9
9 PROSPEK PENGEMBANGAN LEMO (Litsea cubeba L. Persoon) DI INDONESIA Prospect of the Development of Lemo (Litsea cubeba L. Persoon) in Indonesia Yetti Heryati, Nina Mindawati dan/and A. Syaffari Kosasih Pusat Penelitian Hutan Tanaman, Jln. Gunung Batu No 5 Bogor Naskah masuk : 25 September 2008 ; Naskah diterima : 19 Maret 2009 ABSTRACT Litsea Key words : ABSTRAK Litsea Kata kunci: cubeba ( lemo ) is an evergreen tree or shrub with 5 - 12 meters height belongs to Lauraceae family. It is native in Indonesia, China , Taiwan and other parts of Southeast Asia. Lemo is a multiple used tree since the whole part of the tree (stem, fruits, leaf, bark and root) has economic value. It produces fruit, bark and leaves which are processed for its lemony essential oil. The oil is used as a fragrance for flavouring, medicine and also as a raw material in chemical industry for the synthesis of vitamin A. The timber is sometimes used for making furniture and crafts. Stem are also used in human's body protection from mosquito and snakes. Research of lemo's silviculture has been started and planting demo plot has been developed in KHDTK Cikole in small scale. It is resulted that Litsea cubeba have prospect to be developed in plantation forest in Indonesia because of economic value, recognition from people who live surrounded forest and the technique of cultivated Litsea cubeba was known. This article was aimed to give information on the state of the art of Litsea cubeba, the potency and utilization of Litsea cubeba trees and its prospect to be developed as a plantation forest in Indonesia. evergreen, multiple used, silviculture, plantation forest cubeba (lemo) adalah jenis pohon dari keluarga Lauraceae yang selalu berdaun hijau atau belukar dengan tinggi 5 - 12 meter. Tumbuh asli di Indonesia, China , Taiwan dan di sekitar Asia Tenggara. Lemo banyak digunakan karena batang, buah, daun, kulit dan akar dapat dimanfaatkan (multi guna) dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi terutama dari buah, kulit dan daun lemo dapat menghasilkan minyak atsiri. Minyak tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku minyak wangi, penyedap rasa, obat-obatan dan sebagai bahan baku industri kimia untuk sintesis dari vitamin A. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan furniture dan kerajinan tangan, sedangkan batangnya dapat digunakan sebagai pengusir nyamuk dan ular. Penelitian budidaya tanaman lemo sudah mulai dilakukan dan pembangunan demplot dalam skala kecil sebagai uji coba di lapangan telah dilakukan di KHDTK Cikole. Oleh karena itu, Litsea cubeba mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai jenis Hutan Tanaman Industri di Indonesia karena sebaran alaminya terdapat di Indonesia, secara ekonomi menguntungkan, sudah dikenal masyarakat dan teknik budidayanya tidak terlalu sulit. Artikel ini bertujuan untuk mengenalkan tanaman lemo dan cara budidayanya. selalu hijau, multi guna, budidaya, hutan tanaman.

PROSPEK PENGEMBANGAN LEMO (Litsea cubeba L. Persoon) …_dkk.pdf · Indonesia jenis Litsea cubeba banyak di jumpai di lereng-lereng gunung di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan dan

Embed Size (px)

Citation preview

9

PROSPEK PENGEMBANGAN LEMO (Litsea cubeba L. Persoon)

DI INDONESIA

Prospect of the Development of Lemo (Litsea cubeba L. Persoon) in Indonesia

Yetti Heryati, Nina Mindawati dan/and A. Syaffari Kosasih

Pusat Penelitian Hutan Tanaman, Jln. Gunung Batu No 5 Bogor

Naskah masuk : 25 September 2008 ; Naskah diterima : 19 Maret 2009

ABSTRACT

Litsea

Key words :

ABSTRAK

Litsea

Kata kunci:

cubeba ( lemo ) is an evergreen tree or shrub with 5 - 12 meters height belongs to Lauraceae family. It is

native in Indonesia, China , Taiwan and other parts of Southeast Asia. Lemo is a multiple used tree since the

whole part of the tree (stem, fruits, leaf, bark and root) has economic value. It produces fruit, bark and leaves

which are processed for its lemony essential oil. The oil is used as a fragrance for flavouring, medicine and

also as a raw material in chemical industry for the synthesis of vitamin A. The timber is sometimes used for

making furniture and crafts. Stem are also used in human's body protection from mosquito and snakes.

