17
1 ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI JAWA BARAT R. Abdul Maqin*) ABSTRACT This study aims to obtain the empirical evidence on (1) inter regional disparity of income in West Java (2) the influence of economic growth, capital investement domestic, and level of education to regency’s/city’s disparity of income in West Java. Analysis model is applied to know disparity of income by Williamson’s index. While to know influence a number of variables about disparity of income is applied by data panel with method Fixed Effect, with data times series from the year 2000-2005. Result of research indicates that, out of 25 regencies and cities, there are 8 regions composing 7 regencies and 1 city have the disparity index bigger than the average of regency/city in West Java. While, the result of economic growth estimation and capital invetment domestic has significant influence to disparity of income. Seen from level of education’s labour, the senior high school graduated give significant influence to disparity of income. Key words: economic growth, disparity of income, capital investement domestic, level of education’s labour ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai (1) disparitas pendapatan antar daerah di Jawa Barat (2) pengaruh pertumbuhan ekonomi, PMDN, dan tingkat pendidikan terhadap disparitas pendapatan kabupaten/kota di Jawa Barat. Model analisis yang digunakan untuk mengetahui disparitas pendapatan digunakan indeks ketimpangan regional Williamson. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh sejumlah variabel terhadap disparitas pendapatan digunakan panel data dengan metode Fixed Effect, dengan data times series dari tahun 2000-2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 25 Kabupaten dan Kota ada 8 daerah yang terdiri 7 Kabupaten dan 1 Kota yang memiliki indeks disparitas yang lebih besar dari rata-rata Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Sementara itu, hasil estimasi pertumbuhan ekonomi dan PMDN mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap disparitas pendapatan. Dilihat dari tingkat pendidikan tenaga kerja, lulusan SMA memberikan pengaruh signifikan terhadap disparitas pendapatan. Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, disparitas pendapatan, penanaman modal dalam negeri, tingkat pendidikan tenaga kerja.

R Abdul Maqin Disparitas2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: R Abdul Maqin Disparitas2

1  

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI JAWA BARAT R. Abdul Maqin*)

ABSTRACT

This study aims to obtain the empirical evidence on (1) inter regional disparity of income in West Java (2) the influence of economic growth, capital investement domestic, and level of education to regency’s/city’s disparity of income in West Java. Analysis model is applied to know disparity of income by Williamson’s index. While to know influence a number of variables about disparity of income is applied by data panel with method Fixed Effect, with data times series from the year 2000-2005.

Result of research indicates that, out of 25 regencies and cities, there are 8 regions composing 7 regencies and 1 city have the disparity index bigger than the average of regency/city in West Java. While, the result of economic growth estimation and capital invetment domestic has significant influence to disparity of income. Seen from level of education’s labour, the senior high school graduated give significant influence to disparity of income.

Key words: economic growth, disparity of income, capital investement domestic, level of education’s labour

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai (1) disparitas pendapatan

antar daerah di Jawa Barat (2) pengaruh pertumbuhan ekonomi, PMDN, dan tingkat pendidikan terhadap disparitas pendapatan kabupaten/kota di Jawa Barat. Model analisis yang digunakan untuk mengetahui disparitas pendapatan digunakan indeks ketimpangan regional Williamson. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh sejumlah variabel terhadap disparitas pendapatan digunakan panel data dengan metode Fixed Effect, dengan data times series dari tahun 2000-2005.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 25 Kabupaten dan Kota ada 8 daerah yang terdiri 7 Kabupaten dan 1 Kota yang memiliki indeks disparitas yang lebih besar dari rata-rata Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Sementara itu, hasil estimasi pertumbuhan ekonomi dan PMDN mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap disparitas pendapatan. Dilihat dari tingkat pendidikan tenaga kerja, lulusan SMA memberikan pengaruh signifikan terhadap disparitas pendapatan.

Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, disparitas pendapatan, penanaman modal dalam negeri, tingkat pendidikan tenaga kerja.

Page 2: R Abdul Maqin Disparitas2

2  

I. PENDAHULUAN

Jawa Barat sebagai bagian intergral dari perekonomian nasional tentunya membutuhkan

suatu rencana strategis yang bertujuan untuk membangun Jawa Barat yang meliputi

pengembangan sektor-sektor ekonomi andalan yang menjadi core businnes (bisnis inti) antara

lain ; agrobisnis, kelautan, kepariwisataan, industri manufaktur dan industri jasa. Oleh karena itu,

dalam pelaksanaanya diperlukan keterpaduan gerak langkah pembangunan dari berbagai pihak

secara sinergis, kondusif dan berkelanjutan. Meskipun demikian, proses pembangunan ini masih

terbentur oleh berbagai macam kendala yang perlu segera diantisipasi. Kendala-kendala yang

terjadi antara lain meliputi masalah internal dan eksternal dalam perekonomian secara makro di

Jawa Barat.

