang berbeda.

Gayang yang ditanam pada areal kebun masyarakat, biasanya

dirawat dengan baik yaitu dengan cara memperhatikan jarak tanam,

membersihkan gulma dan diberi naungan. Sedangkan pohon

gayang yang tumbuh secara alami di daerah pesisir pantai Sarmi

dirawat oleh masyarakat dengan intensitas yang rendah. Biasanya

frekwensi masyarakat untuk membersihkan gulma hanya setahun

sekali. Selain itu, gayang juga dibiarkan tumbuh bersama-sama

dengan jenis vegetasi pantai lainnya seperti Pandanus dubius,

156

Page 174: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Pandanus tectorius, Sararanga sinuosa, Barringtonia asiatica,

Voacanga papuana dan Tabernaemontona aurantiaca.

Biasanya gayang yang terdapat di areal kebun yang baru

dibuka akan dibiarkan pada tahap awal dan kemudian dirawat

hingga mencapai masa berbuah. Gayang yang ditanam langsung

oleh masyarakat di areal kebun akan dirawat sampai masa

berbuah. Biasanya gayang yang ditanam oleh masyarakat akan

berbuah pada umur 5 sampai 7 tahun.

H. Status Konservasi

Gayang adalah salah satu jenis tumbuhan asli (native

species) di Papua. Di Indonesia, jenis ini penyebarannya meliputi

hampir seluruh wilayah kepulauan terutama pada daerah ekologi

hutan pantai dan hutan dataran rendah. Secara ekologi, jenis

gayang merupakan jenis pada hutan pantai dan hutan dataran

rendah dengan topografi landai, bergelombang atau punggung bukit

dan puncak bukit. Penyebaran jenis ini secara alami pada

ketinggian tempat 5–300 m dpl.

Secara tradisional masyarakat Kampung Amsira Distrik Sarmi

sudah melakukan kegiatan budidaya (konservasi tradisional) namun

secara umum perlu adanya perhatian dari pemerintah Kabupaten

Sarmi untuk skala pembudidayaan yang lebih luas lagi mengingat

buah gayang merupakan salah satu sumber makanan tambahan

bagi masyarakat tradisional Sarmi.

157

Page 175: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Meskipun jenis ini secara global belum dinyatakan sebagai

spesies yang terancam punah, namun untuk mendukung

pemanfaatan buah gayang oleh masyarakat tradisional Sarmi

sebagai bahan makanan tambahan, sekarang sudah saatnya untuk

melakukan kegiatan penanaman dalam rangka penghijauan dan

reboisasi pada kawasan hutan pantai dan hutan dataran rendah di

Kabupaten Sarmi. Untuk itu sangat diperlukan adanya dukungan

kerjasama dengan pemerintah daerah setempat.

I. Prospek Pengembangan

Gayang sangat potensial dikembangkan di Tanah Papua

terutama pada daerah yang memiliki tipe ekosistem hutan pantai

dan dataran rendah. Buah gayang telah lama dimanfaatkan oleh

suku-suku atau masyarakat tradisional yang bermukim pada

kawasan hutan pantai dan hutan dataran rendah di Tanah Papua

sebagai buah yang dapat dikonsumsi.

Pengembangan atau penanaman jenis ini dalam bentuk

kebun koleksi sangat mudah untuk dilakukan mengingat jenis ini

tidak membutuhkan karakter habitat yang spesifik. Untuk tujuan

tersebut perlu adanya dukungan Pemerintah Daerah melalui

instansi teknis terkait.

158

Page 176: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Ket

eran

gan

:

= Lo

kasi

Pen

yeba

ran

Gam

bar 4

1. P

enye

bara

n G

ayan

g (In

ocar

pus

fagi

fer F

osbe

rg)d

i Tan

ah P

apua

159

Page 177: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 42. Buah Kelapa Hutan (Borassus heineanus Becc.)Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2010

160

Page 178: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A. Deskripsi Botani

Borassus heineanusBecc. (Arecaceae)

Nama dagang : palem lontar Irian, palem kipas Nama daerah : kelapa hutan, waribo (Waropen)

Deskripsi umum: Palem berukuran sedang sampai besar, tumbuh tunggal, tingginya mencapai ± 30 m, tidak memiliki tabung upih (crown shaft). Batang umumnya tegak dan berbentuk silindris dengan diameter 15-40 cm, permukaan batang halus dan licin (kadang-kadang sedikit kasar), berwarna hijau pada saat masih muda dan menjadi coklat muda keabu-abuan jika sudah tua, panjang ruas 7-15 cm. Daun tunggal, mengelompok pada ujung batang, tangkai daun panjangnya 1,5-2,2 m, ukuran daun 100-200 cm x 75-160 cm, berwarna hijau atau hijau muda, permukaan daun licin, semua sisi daun bergerigi atau bercangab, permukaan daun bergelombang atau bersegi, jumlah daun 8-15 helai, bentuk daun membulat. Perbungaan pada ketiak daun, berbentuk tandan yang umumnya bercabang 2. Buah bulat lonjong, panjang 9-13 cm, diameter 7-10 cm, permukaan buah gundul (halus) dan licin, berwarna coklat saat muda dan coklat keabu-abuan saat tua. Biji 2-3, berbentuk lonjong dengan kedua sisi membelah ke dalam, berukuran 4-6 cm x 7-11 cm, tertutup kulit yang berserabut.

VIII. KELAPA HUTAN (Borassus heineanus Becc.) DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU MANIREM DI KABUPATEN SARMI

161

Page 179: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A

B

162

Page 180: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

D

C

163

Page 181: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 43. Kelapa Hutan (Borassus heineanus Becc.) -A. perawakan habitus; B.daun; C. bunga jantan; D. buah muda; E. buah tua

Kelapa hutan (Borassus heineanus Becc.) adalah salah satu

jenis palem yang merupakan tumbuhan endemik dan indigenous

atau asli (native species) di Papua. Penyebarannya sangat terbatas

yaitu meliputi Kabupaten Sarmi, Kabupaten Waropen dan

Kabupaten Yapen. Jenis B. heineanus di lokasi penyebarannya di

Tanah Papua, menurut informasi masyarakat dikenal dengan

kelapa hutan. Pemanfaatannya juga sama seperti kelapa yaitu isi

bagian dalam tempurungnya yang dimanfaatkan.

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2010

E

164

Page 182: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Di Tanah Papua penyebutan tumbuhan dengan “kelapa

hutan” sering membingungkan orang awam dan para peneliti,

terutama bagi peneliti yang bukan taksonomist. Sebutan kelapa

hutan di Tanah Papua umumnya bagi tumbuhan hutan yang

pemanfaatan buahnya oleh masyarakat etnik Papua mirip dengan

pemanfaatan buah kelapa pantai (C. nucifera).

Berdasarkan hasil penelitian, minimal ada 3 jenis atau

spesies tumbuhan hutan yang dikenal atau sering disebutkan oleh

masyarakat sebagai kelapa hutan. Dua spesies berasal dari etnik

Papua yang hidup di pegunungan tengah dan satu spesies berasal

dari etnik Papua yang hidup pada dataran rendah pantai Utara

Tanah Papua. Kedua jenis tumbuhan yang berasal dari

pegunungan tengah (Wamena, Habema, Tolikara, Mulia, dll.) yang

sering disebut sebagai kelapa hutan yaitu Pandanus brosimos dan

Pandanus. jiulianettii yang merupakan jenis endemik terbatas di

Tanah Papua karena daerah penyebarannya yang sangat terbatas

yaitu hanya terdapat di daerah pegunungan tengah saja.

Sedangkan satu jenis tumbuhan yang berasal dari dataran rendah

(Bonggo, Betaf, Tor Atas, Tor Bawah, Sarmi, Mamberamo,

Waropen, Yapen, dll.) yang sering disebut sebagai kelapa hutan

adalah palem lontar Irian atau Borussus. heineanus.

Selain buahnya yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan,

B. heineanus juga termasuk salah satu jenis dari famili Arecaceae

(Palmae) yang buahnya dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan

penghasil bahan bakar nabati bersama-sama dengan bintangur

165

Page 183: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

(Calophyllum inophyllum), sagu dan Nipah (Nypa fruticans) yang

melimpah di Tanah Papua.

B. Kondisi Sosio-Geografis Daerah Bonggo, Betaf dan Takar di Kabupaten Sarmi dapat

ditempuh dari Kabupaten Jayapura dengan jalur darat dan laut. Jika

menggunakan jalur laut, biasanya dengan menggunakan longboat

atau speedboat dengan waktu tempuh 6 sampai 10 jam, tergantung

kondisi cuaca (gelombang laut), jenis transportasi dan kecepatan

motor laut yang digunakan. Jika menggunakan jalur darat (mobil

atau motor), waktu tempuhnya sangat bervariasi tergantung cuaca

dan kondisi jalan, umumnya lebih dari 5 jam atau berkisar antara 6

sampai 8 jam, Selama perjalanan kita akan melalui Kabupaten

Jayapura dan daerah yang sebagian besar masih berupa hutan

belantara dengan sungai-sungai dan jembatan-jembatan yang

sebagian besar masih berupa jembatan kayu. Informasi kondisi

sosio-geografis selengkapnya telah diungkapkan pada bagian

terdahulu dalam suku Isirawa.

166

Page 184: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 4

4.Lo

kasi

Bon

ggo,

Bet

af, T

akar

di K

abup

aten

Sar

mi P

ropi

nsi P

apua

Ket

eran

gan

:

= Lo

kasi

Pen

eliti

an

Loka

si P

enel

itian

167

Page 185: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

C. Ekologi Habitat Kelapa Hutan

Dalam rangka kegiatan konservasi jenis kelapa hutan, baik

konservasi pada habitatnya (in-situ) maupun di luar habitatnya (eks-

situ), salah satu aspek yang sangat perlu diketahui adalah aspek

ekologi dan habitat yang meliputi faktor fisiografi (ketinggian tempat

dan kelerengan), iklim (suhu dan kelembaban), kondisi habitat

(tanah, tanah berbatu, tanah berkarang dan karang) serta

kesuburan tanah.

1. Faktor Fisiografis

Faktor fisiografis pada habitat kelapa hutan disajikan pada

Tabel 38. Ketinggian tempat habitat kelapa hutan di kawasan hutan

Kampung Takar Kabupaten Sarmi adalah 0–15 m dpl. Sesuai

ketinggian tempat tumbuhnya maka kelapa hutan digolongkan

kedalam jenis tumbuhan dataran rendah.

Tabel 38. Ketinggian tempat dan kelerengan pada habitat kelapa hutan

Habitat Ketinggian tempat(m) dpl.

Topografi/kelerengan(%)

1. 0 - 15 2 - 52. 0 –15 0 - 53. 0 –15 0 - 54. 0–15 0 - 55. 0–15 2 - 5

168

Page 186: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Kelapa hutan pada kawasan hutan Sarmi tumbuh baik pada

kelerengan 0–5%, yakni kondisi habitat yang relatif sangat datar.

Kondisi habitat demikian secara alami sangat berdampak terhadap

penyebaran dan kuantitas pertumbuhan kelapa hutan. Kualitas

pertumbuhan kelapa hutan pada habitat datar umumnya sangat

baik. Daerah yang sangat datar menyebabkan penyebaran individu

kelapa hutan merata.

2. Suhu Udara dan Kelembaban Suhu udara, kelembaban dan penutupan tajuk (persen

naungan) pada habitat kelapa hutan disajikan pada Tabel 39.

Tabel 39. Suhu udara dan kelembaban serta persen penutupan tajuk pada habitat kelapa hutan

Habitat Suhu udara(ººC)

Kelembaban(%)

Naungan(%)

1 29 80 852 30 70 753 31 68 704 32 62 705 30 72 78

Kelapa hutan tumbuh pada daerah-daerah dengan naungan

sedang sampai berat (70–85%) dengan rata-rata naungan 75,6%,

suhu optimum berkisar antara 29–32ºC dengan rata-rata suhu

optimum 30,4ºC dan kelembaban optimum berkisar antara 62–80%

atau rata-rata kelembaban 70,4%. Kisaran demikian disebabkan

karena penyebaran kelapa hutan secara alami di kawasan hutan

169

Page 187: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Kabupaten Sarmi adalah pada hutan sekunder dan primer yang

merupakan hutan pantai dan hutan dataran rendah. Hal ini

mengindikasikan bahwa kelapa hutan mampu tumbuh pada habitat

hutan pantai dan hutan dataran rendah dengan naungan yang

sedang sampai berat.

3. Keadaan Tanah

Kelapa hutan umumnya tumbuh pada tanah dengan solum

sedang (± 20 cm) sampai dalam (> 30 cm), dengan variasi tanah

berpasir dan tanah serta kondisi habitat tidak berbatu sampai

sedikit berbatu, tetapi kadang-kadang tumbuh pada daerah

tergenang di pinggir sungai-sungai dan pada habitat rawa

tergenang secara periodik maupun tergenang permanen.

Tabel 40. Kesuburan tanah pada habitat kelapa hutan di Kampung Takar

Parameter Uji NilaiKandungan

Satuan

N 1,74 %P 50,19 ppmK 1,69 %Fe - %Mg 0,18 %

pH (T) 6,75 -C 0,70 -Ca 2,78 -Na 1,32 -

C/N ratio 38,62 -Bahan Organik 1,21 %

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Tanah UGM Faperta UGM Tahun 2010

170

Page 188: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Tanah pada habitat kelapa hutan bersifat netral (pH 6,75), N

tersedia sangat tinggi, P tersedia sangat tinggi, Mg tersedia rendah,

C/N ratio sangat tinggi dan K tersedia sangat tinggi. Berdasarkan

kriteria tersebut, tampak bahwa jenis tanah pada habitat kelapa

hutan tergolong jenis tanah dengan tingkat kesuburan sedang

sampai tinggi.

D. Potensi Tegakan, Struktur Populasi dan Potensi Buah

1. Potensi Tegakan

Potensi tegakan kelapa hutan pada hutan alam tropis di

Kampung Takar Kabupaten Sarmi, berdasarkan tingkat

pertumbuhannya yaitu semai, pra dewasa dan dewasa, dapat dilihat

pada Gambar 45.

Populasi setiap tingkat pertumbuhan kelapa hutan

membentuk kurva pertumbuhan relatif normal yaitu berbentuk huruf

J terbalik. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi hutan habitat

kelapa hutan di kawasan hutan Kampung Takar tergolong cukup

baik atau belum mendapatkan tekanan berupa kerusakan yang

cukup berarti.

171

Page 189: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 45. Potensi kelapa hutan berdasarkan tingkat pertumbuhan di kawasan hutan Kampung Takar

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Struktur populasi yang demikian menurut Ewusie (1990),

disebabkan oleh dua faktor yang saling berkaitan yaitu strategi jenis

tersebut untuk mempertahankan keberadaannya dan adanya faktor

seleksi alam yang disebut seleksi – r. Hubungan kedua faktor

tersebut adalah untuk mempertahankan keseimbangan dan

keberadan jenis kelapa hutan tersebut di alam yang pada akhirnya

peran kuantitas jenis akan berubah menjadi kualitas jenis.

a. Tingkat Semai

Kelapa hutan pada tingkat permudaan semai, merupakan

salah satu jenis yang mendominasi kawasan hutan Kampung Takar

172

Page 190: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Kabupaten Sarmi. Sepuluh jenis permudaan tingkat semai yang

paling mendominasi kawasan hutan tersebut disajikan pada Tabel

41. Jenis yang paling dominan berturut-turut adalah Pometia

pinnata, Cananga odorata, Comersonia bartramia, Sterculia

parkinsonii dan Artocarpus altillis. Hal ini menunjukkan adanya

tingkat toleransi yang tinggi dan luas dari ke 5 jenis ini serta adanya

strategi regenerasi yang baik dari jenis ini dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya yang dikenal dengan seleksi - r.

Tabel 41. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan semai pada habitat kelapa hutan di Kampung Takar

Nama Latin K(n/ha)

KR(%)

F FR(%)

INP(%)

Pometia pinnata 3000 9.45 0.5 7.35 16.80

Cananga odorata 2750 8.66 0.5 7.35 16.01

Comersonia bartramia 2250 7.09 0.6 8.82 15.91

Sterculia parkinsonii 3000 9.45 0.4 5.88 15.33

Artocarpus altillis 1750 5.51 0.6 8.82 14.34

Palaquium amboinensis 2250 7.09 0.4 5.88 12.97

Borassus heineanus 2500 7.87 0.3 4.41 12.29

Intsia bijuga 2000 6.30 0.1 1.47 7.77

Duabanga moluccana 1000 3.15 0.1 1.47 4.62

Endospermum molucanum 750 2.36 0.2 2.94 5.30

Potensi tingkat permudaan semai kelapa hutan adalah

sebanyak 2.500 anakan per hektar. Jenis ini menempati posisi

dominan ke 7. Dominannya jenis kelapa hutan disebabkan karena

173

Page 191: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 46. Pometia pinnata Forst., Jenis yang dominan pada tingkat semai dan dewasa

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2007

jumlah individunya yang banyak serta penyebaran individunya yang

merata. Hal ini menggambarkan bahwa jenis ini menggunakan

strategi – r dalam proses regenerasinya.

Adanya seleksi – r (alam) menyebabkan jenis-jenis vegetasi

pada tingkat semai menggunakan jumlah individu yang sedikit untuk

mempertahankan keberadaan jenisnya, namun setelah melalui

proses seleksi – r sampai individu tingkat pancang, kualitas jenisnya

lebih berperan penting. Walaupun jumlah individunya tidak banyak

pada tingkat semai dan tumbuhan muda namun individu-individu

B

A

C

174

Page 192: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

tersebut merupakan individu yang secara alami dianggap telah

mampu dan stabil beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuh,

karena memiliki kualitas yang baik.

