Upload
evi-marlisa
View
113
Download
26
Embed Size (px)
DESCRIPTION
proposal
Citation preview
RANCANG BANGUN ALAT PENJERNIH AIR DENGAN
MENGGUNAKAN MEMBRAN KERAMIK
Laporan ini di susun untuk memenuhi persyaratan
Mata Kuliah Kerja Praktek
Jurusan Teknik KImia
OLEH:
FAUZIAH AGUSTINA
060630401000
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
PALEMBANG
2009
MOTTO :
Keluarga merupakan sumber inspirasiku yang
terbesar..
Aku bukanlah yang terbaik, tapi aku akan selalu berusaha
menjadikan segala sesuatu itu menjadi lebih baik.
Kegagalan merupakan kunci kesuksesan yang tertunda.
(Fauziah Agustina)
Jika manusia mati, terputuslah amalnya kecuali
tiga : Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat
dan doa anak soleh untuk kedua orangtuanya
(HR. Muslim)
Dengan segala kerendahan hatiKarya ini kupersembahkan untuk:ALLAH SWT dan RosulNYaBapak dan Ibu tercinta.....Saudara2x qu aisok, aicik, addikku. Love u allKeponakan ku tercinta Adeline aurellia SSeseorang yag selalu berada didalam hatikuSahabat sahabat terbaikkuAlmamater yang kubanggakan.
ABSTRASK
RANCANG BANGUN MEMBRAN KERAMIK DALAM PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR BERSIH
Fauziah Agustina,2009,99 hal, 25 Tabel, 43 gambar, 4 Lampiran
Tujuan utama dari rancang bangun ini adalah untuk mengetahui nilai Fluks
dan Rejeksi dari membran keramik yang akan digunakan dalam proses
pengolahan air sungai menjadi air bersih. Membran keramik yang digunakan
dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan bantonit dan lempung .
Metedologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pembuatan membran,
perancangan alat, analisa awal sample, percobaan dengan alat untuk menentukan
nilai fluks dan rejeksi, serta analisa akhir produk yang meliputi pH, Kekeruhan,
TDS, Kesadahan, Ca, Cl, Fe dan COD. Pengambilan data dilakukan dengan
metode pengamatan, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan nilai fluks dan
rejeksi. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh nilai fluks tertinggi sebesar
0,198 ml/cm2.detik. Berdasarkan hasil percobaan nilai fluks yang dihasilkan
membran keramik cukup tinggi dan telah memenuhi standar. Penulis
menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
kecepatan pengaduk agar diperoleh nilai fluks dan rejeksi yang optimum.
ABSTRACT
DESIGN TO DEVELOP BUILD THE CERAMIC MEMBRANE IN
PROCESSING IRRIGATE THE RIVER BECOME THE CLEAN WATER
The main purpose of this building is designed to find out the value Fluks and
Rejeksi of ceramic membrane to be used in processing the river water into clean
water. Membrane ceramics used in this research are made by using clay and
bantonit. Metedologi used in this research include the creation membrane, design
tools, analysis of initial sample, experiment with the tools to determine the value
fluks and rejeksi, and analysis of end products that include pH, Turbidity, TDS,
Kesadahan, Ca, Cl, Fe and COD. The data is done with the method of
observation, the calculation is done for further value fluks and rejeksi. From the
experiment conducted fluks highest value obtained was 0.198 ml/cm2.detik.
Based on the results of the experiment value fluks produced ceramic membrane is
high enough and has met the standard. The author suggests that further research
be done by using the mixer speed to obtain the value of Agr fluks and rejeksi
optimum.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT. Karena atas berkat dan karunia-Nya jualah penulisan Laporan Akhir yang
berjudul Rancang Bangun Alat Pemurnian Air Dengan Menggunakan Membran
Keramik dapat selesai tepat waktunya.
Laporan Akhir ini dibuat sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
pendidikan Diploma III di Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya
Palembang. Untuk memenuhi maksud tersebut, penulis telah melakukan
penelitian di Laboratorium Politeknik negeri Sriwijaya dan Dinas Pertambangan
Sumatera Selatan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materil
maupun spritual dalam menyelesaikan Laporan Akhir ini terutama kepada :
1. Bapak RD. Kusmanto, ST., M.M, Direktur Politeknik Negeri Sriwijaya
2. Bapak H. Firdaus, ST., M.T, Pembantu Direktur I Politeknik Negeri
Sriwijaya
3. Bapak H. Yohandri Bow, S.T., MS, Pembantu Direktur IV Politeknik
Negeri Sriwijaya
4. Bapak Ir. Irawan Rusnadi, M.T, Ketua Jurusan Teknik Kimia Politeknik
Negeri Sriwijaya.
5. Bapak Ir. Robert Junaidi, M.T, Wakil Ketua Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Sriwijaya.
6. Bapak Ir. A..Husaini, M.T, Sebagai Dosen Pembimbing I dengan penuh
cinta kasih dan kesabaran yang tinggi membimbing penulis..
7. Ibu Ir. Fatria, M.T, Sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis.
8. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Kimia beserta staff Jurusan Teknik Kimia.
9. Teknisi-teknisi di Laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri
Sriwijaya ( K Yoelis, KDaus, Pak Widodo, Pak Adi, Pak Agus,
Buk Erni, Buk Yeni DLL ) terima kasih atas semua bantuannya
selama penulis kuliah di Politeknik Negeri Sriwijaya.
10. Bapak dan Ibu yang telah memberikan kasih sayangnya selama ini dan
juga telah memberikan dorongan semangat baik dalam bentuk moril,
materil dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir
ini.
11. Saudara-Saudara ku(aisok, aicik, addikku dan ksoni) yang telah
memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
Laporan Akhir ini.
12. Keponakan Q yang tercinta , Adeline Aurellia Syaira, LOVE u all.
13. Sahabat-sahabat Terbaikku(wiwin dan Ocin) makasih banyak atas bantuan
dan pengertiannya selama ini.
14. Rekan-Rekan Petrokimia ( jeng skesil, jeng fau , Bang Beni
, Mas aol Deelel )15. Rekan-rekan Mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang
telah banyak membantu baik materi maupun spiritual.
16. Best always to KIB & Petrokimia NR
17. Rekan-rekan mahasiswa se Almamater
Penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan
dalam penulisan Laporan akhir ini, untuk itu kritik dan sran yang membangun
penulis harapkan.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga Laporan Akhir (LA) ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amien Yarobbalallamin
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
MOTTO ............................................................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
ABSTRACT ........................................................................................................v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI..................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................11.2 Tujuan Penelitian ..................................................................................41.3 Manfaat Penelitian ................................................................................41.4 Permasalahan.........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5
2.1. Membran keramik .................................................................................2.1.1 Membran ................................................................................. 52.1.2 Keramik................................................................................... 142.1.3 Membran Keramik ................................................................. 17
2.2 Filtrasi ................................................................................................ 182.3 Bahan-Bahan Untuk Membran Keramik ............................................ 19
2.1.1 Lempung ................................................................................ 192.1.2 Bentonit ................................................................................... 21
2.4. Metode Pengolahan Air....................................................................... 262.5. Sistem Pengolahan Air....................................................................... 332.6. Air Sungai ........................................................................................... 36
BAB III Kerangka Pemecahan Masalah ....................................................... 43
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 433.2. Pembuatan Membran .......................................................................... 43
3.2.1 Alat danBahan Yang digunakan ............................................... 433.2.2 Metode Pembuatan Membran .................................................... 43
3.3. Perancangan ........................................................................................ 463.4. Uji Kelayakan Membran..................................................................... 49
3.5. Prosedur pengolahan..............................................................................50BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 53
4.1 Hasil .....................................................................................................534.2 Pembahasan......................................................................................... 55
4.2.1 Pembuatan Membran Keramik .................................................. 554.2.2 Penentuan Fluks Air Murni........................................................ 564.2.3 Pengaruh Koagulan dan Tekanan Terhadap Volume
Dan Kandungan Zat Padat............................................................57BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................72
5.1 Kesimpulan ...................................................................................72
5.2 Saran...............................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 . Spesifikasi Membran Untuk Ultrafiltrasi..................................................92. Perbandingan sifat Ca Bentonit dengan Na Bentonit ..............................233. Status Mutu Air Sungai di Indonesia ......................................................404. Hasil Karakteristik Membran Keramik ...................................................785. Harga Fluks Air Murni ............................................................................796. Hasil Volume yang Didapatkan Tanpa Menggunakan Koagulan............787. Data Volume Yang Didapatkan Dengan Menggunakan Koagulan .........808. Data Rejeksi Air Sungai Tanpa Koagulan Untuk TDS............................819. Data Rejeksi Air Sungai Tanpa Koagulan Untuk COD...8210. Data Rejeksi Air Sungai Dengan Koagulan Untuk TDS 8211. Data Rejeksi Air Sungai Dengan Koagulan Untuk COD ...8212. Hasil Analisis Komposisi Air Sungai Sebelum dan Sesudah Tanpa
Menggunakan Membran .8413. Hasil Analisis Komposisi Air Sungai Sebelum dan Sesudah Menggu
nakan Koagulan ..8414. Penentuan Kesadahan Total Tanpa Menggunakan Koagulan Sebelum
dan Sesudah ............................................................................................8515. Penentuan Kesadahan Total Menggunakan Koagulan Sebelum dan
Sesudah Pengolahan ...............................................................................8516. Data Hasil Rejeksi Air Sungai Tanpa Koagulan Untuk Turbidity .........8517. Data Hasil Rejeksi Air Sungai Dengan Koagulan Untuk Kekeruhan.8618. Data penentuan Fe Tanpa Menggunakan Koagulan Sebelumdan Sesu
