Click here to load reader
Upload
hfadhila
View
662
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tugas P3D departemen Ilmu Kesehatan Anak
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan saraf pusat yang dapat
menyerang hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus
rabies.1 Penderita rabies sekali gejala klinis timbul biasanya diakhiri dengan
kematian. Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada
tahun 1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Penning tahun 1889 pada seekor
anjing dan oleh Eilerls de Zhaan tahun 1889 pada manusia. Semua kasus ini
terjadi di Propinsi Jawa Barat dan setelah itu rabies terus menyebar ke daerah
Indonesia lainnya.2
Sampai dengan tahun 2009, kasus rabies ditemukan di 24 provinsi di
Indonesia, dengan Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT, Lampung dan
Sumatera Barat merupakan daerah endemis tinggi. Hanya 9 provinsi yang masih
dinyatakan sebagai daerah bebas yaitu Provinsi Bangka Belitung, Kepulauan
Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, Papua dan
Papua Barat.3
1.2. Tujuan
1. Bagi pemakalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
penyakit rabies
2. Bagi pihak Rumah Sakit dalam menyusun program dan pencegahan
pemberantasan penyakit rabies
3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam mengambil kebijakan lebih lanjut
dalam pemberantasan penyakit rabies
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Rabies pada manusia merupakan penyakit radang susunan saraf pusat yang fatal.
Rabies ditularkan pada manusia melalui gigitan hewan yang mendertia rabies.
Rabies merupakan penyakit zoonosis yang terpenting di Indonesia.1,4
2.2. Epidemiologi
Rabies merupakan penyakit infeksi hewan berdarah panas yang hidup di seluruh
dunia.2 Di Amerika Serikat rabies terjadi pada musang, rakkon, serigala, dan
kelelawar. Di Asia dan Afrika masalah utamanya adalah anjing gila.1 Rabies
menyerang lebih dari 150 negara. Di dunia, 55000 orang meninggal setiap tahun
karena rabies. Empat puluh persen penderita rabies adalah anak berusia di bawah
15 tahun.5
Di Indonesia sampai dengan tahun 2009, kasus rabies ditemukan di 24
provinsi di Indonesia, dengan Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT,
Lampung dan Sumatera Barat merupakan daerah endemis tinggi. Hanya 9
provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas yaitu Provinsi Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa
Timur, NTB, Papua dan Papua Barat.3
Dikatakan, selama 3 tahun terakhir (2006-2008) di Departemen Kesehatan,
tercatat sebanyak 18.945 kasus gigitan hewan penular rabies, diantaranya 13.175
kasus mendapat Vaksin Anti Rabies dan 122 orang positif rabies (angka kematian
100%).3
Pada bulan November 2008, Provinsi Bali yang semula bebas rabies
dilaporkan terjadi kematian karena rabies di Kabupaten Badung. Kasus kemudian
menyebar ke kabupaten lainnya. Sampai dengan bulan Oktober 2009 telah
dilaporkan 10.911 kasus gigitan yang mendapat VAR dan sebanyak 15 orang
meninggal dengan gejala klinis rabies yang berasal dari kabupaten Badung dan
Tabanan.3
3
Dari hasil pemeriksaan laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar
ditemukan sebanyak 37 spesimen positif rabies yang berasal dari 6 kabupaten/kota
yaitu Badung, Tabanan, Denpasar, Gianyar, Karang Asem dan Bangli.3
2.3. Etiologi
Virus rabies termasuk famili rhabdovirus yang mempunyai diameter 80-180 nm.1,4
Virus ini dapat tahan pada suhu 40°C selama beberapa minggu, apabila keadaan
beku atau dalam keadaan tidak adanya karbondioksida.4
2.4. Gejala Klinis
2.4.1. Pada Binatang
Ensefalitis rabies pada binatang tergambar dari kelumpuhan atau perubahan sifat
dan garak-gerik hewan tersebut yang menjadi ganas. Infeksi yang tipikal ditandai
dengan perubahan tingkah laku tadi dan terjadinya perubahan klinis yang
berlangsung cepat sampai keadaan koma dan akhirnya timbul kematian.4
Masa prodormal ditandai dengan gejala yang tidak spesifik, seperti lemah
dan malas. Selanjutnya anjing, kucing, sapi atau kuda yang jinak menjadi ganas.
