Upload
others
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PUPUK CAIR PRODUKTIF (PCP) DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI
TEMPE BERDASARKAN BERBAGAI KONSENTRASI PENAMBAHAN
EM4
PRODUCTIVE LIQUID FERTILIZER FROM LIQUID WASTE TEMPE
INDUSTRY AS REVEALED BY VARIOUS EM4 CONCENTRATION
Oleh,
Fred Leonardo Letsoin
NIM : 652015701
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
(Kimia)
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2016
Pupuk Cair Produktif (PCP) dari Limbah Cair Industri Tempe
Berdasarkan Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4
Productive Liquid Fertilizer from Liquid Waste Tempe Industry as
Revealed by Various EM4 Concentration
1)Fred Letsoin,
2)Sri Hartini MSc.,
3)A.Ign.Kristijanto, M.S.
1) Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika 2)3)
Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
ABSTRACT
The study concerning productive liquid fertilizer from liquid waste of tempe as
revealed by various EM4 addition had been done in the Laboratory of Environmental
Chemistry, Faculty of Science and Mathematics, Satya Wacana Christian University,
Salatiga between June 2012 until April 2013. The purpose of this study was to determine the
proper additional formulation of making productive liquid fertilizer based on the various
concentrations of EM4 . Liquid tempe waste were collected from several tempe industries in
Sidorejo Kidul village, Tingkir district, Salatiga. The concentration of EM4 added to the
tempe wastewater were 0%; 0.20%; 0.40%; 0.60%; 0.80%; 1.00% respectively. The
measurement parameter are pH, temperature, C total, N total, C/N ratio, and PO43-
,
respectively. Data were analyzed by using Randomize Completely Block Design (RCBD), 6
treatments and 4 replications. As the blocks are the time of analysis. The Honestly
Significance Differences (HSD) 5% were used to compare the differences between treatment
means. The results show that the liquid fertilizer produced had been fullfilled to the SNI of
SNI in pH and N total only.
Keywords : EM4, liquid tempe waste, productive liquid fertilizer
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diperkirakan ada sekitar 93.000 perajin tempe di Indonesia. Tempat produksi tempe
banyak dilakukan di daerah perumahan serta lingkungan penduduk dan masih banyak industri
tempe skala rumah tangga yang belum memiliki pengolahan limbah yang baik (Sutrisno
1996, dalam Adiprakoso, 2012). Lebih lanjut, menurut Wiryani (2009), limbah yang
diperoleh dari hasil samping pembuatan tempe, jika tidak dikelola dengan baik dan hanya
langsung dibuang ke perairan akan sangat mengganggu lingkungan di sekitarnya karena
dapat merusak kualitas air tanah, mengakibatkan timbulnya bau yang tidak sedap, serta
memicu tumbuhnya berbagai bakteri patogen.
Limbah yang diperoleh dari proses pengolahan tempe dapat berupa limbah cair maupun
limbah padat. Sebagian besar limbah padat yang berasal dari kulit kedelai, kedelai yang rusak
2
dan mengambang pada proses pencucian serta lembaga yang lepas pada waktu pelepasan
kulit, sudah banyak yang dimanfaatkan untuk makanan ternak. Limbah cair berupa air bekas
rendaman kedelai dan air bekas rebusan kedelai masih dibuang langsung di perairan di
sekitarnya (Pusbangtepa, 1989). Jika limbah tersebut langsung dibuang ke perairan maka
dalam waktu yang relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak
ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik tersebut
(Wardojo,1975).
Salah satu cara pengolahan air limbah tempe adalah memanfaatkannya menjadi Pupuk
Cair Produktif (PCP). Pupuk Cair produktif (PCP) merupakan salah satu jenis pupuk cair
yang banyak beredar di pasaran yang berasal dari bahan organik, sehingga sering dikenal
dengan nama pupuk organik cair. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun
atau disebut juga pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial seperti
N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn dan bahan organik (Lestari , 2005). Menurut Parman
(2007), pupuk organik cair selain memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, juga dapat
membantu meningkatkan produksi tanaman dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik
serta berguna sebagai alternatif pengganti pupuk kandang.