dah Pengolahan ......................................................................................8519. Data penentuan Fe Menggunakan Koagulan sebelum dan Sesudah
Pengolahan .............................................................................................8720. Data Penentuan Cl Tanpa Menggunakan Koagulan Sebelum dan Ses
dah pengolahan ......................................................................................8721. Data Penentuan Cl Menggunakan Koagulan Sebelum dan Sesudah
Pengolahan .............................................................................................8722. Data Penentuan Ca Tanpa Menggunakan Koagulan Sebelum dan Ses
udah Pengolahan ....................................................................................8723. Data Penentuan Ca Menggunakan Koagulan Sebelum dan Sesudah
Pengolahan .............................................................................................8824. Data Penentuan pH Tanpa Menggunakan Koagulan Sebelum dan Se
sudah Pengolahan ...................................................................................8825. Data Penentuan pH menggunakan Koagulan Sebelum dan Sesudah
Pengolahan .............................................................................................88
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram Alir Prosees Pembuatan Membran Keramik.............................. 45
2. Modul Membran ...................................................................................... 39
3. Kurva Waktu Tempuh Vs Permeat ........................................................... 57
4. Kurva Hubungan Tekanan Vs Kekeruhan Tanpa Menggunakan Koagulan ........................................................................... 58
5. Kurva Hubungan Tekanan Vs Kekeruhan Dengan Menggunakan Koagulan ........................................................................... 58
6. Kurva Hubungan Konsentrasi Koagulan Vs TDS Dengan Menggunakan Koagulan.............................................................. 59
7. Kurva Hubungan Konsentrasi Koagulan Vs TDS Dengan Menggunakan Koagulan ........................................................................... 59
9. Kurva Waktu Vs Volume Permeat (20 ppm)............................................ 60
10. Kurva Waktu Vs Volume Permeat (40 ppm)............................................ 61
11. Kurva Waktu Vs Volume Permeat (60 ppm).............................................61
12. Kurva Waktu Vs Volume Permeat (80 ppm).............................................62
13. Kurva Waktu Vs Volume Permeat (100 ppm)........................................... 62
14. Kurva Waktu Vs Volume Permeat Tanpa Koagulan .................................63
15. Kurva Tekanan Vs COD Tanpa Menggunakan Koagulan.........................64
16. Kurva Konsentrasi (ppm) Vs COD (ppm) Dengan MenggunakanKoagulan ....................................................................................................64
17. Kurva Tekanan Vs pH Tanpa Menggunakan Koagulan ............................65
18. Kurva Tekanan Vs pH Menggunakan Koagulan .......................................65
19. Kurva Tekanan Vs % Rejeksi COD Tanpa Menggunakan Koagulan ....................................................................................................67
20. Kurva Konsentrasi Vs % Rejeksi COD Menggunakan Koagulan .............67
21. Kurva Tekanan Vs % Rejeksi Kekeruhan Tanpa Menggunakan Koagulan ............................................................................68
22. Kurva Konsentrasi Vs % Rejeksi KekeruhanMenggunakan Koagulan ............................................................................67
23. Kurva Tekanan Vs % Rejeksi TDS Tanpa Menggunakan Koagulan ....................................................................................................69
24. Kurva Konsentrasi Vs % Rejeksi TDS Menggunakan Koagulan.............69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Prosedur Kerja ................. ....................................742. Data .................................................783. Perhitungan..........................................894. Gambar.............................................92
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air sangat penting dalam kehidupan manusia, senyawa ionik ini sangat vital
eksistensinya dalam berbagai kegunaan termasuk dunia industri. Di Indonesia
banyak sekali sumber air yang dapat digunakan terutama air yang berasal dari
sungai. Sumatera Selatan merupakan daerah yang banyak dikelilingi oleh sungai
sungai seperti: Sungai Bulurangtiding, Sungai Komring, Sungai Lakitan, Sungai
Lematang, Sungai Mesuji, Sungai Ogan, Sungai Rambang, Sungai Rawas, Sungai
Saleh dan Sungai Musi (------, 2006, nama sungai di Indonesia).
Air sungai digolongkan sebagai contoh kedalam air permukaan. Air sungai
merupakan perairan darat karena air permukaannya berada diatas daratan (------
,2006,Nama Sungai di Indonesia). Unsur unsur yang terkandung didalam air
sungai tersebut meliputi : warna, pH, Ca, Barium dan Sulfat (Mariana Raini,Max
J.Herman,Melia Utama: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi). Banyak
teknologi yang sudah digunakan dalam pengolahan air sungai yang dapat
dimanfaatkan untuk masyarakat luas terutama di PDAM menggunakan
pengolahan secara fisik dan kimia. Pengolahan secara fisik meliputi bau dan
warna (pemeriksaan organoleptik) dan kekeruhan (turbidimetri) sedangkan
pemeriksaan kimia dilakukan untuk kandungan barium dan sulfat dengan cara
turbidimetri, besi, mangan, nitrit dan sulfit dengan cara kolorimetri menggunakan
tabung Nessler, kesadahan, klorida dan zat organic dengan cara titrasi serta
pengukuran pH dengan pH meter. PDAM menggunakan air sungai sebagai
sumber utamanya. Air sungai terutama yang berasal dari sungai musi memerlukan
pengolahan sebelum dikonsumsi manusia. Kebutuhan akan air yang berkualitas
sangat penting akan tetapi kuantitasnya yang memadaipun juga tidak kalah
pentingnya, ini menuntut sinergi teknologi yang compatible untuk menangani
permasalahan air yang kian hari kualitas dan kuantitasnya menurun. Teknologi
yang digunakan sekarang ini memiliki kekurangan atau kelemahan seperti masih
memerlukan bahan bahan kimia yang masih berbahaya, selain itu membutuhkan
tempat yang cukup luas serta membutuhkan biaya relatif mahal sehingga untuk
memperoleh air bersih yang layak dikonsumsi diperlukan suatu cara yang baik.
Salah satu metode alternatif lain yang digunakan adalah filtrasi(penyaringan)
dengan memanfaatkan teknologi membran, khususnya membran keramik dengan
media filtrasi menggunakan Bentonit. Hal ini dapat membantu persediaan air
bersih yang dapat dikonsumsi. Metode ini juga dapat diterapkan di daerah
pedesaan yang berada ditepi sungai ataupun sumber air lainnya.
Teknologi membran telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun
terakhir ini. Hal ini mungkin dipicu fakta bahwa pemisahan dengan membran
memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki metode-metode pemisahan
lainnya. Keunggulan tersebut yaitu pemisahan dengan membran tidak
membutuhkan zat kimia tambahan dan juga kebutuhan energinya minimum.
Membran dapat bertindak sebagai filter yang sangat spesifik
Membran didefinisikan sebagai suatu media berpori berbentuk seperti tabung
atau film tipis, bersifat semifermiabel yang berfungsi untuk memisahkan partikel
dengan ukuran molekular (spesi) dalam suatu sistem larutan. Spesi yang memiliki
ukuran yang lebih besar dari pori membran akan tertahan sedangkan spesi dengan
ukuran yang lebih kecil dari pori membran akan lolos melalui pori membran.
Filtrasi membran dapat menyaring polutan / kontaminan yang tidak diinginkan
berdasarkan ukuran partikelnya. Sederhananya jika ukuran pori pori membran
harus lebih kecil dari itu (Mulder:1996).
Membran terdiri dari 2 jenis yaitu porous membran dan non-porous membran.
Aplikasi dari non-porous membran sudah banyak digunakan di Indonesia, salah
satunya membran yang terbuat dari plastik polikarbonat untuk memproduksi air
bersih yang dibuat oleh seorang Wenten, ia membuat sendiri membran filter yang
telah diaplikasikan di NTT untuk mengkonversi air limbah dan air hujan menjadi
air minum, lainya yaitu mengubah air sungai menjadi air minum tanpa zat kimia
aplikasi PT. PERTAMINA UP II. Porous membran jenis membran inorganik
seperti membran keramik menggunakan media filter dalam pengolahannya. Media
filter yang digunakan adalah pasir, kerikil, ijuk, lempung, arang dan zeolit (alam
atau sintetik). Sejauh ini membran keramik telah digunakan oleh WAHYONO,
HADI yang membuat membran keramik dengan tujuan menyediakan air bersih
dan menyediakan konsentrat logam berat dari suatu limbah pelapisan logam agar
mudah diproses kembali untuk bahan baku proses. WAHYONO, HADI memilih
bahan dasar keramik yaitu lempung, dan melakukan pengujian filter dengan
berbagai tekanan kerja sehingga dapat diketahui gambaran daya tahan filter serta
kualitas air terolah.
Alternatif membran inorganik yaitu memodifikasi membran dengan bahan
keramik dan mediafilter bentonit untuk pengolahan air sungai yang ada di
Sumatera Selatan sehingga dapat menghasilkan air bersih yang dibutuhkan
masyarakat. Untuk mengetahui kinerja membran dapat dilakukan pervaporasi
untuk mengetahui permeabilitas dan selaktivitas membran. Permeabilitas dapat
diwakili dengan fluks sedangkan selektivitas dapat diketahui dari derajat
pemisahan. Efektivitas membran dilihat dari selektifitas dan fluks. Dengan
meningkatnya selektivitas maka akan memberikan fluks yang lebih lama, maka
diperlukan sebuah strategi agar kedua hal ini dapat dicapai dalam proses
pengolahan air sungai menjadi air bersih sesuai kebutuhan (Hartomo dan
Widiatmoko:1994).
Memanfaatkan teknologi membran, khususnya membran keramik dengan
media filtrasi yaitu bentonit diharapkan dapat membantu persediaan air bersih
yang layak konsumsi. Metode ini juga dapat diterapkan di daerah pedesaan yang
berada di tepi sungai ataupun sumber air lainnya.
Teknologi membran akhir-akhir ini menjadi populer dikarenakan
perkembangan yang begitu pesat baik dalam skala industri maupun dalam
penggunaan di laboratorium karena proses pemisahan dengan membran
mempunyai beberapa keunggulan diantaranya :
1. Memberikan hasil dengan kemurnian tinggi,
2. Konsumsi energi relatif murah,
3. Pemisahan dapat dilakukan secara kontinyu,
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui parameter fisika dan kimia yang ada di dalam air sungai.
2. Dapat mengelola air sungai menjadi air bersih sesuai dengan standar air besih
menurut DEPKES.
3. Dapat membuat seperangkat/rangkaian alat pengolahan air dengan proses
filtrasi menggunakan membran keramik.
4. Menentukan kinerja membran keramik yang didapatkan dan diaplikasikan
pada pemurnian air.
1.3 Manfaat
1. Memberikan informasi atau bahan masukan sebagai alternatif proses
pengolahan air yang dapat digunakan di masyarakat kampus, industri dan
masyarakat umum.
2. Sebagai masukan bagi mahasiswa tentang teknologi membran untuk
pengolahan air.
3. Memberikan pengetahuan tentang pengolahan air tanpa menggunakan bahan
kimia.