Namun demikian, serangan hama babi hutan (Sus crova) dan

burung kasuari (Casuarius benneti) menyebabkan kelapa hutan

pada fase semai untuk mencapai fase pra dewasa sangat riskan

terhadap frekwensi kegagalan. Kedua hama ini biasanya memakan

biji atau tunas hutan pada kelapa hutan.

b. Tingkat Pra Dewasa Kelapa hutan pada tingkat permudaan pra dewasa

merupakan salah satu jenis yang mendominasi kawasan hutan

Kampung Takar Kabupaten Sarmi. Sepuluh jenis permudaan

tingkat pra dewasa yang paling mendominasi kawasan hutan

tersebut disajikan pada Tabel 42. Jenis yang paling dominan pada

tingkat permudaan pra dewasa, berturut-turut adalah Cananga

odorata, Pometia pinnata, Borassus heineanus, Canarium indicum

dan Pterocarpus indicus.

175

Page 193: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Tabel 42. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan pra dewasa pada habitat kelapa hutan di Kampung Takar

Nama Latin K(n/ha)

KR(%)

F FR(%)

INP(%)

Cananga odorata 720 18,75 0,7 15,91 34,66 Pometia pinnata 680 17,71 0,5 11,36 29,07 Borasus heineanus 560 14,58 0,5 11,36 25,95 Canarium indicum 160 4,17 0,2 4,55 8,71 Pterocarpus indicus 160 4,17 0,2 4,55 8,71 Endospermum moluccanum 120 3,13 0,2 4,55 7,67 Osmoxyllon novoguinensis 120 3,13 0,2 4,55 7,67 Intsia bijuga 120 3,13 0,1 2,27 5,40 Palaquium amboinensis 80 2,08 0,1 2,27 4,36 Artocarpus altillis 80 2,08 0,1 2,27 4,36

Potensi permudaan tingkat pra dewasa kelapa hutan adalah

sebanyak 560 pohon per hektar. Jenis ini menempati posisi

dominan ke 3. Dominannya jenis kelapa hutan disebabkan karena

jumlah individunya yang banyak serta penyebaran individunya yang

merata pada kawasan hutan tersebut.

Pada tingkat permudaan pra dewasa, proses suksesi masih

terus berlangsung. Komposisi jenis, kerapatan dan frekwensi

merupakan gambaran awal bagi proses ekologi yang terjadi pada

habitat buah kelapa hutan. Kerapatan atau densitas adalah

besarnya populasi dalam suatu unit ruang, yang pada umumnya

dinyatakan sebagai jumlah individu-individu dalam setiap unit luas

atau volume (Gopal dan Bhardwaj, 1979). Kerapatan populasi

176

Page 194: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 47. Cananga odorata Hook., Jenis yang dominan pada tingkat pra dewasa – A. perawakan batang; B. daun; C. buah

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2007

bervariasi menurut waktu dan tempat. Dalam pengkajian suatu

kondisi populasi atau komunitas hutan, kerapatan populasi

merupakan parameter utama yang perlu diketahui. Kerapatan

populasi merupakan salah satu hal yang menentukan pengaruh

populasi terhadap komunitas atau ekosistem. Kerapatan juga sering

dipakai untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam populasi

pada saat tertentu. Perubahan yang dimaksud adalah berkurang

atau bertambahnya jumlah individu dalam setiap unit luas atau

volume.

B

A

C

177

Page 195: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Adanya perbedaan jenis dominan dan komposisi jenis pada

tingkat semai dan pra dewasa disebabkan karena penyebaran jenis.

Hal ini sesuai dengan pendapat Korner (1999), dalam Dolezal dan

Srutek (2002) yang menyatakan bahwa persebaran suatu jenis

tumbuhan secara tidak langsung dipengaruhi oleh interaksi antara

vegetasi dan suhu udara, kelembaban udara, dan kondisi topografi

seperti ketinggian tempat dan ketebalan tanah. Habitat kelapa

hutan yang memiliki tipe habitat yang bervariasi yaitu tanah, tanah

berbatu, dan tanah berpasir dengan keadaan topsoil yang berbeda

diduga merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran jenis ini

pada tingkat semai dan pra dewa, di mana penyebaran jenis pada

habitat tanah dan tanah berbatu akan lebih tinggi jika dibandingkan

dengan habitat tanah berpasir.

c. Tingkat Dewasa

Fase pertumbuhan tingkat dewasa merupakan tahap akhir

suksesi pada habitat kelapa hutan. Pada tingkat dewasa, kelapa

hutan merupakan salah satu jenis yang mendominasi kawasan

hutan Kampung Takar Kabupaten Sarmi. Sepuluh jenis vegetasi

tingkat pohon yang paling mendominasi kawasan hutan tersebut

disajikan pada Tabel 43. Jenis yang paling dominan, berturut-turut

adalah Pometia pinnata, Cananga odorata, Borassus heineanus,

Inocarpus fagifer dan Artocarpus altillis. Dominannya jenis-jenis ini

menunjukkan bahwa jenis-jenis ini mempunyai toleransi yang tinggi

terhadap lingkungannya. Selain memiliki adaptasi yang baik

sehingga tersebar merata, jenis-jenis tersebut juga memiliki

178

Page 196: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

kemampuan pertumbuhan diameter dan tinggi yang optimal

sehingga memungkinkan jenis ini untuk mendominasi strata teratas

dan menjadi penciri tegakan utama di kawasan hutan ini.

Jenis vegetasi tingkat pohon lainnya yang memiliki INP yang

rendah disebabkan karena jenis tersebut tidak mampu bersaing

dengan jenis lainnya atau sesama jenisnya. Setiap jenis vegetasi

membutuhkan lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhannya mulai

dari semai sampai pohon sesuai tingkat suksesi yang terjadi pada

habitatnya.

Tabel 43. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat dewasa pada habitat kelapa hutan di Kampung Takar

Nama Latin KR(%)

FR(%)

DR(%)

INP(%)

Pometia pinnata 14,29 15,39 18,49 48,16 Cananga odorata 15,71 11,54 19,59 46,84 Borassus heineanus 22,86 11,54 12,07 46,46 Inocarpus fagifer 7,14 7,69 14,36 29,19 Artocarpus altillis 4,29 5,77 6,39 16,45 Canarium indicum 2,86 3,85 1,90 8,60 Pterygota horsfieldii 1,43 1,92 5,67 9,02 Pterocarpus indicus 2,86 3,85 2,21 8,91 Hibiscus tilliaceus 1,43 1,92 2,15 5,50 Palaquium amboinensis 1,43 1,92 2,04 5,39

179

Page 197: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Potensi vegetasi tingkat dewasa kelapa hutan adalah

sebanyak 34 pohon per hektar. Jenis ini menempati posisi dominan

ke 3. Dominannya jenis kelapa hutan disebabkan karena jumlah

individunya yang banyak, penyebarannya yang merata serta rata-

rata pertumbuhan riap diameter yang cukup baik. Berdasarkan fakta

tersebut dapat diindikasikan bahwa jenis kelapa hutan kurang

mampu tumbuh atau beradaptasi pada habitat tanah berpasir tetapi

mampu tumbuh dan beradaptasi pada habitat tanah berbatu dan

tanah.

2. Struktur Populasi

Struktur populasi kelapa hutan di kawasan hutan Kampung

Takar Kabupaten Sarmi diketahui dengan pendekatan jumlah

individu untuk setiap tingkat pertumbuhan yang ditemukan pada

kawasan hutan tersebut. Pada fase semai, pra dewasa dan dewasa

jumlah individu, tingkat populasi dan persen kegagalan dapat dilihat

pada Tabel 44.

Tabel 44. Tingkat populasi dan persen kegagalan kelapa hutanpada fase semai, pra dewasa dan dewasa

Tingkat pertumbuhan

Jumlah individu

Persen(%)

Jumlah gagal

Persen(%)

Semai 184 66,91 - -

Pra Dewasa 60 21,82 124 67,39

Dewasa 31 11,27 29 48,33

Jumlah 275 100,00 153 115,72

180

Page 198: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Struktur populasi kelapa hutan pada Tabel 44

memperlihatkan suatu bentuk piramida populasi yang normal

dimana semai (66,91%), menempati alas piramida, pra dewasa

(21,82%) pada tingkat kedua dari alas piramida dan tingkat dewasa

(11,27%) pada tingkat ketiga atau tingkat paling atas dari piramida.

Persentase kegagalan kelapa hutan dari fase semai ke fase

pra dewasa adalah sebesar 67,39%. Persentase kegagalan

tersebut tergolong besar. Hal ini disebabkan karena adanya seleksi

alam baik ekstern maupun intern. Faktor ekstern adalah persaingan

antara individu kelapa hutan maupun dengan jenis vegetasi lain

pada tingkat yang sama maupun antar strata dalam

memperebutkan ruang tumbuh, cahaya dan unsur hara. Sedangkan

faktor intern meliputi sifat genetika dan potensi kelapa hutan serta

kemampuan adaptasi individu terhadap seleksi alam tersebut.

Faktor lainnya adalah serangan hama babi hutan dan kasuari.

Persentase kegagalan kelapa hutan dari fase pra dewasa ke

fase dewasa adalah sebesar 48,33%. Persentase kegagalan

tersebut tergolong rendah karena umumnya individu-individu jenis

kelapa hutan yang telah mencapai fase pra dewasa adalah individu-

individu yang telah melalui proses seleksi alam sehingga mampu

tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungan.

3. Potensi Buah

Kelapa hutan berbuah sepanjang tahun seperti kelapa

pantai. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa kelapa hutan

181

Page 199: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

berbuah pada diameter rata-rata 25 cm, tinggi bebas cabang 7,5 m

dan tinggi rata-rata 13 m. Satu mayang atau tangkai buah kelapa

hutan biasanya menghasilkan 4 sampai 12 buah. Setiap buah

umumnya menghasilkan 2 biji atau tempurung.

Potensi kelapa hutan per pohon sangat bervariasi menurut

umur, diameter dan tinggi pohon. Namun secara umum potensi

buah kelapa hutan jika diukur dengan ember ukuran 5 kg, akan

menghasilkan 2–3 ember untuk setiap mayang. Hal ini disebabkan

karena buah yang dihasilkan oleh pohon tersebut umumnya tidak

banyak, namun karakter buah kelapa hutan yang umumnya

berdiameter 8–10 cm menyebabkan jenis buah ini unggul dari segi

volume. Kelapa hutan yang sudah berbuah biasanya memiliki 2

sampai 3 mayang buah matang yang siap dipanen.

E. Kandungan Gizi Kelapa Hutan

Kandungan gizi kelapa hutan secara lengkap disajikan pada

Tabel 45. Nampak bahwa kandungan protein, kalori, lemak dan

vitamin C pada kelapa hutan cukup tinggi. Perbandingan

kandungan gizi kelapa hutan dengan beberapa jenis buah dan biji-

bijian yang sering dikonsumsi oleh masyarakat disajikan pada Tabel

46.

182

Page 200: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Gizi dan Pangan UGM Tahun 2010

Tabel 45. Kandungan gizi kelapa hutan

Macam Analisa Hasil Analisis Rata-RataSampel 1 Sampel 2

Kadar AirKadar AbuKadar LemakProtein TotalSerat KasarVitamin CKarbohidratKalori

42,841,611,083,625,35

158,5751,26

212,44

42,941,521,023,584,44

158,5451,32213,01

42,891,571,053,604,90

158,5651,29212,73

Tabel 46. Perbandingan kandungan gizi kelapa hutan dengan beberapa jenis buah dan biji-bijian

Buah Protein(gr)

Lemak(gr)

Vit C(mg)

Air(gr)

Kelapa hutanKacang hijauKedelaiSorghumJagungKacang tanahAlpukatDurianSirsakLangsatPepayaRambutanSalak

3,6123,036,99,89,420,00,92,51,00,90,52,00,9

1,071,217,23,304,2045,06,53,00,30,20

0,10

158,56-----

135,3203,078582

42,9412,49,811,213,5

-84,465

81,781

86,780,578

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2009 dan data Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB Bogor, 2006 dalam Sirami 2009 dan The Indonesian Commodity System, IPB dalam Suhardi et al 2006

183

Page 201: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Kandungan protein kelapa hutan umumnya lebih tinggi jika

dibandingkan dengan jenis-jenis buah-buahan namun lebih rendah

dibanding jenis kacang-kacangan, sorghum dan jagung. Namun

demikian, kelapa hutan memiliki kandungan vitamin C yang lebih

tinggi dari biji-bijian dan kacang-kacangan yang sering dikonsumsi

oleh masyarakat di Indonesia.

F. Etnobotani Kelapa Hutan dalam Budaya Suku Manirem

Secara umum masyarakat Suku Manirem dan etnik lainnya di

Sarmi memiliki bahan pangan pokok utama yaitu aci sagu dan

umbi-umbian seperti kimpul atau keladi, ketela rambat atau betatas,

talas dan ketela pohon atau kasbi. Mata pencaharian utama mereka

adalah berladang berpindah.

Sejalan dengan perkembangan pembangunan, ilmu

pengetahuan dan teknologi, apalagi dengan pemekaran daerah

tersebut menjadi Kabupaten Sarmi sejak tahun 2002, masyarakat

Suku Manirem dan etnik lainnya di Kabupaten Sarmi telah

mengalami perubahan dalam hal makanan pokok. Saat ini

masyarakat tidak lagi memanfaatkan aci sagu dan umbi-umbian

sebagai bahan pangan pokok tetapi masyarakat telah beralih ke

beras sebagai bahan pangan pokok.

Kelapa hutan adalah jenis buah yang dikomsumsi (bahan

pangan) dan merupakan bahan pangan alternatif oleh masyarakat

Suku Manirem dan etnik lainnya di Sarmi. Masyarakat yang

tergolong dalam 5 suku besar di Sarmi (Sobey, Armati, Rumbuay,

184

Page 202: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Manirem dan Isirawa) telah memanfaatkan buah tersebut secara

turun temurun sejak zaman dahulu nenek moyang hingga sampai

saat ini. Tidak ada bukti yang tepat menjelaskan sejak kapan orang

Sarmi pertama kali mengkonsumsi jenis kelapa hutan tersebut.

Namun secara budaya buah kelapa hutan ini memiliki beberapa

fungsi atau peranan yang penting dalam perkembangan budaya

beberapa suku di Sarmi.

Selain buahnya dapat dimakan seperti kelapa, batang dan

daunnya juga dapat dimanfaatkan. Batangnya sering dimanfaatkan

sebagai tiang rumah atau sebagai lantai dalam pembuatan rumah

tradisional atau rumah-rumah darurat di hutan. Sedangkan daunnya

yang lebar dapat dimanfaatkan sebagai atap bagi rumah tradisional

atau rumah-rumah darurat di hutan dan sebagai wadah

penyimpanan hasil kebun atau hasil buruan dan pelindung dari

hujan atau panas matahari.

185

Page 203: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 48. Pemanfaatan daun kelapa hutan sebagai atap rumah tradisional

Saat ini, salah satu bentuk pemanfaatan modern yang cukup

terkenal adalah pemanfaatan semai atau anakan kelapa hutan

sebagai tanaman hias. Biasanya anakan kelapa hutan diambil dari

alam kemudian ditanam pada pot atau langsung di pekarangan

rumah. Anakan kelapa hutan yang sudah tumbuh baik dapat dijual

dengan harga Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,- per pot

G. Konservasi Tradisional

Masyarakat Suku Manirem telah lama memanfaatkan buah

kelapa hutan dalam kehidupan budaya dan keseharian mereka.

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2010

186

Page 204: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Saat ini masyarakat telah melakukan konservasi tradisional dengan

cara merawat anakan dan pohon kelapa hutan yang terdapat di

alam serta melakukan penanaman dalam skala kecil pada kebun

mereka dan pekarangan sebagai tanaman hias.

H. Status Konservasi

Kelapa hutan adalah salah satu jenis pohon endemik dan

tumbuhan asli (native species) di Tanah Papua. Jenis ini

penyebarannya sangat terbatas yaitu pada hutan dataran rendah

pesisir pantai Utara Papua meliputi Kabupaten Sarmi, Kabupaten

Waropen dan Kabupaten Yapen. Secara ekologi, jenis kelapa hutan

merupakan jenis yang banyak terdapat pada hutan tropis dataran

rendah pada kawasan hutan dengan topografi landai,

bergelombang atau punggung bukit dan puncak bukit. Penyebaran

jenis ini secara alami pada ketinggian tempat 10–300 m dpl.

Meskipun secara tradisional masyarakat di Kabupaten Sarmi

sudah melakukan kegiatan budidaya (konservasi tradisional) namun

secara umum jenis kelapa hutan perlu dilakukan kegiatan budidaya

yang intensif, mengingat jenis ini merupakan jenis endemik yang

penyebarannya sangat terbatas namun pemanfaatannya oleh

masyarakat cukup tinggi, selain itu jenis ini juga dapat dimanfaatkan

sebagai penghasil bahan bakar nabati.

Kabupaten Sarmi sebagai kabupaten yang baru dimekarkan

sudah tentu akan membutuhkan lahan bagi kegiatan pembangunan.

Pembukaan hutan untuk pemukiman, pertanian dan perkebunan

187

Page 205: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

serta tujuan lainnya dikhawatirkan akan menurunkan populasi jenis

ini di alam bahkan bisa saja terjadi kepunahan kelapa hutan secara

ekologis.

Status konservasi jenis kelapa hutan saat ini adalah terkikis

di mana penyebarannya terbatas tetapi pemanfaatannya cukup

tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan tindakan konservasi, baik

konservasi di dalam kawasan hutan (in-situ) melalui kegiatan

reboisasi atau konservasi di luar kawasan hutan (eks-situ) melalui

kegiatan penghijauan dan pembuatan kebun koleksi kelapa hutan

untuk mempertahankan keberadaan jenis tersebut di alam.

I. Prospek Pengembangan

Kelapa hutan sangat potensial untuk dikembangkan pada

habitat aslinya yaitu di Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo

dan Kabupaten Waropen. Tetapi dapat pula dikembangkan di

daerah lainnya di Tanah Papua yang bukan merupakan habitat

aslinya tetapi memiliki tipe ekosistem hutan dataran rendah seperti

Kabupaten Jayapura, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong,

Kabupaten Timika, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana,

Kabupaten Merauke dan daerah lainnya.