1.2 Tujuan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah menghasilkan
Pupuk Cair Produktif (PCP) yang memenuhi SNI ditinjau dari berbagai konsentrasi
penambahan EM4.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Tempe
Industri pengolahan tempe saat ini belum memiliki sistem pengolahan limbah yang
baik. Limbah industri tempe dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena
mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Limbah tempe dihasilkan dalam proses
pembuatan tempe maupun saat pencucian kedelai, limbah yang diperoleh pun dapat berupa
limbah cair maupun limbah padat. Limbah padat tidak terlalu dirasakan dampaknya karena
dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak, tetapi limbah cair hingga saat ini belum ditangani
dengan baik sehingga dapat dirasakan dampaknya. Menurut Suprapti (2003 dalam
Adiprakoso 2012) jenis limbah yang dihasilkan oleh industri tempe berupa limbah padat
(kering dan basah) dan limbah cair; (a) limbah padat kering terdiri atas kotoran yang
3
tercampur dalam kedelai, misal kerikil, kulit, batang, serta kedelai cacat fisik/rusak/busuk,
dan umumnya lebih mudah diatasi dengan cara dibakar ataupu dikubur; (b) limbah padat
basah, berupa kulit kedelai setelah mengalami proses perebusan dan perendaman, umumnya
limbah ini berbau asam dan busuk, namun masih dapat dimanfaatkan sebagai campuran
pakan ternak dan pupuk tanaman; (c) limbah cair berupa air bekas pencucian, perendaman
dan perebusan kedelai, umumnya berbau asam dan busuk. Lebih lanjut, Nurhasan dan
Pramudyanto (1991, dalam Adiprakoso, 2012) menunjukkan setiap kuintal kedaile akan
menghasilkan limbah 1,5-2 m3 air limbah. Menurut hasil penelitian Said dan Wahjono (1999,
dalam Adiprakoso, 2012) konsentrasi COD di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup
tinggi, yakni berkisar 7.000-10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH
4-5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air limbah industri tahu-tempe merupakan salah
satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial.
2.2 Pupuk Cair Produktif (PCP)
Pupuk Cair Produktif (PCP) merupakan salah satu jenis pupuk yang berasal dari bahan
organik, sehingga sering dikenal dengan nama pupuk organik cair. Menurut Simamora dan
Salundik (2005, dalam Cesaria dkk., 2012) pupuk cair produktif adalah pupuk yang berasal
dari hewan atau tumbuhan yang sudah mengalami fermentasi. Di dalam proses fermentasi
senyawa organik terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti gula, gliserol, asam
lemak dan asam amino. Penguraian senyawa organik atau dekomposisi dapat dilakukan
dengan penambahan starter. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah dapat secara cepat
mengatasi defisiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara dan mampu menyediakan
hara secara cepat dibandingkan dengan pupuk anorganik, pupuk cair umumnya tidak merusak
tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga
memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa
langsung digunakan oleh tanaman (Hadisuwito, 2007).
Menurut Parman (2007), pupuk organik cair selain memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah, juga dapat membantu meningkatkan produksi tanaman dan mengurangi
penggunaan pupuk anorganik serta berguna sebagai alternatif pengganti pupuk kandang.
Pupuk cair organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya adalah (Rizqiani dik.,
2007):
1. Dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun serta pembentukan
bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan
fotosintesis dan penyerapan nitrogen dari udara.
4
2. Dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat,
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan
patogen penyebab penyakit
3. Merangsang pertumbuhan cabang produksi
4. Meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta
5. Mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah
Menurut Rahmi A dan Jumiati (2007) pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan
konsentrasi atau dosis yang diberikan kepada tanaman.
2.3 Effective Microorganism 4 (EM4)
Teknologi EM4 (Effective Microorganism 4) adalah teknologi fermentasi yang
merupakan kultur campuran dari beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi
pertumbuhan tanaman (Adiprakoso, 2012). Menurut Fitria (2008) mikroorganisme alami
terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian) terdiri dari lima kelompok
mikroorganisme, yaitu bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi
(Saccharomyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes.