1.4 Permasalahan
Permasalahan yang ditemukan adalah dilihat dari kinerja membran hasil
modifikasi saat ini dengan menggunakan variasi tekanan yang digunakan
sehingga dapat ditemukan membran yang baik untuk pengolahan air dan juga
bagaimana kinerja alat bila ditinjau dari persen kemurnian produk (fluks dan
rejeksi) bila mencapai 100% sehingga didapatkan efisiensi penyaringan cukup
tinggi dan dapat memperoleh air bersih memenuhi standar baku mutu air yang
diizinkan oleh MENKES RI.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Membran Keramik
2.1.1 Membran
Membran sudah sangat familiar digunakan untuk pengolahan air bersih,
minum dan air buangan dinegara negara maju, seperti Amerika, Jepang,
Singapura, Jerman dll. Hal ini dikarenakan penggunaan membran sangat ramah
lingkungan. Membran merupakan sekat yang bersifat selektif permeabel yang bisa
memisahkan dua fasa. Pada dasarnya pemisahan membran adalah berdasarkan
ukuran partikelnya. Selain itu membran juga dapat didefinisikan sebagai suatu
media berfori berbentuk seperti tabung atau film tipis, bersifat
semifermiabel(Widianto, Tri. Teknologi Membran dan Filtrasi).
Membran memiliki ketebalan yang berbeda beda, ada yang tebal dan ada
juga yang tipis serta ada yang homogen dan ada juga yang heterogen. Ditinjau
dari bahannya membran terdiri dari bahan alami dan bahan sintetis. Bahan alami
adalah bahan yang berasal dari alam misalnya pulp dan kertas, sedangkan bahan
sintetis dibuat dari bahan kimia, misalnya polimer.
Membran berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran dan bentuk
molekul, menahan komponen dari umpan yang mempunyai ukuran lebih besar
dari pori pori membran dan melewatkan komponen yang mempunyai ukuran
yang lebih kecil. Larutan yang mengandung komponen yang tertahan disebut
konsentrat dan larutan yang mengalir disebut permeat. Filtrasi yang menggunakan
membran selain berfungsi sebagai sarana pemisahan juga berfungsi sebagai sarana
pemekatan dan pemurnian dari suatu larutan yang dilewatkan pada membran
tersebut.
Teknik pemisahan dengan membran umumnya berdasarkan ukuran partikel
dan berat molekul dengan gaya dorong berupa beda tekan, medan listrik dan beda
konsentrasi. Proses pemisahan dengan membran yang memakai gaya dorong
berupa beda tekan umumnya dikelompokkan menjadi empat jenis diantaranya
mikromembran, ultramembran, nanomembran, dan reverse osmosis(Teknologi
Membran dalam Penggunaan Air).
Teknologi membran memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
proses lain, antara lain :
a. Pemisahan dapat dilakukan secara kontinyu,
b. Konsumsi energi umumnya relatif lebih rendah,
c. Proses membran dapat mudah digabungkan dengan proses pemisahan lainnya
(hybrid processing),
d. Pemisahan dapat dilakukan dalam kondisi yang mudah diciptakan,
e. Mudah dalam scale up,
f. Tidak perlu adanya bahan tambahan,
g. Material membran bervariasi sehingga mudah diadaptasikan pemakaiannya.
Kekurangan teknologi membran antara lain : fluks dan selektifitas karena pada
proses membran umumnya terjadi fenomena fluks berbanding terbalik dengan
selektifitas. Semakin tinggi fluks seringkali berakibat menurunnya selektifitas dan
sebaliknya. Sedangkan hal yang diinginkan dalam proses berbasiskan membran
adalah mempertinggi fluks dan selektifitas.
2.1.1.1 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Membran
Pembuatan membran mempunyai spesifikasi khusus tergantung untuk apa
membran tersebut digunakan dan spesifikasi apa produk yang diharapkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam penggunaan membran diantaranya
sebagai berikut :( A.J Hartomo)
1. Ukuran Molekul
Ukuran molekul membran sangat mempengaruhi kinerja membran. Pada
pembuatan mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi mempunyai spesifikasi khusus.
Sebagai contoh untuk membran protein kedele yang dihidrolisis menggunakan
membran 5000 MWCO, 10.000 MWCO dan 50.000 MWCO.
2. Bentuk Molekul
Bentuk dan konfigurasi macromolekul mempunyai efek pada kekuatan ion,
temperatur dan interaksi antar komponen. Perbedaan bentuk ini khusus pada
kondisi dibawah permukaan membran. Hal ini dapat terlihat dalam
penggunaan membran pada protein dan dextrin.
3. Bahan Membran
Perbedaan bahan membran akan berpengaruh pada hasil rejeksi dan distribusi
ukuran pori. Sebagai contoh membran dari polisulfon dan membran dari
selulosa asetat, kedua membran ini menunjukkan rendahnya deviasi antara
kedua membran dan ini mempunyai efek pada takanan membran. Selain itu
mempunyai efek pada tingkat penyumbatan(fouling) pada membran.
4. Karakteristik Larutan
Pada umumnya berat molekul larutan garam dan gula mempunyai berat
molekul yang kecil dari ukuran pori membran. Karakteristik larutan ini
mempunyai efek pada permeabilitas membran.
5. Parameter Operasional
Jenis parameter yang digunakan pada operasional umumnya terdiri dari
tekanan membran, permukaan membran, temperatur dan konsentrasi.
Parameter tambahan adalah : pH, ion strenght dan polarisasi.
2.1.1.2 Jenis Jenis Membran
1. Mikrofiltrasi
Mikrofiltrasi merupakan pemisahan partikel berukuran micron dan
submicron. Bentuknya lazim berupa cartridge, gunanya untuk menghilangkan
partikel dari air yang berukuran 0,04 sampai 100 mikron. Asalkan kandungan
padatan total terlarut tidak melebihi 100 ppm. Filtrasi carridge merupakan filtrasi
mutlak, artinya partikel padat akan tertahan, terkadang cartridge yang berbentuk
silinder itu dapat dibersihkan. Catridge tersebut diletakkan didalam wadah
tertentu(housing). Bahan cartridge beraneka: katun, wool, rayon, selulosa,
fiberglass polyproplen, akrilik, nilon, asbes, ester ester selulosa, polimer
hidrokarbon terfluorinasi.
Untuk memperpanjang umur membran dan meningkatkan kinerja pemisahan
membran mikrofiltrasi dalam pengolahan air bersih, perlu dilakukan perlakuan
koagulasi flokulasi pada umpan membran. Salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan proses koagulasi flokulasi dan akhirnya juga berpengaruh terhadap
kinerja membran adalah waku pengadukan pelan koagulan.(Eva Fathul Karamah)
Membran makrofiltrasi ini adalah membran yang biasa digunakan dalam proses
pengolahan air bersih, yang cocok menahan suspensi dan emulsi, juga untuk
memisahkan partikel (bakteri dan ragi). Selain itu harga membran mikrofiltrasi
lebih murah, juga membutuhkan tekanan operasi yang lebih kecil, yaitu kurang
dari 2 bar, sehingga membutuhkan alat pendukung/utiltas yang lebih sedikit.
(Mulder,1991)
Janis jenis cartridge dikelompokkan :
a. Cartridge leletan
b. Cartridge rajut-lekatan-terjurai
c. Cartridge lembar berpori ( kertas saring khusus, media nirpintal, membran,
berkarbon)
2. Osmosis Balik (RO)
Membran RO dibuat dari bebagai bahan seperti selulosa asetat (CA),
Poliamida(PA), Poliamida Aromatis, polieteramida, polieterurea, polifelilene
oksida, polifenilen bibenzimidazol, dsb. Membran komposit film tipis terbuat dari
berbagai bahan polimer untuk substratnya ditambah polimer lapisan fungsional
diatasnya.
Membran mengalami perubahan karena mamfat dan fouling(sumbat).
Pemampatan atau fluks merosot itu serupa dengan penyerapan plastic/logam bila
terkena beban tegangan kompresi. Makin besar tekanan dan suhu, biasanya
takreversibel dan membran makin mampat. Normalnya, membran bekerja pada
suhu 21- 35 oC. Fouling membran itu diakibatkan zat zat dalam air baku
misalnya kerak, pengendapan koloid, oksida logam, organic dan silica.
Berdasarkan kajian ekonomi menunjukkan osmosis balik mempunyai
keuntungan sebagai berikut:
1. Untuk umpan padatan total terlarut dibawah 400 ppm, osmosisi balik
merupakan perlakuan yang murah
2. Untuk umpan padatan total terlarut diatas 400 ppm, dengan penurunan padatan
total terlarut 10% semula, osmosis balik sangat menguntungkan dibanding
dengan deionisasi.
3. Untuk umpan berapapun konsentrasi padatan total terlarut, disertai kandungan
organik lebih dari pada 15g/liter, osmosis balik sangat baik untuk pra
perlakuan deionisasi.
4. Osmosis balik sedikit berhubungan dengan bahan kimia, sehingga lebih
praktis.
3. Ultrafiltrasi
Membran ultrafiltrasi adalah teknik proses pemisahan (menggunakan)
membran untuk menghilangkan berbagai zat terlarut BM (berat molekul) tinggi,
aneka koloid, mikroba sampai padatan tersuspnsi dari air larutan. Membran
semipermiabel dipakai untuk memisahkan makromolekul dari larutan. Ukuran dan
bentuk molekul terlarut merupakan faktor penting.
Dalam teknologi pemurnian air, membran ultrafiltrasi dengan berat molekul
membran (MWC) 1000 - 2000 lazim untuk penghilangan pirogen, sedangkan
berat molekul membrane (MWC) 80.000 - 100.000 untuk pemakaian
penghilangan koloid. Terkadang pirogen (BM 10.000 - 20.000) dapat dihilangkan
oleh membran 80.000 karena adanya membran dinamis.
Tekanan sistem ultrafiltrasi biasanya rendah, 10 100 psi (70 - 700kPa), maka
dapat menggunakan pompa sentrifugal biasa. Membran ultrafiltrasi sehubungan
dengan pemurnian air dipergunakan untuk menghilangkan koloid (penyebab
fouling) dan penghilangan mikroba, pirogen dan partikel dengan modul higeinis.
