Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RANCANG BANGUN SISTEM ELECTRONIC NOSE MENGGUNAKAN
JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN METODE BACK
PROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT
DIABETES MILITUS
(Skripsi)
Oleh
Rizky Fadhlillah
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
i
ABSTRACT
SYSTEM DESIGN OF ELECTRONIC NOSE USING ARTIFICIAL
NEURAL NETWORK WITH BACK PROPAGATION METHOD
TO DETECT DIABETIC MELLITUS DISEASE
By
Rizky Fadhlillah
Electronic nose (e-nose) is a biometic smells system developed on chemistry sensor
principle, based on electronic system design, and data analysis technique. E-nose is
able to analysis Volatile Organic Compound (VOC) from breathing using pattern
recoganition algorithm where there are differences in VOC profiles between
diabetic patient and normal person. That can be used as an alternative for
monitoring patient who do not to check blood sugar using conventional tools that
use invasive technique. therefore, it is necessary to do study of system design that
can classify diabetic mellitus patient with normal person base on breathing gas
profile. This study using metal oxide sensor. The study stages are sensor calibration,
artificial neural network training, collecting data, and result analysis. E-nose system
using artificial neural network with back propagation method able to detect acetone
and ethanol gasses with train error 2.649%, standard deviation value 12.952 ppm
and relative uncertainty value 18.166%. This system also able to classify diabetic
patient and normal person with train error 4.713%, standard deviation value 22.385
ppm and relative uncertainty value 13.151%
keyword : Electronic nose, e-nose, diabetic mellitus, back propagation, Metal
Oxide Sensor
ii
ABSTRAK
RANCANG BANGUN SISTEM ELECTRONIC NOSE MENGGUNAKAN
JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN METODE BACK
PROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT
DIABETES MILITUS
Oleh
Rizky Fadhlillah
Electronic nose (e-nose) adalah sistem penciuman biometrik yang dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip sensor kimia, berbasis perancangan sistem elektronik,
dan teknik analisis data.. E-nose mampu melakukan analisis Volatile Organic
Compound (VOC) pada pernapasan dengan menggunakan algoritma pengenalan
pola dimana terdapat perbedaan pada profil VOC yang dihembuskan oleh penderita
diabetes militus dengan orang sehat. Hal tersebut bisa digunakan sebagai alternatif
untuk melakukan monitoring beberapa pasien yang enggan untuk melakukan
pengecekan gula darah menggunakan alat konvensional yang menggunakan teknik
invasive (melukai). Maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai
pembuatan rancang bangun sistem yang mampu membedakan penderita penyakit
diabetes militus dengan orang normal berdasarkan profil gas pernapasan. Dalam
penelitian ini jenis sensor gas yang digunakan adalah Metal Oxide Sensor. Tahap
penelitian meliputi pengujian dan kalibrasi sensor, pelatihan jaringan syaraf tiruan,
pengambilan data, dan analisis hasil. Sistem e-nose menggunakan jaringan syaraf
tiruan dengan metode back propagation mampu mendeteksi gas aseton dan etanol
dengan error pelatihan sebesar 2,649%, nilai standar deviasi sebesar 12,952 ppm
dan nilai ketidakpastian relatifnya sebesar 18,166%. Sistem juga mampu
membedakan penderita penyakit diabetes dan orang normal dengan error pelatihan
sebesar 4,713% dengan nilai standar deviasi sebesar 22,385 ppm dan nilai
ketidakpastian relatifnya sebesar 13,151%.
Kata kunci : Electronic nose, e-nose, diabetes militus, back propagation, Metal
Oxide Sensor
iii
RANCANG BANGUN SISTEM ELECTRONIC NOSE MENGGUNAKAN
JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN METODE BACK
PROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT
DIABETES MILITUS
Oleh
RIZKY FADHLILLAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2019
iv
Judul Penelitian : RANCANG BANGUN SISTEM ELECTRONIC
NOSE MENGGUNAKAN JARINGAN
SYARAF TIRUAN DENGAN METODE BACK
PROPAGATION UNTUK MENDETEKSI
PENYAKIT DIABETES MILITUS
Nama Mahasiswa : Rizky Fadhlillah
Nomor Pokok Mahasiswa : 1317041041
Jurusan : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
MENYETUJUI,
1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Junaidi, S.Si., M.Sc. Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng
NIP. 19820618 200812 1 001 NIP. 19710909 200012 1 001
2. Ketua Jurusan Fisika
Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng
NIP. 19710909 200012 1 001
v
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Junaidi, S.Si., M.Sc. .......................
Sekretaris : Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. .......................
Penguji
Bukan Pembimbing : Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T. .......................
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Drs. Suratman, M.Sc.
NIP. 19640604 199003 1 002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 24 September 2019
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
sama persis dengan yang pernah dilakukan orang lain, dan sepanjang pengetahuan
saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam
daftar pustaka, selain itu saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya
sendiri.
Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia dikenakan sanksi sesuai
hukum yang berlaku
Bandarlampung, Oktober 2019
Rizky Fadhlillah
NPM. 1317041041
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Rizky Fadhlillah. Penulis
dilahirkan di Telukbetung pada 25 November 1995.
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara
dari pasangan Mujianto dan Suparti. Penulis
menyelesaikan pendidikan di TK PGRI pada 2001, SDN 5
Metro Timur pada 2007, SMPN 2 Metro pada 2010, dan
SMAN 2 Metro pada 2013. Penulis terdaftar sebagai
mahasiswa di jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN
pada tahun 2013. Penulis pernah aktif dalam kegiatan organisasi seperti menjadi
anggota bidang Komunikasi dan Informasi HIMAFI FMIPA Unila pada tahun 2015
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) Serpong, Tangerang Selatan pada tahun 2016 di bagian Pusat
Sains dan Teknologi Bahan Maju dengan judul laporan “Membuat Simulasi Pola
Difraksi Neutron dan Pole Figure pada Difraktometer Neutron Tekstur
(Dn2)”. Penulis juga melaksanakan Kerja Kuliah Nyata (KKN) di desa Srikaton,
kecamatan Anak Tuha, kabupaten Lampung Tengah.
Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Sains Dasar (Fisika), Pemrograman
Komputer, Fisika Eksperimen, dan Fisika Inti.
viii
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmanirrohiim…
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT.
Ku persembahkan skripsi ini kepada:
Kedua orangtuaku : Mujianto dan Suparti yang selalu menjadi
inspirasi hidup, motivator, dan orangtua paling hebat di dunia.
Saudaraku : Dimas Lutfi Prayoga, Irfan Alfarizi, dan Muhammad Naufal Yasir
atas kasih sayang, dukungan, dan semangat sehingga
saya dapat mencapai semua ini.
Seluruh keluarga yang selalu memberikan motivasi
Almamater tercinta
Universitas Lampung
ix
MOTTO
Setiap hidup akan berakhir bahagia.
Jika belum bahagia, bersyukurlah. Karena itu berarti
hidupmu belum berakhir.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rancang Bangun Sistem Electronic Nose
Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dengan Metode Back Propagation
untuk Mendeteksi Penyakit Diabetes Militus”. Dengan segala kerendahan hati,
penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kesalahan dan
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tapi juga untuk para pembaca.
Bandarlampung, Oktober 2019
Penulis,
Rizky Fadhlillah
xi
SANWACANA
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam yang telah memberikan taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari tidak sedikit hambatan dan
kesulitan yang dihadapi, namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
akhirnya penulis dapat meyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih
telah membantu penyusunan skripsi ini kepada:
1. Bapak Dr. Junaidi, S.Si., M.Sc. selaku pembimbing yang selalu membimbing
dan mengarahkan dalam proses peyusunan skripsi ini.
2. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. selaku ketua jurusan Fisika FMIPA
Universitas Lampung, dan pembimbing skripsi yang selalu membimbing,
menyemangati, dan memberikan ilmu baru dalam proses penyusunan skripsi.
3. Bapak Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T. selaku pembahas yang senantiasa
mengarahkan dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Suprihatin, S.Si., M.Si. selaku pembimbing akademik yang senantiasa
memberikan bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan.
5. Seluruh dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung yang telah
memberikan banyak ilmu selama kuliah.
xii
6. Aditya Saputra, Azmi Prilly Naisa, Doni Mailana Pangestu, Fauza Ramadhan
Nekola, dan Rio Adhitya Putra yang selalu memberikan motivasi dan bantuan
dalam penyusunan skripsi ini.
7. Teman - teman Fisika angkatan 2013 yang selalu memberi semangat selama
perkuliahan dan penusunan skripsi ini.
8. Pimpinan dan karyawan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek yang telah membantu
dan menfasilitasi dalam proses menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas dengan yang lebih baik dan menjadi pemberat amal
di akhirat nanti. Aamiin.
Bandarlampung, Oktober 2019
Penulis,
Rizky Fadhlillah
xiii
DAFTAR ISI
ABSTRACT ............................................................................................................ i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
MENGESAHKAN ................................................................................................ v
PERNYATAAN .................................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................... viii
MOTTO ................................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
SANWACANA ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 8 2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 8 2.2 Teori Dasar ............................................................................................. 13
2.2.1 Diabetes Militus ..................................................................................... 13 2.2.2 Electronic Nose ...................................................................................... 17 2.2.3 Metal Oxide Sensor ................................................................................ 20 2.2.4 Arduino ................................................................................................... 22
xiv
2.2.5 Metode Back Propagation ...................................................................... 23
2.2.6 Software Matlab ..................................................................................... 26 2.2.7 Principal Component Analysis ............................................................... 29 2.2.8 Penurunan Rumus untuk Kalibrasi ......................................................... 33
METODE PENELITIAN ................................................................................... 36
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 36 3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 37 3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................. 38
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 50
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 50 5.2. Saran ....................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52
LAMPIRAN
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik hasil tes dari konsentrasi gula darah pada penderita
penyakit diabetes dan orang normal (Ping dkk., 1997) .................................. 9
Gambar 2.2 Hasil test OGTT standar profil gas etanol dan aseton
pada 10 sukarelawan (Galassetti dkk., 2005). ................................................ 10
Gambar 2.3 Grafik hubungan antara konsentrasi aseton dalam air liur
dengan kadar gula darah dari pasien DM setelah berpuasa 12 jam
(Muttaqin dkk., 2012). ................................................................................... 16
Gambar 2.4 Diagram blok cara kerja e-nose dan penciuman mamalia
(Chiu dan Tang, 2013). .................................................................................. 18
Gambar 2.5 Prinsip Kerja sensor logam oksida (Franke dkk., 2006) ........... 21
Gambar 2.6 Tampilan grafik plot distance logger (Nurraharjo, 2015) ........ 27
Gambar 2.7 Screenshoot tampilan IDE Arduino (Nurraharjo, 2015)........... 28
Gambar 2.8 Potongan Listing Matlab (Nurraharjo, 2015)............................ 28
Gambar 3.1 Diagram alir
penelitian ................................................................................ 3
9
Gambar 3.2 Skema Rancangan Electronic Nose .......................................... 40
Gambar 3.3 Desain sistem electronic nose. .................................................. 42
Gambar 3.4 Diagram Blok............................................................................ 43
Gambar 3.5 Rangkaian sensor gas array ...................................................... 44
Gambar 3.6 Setup array sensor .................................................................... 45
Gambar 3.7 Diagram alir perancangan jaringan syaraf tiruan (JST) ............ 47
xvi
Gambar 3.8 Grafik respon sensor array ....................................................... 48
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perubahan komposisi air liur pada penderita diabetes militus ... 15
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan penelitian.................................................... 36
Tabel 3.2 Jenis sensor gas beserta fungsi yang digunakan ......................... 37
Tabel 3.3 Data Kalibrasi sensor menggunakan gas aseton, etanol, dan CO2 41
Tabel 3.4 Data uji sistem electronic-nose .................................................. 49
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
International Diabetic Federation (IDF) menerbitkan sebuah laporan bahwa
terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013.
Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun
2035. Dari 382 juta orang yang menderita diabetes, 175 juta diantaranya belum
terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa
disadari dan tanpa pencegahan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
provinsi Lampung oleh tenaga kesehatan Provinsi Lampung pada tahun 2009
terdapat 373 kasus diabetes militus (DM) di Provinsi Lampung (Dinas Kesehatan
Lampung, 2016). Diabetes Militus dikenal sebagai silent killer karena sering tidak
disadari oleh penyandangnya dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi. Diabetes
militus merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat kelenjar pankreas
tidak memproduksi cukup insulin sehingga tubuh tidak dapat menggunakan insulin
yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur
keseimbangan kadar gula darah pada tubuh manusia. Kekurangan insulin
menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah atau
hiperglikemia (Kemenkes RI, 2014).
2
Untuk melakukan diagnosa terhadap penyakit diabetes militus dibutuhkan
pemeriksaan kadar gula darah. Pemeriksaan di laboratorium merupakan cara yang
paling akurat dalam melakukan diagnosa. Sampai sejauh ini, pemeriksaan di
laboratorium membutuhkan waktu yang relatif lama dan tidak efisien apabila
pemeriksaan ini ditujukan hanya sebagai monitoring gula darah. Ada beberapa
teknik lain untuk melakukan pengujian kadar gula darah dalam tubuh. Salah
satunya menggunakan teknik invasive (melukai), yaitu darah pasien diambil dengan
menggunakan jarum suntik untuk dianalisa. Akan tetapi teknik ini kurang diminati
beberapa pasien sehingga mereka enggan untuk melakukan pengecekan gula darah
(Hidayanto et al., 2015).
Selain itu, ada teknik non-invasive yang melakukan pengujian kadar gula tanpa
melukai pasien, salah satunya yaitu dengan mengenali pola volatile organic
compound (VOC) yang dikeluarkan dari proses pernapasan manusia. VOC adalah
bahan senyawa organik yang mudah menguap yang dihasilkan dari beberapa bahan
padat atau cair (Maryono, 2012). Pada umumnya, manusia menghirup oksigen (O2)
dan menghembuskan karbon dioksida (CO2). Akan tetapi terkandung begitu banyak
VOC lain didalam senyawa karbon dioksida yang dihembuskan oleh manusia.
Novak dkk. (2007) berhipotesis bahwa terdapat perbedaan pada profil VOC yang
dihembuskan oleh penderita diabetes militus tipe 1 dengan orang sehat dalam tes
toleransi glukosa oral standar melalui analisis VOC. Menurut Yadav dan Manjhi
(2014) pasien penderita diabetes mengeluarkan sejumlah senyawa organik volatil
(aseton, etanol, dan isoprena) bersamaan dengan karbon dioksida saat
menghembuskan napas.
3
Peningkatan kadar glukosa dalam tubuh penderita diabetes juga meningkatkan
produksi etanol. Etanol tidak dihasilkan langsung oleh tubuh akan tetapi dihasilkan
dari proses fermentasi glukosa oleh bakteri asam laktat yang terjadi di usus (Reddy
et al., 2008). Oleh kerena itu gas etanol bisa digunakan sebagai indikator untuk
mengukur kadar glukosa dalam tubuh manusia. Selain etanol, aseton juga bisa
digunakan sebagai indikator untuk mengukur kadar glukosa pada pasien diabetes.
Hal tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh
Handayani (2005). Kadar aseton di dalam air liur penderita diabetes militus lebih
tinggi bila dibandingkan dengan kadar aseton di dalam air liur individu sehat.
Karena pada penderita diabetes tubuh tidak bisa secara efektif mengolah glukosa
menjadi energi. Maka tubuh secara automatis melakukan pembakaran asam lemak
untuk menghasilkan energi. Peningkatan pembakaran asam lemak berdampak pada
peningkaran kadar asam-asam organik pembentukan badan-badan keton. Asam-
asam ini dapat menurunkan pH darah normal dari 7,4 menjadi 6,8 atau lebih rendah.
Keadaan ini dapat mengakibatkan pembentukan aseton sehingga menimbulkan bau
napas pada penderita diabetes (Handayani, 2005).
Teknologi electronic nose (e-nose) menyediakan alternatif yang hemat biaya untuk
melakukan analisis VOC pada pernapasan. E-nose memanfaatkan susunan sensor
reaktif yang merespon berbagai VOC dengan sangat sensitif dan reversibel dalam
waktu respon yang singkat. E-nose menghasilkan profil molekuler campuran VOC
dalam hembusan napas yang juga disebut breathprints dan memungkinkan analisis
dengan algoritma pengenalan pola (Lazar et al., 2010).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mendiagnosa penyakit diabetes
militus menggunakan array sensor gas antara lain dilakukan oleh Ping dkk. (1997).
4
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Zhejiang, terhadap 32 relawan, 18 penderita
diabetes, dan 14 orang normal. Mereka menguji gas ekspirasi dari relawan dengan
array sensor bau yang terdiri dari lima penginderaan gas. Pengambilan data
dilakukan sebelum makan, 0,5 jam setelah makan, 1 jam setelah makan dan 2 jam
setelah makan. Selanjutnya Yadav dan Manjhi (2014) juga melakukan penelitian
untuk mendeteksi penyakit diabates secara non-invasif menggunakan sensor gas
oksida logam (metal oxide gas sensors). Pada penelitiannya digunakan ruang uji
berupa silinder yang dilengkapi dengan enam jenis sensor gas yang berbeda, yaitu
TGS-822, TGS-825, TGS-816, TGS-2620, TGS-2610, dan TGS-2611. Hasil
penelitian memungkinkan bahwa sistem mampu membedakan penderita penyakit
diabetes militus dan orang normal berdasarkan profil gas pernapasan. Akan tetapi
alat ini belum sempatan untuk dilakukan tes terhadap manusia.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian
mengenai pembuatan rancang bangun sistem yang mampu membedakan penderita
penyakit diabetes militus dengan orang normal berdasarkan profil gas pernapasan.
Dalam penelitian ini, sensor gas yang digunakan adalah MQ-3, TGS-2600, TGS-
2602, TGS-2611, dan TGS-822. Sensor MQ-3, TGS-2600, dan TGS-2602 akan
digunakan untuk mendeteksi gas etanol. Sedangkan untuk TGS-2611 dan TGS-822
akan digunakan untuk mendeteksi gas aseton yang dihembuskan oleh penderita
penyakit diabetes militus. Sebelum digunakan, semua sensor akan dikalibrasi dan
diuji tingkat sensitifitasnya masing-masing dengan cara memberikan gas yang
mampu dideteksi sensor dengan konsentrasi parts per million (ppm) tertentu. Gas
sampel akan dianalisa di dalam chamber yang terhubung dengan pompa untuk
mengontrol gas yang ada di chamber. E-nose akan dilatih untuk membedakan
5
penderita penyakit diabetes dengan menganalisa gas ekspirasi pasien penderita
penyakit diabetes yang telah terdiagnosa dan orang normal. Data yang diperoleh
dari proses pelatihan akan diolah menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST).
Metode JST yang digunakan adalah Back Propagation yang dibuat menggunakan
software Matlab 2014. Setelah e-nose berhasil membedakan penderita penyakit
diabetes dengan orang normal, maka akan dilakukan pengambilan data.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka muncul perumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana membuat rancang bangun sistem electronic nose menggunakan
jaringan syaraf tiruan dengan metode back propagation untuk mendeteksi
penyakit diabetes militus;
2. Bagaimana menganalisa proses jaringan syaraf tiruan untuk mengenali penderita
penyakit diabetes militus dengan electronic nose;
3. Bagaimana membuat sistem electronic nose yang mampu membedakan
penderita penyakit diabetes militus dengan orang normal.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut.
6
1. Membuat rancang bangun sistem electronic nose menggunakan jaringan
syaraf tiruan dengan metode back propagation untuk mendeteksi penyakit
diabetes militus;
2. Menganalisa proses jaringan syaraf tiruan untuk mengenali penderita penyakit
diabetes militus dengan e-nose;
3. Membuat sistem e-nose yang mampu membedakan penderita penyakit diabetes
militus dengan orang normal.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Terealisasikannya rancang bangun sistem e-nose menggunakan jaringan syaraf
tiruan dengan metode back propagation untuk mendeteksi penyakit diabetes
militus.
2. Sebagai alat alternatif yang mampu membedakan penderita penyakit diabetes
militus dengan orang normal.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Metode jaringan syaraf tiruan yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
back propagation;
2. Sensor gas yang digunakan adalah MQ-3, TGS-2600, TGS-2602, TGS-2611,
dan TGS-822;
7
3. E-nose dilatih untuk dapat membedakan antara penderita diabetes militus
dengan orang sehat menggunakan jaringan syaraf tiruan berdasarkan profil
ekspirasi pernapasan;
4. E-nose dilatih menggunakan jaringan syaraf tiruan dari 5 penderita diabetes
militus dan 10 orang normal sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian untuk mendiagnosa berbagai penyakit menggunakan array sensor gas
telah banyak dilakukan oleh banyak peneliti, masing-masing mempunyai
karakteristik dan tujuan yang berbeda. Beberapa diantaranya digunakan sebagai
dasar untuk mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Ping dkk. (1997) melakukan verifikasi pemeriksaan kepada relawan penderita
diabetes dan orang normal di Rumah Sakit Zhejiang. 32 relawan, 18 penderita
diabetes dan 14 orang normal. Semua penderita diabetes Telah didiagnosa
menderita diabetes. mereka menguji gas ekspirasi relawan dengan array sensor
yang terdiri dari lima penginderaan gas. Penelitian dilakukan sebelum makan, 0,5
jam setelah makan, 1 jam Setelah makan dan 2 jam setelah makan. Kemudian
mengenali tanggapan untuk setiap deteksi gula darah yang terdeteksi sebagai
pembanding.
9
Gambar 2.1 Grafik hasil tes dari konsentrasi gula darah pada penderita penyakit
diabetes dan orang normal (Ping et al., 1997).
