29
BAGIAN RADIOLOGI REFARAT FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2012 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR BRONKIEKTASIS Oleh : Tiara Qalbu Dhuafa 10542 0054 08 Pembimbing dr. Iskandar Mas’oud, Sp.Rad Penguji dr.Iriani Sp.Rad DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

radio1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: radio1

BAGIAN RADIOLOGI REFARATFAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2012UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

BRONKIEKTASIS

Oleh :

Tiara Qalbu Dhuafa

10542 0054 08

Pembimbing

dr. Iskandar Mas’oud, Sp.Rad

Penguji

dr.Iriani Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2012

HALAMAN PENGESAHAN

Page 2: radio1

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : TIARA QALBU DHUAFA

Stambuk : 10542 0054 08

Judul Refarat : “BRONKIEKTASIS”

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraaan klinik pada bagian radiologi

Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar

Makassar, Juli 2012

Penguji, Pembimbing,

(dr.Iriani Sp.Rad) (dr. Iskandar Mas’oud Sp.Rad)

Page 3: radio1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................ iii

I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1

II. INSIDENS.............................................................................................. 2

III. EPIDEMIOLOGI................................................................................... 14

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI............................................................... 45

V. PATOFISIOLOGI................................................................................... 70

VI. PEMBAHASAN.................................................................................... 108

VII. DIAGNOSIS......................................................................................... 119

VIII. PENUTUP........................................................................................... 122

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

LAMPIRAN REFERENSI

Page 4: radio1

I. PENDAHULUAN

Bronkiektasis merupakan pelebaran dan distorsi bronkus ukuran diameter jalan

nafas > 2 mm) yang bersifat permanen dan irreversibel. Dilatasi sering

berhubungan dengan pneumonia akut dan dengan beberapa tipe atelektasis, tetapi

pada pneumonia atau atelektasis, dilatasi akan sembuh sendiri (90 % dalam 3

bulan). Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui

berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding

bronchial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu system

pertahanannya. Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu

atau dua tempat. Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada

bronkus yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada

dibawahnya sering membentuk jaringan parut dan menyempit. Kadang- kadang

bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti yang terjadi pada

aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatukradaan yang disebabkan oleh adanya

respon imunogis terhadap jamur Aspergillus).

Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang

ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan.

Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel –

sel yang melindungi saluran pernafasan dan paru – paru dari zat – zat yang

berbahaya. Sel –sel terdiri dari :

- Sel penghasil lendir

Page 5: radio1

- Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel –

partikel dan lender ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan.

- Sel – sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan system pertahanan tubuh

melawan organisme dan zat –zat yang berbahaya lainnya.

Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastik, otot dan lapisan kartilago

(tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan

sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi

zat makanan dan system pertahanan untuk dinding bronkus.

Pada bronkiektasis, daerah dinding bronkus rusak dan mengalami peradangan

kronis, dimana sel bersilia rusak dan pembentukan lendir meningkat. Ketegangan

dinding bronkus yang normal juga hilang. Area yang terkena menjadi lebar dan

lemas dan membentuk kantung yang menyerupai balon kecil. Penambahan lendir

mnyebabkan kuman berkembang biak, yang sering menyumbat bronkus dan

memicu penumpukan sekresi yang terinfksi dan kemudian merusak dinding

bronkus. Peradangan dan peningkatan pembuluh darah pada dinding bronkus juga

dapat menyebabkan batuk darah. Penyumbatan pada saluran pernafasan yang rusak

dapat menyebabkan rendahnya kadar oksigen dalam darah.

II. INSIDENS

Angka kejadian yang sebenarnya dari bronktasis tidak diketahui pasti. Di negara –

negara Barat, insidens bronkiektasis diperkiraan sebanyak 1,3% diantara populasi.

Insidens bronkiektais cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan

Page 6: radio1

antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh

kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.

Di indonesia belum ada laporan tentang angka – angka yang pasti mengenai

penyakit ini. Kenyataanya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik dan

diderita oleh laki – laki maupun perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai

sejak anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital.

III. EPIDEMIOLOGI

Bronkiektasis merupakan penyebab utama kematian pada Negara yang kurang

berkembang. Terutama pada negara yang sarana medis dan terapi antibiotika

terbatas. Sedangkan di negara- negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami

penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Bronkiektasis umumnya terjadi

pada penderita dengan umur rata- rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60 – 80

tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada bronkiektasis adalah karena gagal

napas. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki – laki, dan yang bukan

perokok. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan

sosioekonomi yang rendah.

Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo pada tahun 1990

menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain

didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1,01%) pasien rawat inap.

IV. PATOLOGI

- Gambaran Makroskopis :

Page 7: radio1

Makroskopis paru bronkiektasis tampak dilatasi permanen dari jalan nafas

subsegmental yang mengalami inflamasi, berliku – liku, dan sebagian atau

seluruhnya dipenuhi mukus. Proses ini meliputi bronkiolus, dan bagian akhir

jalan nafas yang ditandai dengan fibrosis jalan nafas kecil. Pada apergilosis

bronkopulmonary alergika, perubahan umumnya terjadi pada jalan nafas yang

proksimal. Bronkiektasis yang disebabkan oleh kistik fibrosis umumna lebih

pada lobus superior.

