Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROSIDING Workshop Strategi Nasional
“Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang”
ISBN : 978-602-9096-11-8
Penanggung Jawab :
Ir. Ahmad Saerozi
Ir. Nina Juliaty, MP
Tata Letak :
Iin Syahfitri, S.Sos
Maria Anna Raheni, S.Sos
Dipublikasikan Oleh :
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
Jl. A. Wahab Syahrani No. 68, Sempaja
Samarinda – Kalimantan Timur
Telp. 0541- 206364
Fax. 0541 – 742298
Email. [email protected]
Website http://www.diptero.or.id
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya dari buku ini dalam bentuk apapun, termasuk fotokopi, micro film dan cetak, tanpa izin penerbit
PROSIDING Workshop Strategi Nasional
“Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang” Pontianak, 14 Mei 2014
Editor:
Dr. Rizki Maharani
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa 2014
i
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang i
Pontianak, 14 Mei 2014
KATA PENGANTARProsiding “Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea PenghasilTengkawang” ini disusun sebagai salah satu inisiasi penyusunan strategi nasionalterhadap perlindungan jenis Shorea penghasil Tengkawang. Kegiatan ini merupakansalah satu kegiatan dalam ITTO Project PD 586/10 Rev. 1 (F) “Operational Strategiesfor the Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood ofIndigenous People in Kalimantan” hasil kerjasama antara Balai Besar PenelitianDipterokarpa (B2PD) dan International of Tropical Timber Organization (ITTO).Workshop ini diselenggarakan berdasarkan hasil-hasil penelitian Tengkawangterintegrasi yang telah dilakukan sepanjang kegiatan ITTO PD 586/10 Rev.1 (F) dandukungan penelitian awal dalam kegiatan DIPA (B2PD). Semua hasil penelitiantersebut terangkum dalam sebuah formulasi yang diawali dengan assesment berbagaireferensi hasil-hasil penelitian tentang tengkawang termasuk hasil-hasil pelatihan,sosialisasi dan diseminasi yang diadakan di berbagai tempat di Kalimantan Barat,Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Assesment dengan menguraikan faktor-faktor biofisik, sosial ekonomi, konservasi dan pendukung yakni tentang kearifanlokal dan peraturan.Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukungkegiatan workshop ini. Harapannya agar di masa datang, seluruh kegiatan yangterangkum dalam Workshop ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yangberkepentingan.
Kepala Balai BesarIr. Ahmad SaeroziNIP. 19591016 198802 1 001
ii
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang ii
Pontianak, 14 Mei 2014
DAFTAR ISIKata Pengantar………………………………………………………………………………………………………. iDaftar Isi ……………………………………………………………………………………………………………… iiLaporan Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa ……………………………………………. ivSambutan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat …………………………………………………… viArahan dan Pembukaan Kepala Badan Litbang Kehutanan …………………………………… ixPELAKSANAAN WORKHOPI. Rumusan Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan PrioritasDan Beberapa Indikator Terkait …………………………………………………………………….. 1II. Materi Diskusi ……………………………………………………………………………………………… 18III. Diskusi …………………………………………………….………………………………………………….. 24IV. Kesimpulan Diskusi Kelompok …………………………………………………….……………….. 30MAKALAH PENUNJANG1. Agroforestri Tengkawang Dalam Pembangunan BerkelanjutanOleh : Sri Purwaningsih dan Abdurachman …………………………………………………… 472. Asosiasi Jenis Pohon Tengkawang Di Hutan Penelitian Labanan,Kabupaten Berau, Kalimantan TimurOleh : Amiril Saridan …………………………………………………….……………………………. 543. Pengaruh Dosis Dan Kolonisasi Hifa Pada Penambahan InokulanAlami (Ektomikoriza) Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea Pinanga AsalKHDTK Labanan Di PersemaianOleh : Karmilasanti dan Nilam Sari ………………………………….……………………………. 614. Pengemasan Lemak Tengkawang dalam BambuOleh : Andrian Fernandez dan Rizki Maharani ………………………………….………….. 695. Potensi Lemak Tengkawang sebagai Alternatif Pembuatan Permen CokelatOleh : Rina Wahyu Cahyani dan Andrian Fernandes ………………………………….……… 736. Riap Diameter Tengkawang Rambai (Shorea Pinanga Scheff) di HutanAlam Labanan Berau, Kalimantan TimurOleh : Abdurachman ………………………………….…………………………….…………………… 787. Serangan Hama Buah dan Daun pada Jenis Shorea Penghasil TengkawangOleh : Ngatiman dan Andrian Fernandez ………………………………….………….………. 838. Evaluasi Awal Uji Spesies-Provenan Jenis-Jenis Shorea Penghasil Tengkawangdi KHDTK Labanan, Kalimantan TimurOleh : Deddy Dwi Nur Cahyono dan Rayan ………………………………….………………… 88
iii
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang iii
Pontianak, 14 Mei 2014
9. Potensi Pohon Tengkawang, Tingkat Generasi Alaminya dan Pola SebaranPohon Tengkawang di Kalimantan BaratOleh : M. Fajri dan Nilamsari ………………………………….…………………………….……… 95LAMPIRANJADWAL ACARA …………………………….…………………………….………………………………….. 103DAFTAR HADIR PESERTA …………………………….…………………………….…………………… 104
iv
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang iv
Pontianak, 14 Mei 2014
LAPORAN PENYELENGGARAANKEPALA BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA
Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik TengkawangPontianak, 14 Mei 2014
Bismilahirrohmanirrohim,Yang saya hormati Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang diwakili olehBapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bapak GubernurProvinsi Kalimantan Barat, Perwakilan Lembaga Donor “International TropicalTimber Organization (ITTO)”, para pimpinan lembaga pemerintah, para pimpinanorganisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat, pemerhati, danpelopor Pengembangan Tengkawang yang kami muliakan.Assalamu’alaikum Wr.Wb. (Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita sekalian).Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan YME, karenahari ini atas perkenan-Nya kita dapat hadir dan berkumpul di tempat ini, dalamrangka menghadiri salah satu rangkaian kegiatan Pengembangan Tengkawang, yaitu“Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Perlindungan Tengkawang”.Workshop ini merupakan salah satu Rangkain Program Kerjasama antaraKementerian Kehutanan melalui Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD)bekerjasama dengan lembaga internasional “International Tropical TimberOrganization (ITTO)”. Program ini merupakan program pengembangan Tengkawangsecara terpadu melalui judul kerjasama : “Operational Strategies for the Conservationof Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous Peoplein Kalimantan”, dengan durasi waktu tiga tahun (Juli 2011-Juni 2014).Dalam pelaksanaannya seluruh ragkaian kegiatan pengembangan Tengkawangdilakukan di 5 pilot kabupaten di provinsi Kalimantan Barat (Bengkayang, Sekadau,Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu), 3 pilot kabupaten di provinsi Kalimantan Timur(Samarinda, Kutai Kartanegara dan Berau) dan 1 pilot kabupaten di provinsiKalimantan Utara (Malinau). Pemilihan lokasi pilot project tersebut didasarkan padapertimbangan potensi penyebaran alami Tengkawang dan kontribusi yang signifikanterhadap perekonomian masyarakat lokal.Meskipun tengkawang telah nyata berkontribusi dan layak untuk diprioritaskan,bahkan dilindungi dan terlarang untuk ditebang (PP No. 7/1999 dan KeputusanMenteri Kehutanan No.692/Kpts-II/1998), namun kelestarian keragaman genetiktengkawang masih terancam. Pengaruh pemanenan hutan dan biji tengkawang sertafragmentasi hutan mengarahkannya pada penurunan atau bahkan lenyapnyakeragaman genetik di tingkat spesies dan populasi, merubah struktur interpopulasi,meningkatkan kemungkinan inbreeding dan penyimpangan genetik. Kondisi inimengakibatkan rentannya kelestarian keragaman genetik.