Pengembangan atau penanaman jenis ini dalam bentuk

kebun koleksi sangat mudah dilakukan mengingat jenis kelapa

hutan tidak membutuhkan karakter habitat yang spesifik. Untuk

tujuan tersebut perlu adanya dukungan Pemerintah Daerah melalui

instansi teknis terkait. Buahnya yang berbentuk seperti kelapa tetapi

188

Page 206: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

berukuran kecil, selain dapat dimakan juga dapat dimanfaatkan

sebagai bahan bakar nabati seperti pemanfaatan buah Calophyllum

inophyllum.

Salah satu bentuk pengembangan atau pembuatan kebun

koleksi adalah dengan mengadopsi pengembangan jenis

Calophyllum inophyllum dengan pemberdayaan masyarakat

tradisional Papua melalui desa konservasi.

189

Page 207: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 4

9.Pe

nyeb

aran

Kel

apa

Hut

an (B

oras

sus

hein

eanu

sBec

c.)d

i Tan

ah P

apua

Ket

eran

gan

:

= Lo

kasi

Pen

yeba

ran

Gam

bar 4

9. P

enye

bara

n K

elap

a H

utan

(Bor

assu

s he

inea

nus

Bec

c.) d

i Tan

ah P

apua

190

Page 208: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 50. Buah Anggur Papua (Sararanga sinuosa Hemsley)

Dokumentasi : Krisma Lekitoo,2010191

Page 209: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A. Deskripsi Botani

Sararanga sinuosa Hemsley. (Pandanaceae)

Nama dagang : pandan, anggur papua

Nama daerah : selre (Tablasupa Depapre/Tepra)

Deskripsi umum : Tumbuhan tidak berkayu, umumnya sangat menyerupai tumbuhan pandan (Pandanaceae) lainnya tidak berumpun, tinggi total dapat mencapai 20 m. Batang tumbuh tegak, berdiameter 13–22 cm, berwarna coklat muda keabu-abuan dengan bercak-bercak kehitaman, pada pangkal batang tidak terdapat akar tunjang seperti pada umumnya jenis-jenis pandan (Pandanaceae) lainnya, biasanya beruas-ruas (berbuku), dengan panjang 10–15 cm dan tidak berduri. Umumnya bercabang dua, tiga dan empat atau kadang-kadang tidak bercabang (percabangan umumnya pada bagian ujung batang utama). Daun berbentuk pita, pedang atau garis berukuran 50–120 cm x 5–15 cm, bagian tepi dan kadang-kadang pada bagian punggung ibu tulang daun berduri kecil-kecil yang tajam sama seperti tumbuhan pandan (Pandanaceae) lainnya.Daun tersebar atau spiral, biasanya mengumpul pada ujung batang dan cabang. Bunga biasanya terdapat pada ujung batang/cabang atau di ketiak daun, dengan daun pelindung yang besar, seringkali berwarna putih kekuningan atau kuning sampai orange. Buahberbentuk bulat lonjong yang umumnya agak melengkung seperti tanda bulan sabit, belakang buah terdapat tanda simetris buah yang juga merupakan susunan biji, berukuran 0,8–1,0 cm x 1,0–1,5 cm. Biji sangat kecil menyerupai biji rica, berjumlah sangat banyak.

IX. ANGGUR PAPUA (Sararanga sinuosa Hemsley) DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU TEPRA DI

KABUPATEN JAYAPURA

192

Page 210: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A

Dokumentasi : Ezrom Batorinding, 2010

B

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2010

193

Page 211: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 51. Anggur Papua (Sararanga sinuosa) - A. perawakan batang; B. daun; C. buah; D. biji

C

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2010

D

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2010

194

Page 212: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Anggur Papua (Sararanga sinuosa) merupakan jenis

tumbuhan endemik atau asli (native species) di Papua.

Penyebarannya hanya terdapat pada hutan hujan tropis dataran

rendah di pesisir pantai utara Papua yang meliputi Kabupaten

Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya,

Kabupaten Waropen dan Kabupaten Yapen. Secara ekologi jenis ini

tumbuh dan menyebar pada daerah tanah, tanah berpasir, tanah

berkapur, tanah berbatu dan tanah berkarang serta habitat rawa

baik rawa temporer maupun permanen dan hutan sagu dengan

ketinggian tempat 0–200 m dpl. dan topografi landai sampai

bergelombang berat.

Anggur Papua merupakan satu-satunya marga Sararanga yang

terdapat di Tanah Papua, marga Sararanga lainnya terdapat di

Philipina. Jenis ini memiliki kerabat dekat dengan jenis-jenis

pandanus lainnya. Jika dilihat sepintas lalu, jenis S. sinuosa sangat

mirip dengan jenis Pandanus spp. lainnya, seperti P. tectorius, P.

polycephalus, P. conoideus dan lain-lain. Namun jika dicermati

secara baik maka kita akan tahu perbedaan utama yang paling

mencolok baik secara vegetatif maupun generatif.

195

Page 213: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 52. Perawakan Sararanga sinuosayang sangat mirip dengan perawakan Pandanus spp. – A. Sararanga sinuosaHemsley; B. Pandanus conoideus Lamk.

Secara vegetatif, ciri utama yang paling mencolok yang

membedakan anggur Papua dengan jenis-jenis Pandanus spp.

lainnya adalah jenis anggur Papua tidak memiliki akar tunjang

seperti layaknya jenis-jenis pandan lainnya. Secara generatif, ciri

utama yang paling mencolok yang membedakan jenis anggur

Papua dengan jenis-jenis Pandanus spp. lainnya adalah tandan

buahnya yang berbentuk malai dan bentuk buahnya yang

menyerupai buah anggur (Vitis vinifera) yang sangat berbeda

BA

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2010 Dokumentasi : Hanro Lekitoo, 2010

196

Page 214: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar53. Perbedaan marga Sararanga dan marga Pandanus secara generatif - A. Perbungaan Sararanga sinuosa yang berbentuk malai dengan buah yang berbentuk oval; B. Perbungaan Pandanus conoideus yang berbentuk tandan dengan buah yang berbentuk lonjong atau kotaktersusun sepanjang tandan

dengan jenis-jenis buah pandan pada umumnya yaitu berbentuk

tandan, bongkol dan gada.

B. Kondisi Sosio-Geografis

Perjalanan singkat sejarah berdirinya Kota Kabupaten

Jayapura yang dimulai dari Pulau Debi di Teluk Yotefa hingga ke

daratan Dobonsolo Sentani adalah sebagai berikut :

Tahun 1900 – 1910 dimulai dengan pembukaan Pos

Pemerintahan di Pulau Debi yang terletak di Teluk Yotefa antara

Kampung Tobati dan Enggros yang berfungsi sebagai Pusat

Pengabaran Injil di daratan Jayapura/Numbay.

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2010 Dokumentasi : Hanro Lekitoo,2010

B

A

197

Page 215: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Berdasarkan Surat Keputusan (Besillit) Gubernur Hindia

Belanda No. 4 Tahun 1909 tanggal 28 Agustus 1909 berangkat satu

Detasemen Militer yang terdiri dari empat Perwira dan 80 Prajurit

dibawah Pimpinan Kapten Infantri F.J.P Sachese dengan

menumpang Kapal Perang EDI dan bertolak dari Manokwari

menuju daratan Numbay dengan tugas untuk membantu persiapan

bagi Komisi Pengaturan Perbatasan Antara Belanda dengan

Jerman untuk memegang dan mengendalikan kekuasaan disana.

Satu bulan kemudian, tepatnya tanggal 28 September 1909,

mereka berhasil mendarat di Teluk Numbay/Humbolt dan membuat

markas di Taman Imbi atau yang sekarang kita kenal dengan

Gedung Sarinah dan Percetakan Labor Jayapura.

Tanggal 7 Maret 1910, atau tepatnya enam bulan kemudian,

Kapten Infantri F.J.P. Sachese memproklamirkan Dataran Numbay

dengan sebutan baru yaitu Hollandia dan dikukuhkan sebagai Ibu

Kota Pemerintahan menggantikan Pos Pemerintahan di Pulau Debi

yang ditutup.

Setelah 32 tahun, tepatnya di tahun 1942, setelah Ibu Kota

Hollandia berdiri, tentara Jepang berhasil mendarat dan menguasai

Tanah Papua termasuk Ibu Kota Hollandia. Dua tahun kemudian

setelah Perang Dunia II akan berakhir atau tepatnya di tahun 1944,

Belanda kembali menguasai Tanah Papua dan memindahkan Ibu

Kota Hollandia yang terletak didaratan Numbay teluk Humbolt ke

daratan Makanwai.

198

Page 216: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Tahun 1944-1946 dataran Makanwai diganti namanya

menjadi Kota NICA dan menjadi Ibukota Keresidenan New Guinea

(sekarang lebih dikenal dengan Kampung Harapan). Pada bulan

Maret 1946 Kota NICA dilembah Makanwai dipindahkan ke NIBI-

ABEI yaitu bekas komplek Rumah Sakit Armada ke VII dan menjadi

Kota NICA yang baru akan tetapi limabulan kemudian dirubah

kembali namanya menjadi Kota Baru (sekarang Kota Abepura).

Tahun 1946-1951 karena kepindahan Pemerintahan di Kota

Baru menyebabkan Gedung Markas Besar yang menjadi kediaman

Jenderal MacArthur yang terletak di Camp Seven Fleet (Ifar Gunung

Sentani) turut dipindahkan. Markas Besar yang sekarang berada di

Kota Baru digunakan sebagai Ambdswoning Residen yang

kemudian digunakan sebagai Istana Gubernur (sekarang Gedung

FISIP UNCEN) terletak di Abepura dan terkenal disebut sebagai

Gedung Transistor.

Tahun 1951-1955 Kota Baru diganti namanya menjadi

Hollandia Stad. Kemudian Tahun 1955-1958 Kota Hollandia Stad

yang menjadi Ibu Kota Kabupaten Jayapura diganti kembali

namanya menjadi Hollandia Binnen.

Tahun 1958 Ibu Kota Hollandia Binnen dipindahkan lagi ke

Pantai Teluk Numbay/Humbolt (Hollandia Haven) dan dibangun

pula Kantor Gubernur beserta Kantor-kantor Dinas di Dok II yang

selanjutnya menjadi Ibukota Pemerintahan dengan nama Hollandia.

Tanggal 31 Desember 1962 nama Ibukota Pemerintahan Hollandia

diganti menjadi Kota Baru.

199

Page 217: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Tanggal 31 Desember 1963 untuk pertama kalinya Presiden

Pertama Republik Indonesia Bpk. Ir. Soekarno mengunjungi Tanah

Papua dan mengganti nama Kota Baru menjadi Soekarnopura dan

Teluk Hubolt menjadi Teluk Yos Sudarso. Tahun 1965 atau

tepatnya setelah terjadi Gerakan 30 September 1965 PKI, maka

nama Kota Soekarnopura dirubah menjadi Djajapura.

Tahun 1969 ditetapkan pembentukan Kabupaten Jayapura

sebagai Daerah Otonomi dengan Ibukota Jayapura berdasarkan

Undang-undang No. 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi

Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi

Irian Barat.

Tahun 1979, atau tepatnya sepuluh tahun kemudian,

Kabupaten Jayapura dimekarkan dan memiliki Kota Administratif

Jayapura yang dikukuhkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI

No. 26 Tahun 1979 tertanggal 28 Agustus 1979 dengan wilayah

yang meliputi dua Kecamatan yaitu Kecamatan Jayapura Utara dan

Kecamatan Jayapura Selatan dibawah pembinaan Kabupaten

Jayapura.

Tahun 1993 setelah empat belas tahun melalui beberapa

tahapan dan penilaian maka status Kota Administratif Jayapura

dinaikkan statusnya menjadi Kotamadya Jayapura berdasarkan

Undang-undang No. 6 Tahun 1993 tentang Pembentukan

Kotamadya Daerah Tingkat II Jayapura yang diresmikan

pelaksanaannya tanggal 21 September 1993 dengan wilayah

cakupan empat Kecamatan yaitu: Kecamatan Jayapura Utara,

200

Page 218: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Kecamatan Jayapura Selatan, Kecamatan Abepura dan Kecamatan

Muara Tami dan sekaligus menjadi Kotamadya terluas wilayahnya

di Indonesia.

Tepat satu abad kemudian yang dimulai dari Pembukaan Pos

Pemerintahan di Pulau Debi tahun 1900 sampai dengan tahun

2000, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Peraturan

Pemerintah No. 15 tanggal 10 Maret 2000 tentang Pemindahan

Ibukota Kabupaten Jayapura dari Kota Jayapura ke wilayah

Sentani. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut maka tanggal 10

Maret 2000 dapat dikatakan sebagai tonggak awal sejarah

keberadaan kantor Kabupaten Jayapura di Kota Sentani dan

ditetapkan sebagai hari jadi Kota Sentani.

Etnis Jayapura terdiri dari suku Sentani, Kai Pulo, Kai Batu,

Genyem, Depapre, Nafri, Nimbokran dan Demta. Sejarah asal-usul

etnis Depapre berasal dari kepercayaan tradisonal Cargo cults,

yang telah dipercaya turun temurun dan sudah ada sebelum agama

Kristen masuk di Jayapura. Pola kepercayaan tradisional Cargo

cults terdiri dari : Okultisme, animisme dan mitos.

Depapre adalah nama distrik dari salah satu distrik di

Kabupaten Jayapura. Distrik Depapre terletak di sebuah teluk yang

bernama teluk Tanah Merah. Jarak ibukota Kabupaten Jayapura

ke ibu kota distrik Depapre kira-kira 19 km. Adapun suku yang

hidup di wilayah Depapre dikenal dengan Suku Tepra. Suku Tepra

di distrik Depapare mendiami sejumlah kampung, antara lain,

Kampung Waiya, Tablanusu, Tablasupa, Yepase, Yewena,

201

Page 219: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Wambena dan Dormena. Selain mendiami Distrik Depapre, suku

Tepra juga mendiami sebagian wilayah Distrik Ravenirara, yakni

di Kampung Yongsu Spari dan Yongsu Desoyo, serta di Distrik

Demta, yakni, mendiami kampung Yokari, Kamtumilena, Bukisi,

Meukisi, dll.

Sistem kepemimpinan masyarakat tradisional atau suku-suku

secara umum di Kabupaten Jayapura dan khususnya Suku Tepra di

Distrik Depapre adalah sistem kepemimpinan klan atau

kepemimpinan ondoafi (Mansoben, 1995). Mansoben dalam

karyanya Sistem Politik tradisional di Irian Jaya, mengklasifikasi

sistem politik di Papua (Irian Jaya) dalam empat sistem

kepemimpinan tradisional, yakni, sistem kepemimpinan bigman

(pria berwibawa), sistem kepemimpinan Kepala Klen (ondoafi),

sistem kepemimpinan Kerajaan dan sistem kepemimpinan Mix

(campuran).

Sistem kepemimpinan ondoafi merupakan pewarisan

kedudukan dan birokrasi secara tradisional. Wilayah/teritorial

kekuasaan seseorang pemimpin hanya terbatas pada satu

kampung dan kesatuan sosialnya terdiri dari golongan atau sub

golongan etnik saja dan pusat orientasi adalah religi. Sistem ini

terdapat di bagian Timur Papua yaitu Nimboran, Teluk Humboldt,

Tabla, Yaona, Skou, Arso, Waris (Mansoben, 1995).

Secara umum, wilayah-wilayah yang menganut sistem

kepemimpinan kepala Klen di Papua (Irian Jaya) adalah suku-suku

yang berada di wilayah Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan

Kabupaten Keerom. Sedangkan istilah atau sebutan ondoafi yang

202

Page 220: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

kini digunakan secara umum pada tipe kepemimpinan kepala klen

sesungguhnya berasal dari wilayah Depapre atau Suku Tepra.

Padahal jika kita telusuri sejenak ke belakang, sebutan istilah

sistem kepemimpinan kepala Klen untuk masing-masing suku

berbeda-beda. Sebut saja, istilah kepala klen untuk Suku Sentani

(Puyaka) adalah dengan sebutan Ondofolo, sedangkan untuk Suku

Tobati-Enggros dengan istilah Harsori atau Suku Ormu dengan

istilah Tubwe, dan lain-lain.

Dalam sistem kepemimpinan kepala klen (Ondoafi),

kekuasaan seorang pemimpin bersifat ascribement status atau

diwariskan secara turun temurun dari seorang kepala klen

(Ondoafi) kepada anak laki-lakinya yang tertua. Sistem ini berbeda

dengan sistem kepemimpinan bigman yang umumnya berlaku pada

suku-suku di wilayah pegunungan Tengah di Provinsi Papua

seperti, misalnya Suku Dani di mana kekuasaan seseorang bukan

karena diwariskan (ascribement status) melainkan

diusahakan/dicapai (achievement status).

Namun demikian, sistem kepemimpinan kepala Klen (ondoafi)

hampir sama dengan sistem kerajaan, seperti yang dianut oleh

suku-suku di wilayah Kepulauan Raja Ampat, Fakfak dan Kaimana,

di mana dalam sistem kerajaan kekuasaan diperoleh melalui

pewarisan (ascribement status). Akan tetapi yang membedakannya

dengan sistem kepemimpinan kerajaan adalah wilayah kekuasaan

203

Page 221: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

kepala klen (ondoafi) hanya terbatas dalam satu kampung (yo3))5)

bahkan hanya meliputi satu keret/klen atau beberapa cabang klen

saja. Sedangkan sistem kepemimpinan kerajaan meliputi tidak

hanya beberapa klen saja tetapi hingga beberapa suku bangsa dan

bahasa yang berbeda-beda dengan lingkup wilayah yang sangat

luas.