Pertumbuhan ekonomi kota di Jawa Barat dalam lima tahun terakhir (2001-2005) rata-rata

mengalami pertumbuhan sebesar 4,27% per tahun. Pada tahun yang sama daerah berstatus kabupaten

rata-rata memiliki laju pertumbuhan ekonomi sebesar 3,71% dan daerah berstatus kota relatif lebih tinggi

dibandingkan rata-rata kabupaten dan Jawa Barat yakni 6,42%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1 Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi daerah Kabupaten dan Kota

di Jawa Barat Menurut Harga Konstan 2000 Periode 2001-2005

Laju Pertumbuhan

(%) Tahun Jawa Barat Rata-Rata Kabupaten Rata-rata Kota

2001 5,11 4,13 9,67 2002 4,62 4,53 5,13 2003 1,19 0,79 5,34 2004 5,43 4,78 5,50 2005 5,00 4,32 5,58

Rata--rata 4,27 3,71 6,42 Sumber : Badan Pusat Statistik

Page 3: R Abdul Maqin Disparitas2

3  

Secara harfiah, pembangunan bertujuan untuk pemerataan hasil-hasil pembangunan,

namun dalam kenyataannya banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga hasil

pembangunan tersebut belum dinikmati oleh penduduk di Jawa Barat secara merata.

Ketimpangan di Propinsi Jawa Barat selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai

bentuk, aspek atau dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal

pendapatan per kapita, tetapi ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan

pula berupa disparitas pendapatan atau antar daerah, yakni antar pedesaan dan daerah perkotaan.

Akan tetapi juga berupa disparitas sektoral dan disparitas regional.

Adanya disparitas pendapatan antar daerah di Jawa Barat disebabkan berbagai kendala, baik letak

geografis maupun potensi sumber daya alam yang dimiliki masing-masing daerah yang tidak sama,

bahkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam pembangunan juga menjadi kendala dalam

pertumbuhan ekonomi.

Disparitas pendapatan antar daerah yang disebabkan oleh terpusatnya investasi suatu daerah. Pada

kenyataannya besaran investasi ditiap wilayah dan tiap sektor berbeda-beda. Keputusan investasi ditiap

wilayah dan tiap sektor sangat dipengaruhi oleh dua pelaku utamanya, yaitu pengusaha dan pemerintah

melalui kebijakan-kebijakannya. Bagi pemerintah investasi dilakukan dengan harapan investasi tersebut

dapat memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi wilayah, besaran efek multiplier investasi

ditiap wilayah berbeda-beda tergantung pada besaran hasrat konsumsi masyarakat ditiap wilayah baik

terhadap barang produksi lokal maupun barang dari luar daerahnya, tingkat pajak ditiap wilayah, serta

banyak faktor lainnya kondisi ini tentu saja dapat menjadi pendorong besaran investasi yang berbeda

antar wilayah. Dalam hal ini pemerintah harus memilih sektor-sektor yang apabila berkembang mampu

mendorong kemajuan sektor-sektor lain hingga pada akhirnya dapat mendongkrak kesejahteraan

masyarakat secara keseluruhan.

Page 4: R Abdul Maqin Disparitas2

4  

Secara umum diyakini bahwa desentralisasi fiskal akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pendapat ini dilandasi oleh pandangan yang menyatakan kebutuhan masyarakat daerah terhadap pendidikan

dan barang publik pada umumnya akan terpenuhi dengan lebih baik dibandingkan bila langsung diatur oleh

pemerintah pusat. Namun kecenderungan kearah tersebut tidak nampak karena hingga saat ini sebagian

besar Pemerintahan Daerah (Pemda dan DPRD) Kota dan Kabupaten di Indonesia merespon desentralisasi

fiskal dengan menggenjot kenaikan PAD melalui pajak dan retribusi tanpa diimbangi peningkatan efektifitas

pengeluaran APBD. Langkah kebijakan semacam ini dapat berpengaruh buruk terhadap penyelenggaraan

pendidikan di tingkat daerah serta kesejahteraan masyarakatnya. Bagi sebagian besar propinsi, masalah

diatas merupakan agenda pokok yang perlu segera ditangani, karena (i) jumlah penduduk miskin

mengalami peningkatan selama krisis ekonomi, dan (ii) keberadaan sumber daya manusia (SDM) yang

berkualitas (terdidik dan terlatih) di masa depan merupakan kebutuhan tak terhindarkan dalam

menghadapi persaingan global.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini secara garis

besar adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui disparitas pendapatan antar daerah di Jawa Barat.

2. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, penanaman modal dalam negeri, dan tingkat

pendidikan terhadap disparitas pendapatan kabupaten/kota di Jawa Barat.

II. KAJIAN PUSTAKA

Beberapa ahli ekonomi mengatakan bahwa kesenjangan pendapatan antar daerah timbul karena

adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi. Daerah yang memiliki sumber

daya dan faktor produksi, terutama yang memiliki barang modal (capital stock) akan memperoleh

pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang memiliki sedikit sumber daya.

Page 5: R Abdul Maqin Disparitas2

5  

Menurut teori pertumbuhan wilayah Neo-klasik, pertumbuhan wilayah sangat berhubungan

dengan tiga faktor penting, yaitu tenaga kerja, ketersediaan modal, dan kemajuan teknologi. Tingkat

pertumbuhan dan faktor-faktor itu akan menentukan tingkat pendapatan dan pertumbuhan ekonomi

wilayah.

Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, maka selanjutnya akan terjadi proses multiplier

dimana para pelaku ekonomi, terutama para investor akan meningkatkan investasinya dalam bentuk

modal fisik yang tentu saja memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak, sehingga semakin banyak pula

orang yang bisa bekerja. Hal ini berarti, semakin banyak orang yang mempunyai pendapatan dan

sekaligus terjadi distribusi pendapatan yang lebih merata.

Kesenjangan antar daerah menyangkut pola dan arah investasi serta prioritas alokasi di antara

berbagai daerah dalam wilayah negara kesatuan, khususnya di bidang sumber daya manusia dan dalam

prasarana fisik. Pola dan arah investasi pada bidang-bidang tersebut diberbagai daerah akhirnya

berpengaruh pada tingkat kesernjangan distribusi pendapatan antar daerah.

Menurut Kuznets disparitas dalam pembagian pendapatan cenderung bertambah besar selama

tahap-tahap awal pembangunan, baru kemudian selama tahap-tahap lebih lanjut dari pembangunan

berbalik manjadi lebih kecil, atau dengan kata lain bahwa proses pembangunan ekonomi pada tahap awal

mengalami kemerosotan yang cukup besar dalam pembagian pendapatan, yang baru berbalik menuju

suatu pemerataan yang lebih besar dalam pembagian pendapatan pada tahap pembangunan lebih lanjut.

Lebih lanjut Kuznets mengasumsikan bahwa kelompok pendapatan tinggi memberikan kontribusi

modal dan tabungan yang besar sementara modal dari kelompok lainnya sangat kecil. Dengan kondisi-

kondisi lain yang sama, perbedaan dalam kemampuan menabung akan mempengaruhi konsentrasi

peningkatan proporsi pemasukan dalam kelompok pendapatan tinggi. Proses ini akan menimbulkan

dampak akumulatif, yang lebih jauh akan meningkatkan kemampuan dalam kelompok pendapatan tinggi,

kemudian akan memperbesar kesenjangan pendapatan dalam suatu negara.

Page 6: R Abdul Maqin Disparitas2

6  

Studi yang dilakukan oleh Bank dunia, di Indonesia menunjukan bahwa apabila tidak dilakukan

suatu langkah yang maksimal dalam mendorong distribusi pendapatan yang lebih baik, maka

pertumbuhan ekonomi Indonesia akan cenderung kearah meningkatkan ketimpangan dalam distribusi

pendapatan.

Pendidikan mempunyai peran penting bagi suatu bangsa karena pendidikan memiliki andil yang

besar terhadap kemajuan bangsa, baik secara ekonomi maupun sosial. Kualitas pendidikan sangat

mempengaruhi kualitas sumber daya manusia karena pendidikan merupakan salah satu sarana

meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia.

Menurut UNDP, dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan

lebih baik. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun

indikator-indikator lainnya sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai laporan pembangunan manusia

yang dipublikasikan oleh Badan PBB untuk Pembangunan Manusia.

Dengan pertimbangan itu maka dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula

dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi regional. Hal ini penting

karena kebijakan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat

daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja

ekonominya. Dengan kata lain, peningkatan kualitas modal manusia diharapkan juga akan

memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan antar daerah yang memiliki keragaman

sosial ekonomi yang tinggi.