v
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang v
Pontianak, 14 Mei 2014
Keterlibatan dan komitmen semua pihak diperlukan untuk membangunperlindungan/ konservasi jenis tengkawang secara terintegrasi dan masif. Strategidan tindakan yang tepat bagi upaya konservasi jenis tengkawang sangat pentinguntuk segera dikembangkan. Oleh karena itu dipandang perlu untuk menyusun suatuformulasi khusus dalam rangka mendukung upaya strategi nasional yang jelas danaplikatif bagi kepentingan konservasi genetik jenis tengkawang.Berdasarkan hal tersebut di atas, maka tujuan dari kegiatan workshop ini adalah :1. Membangun pemahaman melalui berbagi (sharing) gagasan dan informasi antarpihak terkait tentang keberadaan tengkawang sebagai tambahan referensipenyusunan formula strategi perlindungan tengkawang dalam rangkamendukung action plan strategi nasional konservasi genetik tengkawang2. Membangun kesepakatan bersama dalam menciptakan formulasi strateginasional perlindungan jenis tengkawang sebagai panduan dan dasar untuksetiap tindakan terintegrasi yang merupakan bagian dari usaha konservasi jenistengkawang di Indonesia3. Memperkenalkan beberapa output terkait konservasi jenis tengkawang yangmerupakan inisiasi dari action plan pendukungWorkshop ini akan dilaksanakan hari ini selama 1 hari penuh dengan jumlah pesertasebanyak 70 orang yang meliputi kalangan stakeholder, civitas akademika, LSM Lokalserta para penggiat, pemerhati, dan pelopor Pengembangan Tengkawang.Sedangkan untuk narasumber akan disampaikan dari Universitas Tanjungpura,Pontianak, Kalimantan Barat; Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Balai BesarPenelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta, Balitbanghut,Kemenhut, dengan LSM Lokal (PRCF) sebagai Fasilitator.Demikian yang dapat kami sampaikan, besar harapan kami agar acara ini dapatberjalan lancar dan mampu memberikan kontribusi nyata pada upaya pengembangandan perlindungan Tengkawang di masa yang akan datang. Terima Kasih.Wabillahi Taufiq Wal Hidayah, Wassalamu’alaikum Wr.Wb.Salam Sejahtera dan Salam Tengkawang. Kepala Balai BesarIr. Ahmad SaeroziNIP. 19591016 198802 1 001
vi
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang vi
Pontianak, 14 Mei 2014
SAMBUTAN GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN BARATWorkshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Selamat Pagi, Salam Damai dan Sejahtera untuk kita semua.Yang saya hormati Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang diwakili olehBapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bapak Kepala BalaiBesar Peneltian Dipterokarpa, Perwakilan Lembaga Donor “International TropicalTimber Organization (ITTO)”, para pimpinan lembaga pemerintah, para pimpinanorganisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat, pemerhati, danpelopor Pengembangan Tengkawang yang saya cintai dan yang saya banggakan.(Alhamdullillah) Puji syukur atas berkat dan rahmat Tuhan YME (Allah SWT), hari inikita hadir di tempat ini, dalam rangka menghadiri salah satu rangkaian kegiatanPengembangan Tengkawang, yaitu “Workshop Nasional tentang Strategi NasionalPerlindungan Tengkawang”. Melalui kegiatan ini, diharapkan agar Tengkawang yangmerupakan “Primadona” dan”Maskot” Kalimantan Barat dapat kembali “Bersinar” ,sekaligus untuk membulatkan tekad dan langkah-langkah nyata kita dalammendukung program perlindungan/konservasi jenis Tengkawang yang hampirpunah dan terlupakan ini .Oleh karena itu, pada kesempatan pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih danpenghargaan terhadap Kementerian Kehutanan, dimana melalui Program KegiatanKerjasama Penelitian dan Pengembangan Tengkawang antara Balai Besar PenelitianDipterokarpa dan International Tropical Timber Organization (ITTO) ini, merupakansuatu prakarsa dan inisiasi untuk menggerakkan kita semua agar Tengkawang yangkita cintai benar-benar bisa memiliki potensi atau nilai tambah yang layak untukdiprioritaskan . Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, termasuklembaga pemerintah terkait yang juga telah berupaya sekuat tenaga dalammendukung program ini, dan tentunya tak lepas dukungan dari organisasikemasyarakatan serta para penggiat, pemerhati dan pelopor PengembanganTengkawang yang selama ini tak kenal lelah dalam perjuangannya menjadikanTengkawang untuk tetap eksis di tengah kuatnya terpaan konversi maupuneksploitasi yang mengancam keberadaannya.Para Hadirin yang saya hormati,Jika kita berbicara tentang Tengkawang, maka Tengkawang sangat identik denganlambang kebanggaan (Maskot) masyarakat setempat (warga Dayak) di KalimantanBarat. Selain jenisnya beragam, potensi keberadaannya juga sangat besar dantersebar hampir di seluruh daerah di Kalimantan Barat. Tengkawang (terutama buahTengkawang) sudah sejak lama mampu mendatangkan nilai tambah yang cukuppenting dalam kehidupan perekonomian masyarakat setempat. Secara tradisional,
vii
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang vii
Pontianak, 14 Mei 2014
lemak/minyak Tengkawang digunakan untuk memasak (pengganti minyak goreng),penyedap masakan dan untuk ramuan obat-obatan. Dalam perkembangannya, didunia industri, Tengkawang diekspor ke manca negara karena minyak tengkawangsangat berpotensi digunakan sebagai bahan pengganti lemak coklat, bahan farmasidan kosmetika. Pada masa lalu tengkawang juga dipakai dalam pembuatan lilin,sabun, margarin, pelumas dan sebagainya. Untuk itulah mengapa Tengkawangsempat menjadi “Primadona”/kebanggaan warga kami, selain nilai ekonominya yangtinggi dan merupakan cash income bagi masyarakat setempat, keseluruhan pohonnyadapat dimanfaatkan dan mengandung nilai-nilai penting diantaranya nilai sosial,budaya dan ekologi yang sangat tinggi, bahkan mengandung nilai sakral khusus bagimasyarakat setempat.Saudara-saudara sekalian,Di Kalimantan Barat masih banyak ditemukan pohon Tengkawang yang dipeliharadalam suatu kawasan hutan masyarakat yang dikenal dengan Tembawang (sebutanmasyarakat setempat/Dayak). Pada daerah ini pohon Tengkawang dipelihara denganbaik untuk diambli buahnya. Setiap kali musim pohon Tengkawang berbuah, hutantersebut ramai dikunjungi oleh masyarakat pemilik Tembawang tersebut. UmumnyaTengkawang hidup berdampingan dengan tanaman buah-buahan maupun tanamanperkebunan yang sengaja ditanam oleh masyarakat pemilik tembawang. Tembawangini telah ada ratusan tahun yang lalu dan diwariskan secara turun temurun olehnenek moyang mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa Tengkawang melalui Tembawangtelah diupayakan pelestariaannya. Upaya pelestarian hutan masyarakat(Tembawang) ini, secara tradisional merupakan salah satu kearifan lokal masyarakatsekitar hutan. Tanpa adanya kearifan lokal tersebut, kemungkinan besar pohonTengkawang sulit dijumpai lagi. Hal ini mengingat maraknya konversi hutan menjadiareal perkebunan dalam skala besar di Kalimantan.Saudara sekalian yang berbahagia,Adanya dilema antara upaya pelestarian dan godaan kuat untuk mengkonversi lahanTengkawang, menuntut kita memikirkan langkah-langkah konkrit dalam halmelindungi pohon Tengkawang dari terancam punah, serta mendorong peningkatannilai tambah Tengkawang sebagai salah satu sumber penghidupan masyarakat. Untukitu, maka dipandang perlu untuk membangun pemahaman melalui berbagi (sharing)gagasan dan informasi antar pihak terkait tentang keberadaan tengkawang sebagaitambahan referensi penyusunan formulasi langkah-langkah konkrit dalam wujud“action plan” strategi nasional perlindungan jenis tengkawang; membangunkesepakatan bersama dalam menciptakan formulasi strategi nasional perlindunganjenis tengkawang sebagai panduan dan dasar untuk setiap tindakan terintegrasi yangmerupakan bagian dari usaha konservasi jenis tengkawang di Indonesia.Saudara-saudara, itulah sebagian besar poin yang ingin saya sampaikan karena yanghadir di tempat ini sesungguhnya adalah pahlawan-pahlawan Tengkawang. Oleh