Meskipun suku yang berada di wilayah Depapre adalah suku

Tepra, namun tidak dapat semua kampung digeneralisasi dengan

menggunakan struktur klen/keret dari kampung lain. Masing-masing

kampung sesungguhnya memiliki struktur klen yang berbeda-beda

satu dengan lainnya. Untuk itu pada bagian ini diambil dua

kampung yakni kampung Tablasupa dan Dormena sebagai sampel

untuk menjelaskan struktur klen pada orang Tepra.

Secara umum, penyebutan suku yang lazim digunakan dalam

setiap perbincangan mengenai organisasi sosial pada suku-suku

asli di wilayah Kabupaten Jayapura, sesungguhnya adalah sebutan

untuk keret/klen. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa setiap

suku mempunyai kepala suku. Dan setiap suku juga masing-masing

memiliki hak kepemilikan terutama hak atas tanah. Sebagai contoh,

dapat dilukiskan sebagai berikut :

Orang Tablasupa di Kampung Tablasupa Distrik Depapre

misalnya dalam tatanan adat komunitasnya mengenal istilah tiga

pilar utama yang sering disebut dengan istilah “tiga tungku”, yakni

3) Yo adalah sebutan untuk istilah kampung dalam bahasa orang Tepra

di Depapre, tetapi juga istilah ini (yo) digunakan oleh orang Sentani (Puyakha).

204

Page 222: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

tiga Keret/suku. Ketiga keret/suku tersebut adalah Suku Apaserai,

suku Demena dan suku Sorontou. Suku Apaserai dan Demena

adalah suku-suku yang memiliki kekuasaan atas wilayah darat

termasuk atas hutan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, sedangkan

suku Sorontou memiliki kekuasaan atas wilayah lautan.

Dalam kaitan dengan semua hal yang hendak dikerjakan

yang berhubungan dengan lingkungan alam laut, yakni pasir, air

laut, ikan, kerang, rumput laut, karang laut, dsb, maka harus

meminta ijin kepada sang ondoafi Marthen Sorontou. Sedangkan

hal-hal yang berkaitan dengan daratan seperti, hutan, gunung,

lembah, sungai, dsb., harus berhubungan dengan ondoafi Obaja

Apaseray dan Ondoafi Demena.

Masyarakat tradisional pada Suku Tepra di Distrik Depapre

Kabupaten Jayapura umumnya mengenal kelompok kekerabatan

menurut tipe Iroquois. Sistem ini mengklasifikasikan anggota

kerabat saudara sepupu paralel dengan istilah yang sama dengan

saudara kandung. Juga untuk menyebut istilah yang sama untuk

ayah maupun sesama saudara laki ayah dan saudara laki ibu.

Adapun kelompok etnik Papua yang tergolong dalam tipe ini adalah:

Suku Biak, Iha, Waropen, Senggi, Marind-anim, Teluk Humboldt

dan orang Mee.

Orang Tepra yang hidup di wilayah Teluk Tanah Merah

Depapre berbatasan dengan dua ekologi utama, yakni ekologi laut

(Teluk Tanah Merah) dan ekologi gunung (Cagar Alam Pegunungan

Cycloop). Mereka mengenal sistem mata pencarian pokok seperti

menokok sagu, berkebun secara terbatas, menangkap ikan dan

205

Page 223: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

berburu. Dalam aktivitas sistem mata pencaharian hidup ini mereka

memiliki sejumlah pranata adat yang harus dipatuhi supaya tidak

terjadi benturan nilai dan menyebabkan konflik dalam kehidupan

masyarakat. Sebagai contoh, setiap wilayah hutan, gunung atau

laut tentu dimiliki oleh keret/klen tertentu dengan sub-keret/klen-

nya. Untuk itu, jika seorang dari keret/klen lain yang hendak

memasuki wilayah keret atau klen lain untuk mengambil kayu, maka

harus meminta ijin kepala keret/klen pemiliki hak ulayat yang akan

dimasuki.

Secara umum, Kampung Tablasupa termasuk dalam zona

ekologi pertama berdasarkan zona ekologi yang dikembangkan

oleh Mansoen (1995), yaitu rawa, daerah pantai dan muara sungai

dengan mata pencaharian utama adalah meramu sagu serta

berladang berpindah dan mata pencaharian sampingan yaitu

menangkap ikan di sungai dan di laut. Makanan pokok mereka

adalah aci sagu dan umbi-umbian.

206

Page 224: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 5

4. L

okas

i Dis

trik

Dep

apre

Kab

upat

en J

ayap

ura

Loka

si P

enel

itian

207

Page 225: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

C. Ekologi Habitat Anggur Papua

Dalam rangka kegiatan konservasi jenis anggur Papua, baik

konservasi pada habitatnya (in-situ) maupun di luar habitatnya (eks-

situ), salah satu aspek yang sangat perlu untuk diketahui adalah

aspek ekologi dan habitat yang meliputi faktor fisiografi (ketinggian

tempat dan kelerengan), iklim (suhu udara dan kelembaban),

kondisi habitat (tanah, tanah berbatu, tanah berkarang dan karang)

serta kesuburan tanah. Syafei (1994) menyebutkan bahwa faktor-

faktor lingkungan yaitu iklim, edafik (tanah), topografi dan biotik

berkaitan sangat erat satu sama lain dan sangat menentukan

kehadiran suatu jenis tumbuhan di tempat tertentu, namun cukup

sulit mencari penyebab terjadinya kaitan yang erat tersebut.

Selanjutnya, Marsono (1972) menyebutkan bahwa kehadiran suatu

jenis dalam suatu areal ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:

habitat dimana berlangsung proses seleksi terhadap jenis yang

mampu beradaptasi dengan lingkungan setempat dan waktu yang

diperlukan untuk proses seleksi dan adaptasi. Dengan berjalannya

waktu, vegetasi akan berkembang ke arah yang stabil dan

kehadiran satu jenis dapat ditentukan juga oleh vegetasi yang

berada disekitarnya.

1. Faktor Fisiografis

Ketinggian tempat habitat anggur Papua di Kampung

Tablasupa Distrik Depapre Kabupaten Jayapura adalah 0–140 m

dpl. Sesuai ketinggian tempat tumbuhnya maka anggur Papua

digolongkan kedalam jenis tumbuhan dataran rendah.

208

Page 226: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Tabel 47. Ketinggian tempat dan kelerengan pada habitat anggur Papua di Kampung Tablasupa

Habitat Ketinggian tempat(m) dpl

Topografi/kelerengan(%)

1. 0–85 10-302. 0–95 15-453. 0–115 20-704. 0–140 20-75

Anggur Papua pada kawasan hutan Kampung Tablasupa

tumbuh baik pada kelerangan 10–75%. Kisaran kelerengan

tersebut memiliki kondisi habitat yang relatif bergelombang sampai

agak curam. Kondisi habitat demikian secara alami sangat

berdampak terhadap penyebaran dan kuantitas pertumbuhan

anggur Papua. Kualitas pertumbuhan anggur Papua pada habitat

yang relatif datar atau agak bergelombang umumnya sangat baik,

dan tidak berbeda dalam banyaknya individu. Daerah yang sangat

datar menyebabkan penyebaran individu anggur Papua merata.

2. Suhu Udara dan Kelembaban

Suhu udara dan kelembaban serta pengamatan penutupan

tajuk (persen naungan) pada habitat anggur Papua disajikan pada

Tabel 48.

209

Page 227: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Tabel 48. Suhu udara dan kelembaban serta persen penutupan tajuk pada habitat anggur Papua di Kampung Tablasupa

Habitat Suhu udara(ºC)

Kelembaban(%)

Naungan(%)

1 31 67 702 30 80 783 31 68 684 29 90 855 32 65 60

Anggur Papua tumbuh pada daerah-daerah dengan naungan

sedang sampai berat (60–85%) dengan suhu udara optimum

berkisar antara 29–32ºC dan kelembaban optimum berkisar antara

65–90%. Adanya kisaran demikian disebabkan karena penyebaran

anggur Papua secara alami di kawasan hutan Kampung Tablasupa

adalah pada hutan sekunder dan primer yang merupakan hutan

pantai dan hutan dataran rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa

anggur Papua mampu tumbuh pada habitat hutan pantai dan hutan

dataran rendah dengan naungan yang sedang sampai berat

(daerah tertutup).

3. Keadaan Tanah

Anggur Papua umumnya tumbuh pada habitat tanah dengan

keadaan solum yang tipis (<10 cm) sampai dalam (± 30 cm),

dengan variasi habitat mulai tanah berpasir, tanah, tanah tidak

berbatu sampai sedikit berbatu (tanah berkarang). Jenis ini kadang-

kadang tumbuh pada daerah tergenang di pinggir sungai dan pada

210

Page 228: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Tanah Faperta UGM Tahun 2010

habitat rawa tergenang secara periodik maupun rawa tergenang

permanen.

Tabel 49. Kesuburan tanah pada habitat anggur Papua

Parameter Uji Nilai Kandungan

Satuan

N 0,08 %P 45,93 ppmK 0,10 %Fe - %Mg 0,12 %

pH (T) 5,40 -C 0,94 -Ca 0,85 -Na 0,52 -

C/N ratio 8,67 -Bahan Organik 1,62 %

Tanah pada habitat anggur Papua bersifat masam (pH 5,40),

N tersedia sangat rendah, P tersedia sangat tinggi, Mg tersedia

sangat rendah, C/N ratio rendah dan K tersedia rendah.

Berdasarkan sifat tanah tersebut, tampak bahwa jenis tanah pada

habitat anggur Papua tergolong jenis tanah dengan tingkat

kesuburan rendah sampai sedang.

D. Potensi Tegakan, Struktur Populasi dan Potensi Buah

1. Potensi Tegakan

Potensi tegakan anggur Papua pada hutan alam tropis di

Kampung Tablasupa Distrik Depapre Kabupaten Jayapura,

211

Page 229: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 55. Potensi tegakan anggur Papua berdasarkantingkat pertumbuhan di Kampung Tablasupa

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

berdasarkan tingkat pertumbuhannya yaitu semai, pra dewasa dan

dewasa, dapat dilihat pada Gambar 55.

Populasi setiap tingkat pertumbuhan jenis anggur Papua

membentuk kurva pertumbuhan yang relatif normal yaitu berbentuk

huruf J terbalik. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi hutan

habitat anggur Papua tersebut tergolong baik atau belum

mendapatkan tekanan berupa kerusakan yang cukup berarti.

212

Page 230: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 56. Intsia bijuga O.K., Jenis dominan ke 3 pada tingkat semai – A. perawakan batang; B. daun; C. buah

a. Tingkat Semai

Komposisi jenis vegetasi dalam suatu ekosistem dapat

diartikan sebagai variasi jenis flora dan merupakan daftar floristik

jenis tumbuhan yang menyusun suatu komunitas berdasarkan hasil

deskripsi (Soerianegara dan Indrawan, 2005). Daftar floristik

berguna untuk analisis vegetasi karena merupakan salah satu

parameter guna mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan

(species diversity) di dalam komunitasnya. Jenis-jenis vegetasi

berkayu tingkat permudaan semai yang paling mendominasi pada

habitat anggur Papua di kawasan hutan Kampung Tablasupa

secara lengkap disajikan pada Tabel 50.

B

CA

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2007

213

Page 231: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Anggur Papua pada tingkat permudaan semai, ternyata

merupakan salah satu jenis yang mendominasi kawasan hutan

dataran rendah Kampung Tablasupa Distrik Depapre Kabupaten

Jayapura. Jenis yang paling dominan berturut-turut pada kawasan

hutan tersebut adalah Inocarpus fagifer, Pometia pinnata, Intsia

bijuga, Cananga odorata dan Comersonia bartramia. Hal ini

menunjukkan adanya tingkat toleransi yang tinggi dan luas dari ke 5

jenis ini serta adanya strategi regenerasi yang baik dari jenis ini

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya yang dikenal

dengan seleksi-r.

Tabel 50. Dua belas jenis vegetasi dominan tingkat permudaan semai pada habitat anggur Papua di Kampung Tablasupa

Nama Latin K(n/ha)

KR(%)

F FR(%)

INP(%)

Inocarpus fagifer 2500 6,17 0,5 8,93 15,10Pometia pinnata 4000 9,88 0,2 3,57 13,45Intsia bijuga 2500 6,17 0,3 5,36 11,53Cananga odorata 3000 7,41 0,2 3,57 10,98Comersonia bartramia 2500 6,17 0,2 3,57 9,74Pongamia pinnata 2250 5,56 0,2 3,57 9,13Fagraea racemosa 1500 3,70 0,3 5,36 9,06Barringtonia racemosa 1750 4,32 0,2 3,57 7,89Premna corymbosa 1750 4,32 0,2 3,57 7,89Artocarpus altillis 1500 3,70 0,2 3,57 7,28Ficus septica 1000 2,47 0,2 3,57 6,04Sararanga sinuosa 1000 2,47 0,2 3,57 6,04

214

Page 232: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Potensi tingkat permudaan semai anggur Papua adalah

sebanyak 1.000 anakan per hektar. Jenis ini menempati urutan ke

12. Kurang dominannya jenis anggur Papua ini disebabkan karena

jumlah semainya relatif sedikit dibanding jenis lain. Hal ini

menggambarkan bahwa jenis ini kurang menggunakan strategi – r

dalam proses regenerasinya.

b. Tingkat Pra Dewasa

Anggur Papua pada tingkat permudaan pra dewasa

menduduki posisi dominan ke delapan pada kawasan hutan dataran

rendah Kampung Tablasupa Distrik Depapre. Sepuluh jenis

permudaan tingkat pra dewasa yang paling mendominasi kawasan

hutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 51. Pada tingkat pra

dewasa, jenis yang paling dominan berturut-turut pada kawasan

hutan tersebut adalah Cananga odorata, Pometia pinnata,

Palaquium amboinensis, Canarium indicum dan Intsia bijuga.

Dominannya jenis Cananga odorata pada habitat anggur

Papua yaitu pada kawasan hutan Kampung Tablasupa disebabkan

karena jenis ini memiliki kisaran toleransi yang sangat tinggi

terhadap habitat dengan tanah, tanah berbatu, tanah berpasir,

tanah berkapur dan tanah berkarang. Habitat punggung dan puncak

bukit Kampung Tablasupa yang merupakan tanah berkarang dan

tanah berkapur sangat mendukung bagi pertumbuhan jenis

Cananga odorata.

215

Page 233: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Tabel 51. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat permudaan pra dewasa pada habitat anggur Papua di Kampung Tablasupa

Nama Latin K

(n/ha)

KR

(%)

F FR

(%)

INP

(%)

Cananga odorata 720 14,29 0,7 11,67 25,95

Pometia pinnata 680 13,49 0,5 8,33 21,83

Palaquium amboinensis 480 9,52 0,6 10,00 19,52

Canarium indicum 400 7,94 0,4 6,67 14,60

Intsia bijuga 280 5,56 0,5 8,33 13,89

Morinda citrifolia 240 4,76 0,3 5,00 9,76

Artocarpus altillis 240 4,76 0,3 5,00 9,76

Sararanga sinuosa 240 4,76 0,3 5,00 9,76

Ficus septica 240 4,76 0,2 3,33 8,10

Gnetum gnemon 240 4,76 0,2 3,33 8,10

Potensi permudaan tingkat pra dewasa anggur Papua adalah

sebanyak 240 pohon per hektar. Jenis ini menempati posisi

dominan ke 8. Dominannya jenis anggur Papua disebabkan karena

jumlah individunya yang banyak dan penyebaran individunya yang

merata.

Pada tingkat pra dewasa proses suksesi masih terus

berlangsung, komposisi jenis, kerapatan dan frekwensi merupakan

gambaran awal bagi proses ekologi yang terjadi pada habitat

anggur Papua. Kerapatan atau densitas adalah besarnya populasi

dalam suatu unit ruang, yang pada umumnya dinyatakan sebagai

jumlah individu-individu dalam setiap unit luas atau volume (Gopal

216

Page 234: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 57. Palaquium amboinensis Burck., Jenis dominan ke 3 pada tingkat pra dewasa – A. perawakan batang; B. daun; C. buah

dan Bhardwaj, 1979). Kerapatan populasi bervariasi menurut waktu

dan tempat. Dalam pengkajian suatu kondisi populasi atau

komunitas hutan, kerapatan populasi merupakan parameter utama

yang perlu diketahui. Kerapatan populasi merupakan salah satu hal

yang menentukan pengaruh populasi terhadap komunitas atau

ekosistem. Kerapatan juga sering dipakai untuk mengetahui

perubahan yang terjadi dalam populasi pada saat tertentu.

Perubahan yang dimaksud adalah berkurang atau bertambahnya

jumlah individu dalam setiap unit luas atau volume.

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2005

C A

B

217

Page 235: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

c. Tingkat Dewasa

Fase pertumbuhan dewasa merupakan tahap akhir suksesi

pada habitat anggur Papua. Pada tingkat dewasa, anggur Papua

merupakan salah satu jenis yang mendominasi kawasan hutan

Kampung Tablasupa Distrik Depapre Kabupaten Jayapura. Sepuluh

jenis vegetasi tingkat dewasa yang paling mendominasi kawasan

hutan tersebut disajikan pada Tabel 52. Jenis vegetasi tingkat

dewasa yang paling dominan berturut-turut pada kawasan hutan

tersebut adalah Pometia pinnata, Cananga odorata, Inocarpus

fagifer, Artocarpus altillis dan Sararanga sinuosa. Dominannya

jenis-jenis ini menunjukkan bahwa jenis-jenis ini mempunyai

toleransi yang tinggi terhadap lingkungannya. Selain memiliki

adaptasi yang baik sehingga tersebar merata, jenis-jenis tersebut

juga memiliki kemampuan pertumbuhan diameter dan tinggi yang

optimal sehingga memungkinkan jenis ini untuk mendominasi strata

teratas dan menjadi penciri tegakan utama di kawasan ini.