Research of lemo's silviculture has been started and planting demo plot has been developed in KHDTK Cikole

in small scale. It is resulted that Litsea cubeba have prospect to be developed in plantation forest in Indonesia

because of economic value, recognition from people who live surrounded forest and the technique of cultivated

Litsea cubeba was known. This article was aimed to give information on the state of the art of Litsea cubeba,

the potency and utilization of Litsea cubeba trees and its prospect to be developed as a plantation forest in

Indonesia.

evergreen, multiple used, silviculture, plantation forest

cubeba (lemo) adalah jenis pohon dari keluarga Lauraceae yang selalu berdaun hijau atau belukar

dengan tinggi 5 - 12 meter. Tumbuh asli di Indonesia, China , Taiwan dan di sekitar Asia Tenggara. Lemo

banyak digunakan karena batang, buah, daun, kulit dan akar dapat dimanfaatkan (multi guna) dan mempunyai

nilai ekonomi yang cukup tinggi terutama dari buah, kulit dan daun lemo dapat menghasilkan minyak atsiri.

Minyak tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku minyak wangi, penyedap rasa, obat-obatan dan sebagai

bahan baku industri kimia untuk sintesis dari vitamin A. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan furniture dan

kerajinan tangan, sedangkan batangnya dapat digunakan sebagai pengusir nyamuk dan ular. Penelitian

budidaya tanaman lemo sudah mulai dilakukan dan pembangunan demplot dalam skala kecil sebagai uji coba

di lapangan telah dilakukan di KHDTK Cikole. Oleh karena itu, Litsea cubeba mempunyai prospek yang

baik untuk dikembangkan sebagai jenis Hutan Tanaman Industri di Indonesia karena sebaran alaminya terdapat

di Indonesia, secara ekonomi menguntungkan, sudah dikenal masyarakat dan teknik budidayanya tidak terlalu

sulit. Artikel ini bertujuan untuk mengenalkan tanaman lemo dan cara budidayanya.

selalu hijau, multi guna, budidaya, hutan tanaman.

10

Tekno Hutan Tanaman

Vol. No. , 2 1 April 2009, 9 - 17

I. PENDAHULUAN

Di Indonesia lebih dari 4000 jenis tumbuhan yang sangat berguna, baik sebagai penghasil kayu maupun sebagai penghasil non kayu seperti minyak atsiri yang sangat potensial untuk berbagai keperluan bahan baku industri berasal dari tanaman hutan Litsea cubeba.

Lemo (Litsea cubeba L. Persoon) merupakan jenis pohon serbaguna karena semua bagian pohonnya yaitu buah, kayu, kulit kayu dan akar dapat dimanfaatkan. Lemo merupakan penghasil minyak atsiri yang banyak dibutuhkan untuk keperluan industri, seperti bahan kosmetik, sabun, minyak wangi, penyegar ruangan, industri pangan dan produksi tembakau. Kebutuhan pasar internasional akan minyak atsiri lemo sekitar 500 ton per tahun. Importir minyak lemo adalah USA, Jepang dan negara-negara di Eropa Barat. Di Cina dan Vietnam, lemo sudah menjadi komoditas perdagangan penting dan dibudidayakan secara besar-besaran, sedangkan di Indonesia pemanfaatan lemo saat ini masih terbatas.

Indonesia berpeluang menjadi negara produsen minyak atsiri lemo, karena tanaman lemo merupakan tanaman jenis asli Indonesia yang tumbuh baik di dataran tinggi, selain itu kita juga mempunyai lahan dataran tinggi yang cukup luas yang sangat cocok apabila tanaman lemo dikembangkan secara besar-besaran dengan harapan dapat meningkatkan devisa negara dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah dataran tinggi di Indonesia. Namun demikian sebelum dikembangkan secara besar-besaran, perlu dikuasai terlebih dahulu teknik budidaya maupun pengolahan minyak atsirinya.

II. STATUS PENGETAHUAN POHON LEMO ( Litsea cubeba L.Persoon )

1. Penyebaran pohon lemo

Penyebaran alami jenis ini adalah di Indonesia, Cina dan beberapa tempat di Asia Tenggara. Di Indonesia jenis Litsea cubeba banyak di jumpai di lereng-lereng gunung di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan dan tumbuh baik secara kelompok pada ketinggian di atas 700 m dpl, tetapi di Kalimantan Timur dijumpai juga tumbuhan pada ketinggian 400 - 600 m dpl.