Terlihat bahwa perbedaan konsentrasi gula darah antara penderita penyakit diabetes
militus dan orang normal terlihat pada saat 1 jam setelah makan. Sedangkan
sebelum makan sebagian besar penderita diabetes hampir tidak terdeteksi. Akan
tetapi beberapa orang normal dikira penderita diabetes. Mereka berasumsi alasan
utama untuk hal itu adalah bahwa kelaparan juga bisa menyebabkan munculnya
konsentrasi aseton. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa konsentrasi aseton mereka
kembali menjadi normal 1 jam setelah makan. Di sisi lain konsentrasi aseton
penderita diabetes tetap tinggi setelah makan.
Penelitian yang dilakukakan oleh Galassetti (2005) dengan menggunakan oral
glucose tolerance test (OGTT) atau test analisa glukosa oral menemukan kolerasi
antara peningkatan glukosa terhadap gas etanol dan aseton pada ekspirasi
pernapasan yang disajikan dalam Gambar 2.2.
10
Gambar 2.2 Hasil test OGTT standar profil gas etanol dan aseton pada 10
sukarelawan (Galassetti et al., 2005).
Penelitian dilakukan di University of California, Irvine General Clinical Research
Center di pagi hari setelah relawan diminta untuk puasa semalam. Sampel darah
dasar diambil pada interval 10 menit untuk menilai kadar glukosa setelah puasa.
Bersamaan dengan setiap pengambilan darah, VOC dikumpulkan dan dianalisis
dengan kromatografi gas atau spektrometri massa. Relawan diminta meminum
75gram glukosa yang diencerkan dalam 296 mL larutan minuman. Setelah itu
dilakukan kembali pengecekan glukosa serta analisa VOC yang dilakukan pada 2,
5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 90, dan 120 menit.
Incalzi dkk. (2012) melakukan penelitian untuk menganalisa breath finger print
terhadap penderita Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau penyakit
paru obstruktif kronik menggunakan e-nose. Tujuan penelitian mereka adalah untuk
mengukur reproduktifitas breath finger print untuk menilai korelasi antara indeks
fungsi pernapasan pada lansia yang sehat dan pasien penderita COPD. Sebanyak 25
11
pasien umur 65 tahun menjalani studi e-nose melalui tujuh sistem sensor dan tes
fungsi pernapasan pada waktu 0, 7, dan 15 hari. Sistem penciuman buatan yang
digunakan untuk penelitian ini adalah versi terbaru dari array sensor gas yang
dikembangkan dan dibuat di Universitas Roma Tor Vergata. Sensor array yang
digunakan untuk penelitian ini terdiri dari tujuh quartz microbalance (QMB) yang
disusun dengan metalloporphyrins sebagai bahan interaktif kimia: Cu- TPP, Co-
TPP, Zn-TPP, Mn-TPP, Fe-TPP, Sn-TPP, dan Ru- TPP. Penelitian mereka
menyimpulkan bahwa dengan pola VOC, e-nose bisa digunakan untuk menilai
keparahan COPD dan kemungkinan untuk mempelajari variabilitas fenotipik
Dragonieri dkk. (2013) melakukan penelitian terhadap penyakit Sarkoidosis yang
menyerang paru-paru di lebih dari 90% kasus. Mereka berhipotesis bahwa profil
molekuler yang dihembuskan dapat membedakan pasien dengan sarkoidosis
dengan baik. Untuk itu mereka melakukan pengukuran e-nose pada pasien
sarcoidosis yang tidak diobati dan sedang dirawat. Terdapat 31 pasien sarkoidosis,
yaitu 11 pasien dengan sarcoidosis paru yang tidak diobati (usia: 48,4 ± 9,0), 20
pasien dengan sarkoidosis paru yang diobati (usia: 49,7 ± 7,9) dan 25 orang sehat
(usia: 39,6 ± 14,1). Napas yang keluar dikumpulkan dua kali dengan menggunakan
tas Tedlar. Kemudian sampel dianalisa oleh e-nose (Cyranose C320). Didapatkan
hasil breathprints dari pasien dengan sarkoidosis paru yang tidak diobati berhasil
dibedakan terhadap orang sehat (Cross Validated Accuracy atau CVA: 83,3%).
Pasien dengan sarkoidosis yang tidak diobati dan diobati kurang dapat dibedakan
dengan baik (CVA 74,2%), sedangkan kelompok sarkoidosis yang diobati tidak
dapat dibedakan dari orang sehat (CVA 66,7%) (Dragonieri et al., 2013).
12
Yadav dan Manjhi (2014) melakukan penelitian Pendeteksian penderita penyakit
diabetes yang dilakukan secara non-invasif berdasarkan sensor gas oksida logam
(metal oxide gas sensors). Artificial neural network digunakan sebagai alat untuk
mengidentifikasi gas. Ruang uji mereka adalah tabung silinder yang berisi printed
circuit board (PCB) dimana kita menggunakan enam jenis sensor gas yang berbeda.
Sensor ini adalah TGS 822, TGS 825, TGS 816, TGS 2620, TGS 2610, dan TGS
2611. Sistem ini mencakup satu masukan untuk udara yang berasal dari kompresor
udara yang telah digunakan untuk membersihkan kotak dan sensor gas setiap
setelah tes dilakukan. Dimensi dalam tabung silinder itu panjang 13,3 cm dan
diameter 17 cm sedangkan volume yang efektif adalah 3020,05 cm3. Sistem ini
mampu untuk menghasilkan data pada beberapa sejumlah gas dalam fraksi mililiter.
Akan tetapi alat ini tidak memiliki kesempatan untuk melakukan tes terhadap
manusia. Diperkirakan bahwa sistem akan bekerja untuk mendeteksi penyakit
semacam itu dengan cara yang non-invasif (Yadav and Manjhi, 2014).
Yusuf dkk. (2015) melakukan penelitian untuk mendiaknosa mikroba yang
menginfeksi kaki pasien diabetes. Menurut mereka, keterlambatan dalam
meresepkan antimikroba dapat menyebabkan amputasi atau komplikasi yang
mengancam jiwa pasien. E-nose ini diharapkan akan menyediakan alat diagnostik
yang memungkinkan identifikasi patogen dengan cepat dan akurat. Penelitian ini
menggunakan Cyranose320. Penelitian ini meneliti kinerja teknik e-nose dengan
interpretasi algoritma dan data yang divalidasi oleh Headspace SPME-GC-MS,
untuk mengetahui bakteri penyebab infeksi kaki diabetes. Penelitian difokuskan
pada mikrobial tunggal dan poliester pada media agar-agar. Teknik yang diterapkan
pada penelitian ini menggunakan pendekatan statistik seperti Support Vector
13
Machine (SVM), K-Nearest Neighbor (KNN), Linear Discriminant Analysis
(LDA) serta jaringan syaraf tiruan yang disebut Probability Neural Network (PNN).
Sebagian besar pengklasifikasi berhasil mengidentifikasi spesies mikroba dengan
akurasi hingga 90%. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa
e-nose mampu mengidentifikasi dan membedakan antara spesies mikroba dan
mikroba tunggal yang sebanding dengan teknik klinis konvensional (Yusuf et al.,
2015).
2.2 Teori Dasar
2.2.1 Diabetes Militus
2.2.1.1 Definisi Diabetes Militus
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2014) diabetes militus merupakan penyakit
gangguan metabolik menahun akibat kelenjar pankreas tidak memproduksi cukup
insulin sehingga tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara
efektif. Selanjutnya menurut Soelistijo dkk. (2015) diabetes militus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Insulin adalah
hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah pada tubuh manusia.
Kekurangan insulin menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi glukosa di
dalam darah atau hiperglikemia (Kemenkes RI, 2014).
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam
darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas
penyakit diabetes militus, meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa
keadaan yang lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
14
kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai
penjuru dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan
jumlah penyandang DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan
adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun
2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksiadanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014
menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Penyakit DM sangat berpengaruh terhadap
kualitas sumberdaya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya
kesehatanyang cukup besar (Soelistijo et al., 2015).
2.2.1.2 Pembentukan Aseton dan Etanol Pada Penderita Diabetes Militus
Aseton (propylketone) merupakan satu dari sebagian besar senyawa yang berlimpah
dalam pernapasan manusia. Ketone bodies atau badan keton seperti aseton
dioksidasi melalui siklus Krebs dalam jaringan peripheral. Ketone bodies dalam
darah (termasuk acetoacetate dan β-hydroxybutyrate) meningkat dalam subjek
ketonemic ketika puasa atau kelaparan atau selama diet. Konsentrasi aseton dalam
pernapasan meningkat pada pasien diabetes militus yang tak terkontrol (Mitrayana
et al., 2014).
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2005) untuk
melakukan pemeriksaan komposisi air liur pada penderita diabetes militus. Tabel
2.1 menunjukan perubahan komposisi air liur pada penderita diabetes militus,
dimana satuan U/ml pada aktivasi amilase merupakan satuan Unit per milimeter .
15
Tabel 2.1 Perubahan komposisi air liur pada penderita diabetes militus
Komposisi Penderita DM Normal
Protein 2,63 + 0,17 mg/ml 2,24 + 0,15 mg/ml
Aktivitas Amilase 537,0 + 36,3 U/ml 431,2 + 30,8 U/ml
Aseton 5,78+ 0,74 mg/dL 2,95+ 0,88 mg/dL
Aseton dengan rumus molekul (CH3)2CO merupakan senyawa yang tidak berwarna.
Aseton diproduksi secara alami oleh tubuh sebagai salah satu dari zat keton. Zat
keton dihasilkan tubuh jika asam lemak dibakar menjadi energi. Secara normal 80%
energi tubuh dihasilkan dari pembakaran karbohidrat. Tidak terjadinya pembakaran
karbohidrat dapat disebabkan oleh dua hal, pertama tidak adanya karbohidrat yang
masuk ke dalam tubuh dalam bentuk makanan atau yang kedua tidak adanya respon
tubuh terhadap hormon insulin yang dihasilkan tubuh. Hormon insulin berinteraksi
dengan membran sel untuk mendistribusikan glukosa. Selain itu hormon ini juga
berfungsi mengubah gula darah menjadi gula otot (glikogen) untuk disimpan,
sehingga kadar gula darah tetap normal. Ketiadaan hormon insulin atau kurangnya
respon tubuh terhadap hormon ini berakibat kadar glukosa dalam darah menjadi
tinggi. Kondisi tingginya kadar glukosa dalam darah inilah yang disebut dengan
Diabetes Militus (Ophardt dan Charles, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Muttaqin dkk. (2012) untuk menetukan
hubungan antara kadar aseton dalam air liur dengan kadar gula darah pada penderita
diabetes militus (DM) menunjukkan bahwa terdapat korelasi tinggi antara kadar
aseton dalam air liur dengan kadar gula darah dengan koefisien korelasi sebesar
0,985 yang ditunjukkan pada Gambar 2.3
16
Gambar 2.3 Grafik hubungan antara konsentrasi aseton dalam air liur dengan kadar
gula darah dari pasien DM setelah berpuasa 12 jam (Muttaqin et al.,
2012).