Jenis vegetasi tingkat pohon lainnya yang memiliki INP yang

rendah disebabkan karena jenis tersebut tidak mampu bersaing

dengan jenis lainnya atau sesama jenisnya terhadap lingkungan

yang rendah, karena setiap jenis vegetasi membutuhkan lingkungan

yang sesuai bagi pertumbuhannya mulai dari semai sampai pohon

sesuai tingkat suksesi yang terjadi pada habitatnya.

218

Page 236: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Tabel 52. Sepuluh jenis vegetasi dominan tingkat dewasa pada habitat anggur Papua di Kampung Tablasupa

Nama Latin KR(%)

FR(%)

DR(%)

INP(%)

Pometia pinnata 14,67 10,17 18,09 42,93Cananga odorata 14,67 8,48 17,98 41,13

Inocarpus fagifer 6,67 5,09 13,19 24,94Artocarpus altilis 5,33 6,78 6,14 18,25Sararanga sinuosa 6,67 3,39 2,88 12,95Pterocarpus indicus 2,67 3,39 3,39 9,45Pterygota horsfieldii 1,33 1,69 6,04 9,07Canarium indicum 2,67 3,39 2,61 8,66Pypturus argenteus 2,67 3,39 1,62 7,67

Barringtonia asiatica 2,67 3,39 1,37 7,42

Potensi tegakan tingkat dewasa anggur Papua adalah

sebanyak 7 pohon per hektar. Jenis ini menempati posisi dominan

ke 5. Dominannya jenis anggur Papua disebabkan karena jumlah

individunya yang banyak serta penyebaran individunya yang merata

bukan karena rata-rata pertumbuhan riap diameter yang cukup baik.

Berdasarkan fakta tersebut dapat diindikasikan bahwa jenis anggur

Papua mampu tumbuh atau beradaptasi pada semua tipe habitat

yaitu tanah, tanah berbatu, tanah kapur dan tanah berpasir, namun

karena karakter pertumbuhannya yang umumnya memiliki diameter

maksimal ± 25 cm, sehingga dari sisi dominansi jenis ini tidak

berpengaruh terhadap kawasan hutan Kampung Tablasupa yang

merupakan habitatnya.

219

Page 237: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 58. Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg, jenis dominan ke 4 pada tingkat dewasa – A. daun; B. buah

2. Struktur Populasi

Struktur populasi anggur Papua di Kampung Tablasupa dapat

diketahui dengan pendekatan jumlah individu untuk setiap tingkat

pertumbuhan yang ditemukan pada kawasan hutan tersebut. Pada

fase semai, pra dewasa dan dewasa jumlah individu, tingkat

populasi dan persen kegagalan dapat dilihat pada Tabel 53.

Struktur populasi anggur Papua pada Tabel 53

memperlihatkan suatu bentuk piramida populasi yang normal

dimana semai (64,87%), menempati alas piramida, pra dewasa

(27,53%) pada tingkat kedua dari alas piramida dan dewasa

(7,59%) pada tingkat ketiga atau tingkat paling atas dari alas

piramida.

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2005

A B

220

Page 238: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010

Tabel 53. Tingkat populasi dan persen kegagalan anggur Papuapada fase semai, pra dewasa dan dewasa

Tingkat pertumbuhan

Jumlah individu

Persen(%) Jumlah

gagal

Persen(%)

Semai 205 64,87 - -

Pra dewasa 87 27,53 118 57,56

Dewasa 24 7,59 63 72,41

Jumlah 316 100,00 181 129,97

Persentase kegagalan anggur Papua dari fase semai ke fase

pra dewasa sebesar 57,56%. Persentase kegagalan tersebut

tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya seleksi alam

baik ekstern maupun intern. Secara ekstern adalah persaingan

antara individu anggur Papua maupun dengan jenis vegetasi lain

pada tingkat yang sama maupun antar strata dalam

memperebutkan ruang tumbuh, cahaya dan unsur hara. Sedangkan

faktor intern meliputi sifat genetika dan potensi anggur Papua serta

kemampuan adaptasi individu terhadap seleksi alam tersebut.

Persentase kegagalan anggur Papua dari fase pra dewasa ke

fase dewasa sebesar 72,41%. Persentase kegagalan tersebut

tergolong tinggi karena umumnya individu-individu jenis ini yang

telah mencapai fase dewasa adalah individu-individu yang telah

melalui proses seleksi alam sehingga mampu tumbuh dan

beradaptasi dengan lingkungannya.

221

Page 239: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 59. Potensi buah anggur Papua berdasarkan variasi pembuahannya yang berbentuk malai (mayang)

3. Potensi Buah

Anggur Papua berbuah sepanjang tahun seperti jenis-jenis

pandan (Pandanus spp.) lainnya. Dari hasil pengamatan diketahui

bahwa anggur Papua berbuah pada diameter batang rata-rata 21

cm, tinggi bebas cabang 9 m dan tinggi rata-rata 14 m. Hasil

pengamatan terhadap anggur Papua yang berbuah dan

berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, dapat diduga

bahwa potensi anggur Papua per pohon sangat bervariasi menurut

umur, diameter batang dan tinggi pohon.

Namun secara umum potensi buah anggur Papua jika diukur

dengan ember ukuran 5 kg, akan menghasilkan 1–2 ember.Hal ini

disebabkan karena buah yang dihasilkan oleh pohon tersebut

Dokumentasi : Krisma Lekitoo, 2010

222

Page 240: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil analisis Laboratorium Gizi dan Pangan UGM Tahun 2010

umumnya banyak (buah duduk pada malai), namun karakter buah

anggur Papua yang umumnya berdiameter kecil 1-2 cm

menyebabkan jenis buah ini tidak unggul dari segi volume.

E. Kandungan Gizi Anggur Papua

Kandungan gizi buah anggur Papua secara lengkap disajikan

pada Tabel 54. Nampak bahwa kandungan protein, lemak dan

vitamin C pada anggur Papua cukup tinggi. Perbandingan

kandungan gizi buah anggur Papua dengan beberapa jenis buah

yang sudah dikenal dan sering dikonsumsi oleh masyarakat seperti

alpukat, durian, sirsak, langsat, pepaya, rambutan dan salak dapat

dilihat pada Tabel 55.

Tabel 54. Kandungan gizi anggur Papua

Macam Analisa Hasil Analisis Rata-Rata

Sampel 1 Sampel 2Kadar AirKadar AbuKadar LemakProtein TotalSerat KasarVitamin CKarbohidrat

86,841,051,591,165,46

31,379,37

86,871,081,581,175,59

30,079,30

86,861,071,591,175,53

30,729,34

223

Page 241: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sumber : Data primer hasil penelitian KNRT Tahun 2010 dan data Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPBBogor, 2006 dalam Sirami, 2009

Tabel 55. Perbandingan kandungan gizi anggur Papua dengan beberapa jenis buah

Buah Protein (gr)

Lemak (gr)

Vit C (mg)

Air (gr)

Anggur Papua Alpukat Durian Sirsak Langsat Pepaya Rambutan Salak

1,16 0,9 2,5 1,0 0,9 0,5 2,0 0,9

1,58 6,5 3,0 0,3 0,2 0

0,1 0

98,35 13 5,3 20 3,0 78 58 2

86,86 84,4 65

81,7 81

86,7 80,5 78

F. Etnobotani Anggur Papua dalam Budaya Suku Tepra

Secara umum masyarakat Suku Tepra dan etnik lainnya di

Jayapura memiliki bahan pangan pokok utama yaitu aci sagu dan

umbi-umbian seperti kimpul atau keladi, ketela rambat atau betatas,

talas dan ketela pohon atau kasbi. Mata pencaharian utama mereka

adalah berladang berpindah.

Sejalan dengan perkembangan pembangunan, ilmu

pengetahun dan teknologi, apalagi jarak mereka yang hanya 19 km

dari ibukota kabupaten, masyarakat Suku Tepra telah mengalami

perubahan dalam hal makanan pokok. Saat ini masyarakat tidak

lagi memanfaatkan aci sagu dan umbi-umbian sebagai bahan

pangan pokok tetapi masyarakat telah beralih ke beras sebagai

bahan pangan pokok.

224

Page 242: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Anggur Papua yang buahnya sudah tua atau matang dapat

dimakan secara langsung, rasanya seperti buah anggur dan manis,

buah yang agak tua rasanya agak manis dan buah muda rasanya

sedikit tawar. Anggur Papua adalah jenis buah yang tidak

dikonsumsi (bahan pangan) oleh semua orang Depapre karena

belum dikenal secara baik oleh semua masyarakat Depapre.

Selain buahnya yang dapat dimanfaatkan untuk dimakan,

batang dan daunnya juga sering dimanfaatkan oleh masyarakat

tradisional Depapre. Daunnya sering dimanfaatkan sebagai bahan

baku anyaman, sedangkan potongan batangnya dimanfaatkan

sebagai alat penjepit bara api atau gata-gata. Anggur Papua

umumnya tumbuh pada kawasan hutan sagu dan dusun-dusun

masyarakat Suku Tepra.

G. Konservasi Tradisional

Masyarakat Suku Depapre telah lama memanfaatkan daun

dan buah anggur Papua dalam kehidupan budaya dan keseharian

mereka. Saat ini masyarakat belum melakukan konservasi

tradisional. Hal ini disebabkan karena masyarakat belum mengenal

secara baik jenis anggur Papua tersebut dan mereka masih

merasa bahwa jenis anggur Papua belum populer seperti halnya

buah matoa (Pometia coreacea), langsat (Lansium domesticum)

dan durian (Durio zibethinus).

225

Page 243: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gambar 60. Buah anggur Papua - A. buah muda; B. buah setengah matang; C. buah matang

H. Status Konservasi

Anggur Papua adalah salah satu jenis tumbuhan endemik

dan tumbuhan asli (native species) di Tanah Papua. Jenis ini

penyebarannya sangat terbatas yaitu pada hutan dataran rendah

pesisir pantai utara Papua meliputi Kabupaten Jayapura,

Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo, Kabupaten Waropen

dan Kabupaten Yapen. Secara ekologi, jenis anggur Papua

merupakan jenis yang banyak terdapat pada hutan tropis dataran

rendah pada kawasan hutan dengan topografi landai,

C

Dokumentasi : K. Lekitoo, 2010Dokumentasi : E. Batorinding, 2010

Dokumentasi : K. Lekitoo, 2010

B A

226

Page 244: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

bergelombang atau punggung bukit dan puncak bukit. Penyebaran

jenis ini secara alami pada ketinggian tempat 10–200 m dpl.

Masyarakat tradisional di Distrik Depapre Kabupaten

Jayapuradan kabupaten lainnya yakni Kabupaten Sarmi, Kabupaten

Mamberamo, Kabupaten Waropen dan Kabupaten Japen belum

melakukan kegiatan budidaya anggur Papua. Secara umum,

kegiatan konservasi anggur Papua perlu dilakukan, mengingat jenis

ini merupakan jenis endemik yang penyebarannya sangat terbatas

meskipun pemanfaatannya oleh masyarakat tidak terlalu tinggi

namun dikhawatirkan pembukaan lahan yang berlebihan untuk

tujuan pembangunan akan mengakibatkan jenis ini terancam

keberadaannya secara ekologi.

Status konservasi jenis anggur Papua saat ini adalah terkikis

dimana penyebarannya sangat terbatas di Tanah Papua. Tindakan

konservasi sangat diperlukan, baik konservasi di dalam kawasan

hutan (in-situ) melalui kegiatan reboisasi atau konservasi di luar

kawasan hutan (eks-situ) melalui kegiatan penghijauan dan

pembuatan kebun koleksi anggur Papua untuk mempertahankan

keberadaan jenis tersebut di alam.

I. Prospek Pengembangan

Jenis anggur Papua sangat potensial untuk dikembangkan

pada habitat aslinya yaitu di Kabupaten Jayapura, Kabupaten

Sarmi, Kabupaten Mamberamo, Kabupaten Waropen dan

Kabupaten Yapen. Tetapi dapat pula dikembangkan di daerah

227

Page 245: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

lainnya di Tanah Papua yang bukan merupakan habitat aslinya

tetapi memiliki tipe ekosistem hutan dataran rendah seperti

Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong, Kabupaten Timika,

Kabupaten Fak-fak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Merauke dan

daerah lainnya.

Pengembangan atau penanaman jenis ini dalam bentuk

kebun koleksi sangat mudah dilakukan mengingat jenis anggur

Papua tidak membutuhkan karakter habitat yang spesifik. Untuk

tujuan tersebut, perlu adanya dukungan Pemerintah Daerah melalui

instansi teknis terkait. Buahnya yang berbentuk seperti anggur dan

rasanya yang manis sangat menjanjikan untuk peningkatan

ekonomi masyarakat tradisional di wilayah penyebarannya. Jika

buah anggur dapat dipasarkan disemua swalayan, toserba dan mal-

mal di seluruh Indonesia, kenapa anggur Papua tidak bisa!

228

Page 246: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gam

bar 6

1.Pe

nyeb

aran

ang

gur P

apua

(Sar

aran

ga s

inuo

saH

emsl

.)di T

anah

Pap

ua

Ket

eran

gan

:

= Lo

kasi

Pen

yeba

ran

229

Page 247: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Berdasarkan analisis kandungan zat gizi untuk berbagai jenis

pangan tidak ada satu jenis panganpun yang mengandung zat gizi

yang lengkap, yang mampu memenuhi semua zat gizi yang

dibutuhkan oleh manusia. Satu makanan mungkin kaya akan zat

gizi tertentu, namun kurang mengandung zat gizi lainnya. Padahal

seseorang untuk dapat hidup sehat paling tidak memerlukan 40 zat

gizi yang harus diperoleh dari makanan. Untuk hidup sehat, orang

perlu makan makanan yang beragam (diversified), termasuk

pangan pokok yang tidak harus nasi.

Secara teknis, pangan pokok lokal tersebut dapat

dikembangkan menjadi produk pangan unggulan. Dengan rekayasa

teknologi proses pangan dapat dilakukan perbaikan mutu produk

pangan yang meliputi nilai gizi, organoleptik, keamanan, kegunaan,

keawetan dan kepraktisan. Dengan kemajuan sosial, ekonomi dan

budaya masyarakat, maka produk olahan pangan ini dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat modern dengan kriteria praktis,

menyehatkan dan terjangkau.

Pemanfaatan buah-buahan dan biji-bijian hutan sebagai

bahan pangan oleh setiap etnik di Papua sangat berbeda satu

dengan yang lainnya, baik spesies, bagian yang dimanfaatkan

maupun cara memanfaatkan buah-buahan dan biji-bijian hutan

tersebut. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan latar belakang

sosiokultur dan ekosistem lingkungan masing-masing daerah.

X. PENUTUP

230

Page 248: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Keanekaragaman buah-buhan dan biji-bijian hutan tersebut

perlu untuk di data dalam bentuk suatu data base dan kemudian

diberikan ranking untuk prioritas pengembangannya. Hal ini

dimaksudkan untuk tujuan program ketahanan pangan lokal dan

pemenuhan kebutuhan gizi dan vitamin nabati di Tanah Papua

secara khusus dan Indonesia secara umum

Sangat diperlukan adanya dukungan dari pemerintah pusat

dan daerah baik provinsi maupun kabupaten di Tanah Papua dalam

hal pengembangan jenis-jenis buah-buahan hutan sebagai bahan

pangan unggulan lokal melalui program pengembangan yang tepat.

Kegiatan pengembangan yang berhasil, sudah tentu akan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal di sekitar kawasan

hutan dan meningkatkan ketahanan pangan secara nasional

sekaligus konservasi keanekaragaman hayati Papua dapat

terwujud.

231

Page 249: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Angraeni, D. danY. Watopa. 2005. Kajian singkat konservasi dan ekonomi (RACE): Suatu usaha untuk memadukan kepentingankonservasi dan pembangunan ekonomi di Tanah Papua (Laporan Akhir). Conservation International. Jayapura.

Arifin,A. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Banister, P. 1980. Introduction to Physiological Plant Ecology.Black-Well Scientific Publication. Oxford.

Barber, C.V., Suraya dan P. Agus. 1997. Meluruskan Arah Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan di Indonesia. (Penerjemah M. Malik) Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Barstra, G. J. 1998. Bird’s Head Approaches. Irian Jaya Studies – Aprogramme for Interdiciplinary Research. A. A. Balkema, Rotterdam, Brookfield. Netherlands.

BNPB, 2011. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Banjir Bandang Wasior Kabupaten Teluk Wondama 4Oktober 2010. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta.

Dolezal, J. And M. Srutek. 2002. Altitudinal changes in composition and structure of mountain – temperate vegetation. A case study from Western Carpathians. Journal of Plant Ecology 158 (16): 201-221.

DAFTAR PUSTAKA

232

Page 250: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Ember, C.R. dan M. Ember. 1980. Konsep kebudayaan. Dalam T. O. Ihromi (Editor). Pokok-pokok Antropologi Budaya.Gramedia. Jakarta.

Ewusie, J. Y. Ekologi Tropika. 1990. ITB. Bandung.

Gopal, B. And N. Bhardwaj.1979. Elements of Ecology. Department of Botany. Rajasthan University Jaipur. India.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah (Edisi Baru). Akademika Pressindo. Jakarta.

Jhons, R. 1997. Common Forest Trees of Irian Jaya Papua –Indonesia. Royal Botanical Garden, Kew. Inggris.

Kartawinata, K. 2010. Dua Abad Mengungkap Kekayaan Flora dan Ekosistem di Indonesia. Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture X, 23 Agustus 2010, Jakarta. (Tidak diterbitkan)

Kusmana, C dan A. Hikmat. 2005. Keanekaragaman Hayati Flora di Indonesia. Tidak dipublikasikan.

Lekitoo, K., O.P.M. Matani., H. Remetwa dan C.D. Heatubun. 2008. Buah-buah yang dapat dimakan di Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja -Papua Barat. Balai Penelitian Kehutanan. Manokwari.

