Upload
muchaa-muzdalifah
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAGIAN RADIOLOGI REFARATFAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2012UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
BRONKIEKTASIS
Oleh :
Tiara Qalbu Dhuafa
10542 0054 08
Pembimbing
dr. Iskandar Mas’oud, Sp.Rad
Penguji
dr.Iriani Sp.Rad
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :
Nama : TIARA QALBU DHUAFA
Stambuk : 10542 0054 08
Judul Refarat : “BRONKIEKTASIS”
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraaan klinik pada bagian radiologi
Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar
Makassar, Juli 2012
Penguji, Pembimbing,
(dr.Iriani Sp.Rad) (dr. Iskandar Mas’oud Sp.Rad)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
II. INSIDENS.............................................................................................. 2
III. EPIDEMIOLOGI................................................................................... 14
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI............................................................... 45
V. PATOFISIOLOGI................................................................................... 70
VI. PEMBAHASAN.................................................................................... 108
VII. DIAGNOSIS......................................................................................... 119
VIII. PENUTUP........................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
LAMPIRAN REFERENSI
I. PENDAHULUAN
Bronkiektasis merupakan pelebaran dan distorsi bronkus ukuran diameter jalan
nafas > 2 mm) yang bersifat permanen dan irreversibel. Dilatasi sering
berhubungan dengan pneumonia akut dan dengan beberapa tipe atelektasis, tetapi
pada pneumonia atau atelektasis, dilatasi akan sembuh sendiri (90 % dalam 3
bulan). Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui
berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding
bronchial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu system
pertahanannya. Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu
atau dua tempat. Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada
bronkus yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada
dibawahnya sering membentuk jaringan parut dan menyempit. Kadang- kadang
bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti yang terjadi pada
aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatukradaan yang disebabkan oleh adanya
respon imunogis terhadap jamur Aspergillus).
Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang
ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan.
Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel –
sel yang melindungi saluran pernafasan dan paru – paru dari zat – zat yang
berbahaya. Sel –sel terdiri dari :
- Sel penghasil lendir
- Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel –
partikel dan lender ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan.
- Sel – sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan system pertahanan tubuh
melawan organisme dan zat –zat yang berbahaya lainnya.
Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastik, otot dan lapisan kartilago
(tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan
sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi
zat makanan dan system pertahanan untuk dinding bronkus.
Pada bronkiektasis, daerah dinding bronkus rusak dan mengalami peradangan
kronis, dimana sel bersilia rusak dan pembentukan lendir meningkat. Ketegangan
dinding bronkus yang normal juga hilang. Area yang terkena menjadi lebar dan
lemas dan membentuk kantung yang menyerupai balon kecil. Penambahan lendir
mnyebabkan kuman berkembang biak, yang sering menyumbat bronkus dan
memicu penumpukan sekresi yang terinfksi dan kemudian merusak dinding
bronkus. Peradangan dan peningkatan pembuluh darah pada dinding bronkus juga
dapat menyebabkan batuk darah. Penyumbatan pada saluran pernafasan yang rusak
dapat menyebabkan rendahnya kadar oksigen dalam darah.
II. INSIDENS
Angka kejadian yang sebenarnya dari bronktasis tidak diketahui pasti. Di negara –
negara Barat, insidens bronkiektasis diperkiraan sebanyak 1,3% diantara populasi.
Insidens bronkiektais cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan
antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh
kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.
Di indonesia belum ada laporan tentang angka – angka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataanya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik dan
diderita oleh laki – laki maupun perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai
sejak anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital.
III. EPIDEMIOLOGI
Bronkiektasis merupakan penyebab utama kematian pada Negara yang kurang
berkembang. Terutama pada negara yang sarana medis dan terapi antibiotika
terbatas. Sedangkan di negara- negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami
penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Bronkiektasis umumnya terjadi
pada penderita dengan umur rata- rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60 – 80
tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada bronkiektasis adalah karena gagal
napas. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki – laki, dan yang bukan
perokok. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan
sosioekonomi yang rendah.
Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo pada tahun 1990
menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain
didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1,01%) pasien rawat inap.
IV. PATOLOGI
- Gambaran Makroskopis :
Makroskopis paru bronkiektasis tampak dilatasi permanen dari jalan nafas
subsegmental yang mengalami inflamasi, berliku – liku, dan sebagian atau
seluruhnya dipenuhi mukus. Proses ini meliputi bronkiolus, dan bagian akhir
jalan nafas yang ditandai dengan fibrosis jalan nafas kecil. Pada apergilosis
bronkopulmonary alergika, perubahan umumnya terjadi pada jalan nafas yang
proksimal. Bronkiektasis yang disebabkan oleh kistik fibrosis umumna lebih
pada lobus superior.
