Upload
satria-yudana
View
291
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
keagamaan
Citation preview
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah dan perjuangan adalah rangkaian berbagai peristiwa yang
berkesinambungan. Masa sekarang merupakan kelanjutan dari perjuangan masa
lalu. Siapa yang tidak mengetahui masa lalunya, maka dia tidak akan bisa
berjuang menyusun masa depannya menjadi lebih baik. Dari masa lalulah kita
belajar berjuang menyusun masa depan kita. Sejarah dan perjuangan akan terus
berulang, sehingga kita perlu membuka kembali lembaran-lembaran masa silam
tentang eksistensi kita sebagai muslim. Umat islam perlu mengetahui masa lalu
mereka, bagaimana agama islam ini pertama kali ditegakkan, seberapa jauh
rintangan yang dihadapi oleh sang pembawa risalah Ilahiliyah sehingga beliau
bisa menegakkan agama Ilahi di muka bumi ini.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini:
1. Sebagai acuan dalam proses belajar mengajar.
2. Untuk memenuhi pembuatan tugas mata kuliah SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM.
3. Sebagai penambahan wawasan bagi penulis dan pembaca.
1
BAB II.
SEJARAH DAN PERJUANGAN NABI MUHAMMAD SAW DI MAKKAH
2.1 Strategi Dakwah Rasulullah SAW di Makkah
Masyarakat Makkah pada awal kenabian Muhammad SAW dikenal
dengan sebutan jahiliyah, yakni masyarakat yang tidak mengenal Tuhan yang
sebenarnya sebab patung dan batu menjadi sembahan tuhan mereka dan mereka
hidup dalam kegelapan terutama yang berkaitan dengan akhlak dan moral.
Masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dan ajaran agama Tauhid,
yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Ibrahim A.S. Mereka
umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala
yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT)
yang jumlahnya mencapai 300 lebih. Di antara berhala-berhala yang termashyur
bernama: Ma’abi, Hubal, Khuza’ah, Lata, Uzza, dan Manat. Kebiasaan buruk
lainnya dalam masyarakat jahiliyah adalah suburnya tindak kejahatan, perjudian,
mabuk-mabukan, pertikaian antar suku, saling membunuh bahkan mengubur bayi
perempuan yang masih hidup menjadi kebiasaan mereka. Tatanan kehidupan
masyarakat tidak berjalan, yang berlaku hanyalah hukum rimba, siapalah yang
kuat dia yang berkuasa dan siapa yang menang dia yang berkuasa. Mereka sudak
tidak menjadikan ajaran para nabi terdahulu sebagai pedoman hidupnya. Selain itu
ada pula sebagian masyarakat Arab jahiliyah yang menyembah malaikat dan
bintang yang dilakukan kaum Sabi’in serta menyembah matahari, bulan, dan jin
yang diperbuat oleh sebagian masyarakat di luar kota Mekah. Dalam situasi inilah
Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan dakwah
ajaran Islam.
2.2 Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah Saw Periode Makkah
1. Substansi dakwah Rasulullah SAW
Substansi ajaran Islam periode Makkah, yang didakwahkan Rasulullah
SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut :
a) Keesaan Allah SWT
Islam mengajarkan bahwa pencipta dan pemelihara alam semesta adalah
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Allah SWT tempat bergantung segala apa
2
saja dan makhluk-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada
selain Allah SWT, yang menyamai-Nya (baca dan pelajari QS. A1-Ikhlas, 112: 1-
4).
Umat manusia harus beribadah atau menghambakan diri hanya kepada
Allah SWT. Beribadah atau menyembah kepada selain Allah SWT, termasuk ke
dalam perilaku syirik, yang hukumnya haram, dan merupakan dosa yang paling
besar (lihat Q.S An-Nisa’, 4: 48).
b) Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
Islam mengajarkan bahwa mati yang dialami oleh setiap manusia,
bukanlah akhir kehidupan, tetapi merupakan awal dari kehidupan yang panjang,
yakni kehidupan di alam kubur dan di alam akhirat.