Sampel terdiri dari dua kelompok, lima orang pasien DM dari RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Pengambilan air liur dan pengukuran gula darah dilakukan setelah
berpuasa selama dua belas jam. Semua sampel air liur dispektroskopi dengan
spektrofotometer UV-Vis menggunakan lampu xenon sebagai sumber cahaya.
Peningkatan kadar aseton setelah 12 jam berpuasa ini sebanding dengan
peningkatan gula darah dalam tubuh penderita DM. Ini terjadi karena tubuh
penderita DM tidak dapat merespon dengan baik keberadaan hormon insulin,
sehingga pemecahan glukosa menjadi energi tidak berlangsung sebagaimana
mestinya. Ditambah lagi dalam dua belas jam tanpa makanan, tubuh harus mencari
alternatif sumber energi lain selain glukosa. Salah satu sumber energi alternatif
tersebut adalah asam lemak. Hal inilah yang memicu peningkatan kadar aseton
sebagai hasil dari proses pembakaran asam lemak menjadi sumber energi utama
bagi tubuh penderita DM.
17
Peningkatan kadar glukosa dalam tubuh penderita diabetes juga meningkatkan
produksi etanol. Etanol tidak dihasilkan langsung oleh tubuh akan tetapi dihasilkan
dari proses fermentasi glukosa oleh bakteri asam laktat yang terjadi di usus. Bakteri
asam laktat didalam tubuh dibagi menjadi 2. Bakteri asam laktat yang menghasilkan
etanol adalah bakteri heterofermentatif. Fermentasi 1 mol glukosa pada bakteri ini
menghasilkan menghasilkan 1 mol asam laktat, 1 mol etanol, dan 1 mol CO2.
Sedangkan bakteri homofermentatif memfermentasi 1 mol glukosa menjadi 2 mol
asam laktat (Reddy et al., 2008).
2.2.2 Electronic Nose
Hidung elektronik atau electronic nose adalah sistem penciuman biomimetik yang
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sensor kimia, berbasis perancangan
sistem elektronik, dan teknik analisis data. Dalam sistem penciuman biologis, ada
sekitar 350 reseptor bau yang berbeda pada manusia dan sekitar 1.000 pada tikus.
Bau yang berbeda dikenali oleh berbagai kombinasi reseptor bau (Tang et al.,
2010). Terinspirasi oleh struktur penciuman mamalia, sistem hidung elektronik
terutama terdiri dari rangkaian sensor, transduser sinyal, dan mesin pengenal pola
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Pada sistem penciuman mamalia, sel
reseptor penciuman adalah sel sensorik yang penting untuk merasakan bau.
18
Gambar 2.4 Diagram blok cara kerja e-nose dan penciuman mamalia (Chiu and
Tang, 2013).
Pada rongga hidung manusia, ada 6-10 juta sel reseptor penciuman. Genom
manusia memiliki sekitar 900 gen reseptor penciuman yang berbeda dan genom
tikus mengandung sekitar 1.300. Bila bau masuk ke rongga, sinyal penciuman
diaktivasi di sel reseptor penciuman. Reseptor penciuman kemudian
mengumpulkan dan mengubah sinyal penciuman menjadi sinyal neurologis, dan
kemudian mengirimkan sinyal ini ke otak untuk identifikasi bau. Meskipun banyak
jenis sel reseptor penciuman yang ada, sistem identifikasi bau mamalia tidak
didasarkan pada satu jenis sel reseptor untuk satu bau spesifik. Sistem penciuman
mamalia tidak mendeteksi bau dengan hanya menggunakan satu sensor, namun
aroma terasa dan dikenali menurut sejumlah sel reseptor ganda, dan setiap
kombinasi mewakili sensasi bau berbeda yang mewakili sidik jari bau. Banyak
permutasi dan kombinasi yang ada, memungkinkan mamalia membedakan banyak
bau yang berbeda. Sistem ini diadopsi untuk hidung elektronik. Sensor dipilih
membentuk susunan sensor yang digunakan untuk mendeteksi bau dan
Sinyal
Tranduser
Mesin
Pengenal
pola
Reseptor
Pencium
Sinyal
Pencium Otak
Sensor
Bau
Bau
Electronic Nose
Penciuman mamalia
19
mengidentifikasi sidik jari bau. Namun jumlah sensor untuk sebagian besar sistem
elektronik terbatas dan dipilih tergantung pada aplikasi (Chiu and Tang, 2013).
Selama empat dekade terakhir banyak penelitian yang bertujuan mengembangkan
sistem elektronik penciuman atau hidung elektronik telah dilakukan. Selama itu,
sistem deteksi bau otomatis telah diterapkan di banyak aplikasi industri, pertanian,
kualitas udara dalam ruangan, pemantauan lingkungan, pengendalian kualitas
produk makanan, diagnosis medis, dan juga banyak lainnya. Di sisi lain, beberapa
perkembangan telah diarahkan pada pembangunan biaya rendah dan hidung
elektronik kompak yang telah menghasilkan sejumlah produk e-nose komersial
(Macías et al., 2014). Tujuan lain dalam pengembangan hidung elektronik adalah
merancang sistem ukuran kecil yang mudah digunakan yang berlaku untuk
pemantauan secara langsung dan maupan secara online. Selain itu, upaya juga telah
dilakukan untuk mengkorelasikan data hidung elektronik dengan hidung manusia
serta dengan kromatografi gas (Aleixandre et al., 2015).
Perangkat e-nose menawarkan banyak kegunaan dan keuntungan untuk berbagai
aplikasi biomedik karena beragam prinsip operasi yang berbeda yang terkait dengan
berbagai jenis dan desain instrumen e-nose. Perangkat jenis ini memiliki setidaknya
empat bagian dengan berbagai fungsi: memastikan kecukupan campuran gas dan
pengambilan sampel, array sensor gas melakukan pendeteksian, bagian elektronik
kontrol didedikasikan untuk pengelolaan susunan sensor dan kecukupan sinyal, dan
akhirnya, sebuah komputer dengan algoritma klasifikasi pola yang sesuai,
mengekstrak fitur karakteristik dari masing-masing aroma dan menyajikan hasilnya
pada antarmuka pengguna (Macías et al., 2014). Kekuatan utama perangkat e-nose
adalah kemampuan serbaguna mereka yang diberikan oleh kemampuan yang dapat
20
berkembang untuk menghasilkan alat berbiaya rendah sebagai aplikasi tertentu
dengan desain instrumen yang disesuaikan dengan persyaratan penggunaan
tertentu. Sensor mendeteksi keragaman informasi medik yang berguna yang dapat
diperoleh dari pengukuran aroma dan analisis sampel udara langsung dari manusia.
Aplikasi hidung elektronik menawarkan banyak aplikasi terpenting dan berguna
pada bidang kesehatan dan biomedik (Wilson and Baietto, 2011).
2.2.3 Metal Oxide Sensor
Metal Oxide Sensor (MOS) atau sensor gas oksida logam telah banyak digunakan
pada sistem deteksi gas portabel karena kelebihannya seperti biaya rendah, produksi
mudah, dan pengukuran sederhana. Namun, kinerja sensor tersebut sangat
dipengaruhi oleh morfologi dan struktur material penginderanya. Hal tersebut
merupakan hambatan besar untuk sensor gas berbahan dasar lapisan tipis padat
untuk mencapai sifat yang sangat peka. Sensor gas berbahan nanomaterials
dikembangan untuk memperbaiki sifat penginderaan gas dalam sensitivitas,
selektivitas dan kecepatan respons (Sun et al., 2012).
Prinsip pengoperasian sensor oksida logam didasarkan pada perubahan konduktansi
oksida pada interaksi dengan gas dan perubahannya biasanya sebanding dengan
konsentrasi gas. Gambar 2.5 menggambarkan prinsip kerja sensor oksida logam.
21
Gambar 2.5 Prinsip Kerja sensor logam oksida (Franke et al., 2006)
Ada dua jenis sensor oksida logam yaitu n-oksida (timah dioksida, titanium
dioksida atau besi (III) oksida) yang bereaksi terhadap gas reduksi dan p-type (nikel
oksida, cobalt oksida) yang bereaksi terhadap gas pengoksidasi. Oksigen di udara
bereaksi dengan permukaan sensor tipe-n dan menjebak setiap elektron bebas di
permukaan atau pada batas butir butir oksida. Reaksi ini menghasilkan resistansi
besar di daerah permukaan karena kurangnya elektron pembawa dan menciptakan
penghalang potensial. Namun, jika sensor dimasukkan ke gas pereduksi seperti
hidogen (H2), metana (CH4), karbon monoksida (CO), atau hidrogen sulfida (H2S),
resistansi turun karena gas bereaksi dengan oksigen dan melepaskan elektron. Ini
menurunkan penghalang potensial dan memungkinkan elektron mengalir, sehingga
meningkatkan konduktivitas.
Vaishanv dkk. (2006) menjelaskan reaksi kimia oksida bahan semikonduktor
sensor terhadap gas aseton dan etanol yang ditulis pada Persamaan (2.1) untuk
etanol dan Persamaan (2.2) untuk aseton
2 5 2( ) 2 ( )( ) 6 2 3 6gas gas gasC H OH O CO H O e (2.1)
22
3 3 3 2 24 4CH COCH O CH COOH CO H O e (2.2)
Telah diketahui bahwa zat pereduksi yang teradsorpsi pada permukaan
semikonduktor oksida, sensor gas menyuntikkan elektron bebas dalam pita
konduksi semikonduktor tipe-n yang menyebabkan resistensi sensor berkurang.
Adsorpsi O− memiliki pengaruh dominan terhadap karakteristik gas yang di deteksi
dengan suhu sensor. Keuntungan utama sensor oksida logam adalah respon cepat
dan waktu pemulihan yang bergantung pada suhu dan tingkat interaksi antara sensor
dan gas. Sensor oksida logam memiliki film tipis berukuran kecil dan relatif murah
serta memiliki konsumsi daya lebih rendah daripada sensor film tebal dan dapat
diintegrasikan langsung ke sirkuit pengukuran (Arshak et al., 2004).
2.2.4 Arduino
Arduino adalah kit elektronik atau papan rangkaian elektronik open source yang di
dalamnya terdapat komponen utama, yaitu sebuah chip mikrokontroler dengan jenis
AVR (automatic voltage regulation) dari perusahaan Atmel. Mikrokontroler itu
sendiri adalah chip atau IC (Integrated Circuit) yang bisa diprogram menggunakan
komputer. Tujuan menanamkan program pada mikrokontroler adalah agar
rangkaian elektronik dapat membaca input, memproses input tersebut dan
kemudian menghasilkan output sesuai yang diinginkan. Secara umum, Arduino
terdiri dari dua bagian, yaitu:
a. Hardware berupa papan input/output (I/O) yang open source.
b. Software Arduino yang juga open source, meliputi software Arduino IDE untuk
menulis program dan driver untuk koneksi dengan komputer (Supardi, 2012).