viii
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang viii
Pontianak, 14 Mei 2014
karena itu, saya bangga, saya berterima kasih tapi tugas belum rampung. Mari teruskita tingkatkan upaya kita, kerja keras kita, bangun koordinasi, sinergi, dansinkronisasi sebaik-baiknya. Saya mengajak organisasi internasional, lembagapemerintahan terkait dan para pejuang Tengkawang untuk bekerja sama dan salingmendukung agar tugas mulia tetapi penuh tantangan ini dapat kita laksanakandengan baik.Demikian kata sambutan yang dapat kami sampaikan, semoga segala tujuan danharapan kita diberi kelancaran dan dikabulkan oleh Tuhan YME (Allah SWT). Aamiin(Ya Robbal 'Alamiin). Pada kesempatan ini saya Gubernur Provinsi Kalimantan Baratmenyatakan “Workshop Nasional tentang Strategi Nasional PerlindunganTengkawang” dibuka dengan resmi.Terima kasih……Selamat Pagi dan Salam Tengkawang.GubernurProvinsi Kalimantan BaratttdDrs. Cornelis, MH
ix
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang ix
Pontianak, 14 Mei 2014
ARAHAN DAN PEMBUKAANKEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANANWorkshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014Selamat PagiSalam damai dan sejahtera bagi kita semuaYang saya hormati Bapak Gubernur Prov. Kalimantan Barat (mewakili) besertajajarannyaSaudara Kepala Balai Besar Penelitian DipterokarpaPara Pimpinan Lembaga Pemerintah Daerah Propivinsi dan Kabupaten/Kota se-Kalimantan BaratPara Dosen, Mahasiswa dan segenap Civitas AkademikaPara pimpinan organisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat,pemerhati, dan pelopor Pengembangan tengkawang, sertaPara peserta workshop dan Hadirin sekalian yang saya muliakan,Puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan ridho-Nya, pada hari ini kita dapat berkumpul bersama dalam keadaan sehat dan penuhsemangat untuk mengikuti acara “Workshop Nasional tentang Strategi NasionalPerlindungan Tengkawang”.Terlebih dahulu saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasiterhadap dukungan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan semua pihakterkait terhadap keseluruhan rangkaian program pengembangan tengkawang yangmerupakan program kerjasama penelitian pengembangan terpadu antaraKementerian Kehutanan dengan International Tropical Timber Organization (ITTO)melalui judul program kerjasama: “Operational Strategies for the Conservation ofTengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous People inKalimantan”.Saya menyambut baik penyelenggaraan workshop ini sebagai salah satu wujud nyatadari upaya bersama, antara pemerintah, civitas akademika, lembaga swadayamasyarakat, dunia usaha serta masyarakat, untuk terus mencari upaya dan peluangguna memanfaatkan secara optimal HHBK jenis tengkawang di samping tingginyapemanfaatan tegakan/kayu tengkawang. Keterlibatan dan komitmen semua pihakinilah yang diperlukan untuk membangun perlindungan/konservasi jenistengkawang secara terintegrasi dan masif. Dimana pada masa mendatang dapat
x
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang x
Pontianak, 14 Mei 2014
mendorong pengambilan strategi dan tindakan yang tepat bagi upaya konservasijenis tengkawang.Saya juga memberikan penghargaan yang sangat tinggi atas inisiatif dari Balai BesarPenelitian Dipterokarpa (B2PD), yang ditunjuk sebagai executing agency, yangmempelopori kegiatan Pengembangan dan Perlindungan tengkawang, baik melaluiprogram rutin (DIPA) maupun dukungan dari lembaga donor Internasional, ITTO.Hasil-hasil yang dicapai workshop ini sangat ditunggu oleh masyarakat, khususnya diKalimantan Barat yang merupakan host dari program ini. Saya sungguh berharapdalam kesempatan yang baik ini agar B2PD sebagai sebuah center of excellence,mampu bertindak lebih kreatif, lebih inovatif menawarkan gagasan-gagasan segardalam menciptakan teknologi tepat guna yang baru. Semua itu sangat besar artinyabagi kembalinya tengkawang sebagai salah satu primadona dan sekaligus mampumengembalikan kepercayaan masyarakat untuk kembali “memperjuangkan”tengkawang sebagai salah satu penopang perekonomian mereka.Hadirin yang saya hormati,HHBK memang bagian yang sangat penting dari sumber daya kekayaan alam yangberpotensi tinggi. Fokus kehutanan yang di masa lalu memang ada pada kayu, yangberkontribusi signifikan untuk pemasukan negara dan penyedia lapangan kerja.Sejalan dengan potensi dan produksi, potensi kayu pun berkurang, dan perhatianmulai dialihkan pada HHBK. HHBK sekarang dianggap setara, bahkan merupakanproduk masa depan kehutanan. Sebuah studi mengklaim, bahwa dari seluruh potensihutan, kontribusi kayu hanya kurang dari 5%. Oleh karena itu Menhut membuatpokja, untuk mengembangkan HHBK di sentra-sentra HHBK. Karena setelahdiidentifikasi dan telah diputuskan dalam Kepmen, ada lebih dari 400 jenis HHBK.Dipilihlah HHBK prioritas yang terbatas, yang dianggap sangat potensial. HHBK jugapenting karena ke depannya, produk kehutanan yang penting adalah produk-produkyang disebut sebagai biomaterial, seperti obat-obatan, herbal, kosmetik, dll. Karenakayu sebenarnya adalah produk yang mudah disubstitusi, mudah diganti oleh produklain walau suatu saat kayu langka. Contoh subsitusi adalah adanya baja ringan,furnitur dari bahan sintesis dll. Biomaterial akan makin tinggi prospek ke depannya,karena kesadaran kita yang mulai muncul bahwa produk keseharian kita lebihdiharapakan berasal dari produk-produk alami daripada yang berbahan sintetis.Misalnya kulit manggis sebagai penghalus kulit dan obat-obatan. tengkawang adalahsalah satu yang sangat berpotensial untuk biomaterial. HHBK juga penting karenasangat berkaitan erat dengann pendapatan masyarakat. Kayu umumnya diusahakanoleh perusahaan besar, sementara HHBK biasanya diusahakan oleh masyarakat atauperusahaan kecil. HHBK juga penting dengan adanya rencana trend ke depan yaituekonomi hijau yang menjadi sasaran dunia. Ekonomi hijau berarti baik bahan baku,proses, produk, da pengolahan limbahnya, semua ramah lingkungan. HHBK pentinguntuk penyedia energi ramah lingkungan.