Manusia yang ketika di dunianya taat beribadah, giat beramal saleh, dan
senantiasa berbudi pekerti yang terpuji, tentu akan memperoleh balasan yang
menyenangkan. Di alam kubur akan memperoleh berbagai kenikmatan dan di
alam akhirat akan ditempatkan di surga yang penuh dengan hal-hal yang
memuaskan. Tetapi manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah SWT
dan banyak berbuat jahat, tentu setelah matinya akan mendapat siksa kubur dan
dicampakkan ke dalam neraka yang penuh dengan berbagai macam siksaan. (Baca
dan pelajari Q.S. Al-Qari’ah, 101: 1-11)
c) Kesucian jiwa
Islam menyerukan umat manusia agar senantiasa berusaha menyucikan
jiwanya dan melarang keras mengotorinya. Seseorang dianggap suci jiwanya
apabila selama hayat di kandung badan senantiasa beriman dan bertakwa atau
meninggalkan segala perbuatan dosa, dan dianggap mengotori jiwanya apabila
durhaka pada Allah SWT dan banyak berbuat dosa.
Sungguh beruntung orang yang senantiasa memelihara kesucian jiwanya,
dan alangkah ruginya orang yang mengotori jiwanya (baca Q.S. Asy-Syams, 91:
9-10).
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
d) Persaudaraan dan Persatuan
3
Persaudaraan mempunyai hubungan yang erat dengan persatuan, bahkan
persaudaraan landasan bagi terwujudnya persatuan.Islam mengajarkan bahwa
sesama orang beriman adalah bersaudara. Mereka dituntut untuk saling mencintai
dan sayang-menyayangi, di bawah naungan rida Ilahi. Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak dianggap beriman seorang Muslim di antara kamu, sehingga ia mencintai
saudaranya, seperti rnencintai dirinya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan
Nasa’i).
Selain itu sesama umat Islam, hendaknya saling menolong dalam kebaikan
dan ketakwaan, jangan sekali-kali tolong-menolong dalam dosa serta permusuhan.
Jangan saling menganiaya dan jangan pula membiarkan saudaranya yang
teraniaya tanpa diberikan pertolongan. Sedangkan umat Islam yang mampu
disuruh untuk memberikan pertolongan kepada saudaranya yang du’afa, yakni
para fakir miskin dan anak-anak yatim telantar (baca dan pelajari Q.S. Al-Ma’un,
107: 1-7).
2. Strategi dakwah Rasulullah SAW.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar
masyarakat Arab meninggalkan kejahiliahannya di bidang agama, moral, dan
hukum. Sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan Nabi
Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika masyarakat Arab telah
mengamalkan seluruh ajaran Islam dengan niat ikhlas karena Allah SWT dan
sesuai dengan petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW, tentu mereka akan
memperoleh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Adapun strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang
luhur tersebut sebagai berikut:
a) Dakwah secara sembunyi-sembunyi selama 3-4 tahun.
Cara ini ditempuh oleh Rasulullah SAW karena beliau begitu yakin,
bahwa masyarakat Arab jahiliah, masih sangat kuat mempertahankan kepercayaan
dan tradisi warisan leluhur mereka. Sehingga mereka bersedia berperang dan rela
mati dalam mempertahankannya. Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi
ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di
lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya.
Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW 4
tersebut adalah : Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-
10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang
tinggal serumah dengannya, waktu masuk Islam ia baru berusia 10 tahun), Zaid
bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW, wafat tahun 8 H = 625 M), Abu
Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW, yang hidup dan tahun 573 -
634 M), dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Sesuai dengan ajaran Islam, bahwa berdakwah bukan hanya kewajiban
Rasulullah SAW, tetapi juga kewajiban para pengikutnya (umat Islam), maka Abu
Bakar Ash-Shiddiq, seorang saudagar kaya, yang dihormati dan disegani banyak
orang. Karena budi bahasanya yang halus, ilmu pengetahuannya yang luas, dan
pandai bergaul telah meneladani Rasuliillah SAW, yakni berdakwah secara
sembunyi-sembunyi.
Usaha dak’wah Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil karena ternyata beberapa
orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah :
1. Abdul Amar dari Bani Zuhrah, Abdul Amar berarti hamba milik si Amar.
Karena Islam melarang perbudakan, kemudian nama itu diganti oleh
Rasulullah SAW menjadi Abdurrahman bin Auf, yang artinya hamba Allah
SWT Yang Maha Pengasih.
2. Abu Ubaidah bin Jarrah dan Bani Hari.
3. Utsman bin Affan.
4. Zubair bin Awam.
5. Sa’ad bin Ahu Waqqas.
6. Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-
sembunyi, yang namanya sudah disebutkan di atas disebut Assabiqunal Awwalun
(pemeluk Islam generasi awal).
b) Dakwah Secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian,
yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu
dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an
Surah 26: 214-216 (coba kamu cari dan pelajari).