EM4 berguna untuk membantu mempercepat proses pembuatan pupuk organik dan
meningkatkan kualitasnya. Selain itu, EM4 juga bermanfaat memperbaiki struktur dan tekstur
tanah menjadi lebih baik serta menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Dengan
demikian, penggunaan EM4 dapat membuat tanaman menjadi lebih subur, sehat dan relatif
tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Hadisuwito, 2007). Penggunaan EM4 akan lebih
efisien bila terlebih dahulu ditambahkan bahan organik yang berupa pupuk organik ke dalam
tanah. EM4 akan mempercepat fermentasi bahan organik sehingga unsur hara yang
terkandung akan terserap dan tersedia bagi tanaman (Hadisuwito, 2012). Lebih lanjut
menurut Indriani (1999, dalam Adiprakoso, 2012) mikroorganisme yang terdapat dalam EM4
dapat bekerja efektif menambah unsur hara apabila bahan organik dalam keadaan cukup.
Bahan organik tersebut merupakan bahan makanan dan sumber energi (Fitria, 2008).
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorim Kimia Lingkungan, Program Studi Kimia,
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, sejak bulan Juni
2012 – April 2013.
5
3.2 Bahan dan Piranti
3.2.1 Bahan
Sampel adalah air limbah tempe yang berasal dari air rendaman pembuatan tempe,
diambil dari 4 pengrajin tempe di Kecamatan Sidorejo Kidul, Salatiga. Bahan – bahan kimia
yang digunakan akuades, kalium dikromat ( K2Cr2O7 ) 1 N, larutan barium klorida (BaCl2)
0,5%, asam sulfat (H2SO4) pekat, asam klorida (HCl) 0,05 N, sakarosa baku, serta reagen
PhosVer 3 Phosphate.
3.2.2 Piranti
Piranti yang digunakan antara lain, pH-meter, termometer, dan Spektrofotometer
HACH DR/2000.
3.3 Metoda Analisis
3.3.1 Pengukuran pH dan Suhu
Pengukuran nilai pH dilakukan dengan cara sampel limbah cair serta produk PCP
berbagai konsentrasi yang telah dibuat diukur menggunakan pH-meter, sedangkan untuk
suhunya diukur dengan menggunakan termometer.
3.3.2 Analisa Total C (Sudarmadji S, 1996)
Analisa total C dilakukan dengan metode Walkley & Black, di Laboratorium Fakultas
Pertanian Universitas Kristen Satya Wacana, dengan cara sebagai berikut: 29,68 gram
sakarosa baku dilarutkan dalam labu ukur 250 ml, kemudian dipipet berturut-turut sebanyak
5, 10, 15, 20 dan 25 ml, selanjutnya dimasukkan ke dalam 5 buah labu ukur 100 ml dan
diencerkan dengan akuades. Kemudian masing-masing dipipet 2 ml ke dalam 5 erlenmeyer
tersebut. Tiap erlenmeyer mengandung 5, 10, 15, 20 dan 25 mg C. Selanjutnya dimasukkan
25 ml sampel PCP ke dalam erlenmeyer, lalu ditambah 10 ml kalium dikromat (K2Cr2O7) 1 N
dan 20 ml asam sulfat pekat (H2SO4), erlenmeyer digoyang hingga tercampur dan diamkan
selama 30 menit. Setelah 30 menit tambahkan 100 ml barium klorida (BaCl2) 5%, dan
diamkan selama satu malam hingga jernih. Metoda yang sama digunakan untuk larutan
sukrosa baku dan diamkan selama satu malam. Setelah itu, larutan dipindahkan ke tabung
reaksi lalu dimasukkan ke kuvet kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 660 nm. Transmitan dicatat dan dikonversikan ke absorbansi. Kurva baku dibuat
berdasarkan kepekatan C sakarosa baku dari 0 – 25 mg dan tentukan kadar C-total melalui
kurva. Perhitungan nilai C diperoleh dengan rumus:
6
Keterangan : f = 1,33 > C yang teroksidasi 77% = 100/77 = 1,30
me = N x V (Normalitas x Volume)
BKM = Bobot kering mutlak 105oC
0,003 = Valensi Cr yang teroksidasi = 3 x 0,001