Pendidikan dan kesehatan merupakan bentuk investasi sumber daya manusia yang mungkin lebih

penting dari investasi modal fisik. Ditemukan dalam berbagai penelitian di sejumlah negara, pendidikan

dan kesehatan memberi sumbangan amat besar bagi pertumbuhan ekonomi. Dampak pendidikan terhadap

pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah berkembangnya kesempatan masyarakat untuk meningkatkan

kesehatan, pengetahuan, keterampilan, keahlian kemampuan wawasan mereka agar mampu bekerja lebih

Page 7: R Abdul Maqin Disparitas2

7  

produktif baik secara perorangan maupun kelompok, hal ini sesuai dengan konsep model human capital.

Pendidikan juga berfungsi dalam meningkatkan kesadaran sosial, politik dan budaya serta memacu

penguasaan dan pendayagunaan teknologi untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan sosial. Karena itu

hampir semua negara di dunia menempatkan pembangunan pendidikan sebagai kebijakan yang memiliki

prioritas tertinggi.

Dalam kaitan disini tingkat pendidikan penduduk hanya difokuskan pada tingkat pendidikan

dasar dan menengah. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa sebagian besar tingkat pendidikan

masyarakat Jawa Barat cenderung masih didominasi oleh lulusan sekolah dasar dan tingkat menengah.

Tingkat dasar adalah dicerminkan oleh lulusan Sekolah Dasar, sedangkan tingkat menengah dicerminkan

oleh sedikit banyak jumlah penduduk yang menamatkan SLTP dan SLTA.

Tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat akan berhubungan terbalik (negatif) dengan

disparitas pendapatan, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan menurunkan kesenjangan

pendapatan antar daerah. Dengan asumsi bahwa semakin banyak penduduk yang berpendidikan rendah

(Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama), maka kesenjangan pendapatan antar daerah cenderung

semakin tinggi tetapi jika semakin banyak masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi

(misalnya SLTA), maka tingkat kesenjangan pendapatan antar daerah akan semakin turun.

Dengan meningkatnya pendidikan tertentu akan memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang

akan berdampak pada penggunaan modal fisik menjadi lebih efisien dan tenaga kerja akan menjadi lebih

produktif. Dengan demikian, maka produktivitas baik modal fisik maupun tenaga kerja akan meningkat,

dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan pendapatan antar

masyarakat dapat menurun.

Hasil penelitian Robello (1993) dan Sylwester (1999) yang dikutip oleh Fery Andrianus

ditemukan bahwa pengeluaran pendidikan tidak hanya berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi tetapi

juga berhubungan dengan ketimpangan pendapatan, artinya apabila ketimpangan pendapatan berkurang

Page 8: R Abdul Maqin Disparitas2

8  

pengeluaran untuk pendidikan meningkat, sehingga pada akhirnya kualitas sumber daya manusiapun akan

meningkat. Selanjutnya hasil penelitian di atas diperkuat oleh hasil penelitian Sylwester (2002) yang

mengatakan untuk negara yang mencurahkan banyak perhatian terhadap public educatian (persentase

pendidikan terhadap GNP) mempunyai tingkat ketimpangan pendapatan yang rendah.

III. METODE PENELITIAN

Kajian ini bersifat deskriptif dan verifikatif di mana tujuannya adalah untuk memperoleh suatu

gambaran tentang disparitas pendapatan di Jawa Barat serta untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhinya melalui pengujian secara empiris berdasarkan data lapangan dengan menggunakan

analisis panel data.

Untuk mengetahui disaparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Jawa Barat digunakan indeks

ketimpangan regional Williamson yang dirumuskan sebagai berikut :

Iw = ( )nf

YY ii

2∑ −

Y

Dimana : Yi = PDRB Perrkapita Jawa Barat.

Y = PDRB Perkapita rata-rata seluruh kabupaten/ kota

fi = Jumlah Penduduk kabupaten / kota di Jawa barat.

n = Jumlah Penduduk total Jawa Barat.

Iw= Nilai Indeks Ketimpangan Williamson.