Pada rabies yang tenang anjing tampak senang bersembunyi di tempat yang gelap
dan dingin. Selain letargi, binatang dapat tanpak memperlihatkan kelumpuhan
yang berat dari otot tenggorok, hal ini yang menyebabkan terlihatnya binatang
tersebut mengeluarkan banyak air liur oleh karena kesulitan menelan. Kejang-
kejang berlangsung sangat singkat atau tidak terlihat sama sekali. Hidrofobia tidak
terlihat pada binatang.4
Rabies ganas mempunyai karakteristik dengan adanya perubahan sifat dan
gerak-gerik. Rangsang cahaya atau suara dapat memacunya untuk menyerang.
Hewan peliharaan yang biasanya jinak tiba-tiba berubah menjadi ganas, tidak mau
lagi mematuhi perintah pemilik, menyerang dan menggigit apa saja yang
dijumpai. Tingkah laku menggigit bisa timbul pula pada binatang yang biasanya
makan daun-daunan, seperti kuda, sapi, dan lain-lain. Suaranya menjadi parau,
4
anjing mudah terkejut, gugup, air liur banyak keluar, ekornya terkepit berada
diantara kedua paha.4
2.4.2. Pada Manusia
Masa inkubasi rabies pada beberapa kasus berlangsung sangat panjang sehingga
penyakit ini digolongkan ke dalam penyakit slow virus. Masa inkubasi 20 sampai
90 hari setelah digigit. Perbedaan masa inkubasi ini disebabkan oleh luas
persarafan yang berbeda-beda pada setiap bagian tubuh.4
Gejala awal rabies menyerupai infeksi virus sistemik lain, meliputi
demam, sakit kepala, malaise, dan gangguan saluran napas atas serta traktus
gastrointestinal.4,6 Gejala neurologis awal dapat berupa perubahan ringan
kepribadian dan kognisi, dan parestesi atau nyeri di dekat daerah gigitan.4,6 Gejala
prodormal umumnya berlangsung empat sampai sepuluh hari. Gejala dari fase
neurologis ini dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu mengamuk/furios (atau
ensefalitik) dan paralitik (atau dumb), kedua bentuk ini dapat terjadi baik pada
manusia maupun pada hewan.4,5
Pada rabies dengan bentuk mengamuk titik berat gejala terlihat pada rasa
ingin memberontak, hiperaktif, kelakuan liar, dan kemungkinan kaku kuduk.
Nyeri menelan dan suara serak terjadi karena spasme laring. Gejala yang
patognomonik ialah hidrofobia.4
Pasien dengan rabies paralitik, tidak mengalami hidrofobia, aerofobia,
hiperaktivitas, dan kejang. Gejala awal bentuk iniberupa ascending paralysis,
menyerupai polineuropati inflamasi akut (Sindrom Guillain-Barre), atau
kuadriparesis simetris. Gejala meningeal (sakit kepala, kekakuan leher) dapat
menonjol walapun kesadarannya normal.4
Pemeriksaan neurologik pada rabies tidaklah seragam. Meningismus
merupakan kelainan yang sering muncul. Gejala yang sering timbul biasanya
adalah gejala saraf kranial, terutama kelumpuhan otot palatum dan pita suara.
Suara menjadi serak. Refleks bervariasi dari hiperaktif sampai tidak ada dan dapat
pula timbul gejala involunter. 4
5
Cairan serebrospinal tampak abnormal pada sebagian kecil penderita. Bila
cairan serebrospinal abnormal menunjukkan pleositosis ringan, terutama
mononuklear.4
Fase neurologik akut berlangsung 2-10 hari, dengan kemungkinan terjadi
perburukan status mental ke dalam koma. Penderita biasa bertahan pada fase ini
selama 2 minggu, terutama pada rabies silent.4
2.5. Diagnosis
Apabila penderita punya riwayat digigit binatang, kesemutan pada daerah yang
digigit serta hidrofobia maka diagnosis klinis rabies tidak sukar untuk dibuat.