3.3.3 Analisa Total N (Sudarmadji S, 1996)
Analisa N menggunakan metode Kjeldahl dilakukan dengan melalui tiga tahap, yaitu
destruksi, destilasi, dan titrasi. Destruksi dilakukan dengan cara 10 mL sampel diencerkan
dalam labu ukur 100 mL, setelah itu diambil 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
500 mL. Setelah itu sampel dipanaskan dengan penambahan 10 mL H2SO4 pekat sehingga
sampel akan terurai dan menghasilkan (NH4)2SO4. Dalam langkah ini 5 gr K2SO4 5%
ditambahkan sebagai katalisator untuk meningkatkan titik didih H2SO4 sehingga proses
destruksi dapat berjalan lebih cepat. Sampel yang telah didestruksi kemudian didestilasi
dengan penambahan 25 mL H3BO3 4% hingga diperoleh destilat yang diinginkan. Setelah
destilat diperoleh, sampel tersebut segera dititrasi menggunakan HCl 0,02 N dan dicatat
berapa HCl yang dibutuhkan hingga larutan sampel berubah warna. Perhitungan nilai N
diperoleh dengan rumus:
3.3.4 Analisa PO43-
(HACH, 1992)
25 ml sampel dimasukkan ke dalam 2 buah kuvet. Kuvet pertama merupakan blanko
sedangkan kuvet kedua merupakan sampel. Spektrofotometer kemudian diatur pada program
490 dengan panjang gelombang 890 nm. Kuvet kedua ditambah 1 buah reagen PhosVer 3
Phosphate. Setelah reagen ditambahkan ke dalam sampel, timer pada spektrofotometer
kemudian diaktifkan. Setelah waktu pada timer habis (2 menit), kuvet berisi blanko
dimasukan dalam spektrofotometer untuk zero nilai pada layar LCD spektrofotometer, lalu
sampel diukur kandungan fosfat-nya menggunakan spektrofotometer.
7
3.4 Pupuk Cair Produktif (PCP)
3.4.1 Pembuatan Pupuk Cair Produktif (PCP)
Sampel dari 4 pengrajin tempe yang telah digabung (750 mL dari tiap pengrajin) di
rebus terlebih dahulu sampai mendidih, setelah sampel dingin, dibagi dalam 6 beaker gelas
500 mL. Tiap beaker ditambahkan EM4 dengan konsentrasi 0 %; 0,2% ; 0,4% ; 0,6%; 0,8%;
1%. Setelah itu ditutup rapat selama 1 minggu. Pengukuran dilakukan untuk parameter C
total N total, nisbah C/N, dan P setelah menjadi PCP.
3.5 Analisa Data
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah variasi penambahan
konsentrasi EM4 ke dalam PCP, dan kelompok adalah waktu analisa. Beda antar purata
perlakuan diuji dengan Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel &
Torie, 1980).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Suhu dan pH Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4
Purata suhu antar berbagai konsentrasi penambahan EM4 berkisar antara 25 C sampai
25,5 ± 0,29ºC, sedang pH berkisar antara 4,05 ± 0,0289 sampai 4,375 ± 0,0946 (Tabel 1).
Tabel 1. Nilai Suhu dan pH Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4
Penambahan EM4 (%) SNI
0 0,20 0,40 0,60 0,80 1
Suhu
( X ± SE)
25,5 ± 0,29 25,25 ± 0,25 25,5 ± 0,29 25,25 ± 0,250 25 ± 0,000 25,25 ± 0,250 -
pH
( X ± SE)
4,075 ± 0,025 4,05 ± 0,0289 4,2 ± 0,0707 4,25 ± 0,0866 4,175 ± 0,0250 4,375 ± 0,0946 4 - 9
Keterangan : - SNI = Standar Nasional Indonesia Pupuk Cair 19-7030-2004
- 0 = Kontrol, tanpa penambahan EM4. Keterangan ini berlaku untuk Tabel 2 sampai Tabel 5.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa penambahan berbagai konsentrasi EM4 tidak berpengaruh
terhadap suhu maupun pH. Standar pH pupuk cair menurut SNI antara 4 – 9, sehingga nilai
pH yang di peroleh dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan pupuk cair.