Untuk mengetahui pengaruh sejumlah variabel terhadap disparitas pendapatan digunakan analisis

panel data dengan metode fixed effect yang dirumuskan sebagai berikut :

Page 9: R Abdul Maqin Disparitas2

9  

IWit = αi + α1 LnYit + α2 LnPMDNit + α3 LnSDit + α4 LnSMPit + α5 LnSMAit + eit

Dimana :

IW : Disparitas pendapatan

Y : PDRB

PMDN : Penanaman Modal Dalam negeri

SD : Tenaga kerja lulusan Sekolah Dasar

SMP : Tenaga kerja lulusan SMP

SMA : Tenaga kerja lulusan SMA

i : Kabupaten dan Kota di Jawa Barat

t : Periode Waktu

e : Error term

αi : Menunjukkan koefisien intercept ke 25 kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Disparitas Pendapatan Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Dalam penelitian ini disparitas pendapatan diukur dengan Indeks Williamson yang

digunakan untuk melihat persentase ketidakmerataan dimulai dari 0 sampai 1. Dari Tabel 2

terlihat bahwa perkembangan disparitas pendapatan di Kabupaten dan Kota yang ada di Jawa

Barat cenderung bervariasi satu sama lainnya. Dari 25 Kabupaten dan Kota ada 8 daerah yang

terdiri 7 Kabupaten dan 1 Kota yang memiliki indeks disparitas pendapatan yang lebih besar dari

rata-rata Kabupaten/Kota di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Bandung,

Tasikmalaya, Cirebon, Bekasi, dan Indramayu. Sementara 1 daerah berstatus kota yaitu kota

Bandung. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesenjangan pemerataan pendapatan di daerah-

Page 10: R Abdul Maqin Disparitas2

10  

daerah tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan Jawa Barat. Tabel 2 dibawah ini

menunjukkan hasil perhitungan disparitas pendapatan antar Kabupaten/Kota di Jawa Barat dari

tahun 2000-2005.

Tabel 2 Hasil Perhitungan Disparitas Pendapatan Antar Kabupaten/Kota

di Jawa Barat Tahun 2000-2005

Kabupaten/Kota 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata

Kab. Bogor 0.0081 0.0078 0.0091 0.0039 0.0056 0.0056 0.007 Kab. Sukabumi 0.0233 0.0212 0.0210 0.0242 0.0219 0.0222 0.022 Kab. Cianjur 0.0213 0.0214 0.0211 0.0259 0.0249 0.0244 0.023 Kab. Bandung 0.0218 0.0221 0.0205 0.0215 0.0195 0.0206 0.021 Kab. Garut 0.0148 0.0150 0.0146 0.0213 0.0206 0.0219 0.018 Kab. Tasikmalaya 0.0363 0.0363 0.0361 0.0233 0.0238 0.0246 0.030 Kab. Ciamis 0.0163 0.0174 0.0172 0.0204 0.0151 0.0148 0.017 Kab. Kuningan 0.0125 0.0123 0.0120 0.0140 0.0139 0.0143 0.013 Kab. Cirebon 0.0248 0.0244 0.0250 0.0289 0.0276 0.0271 0.026 Kab. Majalengka 0.0151 0.0148 0.0146 0.0171 0.0159 0.0158 0.016 Kab. Sumedang 0.0059 0.0058 0.0054 0.0084 0.0079 0.0081 0.007 Kab. Indramayu 0.0917 0.0744 0.0688 0.0240 0.0281 0.0231 0.052 Kab. Subang 0.0070 0.0076 0.0049 0.0129 0.0113 0.0106 0.009 Kab. Purwakarta 0.0063 0.0060 0.0063 0.0027 0.0027 0.0026 0.004 Kab. Karawang 0.0082 0.0143 0.0133 0.0027 0.0052 0.0052 0.008 Kab. Bekasi 0.1322 0.1316 0.1324 0.1083 0.1145 0.1157 0.122 Kota Bogor 0.0051 0.0067 0.0057 0.0072 0.0079 0.0064 0.007 Kota Sukabumi 0.0008 0.0008 0.0006 0.0015 0.0013 0.0014 0.001 Kota Bandung 0.0269 0.0302 0.0329 0.0519 0.0286 0.0301 0.033 Kota Cirebon 0.0153 0.0152 0.0152 0.0125 0.0130 0.0130 0.014 Kota Bekasi 0.0083 0.0062 0.0059 0.0021 0.0013 0.0016 0.004 Kota Depok 0.0119 0.0122 0.0131 0.0163 0.0151 0.0148 0.014 Kota Cimahi - - - 0.0084 0.0086 0.0088 0.004 Kota Tasikmalaya - - - 0.0025 0.0026 0.0027 0.001 Kota Banjar - - - - 0.0018 0.0019 0.001

Jawa Barat 0.0206 0.0202 0.0198 0.0185 0.0175 0.0175 0.019 Sumber : Hasil Pengolahan (terlampir) Keterangan : Tanda (- ) masih tergabung dengan daerah induk (sebelum terjadi pemekaran)

