40
Nyeri pada Jari dan Pergelangan Tangan Disertai Kaku Pagi Hari Agung Rondonuwu 102010396 A 4 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2011 Jl. Arjuna Utara no.6, Jakarta Barat [email protected] 1

DocumentRA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PBL blok 14 Rhematoid Arthritis

Citation preview

Page 1: DocumentRA

Nyeri pada Jari dan Pergelangan Tangan

Disertai Kaku Pagi Hari

Agung Rondonuwu

102010396

A 4

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2011

Jl. Arjuna Utara no.6, Jakarta [email protected]

PendahuluanManusia dapat berdiri dikarenakan ada yang menopang tubuhnya, dapat bergerak

dikarenakan adanya alat gerak dalam tubuhnya. Alat gerak itu adalah tulang dan otot. Otot

menggerakan tulang sehingga tubuh manusia dapat digerakan.

1

Page 2: DocumentRA

Sistem muskuloskeletal adalah materi yang mempelajari mengenai semuanya itu. Kelainan-

kelainan pada sistem muskuloskeletal dapat berupa kelainan sendi, nyeri, patah tulang, dsb.

Diagnosa kelainan-kelainan itu diantaranya seperti rheumatoid artritis, osteoartris, gout,

infeksius artritis, SLE, dll.

Rheumatoid artritis adalah salah satu kelainan muskuloskeletal yang memiliki ciri-ciri khas.

Diantaranya adalah nyeri pada jari tangan dan kedua pergelangan tangan, terasa kaku pada

pagi hari sekitar 1jam, juga disertai nyeri bengkak pada sendi-sendinya. Penyakit ini memiliki

komplikasi dan prognosa yang berbahaya, oleh karena itu perlu dilakukan penanganan dan

pencegahan yang tepat.

Anamnesis 1

Kronologi dan dampak gejala pada pasien harus diketahui. Keluhan utama biasanya

berhubungan dengan sendi atau area sekitar sendi seperti nyeri, kaku, deformitas, dan

penurunan fungsi.

Gejala ini bisa timbul dari sendi atau struktur periartikular. Tanda-tanda radang, derajat nyeri

dan durasi kaku di pagi hari perlu diselidiki dengan teliti. Gejala ekstra artikular bisa

membantu secara diagnostik dengan mengarahkan pada penyakit yang berhubungan dengan

artritis seperti :

- Psoriasis: ruam kulit, bisa terbatas pada kulit kepala atau celah pada gluteal.

- Lupus eritematosus sistemik (SLE):ruam kulit yang fotosensitif, poliserositis (nyeri

perikardial atau pleural), ulkus mulut.

- Granulomatosis Wegener: sinusitis, ulkus kulit.

Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal seperti:1

- Sendi mana yang terkena.

Umumnya pergelangan tangan, jari tangan, siku, bahu, lutut

- Adakah rasa nyeri? Jika iya tanyakan kapan dan di mana.

- Adakah kaku, bengkak atau deformitas?

Umumnya ada kaku di pagi hari selama lebih dari 1 jam

2

Page 3: DocumentRA

- Apa akibat fungsionalnya? Apa yang tidak lagi bisa dilakukan pasien. Misalnya jarak

berjalan, mampu berpindah tempat.

- Adakah tanda sistemik seperti malaise, penurunan berat badan, atau gejala anemia.

- Adakah sistem lain yang terkena? Adakah gejala anemia, bengkak pada pergelangan

kaki (sindrom nefrotik), sesak napas (fibrosis paru).

- Riwayat penyakit terdahulu:

◦ Bagaimana pola penyakit ? Sendi mana yang terkena?

◦ Bagaimana aktivitas peradangan?

◦ Pengobatan ada yang didapat pasien?

◦ Pernahkah pasien menjalani bedah penggantian sendi, fisioterapi atau bantuan

lain?

◦ Adakah riwayat gangguan autoimun lain?

- Obat-obatan:

◦ Obat apa yang pernah diterima pasien dan efek sampingnya.

Misalnya: kortikosteroid dapat menimbulkan cushing; metotreksat dapat

menimbulkan fibrosis paru

◦ Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien saat ini.

◦ Apakah pasien memiliki alergi, intoleransi, atau efek samping obat.

- Riwayat keluarga dan sosial

◦ Adakah riwayat penyakit autoimun dalam keluarga

◦ Bagaimana pengaruh penyakit pada pekerjaan, keluarga, pasangan, atau anak.

◦ Pernahkah melakukan adaptasi untuk memperbaiki mobilitas.

PemeriksaanPemeriksaan Fisik 1,8

- Inspeksi

Melihat perilaku bagaimana posisi sendi bagian yang terkena. Pembengkakan,

deformitas, atau asimetris, pengecilan otot di sekitar sendi, kemerahan kulit di

atasnya. Tentukan pola penyakit sendi, seperti sendi kecil atau besar, simetris atau

asimetris. Timbulnya pola khas dari keterlibatan sendi pada artritis utama.

- Palpasi

Merasakan adanya panas dan tentukan apakah pembengkakan berupa: tulang (nodus

osteoartritis), cairan (efusi,sinovitis), jaringan. Lokasi nyeri maksimum yang

3

Page 4: DocumentRA

ditunjukkan dengan tekanan langsung ringan/sedang memungkinkan menentukan

struktur mana yang terkena

- Gerakan

Perhatikan pola dan keterbatasan pada gerak sendi :

o Keterbatasan di seluruh arah gerak aktif dan pasif menunjukkan sinovitis

peradangan pada sendi yang terkena.

o Nyeri pada akhir gerakan dan keterbatasan (seringkali disertai dengan

krepitasi) menunjukkan OA. Krepitasi adalah suara “keretak-keretak” pada

gerak pasif yang biasanya menunjukkan kerusakan sendi lanjut.

o Nyeri hanya pada sisi tertentu atau pada gerak spesifik menunjukkan masalah

periartikular atau mekanis lokal. Gerak menahan aktif yang menekan struktur

yang terkena bisa memperberat semua tendinitis, entesitis, dan bursitis.

o Penyakit yang sudah lama berlangsung bisa menyebabkan deformitas seperti

fleksi terfiksasi.