8
4.2 Total C (%) Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4
Purata total C (± SE) antar berbagai konsentrasi penambahan EM4 berkisar antara
% sampai % (Tabel 2 dan Lampiran 1).
Tabel 2. Purata Total C ( X ±SE) Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4 (%)
Penambahan EM4 (%)
SNI 0 0,20 0,40 0,60 0,80 1
X ± SE 1,393 ± 0,427 1,973 ± 0,587 2,350± 0,569 2,565± 0,574 3,15 ± 0,579 4,395± 1,034 9,8 – 32 %
W = 2,02 a a a ab ab b
Keterangan : - W = BNJ 5%
- Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan antar perlakuan tidak berbeda nyata,
sedangkan angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukan antar perlakuan berbeda
nyata. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 3, 4 dan 5.
Dari Tabel 2 terlihat bahwa total C tidak mengalami peningkatan sampai pada
penambahan konsentrasi EM4 0,4% dan cenderung mulai meningkat pada penambahan
konsentrasi EM4 0,6%dan 0,8%. Total C tertinggi diperoleh pada penambahan konsentrasi
EM4 1%, yaitu % (Gambar 1).
Gambar 1. Diagram Batang Kadar Total C Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4
Dari Gambar 1 terlihat bahwa penambahan konsentrasi EM4 meningkatkan kadar
total C, hal ini terkait dengan dalam cairan EM4 sudah terdapat sumber karbon berupa
molase yang berguna sebagai cadangan sumber C jasad renik yang terkandung dalam EM4
tersebut (Adiprakoso, 2012). Lebih lanjut menurut Fitria (2008), EM4 mengandung bakteri
9
Rhodopseudomonas sp. yang bersifat fotosintetik sehingga dapat memfiksasi CO2 di udara
menjadi fotosintat dan menghasilkan tambahan C dalam pupuk. Meskipun mengalami
peningkatan, kadar total C yang diperoleh masih jauh di bawah standar baku mutu pupuk cair
(SNI total C pupuk cair berkisar antara 9,8 – 32 %).
4.3 Total N (%) Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4
Purata kadar N total (± SE) antar berbagai konsentrasi penambahan EM4 berkisar
antara 0 % sampai 1 %(Tabel 3 dan Lampiran 2).
Tabel 3. Purata Total N ( X ±SE) Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4 (%)
Penambahan EM4 (%) SNI
0 0,20 0,40 0,60 0,80 1
X ± SE 0,665±0,158 0,788± 0,163 0,963± 0,195 1,190± 0,103 1,348± 0,096 1,470±0,081 > 0,2 %
W = 0,31 a a a b b b
Dari Tabel 3 terlihat bahwa penambahan konsentrasi EM4 0,2% dan 0,4% tidak
meningkatkan purata total N. Sedangkan penambahan EM4 mulai konsentrasi 0,6% sampai
1% meningkatkan total N dan sama yaitu berkisar antara % sampai
% ( Gambar 2).
Gambar 2. Diagram Batang Total N Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4
Peningkatan total N yang sama pada penambahan konsentrasi EM4 0,6% - 1%,
(Gambar 2) terkait dengan semakin banyak volume EM4 yang ditambahkan maka jumlah
10
mikroba pendekomposisi bahan organik meningkat pula, sehingga total N anorganik
(senyawa NH4+dan NO3
-) sebagai hasil dekomposisi bahan organik (protein) akan semakin
meningkat juga (Kurniawan, 2013 dalam Megawati dan Aji, 2014). Lebih lanjut, peningkatan
total N ini juga berkaitan dengan keberadaan Actinomycetes di dalam EM4 (Fitria, 2008).
Menurut Purwantari (2008), Actinomycetes merupakan salah satu mikroba yang dapat
menambat Nitrogen secara simbiotik. Purata total N yang dihasilkan sudah memenuhi baku
mutu SNI. Baku mutu SNI untuk pupuk cair adalah > 0,2%.