Dari 8 daerah tersebut Kabupaten Bekasi ternyata memiliki tingkat disparitas yang relatif lebih

besar dibandingkan 7 daerah lainnya yakni sebesar 0.6664. Tingginya indeks disparitas pendapatan yang

dimiliki oleh daerah-daerah tersebut dibandingkan dengan Jawa Barat, dimungkinkan karena daerah-

daerah tersebut cenderung menjadi daerah tujuan investasi di Jawa Barat. Untuk kabupaten Cianjur,

Tasikmalaya, Cirebon, Majalengka, cenderung banyak menyerap investasi pada sektor pertanian,

Indramayu sektor pertambangan dan kota Bandung dan Bekasi merupakan daerah tujuan investor

Page 11: R Abdul Maqin Disparitas2

11  

berinvestasi pada sektor industri dan jasa. Dengan adanya kemampuan yang relatif tinggi dari daerah-

daerah tersebut dalam menyerap investasi khususnya telah membawa dampak secara agregat yakni terjadi

peningkatan kesenjangan pembangunan dengan daerah lain.

Sementara 17 Kabupaten/Kota lainnya memiliki indeks disparitas pendapatan yang relatif lebih

kecil dibandingkan dengan rata-rata Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang sebesar 0.1261. Adapun daerah-

daerah tersebut meliputi 7 daerah berstatus Kota, yaitu Kota Bogor, Sukabumi, Bekasi, Depok, Cimahi,

Tasikmalaya, dan Banjar dan 10 daerah berstatus Kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Sukabumi,

Bandung, Garut, Ciamis, Kuningan, Sumedang, Subang, Purwakarta, dan Karawang. Hal ini

mengindikasikan bahwa tingkat pemerataan pendapatan di daerah-daerah ini relatif lebih baik

dibandingkan dengan rata-rata Kabupten/Kota di Jawa Barat.

4.2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PMDN dan Tingkat Pendidikan Terhadap Disparitas Pendapatan

Hasil estimasi pengaruh pertumbuhan ekonomi, penanaman modal dalam negeri, dan tingkat

pendidikan terhadap disparitas pendapatan dengan pendekatan panel data didapat hasil sebagai berikut :

IWt = 1,5620 – 1,0214 LnY + 1,09E-06 LnPMDN + 1,81E-07 LnSD – 3,06E-06 LnSMP

– 1,16E-05 LnSMA

R2 = 0,9999 F-statistik = 6125263

Dari persamaan di atas diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9999 artinya 99,99% variasi

variabel terikat disparitas pendapatan mampu dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel-variabel

bebasnya yang meliputi pertumbuhan ekonomi, penanaman modal dalam negeri, dan tingkat pendidikan.

Page 12: R Abdul Maqin Disparitas2

12  

Tabel 2 Koefisien Intersep Hasil Estimasi Model Disparitas Pendapatan

Jawa Barat Tahun 2000-2005

No

Kabupaten

Koefisien

Intersep

Kab. Bogor 1.022

2 Kab. Sukabumi 1.585

3 Kab. Cianjur 2.696

4 Kab. Bandung -9.452

5 Kab. Garut 0.521

6 Kab. Tasikmalaya 5.880

7 Kab. Ciamis 2.217

8 Kab. Kuningan 4.490

9 Kab. Cirebon 4.098

10 Kab. Majalengka 4.536

11 Kab. Sumedang 2.348

12 Kab. Indramayu -7.521

13 Kab. Subang 1.229

14 Kab. Purwakarta 0.947

15 Kab. Karawang -5.367

16 Kab. Bekasi -3.958

17 Kota Bogor 3.274

18 Kota Sukabumi 4.170

19 Kota Bandung -8.266

20 Kota Cirebon 2.551

21 Kota Bekasi -3.958

22 Kota Depok 3.348

23 Kota Cimahi 1.138

24 Kota Tasikmalaya 2.718

25 Kota Banjar 4.711

Sumber: Hasil Pengolahan

Dari 25 kabupaten/kota di Jawa Barat daerah yang menjadi sampel penelitian ada 19 daerah yang

memiliki koefisien intersep bertanda positif, yaitu 12 kabupaten yang terdiri dari : Bogor, Sukabumi,

Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Subang, Purwakarta,

dan 7 kota, yaitu : Bogor, Sukabumi, Cirebon, Depok, Cimahi, Tasikmalaya dan Banjar. Hal ini

Page 13: R Abdul Maqin Disparitas2

13  

mencerminkan bahwa daerah-daerah tersebut memiliki disparitas pendapatan lebih tinggi dari rata-rata

disparitas pendapatan Kabupaten di Jawa Barat atau dengan kata lain tingkat pemerataan di daerah-daerah

tersebut relatif lebih baik dibandingkan rata-rata Jawa Barat. Serta 6 daerah lainnya memiliki disparitas

pendapatan yang lebih rendah dari Jawa Barat (ditandai oleh intercept yang negatif) yakni terdiri daerah 4

kabupaten dan 2 kota, yaitu Kabupaten Bandung, Indramayu, Karawang, Bekasi, dan kota Bandung, dan

Bekasi.