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan radiologi

Pada penderita RA, biasanya didapati tanda-tanda dekalsifikasi pada sendi yang

terkena. Pemeriksaan foto rontgen dilakukan untuk melihat progesifitas penyakit RA.

Pemeriksaaan ini dapat memonitor progresifitas dan kerusakan sendi jangka panjang.

Foto Rontgen, biasanya ditemukan deformitas tulang. Pada tahap awal penyakit,

biasanya tidak ditemukan kelainan pada radiologi, kecuali pembengkakan jaringan

lunak. Tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, maka dapat terlihat

penyempitan ruang sendi, erosi tulang pada tepi sendi dan pengurangan densitas

tulang, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi

sakroiliaka juga sering terkena. Perubahan ini bersifat irreversible.

4

Page 5: DocumentRA

Gambar 1. Foto Rontgen rheumatoid arthritis

- Pemeriksaan Patologik Anatomik 2

Pada penderita reumatoid artritis, terlihat adanya hipertrofi dari vili pada sendi,

penebalan jaringan sinovial, adanya sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun,

jaringan fibrosit dan pusat-pusat nekrosis. Semua ini akan menghasilkan

pembengkakan sendi yang amat nyeri, baik dalam keadaan diam maupun saat

digerakkan. Dan pembentukan pannus yang amat cepat akan menerobos tulang rawan

sendi, periosteum, dan seterusnya sehingga pada akhirnya sendi tersebut akan penuh

dengan pannus yang berlapis-lapis.

Bila pannus ini sudah mengisi seluruh rongga sendi, maka pannus ini lambat laun

merupakan anyaman yang bertaut, sehingga akhirnya timbul ankilosis di mana sendi

tidak dapat digerakkan. Proses penerobosan pannus ke dalam tulang akan berlangsung

terus sehingga pada suatu saat tulang jadi rapuh dan hancur. Akibatnya timbul

deformitas, subluksasi, luksasi bahkan destruksi yang hebat. Akibatnya, otot-otot di

sekitar sendi tidak digunakan lagi dan timbul dis-used atrophy yang menyebabkan

penderita akan cacat dan sendi-sendi besarnya juga mengalami ankilosis.

- Pemeriksaan cairan synovial

o Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan

peningkatan jumlah sel darah putih.

o Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang

didominasi oleh sel neutrophil (65%).

5

Page 6: DocumentRA

- Pemeriksaan darah tepi 9

o Leukosit : normal atau meningkat. Leukosit menurun bila terdapat

splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s Syndrome.

o Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.

- Pemeriksaan kadar sero-imunologi 2

o Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita dengan

nodul subkutan. Sisanya dapat dijumpai hasil positif palsu pada pasien lepra,

tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, SLE, endokarditis

bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis. Kadar rendah juga dapat

ditemukan pada orang normal berusia di atas 70 tahun.

o Anti CCP (cyclic citrulinated peptide antibody) positif telah dapat ditemukan

pada arthritis rheumatoid dini.

Tes ini digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi citrulline di darah. Asam

amino citrulline ditemukan dalam cairan sendi penderita RA. Adanya citrulline

ini akan menyebabkan sistem imu membentuk auto antibodi terhadap citrulline

(anti CCP). Anti CCP ini biasanya dapat ditemukan pada sekitar 50-60%

penderita RA awal sekitar 3-6 bulan setelah timbulnya gejala.

1. C-reaktif protein biasanya meningkat. Peningkatan ini tampak pada 70-

80% penderita. Biasanya meningkat menjadi > 0,7 picograms per mL,

dapat digunakan untuk memantau penyakit saja.

- Pemeriksaan laboraturium terdapat: 2

o Test ANA positif

o LED meningkat

Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak

spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (dapat mencapai 100

mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat

dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat

menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada

sumsum tulang.

6

Page 7: DocumentRA

1. Leukosit normal atau meningkat sedikit.

2. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.

3. Trombosit meningkat.

4. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.

5. Pada pemeriksaan x-ray, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering

adalah sendi metatarsofalangeal dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga

sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan

demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan sendi dan erosi.

Diagnosis KerjaRheumatoid Arthritis 3

Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun dari jaringan ikat, terutama sinovia dan

kausanya multifaktor.

Penyakit dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling sering di tangan.

Kecuali sendi tangan artritis reumatoid dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki,

dan lutut. Sinovia sendi, sarung tendo, dan bursa menebal karena radang yang diikuti erosi

tulang rawan dan destruksi tulang sekitar sendi. Bila penyakit ini ditemukan di sarung tendo,

bursa, dan lokasi lain di jaringan ikat, dan bukan di sendi penyakit disebut inflamasi

reumatoid ekstraartikuler. Kelainan ini agak jarang ditemukan.

Biasanya artritis reumatoid timbul secara simetrik. Pada 30% penderita terlihat nodul

subkutan. Nodul ini sering terdapat di ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis

reumatoid, yang merupakan manifestasi ekstraartikuler. Nodul Heberden sering ditemukan di

jari-jari tangan. Umumnya terdapat poliartritis meskipun bisa mula-mula bermanifestasi

sebagai monoartritis. Penyakit ini mungkin muncul akut, mungkin perlahan-lahan.

Didapati inflamasi sendi, bursa, dan sarung tendo yang nyeri, pembengkakan, dan kekauan

sendi, serta hidrops ringan. Biasanya ditandai dengan serangan yang hilang timbul. Setiap

serangan disertai gejala dan tanda sistemik berupa demam ringan, malaise, cepat lelah, dan

penurunan berat badan.

7

Page 8: DocumentRA

Deformitas sendi akibat spasme otot untuk mempertahankan posisi tidak nyeri, kerusakan

dalam sendi, kontraktur fibrosis, dan subluksasi sendi. Pemeriksaan laboratorium

menunjukkan peninggian laju endap darah dan faktor reumatoid yang positif sekitar 70%;

pada awal penyakit, faktor ini negatif.3

Diagnosis bandingOsteoarthritis 2,4,5

Penyakit degeneratif ini merupakan penyakit sendi yang paling sering dijumpai dan

melibatkan biasanya 85% lebih dari 70 tahun. Pada penderita OA terlihat gambaran patologis

yang menunjukkan suatu degenerasi tulang rawan sendi dan suatu proses peradangan. Pada

penyakit ini ditandai oleh pengeroposan kartilago sendi. Tanpa adanya kartilago sebagai

penyangga, tulang di bawahnya mengalami iritasi yang menyebabkan degenerasi sendi.