23
Arduino bisa menerima masukan dari berbagai sensor dan dapat melakukan
pengendalian sekitarnya dengan menggunakan lampu, motor, aktuator dan lain-
lainnya. Mikrokontroler di modul ini diprogram menggunakan bahasa
pemrograman arduino berdasarkan Wiring dan pengembangan lingkungan arduino
berdasarkan Processing. Proyek arduino dapat berdiri sendiri atau dapat
berkomunikasi dengan perangkat lunak yang berjalan pada komputer misalnya
Flash, Pengolahan, Max MSP (Yuliza, 2016).
2.2.5 Metode Back Propagation
Metode Back Propagation merupakan metode pembelajaran lanjut yang
dikembangkan dari aturan perceptron. Metode Back Propagation ini dikembangkan
oleh Rumelhart, Hinton dan Williams sekitar tahun 1986 yang mengakibatkan
peningkatan kembali minat terhadap jaringan syaraf tiruan. Metode ini terdiri dari
dua tahap, yaitu feed forward dan tahap back propagation error.
Langkah pertama pembuatan jaringan syaraf tiruan dengan metode back
propagation adalah melakukan inisialisai bobot awal. Bobot awal yang dimasukan
adalah nilai acak antara 0 sampai 1. Tahap feed forward dimulai dengan menerima
sinyal masukan dari sensor (Xi, i=1, 2, …, n) dan menjalankan sinyal tersebut dari
setiap neuron pada lapisan masukan ke lapisan selanjutnya (Zj, j=1, 2, …, p).
dilakukan penjumlah bobot dengan sinyal masukannya:
0
1j
n
in j i j
i
Z v x v
(2.3)
Diterapkan fungsi aktivitas untuk menghitung nilai sinyal keluaran
24
jj inZ f Z (2.4)
Kemudian sinyal ini dikirim ke semua neuron pada lapisan keluaran (Yk, k=1,2,
…,m), dilakukan penjumlahan bobot dengan sinyal masukan:
0
1k
p
in j j k
i
Y w Z w
(2.5)
Fungsi aktivitas diterapkan untuk menghitung nilai sinyal keluaran
kk inY f Y (2.6)
Selanjutnya tahap back propagation of error dimana setiap neuron pada lapisan
keluaran menerima sebuah pola target yang berhubungan dengan pola masukan
pelatihan kemudian menghitung kesalahanya
'kk k k int y f y (2.7)
Perubahan bobot dihitung yang digunakan untuk mengubah wjk
. .jk k kw z (2.8)
Perubahan bias dihitung yang digunakan untuk mengubah nilai w0k
0 .k kw (2.9)
Penjumlahan nilai delta masukan dilakukan untuk setiap neuron pada lapisan
tersembunyi pada lapisan diatasnya
1j
m
in k jk
k
w
(2.10)
perkalikan dilakukan dengan turunan aktivitasnya untuk menghitung nilai
kesalahannya.
25
'j kj in inf Z (2.11)
perubahan bobot dihitung yang akan digunakan untuk menubah nilai vij
. .ij j iv x (2.12)
Kemudian dihitung perubahan biasnya yang digunakan untuk mengubah nilai v0j
0 .j jv (2.13)
Terakhir adalah melakukan update nilai bobot dan bias dengan mengganti nilai
bobot dan bias pada lapisan keluaran
baru lamajk jk jkw w w (2.14)
Dilakukan penggantian nilai bobot dan bias untuk setiap neuron pada lapisan
tersembunyi
baru lamaij ij ijv v v (2.15)
Keterangan:
X = input neuron
V = hidden layer
Zin = input hidden layer
Z = output hidden layer
W = output layer
Yin = input output layer
Z = output output layer
= error
t = output targer
w = bobot output layer
v = bobot hidden layer
= learn rate
(Desiani and Arhami, 2006).
26
2.2.6 Software Matlab
Matlab dikembangkan oleh MathWorks yang awalnya dibuat untuk memberikan
kemudahan mengakses data matriks pada proyek UNPACK dan EISPACK.
Selanjutnya menjadi sebuah aplikasi untuk komputasi matrik. Dalam lingkungan
pendidikan ilmiah, matlab digunakan sebagai alat pemrograman standar bidang
matematika, rekayasa dan keilmuan yang terkait. Matlab menyediakan beberapa
pilihan untuk dipelajari yaitu metode visualisasi dan pemrograman (Yahya and
Melita, 2011).
Matlab merupakan software yang handal menyelesaikan berbagai permasalahan
komputasi numerik. Solusi dari permasalahan yang berhubungan dengan vektor dan
matriks dapat diselesaikan dengan mudah dan sederhana menggunakan software
ini. Bahkan, software ini dapat memecahkan inversi matriks dan Persamaan linier
dengan cepat dan mudah sekali.
Ada beberapa toolbox yang disediakan MATLAB untuk menyelesaikan kasus yang
lebih khusus, antara lain:
a. Image processing menyediakan berbagai fungsi yang berhubungan dengan
pengolahan citra;
b. Signal processing menyediakan berbagai fungsi yang berhubungan dengan
pengolahan sinyal;
c. Neural network menyediakan berbagai fungsi yang berhubungan dengan
jaringan syaraf tiruan (Irawan, 2012).
Nurraharjo (2015) melakukan pemrosesan data menggunakan software Matlab
2010b untuk membuat implementasi pemrograman interfacing matlab-arduino.
27
Proses di atas diawali dengan eksekusi library Matlab-Arduino, dimana proses ini
akan memberitahukan kepada Matlab tentang adanya papan Arduino yang
terkoneksi kepadanya. Proses selanjutnya adalah proses untuk menetapkan status
port komunikasi port serial (USB port). Proses pembacaan data yang dimaksud
adalah pembacaan status data terakhir pada papan Arduino secara realtime.
Sementara proses eksekusi adalah proses untuk memberitahukan kepada papan
Arduino untuk menjalankan perintah eksekusi status portnya.
Pengujian dilakukan dengan membuat suatu tampilan visualisasi data dari sensor
jarak menggunakan sensor ultrasonik yang akan ditampilkan dalam visualisasi data
secara realtime pada sebuah grafik plot. Visualisasi tampilan grafik plot akan
disesuaikan dengan perubahan data pada nilai sensor jarak yang telah dikonversikan
kedalam besaran fisika. Contoh tampilan visualisasi diagram distance logger, yang
ditampilkan berdasarkan data masukan pada terminal yang terhubung dengan
sensor ultrasonik.
Gambar 2.6 Tampilan grafik plot distance logger (Nurraharjo, 2015).
Sumbu Y menyatakan data jarak terkonversi dalam satuan fisis sentimeter, yang
dibatasi pada jarak antara sensor ultrasonik dengan dinding adalah varian antara 0
28
– 203 cm sehingga periode jarak terdisipasi dalam 10 cm dan range jarak terukur
antara 0 – 220 cm.
Gambar 2.7 Screenshoot tampilan IDE Arduino (Nurraharjo, 2015).
Kode program yang tersedia dalam screenshoot di atas dilanjutkan dengan upload
(penulisan program ke mikrokontroler Arduino). Hal ini akan menugaskan kepada
mikrokontroler Arduino untuk melakukan proses pendeteksian, pengukuran dan
pengiriman data jarak yang diperolehnya.
Gambar 2.8 Potongan Listing Matlab (Nurraharjo, 2015)
29
Listing program Matlab di atas dimaksudkan untuk memerintahkan Matlab
membaca port/terminal yang terhubung ke sensor ultrasonik, untuk mengambil data
dari mikrokontroler Arduino. Data yang diambil oleh Matlab adalah data yang
sudah terkonversi dalam format fisis yaitu sentimeter, sehingga Matlab hanya
menjembatani penerimaan data sekaligus menampilkan data tersebut dalam mode
grafik (Nurraharjo, 2015).
2.2.7 Principal Component Analysis
Principal component analysis (PCA) adalah teknik statistik yang diaplikasikan
untuk satu kumpulan variabel ketika peneliti tertarik untuk menemukan variabel
mana dalam satu kumpulan tersebut yang berhubungan dengan lainnya. Variabel
berkorelasi satu dengan yang lainnya tetapi independen dengan subset lain yang
merupakan kombinasi variabel-variabei di dalam faktor. Faktor tersebut
mencerminkan proses yang mendasari korelasi antar variabel.
Tujuan PCA adalah untuk menjelaskan bagian dari variasi dalam kumpulan
variabel yang diamati atas dasar beberapa dimensi. Dari variabel yang banyak
tersebut dipersempit sehingga menghasilkan variabel yang lebih sedikit. Tujuan
khusus PCA yaitu:
1. untuk meringkas pola korelasi antar variabel yang diobservasi.
2. mereduksi sejumlah besar variabel menjadi sejumlah kecil faktor,
3. memberikan sebuah definisi operasional (sebuah persamaan regresi) dimensi
pokok penggunaan variabel yang diobservasi
4. menguji teori yang mendasarinya
(Tabachnick and Fidell, 2013)
30
Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel
yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan
dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi
variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali tanpa
menghilangkan informasi penting yang ada di dalamnya atau yang biasa disebut
dengan principal component (Kustian, 2016).
Setelah beberapa komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh,
maka komponen-komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan
diregresikan atau dianalisis pengaruhnya terhadap variabel tak bebas dengan
menggunakan analisis regresi. Keunggulan metode PCA diantaranya adalah dapat
menghilangkan korelasi secara bersih tanpa harus mengurahi jumlah variabel asal
(Ifadah, 2011).
PCA melakukan pemetaan/transformasi set data dari dimensi lama ke dimensi baru
(yang relatif berdimensi lebih rendah) dengan memanfaatkan teknik dalam aljabar
linear, tanpa memerlukan masukan parameter tertentu dalam memberikan keluaran
hasil pemetaannya.
PCA memerlukan masukan data yang mempunyai sifat zero-mean pada setiap
fiturnya. Sifat zero-mean pada setiap fitur data bisa didapatkan dengan
mengurangkan semua nilai dengan rata-ratanya. Set data X dengan dimensi MxN,
di mana M adalah jumlah data dan N adalah jumlah fitur, akan tampak seperti
berikut
31
11 12 1
21 22 2
1 2
N
N
M M MN
X X X
X
Untuk fitur ke-j, semua nilai pada kolom tersebut dikurangi dengan rata-ratanya,
diformulasikan dengan
ij ij jX X X (2.16)
i= 1, 2, …. , M dan j adalah kolom ke-j
selanjutnya dilakukan perhitungan matriks kovarian dari matrik X, yaitu Cx.
Formulayang digunakan adalah dot-production pada setiap fitur.
1.XT
xC XM
(2.17)
N adalah jumlah fitur, sedangkan XT adalah matriks transpos dari X.