Klasifikasi menurut Reid (atas dasar hubungan patologi dan bronkografi):

1. Bronkiektasis Silindris, meliputi edema mukosa yang difus, bronkus tampak

seperti bentukan pipa berdilatasi, jalan nafas yang lebih kecil dipenuhi oleh

mukus.

2. Bronkiektasis varicose, merupakan bentukan intermediate, bronkus

mempunyai gambaran yang irregular atau bentukan manik – manik yang

berdilatasi menyerupai varises vena.

3. Bronkiektasis sakuler atau kistik, bronkus mengalami ulserasi dengan

neovaskularisasi bronkus sehingga bronkus tampak seperti gambaran balon,

yang kadang – kadang ada gambaran udara.

- Gambaran Mikroskopis

Seluruh lapangan pandang tampak inflamasi kronik pada dinding bronkus

dengan sel inflamasi dan mukus di dalam lumen. Terdapat destruksi pada

lapisan elastin pada dinding bronkus dengan fibrosis. Netrofil merupakan

Page 8: radio1

populasi sel terbanyak dalam lumen bronkus, sedangkan sel yang terbanyak

pada dinding bronkus adalah mononuclear.

V. PATOGENESIS

Belum diketahui secara sempurna, tetapi nampaknya yang menjadi penyebab utama

adalah keradangan dengan destruksi otot, jaringan elastik dan tulang rawan dinding

bronkus, oleh mukopus yang terinfeksi yang kontak lama dan erat dengan dinding

bronkus. Mukopus mengandung produk – produk neutrofil yang bias merusak

jaringan paru (protease serin, elastase, kolagenase), oksida nitrit, sitokin inflamasi

(IL8) dan substansi yang menghambat gerakan silia dan mucociliary clearance.

Terjadi mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi mekanik bronkus yang telah lunak

oleh pengaruh proteolitik. Inflammatory insult yang pertama akan diikuti oleh

kolonisasi bakteri yang akan menyebabkan kerusakan bronkus lebih lanjut dan

predisposisi untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang tidak terputus.

Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan paru sekitarnya

menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah sehingga terjadi distorsi.

Distensi juga bisa diperberat oleh atelektasis paru sekitar bronkus yang menyebabkan

bronkus mendapatkan tekanan intratorakal yang lebih besar.

Berdasarkan perubahan patologi di bronkus, bronkiektasis dibagi menjadi :

1. Bronkiektasis fokal, meliputi satu lobus, segmen, atau subsgmen dari paru.

Page 9: radio1

2. Bronkiektasis difus, meliputi kedua paru

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI

VI. DIAGNOSIS

1. GAMBARAN KLINIS

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas

dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi

lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum,

adanya hemoptisis dan pneumonia berulang, gejala dan tanda klinis tersebut dapat

demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala

pada penyakit yang ringan.

Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan

gejala :

- Batuk

Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif

berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik

(bronchitic- like symptoms), jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya

banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun

dari tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila

terjadi infeksi sekunder sputum purulen, dapat memberikan bau mulut yang

tidak sedap (fetor ex ore). Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob,

akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan,

pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder.

- Hemoptisis

Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira- kira pada 50% kasus bronkiektasis.

Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai

pembuluh darah (pecah) dan timbuk perdarahan. Perdarahan yang terjadi

bervariasi, mulai yang paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang

Page 10: radio1

cukup banyak (masif) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat

atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (daerah berasal

dari peredaran darah sistematik).

Pada dry bronchiectasis (bronkiektasis kering), hemoptisis justru merupakan

gejala satu – satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru,

drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan

refleks batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal.

- Sesak napas (Dispnea)

Pada sebagian besar pasien (50%) ditemukan keluhan sesak napas. Timbul dan

beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronik yang

terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolap paru dan detruksi jaringan paru yang

terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan

fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas tadi. Kadang –

kadang ditemukan pula suara mengi (wheezing) dapat lokal atau tersebar

tergantung pada distribusi kelainannya.

- Demam berulang

Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami

infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul

demam (demam berulang).

Page 11: radio1

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan

bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini

berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai

akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung

alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm.

bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos

sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini

disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke

tempat pertukaran gas terjadi.

Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru –

paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus

alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki

diameter 0,5 sampai 1 cm. terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea

sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di

dekatnya

Page 12: radio1

VII. DIAGNOSIS

1. GAMBARAN KLINIS

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas

dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi

lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum,

adanya hemoptisis dan pneumonia berulang, gejala dan tanda klinis tersebut dapat

demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala

pada penyakit yang ringan.

Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan

gejala :

- Batuk

Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif

berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik

(bronchitic- like symptoms), jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya

banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun

dari tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila

terjadi infeksi sekunder sputum purulen, dapat memberikan bau mulut yang

tidak sedap (fetor ex ore). Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob,

akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan,

pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder.

- Hemoptisis

Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira- kira pada 50% kasus bronkiektasis.

Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai

pembuluh darah (pecah) dan timbuk perdarahan. Perdarahan yang terjadi

bervariasi, mulai yang paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang

cukup banyak (masif) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat

Page 13: radio1

atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (daerah berasal

dari peredaran darah sistematik).

Pada dry bronchiectasis (bronkiektasis kering), hemoptisis justru merupakan

gejala satu – satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru,

drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan

refleks batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal.

- Sesak napas (Dispnea)

Pada sebagian besar pasien (50%) ditemukan keluhan sesak napas. Timbul dan

beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronik yang

terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolap paru dan detruksi jaringan paru yang

terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan

fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas tadi. Kadang –

kadang ditemukan pula suara mengi (wheezing) dapat lokal atau tersebar

tergantung pada distribusi kelainannya.

- Demam berulang

Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami

infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul

demam (demam berulang).

2. GAMBARAN RADIOLOGI

1. Foto Thorax

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan

gambaran seperti dibawah ini :

Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1

cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran

Page 14: radio1

‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut

menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus.

Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat

terdiri atas dua garis parallel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah

Page 15: radio1

berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah

parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada

daerah parahilus.

Tubular shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm.

gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. gambaran

ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis.

Glove finger shadow

Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari –

jari pada sarung tangan.

- Bronkografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke

dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, lateral dan Oblik).

Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat

menentukan bentuk – bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk

silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis.

Page 16: radio1

Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang

akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru

yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat.

Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena

prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan

gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media.

- CT- Scan Thorax

CT- Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk

mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan

melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos

thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan

spesivitas sebesar 93%.

CT- Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan

dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang

terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.

Page 17: radio1

DIAGNOSIS BANDING

Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau berhadapan

dengan bronkiektasis :

Bronkitis kronis.

Tuberkulosis paru.

Abses Paru.

Fistula bronkopleural dengan empiema.

Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya : karsinoma paru,

adenoma paru,dan sebagainya.

KOMPLIKASI

Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara

lain ;

Bronkitis kronik

Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering

mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada

Page 18: radio1

saluran napas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka yang

drainage sputumnya kurang baik.

Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya

pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang

terkena.

Efusi pleura atau empisema (jarang).

Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman

penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab

kematian.

Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena

(arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronkialis) atau anastomosis

pembulug darah. Komplikasi hemoptisis hebat dan tidak terkendali

merupakan tindakan bedah gawat darurat (indikasi pembedahan).sering

pula hemoptisis masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab

kematian utama pasien bronkiektasis.

Sinusitis. Keadaaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari

komplikasi bronkiektasis pada saluran napas.

Kor pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien

bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru.

Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang – cabang arteri dan vena

pulmonalis pada dinding bronkus (bronkiektasis), akan terjadi arterio –

venous shunt, terjadi gangguan oksigenase darah, timbul sianosis sentral,

selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi

hipertensi pulmonal, kor pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi

gagal jantung kanan.

Kegagalan pernapasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul

pada pasien bronkiektasis yang berat dan luas.

Page 19: radio1

Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai

komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami

komplikasi amiloidosis sering ditemukan pembesaran hati dan limpa

serta proteinuria.

PENCEGAHAN

Timbulnya bonkiektasis sebenarnya dapat dicegah, kecuali pada bentuk kongenital

tidak dapat dicegah. Tercatat beberapa usaha untuk pencegahan terjadinya

bronkiektasis, antara lain :

Pengobatan dengan antibiotik atau cara – cara lain secara tepat terhadap

semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak, akan dapat mencegah

(mengurangi) timbulnya bronkiektasis.

Tindakan vaksinasi terhadap pertusis dan lain – lain (influenza, pneumonia)

pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya

bronkiektasis.

Higiene saluran napas : udara pernapasan bebas polusi termasuk rokok.

PROGNOSIS

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya serta luasnya

penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat

(konservatif ataupun pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.

Pada kasus – kasus yang berat dan tidak diobati prognosisnya jelek, survivalnya tidak

akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia,

empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain – lain. Pada kasus – kasus tanpa

komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya yang ringan.

Page 20: radio1

DAFTAR PUSTAKA

1) Emmons EE. Bronchiectasiss. www.medicine .com. last update 2007.

2) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi kelima. Balai Penerbit

FKUI.Jakarta.2009. Hal 2297-2304

3) Bronkiektasis. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Editor : Alsagaf H, Mukty

A. Airlangga University Press.Surabaya. 2009 .Hal 256-261