Leksono A.S., 2007. Ekologi. Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif.Bayumedia Publishing. Malang.

Mansoben J.R.. 1995. Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya, LIPI-RUL, Jakarta.

Marsono, D. 1977. Deskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM.Yogyakarta.

233

Page 251: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Nugroho, A. dan Murtijo. 2005. Antropologi Kehutanan. Wana Aksara. Tangerang.

Petocz, R. 1987. Konservasi Alam dan Pembangunan Irian Jaya.PT. Gramedia. Jakarta.

Powell, J.M. 1976. Ethnobotany. In K. Paijmans (Editor). New Guinea Vegetation: 106-170. The Australian National University Press. Canberra.

Pouwer, J. 1966. Toward a configurational approach to society and culture in New Guinea. JPS. 75 : 267-286.

Primack, R.B. 1998. Biologi Konservasi. Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Sirami E.V. 2009. Buah Nati (Chrysophyllum sp.) sumber gizi yang terlupakan. Warta Konservasi Lahan Basah. Edisi Juli 2009. Wetland International. Bogor.

Sirami E.V., K. Lekitoo dan A.O Wanma. 2009. Inventarisasi Hutan Pada Distrik Koweda Kabupaten Waropen. (Tidak diterbitkan).

Smith, R.L. 1977. Element of Ecology. Harper and Row, Publisher. New York.

Soegianto, A., 1994. Ekologi Kuantitatif (Metode Analisis Populasi dan Komunitas). Usaha Nasional. Surabaya.

Soerianegara, I., dan A. Indrawan. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan – IPB.Bogor.

234

Page 252: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Suhardi, S. Sabarnurdin, S. A. Sudjoko, Dwidjono H.D, Minarningsih dan A. Widodo. 2006. Hutan dan Kebun Sebagai Sumber Pangan Nasional. Kanisius. Yogyakarta.

van Hasselt, F.J.F. 2002. Di Tanah Orang Papua (terjemahan oleh Zeth Rumere dan Ot. Loupatty), Yayasan Timotius Papua bekerjasama dengan yayasan HAPIN Belanda.

van Steenis-Kruseman M.J. and C.G.G.J van Steenis,, 1950. Malaysian PlantCollectors and Collections, being a Cyclopedia of Botanical Exploration in Malaysia and a Guide to the Concerned Literature up to the year 1950. Hal.i-clii & 1-639 dalam C.G.G.J van Steenis (Ed.), Flora Malesiana, I, 19.Noordhoff-Kolff NV, Djakarta.

235

Page 253: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Adaptasi (=adaptation) — proses penyesuaian diri pada organisme dengan lingkungannya atau dengan cara hidupnya sehingga dapat terus mempertahankan kehadirannya.

Aktinomorf (= actinomorphic) — tipe simetri benda yang jumlahnya banyak sehingga dapat dibagi menjadi bagian setangkup berkaii-kali dari berbagai arah, contohnya pada bunga matahari Helianthus annuus.

Alur — beraluran (= sulcate) — keadaan permukaan yang memiliki lekuk-lekuk atau saluran memanjang.

Ambilateral atau ambilineal — prinsip pewarisan yang kadang-kadang diatur menurut garis keturunan ibu atau ayah.

Anak daun (= leaflet) — segmen atau unsur daun majemuk yang terpisah.

Anisoptera thurifera ssp. polyandra Asthon — nama jenis tumbuhan dari famili Dipterocarpaceae yang buahnya dikonsumsi seperti kacang ijo oleh masyarakat tradisional di Pulau Yop Meos.

Aril (= aril) — selaput luar atau penjuluran bagian biji yang berkembang yang membentuk lapisan pembungkus biji.

Baji (= peg).

Membaji (= cuneata) - bentuk bidang yang menyempit ke arah pangkalnya dan bersudut kurang dari 45°.

Bakal biji (=ovule) — bagian bakal buah pada tumbuhan berbiji yang kelak berkembang menjadi biji.

Bakal buah menumpang (= superior ovary) — posisi bakal buah

GLOSSARY

236

Page 254: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

yang bebas dari kelopak dan mahkota, serta terletak di atas titik melekatnya kelopak dan mahkota pada dasar bunganya.

Bakal buah terbenam (= inferior ovary) — posisi bakal buah yang terletak di bawah titik penempelan kelopak dan mahkota pada dasar bunganya.

Banir (= buttress root) — akar berbentuk papan yang tumbuh di atas tanah untuk menunjang batang, contohnya pada jenis pohon kenari Canarium spp.

Bariam tereu atau sagu buah hitam — makanan tradisional yang merupakan campuran aci sagu (Metroxylon sagu) dan daging buah hitam (Haplolobus cf. monticola).

Benang sari (= stamen) — organ bunga yang menghasilkan sel kelamin jantan; benangsari terdiri dari kepala sari dan tangkai sari.

Benjol (= lump)

Berbenjolan (= tuberculate) — keadaan permukaan yang dipenuhi benjolan membulat tidak teratur.

Bentuk gada (=cia ate) — bentuk benda seperti gada, membesar ke arah ujung.

Bentuk jantung (= cordate) — bentuk bidang yang hampir seperti bundar telur, tetapi dasarnya melekuk dan terbagi seperti jantung.

Bercak (= spot)

Bebercakan (= spotted) — keadaan warna permukaan yang warnanya berupa bercak-bercak tidak beraturan.

237

Page 255: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Bercangab (= cleft) — mempunyai bentuk yang bertoreh dalam seperti bibir sumbing.

Berhadapan (= opposite) — kedudukan sepasang daun yang sama pada garis ketinggian yang sama atau relatif sama; akan tetapi masing-masing terletak pada sisi-sisi yang berlawanan pada suatu sumbu.

Berombak (= sinuate) — bentuk tepi daun yang bertoreh-toreh membentuk ombak.

Biji (= seed) — bentuk tumbuhan dalam stadium embrio yang berasal dari bakal biji, dilengkapi dengan cadangan makanan dan dibungkus dengan kulit biji.

Bilateral — prinsip pewarisan berdasarkan garis keturunan ayah atau ibu.

Bongkol (= capitulum; head) — perbungaan terbatas atau tidak terbatas dengan kumpulan bunga-bunga kecil hamper tidak bergantian, memadati suatu penyangga yang membulat, seperti pada tumbuhan putri malu Mimosa pudica.

Borassus heineanus Becc. — salah satu jenis palem (Arecaceae)yang buahnya dikonsumsi seperti kelapa pantai (Cocos nucifera).

Botani (= botany) — ilmu yang mempelajari seluk-beluk kehidupan tumbuhan.

Buah (=fruit) — tubuh reproduksi tumbuhan berbiji (Spermathophyta), yang merupakan hasil proses pembuahan; di dalam buah biasanya terdapat satu biji atau lebih; pada umumnya buah terdiri atas kulit buah, daging buah, kulit biji dan biji yang mengandung lembaga.

238

Page 256: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Buku (= node) — cincin yang melingkar batang tumbuhan monokotil (berkeping satu), bekas tempat tumbuhnya daun.

Bulat (= globe shaped)

Membulat (= globose, spherical] -- bentuk benda seperti atau hampir mendekati bola.

Membulat telur (= ovoid) — bentuk benda menjorong tetapi sumbu terlebarnya mendekati bagian dasar.

Membulat telur sungsang (= obovoid) — bentuk benda membulat telur yang sumbu terlebarnya mendekati bagian ujung.

Bulir (= spike) — perbungaan memanjang tak terbatas, dengan bunga-bunga duduk tak bergantilan.

Bundar (= round)

Membundar (= rounded) — ujung bidang yang bersama-sama sisinya membentuk busur melengkung setengah lingkaran.

Membundar telur (= ovate] -- bentuk bidang menjorong tetapi sumbu terlebarnya mendekati bagian dasar sehingga menyerupai belahan telur.

Membundar telur sungsang (= obovate) — bentuk bidang membundar telur yang sumbu terlebarnya mendekati bagian ujung.

Bunga (= flower)

Perbungaan (= inflorescence) — himpunan dan cara penyusunan bunga dalam suatu gagang bersama; sering

239

Page 257: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

secara kurang tepat disebut juga karangan bunga atau bunga majemuk.

Bunga betina (= pistillate flower) — bunga yang hanya mempunyai putik saja, tanpa benang sari.

Bunga jantan (= staminate flower) — bunga yang hanya mempunyai benangsari saja, tanpa putik.

Buni (=berry) — buah berdaging yang bagian luar dinding buahnya sangat tipis, bagian dalamnya sembab, lunak dan berair, seperti dijumpai pada jambu biji Psidium guajava, belimbing manis Averrhoa carambola dan sawo Achras zapota.

Butir (= grain, granule)

Berbutiran (= granular) --- keadaan permukaan atau masa benda yang unsur-unsurnya berupa serbuk-serbuk membulat halus.

Cargo cults — kepercayaan tradisional.

Crown shaft — tabung upih atau mahkota daun.

Cuping (= lobe)

Bercuping (= globed) — keadaan pinggiran bidang yang berlekukan tidak begitu dalam sehingga terbentuk lingkaran membundar besar-besar.

Bercuping menjari (= palmately lohed) -- bidang menjari dengan torehan pinggir bercuping, seperti daun jarak pagar Jatropa curcas.

240

Page 258: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Bercuping menyirip (= pinnately lobed] -- keadaan pinggiran bidang yang bercuping secara menyirip, seperti pada daun terung Solanum melongena.

Daging (= flesh)

Mendaging (= carnose, fleshy) — tekstur isi benda yang kenyal, padat, berair sari dan mudah dipotong.

Daun (= leaf) — bagian tumbuhan yang melebar, pipih dan tipis, tumbuh dari batang atau pada ujung-ujung batang, berfungsi untuk fotosintesis dan respirasi.

Daun gagang (= barcteole) — daun pelindung kecil yang tumbuh pada gagang perbungaan atau gagang buah

Daun kelopak (= sepal) -- satuan atau unsur kelopak yang bersifat majemuk (polisepal).

Daun mahkota (= petal) — satuan atau unsur mahkota yang bersifat majemuk (polipetal).

Domatia (= domatia) — semacam benjolan yang muncul pada sumbu garai dan tulang daun di permukaan bawah. Mungkin terdiri dari kumpulan bulu-bulu atau biji yang diselimuti selaput tipis dan sebagainya.

Duduk (= sessile) --- organ yang dasarnya langsung berhubungan dengan organ lain, tanpa tangkai atau gagang.

Duri (= spina) — organ kuat berkayu, langsing, kaku dan berujung tajam serta umumnya berasal dari jaringan kayu

Ekologi (= ecology) — cabang ilmu pengetahuan yang mempelajarihubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungannya; termasuk di dalamnya perkembangan komunitas, interaksi antar jenis dan antar organisme,

241

Page 259: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

penyebaran geografis dan perubahan susunan peralihan populasi.

Ekosistem (= ecosystem) — satuan komunitas ekologi yang merupakan suatu sistem terdiri dari komponen hayati (makhluk hidup) dan nonhayati (tanah, air, batu, bangunan dll.); dalam suatu ekosistem tercermin adanya hubungan timbal balik antar unsur-unsur penyusunnya yang telah menunjukkan kemantapan dan keswasembadaan.

Eksudat (= exudate) — cairan atau sejenis getah yang merembes keluar jika pepagan dipotong.

Endemik(= endemic) — Makhluk hidup yang penyebarannya terbatas pada daerah tertentu saja.

Etnobotani (= etnobotany) — cabang ilmu botani yang mempelajari pemanfaatan tumbuhan dalam keperluan kehidupan sehari-hari dan adat suatu suku bangsa.

Ex situ (= ex situ) — Keadaan suatu makhluk hidup di luar tempat alaminya yang asli atau posisi normalnya; digunakan untuk usaha pelestarian jenis di luar habitatnya.

Flora (= flora) — semua populasi tumbuhan yang ada di suatu daerah tertentu; tulisan yang mempertelakan semua tumbuhan yang ada di suatu daerah tertentu.

Gag — nama pulau yang terdapat di Kabupaten Raja Ampat.

Gagang (peduncle) — sumbu atau tangkai pembawa utama untuk keseluruhan perbungaan dan pembungaan.

Galah (= hallow stick)

Menggalah (= terete) — bentuk benda seperti tabung yang ramping dengan nisbah panjang = lebar melebihi 12 = 1.

242

Page 260: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Gantilan (= pedicel) — pembawa atau tangkai yang langsung mendukung setiap kuntum bunga (atau buah) dalam suatu perbungaan (atau perbuahan).

Gergaji (= saw)

Mennggergaji (= serate) — keadaan pinggir bidang bertorehan sehingga berbentuk deretan segitiga yang ujung-ujungnya mengarah ke depan seperti gigi gergaji.

Gerigi (= small teeth)

Bergigi (= denticulate) — keadaan pinggir bidang yang bergerigi, tetapi gigi-giginya lebih kecil.

Gigi (= tooth)

Bergigi (= dentate) — keadaan pinggir bidang yang bertorehan sehingga terbentuk deretan segi-tiga runcing yang tegak lurus pada pinggir bidangnya.

Gimbal (= raggedy hair)

Menggimbal (= tomentose) — keadaan permukaan yang tertutup bulu-bulu halus pendek, rapat dan berjalinan.

Gundul (= glabrous) — keadaan permukaan yang licin karena bebas dari rambut dan bulu.

Habitat (= habitat) — tempat makhluk hidup biasanya tumbuh dan hidup secara alami.

Haplolobus cf. monticola Husson — salah satu jenis tumbuhan dari famili Burseraceae yang buahnya dikonsumsi seperti alpukat (Persea americana) oleh masyarakat tradisional di Kabupaten Teluk Wondama.

243

Page 261: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Inocarpus fagifer (Park.) Fosberg — salah satu jenis tumbuhan dari famili Fabaceae yang buahnya dikonsumsi seperti buahketapang (Terminalia cattapa) oleh masyarakat tradisional di Kabupaten Sarmi dan seluruh Tanah Papua

In situ (= in situ) — petunjuk yang menerangkan bahwa objek yang dibicarakan berada di dalam tempat atau lingkungan alamiahnya yang asli.

Jantung (= heart)

Menjantung (= cordate; cordiform) — bentuk bidang yang secara garis besar segitiga atau membulat telur, tetapi kedua ujung dasarnya melebar serta membentuk cuping bundar.

Jari (= finger)

Menjari(digitate: fingered; palmate) — bidang yang bercuping, bercangap, berbagi ataupun bersumbingan dengan cuping atau unsur-unsurnya (yang umumnya berjumlah lima buah) bertemu pada satu titik sehingga kesemuanya berupa jari tangan.

Jorong (= ellips)

Menjorong (= ellipitical) — bentuk bidang bundar memanjang teratur bersimetri setangkup dengan sumbu terlebar ditengah-tengah; dipakai juga untuk benda bulat memanjang dengan rumusan sumbu serupa.

Kabupaten Jayapura — salah satu kabupaten di Provinsi Papua

Kabupaten Raja Ampat — salah satu kabupaten di Provinsi PapuaBarat.

Kabupaten Sarmi — salah satu kabupaten di Provinsi Papua.

244

Page 262: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Kabupaten Teluk Wondama— Salah Satu kabupaten di Provinsi Papua Barat.

Kapsul (= capsule) --- buah kering beruangan sebanyak daunbuah yang membentuknya, merekah dan berbiji banyak, contohnya pada jenis tumbuhan kesumba Bixa orelliana dan anggrek-anggrekan Orchidaceae.

Kayu (= wood)

Mengayu (= ligneous; woody) — tekstur isi benda yang padat, kering, keras dan rapat.

Keanekaragaman jenis (=species diversity) — banyaknya jenis tumbuhan dan/atau hewan yang terdapat dalam suatu masyarakat hutan.

Kelembaban (= humidity) — tingkat kandungan uap air dalam udara dibandingkan terhadap keadaan jenuh yang dinyatakan dalam persentase.

Kelenjar (= gland)

Berkelenjar (= glandular) — keadaan permukaan yang tertutup bulu-bulu yang ujungnya merupakan kelenjar.

Kelimpahan (= abundance) — mengenai keterdapatan suatu jenis tumbuhan di suatu tempat, yang mudah dijumpai dalam jumlah individu yang relatif banyak atau melimpah.

Kelopak (= calyx) — pusaran terluar atau terbawah hiasan bunga,dapat terdiri atas daun kelopak (bersifat polisepal) atau bertautan (bersifat gomopetal), biasanya berwarna kehijauan seperti daun dan berfungsi melindungi bagian–bagian bunga dalam perkembangannya.

245

Page 263: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Kerapatan (= density) — perbandingan antara jumlah individu suatu jenis dengan jumlah individu seluruh tumbuhan yang terdapat pada satu satuan luas.

Kertas (= paper)

Mengertas (= papery ; papyraceous) — tekstur lembaran benda yang tipis, tegap tetapi tidak kuat.

Ketinggian tempat (= altitude) — tingginya suatu tempat terhadap permukaan laut.

Kompetisi (= competition) — persaingan antara dua jenis organisme untuk memperoleh sumber pokok kehidupannya pada waktu yang sama dari lingkungan yang sama, yang akhirnya salah satu akan tersingkir dari lingkungan tersebut.

Komunitas (= community) — sekelompok makhluk, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan yang hidup bersama-sama dalam hubungan ekologi pada suatu wilayah (daerah) tertentu.

Kuncup (= bud) --- pucuk vegetatif dan atau generatif yang belum dewasa, berupa meristem rembang yang kadang-kadang ditutupi sisik.

Lampang (= scar)

Berlampangan (= scarred) — keadaan permukaan yang dipenuhi bekas-bekas tempat melekat organ lain yang sudah luruh.

Lampang daun (= leaf scar) — bekas yang menunjukkan tempat pelekatan tangkai atau pangkal daun.

Lampang penumpu (= stipular scar) — bekas yang menunjukan tempat pelekatan daun penumpu.