11 12 1 11 12 1
21 22 2 21 22 2
1 2 1 2
1
N N
N N
x
M M MN M M MN
X X X X X X
CM
11 12 1
21 22 2
1 2
1
N
N
M M MN
X X X
M
Pada matriks Cx, elemen ke-ij adalah inner-product antara baris matriks XT dengan
kolom matriks X. Sifat-sifat yang dimiliki oleh matirks Cx adalah sebagai berikut.
1. Cx adalah matriks simetri bujur sangkar berukurana NxN.
32
2. Bagian diagonal utama (dari kiri atas ke kanan bawah) adalah nilai varian
masing-masing fitur sesuai indeks kolomnya.
3. Bagian selain diagonal utama adalah kovarian di antara pasangan dua fitur yang
bersesuaian.
Jadi, matriks Cx menangkap kovarian di antara semua pasangan yang mungkin dari
fitur data set data matriks X. Nilai kovarian merefleksikan noise dan redundansi
pada fitur:
1. Dalam diagonal utama, asumsinya adalah nilai yang tinggi berkolerasi dengan
struktur yang penting.
2. Dalam elemen selain diagonal utama, nilai jarak yang besar menandakan
redundansi yang tinggi.
Tujuan PCA ada dua, yaitu (1) meminimalkan redundansi yang diukur oleh nilai
jarak dan kovarian, dan (2) memaksimalkan nilai keluaran pemetaan, diukur
dengan varian. Jika Y adalah matriks set data hasil pemetaan dan CY adalah matriks
kovarian dari Y, yang diharapkan dalam PCA adalah.
1. Semua elemen diagonal utama CY harus nol. Maka,CY harus matriks diagonal.
Dengan kata lain, Y adalah matriks terdekorelasi.
2. Peletakan dimensi dalam Y dari kiri ke kanan diurutan menurun.
Cara yang umum digunakan untuk mendapatkan CY adlah dengan eigenvalue dan
eigenvector. Eigenvalue dan eigenvector dari matriks X berturut-turut adalah nilai
skala λ dan vektor u yang memenuhi pesaman berikut;
Xu u (2.18)
33
Dengan mencari matriks ortonormal P di mana Y = PX dan 1
C YY
T
YM
adalah
matriks diagonal, dan kolom dari P adalah komponen utama (principal component)
dari X, persmaan CY bisa dijabarkan sebagai berukut:
1 T
YC YYM
1
( )( )
1
1
T
T T
T T
PX PXM
PXX PM
P XX PM
Dengan mensubtitusikan Persamaan (2.17), kita mendapatkan matriks CY
berdimensi NxN:
T
Y xC PC P
(2.19)
(Prasetyo, 2012)
2.2.8 Penurunan Rumus untuk Kalibrasi
Untuk menentukan konsentrasi gas sampel, dilakukan perhitungan seperti pada
Persamaan Error! Reference source not found.
6.10s
c
mppm
m (2.20)
dengan:
ppm = konsentrasi gas (ppm)
sm = massa gas sampel (gram)
34
cm = massa gas di chamber (gram)
dimana besarnya sm
yang dibutuhkan untuk mendapatkan konsentrasi gas tertentu
maka Persamaan Error! Reference source not found. dapat di tulis menjadi:
610
cs
ppm mm
(2.21)
dimana udara pada chamber berasal dari udara luar yang terdiri dari 70% nitrogen
dan 30% oksigen. Sehingga untuk menetukan massa gas digunakan rumus
m V (2.22)
dengan :
= massa jenis gas(g/l)
V = volume gas(L)
Dengan menggunakan Persamaan (2.22) untuk menghitung massa gas sampel maka
Persamaan (2.21) dapat tuliskan menjadi
610
cs
s
ppm mV
(2.23)
dimana sV adalah volume yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai konsentrasi
gas tertentu dan ρs adalah massa jenis gas sampel.
Yadav dan Manjhi, (2014) menggunakan Persamaan (2.24) dan (2.25) untuk
menghitung berapa banyak larutan etanol dan aseton yang dibutuhkan dalam proses
kalibrasi.
P MW
R T
(2.24)
35
gas liquidMass V V (2.25)
Dengan merupakan massa jenis suatu gas dalam g/L, P merupakan tekanan gas 1
atm, MW merupakan berat molekul gas dalam g/mol, yang dimaksud, R adalah
konstanta gas umum dengan nilai 0,0821 atm/mol.K, dan T merupakan suhu gas
dalam kelvin.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2018 sampai dengan Maret 2019.
Kegiatan penelitian ini terdiri dari perancangan dan pembuatan alat, pengujian dan
kalibrasi sensor, permrogaman jaringan syaraf tiruan, pelatihan jaringan syaraf
tiruan, pengambilan data, dan analisis hasil.
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan penelitian
No Program Kerja Bulan
Nov Des Jan Feb Mar
1 Perancangan dan pembuatan alat
2 Pengujian dan kalibrasi sensor
3 Permrogaman jaringan syaraf tiruan
4 Pelatihan jaringan syaraf tiruan
5 Pengambilan data
6 Analisis hasil.
Tahap perancangan dan pembuatan alat dilaksanakan di Laboratorium Elektronika
Dasar Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lampung. Kemudian untuk pengambilan data pasien penderita penyakit diabetes
militus akan dilaksanakan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
37
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sensor gas digunakan untuk mendeteksi gas sampel. Tabel 3.2. menunjukan
sensor gas yang digunakan untuk menganalisa sampel.
Tabel 3.2. Jenis sensor gas beserta fungsi yang digunakan
No Jenis Sensor Gas Gas yang dideteksi
1 MQ-3 Alkohol dan seditik sensitif pada benzine
2 TGS-2600 hidrogen, karbon monoksida, dan etanol
3 TGS-2602 Gas berbau seperti amonia, etanol dan H2S
4 TGS-822 Metana, Co, benzene dan aseton
5 TGS-2611 Metana, aseton dan gas alam
2. Chamber digunakan sebagai ruang untuk sensor menganalisa gas yang
dimasukkan.
3. Selang kecil digunakan untuk mengalirkan gas yang ingin dianalisa.
4. Pompa digunakan untuk membuang gas yang ada di chamber setelah selesai
melakukan analisis.
5. Tabung gas nitrogen digunakan tempat menyimpan gas nitrogen. Gas nitrogen
disini berfungsi untuk membersihkan chamber dan sensor. Gas nitrogen dipilih
karena sensor tidak bereaksi pada gas nitrogen.
6. Arduino mega digunakan sebagai mikrokontroler yang mengendalikan LCD
dan pompa serta mengolah output dari sensor gas.
7. LCD digunakan untuk menampilkan hasil analisa gas yang dimasukkan
kedalam chamber.
8. PC/Komputer digunakan untuk akuisisi data dan mengelolah sinyal masukan
dari arduino sehingga didapatkan data yang diinginkan.
38
9. Software Matlab R2014a yang digunakan untuk komputasi, mengelolah dan
menganalisis ciri ekspirasi pernapasan manusia tersebut. Selain itu, software
Matlab ini digunakan untuk merancang jaringan syaraf tiruan (JST) untuk
mengenali penderita penyakit diabetes militus.
3.3 Prosedur Penelitian
Metode yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan antara lain
perancangan dan pembuatan alat, pengujian dan kalibrasi sensor, permrogaman
jaringan syaraf tiruan, pelatihan jaringan syaraf tiruan, pengambilan data, dan
analisis hasil. Untuk secara keseluruhan, pembuatan rancang bangun sistem
electronic nose menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan metode back
propagation untuk mendeteksi penyakit diabetes militus disajikan dalam diagram
alir yang ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1.
39
Mulai
Perancangan sistem
electronic nose
Berhasil
Pemrogaman jaringan syaraf
tiruan
Ya
Tidak
Pelatihan jaringan syaraf
tiruan
Berhasil
Tidak
Pengambilan data profil gas
pernapasan
Analisa hasil
Penulisan laporan
Selesai
Ya
Kalibrasi Sistem
electronic nose
Pengujian dan
kalibrasi sensor
MQ-3
Pengujian dan
kalibrasi sensor
TGS-822
Pengujian dan
kalibrasi sensor
TGS-2600
Pengujian dan
kalibrasi sensor
TGS-2602
Pengujian dan
kalibrasi sensor
TGS-2611
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
40
1. Tahap perancangan sistem e-nose dilakukan untuk merancang perangkat
hardware e-nose. Sensor gas yang digunakan terdiri dari MQ-3, TGS-2600,
TGS-2602, TGS-2611, dan TGS-822. Berikut ini merupakan skema rencangan
e-nose yang akan digunakan untuk mendeteksi penyakit diabetes militus yang
diperlihatkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Skema Rancangan Electronic Nose
Sensor gas diletakan di tutup chamber yang berada diatas. Dibuat dua lubang
pada chamber dengan fungsi masing-masing lubang yaitu, untuk memasukkan
gas sampel yang akan dianalisa, memasukkan gas nitrogen untuk
membersihkan chamber, dan untuk mengeluarkan gas yang ada di dalam
chamber. Selanjutnya pada lubang untuk mengeluarkan gas dipasang pompa
yang berfungsi menarik gas keluar chamber yang dikendalikan oleh arduino.
Arduino diletakkan diluar chamber dan dihubungkan ke PC untuk mengolah
keluaran sensor gas yang diterima.
2. Tahap Pengujian dan Kalibrasi dilakukan dengan memberikan gas etanol,
aseton dan CO2 dengan konsentrasi ppm tertentu pada sensor gas yang
41
digunakan satu per satu. Gas tersebut diberikan dari konsentrasi terkecil yang
mampu dideteksi oleh masing-masing sensor dan kemudian dicatat sebagai
data kalibrasi. Tujuan dari tahap pengujian dan kalibrasi ini adalah untuk
mengetahui sensitivitas masing-masing sensor terhadap gas yang akan
dideteksi. Tabel 3.3 dibawah ini merupakan tabel data kalibrasi alat
menggunakan gas aseton dan etanol.
Tabel 3.3. Data Kalibrasi sensor menggunakan gas aseton dan etanol.
No Konsentrasi
(ppm) Uji ke
Sensor (mV)
MQ-3 TGS-2611 TGS-822 TGS-2600 TGS-2602
1 10
1
2
3
2 50
1
2
3
… …
1
2
3
5 200 1
2
3
3. Tahap pemrograman jaringan syaraf tiruan dilakukan dengan membuat
jaringan syaraf tiruan dengan menggunakan software Matlab R2014a. Jaringan
syaraf tiruan ini yang akan digunakan untuk mengenali profil gas ekspirasi
manusia yang dikeluarkan oleh penderita penyakit diabetes militus. Profil ini
yang akan digunakan sebagai data untuk membedakan penderita penyakit
diabetes militus dengan orang sehat.
4. Tahap pelatihan jaringan syaraf tiruan akan dilakukan dengan memberikan gas
ekspirasi yang dikeluarkan oleh beberapa pasien penderita penyakit diabetes
militus yang telah terdiagnosa dan orang nornal sehat pada alat. Sehingga
jaringan syaraf tiruan akan dilatih untuk mengenali perbedaan profil dari gas
42
ekspirasi yang dikeluarkan oleh pasien penderita penyakit diabetes militus dan
orang normal sehat.