Penyakit ini dibagi atas dua kategori yaitu primer yang terkait dengan umur, dan sekunder

yang terjadi pada orang muda di mana diawali dengan kerusakan tulang rawan sendi akibat

trauma, infeksi atau kelainan kongenital.

Penyakit ini umumnya menyerang tulang belakang dan sendi-sendi besar seperti sendi-sendi

yang menanggung beban tubuh dan dapat terjadi hanya pada satu sendi saja (monoartritis).

Tidak seperti pada kebanyakan artritis, pada kelainan ini perubahan anatomis yang utama

adalah degenerasi tulang rawan sendi, sedangkan artritis pada umumnya ditandai dengan

proses peradangan pada membran sinovial.

Pada penyakit dengan derajat menengah / moderate, terdapat proliferasi kondrosit yang

tampaknya merupakan proses perbaikan. Pada akhirnya semua kondrosit mengalami

degenerasi. Membran sinovial akan menunjukkan sedikit tanda peradangan, namun berbeda

dengan RA, proses peradangan di sini tidak hebat dan tidak terjadi pannus.

Dengan rusaknya tulang rawan, maka akan tampak jaringan tulang yang mendasarinya.

Daerah pada tulang itu akan menjadi tebal karena kompresi atau proses pembentukan tulang

baru yang reaktif. Yang khas di sini adalah terbentuknya spurs formation yang menonjol dari

tulang yang reaktif pada tepi rongga sendi.

8

Page 9: DocumentRA

Walaupun sudah jelas bahwa degenerasi matriks tulang rawan merupakan patogenesis utama

dari OA, akan tetapi penyebab dari proses ini masih belum jelas. Selain perubahan

degeneratif yang berhubungan dengan proses menua, perlu ditambahkan bahwa kerusakan

jaringan karena proses imunologis dan penyakit yang berkaitan dengan faktor genetik juga

berperan dalam terjadinya degenerasi tulang rawan.

Dalam perjalanannya, terdapat perubahan kualitas kondroitin sulfat dan glikosaminoglikan.

Sebagai akibat dari perubahan ini, kondrosit yang biasanya tenang, dipacu untuk

berproliferasi, berupaya untuk mengisi kekurangan matriks dengan meningkatkan sintesis.

Karena kondrosit yang terangsang juga mensekresi enzim penghancur maka terjadi

kehilangan proteoglikan yang berkesinambungan.

Gejala biasanya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa

nyeri yang terutama terasa saat bergerak dan akan berkurang dengan isitirahat. Maka dari itu

fungsi sendi berkurang menyebabkan atrofi otot.

Pada umumnya, penyakit ini timbul secara tersembunyi sehingga kekakuan sendi timbul

secara progresif lambat. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri dan krepitasi

pada waktu ada pergerakan sendi juga kadang disertai pembengkakkan sendi. Keadaan ini

menyebabkan fungsi sendi berkurang dan atrofi otot. Akan tetapi tidak ada tanda-tanda

konstitusional dari suatu penyakit inflamasi. Berbeda dengan RA, penderita OA sering tidak

merah dan tidak panas, juga tidak timbul ankilosis. Apabila mengenai tulang belakang, akan

mengakibatkan penekanan pada saraf dan menimbulkan nyeri radikular. Apabila tonjolan

tulang terjadi pada sendi interfalang distal dari jari, maka secara klinis akan tampak

pembengkakan yang bersifat nodular, keras pada perabaan dan dikenal sebagai nodul

Heberden. Kelainan ini lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita dan merupakan

pengecualian karena umumnya penyakit ini terjadi pada sendi besar yang berfungsi sebagai

penyangga tubuh.

Arthritis Gout 2,4,5

Gout yang juga disebut pirai ini merupakan kelainan metabolisme purin bawaan yang

ditandai dengan peningkatan kadar asam urat serum dengan akibat penimbunan kristal asam

urat di sendi yang menimbulkan artritis urika akut. Berbeda dengan RA, penyakit ini lebih

9

Page 10: DocumentRA

sering ditemukan pada pria dengan ratio 20:1. Biasanya menunjukkan gejala pada usia

dewasa muda dengan puncaknya setelah berusia 40 tahun. Penyakit ini sering menyerang

sendi perifer kaki dan tangan, dan tersering mengenai persendian meta tarso falangeal ibu jari

kaki.

Pada anamnesis, biasanya ditemukan keluhan sendi kemerahan disertai nyeri akut seringkali

pada ibu jari kaki. Rasa sakit pada sendi dengan permulaan eksplosif dan khas menyerang

sendi-sendi kecil terutama jari-jari kaki. Rasa sakit biasanya selalu berulang-ulang dengan

sendi yang terkena bengkak, panas, kemerahan dan sakit, sering dijumpai thopi. Pada

penderita seringkali terdapat batu ginjal. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar

asam urat meningkat, ditemukannya Kristal-kristal asam urat dalam cairan synovial sendi

yang terserang.

Stadium awal berupa serangan monoartikuler yang ditandai dengan nyeri sendi hebat karena

artritis akut. Biasanya terdapat kemerahan, pembengkakan, nyeri tekan lokal dan sendi tidak

dapat digerakkan.

Artritis akut ini disertai demam dan leukositosis serta gambaran gejala selulitis dan artritis

septik akut. Umumnya serangan berakhir dalam beberapa hari, akan tetapi serangan yang

berat dapat menetap untuk beberapa minggu. Setelah beberapa tahun, 50% akan berkembang

menjadi pirai bertophus. Tophus adalah nodul kecil yang terdiri dari kristal asam urat.

Artritis pirai kronik, ditandai dengan adanya pembengkakan dan kekakuan sendi. Pada

stadium lanjut yang kronik ini serangan akut dapat terjadi. Pada foto rontgen, timbunan

kristal asam urat murni memberi gambaran radiolusen sedangkan timbunan kalsium tampak

radioopak. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan hiperurisemia dan pada 50% penderita

ditemukan kristal urat pada cairan sinovial atau tophus.