xi
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang xi
Pontianak, 14 Mei 2014
Dari 4 provinsi di Kalimantan, Kalimantan Barat memiliki potensi tengkawangtertinggi diikuti oleh Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Namun hanyaKalimantan Barat yang dari dulu sampai sekarang masih memiliki pasar tengkawangsekaligus pabrik pengolahannya. Selain secara tradisional, beberapa komoditasdihasilkan oleh masyarakat setempat. Dalam dunia industri, minyak tengkawang(green butter) biasa diekspor ke mancanegara dan digunakan sebagai penggantilemak coklat, bahan farmasi dan bahan kosmetik. . Ironisnya harga buah tengkawanghanya Rp 1000 sam Rp 2000 per kilo, hal ini lah yang menyebabkan daya tarik bisnistengkawang menjadi berkurang. Seiring dengan berjalannya waktu, pengusahaantengkawang dianggap kurang menjanjikan dan kalah bersaing dengan kompetitorbaru lainnya, yaitu karet dan sawit. Namun bila mengingat potensinya, harusnya takterjadi hal demikian. Persoalan mungkin terletak pada mekanisme tata niagatengkawang yang mengakibatkan harga tengkawang di tingkat petani menjadirendah. Jika dibenahi, tengkawang pasti tak kalah dengann karet dan sawit. Tidaksalah jika akhirnya para petani memilih sawit dan karet dibanding tengkawang.Pemerintah harus mencari penyebabnya. Hal demikian bukan hanya terjadi padaHHBK tengkawang, HHBK lain juga demikian. Contohnya getah jernang yang memilikiharga puluhan juta di Singapura tapi rendah di tingkat petani. Demikian juga dengangemor atau menyan.Tak dapat dipungkiri jika tengkawang memberikan kontribusi signifikan bagimasyarakat lokal, baik berupa pemanfaatan HHBK maupun kayunya. Target utamadari program pengembangan dan perlindungan ini adalah masyarakat. Oleh karenaitu perlu pemikiran dan perumusan yang mendalam agar masyarakat dapat turutserta memberikan/membangun informasi sekaligus penerima manfaat (dari, olehdan untuk masyarakat). Masyarakat demikian akan memiliki pengetahuan dankemampuan untuk mengakses dan memanfaatkan informasi serta menjadikaninformasi sebagai nilai tambah dalam peningkatan kualitas kehidupan. Kitamenyakini bahwa penciptaan teknologi tepat guna yang inovatif adalah salah satukunci pengembangan tengkawang saat ini, sebagai upaya pemulihan ekonominya.Kontribusi perekonomian ini tentunya tidak lepas dari upaya perlindungan terhadaptegakan pohon jenis tengkawang itu sendiri, agar pemanfaatan HHBK dimaksuddapat terus lestari dan berkesinambungan.Workshop ini harus disambut baik dan hendaknya menjadi awal langkah nyata yangmempertemukan stakeholder tengkawang untuk menemukan cara dan upayabagaimana meningkatkan profile potensi tengkawang dalam bentuk strategi nasionalkonservasi tengkawang dan perannya dalam meningkatkan ekonomi masyarakat.Jangan sampai menyesal jika suatu saat tengkawang punah padahal akhirnyadiketahui bahwa tengkawang sangat dibutuhkan. Gemor misalnya, sudah langka, danbahkan dicari oleh Jepang, yang berarti gemor mempunyai suatu potensi tertentuyang belum diketahui oleh kita.
xii
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang xii
Pontianak, 14 Mei 2014
Proyek ini diharapkan dapat dilanjutkan dengan progam-program selanjutnya dantak harus tergantung pada proyek ITTO saja. Diakui bahwa dana penelitian hanyalahkurang dari 10% dari anggaran dan HHBK masih mendapat perhatian yang kurang.Diharapkan ke depannya semua itu akan berubah ke arah yang lebih proporsional.Langkah awalnya adalah, agar pemerintah daerah dapat memberi suntikan teknologiyang dapat mensinergikan antara energi dan industri.Untuk itu pada kesempatan ini, diharapkan para pihak yang terlibat dalam prosesdiskusi (masyarakat, pemerintah, NGO, entrepreneur dan masyarakat lokal) dapatmengetahui dan perlindungan tengkawang dalam rangka mendukung action planstrategi nasional konservasi genetik tengkawang.Demikian prakata dari saya, semoga bermanfaat.Selamat pagi dan salam sejahtera.membuka pemikiran serta ide tentang upaya perumusan formula strategiKepala Badan Litbang KehutananKementerian KehutananttdPutera Parthama, Ph.DNIP. 19580502 198603 1 001
Makalah Utama
Prosiding Workshop
Strategi Nasional
Konservasi Genetik Jenis Shorea
Penghasil Tengkawang
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
2014
1
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 1
Pontianak, 14 Mei 2014
RUMUSAN FORMULASI STRATEGI PERLINDUNGAN TENGKAWANG
BERDASARKAN PRIORITAS DAN BEBERAPA INDIKATOR TERKAIT
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
MEMBANGUN KOMITMEN
Penegakan aturan terkait pelestarian sumberdaya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya
(1) Menegakkan Peraturan Pemerintah No 7
tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa, yang di dalamnya
termasuk menyebutkan 13 species
tengkawang yang dilindungi.
Utama Pemerintah
Pusat sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Fleksibel Utama sebagai
fasilitator dan
penilai
(2) Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan
dan Perkebunan No 692/Kpts-II/1998,
bahwa tengkawang termasuk species yang
dilindungi dan tidak boleh ditebang,
sekalipun penebangan tersebut dilakukan
untuk kegiatan yang berkaitan dengan
pembangunan jalan, proyek transmigrasi,
kegiatan usaha budidaya perkebunan dan
pertanian.
Utama Pemerintah
Pusat sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Fleksibel Utama sebagai
fasilitator dan
penilai
2
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 2
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
(3) Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 357/Kpts-II/1998 tentang
pengelolaan dan pemanfaatan kawasan
pelestarian plasma nutfah di hutan produksi.
Dengan demikian keberadaan populasi
tengkawang dalam hutan alam perlu
dimasukkan ke dalam kawasan pelestarian
plasma nutfah.
Utama Pemerintah
Pusat sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Fleksibel Utama sebagai
fasilitator dan
penilai
(4) Pengawasan disertai pengecekan melalui
studi tentang pengaruh pemanenan di hutan
alam produksi terhadap kerusakan habitat
alami tengkawang, serta dampaknya
terhadap regenerasi, pertumbuhan serta
keragaman genetiknya.
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pengguna
fleksibel Utama sebagai
pelaksana
Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati
(5) Penerbitan aturan mengenai perlindungan
jenis tengkawang yang seharusnya
menyebut semua species Shorea spp. yang
menghasilkan tengkawang.
Utama Pemerintah
Pusat sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Fleksibel Utama sebagai
fasilitator dan
penilai
(6) Penerbitan aturan teknis pada tingkat
Kementerian Kehutanan mengenai
Utama Pemerintah
Pusat sebagai
Utama sebagai
pengguna dan
Fleksibel Utama sebagai
fasilitator dan
3
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 3
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
pembangunan areal konservasi sumberdaya
genetik di areal hutan alam.
pembuat kebijakan pelaksana penilai
(7) Penerbitan aturan mengenai pembangunan
hutan tanaman produksi tengkawang yang
dikelola secara lestari.
Utama Pemerintah
Pusat sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Fleksibel Utama sebagai
fasilitator dan
penilai
(8) Penerbitan aturan mengenai pemanenan
tengkawang dari hutan tanaman produksi.
Utama Pemerintah
Pusat sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Fleksibel Utama sebagai
fasilitator dan
penilai
(9) Penerbitan aturan mengenai peredaran hasil
hutan kayu dan non kayu tengkawang yang
berasal dari hutan tanaman produksi yang
dikelola secara lestari.
Utama Pemerintah
Pusat sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Fleksibel Utama sebagai
fasilitator dan
penilai
(10) Peninjauan kembali peraturan pemerintah
terkait dengan konservasi genetik,
pemasaran dan eksport biji tengkawang
Utama sebagai
penyusun kebijakan
dan fasilitator
Utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Fleksibel Utama sebagai
fasilitator dan
penilai
(11) Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDA
tentang konservasi tengkawang dari
budidaya, pemasaran, dan konservasi di
tingkat propinsi dan dapat diturunkan di
tingkat kabupaten.
Utama sebagai
penyusun kebijakan
dan fasilitator
Utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Utama sebagai
fasilitator dan
penilai
4
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 4
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
(12) Penerbitan aturan mengenai perlindungan
status plot konservasi eks-situ dan in-situ
yang telah dibangun/ditetapkan sebagai
sumber penghasil tengkawang (khususnya
hutan alam) dari alih fungsi lahan
Utama sebagai
pembuat kebijakan
dan pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(13) Penerbitan dan penegakan aturan hukum
yang pasti terhadap para pelaku penebang
tengkawang di areal hutan/yang dilindungi,
mulai dari pekerja lapangannya hingga
pembeli dari produk kayu.