5. Tahap pengambilan data profil gas pernapasan akan dilakukan dengan
mengambil gas ekspirasi beberapa orang yang belum terdiagnosa penyakit
diabetes dan orang sehat. Data yang diperoleh akan dianalisa dan dibahas.
3.2.1 Perancangan Alat
Pada penlitian ini dirancang sebuah e-nose yang terdiri dari 5 sensor gas tipe MOS,
arduino, dan komputer. Berikut ini merupakan desain sistem e-nose yang akan
digunakan untuk mendeteksi penyakit diabetes militus yang diperlihatkan pada
Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Desain sistem e-nose.
Keterangan mengenai desain sistem e-nose pada Gambar 3.3 adalah sebagai
berikut:
43
1. Tabung nitrogen
2. Chamber
3. LCD
4. Arduino
5. Port serial
6. Tombol Power
7. Tombol Start
8. Tombol pompa
9. Tombol switch sensor
10. Pompa
Fungsi dari port serial adalah sebagai port untuk melakukan pengiriman data hasil
deteksi sensor menggunakan komunikasi serial antara arduino dengan PC. Data
hasil deteksi sensor tersebut akan dianalisa menggunakan JST. Disediakan pula
beberapa tombol untuk mengoprasikan e-nose berupa tombol power untuk
menghidupkan e-nose, tombol start untuk memulai melakukan analisa gas, tombol
pompa untuk mengaktifkan pompa untuk menyedot gas yang ada didalam chamber,
dan tombol switch sensor untuk menentukan sensor mana yang ingin digunakan.
Berikut ini adalah diagram blok rancangan alat e-nose yang akan digunakan untuk
mendeteksi penyakit diabetes militus yang diperlihatkan pada Gambar 3.4.
Input GasArray Sensor
GasArduino
Matlab
(PC)
Pompa
LCD
Gambar 3.4 Diagram Blok sistem e-nose
Gas masukan berupa gas ekspirasi pernapasan manusia yang akan dideteksi oleh
sensor gas. Sensor gas yang dipakai adalah MQ-3, TGS-2600, TGS-2602, TGS-
2611, dan TGS-822. Perubahan tegangan yang dihasilkan oleh sensor diterima oleh
44
arduino dan diubah menjadi data berbentuk array. Array data yang diterima oleh
arduino akan dikirim ke PC untuk dianalisa menggunakan JST pada software
Matlab. Arduino juga mengendalikan pompa membuang gas masukan setelah
proses analisa selesai. Setelah analisa selesai, alat akan menampilkan hasil dari
analisa lewat LCD.
3.2.2 Sensor Gas Array
Pada penelitian ini sensor yang digunakan pada adalah sensor MQ-3, TGS-2611,
TGS-822, TGS-2600, TGS-2602. Sensor MQ-3, TGS-2600, dan TGS-2602 akan
digunakan untuk mendeteksi gas etanol . Sedangkan untuk TGS-2611 dan TGS-
822 akan digunakan untuk mendeteksi gas aseton yang dihembuskan oleh penderita
penyakit diabetes militus. Rangkaian sensor gas array yang digunakan pada
penelitian di tampilkan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Rangkaian sensor gas array
Pin output masing-masing sensor hubungkan ke pin analog arduino uno. Kemudian
pin Vcc dihubungkan dengan tengangan 5 volt. Sensor gas diletak pada tutup
chamber yang berada diatas. Jika tutup ditegakkan susunan sensor TGS-822 dan
TGS-2611 diletakkan pada bagian atas pojok kiri dan kanan. MQ-3 diletakkan di
45
tengah sedangkan TGS-2600 dan TGS-2602 diletakkan pada bagian bawah kiri dan
kanan. Susunan array sensor gas dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Setup array sensor
Elemen penginderaan pada sensor TGS tipe TGS-2611, TGS-822, TGS-2600 dan
TGS-2602 terdiri dari sebuah chip penginderaan dengan lapisan semikonduktor
oksida logam yang dibentuk pada substrat alumina dan memiliki heater yang
terintegrasi. Jika diberi gas tertentu, konduktivitas sensor meningkat tergantung
pada konsentrasi gas di udara. Sirkuit elektrik sederhana dapat mengubah
perubahan konduktivitas menjadi sinyal output yang sesuai dengan konsentrasi gas.
TGS-822 memiliki sensitivitas tinggi terhadap uap pelarut organik seperti etanol
dan aseton. Sensor ini juga memiliki kepekaan terhadap berbagai gas yang mudah
terbakar seperti karbon monoksida yang menjadikannya sebagai sensor dengan
pengaplikasian yang luas. TGS-2611 memiliki sensitivitas dan selektivitas yang
tinggi terhadap gas metana. Sensor ini juga memiliki kepekaan terhada aseton
dengan konsentrasi kecil. TGS 2600 memiliki sensitivitas tinggi terhadap
konsentrasi rendah gas seperti hidrogen, karbon monoksida, dan etanol. Sensor ini
46
bisa mendeteksi gas tersebut pada level beberapa ppm (part per million), sedangkan
TGS-2602 memiliki sensitivitas tinggi terhadap konsentrasi rendah gas berbau
seperti amonia dan H2S yang dihasilkan dari bahan limbah di kantor dan rumah dan
lingkungan. Sensor juga memiliki sensitivitas tinggi terhadap konsentrasi rendah
VOC seperti toluena yang dipancarkan dari produk finishing kayu dan konstruksi.
Selain TGS, pada penelitian ini juga menggunakan sensor gas merek MQ tipe MQ-
3, Struktur sensor gas MQ tersusun oleh tabung keramik mikro Al2O3, lapisan
sensitif Tin Dioxide (SnO2), elektroda pengukuran dan pemanas. MQ-3 memiliki
sensitivitas tinggi terhadap alkohol dan seditik sensitif pada benzine.
3.2.3 Pembuatan Jaringan Syaraf Tiruan
Pada penelitian ini digunakan Matlab R2014a dengan metode Back Propagation
untuk membuat jaringan syaraf tiruan yang akan digunakan untuk menganalisa
profil ekspirasi pernapasan dari penderita penyakit diabetes militus. Metode Back
Propagation merupakan metode pembelajaran lanjut yang dikembangkan dari
aturan perceptron. Metode ini terdiri dari dua tahap, yaitu feedforward dan tahap
back propagation error.
47
Mulai
Pemroses sinyal input sensor array
Plot grafik sinyal input sensor array
Klasifikasi sinyal input sensor array
dengan JST Backpropagagtion
Selesai
Deteksi gas
sample
Hasil klasifikasi sinyal
input sensor array
Gambar 3.7. Diagram alir perancangan jaringan syaraf tiruan (JST)
Tahap pendeteksian gas sampel merupakan tahap pendeteksian oleh array sensor
untuk mendeteksi gas yang dimasukan kedalam chamber. Sinyal-sinyal yang
didapatkan dari sensor diporses oleh arduino dan dikirimkan ke PC menggunakan
komunikasi serial. Sinyal-sinyal tersebut kemudian disimpan kedalam ekstensi
dengan format “*.mat”.
Tahap pemrosesan sinyal masukan sensor array merupakan proses konversi sinyal-
sinyal analog yang dikirim oleh sensor array ke arduino kedalam bentuk data-data
digital. Konversi analog ke digital menggunakan ADC (Analog to Digital
48
Converter) pada arduino. Hal ini dilakukan karena sinyal-sinyal yang dikirim oleh
sensor masih berbentuk sinyal analog.
Tahap plot grafik sinyal masukan sensor array merupakan proses plotting data yang
diberikan oleh kelima sensor array. Plotting dilakukan secara real time sehingga
proses pengambilan data dapat langsung diamati. Untuk menampilkan grafik secara
real time digunakan software Matlab Graphic user interface (GUI) sebagai
interface. Gambar 3.8 merupakan grafik respon sensor array.
Gambar 3.8 Grafik respon sensor array
Tahap klasifikasi sinyal masukan sensor array dengan JST Back propagagtion
merupakan proses pengklasifikasian sinyal sensor array yang didapatkan. Proses
ini juga dilakukan untuk melatih JST agar dapat membedakan penderita penyakit
diabetes militus dan orang normal sehat.
Tahap Hasil klasifikasi sinyal masukan sensor array akan menampilkan hasil dari
proses klasifikasi sinyal masukan sensor array. Hasil yang ditampilkan berupa
apakah gas yang dianalisa tergolong gas yang dimiliki penderita penyakit diabetes
militus atau tidak. Selain itu ditampilkan juga persentase kemiripan gas yang
dianalisa serta nilai error.
0
20
40
60
80
100
0 1 2 3 4 5
ppm
detik
MQ-3
TGS-822
TGS-2611
TGS-2600
TGS-2602
49
4. Pengujian sistem e-nose
Pengujian sistem e-nose ini dilakukan untuk mengetahui jaringan syaraf tiruan
dapat mengenali profil gas dengan baik. Pengujian dari sistem jaringan syaraf
tiruan, yaitu dengan memberikan gas ekspirasi pernapasan pasien penderita
penyakit diabetes militus dan orang normal yang digunakan sebagai data latih dan
gas ekspirasi pernapasan relawan yang digunakan sebagai sampel pada penelitian
ini. Digunakan juga alat pengukur kardar gula darah konvensional yang
menggunakan teknik invasive sebagai kalibrator. Berikut ini merupakan tabel data
hasil pengujian sistem e-nose.
Tabel 3.4 Data uji sistem e-nose
No Relawan Sampel uji
ke
Dikenali sebagai
DM N
1 A
1
2
3
2 B
1
2
3
… …
1
2
3
10 J
1
2
3
DM : Diabetes Militus
N : Normal
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut
1. Rancang bangun sistem e-nose menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan
metode back propagation telah mampu mendeteksi gas VOC pada pernapasan
manusia.
2. Rancang bangun sistem e-nose menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan
metode back propagation mampu mendeteksi gas aseton dan etanol dengan
error pelatihan JST sebesar 2,649%, sedangkan nilai standar deviasi sebesar
12,952 ppm dan nilai ketidakpastian relatifnya sebesar 18,166%.
3. Rancang bangun sistem e-nose menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan
metode back propagation mampu membedakan penderita penyakit diabetes
dan orang normal dengan error pelatihan JST sebesar 4,713%, sedangkan nilai
standar deviasi sebesar 22,385 ppm dan nilai ketidakpastian relatifnya sebesar
13,151%.
51
5.2. Saran
Saran dari penelitian yang dapat dilakukan untuk perkembangan riset selanjutnya
adalah sebagai berikut:
1. Mengkombinasikan fungsi aktivasi yang digunakan JST untuk mengurangi
overfitting terhadap data latih.
2. Menggunakan sensor yang lebih selektif terhadap gas aseton dan etanol untuk
meningkatkan sensitifitas e-nose.