5
Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara
lain sebagai berikut :
1. Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri
jamuan makan dan mengajak mereka agar masuk Islam. Tetapi karena cahaya
hidayah Allah SWT waktu itu belum menyinari hati mereka, mereka belum
menerima Islam sebagai agama mereka. Namun ada 3 orang kerabat dari
kalangan Bani Hasyim yang sebenarnya sudah masuk Islam, tetapi
merahasiakan keislamannya, pada waktu itu dengan tegas menyatakan
keislamannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan
Zaid bin Haritsah.
2. Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang
berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul Bukit Shafa,
yang letaknya tidak jauh dan Ka’bah. Rasulullah SAW memberi peringatan
kepada semua yang hadir agar segera meninggalkan penyembahan terhadap
berhala-berhala dan hanya menyembah atau menghambakan diri kepada
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta dan Pemelihara alam semesta.
Rasulullah SAW juga menegaskan, jika peringatan yang disampaikannya itu
dilaksanakan tentu akan meraih rida Ilahi bahagia di dunia dan di akhirat.
Tetapi apabila peringatan itu diabaikan tentu akan mendapat murka Allah
SWT, sengsara di dunia dan di akhirat.
Menanggapi dakwah Rasulullah SAW tersebut di antara yang hadir ada
kelompok yang menolak disertai teriakan dan ejekan, ada kelompok yang diam
saja lalu pulang. Bahkan Abu Lahab, bukan hanya mengejek tetapi berteriak-
teriak bahwa Muhammad orang gila, seraya ia berkata “Celakalah engkau
Muhammad, untuk inikah engkau mengumpulkan kami?” Sebagai balasan
terhadap kutukan Abu Lahab itu turunlah ayat Al- Qur’an yang berisi kutukan
Allah SWT terhadap Abu Lahab, yakni Surat Al-Lahab, 111: 1-5 (coba kamu cari
dan pelajari ayat Al-Qur’an tersebut).
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri
masuk Islam dua orang kuat dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu Hamzah bin
Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul
Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian sedangkan Umar bin
6
Khattab (581-644 M), tidak lama setelah sebagian kaum Muslimin berhijrah ke
Habasyah atau Ethiopia pada tahun 615 M.
3. Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di
luar kota Mekah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang
masuk Islam antara lain :
(a) Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dan kaum Giffar, yang bertempat
tinggal di sebelah barat laut Mekah atau tidak jauh dari laut Merah,
menyatakan diri di hadapan Rasulullah SAW masuk Islam.
Keislamannya itu kemudian diikuti oleh kaumnya.
(b) Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus
yang bertempat tinggal di wilayah barat kota Mekah, menyatakan diri
masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW. Keislamannya itu diikuti oleh
bapak, istri, keluarganya, serta kaumnya.
(c) Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yatsrib (Madinah), yang
datang ke Mekah untuk berziarah nampak berhasil. Berkat cahaya
hidayah Allah SWT, para penduduk Yatsrib, secara bergelombang telah
masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW. Gelombang pertama tahun
620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang.
Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang dan pada gelombang
ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi.
Pada gelombang ketiga ini telah datang ke Mekah untuk berziarah dan
menemui Rasulullah SAW, umat Islam penduduk Yatsrib yang jumlahnya
mencapai 73 orang di antaranya 2 orang wanita. Waktu itu ikut pula berziarah ke
Mekah, orang-orang Yatsrib yang belum masuk Islam. Di antaranya Abu Jabir
Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah, yang kemudian menyatakan diri
masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW.
Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang
ketiga ini, terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul
Aqabah. Isi Bai’atul Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib
bahwa mereka akan melindungi dan membela Rasulullah SAW. Walaupun untuk
itu mereka harus mengorbankan tenaga, harta, bahkan jiwa. Selain itu, mereka
7
memohon kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke
Yatsrib.