Utama sebagai
pembuatan
kebijakan dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Fleksibel Utama sebagai
pelaksana
(14) Menginisiasi dan mengembangkan pasar
international dalam bentuk rantai pasar (market-
chain) ke pasar-pasar Eropa dengan isu produk ramah lingkungan
Utama Pemerintah
Pusat dan
Pemerintah Propinsi
sebagai pembuat
kebijakan dan
fasilitator
utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Fleksibel utama sebagai
fasilitator dan penilai
(Perg. Tinggi dan
Masyarakat Sipil,
termasuk Badan
Internasional)
(15) Pelaksanaan standarisasi produk dan standarisasi
harga untuk menjamin kualitas dan pasar. Utama sebagai
Pembuat Kebijakan
Utama sebagai
pelaksana kebijakan
utama sebagai
pelaksana kebijakan
utama sebagai
pendamping
(16) Pembuatan Surat Edaran (SE) mengatur
perdagangan dan pelaporan biji tengkawang
agar dapat terdata secara baik dengan harga
yang layak di tingkat petani.
Utama Pemerintah
Pusat dan
Pemerintah Propinsi
utama sebagai
pengguna dan
pelaksana
Fleksibel utama sebagai
fasilitator dan
penilai
5
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 5
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
sebagai pembuat
kebijakan dan
fasilitator
Menghilangkan tekanan / gangguan antropogenik terhadap sebaran alam tengkawang
(17) Memberikan data aktual kepada lembaga
IUCN untuk merevisi status kelangkaan
semua species tengkawang (revisi IUCN
redlist).
Utama sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
(18) Inventarisasi potensi tengkawang di hutan
alam dan tanaman untuk menetapkan base
line sumberdaya genetik.
Utama sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
(19) Penunjukan/penetapan areal konservasi
sumberdaya genetik in situ yang
representatif.
Utama sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
(20) Pengelolaan areal konservasi sumberdaya
genetik in situ dengan memperhatikan
komponen ekosistem alami.
Utama sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
(21) Pembangunan areal konservasi sumberdaya
genetik ex situ yang representatif.
Utama sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
fasilitator dan
6
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 6
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
pelaksana
(22) Pembentukan Desa/kabupaten konservasi
genetik tengkawang
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
(23) Peremajaan kembali pohon-pohon
tengkawang, agar ada regenerasi
pertumbuhan tengkawang
Utama (Dinas
Kehutanan) sebagai
pembuat kebijakan
dan pelaksana
Utama
sebagai Pelaksana
Utama
sebagai Pelaksana
Utama
sebagai Pelaksana
(Masyarakat Adat)
(24) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa,
agar memiliki kewajiban memelihara dan
membudidayakan tengkawang pada areal
yang telah dan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar.
Utama
sebagai Pembuat
kebijakan
Utama
sebagai Penerima dan
Pelaksana kebijakan
Utama
sebagai Penerima
Utama
sebagai pelaksana
(25) Pengembangan pola agroforestri atau
tumpang sari, dengan tanaman utama
tengkawang yang dikombinasi dengan
tanaman karet atau sawit, bahkan dengan
tanaman padi dan palawija.
Utama
Sebagai Pelaksana
Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Pelaksana
Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati dan produksi
(26) Perumusan strategi pemuliaan tengkawang
untuk tujuan produksi kayu, buah dan
Utama sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
fasilitator dan
7
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 7
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
kandungan lemak nabati. pelaksana
(27) Penetapan populasi dasar tengkawang
dengan basis genetik yang luas.
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(28) Pembangunan populasi pemuliaan dan
populasi propagasi / sumber benih
termuliakan.
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pelaksana dan
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(29) Pengembangan hutan tanaman produksi
tengkawang.
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pelaksana dan
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(30) Memberdayakan masyarakat melalui
pembangunan hutan tanaman rakyat
tengkawang.
Utama sebagai
pembuat kebijakan
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
fasilitator
(31) Pendampingan dari lembaga masyarakat,
pemerintah dan BUMN lembaga untuk
kegiatan usaha pengusahaan tengkawang di
tingkat petani: pemanenan, pengolahan,
dan pemasaran agar terbentuk kemandiri
masyarakat dalam mengelola produk biji
tengkawang. Pendampingan tersebut dalam
bentuk:
(1) Penyuluhan-pelatihan biji tengkawang
Utama dan
memfasilitasi
Rutin dan kontinyu
sebagai penunjang
Utama dan
memfasilitasi dan
sebagi pendukung
(1) Kerjasama
Utama dan
memfasilitasi
- berpartisipasi aktif
sebagai penerima
manfaat
- (1) Rutin dan
kontinyu
Mediasi :
(1) Masy. sipil
8
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 8
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
sebagai bahan baku multi produk
(2) Analisa usaha ekonomi tengkawang
(3) Penyuluhan sosiologi budaya dalam
konservasi tengkawang
- Dinas Kehutanan
- Koperasi
- Dinas terkait
lainnya
(2) Kerjasama
(3) kerjasama
- (2) – sda --
- (3) -- sda ---
(2) Perg Tinggi,
kerjasama
(3) Masy. Adat dan
masy. sipil
(32) Perlu adanya teknologi efisien dan efektif
untuk diversifikasi produk buah
tengkawang, sehingga mempunyai nilai jual
dan daya saing yang lebih baik di pasaran
dan terhindar dari permainan harga oleh
tengkulak.
Fasilitator
Utama
sebagai Pelaksana
Utama
sebagai Pelaksana
Utama
sebagai Pelaksana
(Masyarakat Adat)
(33) Peningkatan kapasitas masyarakat dengan
mengadakan penyuluhan teknologi Tepat
Guna (TTG) pengolahan buah tengkawang
dan memfasilitasi pelatihan pengolahan
buah tengkawang diantaranya
pengembangan produk turunan dan
peningkatan mutu produk berbasis
tengkawang
Utama
sebagai Fasilitator
Utama
sebagai Penerima
Utama
sebagai Penerima
Utama
sebagai Pelaksana
(Masyarakat Sipil)
(34) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa,
membantu pengolahan produksi dan tata-
niaganya (program Bapak Asuh). Mengingat
panen tengkawang yang tidak rutin. Skala
Fasilitator
Utama
sebagai Pelaksana
Utama
sebagai Pelaksana
Utama
sebagai Pelaksana
(Masyarakat Adat)
9
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 9
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
dan lokasi pabrik lebih cocok yang bersifat
menengah (di kecamatan) dan kecil (di
desa).
Membangun kesepahaman tentang konservasi genetik
(35) Pemahaman peran keragaman genetik untuk
konservasi genetik tengkawang perlu
ditingkatkan
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(36) Pemahaman tentang konservasi genetik dari
para pihak perlu disamakan
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
Meningkatkan kerjasama para pihak
(37) Meningkatkan dan memperluas
keterlibatkan para pihak dalam berbagai
bentuk jejaring, pertemuan, riset, pelatihan,
lokakarya, dan lain-lain
Utama sebagai
fasilitator dan
pengguna
Utama sebagai mitra
dan pengguna
Utama sebagai mitra
dan pengguna
Utama sebagai
fasilitator dan
pengguna
(38) Memperkuat kemitraan dalam konservasi
genetik dan pengembangan tengkawang
antara pemerintah, lembaga
pendidikan/penelitian, perusahaan, lembaga
masyarakat dan masyarakat berdasarkan
kapasitas masing-masing dan mengacu pada
komitmen
Utama sebagai
fasilitator dan
pengguna
Utama sebagai mitra
dan pengguna
Utama sebagai mitra
dan pengguna
Utama sebagai
fasilitator dan
pengguna
10
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 10
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
(39) Meningkatkan kerjasama kegiatan
konservasi tengkawang dari para pihak
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Pembentukan Lembaga untuk konservasi genetik tengkawang
(40) Pembentukan lembaga konservasi tingkat
propinsi/ kabupaten dan masyarakat untuk
kegiatan konservasi tengkawang, termasuk
mengelola plot/areal konservasi genetik
tengkawang
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pengguna
Utama sebagai
pengguna
Utama sebagai
fasilitator dan
pengguna
(41) Pembentukan forum komunikasi yang
mewadahi semua stakeholder pada tingkat
pusat dan daerah untuk mendukung kegiatan
konservasi tengkawang
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
(42) Pembentukan/pengadaan lembaga ekonomi
seperti kelompok usaha bersama atau
Koperasi Unit Desa (KUD) dan CU,
termasuk pemantapan koperasi/kelompok
usaha, CU yang sudah ada, terutama di
sentra-sentra pemasaran biji tengkawang di
tingkat petani penghasil.