Tabel 1. spesifikasi membran untuk ultrafiltrasi
Bahan PVDF (Spiral )Ukuran Diameter, mm Panjang , mm Luasan, mmSuhu desain, oCMWCO, DaltonLama pengoperasian, jam
1008253,695
30.000 50.000980
Sumber : Aplikasi Teknologi Filtrasi
4. Nanofiltrasi
Proses nanofiltrasi merejeksi kesadahan, menghlangkan bakteri dan virus,
menghilangkan warna karena zat organik tanpa menghasilkan zat kimia berbahaya
seperti hidrokarbon terklorinasi. Nanofiltrasi cocok bagi air padatan total terlarut
rendah, dilumakan dan dihilangkan organiknya.
Sifat rejeksinya khas terhadap tipe ion : ion dwipalen lebih cepat dihilangkan dari
pada yang ekivalen, sesuai saat membran itu diproses, formulasi bak pembuat,
suhu, waktu annealing, dan lain lain. Formulasi dasarnya mirip osmosis balik
tetapi mekanisme operasionalnya mirip ultrafiltasi. Jadi nanofiltrasi itu gabungan
antara osmosisi balik dan ultrafiltrasi (Workshop Teknologi Industri Kimia dan
Kemasan).
Berdasarkan jenis pemisahan dan strukturnya, membran dapat dibagi menjadi 3
kategori:(Wahyu Hidayat, 2007)
Membran. Sweep (berupa cairan atau gas) digunakan untuk membawa permeat
hasil pemisahan.
a. Porous membran. Pemisahan berdasarkan atas ukuran partikel dari zat-zat
yang akan dipisahkan. Hanya partikel dengan ukuran tertentu yang dapat
melewati membran sedangkan sisanya akan tertahan. Berdasarkan klasifikasi
dari IUPAC, pori dapat dikelompokkan menjadi macropores (>50nm),
mesopores (2-50nm), dan micropores (
b. Non-porous membran. Dapat digunakan untuk memisahkan molekul dengan
ukuran yang sama, baik gas maupun cairan. Pada non-porous membran, tidak
terdapat pori seperti halnya porous membran. Perpindahan molekul terjadi
melalui mekanisme difusi. Jadi, molekul terlarut di dalam membran, baru
kemudian berdifusi melewati membran tersebut.
c. Carrier membran. Pada carriers membran, perpindahan terjadi dengan
bantuan carrier molecul yang mentransportasikan komponen yang diinginkan
untuk melewati membran. Carrier molecule memiliki afinitas yang spesifik
terhadap salah satu komponen sehingga pemisahan dengan selektifitas yang
tinggi dapat dicapai.
2.1.1.3 Proses Pemisahan dengan Membran
Proses pemisahan dengan membran dapat tercapai karena membran
mempunyai kemampuan untuk memindahkan atau memisahkan suatu komponen
dari suatu campuran umpan dengan lebih mudah dari komponen lain. Hal ini
disebabkan perbedaan sifat fisika dan kimia antara membran dengan komponen
yang dapat dilewatkan.
Upstream merupakan sisi umpan yang terdiri dari bermacam macam molekul
(komponen) yang akan dipisahkan, sedangkan down stream adalah sisi permeat
yang merupakan hasil pemisahan. Pemisahan ini terjadi karena adanya gaya
pendorong (driving force) yang berupa perbedaan gaya gerak listrik, perbedaan
temperatur, perbedaan konsentrasi, dan perbedaan tekanan.
2.1.1.4 Karakteristik Membran
Untuk mengetahui proses pemisahan dengan membran, akan ditentukan
karakteristik membran yang dalam hubungannya dengan sifat dan struktur
membran seperti hidrifilisitas, muatan serta ukuran dan distribusi pori. Bagian
yang terpenting yang berkaitan dengan fungsi membran yaitu permeabilitas dan
perselektifitas.
a. Kandungan air
Kandungan air merupakan tingkat kemampuan membran untuk menyerap air.
Rumus yang dipakai untuk mencari kandungan air adalah :
%100xWmb
WmkWmbH
Dimana : Wmb : berat membran basah (gram)
Wmk : berat membran setelah pemanasan (gram)
H : kandungan air (%)
b. Ukuran dan Jumlah Pori
Pada proses menggunakan membran, ukuran dan jumlah pori merupakan
fakor yang harus dipertimbangkan. Ukuran pori akan menentukan sifat selektifitas
membran yaitu kemampuan dari membran untuk menahan molekul - molekul zat
terlarut, sehingga tidak ada yang lolos menembus pori membran. Sedangkan
jumlah pori menentukan sifat permeabilitas membran yaitu kemudahan membran
untuk melewatkan molekul molekul air, dimana jika permeabilitas membran
yang dhasilkan tinggi, maka membran layak digunakan (Mulder,1995).
c. Ketebalan Membran
Ketebalan merupakan salah satu karakteristik membran yang diukur untuk
mengetahui laju permeasi membran.
d. Luas Membran
Luas membran yang dibuat disesuaikan dengan alat yang akan dirancang ,
dimana pengukuran panjang dan lebar membran ini secara manual dengan
menggunakan membran.
2.1.1.5 Kinerja Membran
Kinerja membran atau efisiensi membran ditentukan oleh dua parameter yaitu
fluks dan rejeksi (penolakan): (Mulder, 1996)
a. Fluks Volum (Jv)
Fluks didefinisikan sebagai zat yang dapat menembus membran tiap satuan
luas membrane per satuan waktu . Fluks demikian dapat dinyatakan sebagai fluks
volum (Jv) yang dinyatakan sebagai berikut :
tA
vJv
.
Dimana :
Jv = Fluks Volum
A = Luas permukaan
V = Volume permeat
T = Waktu tumpuhan
Fluks volume dihitung berdasarkan garafik volume permeat vs waktu dari
tiap-tiap tumpuhan .
b. Rejeksi
Rejeksi menunjukan besarnya kandungan garam yang tertahan pada
permukaan membran yang tidak menembus membran dinyatakan sebagai berikut :
%1001 xCf
CpR
Dimana :
R = Rejeksi (%)
Cp = Konsentrasi solute dalam permeat (ppm)
Cf = Konsentrasi solute dalam umpan (ppm)
Jika koefisien rejeksi yang diperoleh cukup besar (100%) air bersih yang
diperoleh cukup murni (hampir tidak mengandung kadar garam)
2.1.1.6 Metode Pembuatan Membran
Proses pembuatan membran pada laporan akhir ini mengikuti proses
pembuatan keramik. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam
pembuatan keramik antara lain :
1. Pemilihan bahan dasar (raw material selection)
Pada tahapan ini, bahan dasar dipilih berdasarkan kebutuhan. Beberapa hal
yang dipertimbangkan adalah karakteristik dari material yang ingin dihasilkan,
biaya dan kemudahan dalam memperoleh bahan tersebut. Bahan dasar kemudian
diolah lebih lanjut hingga siap untuk diproses menjadi powder.
2. Pembuatan powder (powder preparation)
Umumnya, bahan dasar pembuatan keramik selalu dalam bentuk powder.
Terdapat beberapa keuntungan dari dibuatnya powder, diantaranya untuk
memperkecil ukuran partikel dan memodifikasi distribusi ukurannya. Powder
harus dibuat dengan ukuran sekecil mungkin karena kekuatan mekanik dari
keramik berbanding terbalik dengan ukuran powder. Pembuatan powder dapat
dilakukan antara lain dengan menggunakan penggerus manual seperti mortar atau
dapat juga menggunakan ball mill.
3. Pencetakan (forming)
Terdapat beberapa macam metoda pencetakan keramik. Secara umum
metoda-metoda tersebut dapat dkelompokkan menjadi tiga, yaitu pressing,
casting, dan plastic forming. Sebagaimana disebutkan pada sub bab dibawah ini,
dry pressing dan slip castng merupakan teknik pencetakan yang dapat digunakan
untuk membuat keramik berpori.
4. Pengeringan (drying)
Drying merupakan proses densifikasi partikel pada temperatur tinggi
dibawah temperatur lelehnya , untuk meningkatkan rapat massa dan kekuatan dari
material . Pada proses drying, terjadi perubahan microstructur.
2.1.2 Keramik
Keramik adalah suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses
pembakaran. Keramik memiliki karakteristik yang memungkinkan dapat
digunakan dalam berbagai aplikasi yang meliputi kapasitas panas yang baik,
konduktivitas panas rendah, tahan korosi, keras, kuat namun agak rapuh.
Disamping karakteristik tersebut, keramik juga memiliki sifat kelistrikan yang
meliputi insulator, semikonduktor, konduktor bahkan superkonduktor, sifatnya
dapat magnetik dan non magnetik. Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam
lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang
umum dipakai adalah felspard, ball clay, kwarsa, kaolin, dan air.
Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan
mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga tergantung pada
lingkungan geologi dimana bahan diperoleh. Secara umum strukturnya sangat
rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas. Fine ceramics (keramik modern
atau biasa disebut keramik teknik, advanced ceramic, engineering ceramic,
techical ceramic) adalah keramik yang dibuat dengan menggunakan oksida-
oksida logam atau logam, seperti: oksida logam (Al2O3, ZrO2, MgO,dll).
Penggunaannya: elemen pemanas, semikonduktor, komponen turbin, dan pada
bidang medis. Sifat yang umum dan mudah dilihat secara fisik pada kebanyakan
jenis keramik adalah britle atau rapuh, hal ini dapat kita lihat pada keramik jenis
tradisional seperti barang pecah belah, gelas, kendi, gerabah dan sebagainya
(http://www.Proses _keramik slip casting .org).
2.1.2.1 Sifat Keramik
Sifat yang umum dan mudah dilihat secara fisik pada kebanyakan jenis
keramik adalah britle atau rapuh, hal ini dapat kita lihat pada jenis keramik
tradisional seperti barang pecah belah, gelas, kendi, gerabah dan sebagainya. Sifat
keramik yang lain adalah tahan suhu tinggi, sebagai contoh keramik tradisional
yang terdiri dari clay, flint dan feldfar tahan sampai dengan suhu 1200oC, keramik
engineering seperti keramik oksida maupun tahan sampai dengan suhu 2000oC.
Kekuatan tekanan tinggi, sifat ini merupakan salah satu faktor yang membuat
penelitian tentang keramik terus berkembang.