Klasifikasi menurut Reid (atas dasar hubungan patologi dan bronkografi):
1. Bronkiektasis Silindris, meliputi edema mukosa yang difus, bronkus tampak
seperti bentukan pipa berdilatasi, jalan nafas yang lebih kecil dipenuhi oleh
mukus.
2. Bronkiektasis varicose, merupakan bentukan intermediate, bronkus
mempunyai gambaran yang irregular atau bentukan manik – manik yang
berdilatasi menyerupai varises vena.
3. Bronkiektasis sakuler atau kistik, bronkus mengalami ulserasi dengan
neovaskularisasi bronkus sehingga bronkus tampak seperti gambaran balon,
yang kadang – kadang ada gambaran udara.
- Gambaran Mikroskopis
Seluruh lapangan pandang tampak inflamasi kronik pada dinding bronkus
dengan sel inflamasi dan mukus di dalam lumen. Terdapat destruksi pada
lapisan elastin pada dinding bronkus dengan fibrosis. Netrofil merupakan
populasi sel terbanyak dalam lumen bronkus, sedangkan sel yang terbanyak
pada dinding bronkus adalah mononuclear.
V. PATOGENESIS
Belum diketahui secara sempurna, tetapi nampaknya yang menjadi penyebab utama
adalah keradangan dengan destruksi otot, jaringan elastik dan tulang rawan dinding
bronkus, oleh mukopus yang terinfeksi yang kontak lama dan erat dengan dinding
bronkus. Mukopus mengandung produk – produk neutrofil yang bias merusak
jaringan paru (protease serin, elastase, kolagenase), oksida nitrit, sitokin inflamasi
(IL8) dan substansi yang menghambat gerakan silia dan mucociliary clearance.
Terjadi mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi mekanik bronkus yang telah lunak
oleh pengaruh proteolitik. Inflammatory insult yang pertama akan diikuti oleh
kolonisasi bakteri yang akan menyebabkan kerusakan bronkus lebih lanjut dan
predisposisi untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang tidak terputus.
Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan paru sekitarnya
menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah sehingga terjadi distorsi.
Distensi juga bisa diperberat oleh atelektasis paru sekitar bronkus yang menyebabkan
bronkus mendapatkan tekanan intratorakal yang lebih besar.
Berdasarkan perubahan patologi di bronkus, bronkiektasis dibagi menjadi :
1. Bronkiektasis fokal, meliputi satu lobus, segmen, atau subsgmen dari paru.
2. Bronkiektasis difus, meliputi kedua paru
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI
VI. DIAGNOSIS
1. GAMBARAN KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi
lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum,
adanya hemoptisis dan pneumonia berulang, gejala dan tanda klinis tersebut dapat
demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala
pada penyakit yang ringan.
Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan
gejala :
- Batuk
Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik
(bronchitic- like symptoms), jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya
banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun
dari tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila
terjadi infeksi sekunder sputum purulen, dapat memberikan bau mulut yang
tidak sedap (fetor ex ore). Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob,
akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan,
pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder.
- Hemoptisis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira- kira pada 50% kasus bronkiektasis.
Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai
pembuluh darah (pecah) dan timbuk perdarahan. Perdarahan yang terjadi
bervariasi, mulai yang paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang
cukup banyak (masif) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat
atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (daerah berasal
dari peredaran darah sistematik).
Pada dry bronchiectasis (bronkiektasis kering), hemoptisis justru merupakan
gejala satu – satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru,
drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan
refleks batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal.
- Sesak napas (Dispnea)
Pada sebagian besar pasien (50%) ditemukan keluhan sesak napas. Timbul dan
beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronik yang
terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolap paru dan detruksi jaringan paru yang
terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan
fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas tadi. Kadang –
kadang ditemukan pula suara mengi (wheezing) dapat lokal atau tersebar
tergantung pada distribusi kelainannya.
- Demam berulang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami
infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul
demam (demam berulang).
Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm.
bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini
disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke
tempat pertukaran gas terjadi.
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru –
paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus
alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki
diameter 0,5 sampai 1 cm. terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea
sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di
dekatnya
VII. DIAGNOSIS
1. GAMBARAN KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi
lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum,
adanya hemoptisis dan pneumonia berulang, gejala dan tanda klinis tersebut dapat
demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala
pada penyakit yang ringan.
Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan
gejala :
- Batuk
Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik
(bronchitic- like symptoms), jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya
banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun
dari tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila
terjadi infeksi sekunder sputum purulen, dapat memberikan bau mulut yang
tidak sedap (fetor ex ore). Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob,
akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan,
pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder.
- Hemoptisis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira- kira pada 50% kasus bronkiektasis.
Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai
pembuluh darah (pecah) dan timbuk perdarahan. Perdarahan yang terjadi
bervariasi, mulai yang paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang
cukup banyak (masif) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat
atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (daerah berasal
dari peredaran darah sistematik).
Pada dry bronchiectasis (bronkiektasis kering), hemoptisis justru merupakan
gejala satu – satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru,
drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan
refleks batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal.
- Sesak napas (Dispnea)
Pada sebagian besar pasien (50%) ditemukan keluhan sesak napas. Timbul dan
beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronik yang
terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolap paru dan detruksi jaringan paru yang
terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan
fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas tadi. Kadang –
kadang ditemukan pula suara mengi (wheezing) dapat lokal atau tersebar
tergantung pada distribusi kelainannya.
- Demam berulang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami
infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul
demam (demam berulang).
2. GAMBARAN RADIOLOGI
1. Foto Thorax
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan
gambaran seperti dibawah ini :
Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1
cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran
‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut
menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus.
Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat
terdiri atas dua garis parallel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah
berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah
parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada
daerah parahilus.
Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm.
gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. gambaran
ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis.
Glove finger shadow
Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari –
jari pada sarung tangan.
- Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke
dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, lateral dan Oblik).
Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat
menentukan bentuk – bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk
silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis.
Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang
akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru
yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat.
Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena
prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan
gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media.
- CT- Scan Thorax
CT- Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk
mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan
melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos
thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan
spesivitas sebesar 93%.
CT- Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan
dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang
terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau berhadapan
dengan bronkiektasis :
Bronkitis kronis.
Tuberkulosis paru.
Abses Paru.
Fistula bronkopleural dengan empiema.
Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya : karsinoma paru,
adenoma paru,dan sebagainya.
KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara
lain ;
Bronkitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering
mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada
saluran napas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka yang
drainage sputumnya kurang baik.
Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang
terkena.
Efusi pleura atau empisema (jarang).
Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman
penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab
kematian.
Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena
(arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronkialis) atau anastomosis
pembulug darah. Komplikasi hemoptisis hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan bedah gawat darurat (indikasi pembedahan).sering
pula hemoptisis masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab
kematian utama pasien bronkiektasis.
Sinusitis. Keadaaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari
komplikasi bronkiektasis pada saluran napas.
Kor pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien
bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru.
Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang – cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus (bronkiektasis), akan terjadi arterio –
venous shunt, terjadi gangguan oksigenase darah, timbul sianosis sentral,
selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi
gagal jantung kanan.
Kegagalan pernapasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul
pada pasien bronkiektasis yang berat dan luas.
Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi amiloidosis sering ditemukan pembesaran hati dan limpa
serta proteinuria.
PENCEGAHAN
Timbulnya bonkiektasis sebenarnya dapat dicegah, kecuali pada bentuk kongenital
tidak dapat dicegah. Tercatat beberapa usaha untuk pencegahan terjadinya
bronkiektasis, antara lain :
Pengobatan dengan antibiotik atau cara – cara lain secara tepat terhadap
semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak, akan dapat mencegah
(mengurangi) timbulnya bronkiektasis.
Tindakan vaksinasi terhadap pertusis dan lain – lain (influenza, pneumonia)
pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya
bronkiektasis.
Higiene saluran napas : udara pernapasan bebas polusi termasuk rokok.
PROGNOSIS
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya serta luasnya
penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat
(konservatif ataupun pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus – kasus yang berat dan tidak diobati prognosisnya jelek, survivalnya tidak
akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia,
empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain – lain. Pada kasus – kasus tanpa
komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya yang ringan.
DAFTAR PUSTAKA
1) Emmons EE. Bronchiectasiss. www.medicine .com. last update 2007.
2) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi kelima. Balai Penerbit
FKUI.Jakarta.2009. Hal 2297-2304
3) Bronkiektasis. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Editor : Alsagaf H, Mukty
A. Airlangga University Press.Surabaya. 2009 .Hal 256-261