2. Deskripsi pohon lemo

Pohon Litsea cubeba termasuk ke dalam family Lauraceae dengan nama daerah : kilemo, trawas (Sunda) dan krangean, kemukus (Jawa) serta antarasa (Sumatera Utara). Tanaman ini merupakan perdu pohon atau pohon dengan tinggi pohon 5-15 m dan diameter batang sekitar 6-20 cm. Di Sumatera Utara tinggi pohon dapat mencapai ± 30 m dengan diameter ± 30 cm. Pohon bermata banyak, bagian luarnya berwarna kehijau-hijauan, bagian dalam berwarna kuning hijau dan licin ((Zamarel et al.1990). Tumbuh berkelompok di daerah pegunungan pada ketinggian 700 - 2300 m dpl (Lina, 2003 ; Heyne, 1987). Semua bagian tanaman ini yaitu kulit, daun dan buah berbau harum sekali seperti aroma tanaman jeruk. Penampakan pohon lemo dapat dilihat pada Gambar 1.

Kayu lemo yang berasal dari Sumatera Utara mempunyai berat jenis antara 0,33-0,40; kadar air segar 67,07-77,62%; penyusutan volumetrik 9,14-9,45% ; penyusutan longitudinal 0,48-0,53% ; penyusutan tangensial 5,64-6,05%; penyusutan radial 3,13-3,78% . Sedangkan panjang serat 1432 - 1435 mikro; diameter serat 40-41 mikro, diameter lumen 31-32 mikro; tebal dinding serat 4 mikro. Sifat mekanis MDE 57.113,88-

2 2 262.139,03 kg/cm ; MOR 386,59-484,51 kg/cm . dan tegangan tekan sejajar serat 202,45-250,21 kg/cm (Pasaribu, 2007).

Kulit bagian luar berwarna hijau kecoklatan dan bagian dalam kuning. Daun hijau terang bentuk lanceolate (seperti tombak) sampai oblong dengan ukuran 7-15 x 1,5-3 cm tersusun hasil 8 -12 pasang. Bunga berwarna putih agak kekuningan ukuran diameter 3 - 4 mm, berbunga pada bulan Pebruari - Mei. Buah bulat berwarna hijau berukuran kecil menyerupai biji merica. Saat masak fisiologis buah berwarna hitam. Musim buah matang pada bulan September dan Oktober. Berbuah sepanjang tahun dan dimulai pada umur 3 tahun dan biji yang telah masak berwarna coklat. Penampakan bagian kulit, daun, bunga, dan buah dapat dilihat pada Gambar 2.

Yetti Heryati, Nina Mindawati dan A. Syaffari Kosasih

Prospek Pengembangan lemo (Litsea cubeba L. Persoon)

di Indonesia

11

Gambar (Figure) 1. Pohon lemo (tree of lemo)(Sumber/source : Heryati, 2007)

Gambar (Figure) 2. Kulit, daun, bunga dan buah lemo (Bark, leaves, flower and fruit of lemo)(Foto: Mindawati dan/and Kurniaty)

3. Budidaya pohon lemo

Pohon Litsea cubeba sampai saat ini belum dibudidayakan dan masih banyak terdapat di hutan-hutan alam dan hutan lindung di daerah pegunungan. Namun demikian keberadaan pohon ini di daerah sebarannya sudah mulai terancam karena mulai diburu masyarakat dengan menebang pohon dan mengulitinya untuk dijual secara langsung dengan harga di lapangan sekitar Rp 25.000 per kg kulit. Satu pohon lemo dapat menghasilkan kulit sekitar 25-50 kg kulit dan kegunaannyapun mulai diperhitungkan di Indonesia untuk industri minyak atsiri. Oleh karena itu saat ini jenis pohon lemo ini mulai dibudidayakan meski masih dalam skala kecil.