Rabies paralitik dapat salah didiagnosis dengan sindrom Guillane-Barre,
poliomielitis atau ensefalomielitis pasca vaksinasi rabies. Pemeriksaan neurologik
yang seksama dan analisis cairan serebrospinal akan membantu menyingkirkan
diagnosis ini. Spasme tetanus dapat membingungkan, tetapi trismus bukan gejala
dari rabies, selain itu hidrofobia bukan merupakan gejala tetanus. Botolimus dapat
pula menyebabkan paralisis, tetapi adanya perubahan hilangnya sensori akan
menyingkirkan rabies. Hasil analisis gas darah yang normal tanpa perubahan
tingkah laku mendukung diagnosis pseudorabies.4
Virus dapat ditemukan dengan uji antibodi flouresens pada sediaan apus
sel epitel kornea atau sayatan kulit pada batas rambut. Hasil uji yang positif
disebabkan oleh karena adanya virus yang bermigrasi ke bawah dari otak ke
susunan saraf, disebabkan kornea dan folikel rambut kaya akan persarafan.
Diagnostik serologik juga mungkin dilakukan apabila penderita hidup setelah
masa akut. Pada pasien yang tidak diberikan pengobatan pencegahan setelah
digigit, akan tampak kenaikan yang cepat titer virus neutralizing antibody yang
akan muncul 6 sampai 10 hari sesudah awitan gejala. Rabies dapat pula
didiagnosis pada penderita yang kebal terhadap rabies dan ditandai dengan adanya
kenaikan titer setelah awitan timbul dan diperkuat dengan kadar titer yang
nilainya >1: 5000, suatu nilai yang biasanya tidak dapat dicapai dengan tindakan
imunisasi. Kadar yang tinggi pada susunan saraf pusat karakteristik menunjukkan
perjalanan akhir ensefalitis rabies.4
6
Virus rabies dapat diisolasi pada hari keempat dan kedua puluh empat
setelah awitan penyakit. Virus dapat diisolasi pada beberapa kasus dari cairan
serebrospinal, jaringan otak dan sedimen urin pada 2 minggu pertama penyakit.
Diagnosis post mortem dapat ditegakkan dengan adanya inklusi sitoplasma pada
jaringan otak, tetapi penemuan ini kurang dari 80% kasus.4
2.6. Tatalaksana
Tindakan yang paling penting adalah pembersihan luka dari ludah yang
mengandung virus rabies. Luka harus dibersihkan dengan sabun dan air sedini
mungkin selama 5 sampai 10 menit, kemudian dikeringkan supaya bibit
penyakitnya mati. Luka yang sudah bersih dan kering diberi merkurokrom,
alkohol 40-70%, atau betadin. Kemudian penderita dirujuk/dikirim ke Puskesmas
atau ke Rumah Sakit terdekat untuk memperoleh pengobatan lanjutan.4,6
Apabila pembersihan ini menimbulkan rasa nyeri, dapat diberikan
anastesia lokal prokain terlebih dahulu. Luka gigitan tidak dibenarkan untuk
dijahit kecuali jahitan situasi. Bila memang dianggap perlu sekali jahit, maka
harus diberi serum anti rabies (SAR) yang disuntikkan secara infiltrasi sekitar
luka sebanyak mungkin dosis 40 IU/kgBB untuk serum heterolog, atau 20
IU/kgBB untuk serum homolog, sisanya disuntikkan secara intramuskular.4
2.6.1. Indikasi Vaksinasi4
Indikasi pemberian vaksin antara lain:
Tabel 1. Indikasi pemberian vaksin
No Jenis Gigitan Luka Keadaan Hewan yang Menggigit Pengobatan yang
DianjurkanPada Waktu
Menggigit
Observasi
selama 10 hari
1 Kontak tetapi tidak ada
luka
Kontak tak langsung,
tidak ada kontak
Sehat Sehat Tidak perlu diberikan
pengobatan
2 Jilatan pada kulit luka Gila, Sehat Rabies sehat Tidak perlu vaksinasi
7
garukan atau lecet,
luka kecil di sekitar
tangan, badan, kaki
Tersangka gila Sehat Segera berikan vaksinasi.
Hentikan vaksinasi
tersebut apabila ternyata
hewan yang tersangka
masih sehat setelah 5
hariobservasi
Gila Segera diberikan vaksin
secara lengkap
Hewan liar
atau hewan
yang gila
danhewan tidak
dapat
diobservasi
Vaksin anti rabies secara
lengkap
3 Jilatan pada mukosa,
luka parah (multiple)
atau luka di muka,
kepala, jari, kaki, jari
tangan atau leher
Mencurigakan
atau gila atau
jika hewannya
tidak dapat
diobservasi
Serum + vaksinasi.