2.1.2.2 Keramik berpori (Keramik Porous)
Dalam pembuatan keramik berpori dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode. Metode yang sering digunakan dalam menghasilkan pori pori
adalah menggunakan media sponge (metode polymeric sponge ) atau dengan
penambahan media tepung yang pernah dilakukan peneliti dari Swedis Ceramic
Institute (Lyckfeldt dan Ferreira, 1997 ). Dalam penggunaan kedua media tersebut
terdapat perbedaan dalam prosedur pembuatan keramik berpori.
Dengan metode polymeric sponge, tahap awal yang dilakukan adalah
membuat slip dari serbuk alumina. Setelah slip terbentuk, kemudian menyiapkan
media sponge dengan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan. Slip yang telah siap
dipenetrasikan masuk kedalam sponge. Setelah slip mengisi melalui pori - pori
sponge kemudian ditunggu hingga kering. Sponge yang kering dilakukan proses
pemanasan ( pembakaran). Pada proses pemanasan, sponge akan terbakar dan
meninggalkan pori - pori sesuai dengan karakteristik pori - pori media sponge
yang digunakan. Pada metode ini media sponge menentukan bentuk dan jumlah
distribusi pori - pori keramik yang dihasilkan.
Pembuatan keramik berpori dengan media tepung (starch) merupakan metode
yang banyak digunakan dalam menghasilkan keramik berpori. Pori - pori pada
keramik dihasilkan karena penambahan strach dalam slip. Proses pencampuran
zat aditif sebagai dispersif agent digunakan agar strach dapat bercampur dengan
serbuk alumina, disamping itu juga digunakan agar menjaga kestabilan alumina.
Setelah dilakukan proses penambahan strach pada slip, dilakukan penuangan
kedalam cetakan yang sudah disiapkan. Seperti pada metode yang lain proses
pembentukan keramik berpori harus dilakukan pemanasan. Pada proses sinter
sekitar temperatur yang tinggi 1000oC, strach tersebut akan terbakar dan
meninggalkan pori pori. Jadi pada metode strach yang digunaka akan
menghasilkan porositas pada keramik. Porositas yang terbentuk bergantung pada
disribusi ukuran bahan yang dicampur (Wikipedia Bahasa Indonesi).
2.1.2.3 Aplikasi Keramik Berpori
Pembuatan keramik berpori dapat dimanfatkan sebagai filter dalam
penuangan logam cair, sebagai katalisator yang ditempatkan dalam sistem gas
buang kendaraan bermotor, dan membran (Van Vlack, 1985). Penggunaan
keramik alumina berpori sebagai filter penuangan logam cair, karena titik lebur
keramik sangat tinggi (2040oC) tidak mudah terdeformasi pada suhu yang tinggi,
dan tidak mudah terjadi kontaminasi dengan unsur lainnya (Ilmu dan Teknologi
Bahan).
Monolithic filter dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi antara yang
sama dengan membran filter tetapi memiliki bentuk yang berbeda.
2.1.3 Membran Keramik
Membran keramik dibentuk dari kombinasi logam (aluminium, titanium,
zirkonium) dengan non logam dalam bentuk oksida, nitrida atau karbida.
Contohnya adalah membran alumina atau zirkonia. Membran gelas juga bisa
digologkan kedalam membran keramik. Namun tampilan fisiknya yang berbeda
membuatnya dimasukkan kedalam golongan tersendiri, selain itu ada perbedaan
pada teknik pembuatannya. Membran gelas biasnya dibuat dari silika. Sedangkan
membran berbasis zeolit berasal dari lempung zeolit memiliki struktur rangka
berpori mirip sangkar.
Aplikasi membran keramik dapat diketahui dari namanya bahwa membran
digunakan untuk memisahkan suatu zat dari kumpulannya berdasarkan perbedaan
ukuran partkel. Untuk lebih sederhana mungkin bisa dibayangkan proses
penyaringan air. Proses ini menjadi demikian penting saat ini karena beberapa
solusi untuk masalah pemisahan biasanya menghasilkan masalah baru. Salah satu
contoh dari masalah yang paling populer mungkin adalah proses pengolahan
limbah. Dalam proses konvensional, kedalam limba industri ditambahkan zat
kimia tertentu yang berfungsi sebagai koagulan dan flokulan. Namun, proses
tersebut bukan tidak mungkin menghasilkan limbah baru yang sama atau bahkan
lebih besar dampaknya terhadap keseimbangan lingkungan. Dengan teknologi
membran, MF bisa diterapkan dalam proses pengolahan limbah ini. Dengan
memberikan tekanan pada suatu media, larutan umpan ( dalam hal ini limbah)
dilewatkan melalui membran dan menghasilkan larutan permeat (hasil
pemisahan). Dengan pengolahan semacam ini maka kita bisa menahan partikel
yang kita inginkan sesuai dengan ukuran partikelnya. Permeat yang dihasilkan
sudah merupakan zat yang aman bagi lingkungan.
Selain pengolahan limbah, yang paling berprospek pada teknologi membran
keramik ini adalah pemurnian air. Didunia terdapat 12.500 industri pemurnian air
dari air laut (Ettouney,2002). Untuk aplikasi ini membran NF dan RO yang
berpotensi sangat besar, dengan ukuran pori yang sangat kecil maka kedua jenis
membran ini hampir bisa menahan apa saja.
Teknologi membran keramik memiliki prospek cerah di Indonesia. Terlebih
dengan kesulita air bersih dan penemaran lingkungan akibat limbah yang begitu
marak (teknologi membran keramik).
2.2 Filtrasi
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan
akan terendapkan. Range filtrasi pada industri mulai dari penyaringan sederhana
hingga pemisahan yang kompleks. Fluida yang difiltrasi dapat berupa cairan atau
gas, aliran yang lolos dari saringan mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya.
Suatu saat justru limbah padatnyalah yang harus dipisahkan dari limbah cair
sebelum dibuang. Di dalam industri, kandungan padatan suatu umpan mempunyai
range dari hanya sekedar jejak sampai persentase yang besar. Seringkali umpan
dimodifikasi melalui beberapa pengolahan awal untuk meningkatkan laju filtrasi,
misal dengan pemanasan, kristalisasi, atau memasang peralatan tambahan pada
penyaring seperti selulosa atau tanah diatomae. Oleh karena varietas dari material
yang harus disaring beragam dan kondisi proses yang berbeda, banyak jenis
penyaring telah dikembangkan, beberapa jenis akan dijelaskan di bawah ini.
Sedimentasi adalah terbawanya material hasil dari pengikisan dan pelapukan
oleh Air, angin atau gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan.
Semua batuan hasil pelapukan dan pengikisan yang diendapkan lama kelamaan
akan menjadi batuan sedimen. Hasil proses sedimentasi di suatu tempat dengan
tempat lain akan berbeda. Berikut ini akan dijelaskan ciri bentang lahan akibat
proses pengendapan berdasarkan tenaga pengangkutnya.
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid akibat kerusakan stabilitas
sistem koloid atau karena penggabungan partikel koloid yang bermuatan sehingga
membentuk patikel yang lebih besar. Koagulasi suatu koloid dapat ditinjau dari
peristiwa mekanis dan peristiwa kimiawi. Peristiwa mekanis seperti pemanasan
atau pendinginan, contoh pada perebusan telur dan agar-agar yang didinginkan.
Peristiwa kimiawi yang dapat menyebabkan koagulasi misalnya pencampuran
koloid.
Kebanyakan penyaring industri adalah penyaring tekan, penyaring vakum,
atau pemisah sentrifugal. Penyaring tersebut beroperasi secara kontinyu atau
diskontinyu, tergantung apakah buangan dari padatan tersaring tunak (steady) atau
sebentar-sebentar. Sebagian besar siklus operasi dari penyaring diskontinyu, aliran
fluida melalui peralatan secara kontinyu, tetapi harus dihentikan secara periodik
untuk membuang padatan terakumulasi. Dalam saringan kontinyu buangan padat
atau fluida tidak dihentikan selama peralatan beroperasi.
Penyaring dibagi ke dalam tiga golongan utama, yaitu penyaring kue (cake),
penyaring penjernihan (clarifying), dan penyaring aliran silang (crossflow).
Penyaring kue memisahkan padatan dengan jumlah relatif besar sebagai suatu kue
kristal atau lumpur. Seringkali penyaring ini dilengkapi peralatan untuk
membersihkan kue dan untuk membersihkan cairan dari padatan sebelum
dibuang. Penyaring penjernihan membersihkan sejumlah kecil padatan dari suatu
gas atau percikan cairan jernih semisal minuman. Partikel padat terperangkap
didalam medium penyaring atau di atas permukaan luarnya. Penyaring
penjernihan berbeda dengan saringan biasa, yaitu memiliki diameter pori medium
penyaring lebih besar dari partikel yang akan disingkirkan. Di dalam penyaring
aliran silang, umpan suspensi mengalir dengan tekanan tertentu di atas medium
penyaring. Lapisan tipis dari padatan dapat terbentuk di atas medium permukaan,
tetapi kecepatan cairan yang tinggi mencegah terbentuknya lapisan. Medium
penyaring adalah membran keramik, logam, atau polimer dengan pori yang cukup
kecil untuk menahan sebagian besar partikel tersuspensi. Sebagian cairan
mengalir melalui medium sebagai filtrat yang jernih, meninggalkan suspensi
pekatnya. Pembahasan selanjutnya, suatu penyaring ultra, unit aliran silang berisi
membran dengan pori yang sangat kecil, digunakan untuk memisahkan dan
memekatkan partikel koloid dan molekul besar.
2.3 Bahan Bahan untuk Membran Keramik
2.3.1 Lempung
Lempung adalah material yang memiliki ukuran diameter partikel. Mineral
lempung merupakan penyusun batuan sedimen dan penyusun utama dari tanah
(Nelson, 2001). Batu lempung adalah merupakan kumpulan dari mineral lempung
yang termasuk jenis batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir (wentworth).
Lempung atau tanah liat juga merupakan kata umum untuk partikel mineral
berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung
mengandung leburan silika dan/atau aluminium yang halus. Unsur-unsur ini,
silikon, oksigen, dan aluminum adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak
bumi. Lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat
dan sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi. Lempung membentuk
gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air (Wikipedia
Bahasa Indonesia).