Penelitian mengenai budidaya lemo belum banyak dilakukan dan masih tahap awal terutama dari aspek silvikulturnya. Beberapa hasil penelitian tentang budidaya lemo adalah (Heryati, 2006; Heryati dan Kurniaty, 2007; Azah dan Susiarti dalam Herawati dkk., 2003 ):

a. Pembibitan

Benih lemo bersifat rekalsitran yaitu cepat mengalami penurunan daya kecambah dan tidak dapat

disimpan lama, sehingga setelah pengunduhan harus segera dikecambahkan. Teknik perbanyakan bibit

lemo dapat diperoleh melalui cara generatif (biji dan cabutan/sapihan asal biji) maupun vegetatif

(stek batang dan stek pucuk). Ketika masak fisiologis kulit buah berwarna hitam kemerahan. Persemaian

untuk lemo tidak memerlukan naungan rapat tetapi cukup di bawah tegakan yang jarang agar terlindung

dari hujan yang deras. Benih mulai berkecambah pada hari ke 32 setelah ditebar dengan persen kecambah

sekitar 63,30 % pada media kompos dan 60,83 % pada media campuran tanah dan pasir (1:1). Tahapan

teknik perkecambahan dapat dilihat pada Gambar 3.

sapihan asal biji

Buah Benih Bedeng semaiditutup mulsa

Gambar (Figure) 3. Tahapan teknik perkecambahan benih lemo (Steps of cultivation of lemo)

(Foto: Kurniaty dan/and Heryati)

Teknik pembibitan lainnya adalah melalui cabutan anakan di lapangan atau melalui pengambilan

anakan di lapangan di daerah sebaran asalnya. Anakan yang telah berukuran panjang 5-10 cm dengan

jumlah daun 2-4 helai dicabut secara perlahan-lahan dengan cara menggemburkan tanah sekitarnya.

Pencabutan sebaiknya dilakukan pada musim penghujan agar mudah dan akar tidak rusak. Pengangkutan bibit

cabutan dari lapangan dengan cara dibungkus dengan pelepah daun pisang agar kelembaban selama

perjalanan terjaga. Selanjutnya anakan ditanam di polybag atau kantong plastik yang telah diisi media berupa

campuran tanah atas dan serbuk sabut kelapa (cocopeat) (1: 1) dan ditempatkan dalam bedeng semai dengan

naungan cukup berat yaitu dengan intensitas cahaya 238 - 640 lux. Penyiraman dilakukan setiap hari atau

disesuaikan dengan kondisi kelembaban media dan dilakukan sampai anakan siap ditanam di lapangan, yaitu

setelah berumur 7 bulan. Pengepakan bibit cabutan, penyapihan dan bibit siap tanam ke lapangan dapat dilihat

pada Gambar 4.

Gambar (Figure) 4. Bibit asal cabutan dan bibit siap tanam (Foto : Heryati, Mindawati dan/and Kurniaty)

Hasil penelitian awal tentang persen jadi, pertambahan tinggi dan diameter bibit lemo asal cabutan dari

daerah kawah putih, Ciwidey, Bandung, Jawa Barat sampai umur 7 bulan di persemaian dapat dilihat pada

Gambar 5 (Heryati dan Kurniaty, 2006).

12

Tekno Hutan Tanaman

Vol. No. , 2 1 April 2009, 9 - 17

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

1 2 3 4 5 6 7

Umur Bibit (Bulan)

Diam

eter

Bibi

t(c

m)

Tanah Tanah + Sabut Kelapa Tanah + Kompos Tanah + Pasir Kompos

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

1 2 3 4 5 6 7

Umur Bibit (Bulan)

Pers

enH

idup

Bibi

t(%

)

Tanah Tanah + Sabut Kelapa Tanah + Kompos Tanah + Pasir Kompos

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

1 2 3 4 5 6 7

Umur Bibit (Bulan)

Ting

giBi

bit

(Cm

)

Tanah Tanah + Sabut Kelapa Tanah + Kompos Tanah + Pasir Kompos

Gambar (Figure) 5. Rata-rata persen hidup, tinggi dan diameter bibit lemo (Average of life percentage, height

and diameter of lemo seedling) (Sumber/source: Heryati, et al., 2006).

b. Penanaman

Sistem penanaman lemo dapat dilakukan dengan cara monokultur atau campuran dengan sistem jalur

dan cemplongan serta sistem tumpangsari, sesuai dengan kondisi tanah, tenaga kerja dan sosial ekonomi

masyarakat sekitar.