Pada penderita penyakit ini, dapat dipakai obat urikosurik yaitu probenesid dan sulfinpirazon

yang bekerja menghambat reabsorpsi asam urat di tubuli ginjal. Kadar asam urat dalam

duktus kolektivus meninggi sehingga kemungkinan timbul batu ginjal menjadi lebih tinggi.

Hal ini dapat diatasi dengan minum banyak. Kemudian bisa diberikan allupurinol yang

menghambat enzim xantin oksidase sehingga mengurangi pembentukan asam urat. Kadar

10

Page 11: DocumentRA

asam urat ini perlu diturunkan sampai di bawah 7 mg%. Dengan menurunnya kadar urat,

maka tophi lambat laut akan menghilang.

Arthritis Infeksius 2,4,5

Arthritis infeksius adalah nyeri sendi, kekakuan dan pembengkakan yang disebabkan oleh

infeksi oleh bakteri, virus atau jamur. Infeksi ini dapat memasukkan berbagai cara bersama:

setelah menyebar melalui aliran darah dari bagian lain dari tubuh, seperti paru-paru selama

pneumonia, melalui luka di dekatnya, atau setelah operasi, suntikan atau trauma, seperti

gigitan serangga.

Artritis ini umumnya sebagai akibat penyebaran kuman secara hematogen dari infeksi primer

di tempat lain. Sumber infeksi kadang mudah diketahui seperti endokarditis bakterialis,

gonore; atau tidak jelas asalnya. Organisme yang paling sering sebagai penyebabnya adalah

gonokokus, stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, dan batang gram negatif. Artritis

gonokokal mungkin paling sering ditemukan pada dewasa muda yang secara seksual aktif.

Secara umum, paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus.

Tanda khas pada kelainan ini adalah mengenai satu sendi (monoartikular) yang biasanya

mengenai persendian yang besar seperti sendi lutut, panggul, pergelangan kaki, siku,

pergelangan tangan, atau bahu. Membran sinovial menjadi edematus dan kongestif, dan

rongga sendi terisi bahan purulen. Pada kasus berat, sinovitis dapat mengalami ulserasi dan

meluas sampai ke tulang rawan menimbulkan kerusakan pada permukaan sendi dengan

pembentukan jaringan parut dan kadang disertai perkapuran. Gejala klinis sesuai dengan

infeksi akut yaitu kemerahan pembengkakan, perlunakan dan nyeri, sering disertai gejala

konstitusional.

Artritis tuberkulosis paling sering timbul pada tulang belakang dan memberikan gambaran

osteomielitis tuberkulosis (penyakit Pott), dengan penyebaran ke dalam diskus

intervertebralis. Seperti osteomielitis tuberkulosis, artritis tuberkulosis juga bersifat

destruktif, yang berjalan lambat dan menyebabkan pengikisan pada permukaan sendi serta

merusak tulang. Diagnosis dini sangat penting untuk mencegah kerusakan yang permanen.

Sistemik Lupus Erimatosus (SLE) 2,4,5

11

Page 12: DocumentRA

Sama seperti RA, SLE adalah gangguan autoimun sistemik. Penyakit ini ditandai oleh adanya

antibodi antinuklear. Manifestasinya bisa ditemukan pada berbagai organ sehingga gejala dan

tandanya sangat banyak. Presentasi kliniknya termasuk ruam malar, atralgia, alopesia,

perikarditis, gagal ginjal, defisit neurologis, atau bahkan gangguan psikiatrik, serta

fotosensitif lupus eritematosus sistemik (SLE) ruam biasanya terjadi pada wajah atau

ekstremitas, yang daerah terkena sinar matahari.

Pada SLE, terdapat gejala non spesifik termasuk nyeri sendi, penurunan berat badan dan

limfadenopati. Meskipun penyebab spesifik dari SLE tidak diketahui, beberapa faktor yang

berhubungan dengan perkembangan penyakit, termasuk, ras, hormonal, dan lingkungan

faktor genetik. gangguan kekebalan tubuh, baik bawaan dan diperoleh, terjadi pada SLE.

SLE biasanya dapat dibedakan jika ada lesi kulit terpajan pada area terang, rambut rontok,

lesi mukosa hidung dan mulut, adanya erosi sendi pada arthritis jangka panjang, cairan sendi

yang seringkali sampai < 2000 leukosit / μL terutama mononuklear sel, antibodi terhadap

DNA double-stranded, penyakit ginjal, dan serum komplemen yang rendah.

Berbeda dengan RA, deformitas dalam SLE biasanya direduksi karena kurangnya erosi dan

kerusakan pada tulang atau tulang rawan. Pada penderita SLE, pemeriksaan fisik dilakukan

dengan melihat ada tidaknya: ruam malar yang ditandai oleh ruam erimatosa dan jembatan

hidung (disebut ruam kupu-kupu), demam, anemia, limfadenopati, ulkus mulut, bengkak

sendi (efusi dan nyeri tekan), takipnea (pertimbangan adanya hipertensi pulmonal, emboli

paru, gagal ginjal disertai kelebihan cairan, efusi pleura, dan fibrosis paru), TD:periksa

adanya hipertensi, gesekan perikard/pleural, edema pergelangan kaki, neuropati. Selain itu

ditemukan pula defisit neurologis, termasuk defisit fokal dan gangguan kognitif; gangguan

psikiatrik, khususnya psikosis dan urin: proteinuria dipstik, hematuria, dan silinder

Etiologi 5

Faktor genetik

Etiologi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor

genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian AR, dengan

angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRB1 dengan

12

Page 13: DocumentRA

kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga

berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode

aktivator reseptor nuclear factor kappa B (NF-kB). Gen ini berperan penting dalam resorpsi

tulang pada AR. Faktor genetik juga berperanan penting dalam terapi AR karena aktivitas

enzim seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk

metabolisme methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar

monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada

orang kulit putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai

angka kesesuaian sebesar 80%.