Fasilitator
Utama
sebagai Pelaksana
Utama
sebagai Pelaksana
Utama
sebagai Pelaksana
(Masyarakat Adat
dan Masyarakat
Sipil)
11
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 11
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
(43) Pembentukan sekretariat bersama komoditas
biji tengkawang dan hasil hutan non kayu
lainnya di tingkat kabupaten, untuk:
- mengkoordinasikan aktivitas produksi-
pemasaran-termasuk pendataan hasil.
- memantapkan informasi tentang hasil
hutan secara komprehensive akan lebih
terdata dengan baik.
Utama (Pemda
setempat) sebagai
fasilitator dan
pengguna
utama sebagai mitra
dan pengguna
utama sebagai
pengguna
utama sebagai
fasilitator dan
pengguna
PEMUTAKHIRAN DATA
Inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang
(44) Perbaikan/pemantapan data (Updating-data)
tengkawang baik potensi pohon/tegakannya
maupun hasil biji tengkawang, volume
produk olahan (salai) sampai ke pemasaran
dalam negeri dan ekspor
Utama sebagai
fasilitator
Fleksibel sebagai
pelaksana/pemberi
informasi
Fleksibel sebagai
pelaksana/pemberi
informasi
Utama sebagai
fasilitator
pelaksana
(45) Inventarisasi plot konservasi in-situ dan eks-
situ tengkawang yang telah dibangun , dan
populasi tengkawang yang mempunyai
potensi cukup tinggi sebagai calon lokasi
plot konservasi in-situ
Utama sebagai
fasilitator dan
penerima
Fleksibel sebagai
pelaksana/pemberi
informasi
Fleksibel sebagai
pelaksana/pemberi
informasi
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
12
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 12
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
Inventarisasi data keragaman genetik tengkawang
(46) Inventarisasi informasi keragaman genetik
tengkawang yang telah dilakukan
Utama sebagai
fasilitator
Fleksibel sebagai
pemberi informasi
Fleksibel sebagai
pemberi informasi
Utama sebagai
pelaksana
(47) Koleksi materi genetik yang mewakili
sebaran dan potensi sebaran tengkawang
Utama sebagai
fasilitator
Fleksibel sebagai
pelaksana
Fleksibel sebagai
pelaksana
Utama sebagai
pelaksana
(48) Analisis keragaman genetik populasi
tengkawang dilakukan menggunakan
penanda molekuler
Utama sebagai
fasilitator
Fleksibel Fleksibel Utama sebagai
pelaksana
(49) Potensi variasi genetik dan sebarannya
dievaluasi untuk pemetaan sebaran
keragaman genetik tengkawang
Utama sebagai
fasilitator
Fleksibel Fleksibel Utama sebagai
pelaksana
SOSIALISASI DAN DISEMINASI
Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan
produksi
(50) Pemberian pemahaman mengenai seluk-
beluk jenis tengkawang.
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pelaksana dan
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
13
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 13
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
(51) Pemberian pemahaman kesesuaian habitat
untuk berbagai jenis tengkawang.
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pelaksana dan
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(52) Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatan
tengkawang hanya boleh dilakukan pada
tegakan hutan tanaman produksi yang
dikelola berdasarkan prinsip kelestarian
hutan.
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pelaksana dan
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(53) Pelatihan teknik silvikultur intensif
tengkawang.
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pelaksana dan
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(54) Pelatihan teknik pemanenan buah
tengkawang yang ramah lingkungan.
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pelaksana dan
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(55) Pelatihan pengolahan lemak tengkawang
untuk meningkatkan nilai tambah dan
kesejahteraan masyarakat.
Utama sebagai
fasilitator
Utama sebagai
pelaksana dan
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(56) Pelaksanaan workshop tingkat nasional para
penyusun kebijakan konservasi genetik
tanaman
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
14
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 14
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
(57) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten
dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi
terfokus tentang prospek tengkawang dari
aspek konservasi, aspek multiguna dan
aspek ekonomi dan pemasaran
Utama sebagai
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
fasilitator
(58) Sosialisasi tentang kebijakan pemerintah
dan peraturan yang terkait kepada para
pelaksana konservasi genetik tengkawang
tentang perlindungan tengkawang dengan
segala konsekuensinya ditingkat
masyarakat, swasta dan para terkait
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana dan
evaluator
(59) Sosialisasi tentang peran penting konservasi
genetik tengkawang terhadap kegiatan
konservasi tengkawang secara keseluruhan
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai p
(60) Penyusunan manual pembangunan plot
konservasi eks-situ dan in-situ tengkawang
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(61) Pembuatan buku saku mengenai Peraturan-
peraturan yang berhubungan dengan
konservasi genetik
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
15
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 15
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
(62) Penyusunan metode pemanenan berbasis
konservasi genetik
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(63) Tersedianya guideline untuk pemantauan
dan inventarisasi populasi tengkawang
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(64) Pembuatan website tentang konservasi
tengkawang yang memuat berbagai
informasi tentang tengkawang, termasuk
peraturan, buku/manual dan hasil pertemuan
Utama sebagai
fasilitator dan
pelaksana
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
(65) Lokakarya dan Diskusi terfokus di
Kampung/ Desa tentang prospek
tengkawang dari aspek konservasi, aspek
multiguna dan aspek ekonomi dan
pemasaran
Utama
Sebagai Pelaksana
dan Penerima
Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Penerima
Utama sebagai
Pelaksana
(Masyarakat sipil dan
Prguruan Tinggi)
(66) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten
dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi
terfokus tentang prospek tengkawang dari
aspek konservasi, aspek multiguna dan
aspek ekonomi dan pemasaran
Utama sebagai
Pelaksana
Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Fasilitator
(67) Pertemuan multi pihak di tingkat propinsi
tentang kebijakan-kebijakan tentang prospek
Utama Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Pelaksana
16
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 16
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
tengkawang dari aspek konservasi, aspek
multiguna dan aspek ekonomi dan
pemasaran agar dapat mendorong
pembuatan PERDA Tengkawang
(68) Pembuatan dokumen dalam bentuk buku
laporan ini dari bidang pengembangan
budidaya yaitu bidang provenance, bidang
genetik, dan bidang sosial ekonomi perlu
dikritisi untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat.
Utama Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Pelaksana;
Balai Besar
Penelitian
Dipterokarpa
Samarinda
(69) Menyebar-luaskan dokumen: Peraturan-
peraturan, PERDA, buku-laporan
Utama
Sebagai Pelaksana
dan Penerima
Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Penerima
Utama
Sebagai Penerima
MONITORING DAN EVALUASI
(70) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh
kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan
kebijakan, pelaksanaan, dan dampaknya
terhadap kelestarian eksosistem alami
tengkawang serta kelestarian hutan tanaman
produksi.
Utama sebagai
pembuat kebijakan
dan fasilitator
Utama sebagai
pelaksana dan
penerima
Utama sebagai
penerima
Utama sebagai
pelaksana
17
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 17
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATOR
PRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN
TINGGI
(71) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh
kegiatan yang berhubungan dengan
konservasi genetik tengkawang dan
pemasaran, meliputi budidaya, penanaman
dan pemanenan tengkawang serta terhadap
seluruh kegiatan pemeliharaan dan
pengayaan plot korservasi in-situ dan eks-
situ untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap keragaman genetik
Utama sebagai
fasilitator dan
penerima
Utama sebagai
pemberi informasi
Utama sebagai
pemberi informasi
Utama sebagai
pelaksana
Tim Perumus : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura)
Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada)
Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH Yogyakarta)
13
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 13
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATORPRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUANTINGGI
(51) Pemberian pemahaman kesesuaian habitatuntuk berbagai jenis tengkawang.