Sistem monokultur atau campuran jenis pohon biasanya dilakukan pada :

1. areal yang kondisi lapangannya tidak dimungkinkan untuk diolah karena kemiringan di atas 40%

2. areal hutan lindung

3. areal yang jauh dari pemukiman penduduk dan sulit tenaga kerja

4. areal yang kesuburan tanahnya sudah menurun sehingga tidak mungkin menanam palawija

Sedangkan sistem tumpangsari atau agroforestry dapat dilakukan pada :

1. areal yang dapat diolah dengan kemiringan di bawah 40% dan dapat ditanami palawija

2. areal yang dekat dengan penduduk dan banyak tersedia tenaga kerja

Penanaman di lapangan dilakukan pada awal musim penghujan dan curah hujan sudah cukup banyak

sehingga tanah telah cukup lembab. Penanaman dapat dilakukan dengan jarak tanam disesuaikan dengan

tujuan pengembangan, umumnya dengan jarak tanam 3 x 3 m atau 3 x 4 m untuk sistem monokultur atau

campuran jenis pohon, dan 5 x 5 m atau 6 x 6 m untuk sistem agroforestry. Penelitian teknik

penanaman telah mulai dilakukan pada tahun 2007 di Cikole, Bandung, Jawa Barat dengan sistem

monokultur dan jarak tanam 4 x 4 m pada ketinggian 1300 m dpl (Gambar 6).

Yetti Heryati, Nina Mindawati dan A. Syaffari Kosasih

Prospek Pengembangan lemo (Litsea cubeba L. Persoon)

di Indonesia

13

Gambar 6. Tanaman lemo umur 1 tahun di Cikole (Foto : Heryati )

a. Pemeliharaan

Pemeliharan yang dilakukan terdiri dari penyiangan, penyulaman dan pemberantasan hama dan

penyakit. Penyiangan adalah membebaskan tanaman pokok dari tumbuhan semak belukar, rumput dan

tumbuhan pengganggu lainnya yang dilakukan pada tahun pertama sebaiknya sebanyak minimal tiga kali

(4 bulan sekali). Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati pada tahun pertama dan

kedua dengan tanaman baru dan dilakukan setiap musim hujan selama persediaan bibit ada. Pemberantasan

hama dan penyakit sebaiknya dilakukan pada saat serangan masih awal dan sedikit. Pohon lemo rentan

terhadap serangan hama Chilasa slateri yang memakan daun, namun hama ini dapat dibasmi dengan

insektisida (Azah dan Susiarti, dalam Herawati dkk. 2003).

4. Kegunaan pohon lemo

Pohon lemo bersifat multiguna, dimana tiap komponen dari pohon, seperti kayu, kulit, buah, daun,

cabang dan akarnya sangat bermanfaat dan dapat menghasilkan pendapatan tambahan bagi masyarakat yang

mengusahakannya. Kegunaan bagian-bagian pohon lemo adalah :

a. Kayu : bahan kerajinan, mebelair dan konstruksi atau bangunan dengan kelas awet V dan kelas kuat IV

serta Berat Jenis 0,33-0,40.

b. Kulit : bahan minyak atsiri, pembuat parem, obat penurun panas, obat sakit perut, tonikum dan obat

penawar racun

c. Daun: bahan minyak atsiri, obat demam, sakit perut dan penawar racun

d. Buah : bahan minyak atsiri, buah muda sebagai bahan sambal, bumbu bandrek, bahan jamu untuk vertigo

dan lemas otot

e. Batang cabang : alat untuk mengusir binatang berbisa

f. Akar dan cabang : obat sakit pencernaan, sakit kepala, sakit otot, sakit saat menstruasi dan obat mabuk

perjalanan.

Lemo berkhasiat untuk pengobatan karena memiliki kandungan kimia seperti : zat antiparalitic

(untuk mengobati lemas otot), anti chepalagic (anti sakit kepala), splasmolitic (anti kejang), diuretic

(pelancar urin) dan karsinostatic (zat anti kanker). Sedangkan kegunaan minyak atsiri lemo antara lain :

sebagai bahan minyak wangi dan pengharum, digunakan dalam industri kimia (Vitamin A dan E), bahan

pembuat sabun dan deodoran, bahan kosmetika (bahan aromaterapi, bahan pembersih kulit, bahan obat

jerawat). selama ini minyak atsiri lemo diyakini memiliki kualitas karsinostatic (zat anti kanker), namun masih

perlu penelitian lebih lanjut.