Adanya disparitas pendapatan antar daerah diduga karena potensi sumber daya yang

dimiliki antara daerah satu dengan daerah yang lainnya tidak merata dan tidak seragam, oleh

karena itu pertumbuhannya pun berbeda. Untuk dapat tumbuh secara cepat, suatu daerah perlu

memilih satu atau lebih pusat-pusat pertumbuhan regional yang memiliki potensi paling kuat.

Apabila region ini kuat maka akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi region-region yang

lemah. Pertumbuhan ini berdampak positif (trickle down effect) yaitu adanya pertumbuhan di

region yang kuat misalnya akan menyerap potensi tenaga kerja di region yang lemah atau

mungkin region yang lemah menghasilkan produk yang sifatnya komplementer dengan produk

region yang kuat.

Hasil estimasi pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap

disparitas pendapatan. Adapun nilai koefisien regresi dari variabel ini adalah sebesar -1,021, artinya jika

laju pertumbuhan ekonomi naik sebesar 1%, maka disparitas pendapatan akan turun sebesar 1,021%

dengan kata lain terjadi penurunan disparitas pendapatan sebesar 1,021%.

Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, maka selanjutnya akan terjadi proses multiplier

dimana para pelaku ekonomi, terutama para investor akan meningkatkan investasinya dalam bentuk

modal fisik yang tentu saja memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak, sehingga semakin banyak pula

orang yang bisa bekerja. Hal ini berarti, semakin banyak orang yang mempunyai pendapatan dan

Page 14: R Abdul Maqin Disparitas2

14  

sekaligus terjadi distribusi pendapatan yang lebih merata atau dengan kata lain terjadi penurunan

disparitas pendapatan.

Berdasarkan hasil estimasi investasi PMDN mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif

terhadap disparitas pendapatan. Adapun nilai koefisien regresi dari variabel ini adalah sebesar 1,09E-06

(0,0000010), artinya jika PMDN naik sebesar 1 milyar rupiah, maka disparitas pendapatan akan naik

sebesar 1,09E-06% dengan kata lain terjadi peningkatan disparitas pendapatan sebesar 0,0000010%.

Disparitas antar daerah menyangkut pola dan arah investasi serta prioritas alokasi di antara

berbagai daerah dalam wilayah Negara kesatuan, khususnya di bidang sumber daya manusia dan dalam

prasarana fisik. Pola dan arah investasi pada bidang-bidang tersebut diberbagai daerah akhirnya

berpengaruh pada tingkat kesenjangan distribusi pendapatan antar daerah.

Hasil estimasi tingkat pendidikan SD dan SMP tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap disapritas pendapatan. Hal ini mencerminkan bahwa naik turunnya kesenjangan distribusi

pendapatan tidak tergantung pada tingkat pendidikan sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama. Namun

demikian untuk tingkat pendidikan SMA ternyata memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan

terhadap kesenjangan disparitas pendapatan. Hal ini mengindikasikan bahwa naiknya tingkat pendidikan

akan berdampak pada turunnya kesenjangan pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan

berdampak pada peningkatan produktivitas sumber daya manusia yang sangat diperlukan dalam proses

pembangunan ekonomi. Dengan meningkatnya pendidikan tertentu akan memperbaiki kualitas sumber

daya manusia yang akan berdampak pada penggunaan modal fisik menjadi lebih efisien dan tenaga kerja

akan menjadi lebih produktif. Dengan demikian, maka produktivitas baik modal fisik maupun tenaga

kerja akan meningkat, dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan

pendapatan antar masyarakat dapat menurun.