Setelah terjadinya peristiwa Bai’atul Aqabah itu, kemudian Rasulullah
SAW menyuruh para sahabatnya yakni orang-orang Islam yang bertempat tinggal
di Mekah, untuk segera berhijrah ke Yatsrib. Para sahabat Nabi SAW
melaksanakan suruhan Rasulullah SAW tersebut. Mereka berhijrah ke Yatsrib
secara diam-diam dan sedikit demi sedikit, sehingga dalam waktu dua bulan
sebanyak 150 orang umat Islam penduduk Mekah telah berhijrah ke Yatsrib.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., dan Ali
bin Abu Thalib masih tetap tinggal di Mekah, menunggu perintah dari Allah SWT
untuk berhijrah. Setelah datang perintah dari Allah SWT, kemudian Rasulullah
SAW berhijrah bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., meninggalkan kota Mekah
tempat kelahirannya menuju Yatsrib. Peristiwa hijrah Rasulullah SAW ini terjadi
pada awal bulan Rabiul Awal tahun pertama hijrh (622 M). Sedangkan Ali bin
Abu Thalib, tidak ikut berhijrah bersama Rasulullah SAW, karena beliau disuruh
Rasulullah SAW untuk mengembalikan barang-barang orang lain yang dititipkan
kepadanya. Setelah perintah Rasulullah SAW itu dilaksanakan, kemudian Ali bin
Abu Thalib menvusul Rasulullah SAW berhijrah ke Yatsrib.
2.3 Manfaat Dakwah Nabi Muhammad
1 Dakwah Nabi Muhammad untuk Menyempurnakan Akhlak Manusia
Setelah Nabi Miuhammad SAW menerima wahyu, maka secara resmi
beliau telah diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT. Beliau mempunyai
kewajiban untuk membina umat yang telah berada dalam kesesatan untuk menuju
jalan yang lurus. Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai dari wilayah Makkah di
jazirah Arab, walaupun pada akhirnya ajaran beliau adalah untuk seluruh umat
manusia. Jauh sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebenarnya Allah SWT
juga telah mengutus nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Kedua Rasul ini
telahberhasil membina bangsa Arab dan masyarakat makkah menjadi orang yang
beriman dan henya menyembah kepada Allah SWT. Bahkan kedua Rasul tersebut
juga diperintah Allah SWT untuk membangun Ka’bah di Makkah. Namun dengan
berjalanya waktu, keimanan masyarakat Makkah menjadi luntur dan berubah
8
menjadi kemusyrikan dengan menyembah patung dan berhala. Mereka tidak
hanya mengalami kerusakan dalam hal aqidah, bahkan akhlaknya juga rusak.
Nabi Muhammad SAW sebagai rasul tidak henti-hentinya berusaha
memperbaiki akhlak masyarakat yang sudah rusak tersebut. Untuk memperbaiki
akhlak, maka Allah SWT telah mengutus rasul yang memang semenjak kecil
dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang sangat mulia akhlaknya. Sejak masih
kecil, remaja, sampai dewasa Nabi Muhammad sudah dikenal oleh masayarakat
Makkah sebagai orang yang mempunyai kepribadian baik, berbeda dengan
kebanyakan orang saat itu. Penampilannya pun sederhana, bersahaja, dan
berwibawa. Ketika ia berjalan badannya agak condong kedepan, melangkah sigap
dan pasti. Raut mukanya menunjukkan pikirannya yang cerdas, tajam, dan jernih.
Pandangan matanya menunjukkan keteduhan dan kewibawaan, membuatorang
patuh kepadanya. Ia juga dikenal sebagai orang yang jujur dalam setiap perkataan
maupun perbuatan. Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila Khadijah,
majikannya menaruh simpati kepadanya, dan tidak pula mengherankan bila
Muhammad diberi keleluasaan mengurus hartanya. Khadijah juga membiarkannya
menggunakan waktu untuk berpikir dan menuangkan hasil pemikirannya.
Akhirnya Muhammad dan Khadijah menikah menjadi sepasang suami istri yang
sangat setia dan memiliki anak-anak yang shalih.
Muhammad mendapat kurnia Tuhan dalam perkawinannya dengan
Khadijah, mereka berada dalam kedudukan yang tinggi dan harta yang cukup.
Seluruh penduduk Makkah memandangnya dengan rasa segan dan hormat.
Mereka mensyukuri karunia Tuhan yang diberikan kepadanya serta anak dan
keturunan yang baik. Semua itu tidak mengurangi pergaulannya dengan penduduk
Makkah baik yang kaya maupun yang miskin. Dalam kehidupan hari-hari,
Muhammad bergaul baik dengan masyarakat sekitar. Bahkan setelah menikah
dengan Khadijah ia lebih dihormati di tengah-tengah masyarakat. Dengan
dihormati orang Muhammad tidak menjadi tinggi hati, namun ia menjadi semakin
rendah hati. Bila ada yang mengajaknya bicara ia mendengarkan dan
memperhatikannya tanpa menoleh kepada orang lain. Perilakunya yang demikian
sangat berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang menjadi sombong dan
congkak ketika dihormati, dan marah-marah ketika merasa tidak dihormati.