3. Memperbanyak sampel data latih untuk meningkatkan performa JST dalam
membedakan pasien penderita penyakit diabetes dan orang normal.
DAFTAR PUSTAKA
Aleixandre, M., Santos, J. P., Sayago, I., Cabellos, J. M., Arroyo, T. and Horrillo,
M. C. 2015. A wireless and portable electronic nose to differentiate musts of
different ripeness degree and grape varieties, Sensors, 15(4), pp. 8429–8443.
Arshak, K., Moore, E., Lyons, G. M., Harris, J. and Clifford, S. 2004. A review of
gas sensors employed in electronic nose applications, Sensor Review, 24(2),
pp. 181–198.
Chang, P. and Shih, J. 2002. The Application of Back Propagation Neural
Network of Multi-channel Piezoelectric Quartz Crystal Sensor for Mixed
Organic Vapours, Journal of Science and Engineering, 5(4), pp. 209–217.
Chiu, S. W. and Tang, K. T. 2013. Towards a chemiresistive sensor-integrated
electronic nose: A review, Sensors, 13(10), pp. 14214–14247.
Cho, N. H., Whiting, D., Guariguata, L., Montoya, P. A., Nita Forouhi, I. H., Li,
R., Majeed, A., Mbanya, J. claude, Motala, A., Narayan, k. M. V.,
Ramachandran, A., Rathmann, W., Roglic, G., Shaw, J., Silink, M.,
Williams, D. R. R. and Zhang, P. 2013. IDF DIABETES ATLAS. Sixth edit.
Brussels: International Diabetes Federation.
Datasheet. 2013a. Product Information Technical MQ-3 GAS SENSOR. Available
at: https://www.sparkfun.com/datasheets/Sensors/MQ-3.pdf (Accessed: 31
March 2019).
Datasheet. 2013b. Product Information Tgs 2600 - For The Detection Of Air
Contaminants. Available at:
https://www.figaro.co.jp/en/product/docs/tgs2600_product_information_rev0
2.pdf (Accessed: 2 February 2019).
Datasheet. 2013c. Product Information TGS 2602 - for the detection of Air
Contaminants. Available at:
http://www.figarosensor.com/product/docs/TGS2602-B00 (0615).pdf
(Accessed: 2 February 2019).
Datasheet. 2013d. Product Information Tgs 2611 - For The Detection Of Methane
Basic Measuring Circuit. Available at:
http://www.meditronik.com.pl/doc/b0-b9999/tgs2611.pdf (Accessed: 2
February 2019).
53
Datasheet. 2013e. Product Information Tgs 822 - For The Detection Of Organic
Solvent Vapors Sensitivity Characteristics. Available at:
http://www.eit.lth.se/fileadmin/eit/courses/edi021/datablad/Sensors/tgs822.p
df (Accessed: 2 February 2019).
Desiani, A. and Arhami, M. 2006. Konsep Kecerdasan Buatan. Yogyakarta:
ANDI.
Dragonieri, S., Brinkman, P., Mouw, E., Zwinderman, A. H., Carratú, P., Resta,
O., Sterk, P. J. and Jonkers, R. E. 2013. An electronic nose discriminates
exhaled breath of patients with untreated pulmonary sarcoidosis from
controls, Respiratory Medicine, 107(7), pp. 1073–1078.
Fine, G. F., Cavanagh, L. M., Afonja, A. and Binions, R. 2010. Metal Oxide
Semi-Conductor Gas Sensors in Environmental Monitoring, Sensors, 10(6),
pp. 5469–5502.
Franke, M. E., Koplin, T. J. and Simon, U. 2006. reviews Metal and Metal Oxide
Nanoparticles in Chemiresistors : Does the Nanoscale Matter ?,
Nanoparticles in Sensor Technology Accordingly, 2(1), pp. 36–50.
Galassetti, P. R., Novak., B., Nemet., D., Rose-gottron, C., Cooper, D. M.,
Meinardi, S., Newcomb, R., Zaldivar, F. and Blake, D. R. 2005. Breath
Ethanol and Acetone as Indicators of Serum Glucose Levels: An Initial
Report, Diabetes Technology & Therapeutics, 7(1), pp. 115–123.
Handayani, J. 2005. Pemeriksaan Komposisi Saliva Pada Penderita Diabetes
Mellitus, Skripsi. Universitas Sumatra Utara.
Hidayanto, E., Sutanto, H. and Arifin, Z. 2015. Design of Non-Invasive
Glucometer using Microcontroller, Jurnal Sains dan Matematika, 23(3), pp.
78–83.
Ifadah, A. 2011. Analisi Metode Principal Component Analysis (Komponen
Utama) dan Regresi Ridge Dalam Mengatasi Dampak Multikolinearitas
Dalam Analisis Regresi Linear Berganda, Skripsi. Universitas Negeri
Semarang.
Irawan, F. A. 2012. Buku Pintar Pemrograman Matlab. Yogyakarta: Mediakom.
Kanan, S. M., El-kadri, O. M., Abu-yousef, I. A. and Kanan, M. C. 2009.
Semiconducting Metal Oxide Based Sensors for Selective Gas Pollutant
Detection, Sensors, pp. 8158–8196.
Kemenkes RI. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes, Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Kustian, N. 2016. Principal Component Analysis Untuk Sistem Pengenalan Wajah
Dengan Menggunakan Metode Eigenface, Jurnal String, 1(2), pp. 193–202.
54
Lazar, Z., Fens, N., van der Maten, J., van der Schee, M. P., Wagener, A. H., de
Nijs, S. B., Dijkers, E. and Sterk, P. J. 2010. Electronic nose breathprints are
independent of acute changes in airway caliber in asthma, Sensors, 10(10),
pp. 9127–9138.
Macías, M. M., Agudo, J. E., Manso, A. G., Orellana, C. J. G., Velasco, H. M. G.
and Caballero, R. G. 2014. Improving short term instability for quantitative
analyses with portable electronic noses, Sensors, 14(6), pp. 10514–10526.
Maryono. 2012. VOC (Volatile Organic Compound). Available at:
http://jualcatonline.blogspot.co.id/2010/12/apa-itu-voc-volatile-organic-
compound.html (Accessed: 1 September 2017).
Mitrayana, Wasono, M. A. J. and Ikhsan, M. R. 2014. Pengukuran Konsentrasi
Gas Aseton (C3H6O) dari Gas Hembus Relawan Berpotensi Penyakit
Diabetes Mellitus dengan Metode Spektroskopi Fotoakustik Laser, Jurnal
Fisika Indonesia, 18, pp. 31–41.
Muttaqin, A., Marsaini, T., Unand, K. and Manis, L. 2012. Penentuan Kadar Gula
Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus (DM) Melalui Uji Spektroskopi
Aseton Dalam Air Liur, Jurnal Ilmu Fisika, 4(1), pp. 8–13.
Nurraharjo, E. 2015. Implementasi Pemrograman Interfacing MATLAB-Arduino,
Jurnal Teknologi Informasi Dinamika, 20(2), pp. 100–105.
Ophardt and Charles E. 2003. Diabetes - Errors of Metabolism, Virtual
Chembook. Available at:
http://chemistry.elmhurst.edu/vchembook/624diabetes.html (Accessed: 29
January 2018).
Ping, W., Yi, T., Haibao, X. and Farong, S. 1997. A novel method for diabetes
diagnosis based on electronic nose1Paper presented at Biosensors ’96,
Bangkock, May 1996.1, Biosensors and Bioelectronics, 12(9–10), pp. 1031–
1036.
Prasetyo, E. 2012. Data Mining: Konsep dan Aplikasi menggunakan MATLAB.
Yogyakarta: ANDI.
Reddy, G., Altaf, M., Naveena, B. J., Venkateshwar, M. and Kumar, E. V. 2008.
Amylolytic bacterial lactic acid fermentation - A review, Biotechnology
Advances, 26(1), pp. 22–34.
Rene, E. R., López, M. E., Kim, J. H. and Park, H. S. 2013. Back Propagation
Neural Network Model for Predicting the Performance of Immobilized Cell
Biofilters Handling Gas-Phase Hydrogen Sulphide and Ammonia, BioMed
Research International, 2013(463401), p. 9.
Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanto, A., Soewondo, P., Suastika, K., Manaf,
A., Sanusi, H., Lindarto, D., Shahab, A., Pramono, B., Langi, Y. A.,
Purnamasari, D., Soetedjo, N. N., Saraswati, M. R., Dwipayana, M. P.,
55
Yuwono, A., Sasiarini, L., Sugiarto, Sucipto, K. W. and Zufry, H. 2015.
Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2015, Perkeni. Jakarta.
Sun, Y. F., Liu, S. B., Meng, F. L., Liu, J. Y., Jin, Z., Kong, L. T. and Liu, J. H.
2012. Metal Oxide Nanostructures and Their Gas Sensing Properties: A
Review, Sensors, 12(12), pp. 2610–2631.
Supardi, Y. 2012. Sistem Operasi Andal Android. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Tabachnick, B. G. and Fidell, L. S. 2013. Using Multivariate Statistics. 6th edn.
New Jersey: Pearson Education.
Tang, K. T., Lin, Y. S. and Shyu, J. M. 2010. A local weighted nearest neighbor
algorithm and a weighted and constrained least-squared method for mixed
odor analysis by electronic nose systems, Sensors, 10(11), pp. 10467–10483.
Vaishanv, V. S., Patel, P. D. and Patel, N. G. 2006. Materials and Manufacturing
Processes Indium Tin Oxide Thin-Film Sensor for Detection of Volatile
Organic Compounds (VOCs) Indium Tin Oxide Thin-Film Sensor for
Detection of Volatile Organic Compounds (VOCs), Materials and
Manufacturing Processes, 21, pp. 257–261.
Wilson, A. D. and Baietto, M. 2011. Advances in electronic-nose technologies
developed for biomedical applications, Sensors, 11(1), pp. 1105–1176.
Yadav, L. and Manjhi, J. 2014. Non Inavsive biosensor for diabetes monitoring,
Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 7(2), pp. 206–211.
Yahya, K. and Melita, Y. 2011. Aplikasi Kompresi Citra Digital Menggunakan
Teknik Kompresi Jpeg dengan Fungsi GUI pada Matlab, Jurnal Teknika,
3(2), pp. 269–278.
Yuliza, A. 2016. Perancangan Lampu Taman Solarcell Otomatis Untuk
Menggunakan Microcontroller Arduino Uno, Jurnal Tekologi Elekro, 7(1),
pp. 37–44.
Yusuf, N., Zakaria, A., Omar, M. I., Shakaff, A. Y. M., Masnan, M. J.,
Kamarudin, L. M., Abdul Rahim, N., Zakaria, N. Z. I., Abdullah, A. A.,
Othman, A. and Yasin, M. S. 2015. In-vitro diagnosis of single and poly
microbial species targeted for diabetic foot infection using e-nose
technology, BMC Bioinformatics, 16(1), p. 158.