Batu lempung menurut Pettijohn (1975) adalah batuan yang pada umumnya
bersifat plastis, berkomposisi hidrous alumunium silikat (2H2OAL2O3. 2SiO2)
atau mineral lempung yang mempunyai ukuran butir halus (batulempung adalah
batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir kurang dari 0,002 atau 1/256 mm).
Ingram (1953), (Vide Pettijohn, 1975) mendefinisikan batu lempung sebagai
batuan yang berstrutur masif yang komposisinya lebih banyak dari lanau.
Sedangkan menurut William dkk, 1954, batu lempung adalah batuan sedimen
klastik yang mempunyai ukuran butir lempung, termasuk di dalamnya butiran
yang mempunyai diameter kurang dari 1 atau 2 mikron dan secara dominan
disusun oleh silika.
Karena ukuran butirnya yang sangat halus maka sulit untuk mendeskripsi
batu lempung secara megaskopis maupun mikroskopis, sehingga analisis kimia
merupakan informasi yang penting untuk mengetahui komposisi batu lempng.
Komposisi dominan pada batu lempung adalah silika (Pettijohn, 1975), yang
merupakan bagian kelompok mineral lempung, yang pada umumnya berasal dari
feldspar. Unsur besi pada batu lempung hadir sebagai oksida, berupa pirit atau
markasit dan siderit. Jumlah oksida besi pada batu lempung biasanya tercermin
pada warna dari batuan tersebut. Selain mineral mineral tersebut di atas karbonat
juga sering dijumpai pada batulempung. Mineral karbonat pada batu lempung
dapat berupa bahan-bahan organik, anorganik atau kombinasi dari keduanya
antara lain: (Ehlers dan Blatt, 1980)
a. Residual Clay
Merupakan hasil pelapukan yang masih insitu atau belum mengalami
transportasi. Ciri-ciri fisik dari batuan ini tergantung pada iklim, pengairan dan
batu induknya. Batu lempung jenis ini dijumpai disekitar batu induknya dan pada
umumnya mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan dengan transported
clays (Sukandarrumidi, 1999)
b. Transported Clays
Batu lempung yang sudah tertransportasi dapat berasal dari tiga sumber yaitu:
1) Produk dari abrasi
2) Produk dari pelapukan yang tertransportasi
3) Pencampuran unsur kimia dan bio kimia
Batu lempung ini selama proses pengendapan atau pengangkutan sangat
mungkin dikotori oleh mineral yang berukuran halus antara lain kuarsa, oksida
besi dan bahan organisme (Sukandarrumidi, 1999).
Karena ukurannya yang halus batu lempung pada umumnya terbentuk pada
daerah yang mempunyai arus lemah. Batu lempung ini terbentuk pada lingkungan
darat maupun laut, contoh di daerah dataran banjir, delta, danau, lagun dan laut
(Ehlers dan Blatt, 1980). Batu lempung yang terbentuk pada daerah yang berbeda
mempunyai kenampakan fisik yang berbeda pula (Dixon, 1992). Batu lempung
yang terbentuk di laut pada umumnya mempunyai perlapisan yang tebal,
mengandung fosil laut dalam, atau binatang yang hidup di laut dangkal yang
kemudian tenggelam setelah mati.
Terdapat tiga kelompok mineral lempung (alumina silikat anhidrat):
a. Kaolinit atau lempung untuk memperoduksi keramik putih.
b. Illit sebagai bahan dasar keramik untuk bangunan ( batu bata, genting)
c. Montmorilonit yang merupakan lempung dengan plastisitas tinggi
2.3.2 Bentonit
Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit dalam
dunia perdagangan dan termasuk kelompok dioktohedral. Bentonit dengan rumus
Si8(AlMg)4O20(OH)4 (Henry D Foth,1988:321) merupakan mineral aluminosilikat
(Al silikat) yang banyak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan
berbagai produk diberbagai industri, salah satunya adalah katalis. Monmorillonit
memiliki sifat liat yang sangat tinggi, berkerut jika dipanaskan, dan butirannya
berkeping halus. Berat jenisnya bekisar antara 2,4 2,8 (www.distampropu.go.id).
Bentonit dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan kandungan
aluminium silikat hydrous, yaitu ativated clay dan fullers Earth. Aktivated clay
adalah lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya
dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fullers earth
digunakan didalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak. Sedangkan
bedasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tipe Wyouming (Na Bentonit Swelling bentonite )
Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali dari semula
apabila dicelupkan kedalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu didalam air,
dan tetap terdispersi beberapa waktu didalam air. Dalam keadaan kering berwarna
putih atau krim, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna
mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai pH
: 8,5 - 9,8 , tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion - ion
sodium (Na+). Na Bentonit dimanfaatkan sebagai pengisi (filler), lumpur bor,
penyumbat kebocoran bendungan pada Teknik Sipil, bahan pencampur pembuat
cat, bahan baku farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam,
sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi kental setelah bercampur dengan air.
b. Mg (Ca - Bentonit - non sweeling bentonit)
Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan kedalam air, dan
tetap terdispersi didalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan memiliki
sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi
koloidal memiliki pH : 4 - 7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion
ion kalsium dan magnesium. Karena sifat daya tukar ion yang tinggi dan bersifat
menyerap inilah, montmorillonit dapat dipergunakan sebagai bahan perekat pasir
cetak (www.distam-propu.go.id), dalam keadaan kering bersifat rapit slaking,
berwarna abu abu, biru, kuning, merah dan coklat. Ca - Bentonit banyak dipakai
sebagai bahan penyerap. Ca - bentonit dapat dimanfaatkan sebagai bahan lumpur
bor setelah melalui perukaran ion, sehingga terjadi perubahan menjadi Na -
Bentonit.
Tabel 2. perbandingan sifat - sifat Ca - bentonit dengan Na -bentonit.
Sifat fisik Ca bentonit Na bentonit
Kekuatan dalam keadaan basah
Perkembangan daya ikat
Kekuatan tekan
Panas
Kering
Keawetan
Daya tahan terhadap penyusun
Daya mengembang
Kemantapan terhadap panas dan suhu cetak
Daya mengalirkan pasir
Sifat bentang
Tinggi
Cepat
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Tidak baik
Tidak baik
Sangat baik
Mudah
Sedang
Sedang
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sangat baik
Sangat baik
Sedang
Sukar
Sumber : (Herlin,1999:10)
Ca bentonit memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari Na bentonit dalam
keadaan basah. Perkembangan daya ikat Ca bentonit lebih cepat dari Na
bentonit, hal ini disebabkan karena jarak antar molekul pada Ca bentonit lebih
dekat sehingga daya ikatnya lebih kuat. Kekuatan tekan Na bentonit lebih tinggi
dari Ca bentonit karena disebabkan oleh daya mengembang Na bentonit lebih
besar, yaitu delapan kali lipat da Ca bentonit. Hal ini juga berkaitan dengan daya
tahan terhadap penyusutan Na bentonit lebih tinggi. Sedangkan sifat bentang Ca
bentonit lebih mudah karena memiliki lapisan yang lebih sedikit. Bentonit dapat
dimanfaatkan dalam bidang industri, seperti industri sabun, barang barang dari
semen, kimia, minyak sawit, kosmetika dan mesin (-----, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral Batubara, 2005).
Bentonit mempunyai sifat mengadsorpsi karena ukuran partikel pori porinya
sangat kecil dan memiliki kapasitas permukaan ion yang tinggi. Pengembangan
bentonit disebabkan oleh adanya penggantian isomorphous pada lapisan
oktohedral (Mg oleh Al) dalam menghadapi kelebihan muatan diujung kisi
kisinya. Adanya daya elektrostatis yang mengikat kristal pada jarak 4,5 cukup
kuat untuk mempertahankan unit unitnya, dan akan tetap terjaga unit itu untuk
tidak saling merapat. Pada pencampuran dengan air, adanya pengembangan
membuat jarak antara stiap unit makin meleber dan lapisannya menjadi bentuk
serpihan, serta mempunyai permukaan luas jika dalam zat pengsuspensi (------,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Batubara, 2005).
Proses pembentukan bentonit dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu :
1) Endapan Hasil Pelapukan
Faktor utama dalam pembentukan endapan bentonit sebagai hasil pelapukan
adalah komposisi kimia dan daya larut air terhadap batuan asalnya. Mineral
mineral utama dalam pembentukan bentonit antara lain : plagioklas, kalium
feldspar (KAlSi3O8), biotit (2(MgFe)2Al2(SiO4)3), muskovit, serta sedikit
kandungan senyawa alumina dan ferromagnesia. Pembentukan bentonit dari
proses pelapukan diakibatkan oleh adanya reaksi antara ion - ion hidrogen yang
terdapat dalam air tanah dengan senyawa silikat.
2) Proses Hidrotermal
Proses ini berlangsung karena adanya injeksi larutan hidrotermal yang
bersifat asam merebes melalui celah celah rekahan pada batuan yang dilaluinya,
sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi antar larutan tersebut dengan batuan
itu. Pada saat reaksi berlangsung, komposisi larutan hidrotermal tersebut menjadi
berubah. Unsur alkali akan dibawa kearah luar, sehingga selama proses itu
berlangsung akan terjadi daerah atau zona yang berkembang dari asam ke basa
dan pada umumnya berbentuk melingkar sepanjang rekahan dimana larutan itu
menginjeksinya. Terjadinya monmorillonit sebagai mineral penyusun utama
bentonit terjadi karena adanya perubahan dari felspar plagioklas, mineral mika
dan feromagnesia. Hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya megnesium (Mg) dan
Kalium (K) yang berasal dari mika atau felsfar. Peristiwa ini terjadi pada alterasi
hidrotermal tingkat rendah.
3) Proses Devitrifikasi
Pada proses ini bentonit dapat terbentuk dari hasil mekanisme pengendapan
dabu vulkanik yang kaya akan gelas mengalami devitrifikasi (perubahan gelas
vulkanik menjadi mineral lempung), setelah diendapkan pada lingkungan danau
atau laut.
4) Proses Sedimentasi
Menurut Millot (1970), monmorillonit dapat terbentuk tidak saja dari tufa
melainkan juga dari endapan sedimen dalam suasana basa (alkali) yang banyak
mengandung silika (authigenic neoformation) atau yang biasa disebut endapan
kimia. Mineral mineral yang terbentuk secara sedimen yang tidak berasosiasi
dengan tuffa adalah attapulgit, sepeolit dan monmorillonit.