4.4 Nisbah C/N Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4
Purata nisbah C/N ( X ± SE) antar berbagai konsentrasi penambahan EM4 sama dan
berkisar antara sampai (Tabel 4 dan Lampiran 3).
Tabel 4. Purata Nisbah C/N ( X ±SE) Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4(%)
Penambahan EM4 (%) SNI
0,60 0,80 0,20 0,40 0 1
X ± SE 2,123 ± 1,004 2,33 ± 0,718 2,39 ± 0,570 2,644 ± 0,335 2,65 ± 0,362 3,01 ± 0,756 11 - 20
W = 2,841 a a a a a a
Dari Tabel 4, terlihat bahwa nisbah C/N sama antar berbagai konsentrasi penambahan
EM4 (Gambar 3).
Gambar 3. Diagram Batang Nisbah C/N Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4
Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh bahwa nisbah C/N dari PCP limbah cair
tempe yang diuji masih jauh di bawah standar SNI 19-7030-2004, standar SNI untuk nisbah
11
C/N berkisar 11 – 20. Penelitian yang dilakukan Caseria et al.(2014) menghasilkan nisbah
C/N antara 1,71-3,73 dengan penambahan EM4 sebesar 1%. Rendahnya nisbah C/N karena
fermentasi dari limbah cair tempe memiliki kandungan C organik yang tergolong rendah
sehingga menghasilkan nisbah C/N yang rendah pula. Hal ini terjadi karena tidak dilakukan
penambahan sumber karbon pada fermentasi pupuk cair tempe ini, sehingga pertumbuhan
mikroorganisme terhambat karena tidak memiliki sumber energi yang cukup (Caseria et
al.,2014). Terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme ini juga terkait dengan adanya asam
fitat dalam limbah cair tempe yang merupakan anti nutrisi.
4.5 Kadar Fosfat (ppm) Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4
Purata kadar PO43-
antar berbagai konsentrasi penambahan EM4 berkisar antara
ppm sampai ppm (Tabel 5 dan Lampiran 4).
Tabel 5. Purata Kadar Fosfat ( X ±SE) Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan EM4(%)
Penambahan EM4 (%) SNI
0 0,20 0,40 0,60 0,80 1
X ± SE 340 ± 0,0183 402,5 ± 0,0085 447,5 ± 0,0103 497,5 ± 0,023 557,5 ± 0,006 685 ± 0,044 >1000 ppm
W = 0,11 a ab abc bc c d
Dari Tabel 5 tampak bahwa kadar PO43-
meningkat sejalan dengan peningkatan
konsentrasi EM4 dan tertinggi pada konsentrasi penambahan EM4 1%, yaitu 685 ± 0,044
ppm Gambar 4).
12
Gambar 4. Diagram Batang Kadar Fosfat Antar PCP Dengan Berbagai Konsentrasi
Penambahan EM4
SNI kadar PO43-
untuk pupuk cair organik adalah >1000 ppm. Kadar PO43-
tertinggi
yang diperoleh dari penelitian ini adalah 685 ± 0,044 ppm pada penambahan EM4 1%,
sehingga kadar PO43-
belum memenuhi syarat SNI. Rendahnya kandungan fosfat yang
diperoleh terkait dengan keberadaannya dalam limbah tempe berupa asam fitat yang sukar
larut dalam air sehingga tidak dapat dirombak oleh mikroba yang ada di EM4. EM4
mengandung Lactobacillus sp. mempunyai fitase yang mampu mendegradasi fitat, namun
aktivitas fitase terhambat karena pertumbuhannya tidak optimal. Salah satu cara untuk
memecah asam fitat adalah dengan penambahan bakteri Bacillus subtilis. Powar dan
Jaganthan (1967, dalam Hestining dan Triwibowo, 1996), melaporkan adanya aktivitas enzim
fitase pada bakteri Bacillus subtilis yang dapat menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan
orthofosfat. Lebih lanjut, menurut Hidayati dkk. (2011), kandungan fosfor dalam kompos
diduga berkaitan dengan kandungan N dalam bahan kompos. Semakin besar nitrogen yang
dikandung, maka multiplikasi mikroorganisme yang merombak fosfor akan meningkat,
sehingga kandungan fosfor dalam bahan kompos juga meningkat.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
Hasil Pupuk Cair Produktif (PCP) dari limbah cair tempe berhasil memenuhi SNI pupuk cair
13
hanya untuk parameter pH dan total N, parameter yang lain total C, nisbah C/N, dan PO43-
belum
memenuhi.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya disarankan:
1. Optimasi produk Pupuk Cair Produktif (PCP) dari limbah cair tempe dengan
menggunakan variasi konsentrasi penambahan EM4 di atas 1 %.