Muhammad juga bukan termasuk orang yang suka mengobral perkataan, ia
berkata seperlunya, dan ia lebih banyak mendengarkan. Bila bicara selalu 9
bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu ia sesekali membuat humor dan
bersenda-gurau. Sifatnya yang jujur tersebut juga sangat berbeda dengan
kebanyakan orang Makkah yang suka berbohong, membual, dan sulit dipercaya.
Setiap bertemu orang Muhammad selalu tersenyum. Pada saat-saat tertentu juga
bercanda dan terkadang tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak
pernah sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya tampak
sedikit berkeringat, hal ini disebabkan ia menahan rasa amarah dan tidak mau
menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang
dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Ia Bijaksana, murah hati dan
mudah bergaul. Tapi ia juga mempunyai tujuan pasti, berkemauan kuat, tegas dan
tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam
dirinya dan meninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang
bergaul dengan dia. Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul
rasa hormat, dan bagi orang yang terbiasa bergaul dengannya akan timbul rasa
cinta kepadanya.
Muhammad menjalin hubungan baik kepada penduduk Makkah. Ia juga
berpartisipasi dalam kegiatan sosial dalam kehidupan masyarakat hari-hari. Pada
waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besar yang turun dari
gunung kemudian menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang
memang sudah rapuh. Sebelum itupun masyarakat suku Quraisy memang sudah
memikirkannya. Ka’bah yang tidak beratap itu menjadi sasaran pencuri
mengambil barang-barang berharga di dalamnya. Hanya saja masyarakat suku
Quraisy merasa takut kalau bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan
diberi atap, dewa Ka’bah yang suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka.
Sepanjang zaman Jahiliyyah keadaan mereka diliputi oleh berbagai macam
legenda yang mengancam bagi siapapun yang berani mengadakan sesuatu
perubahan terhadap Ka’bah. Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak
umum.
Tetapi sesudah mengalami bencana banjir tindakan demikian itu adalah
suatu keharusan, walaupun masih diliputi rasa takut dan ragu-ragu. Bertepatan
dengan kejadian itu, kapal milik seorang pedagang Romawi bernama Baqum yang
datang dari Mesir terhempas di laut dan pecah. Sebenarnya Baqum adalah seorang
ahli bangunan yang mengetahui masalah perdagangan. Sesudah suku Quraisy
mengetahui hal ini, maka berangkatlah al-Walid bin al-Mughira dengan beberapa 10
orang dari Quraisy ke Jeddah menemui Baqum. Kapal itu kemudian dibelinya,
kemudian diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke Makkah guna
membantu mereka membangun Ka’bah kembali. Baqum menyetujui permintaan
itu. Pada waktu itu di Makkah ada seorang Kopti yang mempunyai keahlian
sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa diapun akan bekerja dengan
mendapat bantuan Baqum.
Sudut-sudut Ka’bah oleh suku Quraisy dibagi empat bagian tiap kabilah
mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Sebelum
bertindak melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu dan khawatir akan
mendapat bencana. Kemudian al-Walid bin al-Mughira tampil ke depan dengan
merasa sedikit takut. Setelah berdoa kepada dewa-dewanya, ia mulai merombak
bagian sudut selatan. Orang-orang menunggu apa yang akan dilakukan Tuhan
terhadap al-Walid. Tetapi setelah sampai pagi hari tak terjadi apa-apa, mereka pun
beramai-ramai merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada. Muhammad
pun ikut dalam kerja bakti itu.
Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan
Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah
perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan
meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Demikian memuncaknya perselisihan
itu sehingga hampir saja timbul perang saudara. Keluarga Abdud Dar dan
keluarga ‘Adi bersepakat takkan membiarkan kabilah yang manapun campur
tangan dalam kehormatan yang besar ini. Untuk itu mereka mengangkat sumpah
bersama. Keluarga Abdud Dar membawa sebuah baki berisi darah. Tangan
mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah mereka. Karena
itu lalu diberi nama La’aqatud Dam, yakni ‘jilatan darah.’ Abu Umayyah bin al-
Mughira dari Bani Makhzum, adalah orang yang tertua di antara mereka. Ia
dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia berkata kepada
mereka:
"Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang yang pertama sekali
memasuki pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki
tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin (orang yang terpercaya) ; kami dapat
menerima keputusannya." Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada
Muhammad. Iapun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapa 11
berkobarnya api permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalu katanya: "Kemarikan
sehelai kain," katanya. Setelah kain dibawakan dihamparkannya dan diambilnya
batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya;
"Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini." Mereka bersama-
sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu
Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya.
Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan.
Quraisy menyelesaikan bangunan Ka’bah sampai setinggi delapanbelas hasta (±
11 meter), dan ditinggikan dari tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat
menyuruh atau melarang orang masuk. Di dalam Ka’bah itu mereka membuat
enam batang tiang dalam dua deretan dan di sudut barat sebelah dalam dipasang
sebuah tangga naik sampai ke teras di atas lalu meletakkan Hubal di dalam
Ka’bah. Juga di tempat itu diletakkan barang-barang berharga lainnya, yang
sebelum dibangun dan diberi beratap menjadi sasaran pencurian.
Kejadian ini berlangsung saat Muhammad berusia 35 tahun, dan
keputusannya mengambil batu dan diletakkan di atas kain lalu mengambilnya dari
kain dan diletakkan di tempatnya dalam Ka’bah, menunjukkan betapa tingginya
kedudukannya dimata penduduk Makkah, betapa besarnya penghargaan mereka
kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar. Pada tahun 611 M, waktu itu
Muhammad berusia 40 tahun beliau menerima wahyu yang pertama. Di puncak
Gunung Hira, – sejauh dua farsakh sebelah utara Makkah – terletak sebuah gua
yang sangat kondusif untuk tempat menyendiri (berkhalwat). Sepanjang bulan
Ramadan tiap tahun Muhammad pergi ke sana dan berdiam di tempat itu. Ia tekun
dalam merenung dan beribadah, menjauhkan diri dari segala kesibukan hidup dan
keributan manusia. Ia mencari Kebenaran tentang keberadaan Tuhan dan
merenungkan keboborokan perilaku sehari-hari masyarakat Arab saat itu.
Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga lupa ia
akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala
yang dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran.
Ia merenung untuk mencari jawaban mengenai perilaku masyarakat dalam
masalah-masalah hidup. Apa yang disajikan sebagai kurban-kurban untuk tuhan-
tuhan mereka itu, bukanlah sesuatu yang dapat dibenarkan menurut rasio dan
nurani yang jernih. Berhala-berhala yang tidak berguna, tidak menciptakan dan
tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat memberi perlindungan kepada siapapun 12
yang ditimpa bahaya tidak selayaknya dipuja dan disembah. Hubal, Lata dan
‘Uzza, dan semua patung-patung dan berhala-berhala yang terpancang di dalam
dan di sekitar Ka’bah, tak pernah menciptakan seekor lalat sekalipun, atau akan
mendatangkan suatu kebaikan bagi Makkah. Ketika itulah ia percaya bahwa
masyarakatnya telah tersesat, jauh dari kebenaran.Keyakinan mereka terhadap
keberadaan Tuhan telah rusak karena tunduk kepada khayal berhala-berhala serta
kepercayaan-kepercayaan semacamnya. Kebenaran itu ialah Allah, Khalik seluruh
alam, tak ada tuhan selain Dia. Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta
alam. Dialah Maha Rahman dan Maha Rahim.
Kebenaran itu ialah bahwa manusia dinilai berdasarkan perbuatannya.
"Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atompun akan dilihatNya. Dan
barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat atompun akan dilihatNya pula."
(Qur’an, 99:7-8) Dan bahwa surga itu benar adanya dan neraka juga benar adanya.
Mereka yang menyembah tuhan selain Allah mereka itulah menghuni neraka,
tempat tinggal dan kediaman yang paling durhaka. Tatkala ia sedang bertahanuth,
ketika itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata
kepadanya: "Bacalah!" Dengan terkejut Muhammad menjawab: "Saya tak dapat
membaca". Ia merasa seolah malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi
seraya katanya lagi: "Bacalah!" Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi
Muhammad menjawab: "Apa yang akan saya baca."
Seterusnya malaikat itu berkata: "Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang
menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu
Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada manusia
apa yang belum diketahuinya …" Lalu ia mengucapkan bacaan itu. Malaikatpun
pergi, setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.
Setelah menerima wahyu yang pertama itu maka Muhammad menjadi
seorang utusan (rasul), sehingga dia mempunyai kewajiban untuk menyampaikan
ajaran Allah SWT kepada umat manusia. Setelah menjadi rasul, maka sifat-sifat
mulia yang dimilikinya tdak hanya dimilikinya sendiri, namun dia harus
mengajarkan dan memberi teladan kepada umat manusia untuk berakhlak yang
mulia. Nabi Muhammad bersabda :
Artinya : “Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak)” (HR Ahmad).