Peningkatan efktivitas penyerapan pada bentonit dapat dilakukan dengan
aktivasi. Proses aktivasi dibedakan menjadi dua cara, yaitu:
1. Aktivasi secara fisis
Aktivasi secara fisis adalah pemakaian panas hampir disemua reaksi yang
ada, tanpa pemberian zat aditif. Biasanya pemanasan menggunakan temperatur
200 400oC, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanasan ini
berfungsi untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori pori bentonit
sehingga jumlah pori pori yang kosong dan luas permukaan internal kristal akan
bertambah, yang akan mengaktifkan interaksi antara adsorbat dan adsorben lebih
efektif. Pada bentonit akan terjadi proses aktivasi secara fisis atau kalsinasi.
Kalsinasi biasanya dilakukan pada tempeatur 400oC dan disertai dengan aliran gas
nitrogen. Penggunaan gas nitrogen dimaksudkan agar kalsinasi lebih sempurna
dan tidak terjadi reaksi lain yang tidak diinginkan selama kalsinasi. Sedangkan
proses oksidasi pada bentonit dimaksudkan untuk menghilangkan sisa sisa karbon
(carbon deposit) yang terbentuk karena adanya penyeapan senyawa - senyawa
organik selama proses pembentukan bentoni di alam.
2. Aktivasi secara kimia
Aktivasi secara kimia dilakukan dengna cara membersihkan pori - pori dan
kristal bentonit dan membuang senyawa pengotor, serta mengatur kembali letak
atom yang dipertukarkan (Is Fatimah,1997). Pada proses aktivasi ini terjadi tiga
reaksi, yaitu;
a. Asam mineral yang dapat melarutkan komponen pengotor Fe2O3, Al2O3,CaO,
dan MgO yang mengisi pori pori adsorben. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya pori pori yang tertutup sehingga dapat menambah luas
permukaan adsorben.
b. Ion ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben secara
bengangsur angsur diganti oleh ion H+ dari asam mineral.
c. Sebagian ion H+ yang telah menggantikan ion Ca2+ dan Mg2+ akan ditukar
oleh ion Al3+ yang telah larut dalam asam mineral (Ketaren, 1986 :206).
2.4 Metode Pengolahan Air
Air sangat penting dalam kehidupan manusia, senyawa ionik ini sangat vital
eksistensinya dalam berbagai kegunanaan termasuk dunia industri. Kebutuhan
akan air yang berkualitas sangat penting akan tetapi kuantitasnya yang
memadaipun juga tidak kalah pentingnya. Ini menuntut sinergi teknologi yang
compatible untuk menangani permasalahan air yang kian hari kualitas dan
kuantitasnya menurun.
Air tidak bisa dilepaskan fungsinya dari dinamika industri karena hampir di
semua industri pasti menggunakan air dalam proses produksinya. Di dalam
industri air sangat banyak fungsinya tergantung dari jenis industri dan produk
yang dihasilkan. Pada umumnya industri industri menggunakan air untuk
berbagai keperluan seperti pelarut bahan kimia, mengencerkan bahan, umpan
boiler, Colling Tower/ Chiller water, pembersihan area produksi, campuran
produk, sebagai penunjang dalam fungsi kerja alat alat produksi dan keperluan uji
kualitas hasil produk olahan, untuk pemadam kebakaran dan sebagainya.
Pemilihan kualitas air yang layak dalam setiap kegunaan sangatlah penting
untuk diperhatikan agar efektifitas dan pemeliharaan fungsi kerja dapat berjalan
lancar sehingga kegagalan kegagalan ataupun kerusakan alat yang ditimbulkan
oleh air dapat dihilangkan. Air dalam industri haruslah memenuhi standar industri
yang telah ditetapkan.
Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi gangguan gangguan produksi,
misalnya untuk air umpan Boiller tidak boleh mengandung kesadahan tetap yang
terlalu tinggi, ini akan menyebabkan kerak dalam ketel yang dapat mengisolasi
kalor sehingga energi uap yang dihasilkan berkurang secara otomatis bahan bakar
tungkupun bertambah, ini akan mempengaruhi efisiensi energi dan akhirnya biaya
variabel meningkat. Ini berlaku juga kegunaan air pada proses proses produksi
lainnya yang perlu pengawasan mutu dan kuantitasnya.
Cara pemenuhan kebutuhan akan air bisa diperoleh dari vendor seperti PAM,
atau air tanah dengan penanganan sendiri atau dari air sungai yang harus membuat
insfrastruktur dalam proses pengolahannya, tergantung kondisi geologis tempat
industri itu berada dan kapasitas produksi yang dihubungkan dengan kegunaan
dalam proses yang menyangkut produk.
Berbagai macam pengotor utama yang ada dalam air yang akan diolah
sebelum digunakan dalam industri dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Kekeruhan dan Warna
Kekeruhan adalah Ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar
untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (nephelo metrix turbidity
unit) atau JTU (jackson turbidity unit) atau FTU (formazin turbidity unit),
kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di
dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi
kualitas air itu sendiri. Partikel partikel koloid umumya berasal dari kwarsa
(pasir), tanah liat, sisa tanaman, ganggang, zat organik dan lain-lain
Zat organik adalah zat yang pada umumnya merupakan bagian dari binatang
atau tumbuh - tumbuhan dengan komponen utamanya adalah karbon, protein, dan
lemak lipid. Zat organik ini mudah sekali mengalami pembusukan oleh bakteri
dengan menggunakan oksigen terlarut.
Warna didalam air terbagi menjadi dua (2) yaitu :
1. Warna sejati (true color)
Warna yang yang berasal dari penguraian zat organik alami yaitu zat humus
(asam humus dan asam flufik), lignin, dimana merupakan sekelompok senyawa
yang mempunyai sifat-sifat yang mirip. Senyawa ini menyebabkan warna didalam
air yang sukar dihilangkan terutama jika konsentrasinya tinggi dan memerlukan
pengolahan dengan kondisi operasional yang khusus/berbeda dengan
penghilangan warna semu.
Karakteristik warna sejati pada air adalah:
1. Air berwarna kuning terang sampai coklat-merah
2. Air relatif jernih.
3. pH air relatif rendah, dibawah 6 (rata-rata 3 5) oleh karena itu air dengan
pH< 4,5 tidak mengandung alkalinitas.
Sifat-sifat zat humus yang terutama dan penting dalam pegolahan air dapat
dilihat sebagai berikut:
1. Berat molekul adalah 800 50.000
2. Ukuran partikel 90% kurang dari 10 nm, partikel koloid.
3. Partikel warna terdiri dari zat humus yang secara dominan berukuran negatif
4.Sifat-sifat seperti ukuran partikel yang kecil dan mengandung muatan negatif
yang kuat menentukan mekanisme penghilangan warna yang secara keseluruhan
berbeda dari penghilangan kekeruhan. Karakteristik air berwarna dan sifat-sifat
zat humus menyebabkan air berwarna jenis ini sukar untuk diolah.
2. Warna semu
Warna semu adalah warna yang disebabkan oleh :
1. Partikel - partikel penyebab kekeruhan (tanah, pasir dll.)
Zat ini lebih mudah dihilangkan dibandingkan dengan penyebab warna
lainnya, biasanya didalam air jika zat ini berbentuk koloid biasanya dihilangkan
dengan proses koagulasi flokulasi.
2. Partikel/dispersi halus besi dan mangan
Zat-zat ini pada konsentrasi yang sangat rendah, tidak dapat diterima didalam
penyediaan air untuk perumahan maupun industri. Sedikit besi dan mangan dapat
menyebabkan warna kecoklatan dalam air yang diproduksi.
3. Partikel-partikel mikroorganisme (algae/lumut)
Warna didalam air yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti algae
pembentuk warna (seperti blue green algae), biasanya agak sukar dihilangkan
oleh proses koagulasi flokulasi tanpa proses pendahuluan seperti menggunakan
klor/senyawa klor ( Preklorinasi).
4. Warna yang berasal dari pemakaian zat warna oleh industri (tekstil, pengrajin
batik, pabrik kertas, dll.), seperti bahan pencelup, cat, pewarna makanan dll.
Hampir semua zat warna bersifat racun karena zat warna tersusun dari
unsur/senyawa kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia. Zat warna tersusun dari
Chromogen dan Auxocrome.
b. Mikroba
Dalam air baik yang kita anggap jernih, sampai terhadap air yang keadaannya
sudah kotor atau tercemar, di dalamnya akan terkandung sejumlah kehidupan,
yaitu :
a) Pada air yang kita anggap jernih misal yang berasal dari sumur biasa, sumur
pompa, sumber mata-air dan sebagai-nya, di dalamnya terdiri dari bakteri, yaitu :
Kelompok bakteri besi ( misal Crenothrix dan Sphaerotilus ) yang mampu
mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri. Akibat kehadirannya, air sering
berubah warna kalau disimpan lama yaitu warna kehitam-hitaman, kecoklat-
coklatan, dan sebagainya.
2. Kelompok bakteri belerang ( antara lain Chromatium dan Thiobacillus ) yang
mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S. Akibatnya kalau air disimpan
lama akan tercium bau busuk seperti bau telur busuk.
2. Kelompok mikroalge (misal yang termasuk mikroalge hijau, biru dan kersik),
sehingga kalau air disimpan lama di dalamnya akan nampak jasad-jasad yang
berwarna hijau, biru atau pun kekuning-kuningan, tergantung kepada dominasi
jasad-jasad tersebut serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Kehadiran kelompok bakteri dan mikroalge tersebut di dalam air, dapat
menyebabkan terjadinya penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena
kelompok bakteri besi dan bele-rang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat
lainnya adalah terjadinya proses korosi (pengkaratan) terhadap benda-benda
logam yang berada di dalamnya, men-jadi bau, berubah warna, dan sebagainya.
b) Pada air yang kotor atau sudah tercemar, misal air selokan, air sungai atau air
buangan, di dalamnya akan di dapati kelompok bakteri seperti pada air yang
masih jernih, ditambah dengan kelompok lainnya, antara lain :
1. Kelompok patogen (penyebab penyakit) misal penyebab penyakit tifus,
paratifus, kolera, disentri dan sebagainya.