Hormon seks

Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga

hormon sex berperanan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa

terjadi perbaikan gejala AR selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena: (1)Adanya

aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan

fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit. (2)Adanya perubahan profil

hormon. Placental corticotropin releasing hormone secara langsung menstimulasi sekresi

dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan yang

dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun

selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.

Estrogen dan progesteron menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon

imun selular (Th1). Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan

progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan AR. Pemberian

kontrasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan AR atau berhubungan dengan

penurunan insiden AR yang lebih berat.

Faktor infeksi

Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit AR. Organisme ini diduga

menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga

mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang secara nyata

terbukti sebagai penyebab penyakit.

Agen Infeksi Mekanisme patogenik

13

Page 14: DocumentRA

Mycoplasma Infeksi sinovial langsung, superantigen

Parvovirus B19 Infeksi sinovial langsung

Retrovirus Infeksi sinovial langsung

Enteric bacteria Kemiripan molekul

Mycobacteria Kemiripan molekul

Epstein-Barr Virus Kemiripan molekul

Bacterial cell walls Aktifasi makrofag

Tabel 1. Agen infeksi yang diduga sebagai penyebab artritis reumatoid

Protein heat shock (HSP)

HSP adalah keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai respon

terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. HSP

tertentu manusia dan HSP mikrobakterium tuberkulosis mempunyai 65% untaian yang

homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi

dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga

mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul

(molecular mimicry).5

Patofisiologi 2,4,5

Arthritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi

jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan adalah

membran sinovial yang melapisi persendian. Inflamasi akan menyebar ke struktur sekitar

sendi, termasuk kartilago artikular dan kapsula sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon

mengalami inflamasi. Inflamasi ini ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi

komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut.

Arthritis rematoid ini adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan setelah

respon imun terhadap agen pemicu yang tidak diketahui. Agen pemicunya bisa adalah

bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi secara antigenik. Biasanya respons

antibodi awal terhadap mikroorganisme diperantarai oleh IgG. Walaupun respons ini berhasil

menghancurkan mikroorganisme, individu yang mengalami penyakit ini mulai membentuk

antibodi lain terhadap antibodi IgG awal. Antibodi yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri

14

Page 15: DocumentRA

ini disebut sebagai faktor rematoid (RF). RF akan menetap di kapsul sendi sehingga

menyebabkan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan.

CD4 , T sel, fagosit mononuklear, fibroblas, osteoklas, dan neutrofil memainkan peran

selular utama dalam patofisiologi RA, sedangkan limfosit B memproduksi autoantibodi

(yaitu, arthritis faktor [RF]). Produksi sitokin abnormal banyak, kemokin, dan mediator

inflamasi lain (misalnya, tumor nekrosis faktor alfa [TNF-alpha], interleukin (IL) -1, IL-6,

mengubah beta faktor pertumbuhan, IL-8, faktor pertumbuhan fibroblast, trombosit yang

diturunkan dari faktor pertumbuhan) telah ditunjukkan pada pasien dengan RA.

Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun tersebut terutama terjadi pada jaringan synovial.

Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan

memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial.

Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertrofi dan menebal sehingga

menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respons inflamasi.

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular

eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial

menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini

granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang

subchondral. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi

kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami

perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Pannus

ini dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan

jaringan parut lebih lanjut. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi di antara

permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis) sehingga sendi tidak

dapat digerakkan terutama pada sendi tangan dna kaki. Kerusakan kartilago dan tulang

menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau

dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang subcondral bisa menyebabkan osteoporosis

setempat. Lamanya rheumatoid arthritisberbeda pada setiap orang ditandai dengan masa

adanya serangan dan tidak adanya serangan.

15

Page 16: DocumentRA

Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang

lagi. Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis

yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan

sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.

Pasien dengan penyakit ringan memiliki kurang dari enam sendi yang terlibat, tidak ada erosi

tulang pada x-ray dan tidak ada kegiatan RA luar sendi. Pasien dengan penyakit moderat 6-20

sendi yang terlibat dan mungkin telah penyempitan ruang sendi atau erosi pada x-rays. Parah

RA pasien memiliki lebih dari 20 sendi yang terlibat, anemia, kerusakan sendi cepat pada x-

ray dan aktivitas RA luar sendi.

Manifestasi Klinik 6

Adanya beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada penderita Artritis reumatoid.

Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan karena penyakit

ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi.

- Gejala - gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan

demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat,mati rasa, dan kesemutan.

- Poliartritis yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada rawan sendi dan tulang

sekitarnya. Kerusakan ini terutama pada sendi perifer, termasuk sendi - sendi di

tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris,namun biasanya tidak melibatkan

sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

- Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata tetapi

terutama menyerang sendi - sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada

osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu

berulang dari satu jam.

- Artritis erosive, merupakan ciri khas Artritis reumatoid pada gambaran radiologik.

Peradangan sendi yang kronik melibatkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada

radiogram.

- Deformitas

Kerusakan dari struktur - struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat

terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi meta karpo falangenal,

16

Page 17: DocumentRA

deformitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang

sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput

metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi matatersal. Sendi - sendi yang sangat

besar juga dapat terserang dan akan mengalami pengurangan kemampuan bergerak

terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.

- Nodul-nodul reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga

orang dewasa penderita Artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas

ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari

lengan, walaupun demikian nodul - nodul ini dapat juga timbul pada tempat - tempat

lainnya. Adanya nodul - nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk penyakit yang

aktif dan lebih barat.

- Manifestasi ekstraartikuler, artritis reumatoid juga dapat menyerang juga dapat

menyerang organ - organ lain di luar sendi seperti :

o Kulit

Nodul reumatoid umumnya timbul pada fase aktif dan terbentuk di bawah kulit

terutama pada lokasi yang banyak menerima tekanan seperti olekranon,

permukaan ekstensor lengan dan tendon Achilles. Vaskulitis seringkali

bermanifestasi sebagai lesi purpura atau ekimosis pada kulir dan nekrosis kuku.

Jika vaskulitis menyebabkan iskemia pada daerah yang cukup luas, kelainan ini

dapat menyebabkan terbentuknya gangren atau ulkus terutama pada ekstremitas

bawah.

o Mata

Kelainan yang sering dijumpai adalah kerato-konjungtivitis sicca yang merupakan

manifestasi sindrom Sjogren. Pada AR umumnya dapat dijumpai beberapa

episkleritis yang umumnya sangat ringan dan akan sembuh secara spontan.