14

Tekno Hutan Tanaman

Vol. No. , 2 1 April 2009, 9 - 17

Karakteristik (Characteristics) Nilai (Value) Bobot Jenis 25O/25OC Index bias, 25OC Putaran optik Bilangan asam Bilangan ester

Kelarutan dalam etanol 70%

0,8986 -0,9015 1,4616-1,4620 (-20,140 –(-17,700) 0,18 – 0,21 29,2 -41,4

1:5 larut dan jenuh

5. Potensi minyak lemo

Sebagian besar komponen dari pohon lemo dapat menghasilkan minyak atsiri, tetapi yang paling

banyak kandungannya pada bagian daun dan kulit pohon. Jenis lemo merupakan sumber sitral yang berkualitas

dan merupakan pesaing utama minyak lemon grass. Untuk mendapatkan minyak atsiri dari L. cubeba dapat

dilakukan penyulingan dengan cara rebus, kukus dan cara uap langsung (steam), dimana kualitas hasil minyak

atsirinya sangat dipengaruhi oleh iklim, tipe tanah, penanganan bahan, cara penyulingan dan penyimpanan,

serta dipengaruhi pula oleh jenis dan varietas tumbuhan. Mutu dan minyak atsiri biasanya ditetapkan dalam

bentuk dan sifat fisikokimia dan organoleptik, dengan parameter: bobot jenis, indeks bias, putaran optik,

kelarutan dalam alkohol, bilangan asam dan bilangan ester. Karakteristik minyak lemo dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel (Table) 1. Karakteristik minyak Litsea cubeba (Characteristicts of lemo oil)

Sumber (Source) : Zamarel dkk., 1990

Di Indonesia, terutama di Jawa Tengah minyak atsiri lemo yang berasal dari hasil sulingan kulit batang

dan daun telah diproduksi dalam skala kecil diperdagangkan di toko obat sebagai bahan pembuat parem yang

dikenal dengan minyak krangean atau minyak trawas.

Sedangkan di Jawa Barat parem dibuat dari buah dan kulit kayu. Kulit segar kering udara mengandung

1,25% minyak atsiri yang terdiri dari sitronelal dan sitral, serta mengandung 0,4% alkaloid berupa laurotetanin

(Heyne, 1987). Di China penyulingan dalam skala besar telah dilakukan dari buah untuk bahan baku

aromaterapi dalam industri sabun, minyak pijat, minyak spa, pewangi ruangan dan lain-lain yang dikenal

dengan nama may chang. Adapun susunan minyak L. cubeba asal Indonesia dan rata- rata konsentrasinya

mengandung : sineol 30%, sitronellal 0,94%, linallol 8,95% dan sitral 16,02%. Hasil penelitian Zulnely

(2003) menyatakan bahwa daun dan kulit batang pohon L. cubeba yang berasal dari Gunung Ceremai,

Kuningan, Jawa Barat menghasilkan minyak atsiri yang bermutu baik dengan rendemen minyak 4,5% (daun)

dan 1,2% (kulit batang). Penyulingan dengan metode kukus menghasilkan rendemen yang lebih besar (5,4%)

di banding dengan metode rebus (4,6%). Selain itu minyak atsiri yang dihasilkan dari daun berbeda dengan

dari kulit batang kandungannya, dimana dari daun menghasilkan minyak yang mengandung sineol (56,61%),

sitronellol (12,26%), alfa oinen (5,09%) dan beta pinen (5,29%), sedangkan dari kulit batang minyaknya

mengandung sineol (13,29%), sitronellal (24,4%) dan limonena (19,34%).

Penyulingan kulit segar kering angin 2 kg menghasilkan 25 cc minyak atsiri, dengan kandungan

sitronellal dan sitral 75%. Sedangkan penyulingan 100 gram buah lemo menghasilkan 3,9 cc minyak atsiri

dengan kandungan sitral 64 %.

III. PROSPEK PENGEMBANGAN POHON LEMO DI INDONESIA

Pengembangan lemo (Litsea cubeba) di Indonesia mempunyai prospek yang sangat baik ditinjau

dari aspek ekonomi yaitu dapat meningkatkan devisa negara dari produk minyak atsiri. Saat ini pasar

internasional sangat terbuka karena kebutuhan untuk bahan baku industri terus meningkat dan

meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat pedesaan di daerah pegunungan. Selain itu

beberapa alasan mengapa jenis lemo ini dapat berkembang di Indonesia jika diusahakan secara besar-besaran

adalah :