2. Kelompok penghasil racun, misal yang sering terjadi pada kasus keracunan
bahan makanan (daging, ikan, sayuran, dan sebagainya), ataupun jenis-jenis
keracunan lainnya yang sering terjadi di daerah pemukiman yang kurang/tidak
sehat.
3. Kelompok bakteri pencemar, misal bakteri golongan Coli, yang kehadirannya
di dalam badan air dikategorikan bahwa air tersebut terkena pencemar fekal
(kotoran manusia), karena bakteri Coli berasal dari tinja/kotoran, khususnya
manusia. Coli termasuk golongan Enterobactericeae. Enterobactericeae
merupakan kelompok bakteri yang bersifat gram negative, aerob dan fakultatif
anaerob, tidak berspora dan berbentuk batang, memfermentasi glukosa,
mereduksi nitrat, oksidase negative serta tahan dalam garam empedu, yang
termasuk dalam kelompok ini adalah genus Salmonella, Shigella, Yersinia,
Proteus, Erwinia, Serratia dan Escherichia. Escherichia Coli adalah Spesies
bakteri penghuni normal dalam saluran pencernaan manusia dan hewan.
Bakteri ini berbentuk batang, garam negative, bersifat anaerobik fakultatif dan
mempunyai flagella peritrikat. Bakteri ini dibedakan atas sifat serologinya
berdasar antigen O (somatik), K (kapsul), dan H (flagella).
4. Kelompok bakteri pengguna, yaitu kelompok lain dari bakteri yang mampu
untuk mengurai senyawa-senyawa tertentu di dalam badan air. Dikenal
kemudian adanya kelompok bakteri pengguna residu pestisida, pengguna
residu minyak bumi, pengguna residu deterjen, dan sebagainya.
Pengaruh kehadiran jasad hidup terhadap kualitas air akan menyebabkan:
1. Rasa dan bau yang tidak sedap, disebabkan oleh bakteri dan mikroalge.
2. Air menjadi berlendir dan berwarna merah disebabkan oleh bakteri besi.
3. Bau yang tidak sedap sehingga dari segi estetika air tidak diterima untuk
diminum disebabkan antara lain oleh cacing.
c. BOD dan COD
Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB)
adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses
mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD ada-lah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan)
hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang
tersuspensi dalam air.
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK)
adalah jumlah oksigen ( MgO2 ) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat zat
organis yang ada dalam 1 L sampel air.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat zat organis
yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Oksigen terlarut
adalah banyaknya oksigen yang terkandung didalam air dan diukur dalam satuan
ppm. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat pengotor air
baku. Semakin besar oksigen yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran
yang relatif kecil.
d. Logam berat dan metalloid
Sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah
teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi,
logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat
esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh
organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek
racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.
Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana
keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat
bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.
USEPA (U.S. Environmental Agency) mendata ada 13 unsur logam berat
yang merupakan unsur utama polusi yang berbahaya. Seperti halnya sumber-
sumber polusi lingkungan lainnya, logam berat tersebut dapat ditransfer dalam
jangkauan yang sangat jauh di lingkungan, selanjutnya berpotensi mengganggu
kehidupan biota lingkungan dan akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan
manusia walaupun dalam jangka waktu yang lama dan jauh dari sumber polusi
utamanya.
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan elemen yang
berbahaya di permukaan bumi. Masuknya logam berat ke lingkungan berasal dari
sumber-sumber lainnya yang meliputi; pertambangan minyak, emas, dan batubara,
pembangkit tenaga listrik, peptisida, keramik, peleburan logam, pabrik-pabrik
pupuk dan kegiatan-kegiatan industri lainnya. Kontaminasi ini akan terus
meningkat sejalan dengan meningkatnya usaha eksploitasi berbagai sumber alam
di mana logam berat terkandung di dalamnya. Unsur - unsur yang terdapat pada
garis batas antara logam dan bukan logam yaitu metalloid, misalnya Arsen (As).
e. Pengotor lainnya.
Kesadahan merupakan petunjuk kemampuan air untuk membentuk busa
apabila dicampur dengan sabun. Pada air berkesadahan rendah, air akan dapat
membentuk busa apabila dicampur dengan sabun, sedangkan pada air
berkesadahan tinggi tidak akan terbentuk busa. Disamping itu, kesadahan juga
merupakan petunjuk yang penting dalam hubungannya dengan usaha untuk
memanipulasi nilai pH.
Alkaliniti adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
penurunan nilai pH larutan. Sama halnya dengan larutan buffer, alkaliniti
merupakan pertahanan air terhadap pengasaman. Alkaliniti adalah hasil reaksi-
reaksi terpisah dalam larutan hingga merupakan sebuah analisa makro yang
menggabungkan beberapa reaksi. Alkaliniti dalam air disebabkan oleh ion-ion
karbonat (CO32- ), bikarbonat (HCO3- ), hidroksida (OH-) dan juga borat (BO3
3-),
fosfat (PO43-), silikat dan sebagainya.
Dalam air alam alkaliniti sebagian besar disebabkan oleh adanya bikarbonat,
dan sisanya oleh karbonat dan hidroksida. Pada keadaan tertentu (siang hari)
adanya ganggang dan lumut dalam air menyebabkan turunnya kadar karbon
dioksida dan bikarbonat. Dalam keadaan seperti ini kadar karbonat dan hidrok-
sida naik, dan menyebabkan pH larutan naik.
Surfaktan (zat aktif permukaan/Surface Active Agent) atau Tensides adalah
porsi hidrokarbon dari suatu molekul yang mengandung 12 atom karbon atau
lebih yang mempunyai gugus hidrofobik (satu rantai hidrokarbon atau lebih) dan
suatu ujung gugus hidrofilik (umumnya ionik) yang menyebabkan turunnya
tegangan permukaan fluida (spec Air) dengan mematahkan ikatan ikatan hidrogen
pada permukaan yaitu dengan menaruh ujung kepala kepala hidrofiliknya pada
permukaan air dengan ekor ekor hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air
Sabun adalah suatu gliserida (umumnya C16 dan C18 atau karboksilat suku
rendah) yang merupakan hasil reaksi antara ester (suatu derivat asam alkanoat
yaitu reaksi antara asam karboksilat dengan alkanol yang merupakan senyawa
aromatik dan bermuatan netral) dengan hidroksil dengan residu gliserol (1.2.3
propanatriol). Apabila gliserol bereaksi dengan asam asam yang jenuh (suatu
olefin atau polyunsaturat) maka akan terbentuk lipida (trigliserida atau
triasilgliserol).
Detergen adalah Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 - C15)
atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan
ROSO3- Na+) yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi
parafin dan olefin).
Lemak/minyak merupakan asam karboksilat/asam alkanoat jenuh alifatis
(tidak terdapat ikatan rangkap C=C dalam rantai alkilnya, rantai lurus, panjang tak
bercabang) dengan gugus utama -COOH dalam bentuk ester/ gliserida yaitu
sesuatu jenis asam lemak atau beberapa jenis asam lemak dengan gliserol suku
tinggi.
2.5 Sistem Pengolahan Air
Pengolahan air sangat tergantung dari karakteristik atau kualitas air baku yang
digunakan, metode pengolahan air yang digunakan berkaitan dengan pencemaran-
pencemaran yang ada dalam air. Pencemaran-pencemaran yang harus diperhatikan
pada kebanyakan persediaan air adalah :
1. Bakteri pathogen,
2. Kekeruhan dan bahan-bahan terapung,
3. Warna,
4. Rasa dan bau,
5. Senyawa-senyawa organic,
6. Kesadahan.
Faktor-faktor ini terutama berhubungan dengan kesehatan dan estetiks (Ray.K
dan Joseph. B, 1991)
Tujuan pengolahan air baku menjadi air bersih pada prinsipnya menurut
Geyer dan Okun (1968) meliputi :
1. Penjernihan, proses ini diperlukan karena dalam air yang berasal dari badan
air banyak membawa kotoran yang berupa butiran-butiran baik kasar maupun
halus, ada yang tersuspensi berupa koloid dan harus diendapkan terlebih
dahulu.
2. Desinfeksi, pemberian desinfektan dengan dosis tertentu untuk mematikan
virus dan bakteri pembawa penyakit, juga menekan pertumbuhan lumut
(algae) untuk menjaga nilai estetika. Pengolahan air yang akan digunakan
dapat digolongkan menurut sifatnya yang akan menghasilkan perubahan yang
diamati.
Pengolahan air menurut Reynolds (1982), dapat digolongksn menjadi :
1. Pengolahan Fisik
Pengolahan air yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir serta mengurangi zat-zat
organik dalam air yang akan diolah.
2. Pengolahan Kimia
Proses pengolahan dengan penambahan bahan kimia tertentu dengan tujuan
untuk memperbaiki kualitas air. Penambahan bahan kimia tersebut berupa :
a. Koagulan
Koagulan yang dibutuhkan pada proses pengolahan air minum bertujuan untuk
membentuk flok-flok dari partikel-partikel tersuspensi dan koloid yang tidak
terendap. Koagulan yang ditambahkan biasanya berupa Al2SO4, FeCl3, atau Poly
Aluminium Chloride (PAC), dan lain-lain.
b. Bahan netralisir
Pembubuhan alkali dimaksudkan untuk menetralkan pH, karena pada
umumnya pH akan turun setelah pembubuhan koagulan yang bersifat asam.
Pembubuhan alkali diperlukan bila air baku yang diolah memiliki kadar
alkalinitas rendah.
c. Desinfektan
Bertujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang masih terdapat dalam air yang
sudah melalui tahap filter. Desinfektan yang digunakan adalah substansi kimia
yang merupakan oksidator kuat seperti khlor dan kaporit.
Teknik koagulasi dapat diterapkan dengan bantuan koagulan kimia seperti
Polyelektrolit (misalnya : PAC atau Poly Aluminium Chloride, PAS atau Poly
Aluminium Sulfat), garam Aluminat (misalnya : Alum, Tawas), garam Fe, khitin,
dan sebagainya. Untuk Flokulasi dapat digunakan polimer kationik, anionik, atau
nonionik (misalnya : poliakrilik, poliakrilamida). Sedangkan untuk pengendapan
dapat digunakan teknologi baffle, settler, lumpur aktif, aerasi, dan lain - lain.
Untuk lakuan yang optimal teknik tersebut dapat digabung.
Teknik filtrasi dapat diterapkan dengan bantuan media filter sepe