Walaupun demikian, pada AR dapat pula dijumpai gejala skleritis yang secara

histopatologis menyerupai nodul reumatoid dan dapat menyebabkan terjadinya

erosi sklera sampai pada lapisan koroid serta menimbulkan gejala skleromalasia

perforaans yang dapat menyebabkan kebutaan.

o Sistem Respiratorik

Peradangan pada sendi krikoaritenoid tidak jarang dijumpai pada AR. Gejalanya

17

Page 18: DocumentRA

berupa nyeri pada tenggorokan, nyeri menelan atau disfonia yang umumnya

semakin berat pada pagi hari. Paru merupakan organ yang sering terlibat AR,

umumnya hanya ringan dan dapat diketahui dari hasil autospi berupa pneumonitis

interstisial. Akan tetapi jika terus berlanjut maka dapat pula dijumpai efusi pleura

dan fibrosis paru yang luas.

o Sistem Kardiovaskular

Pada beberapa pasien dapat dijumpai gejala perikarditis konstriktif yang berat.

Lesi inflamatif yang menyerupai nodul reumatoid dpaat dijumpai pada

miokardium dan katup jantung. Lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup,

fenomen ombolisasi, gangguan konduksi, aortitis, dan kardiomiopati.

o Sistem Gastrointestinal

Seringkali dijumpai komplikasi berupa gastritis dan ulkus peptik yang merupakan

komplikasi utama penggunaan NSAID atau DMARD yang merupakan faktor

penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada AR.

o Ginjal

Pada AR jarang sekali ditemukan kelainan glomerular. Jika pada pasien AR

dijumpai proteinuria, umumnya hal tersebut lebih sering karena efek samping

pengobatan saperti garam emas dan d-penisilamin atau terjadi sekunder akibat

amikoidosis. Walaupun kelainan ginjal interstisial dapat dijumpai pada sindrom

Sjogren, umumnya kelainan tersebut lebih banyak berhubungan dengan

penggunaan NSAID. Sementara penggunaan NSAID yang tidak terkontrol dapat

sampai menimbulkan nekrosis papilar ginjal.1

o Sistem Syaraf

Patogenesis komplikasi neurologis pada AR umumnya berhubungan dengan

miopati akibat instabilitas vertebra, servikal, neuropati jepitan atau neuropati

iskemik akibat vaskulitis.

18

Page 19: DocumentRA

o Sistem hematologis

Anemia akibat penyakit kronik yang ditafdai dengan gambaran eritrosit

normositik-normokromik (atau hipokromik ringan) yang disertai dengan kadar

besi serum yang rendah serta kapasitas pengikatan besi yang normal atau rendah

merupakan gambaran umum yang sering dijumpai pada AR. Anemia akibat

penyakit kronik ini harus dapat dibedakan dari anemia defisiensi besi yang juga

dapat dijumpai pada AR akibat penggunaan NSAID yang menyebabkan erosi

mukosa lambung. Pada pasien AR yang berat dengan HLA-DR4 positif sering

dijumpai sindrom Felty yang merupakan gabungan dari gejala AR, splenomegali,

leukopenia dan ulkus pada tungkai. Sindrom felty pada umumnya juga sering

disertai dengan limfadenopati dan trombositopenia. Selain sindrom felty,

trombositopenia juga dapat timbul sebagai komplikasi akibat penekanan sumsum

tulang pada penggunaan obat imunosupresif atau berhubungan dengan proses

autoimun pada penggunaan garam emas, d-penisilamin atau sulfasalazin.6

Penatalaksanaan 5,7

Terapi non farmakologik

Beberapa teerapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa,

suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik.

Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver oil) bisa digunakan sebagai NSAID-sparing

agents pada penderita AR. Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam

perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal,

acupunture dan splinting belum didapatkan bukti yang meyakinkan.

Pembedahan harus dipertimbangkan bila 1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan

kerusakan sendi yang ekstensif, 2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan

fungsi yang berat,3. Ada ruptur tendon.

Terapi farmakologik

Farmakoterapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat anti-inflamasi non steroid

(OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular dan

DMARD. Analgetik lagi juga mungkin digunakan seperti acetaminophen, opiat, diproqualone

19

Page 20: DocumentRA

dan lidokain topikal. Pada dekade terdahulu, terapi farmakologik untuk AR menggunakan

pendekatan piramid, yaitu: pemberian terapi untuk mengurangi gejala dimulai saat diagnosis

ditegakkan dan perubahan dosis atau penambahan terapi hanyadiberikan bila terjadi

perburukan gejala. Tetapi saat ini pendekatan piramid terbalik (reverse pyramid) lebih

disukai, yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit.

Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat dari beberapa penelitian yaitu: 1.

Kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal penyakit; 2. DMARD memberikan manfaat yang

bermakna bila diberikan sedini mungkin; 3. Manfaat DMARD bertambah bila diberikan

secara kombinasi; 4. Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia dan terbukti memberikan

efek menguntungkan.

Penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan radiologis normal, bisa dimulai

dengan terapi hidroksiklorokuin /klorokuin fosfat, sulfasalazin atau minosiklin, meskipun

methotrexate (MTX) juga menjadi pilihan. Penderita dengan penyakit yang lebih berat atau

ada perubahan radiologis harus dimulai dengan terapi MTX. Jika gejala tidak bisa

dikendalikan secara adekuat, maka pemberian leflunomide, azathioprine atau terapi

kombinasi (MTX ditambah satu DMARD yang terbaru) bisa dipertimbangkan.

OAINS

OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh

karena obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh digunakan secara

tunggal. Penderita AR mempunyai risiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius

akibat penggunaan OAINS dibandingkan dengan penderita osteoartritis, oleh karena itu perlu

pemantauan secara ketat terhadap gejala efek samping gastrointestinal.