246

Page 264: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Lancip (= pointed)

Melancip (= acuminate) --- ujung bidang yang menyempit tajam dan membentuk sudut kurang dari 45°.

Lanset (= lancet)

Melanset (= lanceolate) — bentuk bidang seperti mata lembing dengan sumbu terlebar terletak dekat pangkal dan berangsur-angsur menyempit keujungnya yang lancip.

Lemak (= fat) — substansi berupa ester gliserol dengan asam lemak, lazimnya dengan asam oleat, asam palmitat atau asam stearat; pada suhu kamar lemak berbentuk padat

Lentisel (= lenticel) — bentuk pori-pori yang menonjol, biasanya berbentuk lonjong, yang terbentuk pada cabang-cabang berkayu, terjadi jika lapisan epidermis digantikan oleh lapisan gabus.

Longkah (= achene) — buah kecil, kering, tak merekah, berdinding tipis yang merapat pada selaput biji tunggalnya, berasal dari bakal buah menumpang, contohnya kembang pagi sore Mirabilis jalapa.

Lonjong (= oblong)

Melonjong (= oblong) — bentuk benda menjorong yang sisinya hampir sejajar dan ujung tumpul.

Mahkota (= carolla) — pusaran teratas atau terdalam hiasan bunga, dapat bertautan (bersifat gomopetal) atau terdiri atasdaun mahkota (bersifat polipetal), berwarna-warni yang menentukan corak warna bunga.

247

Page 265: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Malai (= panicle) — perbungaan tandan yang bercabang-cabang secara monopodial, contohnya pada mangga Mangifera indica.

Malesia (= malesia) — daerah biogeografi tumbuhan yang meliputi Filipina, kawasan Malaysia, Singapura, Indonesia dan Papua Nugini.

Maniwak — nama baru untuk Kampung Miei setelah pemekaran Kabupaten Teluk Wondama.

Marga (= genus) — tingkat satuan taksonomi diantara suku dan jenis serta merupakan wadah yang mempersatukan jenis-jenis yang erat hubungannya; huruf depan nama marga ditulis dengan huruf besar dan selalu tercantum dalam nama jenis.

Masyarakat tradisional — masyarakat asli (native people) yang hidup pada lingkungan dengan batasan geografi yang jelas, contohnya masyarakat tradisional Wondama, masyarakat tradisional Raja Ampat.

Matang (= mature) — mengenai keadaan fisiologi yang sesuai yang untuk melakukan fungsi tertentu, misalnya biji masak siap untuk memulai tumbuhan baru.

Miei— nama lama untuk Kampung Maniwak sebelum pemekaran Kabupaten Teluk Wondama.

Morfologi (= morphology) — Ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan luar makhluk hidup.

Nama daerah (= vernacular name) — nama yang diberikan kepada jenis-jenis makhluk hidup oleh penduduk di sekitar tempat hidup jenis tersebut.

248

Page 266: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Nama ilmiah (= scientific name) — nama yang diberikan kepada setiap takson makhluk hidup yang berlaku untuk seluruh dunia; nama tadi umumnya menggunakan bahasa latin dan penamaannya diatur oleh kode internasional tata nama tumbuhan atau hewan sehingga hanya ada satu nama untuk setiap takson.

Nama pengarang (= author’s name) — nama orang yang memberikan dan menerbitkan nama ilmiah, yang biasanya dicantumkan dibelakang nama ilmiah yang bersangkutan; nama tersebut kadang-kadang ditulis lengkap atau disingkat.

Ondoafi — sebutan untuk kepala suku oleh masyarakat tradisionaldi Kabupaten Jayapura (Teluk Humbolt).

Organik (= organic) — segala bahan yang berasal dari makhluk hidup; dalam ilmu kimia diartikan sebagai semua bahan yang mengandung unsur karbon (C).

Pangan (= food) — apa saja yang bisa dimakan atau dimasukkan ke dalam tubuh sebagai makanan.

Patrilineal — prinsip pewarisan berdasarkan garis keturunan ayah

Pelestarian (= conservation) — hal ihwal pengawetan komponen (sumberdaya alam, budaya dan lain-lain), agar terjamin kehidupannya sepanjang masa.

Penumpu (= stipule) — sepasang umbi, sisik, duri atau organ menyerupai daun yang terletak pada dasar tangkai daun.

Perawakan (= habitus) — bentuk struktur (batang dan percabangannya) dan sifat ketegakan tumbuhan (tegak, merayap, atau menjalar) suatu jenis tumbuhan.

249

Page 267: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Pepagan (= bark) — jaringan terluar yang melapisi batang pohon,jadi merupakan kulit jaringan kayu.

Perbungaan (= inflorescence) — sekelompok bunga yang terdapat pada gagang yang sama; bunga-bunga tersebut tersusun menurut aturan tertentu; perbungaan sering disebut bunga majemuk atau karangan bunga

Perisai (= shield)

Memerisai (= peltate) — bentuk bidang membundar dengan tempat perlekatan dipusatnya.

Pertanian (= agriculture) — segala kegiatan dan upaya manusia untuk meningkatkan hasil bumi, jadi selain bercocok tanam termasuk ke dalamnya kegiatan dalam bidang kehutanan, perikanan, peternakan dan perkebunan.

Pita (= ribbon)

Memita (= linear) — bentuk bidang persegi-empat panjang yang sempit dengan nisbah panjang = lebar melebihi 12 = 1.

Pribumi (= indigenous) — penghuni asli, berasal dari tempat yang bersangkutan.

Protein (= protein) — bahan organik yang susunannya sangat majemuk, terdiri atas beratus-ratus atau beribu-ribu asam amino, merupakan bahan utama pembentukan sel dan inti sel.

Punah (= extinct) — keadaan lenyapnya suatu takson atau organisme dari kehidupan di alam

Rakis (= rachis) — sumbu utama tangkai daun majemuk menyirip, tangkai paku atau gagang perbungaan.

250

Page 268: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Rompang (= truncate) — ujung bidang atau benda yang tiba-tiba terpotong melintang tegaklurus pada sumbu.

Runcing (= pointed)

Meruncing (= acute) — ujung bidang yang menyempit dan membentuk sudut Iebih dari 45°.

Sararanga sinuosa Helms. — salah satu jenis tumbuhan dari familiPandanaceae yang buahnya dikonsumsi seperti buahanggur (Vitis vinifera) oleh masyarakat tradisional di Distrik Depapre.

Semai (= seedling) — tumbuhan muda yang baru keluar dari biji,sampai bisa membuat makanannya sendiri di daun dengan bantuan fontosintesa; umur dan tinggi tanaman kecambah sebelum terjadi tanaman biasanya berbeda-beda menurut jenisnya.

Sirip (= pin)

Menyirip (= pinnate) --- sistem pembagian bidang, penulangan atau percabangan yang menyerupai tuiang ikan atau bulu unggas.

Menyirip ganda (= bipinnate) — bidang yang tersusun menyirip dan bagian-bagiannya yang tersusun menyirip.

Menyirip gasal (imparipinnate) — bidang yang tersusun secara menyirip dengan semua unsur sirip terdapat di rembang dan tidak berpasangan,

Menyirip genap (paripinnate) — bidang yang tersusun menyirip dengan semua unsur siripnya berpasangan rangkap.

251

Page 269: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Sporadik (= sporadic) — keadaan penyebaran tumbuhan atau penyakit di suatu daerah yang tidak merata dan hanya dijumpai di sana sini.

Sterculia shillinglawii F.v.Muell — nama jenis tumbuhan dari famili Malvaceae yang buahnya dimakan seperti kacang ijo oleh masyarakat tradisional di Pulau Gag.

Suksesi (= succession) — perubahan dalam susunanan suatu masyarakat kehidupan (umumnya tumbuh-tumbuhan) menuju suatu susunan klimaks yang berlangsung secara perlahan-lahan dan teratur.

Suksesi primer (=primary succession) — suksesi yang terjadi pada daerah yang terbuka dan belum mengalami perubahan secara fisik oleh manusia.

Suksesi sekunder (= secondary successiom) — suksesi tumbuhan yang terjadi setelah adanya gangguan pada suatu suksesi primer atau normal.

Suku (= family) — salah satu takson dalam klasifikasi organisme (makhluk) terdiri dari satu atau beberapa marga yang mempunyai sifat-sifat yang hampir sama.

Tablasupa — salah satu kampung yang terdapat pada Distrik Depapre Kabupaten Jayapura.

Tajuk (= perianth) — sebutan kolektif untuk kedua macam hiasan bunga (kelopak dan mahkota} bila dianggap sebagai satu satuan.

Takar — salah satu nama kampung di Distrik Pantai TimurKabupaten Sarmi.

Takson (= taxon) — istilah yang umum untuk suatu kelompok taksonomi, tanpa memandang tingkatannya; suku, marga,

252

Page 270: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

jenis, variabel dan lain-lain; masing-masing kelompok tersebut disebut takson.

Taksonomi (= taxonomy) — cabang biologi yang menelaah penamaan, pencirian dan pengelompokan makhluk hidup berdasarkan persamaan dan perbedaan sifat-sifatnya.

Tandan (= raceme) — perbungaan yang memanjang, tak terbatas, tak bercabang dengan bunga-bunga bergantilan.

Tegakan (= stand) — bagian atau contoh yang nyata dari suatu masyarakat tumbuhan.

Toleran (= tolerant)— berkesanggupan untuk menderita atau menahan pengaruh obat, racun, suhu dingin dan sebagainya.

Toleransi (= tolerance) — daya tahan terhadap pengaruh obat, racun, suhu rendah, serangan hama dan faktor buruk lainnya.

Tumpu (= support)

Penumpu (= stipule) — sepasang sisik, duri, kelenjar atau organ lain menyerupai daun yang terdapat pada dasar tangkai daun.

Yop Meos atau Yop — nama pulau yang terdapat di Kabupaten Teluk Wondama.

Vegetasi (= vegetation) — jumlah semua tumbuh-tumbuhan yang terdapat pada suatu daerah tertentu; juga tumbuh-tumbuhan yang menutupi bagian atau seluruh permukaan bumi.

Vegetatif (= vegetative) — untuk menyatakan bagian tumbuhan yang tidak khusus untuk berkembang biak; tak kawin.

253

Page 271: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Vitamin (= vitamine) — zat organik yang dihasilkan oleh tumbuhan dan dibutuhkan dalam jumlah sedikit untuk pertumbuhan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.

Wasior — sebutan untuk nama distrik sebelum dimekarkan menjadiKabupaten Teluk Wondama.

Wol (= wool)

Mengewol (lanate: wooly) — keadaan permukaan yang tertutup bulu-bulu panjang, mengeriting dan saling berjalin, seperti bulu domba.

Zeendeling atau Zending — misionaris Kristen Protestan dari Eropa yang melaksanakan tugas pengabaran injil di Tanah Papua.

Zigomorf (= bilateral: zygomorphic) — tipe simetri benda atau bidang yang hanya dapat dibagi sekali menjadi dua bagian setangkup, contohnya pada jenis anggrek bulan Phalaenopsis amabilis.

254

Page 272: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

A

Ahli Botani, 4Ahli Gizi, 4 Alor, 8Ambaidiru, 25Ambumi, 29Andalas, 7, 10Anggraeni, 18Angiospermae, 7Animisme, 29, 201Arifin, 37, 232

B

Bahan Bangunan, 20Bahan Organik, 36, 40, 77, 106, 250Bahan Sandang, 20Balai Penelitian Kehutanan (Bpk) Manokwari, 126Bali, 8Banister, 45, 110, 232Barat, 3, 19, 28, 29, 31, 79, 98, 100, 131, 135, 200, 233, 244, 245Barber, 3, 232Barstra, 45, 110, 232Batang Utama, 25, 67, 95, 129Bhardwaj, 44, 48, 176, 217, 233Biak, 2, 60, 69, 83, 131, 132, 133, 205Bigman, 29Biji, 4, 21, 36, 59, 62, 97, 121, 122, 123, 124, 129, 152, 153, 175, 182, 183,

184, 192, 230, 231, 236, 238, 240, 241, 247, 248, 251BNPB, 28, 232Borneo, 7, 10Brass, 2, 21Buah, 4, 5, 11, 19, 21, 22, 23, 25, 28, 37, 38, 43, 47, 49, 57, 58, 59, 60, 61, 62,

67, 69, 70, 77, 79, 80, 82, 83, 84, 85, 89, 90, 95, 109, 115, 120, 121, 122, 123, 124, 129, 131, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 161, 165, 176, 178, 182, 183, 184, 186,189, 192, 196, 211, 222, 223, 224, 225, 228, 230, 231, 233, 236, 237, 238, 240, 241, 243, 244, 245, 247, 251

Bubuk Kayu, 27, 63Budidaya, 20, 62, 63, 78, 90, 92, 124, 125, 152, 157, 187, 227Bujur Timur, 28Bunga, 25, 129, 192, 236, 237, 238, 239, 240, 243, 245, 247, 250, 252, 253

INDEKS SUBYEK

255

Page 273: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

C

Celebes, 7, 10, 11

D

Dama, 29Daun, 25, 67, 83, 95, 97, 129, 161, 192, 225, 236, 238, 239, 240, 241, 245,

246, 247, 249, 250, 251, 253Densitas, 44, 48, 176, 216Depapre, 4, 22, 23, 192, 201, 202, 203, 204, 205, 208, 211, 214, 215, 218, 225,

227, 251, 252Deskripsi, 23, 44, 213Distrik Idoor, 29Distrik Ransiki, 28Distrik Wasior Selatan, 30Distrik Yaur, 28Dolezal, 49, 178, 232Dominansi, 44, 114, 219Dusner, 29, 79

E

Ekologi, 5, 23, 27, 32, 35, 48, 62, 69, 72, 75, 92, 101, 104, 124, 131, 136, 137, 139, 147, 157, 168, 176, 187, 195, 205, 206, 208, 216, 226, 227, 242, 246

Ekologis, 1, 63, 125, 188Ekosistem, 11, 39, 44, 49, 63, 64, 92, 100, 125, 126, 158, 177, 188, 213, 217,

228, 230, 242Ekoton, 100, 126Ember Dan Ember, 1Endemik, 6, 9, 242Entimologi, 29Etnik, 1, 3, 4, 11, 14, 15, 17, 22, 59, 60, 82, 83, 122, 123, 135, 154, 165, 184,

202, 205, 224, 230Etnobotani, 2, 4, 5, 9, 21, 23Ewusie, 43, 109, 143, 172, 233

F

Famili, 6, 7, 41, 165, 236, 243, 244, 251, 252FAO, 9Fast Growing Species, 97, 126Fisiografis, 36, 75, 104, 139, 168, 208

256

Page 274: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Flora, 6, 7, 8, 9, 18, 44, 213, 242Flora Malesiana, 7, 235Floristik, 44, 213Frekwensi, 48, 147, 156, 175, 176, 216

G

Gap, 120, 125Gebe, 4, 22, 95, 98, 122, 123, 124Gopal, 44, 48, 176, 217, 233

H

Habitat, 5, 23, 27, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 47, 48, 49, 51, 52, 54, 64, 75, 76, 77, 78, 92, 104, 105, 106, 107, 108, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 120, 126, 139, 140, 141, 142, 143, 145, 147, 148, 149, 150, 158, 168, 169, 170, 171, 173, 176, 178, 179, 180, 188, 195, 208, 209, 210, 211, 212, 213, 214, 215, 216, 218, 219, 227, 228, 243

Hai Tanahku Papua, 71Halmahera, 14, 27, 62Held, 2, 21Helder, 2, 21Hope, 6, 7HPH, 3, 18Hutan Tanaman Industri (HTI), 97, 126

I

Indigenous, 11, 62, 69, 97, 124, 131, 164, 250Indrawan, 44, 213, 234Inggorosai, 31Injil, 60, 83, 254In-situ, 35, 64, 75, 104, 139, 168, 188, 208, 227Isak Samuel Keijne, 71

J

Java, 7, 10Jawa, 7, 9, 10, 131Jayapura, 2, 11, 23, 131, 134, 137, 166, 188, 195, 197, 198, 199, 200, 201,

202, 204, 205, 208, 211, 214, 218, 224, 226, 227, 232, 244, 249, 252Jhons, 233

257

Page 275: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

K

Kabupaten Jayapura, 134, 137, 166, 200, 201, 202 Kabupaten Nabire, 28, 69 Kabupaten Raja Ampat, 11, 22, 98, 99, 126, 242, 244 Kabupaten Sarmi, 11, 22, 134, 137, 140, 142, 143, 146, 147, 148, 150, 154,

155, 157, 158, 164, 166, 168, 170, 171, 173, 175, 178, 180, 184, 187, 188, 195, 226, 227, 244, 252

Kabupaten Teluk Bintuni, 29Kabupaten Teluk Wondama, 11, 22, 28, 30, 69, 70, 71, 73, 79, 82, 85, 92, 232,

243, 245, 248, 253, 254Kacang Hijau, 22, 59, 63, 123, 124, 125, 126Kalimantan, 7, 8, 9, 10, 131Kandungan Gizi, 5, 23, 58, 80, 121, 122, 152, 182, 183, 223, 224Keanekaragaman Hayati, 3, 6, 8, 11, 20Keanekaragaman Jenis, 7, 8, 37, 44, 213Kebun Tradisional, 63, 125Kelembaban, 35, 36, 38, 39, 49, 75, 76, 100, 104, 106, 139, 140, 141, 168,

169, 178, 208, 209, 210Kelerengan, 35, 37, 40, 75, 77, 104, 105, 107, 139, 140, 168, 208, 209Kepala Burung, 11Kepemimpinan Pria Berwibawa, 29Kepemimpinan Raja, 29Kepulauan Sunda Kecil, 8Keragaman Tumbuhan, 38Kerapatan, 9, 48, 176, 216, 246Kesuburan Tanah, 35, 36, 75, 104, 139, 168, 208Ketela Pohon, 14, 62, 82, 123, 154, 184, 224Ketela Rambat, 14, 62, 82, 123, 153, 184, 224Ketinggian Tempat, 6, 35, 37, 39, 45, 49, 63, 75, 92, 104, 105, 110, 125, 139,