Yetti Heryati, Nina Mindawati dan A. Syaffari Kosasih

Prospek Pengembangan lemo (Litsea cubeba L. Persoon)

di Indonesia

15

a. Penyebaran aslinya berasal dari Indonesia (Jawa, Sumatera dan Kalimantan) pada daerah-daerah

pegunungan, sehingga tempat tumbuh sangat cocok .

b. Sangat bermanfaat baik untuk industri besar maupun untuk industri kecil (skala rumahan).

c. Semua komponen pembentuk pohon lemo (kayu, kulit, daun, buah dan akar) bermanfaat dan bernilai

ekonomi tinggi.

d. Masyarakat pedesaan sudah mulai mengenal pohon lemo dan manfaatnya.

e. Potensi tenaga kerja di pedesaan sangat tinggi dan relatif murah.

f. Luasnya areal pegunungan yang kondisinya kritis dan semak belukar.

g. Potensi pohon lemo di beberapa pegunungan masih tersedia sebagai sumber benih.

Namun demikian teknologi budidaya jenis lemo ini belum banyak dikuasai sehingga pemacuan IPTEK

melalui penelitian budidaya perlu segera dilaksanakan secara terus menerus agar keberhasilan pengembangan

jenis ini dapat tercapai. Beberapa penelitian yang masih diperlukan untuk jenis lemo ini antara lain :

a. Potensi dan sebaran tanaman lemo di alam

b. Teknologi perbenihan dan pengadaan bibit

c. Teknik pemuliaan

d. Teknik penanaman

e. Teknik pemeliharaan

f. Teknik pengolahan menjadi minyak atsiri

IV. PENUTUP

Lemo (Litsea cubeba) merupakan penghasil minyak atsiri yang berpotensi besar untuk dikembangkan

di Indonesia karena penyebaran alaminya berada di Indonesia. Selain itu tanaman lemo sangat bermanfaat

sebagai bahan baku industri di Indonesia, juga sebagai bahan dasar obat tradisional yang dapat dikembangkan

dalam skala kecil di masyarakat. Diharapkan selain dapat menghasilkan devisa untuk negara, pengembangan

lemo juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di pedesaan. Namun demikian dalam

pengembangannya masih perlu penelitian, terutama mengenai budidayanya agar menjadi lebih mudah dan

produktivitasnya meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Heryati, Y. 2006. Teknik Budidaya Lemo (Litsea cubeba L. Persoon). Laporan Tahunan. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hutan Tanaman, Bogor. Tidak diterbitkan.

Heryati, Y dan R. Kurniaty. 2007. Pertumbuhan Bibit Lemo (Litsea cubeba L. Persoon) asal Cabutan pada

beberapa Media. Belum diterbitkan.

Herawati, T; N. Hajib dan P. Sutigno. 2005. Lemo (Litsea cubeba L. Persoon) sebagai Jenis Pohon Serbaguna.

Departemen Kehutanan. Jakarta.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta ; 813.

http;//en.wikipedia.org/wiki/Litsea. 2007. LITSEA. Wikipedia, the free encyclopedia.

Lina. 2003. Litsea cubeba Oil Chapter 7. file://D:\LINA\e-mail\Litsea cubeba essential\Chapter 7.htm.

4/27/03.

Pasaribu, G. 2007. Sifat Dasar Kayu Antarasa (Litsea cubeba) asal Sumatera Utara. Seminar Nasional

MAPEKI X Pontianak 9-11 Agustus 2007.

Oey Djoen Seng. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya untuk Keperluan

Praktek. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

16

Tekno Hutan Tanaman

Vol. No. , 2 1 April 2009, 9 - 17

Oyen, L.P.A. and N.X. Dung. 1999. Essential Oil Plant. Plant Resources of South-East Asia No.19. PROSEA,

Bogor Indonesia.

Temmen, M. 1999. Litsea cubeba. Scentsitivity 9(4). National Association for Holistic Aromatherapy

(NAHA).

Zamarel, S. Rusli dan A. Djisbar. 1990. Tanaman Minyak Atsiri Baru (Klausena, Adas, Backhousia citriodora

dan Litsea cubeba). Edisi khusus LITTRO Vol.VI N0.1 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Bogor.

Zulnely dan E. Yusnita. 2002. Peningkatan Rendemen dan Kualitas Minyak Kilemo. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor.

Yetti Heryati, Nina Mindawati dan A. Syaffari Kosasih

Prospek Pengembangan lemo (Litsea cubeba L. Persoon)

di Indonesia

17