Glukokortikoid

Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednison kurang dari 10mg per hari cukup efektif

untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Dosis steroid harus

diberikan dalam dosis minimal karena risiko tinggi mengalami efek samping seperti

osteoporosis, katarak, gejala Chusingoid,dan gangguan kadar gula darah. ACR

merekomendasikan bahwa penderita yang mendapat terapi glukokortikoid harus disertai

dengan pemberian kalsium 1500mg dan vitamin D 400-800 IU per hari. Bila artritis hanya

mengenai satu sendi dan mengakibatkan disabilitas yang bermakna, maka injeksi steroid

cukup aman dan efektif, walaupun efeknya bersifat sementara. Adanya artritis infeksi harus

20

Page 21: DocumentRA

disingkirkan sebeklum melakukan injeksi. Gejala mungkin akan kambuh kembali bila steroid

dihentikan, terutama bila menggunakan steroid dosis tinggi, sehingga kebanyakan

Rheumatologist menghentikan steroid secara perlahan dalam satu bulan atau lebih, untuk

menghindari rebound effect. Steroid sistemik sering digunakan sebagai bridging teraphy

selama periode inisiasi DMARD sampai timbulnya efek terapi dari DMARD tersebut, tetapi

DMARD terbaru saat ini mempunyai mula kerja relatif cepat.5

DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs)

DMARD yang relatif baru seperti metotreksat (MTX), hidroksikloroquin (HCE) dan

sulfasalazin (SAS) mempunyai rasio efikasi /toksisitas yang lebih baik daripada DMARD

yang terdahulu seperti garam emas (MUC), D-penisilamin (DP), dan azatioprin (AZA).

Dalam sepuluh tahun terakhir, telah dikembangkan DMARD baru yang lebih efektif

termasuk siklosporin A, leflunomid, etanersep dan infliksimab. Obat tersebut telah diteliti

sebagai obat tunggal maupun sebagai kombinasi dengan metotreksat.

Saat ini DMARD yang banyak digunakan di Indonesia adalah klorokuin /sulfasalazin dan

metotreksat, baik sebagai DMARD tunggal, maupun dalam kombinasi. Dahulu banyak

digunakan D-penisilamin, tetapi saat ini jarang digunakan karena efek terapeutiknya baru

timbul setelah pemakaian beberapa bulan. Walaupun demikian, pemakaian D-penisilamin

sebagai salah satu kombinasi DMARD masih digunakan pada beberapa kasus. Garam emas

hampir tidak pernah digunakan, karena obat ini tidak tersedia di Indonesia.5

Metrotreksat 7

Metrotreksat dianggap APP (Antireumatik Pemodifikasi Penyakit) terpilih saat ini. Obat ini

efektif pada dosis yang jauh lebih kecil dari sebagai obat kanker sehingga efek samping berat

jarang merupakan masalah.

Dosis sebagai APP, 15-25mg per minggu dan ditingkatkan sampai 30-35mg per minggu bila

perlu. Dengan dosis tersebut, terjadi hambatan terjadinya lesi erosi. Terdapat bukti

manfaatnya pada artritis juvenil kronik, artritis psoriasis, lupus eritematosus sistemik, dan

gangguan lain yang berdasarkan gangguan autoimun.

Efek samping umum ialah mual dan ulkus mukosa saluran cerna. Hepatotoksisitas terkait

dosis berupa peningkatan aminase serum terjadi tetapi jarang sampai menyebabkan sirosis.

21

Page 22: DocumentRA

Biopsi hati dianjurkan dilakukan setiap 5 tahun. Suatu reaksi paru dengan sesak napas akut

dan reaksi pseudolimfomatosa dilaporkan terjadi.

Azatioprin

Zat aktifnya 6-tioguanin menghambat sintesis asam inosinat, fungsi sel β dan sel T, produksi

imunoglobulin dan sekresi interleuki-2. Pada reumatoid artritis diberikan dalam dosis

2mg/kgBB/hari. Efek samping serupa imunosupresif lainnya yaitu supresi sumsum tulang,

saluran cerna dan penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Klorokuinidin dan hidroksiklorokuin

Mekanismenya pada gangguan autoimun belum jelas. Ada yang mengatakan obat ini

menstabilkan membran lysosom dan menghambat metabolisme deoksiribonukleotida. Bukti

kegunaan para artritis belum cukup mapan. Obat malaria ini memperbaiki gejala tetapi belum

cukup bukti sebagai APP. Dosis hidroksiklorokuin 6,4 mg/kgBB/hari. Karena dapat bersifat

toksik terhadap retina, dianjurkan pemeriksaan mata setiap 6-12 bulan. Obat ini dianggap

relatif aman pada kehamilan.

Garam emas

Suntikan IM aurotiomalat dan aurotioglukosa telah terbukti efektif sebagai APP di tahun

1960. Tetapi karena toksisitasnya obat ini sudah sangat jarang digunakan.

Leflunomid

Merupakan derivat isosaksol dan mulai dipakai sejak tahun 1999. Bekerja menghambat

enzim dihidroorotat dehidrogenase untuk sintesis pyramidin yang menghambat proliferasi sel

T yang butuh kadar besar dari pyrimidin. Monoterapi sama efektif seperti metotreksat. Perlu

loading dose 3 hari dengan 100mg dilanjutkan dengan 20mg per hari sampai terjadi remisi

penyakit. Sangat teratogenik, oleh karena itu tidak boleh diberikan pada wanita yang ingin

punya anak. Efek samping lain berupa hepatotoksik, alopesia dan leukopenia yang reversibel.

Sulfasalazin

Suatu derivat sulfonamida efektif sebagai APP. Juga berguna pada artritis juvenil kronik dan

spondilitis ankilosa dan uveitis yang menyertainya. Kira-kira 30% pasien menghentikan obat

akibat efek samping. Efek samping yang umum berupa mual, muntah, nyeri kepala dan rash.

Sesekali anemia hemolitik dan methemoglobinemia terjadi. Toksisitas terhadap paru

22

Page 23: DocumentRA

dilaporkan. Obat ini menyebabkan infertilitas pada laki-laki yang tidak menetap, tetapi tidak

pada perempuan. Obat ini agaknya tidak bersifat teratogenik

Penghambat sitokin

Pada penyakit RA ada ketidakseimbangan antara sitokin yang pro- dan anti-inflamasi.