Disparitas pendapatan cenderung akan membaik karena pembagian pendapatan dimasing-masing

daerah tidak lagi semata terletak pada akumulasi modal yang dimilikinya tetapi terletak pada kemampuan,

Page 15: R Abdul Maqin Disparitas2

15  

kualitas, atau mutu sumber daya manusia yang dimilikinya. Persoalannya kemudian terletak pada

kemampuan pemerintah untuk memberikan kesempatan yang merata kepada seluruh penduduk untuk

meningkatkan mutu modal yang mereka miliki melalui pelayanan pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan

yang berkualitas. Dengan demikian pemerataan pendapatan salah satunya tidak terlepas dari kualitas

sumberdaya manusia-nya, yang mana produktivitas yang tinggi tentu erat kaitannya dengan tingkat

pendidikan dan keterampilan dari pekerja yang bersangkutan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 1. Dari 25 Kabupaten dan Kota ada 8 daerah yang terdiri 7 Kabupaten dan 1 Kota memiliki indeks

disparitas spasial yang lebih besar dari rata-rata Kabupaten/Kota di Jawa Barat, yaitu Kabupaten

Sukabumi, Cianjur, Bandung, Tasikmalaya, Cirebon, Bekasi, dan Indramayu. Sementara 1 daerah

berstatus kota yaitu kota Bandung.

2. Berdasarkan hasil estimasi pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan investasi PMDN mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap disparitas pendapatan. PDRB mempunyai dampak yang positif

terhadap disparitas pendapatan, artinya jika PDRB naik maka disparitas pendapatan akan naik dengan

kata lain terjadi penurunan ketimpangan pembangunan. Sedangkan investasi domestik (PMDN)

memberikan efek yang negatif terhadap disapritas pendapatan, artinya jika investasi domestik

(PMDN) meningkat maka disparitas pendapatan akan menurun atau dengan kata lain terjadi

peningkatan dalam pemerataan hasil pembangunan. Sementara itu, dilihat dari tingkat pendidikan

tenaga kerja hanya lulusan SMA yang memberikan pengaruh signifikan terhadap disparitas

pendapatan.

Page 16: R Abdul Maqin Disparitas2

16  

5.2. Saran

Dengan memperhatikan kesimpulan di atas dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Pemerintah daerah sebaiknya lebih banyak lagi mempromosikan potensi ekonominya kepada para

investor. Untuk mengurangi disparitas pendapatan disamping meningkatkan produktivitas tenaga

kerja, perlu diamati secara cermat sektor ekonomi mana yang perlu dikembangkan untuk

memperkecil gap aktivitas perekonomian antar wilayah.

2. Pemerintah daerah harus merubah prioritas pembangunan dari profit oriented menjadi human

development oriented, karena untuk dapat bersaing dengan daerah lainnya, hanya dapat dilakukan

oleh sebuah generasi dengan kualitas SDM yang memadai. Oleh karena itu pemahaman yang baik

oleh Pemerintah Daerah mengenai paradigma pembangunan manusia ini mutlak diperlukan.

3. Upaya pelayanan pendidikan dan kesehatan masyarakat harus ditingkatkan dengan cara menambah

fasilitas dan guru, tenaga medis di setiap sekolah dasar dan puskesmas kecamatan, sehingga akses

masyarakat terhadap layanan pendidikan dan kesehatan lebih mudah dan terjangkau.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Rozany Nurmanaf, 1999, Kesenjangan Pengeluaran Pembangunan antar Wilayah dan Propinsi di Indonesia, EKI Volume XLVII Nomor 4.

Al-Samarai, S. 2002. The Changing Distribution of Publik Education Expenditure in Malawi. Africa Region Working Papar Series, 29.

Brata, A.G., 2002, Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional di Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7, No 2.

Djisman S. Simandjuntak, (1994), Keadaan dan Arah Perkembangan Angkatan Kerja di Indonesia, Penerbit Lembaga Demografi FE-UI Jakarta.

Page 17: R Abdul Maqin Disparitas2

17  

Fery Andrianus, 2003, Analisis Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (1970-2000), Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, Vol. 1 No. 2, Fakultas Ekonomi,

Universitas Cokroaminoto Yogyakarta.Type equation here.

Jhingan, M.L (2002), “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”, Penerbit, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Maman Sukherman, (2002), “Produktivitas dan Disparitas Penduduk Jawa Barat diakhir Millenium ke-2”, Jurnal Kependudukan Padjajaran.

Mudrajad Kuncoro, (2004). “Ekonomi Pembangunan : Teori Masalah dan Kebijakan”, UPP-AMP YKPN, Yogyakarta.

Prijono Tjiptoherijanto (1996), “Pertumbuhan dan Pemerataan”, Majalah Perencanaan Pembangunan Unit Korpri, Bapenas Jakarta.

*) Dosen tetap Fakultas Ekonomi Unpas

Artikel dimuat dalam Jurnal Trikonomika FE Unpas