13
Artinya : “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah
kemuliaan itu semuanya.
Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh
dinaikkan-Nya”. (QS Fathir : 10)
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa kemuliaan manusia tidak diukur
dari harta, keturunan, suku, keindahan tubuh, kekuatan, maupun pangkat dan
jabatannya dalam masyarakat.
Namun kemuliaan manusia terletak pada ketaatannya kepada Allah SWT
dan kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap, perkataan, maupun perbuatannya
dalam kehidupan sehari-hari. Padahal ketika itu masayarakat Arab sangat
menonjolkan keturunan dan sukunya. Mereka sering berselisih, bertengkar bahkan
berperang agar sukunya menjadi yang paling terhormat diantara yang lain. Mereka
juga sangat membanggakan harta dan kedudukan. Semakin banyak harta dan
memiliki banyak budak, maka mereka merasa menjadi mulia. Setelah menjadi
rasul, Nabi Muhammad SAW memberikan ajaran yang sangat mulia bahwa
sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat dan dapat bermanfaat bagi
orang lain. Padahal perilaku masyarakat Quraisy saat itu seringkali
menyengsarakan orang lain,, mereka semena-mena terhadap orang-orang miskin
apalagi terhadap budak-budak mereka. Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad
SAW untuk membina manusia agar berakhlak mulia ketika kondisi akhlaknya
sudah buruk. Namun semua itu dilakukan beliau dengan penuh kesabaran dan
dengan cara memberi teladan.
2 Nabi Muhammad Sebagai Rahmat bagi Alam Semesta
Bagi orang-orang yang merasakan bahwa kehidupan para pembesar dan
bangsawan Makkah yang sudah sesat dan keterlaluan, namun mereka tidak
mampu berbuat apa-apa, maka kehadiran Nabi Muhammad saw. seperti seteguk
air saat mereka merasakan dahaga yang sudah sangat lama. Nabi Muhammad saw.
mengajarkan tentang persamaan derajat manusia. Nabi Muhammad saw. juga
mengajarkan agar penyelesaian masalah tidak boleh dilakukan dnegan cara
kekerasan, namun harus dilakukan dengan cara-cara yang damai dan beradab. Hal
ini tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad ketika mendamaikan masyarakat
Makkah saat akan meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.
14
Nabi Muhammad mengajarkan agar manusia bekerja keras untuk dapat
memenuhi kebutuhannya, namun ketika menjadi kaya maka dia harus mengasihi
yang miskin dengan cara menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka. Orang
yang kuat harus mengasihi yang lemah. Orang tua harus menyayangi anaknya
baik anak itu laki-laki maupun perempuan, sebaliknya anak harus menghormati
dan berbakti kepada orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua. Ketika
antar anggota masyarakat dapat memahami hak dan kewajibannya, saling
menghormati, menghargai, dan mengasihi, maka akan menjadi masyarakat yang
damai, aman, tenteram dan sejahtera. Terbukti, saat ini keadaan Masyarakat
Makkah dan Madinah menjadi masyarakat yang sangat beradab, damai, sejahtera
dan mengalami kemajuan yang pesat. Semua itu diawali dengan ketakwaan
mereka kepada Allah dan senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Nabi
Muhammad saw. Dengan demikian sesungguhnya Nabi Muhammad ditus oleh
Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh alam. Nabi tidak hanya diutus untuk
penduduk Makkah saja, atau bagi bangsa Arab saja, namun nilai-nilai yang
dibawanya adalah nilai-nilai universal yang dapat meningkatkan martabat umat
manusia sehingga berbeda dengan binatang.
Artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.” (Q َS Al Anbiya : 107}
3 Meneladani Dakwah Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat di
Makkah
Pada mulanya, dakwah Nabi Muhammad di Makkah dimulai dari sanak
keluarga dan kerabat dekat. Itupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, di
rumah salah seorang sahabat yang bernama Al Arqom bin Abil Arqom Al
Makhzumi. Upaya tersebut membuahkan hasil yang cukup menggembirakan.
Kurang lebih tiga tahun ada 39 orang yang menyatakan iman dan Islam, semuanya
dari kerabat dekat dan sahabat-sahabat yang lain. Di antara kerabat dekat yang
masuk Islam waktu itu antara lain Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Zaid
bin Haritsah. Khadijah, istri nabi, orang yang cukup terpandang dan kaya raya.