Hentikan pengobatanjika
sehat selama 5 hari
Tabel 2. Indikasi Pemberian VAR dan SAR Bila Tersentuh Air Liur Penderita
Rabies
No Kejadian Penderita pada
Waktu Kejadian
Pengobatan yang Dianjurkan
1 Kontak air liur tetapi
tak ada luka atau
kontak langsung
Positif rabies Tak perlu diberikan vaksin anti rabies
2 Kontak air liur pada Positif rabies Segera diberikan vaksin, dan diberikan
8
kulit yang luka dan
selaput lendir
serum kalau luka di daerah berbahaya,
seperti : di atas bahu, ujung jari, selaput
lendir dan daerah yang banyak
persarafannya.
Tabel 3. Cara pemberian VAR tanpa SAR Sesudah Digigit
No Tipe
Vaksin
Suntikan
Dasar
Dosis Cara
Pemberian
Suntikan
Ulangan
Dosis
Ulangan
Cara
Pemberian
Ket
1 Sucklin
g
mouse
brain
vaccine
7 x
suntikan
setiap
hari
Dewa
sa:
2ml
anak:
1 ml
Sub kutan Hari ke-
11, 15,30
dan 90
setelah
suntikan
pertama
Dewasa:
0,25ml,
anak:0,1
ml
Intrakutan Anak
<5
tahun
2 Purifie
d vero
rabies
vaccine
2
suntikan
sekaligus
di regio
deltoid
kanan&
kiri,hari
ke-0,2,7,
dan 21
6 x
suntikan
hari ke-
0,3,7,14,
30,dan
90
@0,5
ml
Intramusk
ular
Semu
a
golon
gan
umur
3 Human
diploid
@0,5
ml
Intramusk Anak:
< 3
9
cell
vaccine
dewas
a:1
ml,
anak:
0,5ml
ular
Subkutan
tahun
2.6.2. Imunisasi Pencegahan
Tabel 4. Cara pemberian Vaksin Anti Rabies untuk pencegahan sebelum digigit
No Tipe
vaksin
Suntikan
Dasar
Dosis Cara
Pemberian
Suntikan
Ulangan
Keterangan
1 Suckling
mouse
brain
vaccine
3x
suntikan,
interval
3
minggu
dewasa@0,25
ml
Intrakutan 1 tahun Anak:<3tahun
2 Purified
vero
rabies
vaccine
2x
suntikan
interval
1 bulan
@0,5ml Intramuskular 1tahun Sama untuk
semua umur
3 Human
diploid
cell
vaccine
2x
suntikan
interval
1 bulan
Dewasa:@1
ml, anak@
0,5ml
1 tahun Anak < 3 tahun ½
dosis
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
10
3.1. Kesimpulan
Dari penyajian makalah di atas dapat disimpulkan:
1. Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang
dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh
virus rabies yang sebagian besar terdapat pada anjing yang sudah terkena
rabies.
2. Gejala awal rabies menyerupai infeksi virus sistemik lain, meliputi demam,
sakit kepala, malaise, dan gangguan saluran napas atas serta traktus
gastrointestinal. Gejala neurologis awal dapat berupa perubahan ringan
kepribadian dan kognisi, dan parestesi atau nyeri di dekat daerah gigitan.
3. Penatalaksanaan awal apabila digigit oleh hewan yang terinfeksi rabies adalah
pembersihan luka dari ludah yang mengandung virus rabies.
3.2. Saran
1. Untuk mencegah penyakit rabies perlu diberi vaksin pada semua anjing,
kucing dan kera biasanya dalam hal ini perlu kesadaran dari pemilik hewan
peliharaan untuk mengvaksinasi secara teratur dan berkesinambungan,
sedangkan dari pihak Dinas Peternakan perlu memberi penyuluhan tentang
rabies melalui media masa.
DAFTAR PUSTAKA
11
1. Nelson, Waldo E. Rabies. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Jilid 2.
Jakarta: EGC; 2000. h. 1145-1148.
2. Depkes RI. Petunjuk Pemberantasan Rabies di Indonesia. 2000. Diunduh
dari: www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf.
3. Depkes RI. Rabies Penyakit Mematikan. 2009. Diunduh dari:
www. depkes .go.id/index.../405- rabies -penyakit-mematikan.html
4. Bag Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Rabies. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. h. 213-224.
5. WHO. Rabies. 2010. Diunduh dari: www.who.com.
6. Depkes RI. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan
Tersangka/Rabies di Indonesia. 2000. Diunduh dari: www.depkes.go.id.