157, 168, 178, 187, 195, 208, 227Komunitas, 44, 49, 177, 213, 217, 241, 242Konservasi, 5, 18, 20, 23, 35, 62, 63, 64, 75, 92, 104, 124, 125, 139, 156, 157,

168, 187, 188, 189, 208, 225, 227, 232Konservasi Tradisional, 62, 90, 124, 156, 186, 225Korner, 49, 178Kristen Protestan, 71, 254Kuri, 29, 31

L

Leher Burung, 11, 28Lekitoo, 21, 233, 234Leksono, 35, 36, 104, 233

258

Page 276: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Lintang Selatan, 28

M

MacArthur, 35, 104 Mackinnon, 9Mairasi, 29, 133Malcolm, 2, 21Maluku, 8, 9, 10, 11, 27, 62, 97, 98, 100, 124, 131Maluku Utara, 8, 27, 62, 98Mamberamo Raya, 19, 195Mansoben, 29, 32, 98, 136, 202, 233Marsono, 35, 139, 208, 233Merauke, 70, 131, 133, 188, 228Miei, 31, 71, 73, 248Miere, 29Misionaris, 71, 254Mitos, 29, 31, 201Moluccas, 8, 10, 11Murtijo, 4, 234

N

Native species, 11, 27, 62, 69, 92, 97, 124, 131, 157, 164, 187, 195, 226New Guinea, 2, 4, 9, 10, 14, 199, 234NTT, 8Nugroho, 4, 234Nyanyian Rohani, 71

O

Obat-obatan, 20Okultisme, 29, 201Oomen, 2, 21Oosterwal, 2, 21Orang Biak, 60Orang Mansinam, 60, 83Orang Numfor, 60, 83

259

Page 277: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

P

Paijsman, 7Pancang, 41, 42, 43, 46, 47, 48, 49, 54, 55, 56, 108, 109, 111, 112, 113, 114,

118, 119, 142, 144, 146, 147, 150, 151, 174Pangan Alternatif, 5, 15, 184Papua, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 27, 28, 32,

40, 47, 60, 61, 62, 63, 69, 70, 71, 73, 82, 83, 92, 97, 98, 100, 123, 124, 125, 131, 134, 135, 136, 157, 158, 164, 165, 187, 189, 195, 196, 198, 202, 203, 205, 208, 209, 210, 211, 212, 213, 214, 215, 216, 218, 219, 220, 221, 222, 223, 224, 225, 226, 227, 228, 230, 233, 235, 244, 245, 248

Papua Barat, 98Papuasia, 7Pasai, 31Pegunungan Tengah, 17, 165Pepagan, 25, 67, 95, 129, 249Perbungaan, 25, 67, 95, 129, 161, 239, 250Perkakas, 20Persen Penutupan Tajuk, 39, 76Pertanian, 4, 187Petocz, 6, 7, 8, 37, 234Pohon, 12, 27, 37, 40, 41, 42, 43, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 62, 75, 76, 78, 79, 80,

89, 90, 92, 105, 108, 109, 113, 116, 117, 118, 119, 120, 124, 139, 142, 144, 146, 148, 149, 150, 151, 155, 156, 176, 178, 179, 180, 182, 187, 216, 218, 219, 222, 237, 249

Pospisil, 2, 21Potensi Buah, 57, 80, 120, 151Potensi Jenis, 4Potensi Tegakan, 5, 23, 78Powell, 2, 4, 234Pulau Gag, 4, 22, 97, 98, 99, 100, 101, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112,

113, 114, 115, 116, 117, 118, 122, 123, 124, 125, 126, 252Pulau Kimam, 2Pulau Meoswar, 59, 62Pulau New Guinea, 6Pulau Yop, 30, 37, 43, 45, 47, 51, 52, 63

R

Republik Indonesia, 2, 19, 200, 201Roon, 29, 132

260

Page 278: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

S

Sarmi, 4, 23, 129, 131, 134, 135, 136, 153, 154, 156, 157, 158, 165, 169, 184 Selatan, 28, 99, 135, 200, 201 semai, 41, 42, 43, 44, 46, 49, 53, 54, 55, 108, 109, 111, 114, 117, 118, 119,

124, 142, 144, 145, 146, 150, 151, 171, 172, 173, 174, 175, 178, 179, 180, 181, 186, 212, 213, 214, 215, 218, 220, 221

Smith, 44, 234 Soegianto, 44, 234 Soerianegara, 44, 213, 234 Sough, 29 Species Diversity, 44, 213, 245 Speedboat, 31, 166Srutek, 49, 178, 232Strata, 39, 53, 55, 116, 119, 149, 179, 181, 218, 221Stratifikasi, 29, 39, 98Suhu, 28, 35, 36, 38, 39, 40, 75, 76, 104, 106, 112, 139, 140, 168, 169, 178,

208, 210, 247, 253Sulawesi, 7, 9, 10, 11, 97, 131Sumatera, 7, 8, 9, 10Sumba, 8, 41, 54, 108, 118, 142, 150, 171, 180, 211, 220Sumbawa, 8Sumber Pangan, 20Suplement Food, 4Syafei, 35, 139, 208

T

Takikan batang, 25, 67, 95, 129Taksonomi, 5, 8, 9, 70, 248, 252Talas, 14, 82, 123, 154, 184, 224Tanah Papua, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 15, 18, 19, 22, 37, 40, 60, 64, 71, 83, 92,

97, 126, 158, 164, 165, 166, 187, 188, 195, 198, 200, 226, 227, 228, 231, 232, 244, 254

Teluk Cenderawasih, 28Tiang, 41, 42, 43, 51, 52, 54, 55, 56, 108, 109, 114, 115, 118, 119, 142, 144,

147, 148, 150, 151, 185Timor, 8, 14Timur, 11, 28, 100, 134, 135, 202, 252Toro, 29

261

Page 279: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

U

Utara, 11, 14, 28, 79, 98, 99, 100, 131, 134, 165, 200

V

Van Hasselt, 60, 84Vogelkop, 11

W

Wamesa, 29Wandamen, 29, 132Waropen, 2, 21, 131, 134, 161, 164, 165, 187, 188, 195, 205, 226, 227, 234Watopa, 18, 232Whitmore, 4Wilson, 35, 104Womersly, 7Won, 29Won”, 29Wondama, 4, 22, 25, 28, 29, 31, 59, 60, 61, 62, 67, 69, 70, 71, 73, 78, 79, 82,

83, 84, 90, 92, 95, 248

Y

Yapen, 25, 69, 131, 164, 165, 187, 195, 226, 227Yop, 22, 25, 30, 31, 32, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 46, 47, 48, 51, 52, 53, 54,

57, 59, 62, 63, 69, 236, 253Yop Meos, 22, 31, 32, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 45, 46, 47, 48, 51, 52, 53, 54, 59,

63, 236, 253

Z

Zeendeling, 71, 254zonasi, 39

262

Page 280: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Angka dan nama ilmiah (Latin) yang dicetak tebal adalah nomor halaman dan jenis pohon atau jenis tumbuhan hutan penghasil buah potensial untuk bahan pangan di Tanah Papua, sedangkan angka dannama latin yang dicetak biasa adalah nomor halaman, jenis-jenis vegetasi pada habitat tumbuhan hutan penghasil buah potensial untuk bahan pangan dan sinonim dari jenis yang dideskripsikan dalam buku ini.

Aglaia odorata, 146, 147 Aglaia spectabilis, 48 Alphitonia microcarpa, 112, 113, 114 Alstonia scholaris, 148, 149 Alstonia spectabilis, 145 Anisoptera thurifera ssp. polyandra, 22, 25Anthocephalus chinensis, 146, 147, 149Antiaris toxicaria, 46Areca catechu, 77Artocarpus altillis, 148, 149, 173, 176, 178, 179, 214, 216, 218Artocarpus integra, 77Barringtonia asiatica, 145, 146, 147, 148, 149, 157, 219Borassus heineanus, 22, 161, 164, 173, 175, 178, 179Calophyllum inophyllum, 51, 166, 189Calophyllum pseudovitiense, 51, 52Campnosperma brevipetiolata, 51Cananga odorata, 145, 146, 147, 148, 173, 175, 176, 178, 179, 214, 215, 216,

218, 219Canarium indicum, 110, 114, 115, 117, 175, 176, 179, 215, 216, 219Canarium sp., 116, 117Casuarius benneti, 175Cocos nucifera, 23Comersonia bartramia, 112, 113, 173, 214Cordia subcordata, 148, 149Dacussocarpus walichianus, 48, 51Decaspermum parviflora, 115Depapre, 204Diospyros ebenum, 117Diospyros hebecarpa, 116, 117Duabanga moluccana, 173Durio zibethinus, 77, 225

INDEKS NAMA ILMIAH

263

Page 281: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Dysoxylum sp., 53 Endospermum molucanum, 173 Euodia bonvickii, 115 Exocarpus latifolia, 110 Fagraea racemosa, 114, 115, 145, 148, 214 Falcataria moluccana, 115, 116, 117 Ficus septica, 146, 147, 214, 216 Garcinia mangostana, 77 Gironniera nervosa, 48, 113 Gmelina sp., 115 Gnetum gnemon, 216 Gonocaryum littorale, 145, 148, 149 Haplolobus celebicus, 47, 48 Haplolobus cf. monticola, 22, 67, 69, 70 Haplolobus floribundus, 70 Haplolobus lanceolatus, 52 Hibiscus tilliaceus, 145, 146, 147, 149, 179 Homalium foetidum, 51, 114, 115 Horsfieldia sylvestris, 51 Ilex ladermanii, 109, 110 Inocarpus fagifer, 22, 129, 145, 146, 147, 148, 149, 178, 179, 214, 218, 219 Intsia bijuga, 176, 214, 215, 216 Koordersiodendron pinnatum, 109, 110 Lansium domesticum, 77, 225 Lepiniopsis ternatensis, 110, 115 Litsea ladermanii, 45, 46 Lunasia amara, 45, 46, 47, 48 Mangifera indica, 77 Metroxylon sagus, 14 Morinda citrifolia, 148, 216 Nephelium lappaceum, 77 Nypa fruticans, 166 Ochrosia ficifolia, 110 Octomeles sumatrana, 146, 147 Osmoxyllon novoguinensis, 176 Palaquium amboinensis, 47, 48, 173, 176, 179, 215, 216 Pandanus brosimos, 165 Pandanus dubius, 156 Pandanus jiulianettii, 165 Pandanus spp., 195, 196, 222 Pandanus tectorius, 157 Pangium edule, 113 Parartocarpus venenosus, 114, 115, 116, 117 Pertusadina eurynchae, 53 Podocarpus neriifolius, 45, 46, 47, 48, 51, 53 Pometia coreacea, 53, 225

264

Page 282: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Pometia pinnata, 79, 145, 148, 149, 173, 175, 176, 178, 179, 214, 215, 216, 218, 219

Premna corymbosa, 145, 214 Premna integrifolia, 114, 115 Prunus arborea, 48 Pterocarpus indicus, 175, 176, 179, 219 Pterygota horsfieldii, 52, 149, 179, 219 Pypturus argenteus, 219 Sararanga sinuosa, 22, 23, 157, 192, 195, 214, 216, 218, 219 Schefflera cf. archboldiana, 113 Spathiostemon javaensis, 51, 52 Sterculia macrophylla, 117 Sterculia parkinsonii, 173 Sterculia shillinglawii, 22, 95, 97, 109, 110, 112, 113, 114, 115, 117 Sterculia urceolata, 97 Streblus elongata, 117 Sus crova, 175 Syzygium malaccensis, 145 Tabernaemontana aurantiaca, 112, 113, 146, 147 Timonius timon, 110, 112, 113, 114 Vatica rassak, 45, 46, 47, 48, 52, 53 Vitis vinifera, 23, 196 Voacanga papuana, 146, 147, 157

265

Page 283: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

266

Af, 129 Alpukat, 22, 58, 152, 223 Buah Hitam, 22, 60, 67, 69, 70, 77, 79, 80, 84, 85, 89, 90 Coweba, 129 Depapre, 204 Durian, 58, 77, 152, 223, 225 Gayang, 22, 131, 139, 140, 141, 144, 146, 151, 152, 153, 154, 156, 157, 158 Kacang Hijau, 22, 59, 63, 123, 124, 125, 126 Kacang Tanah, 59, 122, 153, 183 Kayu Karang, 47 Kedelai, 59, 122, 153, 183 Kelapa Hutan, 22, 161, 164, 165, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 175, 176, 178,

179, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 187, 188 Kenari, 67Langsat, 58, 77, 89, 152, 223, 225Mandyagwe, 95Pepaya, 58, 223Piarawi, 22, 67, 70, 72, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 89, 90, 92Rambutan, 58, 77, 152, 223Sagu Buah Hitam, 84, 85Sagu Perang, 84Salak, 58, 152, 223Selre, 23, 192Sirsak, 58, 152, 223Taer, 22, 25, 35, 37, 38, 41, 42, 43, 46, 47, 48, 49, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57,

58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 70Takum, 25Waribo, 22, 161Woton, 22, 95, 97, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115,

116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 126

INDEKS NAMA DAERAH DAN PERDAGANGAN

266

Page 284: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Krisma Lekitoo – Lahir pada tanggal 31 Juli 1976 di Kampung Miei Kabupaten Teluk Wondama. Lulusan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Univ. Cenderawasih Manokwari tahun 1998 dan melanjutkan Pasca Sarjana dengan gelar Master of Science (M.Sc.) pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2011 dan merupakan lulusan terbaik. Saat ini bekerja sebagai staf peneliti pada

Balai Penelitian Kehutanan Manokwari dengan jabatan fungsional Peneliti Muda. Pernah mengikuti Diklat Pengenalan Jenis Pohon Hutan Indonesia yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan di Bogor tahun 2003. Aktif mengikuti pertemuan ilmiah, termasuk pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia. Publikasi yang dihasilkan didominasi pada bidang taksonomi dan konservasi sebagai minat utama. Buku yang pernah ditulis adalah Keanekaragaman Flora Taman Wisata Alam Gunung Meja – Papua Barat (Jenis-jenis pohon-Bagian-1) dan Jenis Buah-buahan Hutan Yang Dapat Dimakan Pada Taman Wisata Alam Gunung Meja Kabupaten Manokwari.

Ezrom Batorinding – Lahir pada tanggal 12 November 1975 di Soroakoluwu. Staf peneliti Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. Lulusan S1 Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih Manokwari (2000), dan melanjutkan Pasca Sarjana minat konservasi

dengan gelar Master of Science (M.Sc.) pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2011.

267

Page 285: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Permenas Alexzander Dimomonmau –Lahir pada tanggal 3 Maret 1974 di Sarmi. Lulusan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Cenderawasih (Faperta-Uncen) tahun 2000. Pernah bekerja sebagai Manajer Operasional pada IPK CV. Irman Jaya Martabe di Kecamatan Sarmi Kabupaten Jayapura tahun 2000 - 2001. Sejak tahun 2001 sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Lingkup Badan Litbang Kehutanan, dan ditempatkan pada Balai Penelitian Kehutanan Manokwari, bekerja sebagai peneliti Bidang Konservasi Sumber Daya Hutan, aktif dalam kegiatan seminar dan melakukan penelitian terkait bidang kepakaran, yaitu Konservasi Satwa Liar dan Keanekaragaman Hayati. Kandidat Master of Science (MSc.) pada Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Wilson F. Rumbiak – Lahir pada tanggal 3 Oktober 1974 di Biak. Lulusan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih (Faperta-Uncen) tahun 2000. Sejak tahun 2000 bekerja sebagai peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. Bidang kepakaran penelitian adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) khususnya masohi, aktif dalam

kegiatan seminar dan melakukan penelitian terkait bidang kepakaran.Kandidat Master of Science (MSc.) pada Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

268

Page 286: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani

Charlie Danny Heatubun – Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Univ. Papua Manokwari. Lulus S1 Jurusan Kehutanan Faperta Univ. Cenderawasih Manokwari (1997), S2 (2006) dan S3 (2009) dan merupakan lulusan terbaik program doktor pada bidang Taksonomi Tumbuhan. Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor. Pernah mengikuti beberapa

kursus dan pelatihan Sistematika Tumbuhan dan Manajemen Herbarium di dalam dan luar negeri termasuk visiting fellowke beberapa herbarium dan kebun raya di Negara ASEAN, China, Australia dan Eropa. Aktif dalam berbagai pertemuan ilmiah termasuk pertemuan rutin Flora Malesiana. Publikasi yang dihasilkan beberapa diantaranya dimuat dalam Peer Review jurnal nasional dan internasional. Telah menemukan dan memberi nama beberapa taksa baru tumbuhan, terutama pada suku palem-paleman (Arecaceae). Tergabung dalam beberapa organisasi profesi dalam dan luar negeri diantaranya Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia dan sebagai anggota aktif IUCN Species Survival Committee – Palm Specialist Group.

Hanro Yonathan Lekitoo –Lahir pada tanggal 7 Januari 1969 di Kampung Miei Kabupaten Teluk Wondama. Lulusan Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Cenderawasih (UNCEN) Jayapura tahun 1993 dan melanjutkan Pasca Sarjana dengan gelar Master of Humaniora (M. Hum.) pada Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2003. Sejak 1996 mengajar di Jurusan Antropologi FISIP UNCEN. Pernah bekerja di World Vision International Indonesia – Jayapura tahun 1995. Saat ini penulis aktif sebagai pengajar, dan peneliti di Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Cenderawasih (UNCEN) Jayapura.

269

Page 287: RE-DIVERSIFIKASI PANGAN DI TANAH PAPUAbalithutmanokwari.or.id/wp-content/uploads/2018/04/Re...DAN PEMANFAATANNYA OLEH SUKU GEBE DI PULAU GAG KABUPATEN RAJA AMPAT 95 A. Deskripsi Botani