Abu Bakar, seorang dermawan yang kaya raya. Ali bin Abi Tholib, seorang
pemuda yang cukup cerdas dan dihormati. Dengan masuk Islamnya orang-orang
tersebut membawa pengaruh besar pada dakwah nabi sampai masa berikutnya.
Karena orang-orang tersebut cukup dihormati di kalangan orang-orang Quraisy.15
Di antara sahabat yang menyusul masuk Islam antara lain Usman bin
Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, Fatimah
binti Khatab serta suaminya (Said bin Zaid), Arqam bin Abil Arqam, Thalhah bin
Ubaidillah. Mereka termasuk “Assabiqunal Awwalun”, yakni orang-orang yang
pertama kali masuk Islam. Dakwah secara terang-terangan yang dilakukan Nabi
Muhammad saw. mendapat reaksi cukup keras dari para pemuka dan tokoh
Quraisy, antara lain Abu Lahab (Abdul Uzza), Abu Jahal, Umar ibnu Khatab
(sebelum masuk Islam), Uqbah bin Abi Muatih, Aswad bin Abdi Jaghuts, Hakam
bin Abil Ash, Abu Sufyan bin Harb (sebelum masuk Islam), Ummu Jamil (istri
Abu Lahab). Reaksi keras yang dilakukan oleh para tokoh Quraisy tersebut antara
lain berupa ejekan, hinaan, hasutan, ancaman, dan penganiayaan secara fisik. Hal
yang sama juga dilakukan kepada orang-orang Quraisy sendiri, agar tidak
mengikuti seruan Nabi Muhammad. Namun, Rasulullah tetap tabah dan sabar,
dakwah pun tetap dijalankan. Bahkan semakin terang-terangan dan meluas ke
wilayah lain.
Menghadapi sikap Rasulullah tersebut orang-orang Quraisy bertambah
marah, bahkan pernah merencanakan akan melakukan pembunuhan terhadap Nabi
Muhammad. Rencana tersebut dilakukan menjelang Nabi Muhammad akan hijrah
ke Madinah. Atas pertolongan Allah SWT, waktu itu Nabi selamat dari rencana
pembunuhan tersebut. Kemudian bisa hijrah ke Madinah. Meskipun Nabi
Muhammad saw. dengan susah payah dalam berdakwah karena mendapat
tantangan dari Kaum Quraisy, tetapi makin hari makin didengar orang sehingga
makin banyak pengikutnya. Dakwah Nabi Muhammad di Makah dilakukan
kurang lebih selama 13 tahun, dan selebihnya selama 10 tahun Nabi Muhammad
berada di Madinah. Ketika berdakwah di Makkah, tantangan yang dihadapi oleh
Rasulullah dan para sahabat begitu besar.
16
BAB III.
KESIMPULAN
Dari uraian sejarah di atas dapat diambil pelajaran yang sangat berharga
dari cara cara dakwah Rasulullah yang harus diteladani oleh umat islam, antara
lain adalah :
1. Nabi Muhammad berdakwah dengan keeladanan. Sebelum beliau
menyampaikan sesuatu, maka beliau terlebih dahulu melaksanakanya. Jadi,
disamping dakwah dengan lisan, dakwah juga dilakukan dengan perbuatan,
sikap, dan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Disampaikan dengan penuh kehati-hatian, sabar, dan menggunakan bahasa
yang halus dan lemah lembut serta dengan bahasa yang mudah dipahami.
3. Rasulullah saw. memposisikan para pengikutnya sebagai sahabat, hal ini
tercermin dalam sebutan para pengikutnya yakni dengan sebutan ‘sahabat’.
Cara seperti ini menimbulkan rasa simpati yang luar biasa, karena di dalam
Islam nyata-nyata diterapkan kesetaraan.
4. Rasulullah saw. selalu bersama para sahabat-sahabatnya baik dalam keadaan
suka maupun duka, dengan demikian terjalin persatuan, kesatuan, dan
solidaritas umat Islam yang sangat kuat. Dalam berdakwah Rasulullah saw.
tidak pernah memaksakan kehendak, Rasulullah saw hanya menyampaikan
ajaran dari Allah SWT, dan memberikan pemahaman secara rasional dan
dengan hati yang jernih. Mengikuti atau tidak hal itu menjadi hak pribadi
masing-masing. Dengan kata lain, dalam berdakwah Rasulullah saw tidak
pernah menggunakan cara-cara kekerasan.
17