2. Perlu dilakukan aplikasi produk Pupuk Cair Produktif (PCP) terhadap tanah sebagai
media tanam untuk mengetahui efektivitas produk terhadap kualitas pertumbuhan
tanaman.
3. Perlu dilakukan pengayaan dan optimasi pertumbuhan mikroorganisme EM4 agar proses
dekomposisi hara dalam pupuk cair berjalan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adiprakoso, D. 2012. Pembuatan Pupuk Organik Cair dan Tepung Pakan Ayam dari Limbah
Tempe Menggunakan Bioaktivator EM4. Skripsi, Fakultas Teknik, Program Studi
Teknologi Bioproses, Universitas Indonesia, Depok.
Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Kualitas Pupuk Cair Organik. SNI 19-7030-
2004
Cesaria, R.Y., Wirosiedarmo, R., Suharto, B. 2013. Pengaruh Penggunaan Starter Terhadap
Kualitas Limbah Cair Tapioka Sebagai Alternatif Pupuk Cair. Jurnal Sumberdaya
Alam dan Lingkungan, 1 (2). Hal. 8-13.
Fitria, Y. 2008. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan
Menggunakan Asam Asetat dan EM4 ( Effective Microorganism 4). Skripsi. Bogor :
Institut Pertanian Bogor.
HACH Company. 1992. DR/2000 Spectrophotometer Procedures Manual. USA: HACH
Company.
Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Hestining, P P., & Sitoresmi, T. 1996. Penelitian Proses Pembuatan Tempe Kedelai II.
Pengaruh lama fermentasi terhadap kandungan asam fitat dalam tempe kedelai.
Cermin Kedokteran No 108. Jakarta. http://cerminduniakedokteran.com//penelitian-
pembuatan-tempe-kedelai. Diunduh pada tanggal 4 Februari 2016.
14
http://eprints.undip.ac.id/2121/1/ANALISIS_KANDUNGAN_LIMBAH_CAIR_PABRIK
TEMPE.pdf Diunduh pada tanggal 11 Oktober 2012.
Lestari, B. I. 2005. Studi Pembuatan Briket Bioarang dari Sekam Padi dengan Proses
Karbonisasi Menggunakan Tungku Sederhana. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik
Lingkungan FTSP–ITS. Surabaya.
Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Kentang (Solanum tuberosum).Buletin Anatomi dan Fisiologi, Vol XV: 21-
31
Purwantari N.D. 2008. Penambatan Nitrogen Secara Biologis: Perspektif dan
Keterbatasannya. WARTAZOA. Vol 18, No.1, Hal: 9-17.
Pusbangtepa. 1989. Tahu Tempe, Pembuatan, Pengawetan dan Pemanfaatan Limbah. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB. Bogor.
Rahmi, A., dan Jumiati. 2007. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Penyemprotan Pupuk
Organik Cair Super ACI terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis. Jurnal
Agritop, volume 26 (3) : 105-109.
Rizqiani, N. F. Ambarwati, E. dan Yuwono, N. W. 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi
Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus
vulgaris L.) Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol 7: 43-53
Steel, R.G.D & J.H. Torie., 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pedekatan
Biometrik. Jakarta: Gramedia
Sudarmadji, S. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelolaan Kualitas Air (Water Quality Management). Pusat Studi
Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan. Bahan Training Analisa Dampak Lingkungan.
Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Wiryani, E. 2009. Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe. Lab. Ekologi Dan
Biosistematik Jur. Biologi F MIPA. UNDIP Semarang