Dengan kemajuan bioteknologi sekarang telah berhasil dibuat obat-obat antibodi monoklonal

atau reseptor yang mentarget sitokin ini. Beberapa obat jenis ini yang sudah ada di pasaran

adalah anti-TNF: etanercept, infliximab, adalimumab; penghambat interleukin: anakira.

Efek samping terapi dengan anti sitokin: peningkatan kemungkinan infeksi, hematologi yaitu

pansitopenia, anemia aplastik dan disfungsi neurologis. 7

Komplikasi 4,5

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan komplikasi yang serius pada RA. Hal

ini terjadi karena penutupan epifisis dini yang sering terjadi pada tulang dagu, metakarpal dan

metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat pula terjadi, yang tersering adalah ankilosis,

luksasio, dan fraktur. Komplikasi-komplikasi ini terjadi tergantung berat, lama penyakit dan

akibat pengobatan dengan steroid. Komplikasi yang lain adalah vaskulitis, ensefalitis.

Amiloidosis sekunder dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal ginjal.

Rheumatoid arthritis adalah bukan hanya penyakit kerusakan sendi. Hal ini dapat melibatkan

hampir semua organ. Masalah yang mungkin terjadi meliputi:

- Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru,

mata atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu.

- anemia karena kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan cukup sel-sel darah

merah baru

- kerusakan pada jaringan paru (paru artritis)

- cedera pada tulang belakang saat tulang leher menjadi tidak stabil sebagai akibat dari

RA.

- Reumatoid vaskulitis (radang pembuluh darah) yang dapat menyebabkan bisul dan

infeksi kulit, pendarahan tukak lambung, dan masalah saraf yang menyebabkan nyeri,

23

Page 24: DocumentRA

mati rasa, atau kesemutan. Vaskulitas juga dapat mempengaruhi otak, saraf, dan

jantung, yang dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, atau gagal jantung.

- Pembengkakan dan peradangan pada lapisan luar jantung atau perikarditis dan dari

otot jantung (miokarditis). Kedua kondisi ini dapat menyebabkan gagal jantung

kongestif.

- Sindrom Sjogren yang merupakan gangguan autoimun di mana kelenjar yang

memproduksi air mata dan ludah yang hancur. Kondisi ini dapat mempengaruhi

berbagai bagian tubuh, termasuk ginjal dan paru-paru.

PencegahanRheumatoid arthritis tidak memiliki pencegahan diketahui. Namun, seringkali mungkin untuk

mencegah kerusakan lebih lanjut pada sendi dengan pengobatan dini yang tepat.

- Olah raga secara rutin. Semua jenis olah raga dapat dilakukan sejauh nyeri atau

pembengkakan tidak bertambah.

- Kompres panas atau dingin dapat membantu meredakan nyeri. Kompres panas dapat

meredakan rasa kaku sedangkan kompres dingin menyebabkan daerah yang sakit

menjadi mati rasa. Mandi air panas juga dapat membantu melemaskan otot-otot dan

meredakan rasa nyeri.

- Pertahankan berat badan normal. Berat badan yang berlebihan memberikan tekanan

yang lebih besar pada persendian sehingga meningkatkan risiko nyeri lutut, panggul,

dan punggung.

- Beritahu pasien tentang obat yang diperlukan dan cara penggunaannya: nama obat,

dosis, frekuensi penggunaan, dll

- Beritahu pasien tentang kemungkinan efek samping dari preparat artritis

Prognosis 5

Prediktor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain: skor fungsional yang rendah,

status sosialekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, ada riwayat keluarga dekat

menderita AR, melibatkan AR, melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau LED tinggi saat

permulaan penyakit, RF atau anti CCP positif, ada perubahan radiologis pada awal penyakit,

24

Page 25: DocumentRA

ada nodul reumatoid /manifestasi ekstraartikuler lainnya. Sebanyak 30% penderita AR

dengan manifestasi penyakit berat tidak berhasil memenuhi kriteria ACR 20 walaupun sudah

mendapat berbagai macam terapi. Sedangkan penderita dengan penyakit lebih ringan

memberikan respon yang baik dengan terapi. Penelitian yang dilakukan oleh Lindqvist dkk

pada penderita AR yang mulai tahun 1980-an, memperlihatkan tidak adanya peningkatan

angka mortalitas pada 8 tahun pertama sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhan

penyebab kematian pada penderita AR dibandingkan dengan populasi umum adalah 1,6.

Tetapi hasil ini mungkin akan menurun setelah penggunaan jangka panjang DMARD terbaru.

KesimpulanHipotesis diterima. Ny. O diduga menderita rheumatoid artritis. Dugaan tersebut dapat dilihat

dari gejala-gejala yang didapat. Nyeri pada jari tangan dan kedua pergelangan tangan,

kekakuan pada pagi hari sekitar 1jam, juga disertai nyeri bengkak pada sendi-sendinya

merupakan gejala klinis dari rheumatoid artritis.

Reumatoid artritis memiliki prognosis yang buruk jika tidak segera dilakukan penanganan

yang tepat. Reumatoid artritis dapat menyebabkan gangguan persendian, tangan, serta dapat

menimbulkan kecacatan. Selain itu juga didapat komplikasi yang cukup berbahaya. Oleh

karena itu rheumatoid artritis perlu diwaspadai sejak dini. Penanganan yang perlu dilakukan

harus tepat.

Daftar Pustaka1. Jonathan G. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.

196-7.

2. Junadi P, Soemasto AS, dan Amelz H. Kapita selekta kedokteran. Edisi 2. Jakarta:

Media aesculapius; 1982. h. 143-56.

3. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. h. 911-

2.

4. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h. 464-6.

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

25

Page 26: DocumentRA

dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 2495-506

6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.

Alih bahasa, Brahm Pendit. Jakarta: EGC; 2005. h. 1386-7

7. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Farmakologi dan terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 245-6

8. J. adam rindfleisch, daniel muller. Rheumatoid arthritis. 7 februari 2010. Diunduh

dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ . 17 Maret 2012.

9. Cell count and differential count for synovial fluid analysis. 8 Desember 2010.

Diunduh dari: http://meded.ucsd.edu/isp/1994/im-quiz/amono.htm. 17 Maret 2012

26