Utama sebagaifasilitator
Utama sebagaipelaksana danpenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
(52) Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatantengkawang hanya boleh dilakukan padategakan hutan tanaman produksi yangdikelola berdasarkan prinsip kelestarianhutan.
Utama sebagaifasilitator
Utama sebagaipelaksana danpenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
(53) Pelatihan teknik silvikultur intensiftengkawang.
Utama sebagaifasilitator
Utama sebagaipelaksana danpenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
(54) Pelatihan teknik pemanenan buahtengkawang yang ramah lingkungan.
Utama sebagaifasilitator
Utama sebagaipelaksana danpenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
(55) Pelatihan pengolahan lemak tengkawanguntuk meningkatkan nilai tambah dankesejahteraan masyarakat.
Utama sebagaifasilitator
Utama sebagaipelaksana danpenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
(56) Pelaksanaan workshop tingkat nasional parapenyusun kebijakan konservasi genetiktanaman
Utama sebagaifasilitator danpelaksana
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
14
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 14
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATORPRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUANTINGGI
(57) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupatendalam bentuk Lokakarya dan Diskusiterfokus tentang prospek tengkawang dariaspek konservasi, aspek multiguna danaspek ekonomi dan pemasaran
Utama sebagaipelaksana
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaifasilitator
(58) Sosialisasi tentang kebijakan pemerintahdan peraturan yang terkait kepada parapelaksana konservasi genetik tengkawangtentang perlindungan tengkawang dengansegala konsekuensinya ditingkatmasyarakat, swasta dan para terkait
Utama sebagaifasilitator danpelaksana
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana danevaluator
(59) Sosialisasi tentang peran penting konservasigenetik tengkawang terhadap kegiatankonservasi tengkawang secara keseluruhan
Utama sebagaifasilitator danpelaksana
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagai p
(60) Penyusunan manual pembangunan plotkonservasi eks-situ dan in-situ tengkawang
Utama sebagaifasilitator danpelaksana
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
(61) Pembuatan buku saku mengenai Peraturan-peraturan yang berhubungan dengankonservasi genetik
Utama sebagaifasilitator danpelaksana
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
15
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 15
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATORPRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUANTINGGI
(62) Penyusunan metode pemanenan berbasiskonservasi genetik
Utama sebagaifasilitator danpelaksana
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
(63) Tersedianya guideline untuk pemantauandan inventarisasi populasi tengkawang
Utama sebagaifasilitator danpelaksana
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
(64) Pembuatan website tentang konservasitengkawang yang memuat berbagaiinformasi tentang tengkawang, termasukperaturan, buku/manual dan hasil pertemuan
Utama sebagaifasilitator danpelaksana
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
(65) Lokakarya dan Diskusi terfokus diKampung/ Desa tentang prospektengkawang dari aspek konservasi, aspekmultiguna dan aspek ekonomi danpemasaran
UtamaSebagai Pelaksanadan Penerima
UtamaSebagai Penerima
UtamaSebagai Penerima
Utama sebagaiPelaksana(Masyarakat sipil danPrguruan Tinggi)
(66) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupatendalam bentuk Lokakarya dan Diskusiterfokus tentang prospek tengkawang dariaspek konservasi, aspek multiguna danaspek ekonomi dan pemasaran
Utama sebagaiPelaksana
UtamaSebagai Penerima
UtamaSebagai Penerima
UtamaSebagai Fasilitator
(67) Pertemuan multi pihak di tingkat propinsitentang kebijakan-kebijakan tentang prospek
Utama UtamaSebagai Penerima
UtamaSebagai Penerima
UtamaSebagai Pelaksana
16
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 16
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATORPRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUANTINGGI
tengkawang dari aspek konservasi, aspekmultiguna dan aspek ekonomi danpemasaran agar dapat mendorongpembuatan PERDA Tengkawang
(68) Pembuatan dokumen dalam bentuk bukulaporan ini dari bidang pengembanganbudidaya yaitu bidang provenance, bidanggenetik, dan bidang sosial ekonomi perludikritisi untuk mendapatkan hasil yang lebihakurat.
Utama UtamaSebagai Penerima
UtamaSebagai Penerima
UtamaSebagai Pelaksana;Balai BesarPenelitianDipterokarpaSamarinda
(69) Menyebar-luaskan dokumen: Peraturan-peraturan, PERDA, buku-laporan
UtamaSebagai Pelaksanadan Penerima
UtamaSebagai Penerima
UtamaSebagai Penerima
UtamaSebagai Penerima
MONITORING DAN EVALUASI
(70) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruhkegiatan yang berkaitan dengan pembuatankebijakan, pelaksanaan, dan dampaknyaterhadap kelestarian eksosistem alamitengkawang serta kelestarian hutan tanamanproduksi.
Utama sebagaipembuat kebijakandan fasilitator
Utama sebagaipelaksana danpenerima
Utama sebagaipenerima
Utama sebagaipelaksana
17
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 17
Pontianak, 14 Mei 2014
NO INDIKATORPRIORITAS PADA
PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUANTINGGI
(71) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruhkegiatan yang berhubungan dengankonservasi genetik tengkawang danpemasaran, meliputi budidaya, penanamandan pemanenan tengkawang serta terhadapseluruh kegiatan pemeliharaan danpengayaan plot korservasi in-situ dan eks-situ untuk mengetahui pengaruhnyaterhadap keragaman genetik
Utama sebagaifasilitator danpenerima
Utama sebagaipemberi informasi
Utama sebagaipemberi informasi
Utama sebagaipelaksana
Tim Perumus : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura) Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada) Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH Yogyakarta)
18Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
II. MATERI DISKUSI
Pembicara:• Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura)• Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada)• Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko (BPPTH Yogyakarta)Fasilitator:• Imanul HudaSejak jaman dahulu kita sudah sering mendengar dan akrab dengan tengkawang,mungkin orang tua kita jaman dulu ada yang petani, pengumpul pengolah atau pemasartengkawang dan pemakai. Saat ini jika kita bicara tentang tengkawang sepertibernostalgia, karena dulu cerita dan berita tentang tengkawang sangat sering kitadengar, misalnya penelitian tentang tengkawang, seminar tentang tengkawang,penebangan hutan tengkawang dll. Kondisi sekarang, tengkawang digunakan secaralebih luas misalnya untuk kosmetik, bahan pencampur farmasi dan coklat, pelumas danbahkan untuk bahan bakar pesawat.Pemaparan materi akan disampaikan oleh 3 pemateri tentang formulasi perlindungantengkawang berdasarkan prioritas dan beberapa indikatornya:• Bidang Ekonomi : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc• Bidang Konservasi Ekosistem : Dr. Sapto Indrioko• Bidang Konservasi Genetik : Dr. Anthonius YPBC WidyatmokoA. Bidang ekonomiGenerasi sekarang sudah mengkonversi hutan tengkawang dengan tanaman lain karetdan bahkan sawit, tanaman pangan, hal ini didasarkan pada pemenuhan kebutuhan.Pertumbuhan tengkawang di asia tenggara terutama di hutan Indonesia masih banyak,ada 10 s/d 13 jenis tengkawang yang potensial untuk dikembangkan (lampiran slide).Proses penyalaian yang sangat sederhana menyebabkan buah salai tidak terlalu bersihdan kering betul sehingga hasil akhirnya masih ada aroma tengik. Ini berpengaruh padaharga jual, selain itu ditingkat petani rantai pemasarannya sangat panjang belum lagisoal pungutan pembayaran di dalam perjalanan.Kontrak penjualan dari pedagang antara, ada perjanjian di Sanggau, di Bodok, sistemkontraknya harga Rp 9000/kg kalau perjanjiannnya bisa menghasilkan 1000 ton, inidilihat dari hasil panen, tapi bagaimana kalau tidak bisa memenuhi kontrak, sangatvariatif sekali baik di tingkat petani maupun di penyalur (lihat lampiran slide).
19Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Di Ensaid Panjang ada pohon tengkawang yang dikelola secara komunal masyarakat,tengkawang tumbuh di tembawang yang mereka miliki secara adat. Artinya ini bisadikelola dengan kelembagaan yang diperkuat sistem administrasi dan manajemennya.Unsur penunjang ini sudah cukup kuat, ada potensi, ada pengelolaan dan dilengkapi lagidengan adanya pemasaran yang terkelola dengan baik, sehingga kita bisa sekaligusmelakukan pelestarian tengkawang yang bisa menjamin sektor ekonominya. Olehkarena itu perlu disusun suatu formulasi strategi perlindungan tengkawang.Perlu memperluas jejaring kerjasama pengelolaan tengkawang, baik dalam maupunluar, kemitraan antar dinas terkait dan pelaksana di lapangan dipandang penting.Matriks formulasi mencakup 5 indikator, yaitu:• Membangun komitmen- Kebijakan dan regulasi tengkawang berbasis masyrakat- Pembentukan, pemantapan lembaga ekonomi untuk tata niaga tengkawang- Kerjasama parapihak diatur dalam nota kesepemahaman di tingkat provinsi- Rehabilitasi dan pengembangan pohon tengkawang pada target lokasi
• Sosialisasi- Lokakarya dan diskusi terfokus di desa- Lokakarya multipihak di tingkat kabupaten- Pertemuan multipihak di tingkat provinsi
• Penyusunan dokumen dan Deseminasi- Pembuatan dokumen dalam bentuk laporan- Menyebar luaskan dokumen
• Perbaikan atau pemantapan data- Perbaikan up dating data tengkawang- Penelusuran informasi2 sebelumnya- Di tingkat petani pengumpul, pedagang antara dan exporter- Produksi biji tengkawang ditingkat petani
• Monitoring dan evaluasi- Kegiatan budidaya pemasaran dan konservasi terus dipantau dan dievaluasi
B. Bidang Konservasi EkosistemBeberapa indikator terkait bidang konservasi ekosistem mencakup 3 indikatorberdasarkan prioritas:• Membangun komitmen- Penegakan aturan terkait pelestarian sumber daya hayati pada umumnya dantengkawang pada khususnya- Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkanprinsip kelestarian sumberdaya hayati- Menghilangkan tekanan atau gangguan antropogenik terhadap sebaran alamtengkawang
20Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
- Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati danproduksi• Sosialisasi dan DiseminasiSosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukungkelestarian sumberdaya hayati dan produksi• Monitoring dan evaluasiBidang konservasi Pengelolaan Sumber Daya Alam perlu dikelola dan dijaga padasemua tingkatan mulai dari ekosisten, spesies dan genetik. Di hutan khusus seperti diKalimantan dengan potensi terbesar tengkawang memiliki ekosistem yang menunjanguntuk pemuliaan tanaman, walaupun demikian di Kalimantan pun beberapa tipe daerahyang tergenang air, ditepi sungai, di daerah yang tapak agak atas, tengkawang hidupdengan beberapa jenis tanaman lain, diperlukan hara dan penyinaran matahari penuh.Kalau ingin melestarikan tengkawang, dibuat kondisi hutan alam tegakan yang hampirsama dengan ekosistem yang bagus.Sudah ada aturannya bahwa tidak boleh melakukan penebangan jenis-jenis Shorea, ada13 jenis, semestinya bisa ditegakkan, jika sudah aturan bahwa jenis tanaman yangdilindungi, maka setiap yang mengusahakan tengkawang harus memperhatikan hal ini,perguruan tinggi akan memfasilitasinya. Tengkawang termasuk spesies yang dilindungidan tidak boleh di tebang, oleh karena itu sangat diistimewakan harus dilindungi.Keputusan Menteri Kehutanan melindungi kawasan pelestarian plasma nutfah, yangdikelola untuk KPH, meliputi pengawasan dan pengecekan, ada study mengenaipemanenan. Ada pengusaha pemilik HPH di dalam kawasan ada potensi tengkawangsehingga perlu pengamanan, saat penebangan, penyaradan sehingga anakan alamtengkawang baik tingkat semai, tiang dan pancang, tidak akan rusak akibatpembalakan, terutama soal keragaman genetik. Kalau ada yang mati maka akanberpengaruh pada keragaman genetik, sehingga berakibat pada kelestariannya. Perlujuga penerbitan aturan yang mencakup apakah semua shorea, termasuk tengkawang,karena ada sekitar 13 Shorea penghasil tengkawang yang ada di Indonesia.Tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pelestarian plasma nutfah di hutanproduksi. Dengan demikian keberadaan populasi tengkawang dalam hutan alam perludimasukkan ke dalam kawasan pelestarian plasma nutfah. Tengkawang dihutan alam,maka ekosistemnya harus di jaga, aturan tentang ini sebenarnya dalam keputusanKemenhut sudah termaktub dalamnya ex-situ, in-situ, seed-bank, dan sumber benih.Pengawasan disertai pengecekan melalui studi tentang pengaruh pemanenan di hutanalam produksi terhadap kerusakan habitat alami tengkawang, serta dampaknyaterhadap regenerasi, pertumbuhan serta keragaman genetiknya.Kalau kita bicara tentang kelestarian hasil, maka kita melakukan pemuliaan denganmemperhatikan kelestarian hasil, dengan adanya pelarangan terhadap penebangantengkawang perlu diwadahi dengan aturan yang khusus, perspektif ke depan mengenai
21Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
potensi tengkawang perlu di siapkan aturan pemanenannya, terutama di dalam hutantanaman produksi. Misalnya ada log trading, maka perlu peredaran hasil hutan kayunon tengkawang, pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam pembuatkebijakannya.Memberikan data aktual kepada lembaga IUCN untuk merevisi status kelangkaan semuaspecies tengkawang (revisi IUCN redlist). Kita perlu menghilangkan tekanan, pengaruhmanusia secara langsung dan tidak langsung, terutama terhadap hutan alam, sebagaipenyanggah kehidupan, secara optimun hutan bisa dilestarikan, mestinya kita plothutan tanaman, perlu memberikan data aktual kepada lembaga IUCN. Lembaga inimenerbitkan berbagai jenis tumbuhan yang termasuk katagori langka dan memilikiprospek punah atau tidak dan kritis. Supaya kita semua memberikan perhatian bahwasebetulnya tengkawang kita dalam kondisi bagaimana, secara umum di Kalimantan diIndonesia bagaimana kondisinya. Dikatakan jika dalam kondisi kritis makadikhawatirkan dalam 10 thn kedepan punah, maka probility kepunahannya, adabeberapa kriteria dari daftar kondisi. Perlu upaya konservasi, kita juga mengupayakanpembudidayaan supaya tidak berharap saja pada hutan alam untuk melakukanpemuliaan. Inventarisasi potensi tengkawang di hutan alam dan tanaman untukmenetapkan base line sumberdaya genetik. Menetapkan base line, supaya punyagambaran kondisinya sekarang, dulu bisa menjadi maskot dan kondisi sekarangbagaimana sebarannya, sehingga bisa memastikan apa yang akan dilakukan ke depan.Penunjukan/penetapan areal konservasi sumberdaya genetik in situ yang representatif.Penanaman kembali areal bekas kegiatan pembalakan dengan tanaman tengkawangkembali atau areal lain dengan tengkawang harus memperhatikan hara tanah.Pengelolaan areal konservasi sumberdaya genetik in situ dengan memperhatikankomponen ekosistem alami. Pengelolaan areal dengan kondisi ekologis dan genetissecara alami, semua komponen harus di jaga, sementara jenis-jenis yang menggangguharus dihilangkan. Pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik ex situ yangrepresentatif. Diperlukan untuk melihat kemampuan tanaman beradaptasi denganlingkungannya untuk tumbuh dan berkembang.Perumusan strategi pemuliaan tengkawang untuk tujuan produksi kayu, buah dankandungan lemak nabati, perlu penanganan yang serius dan komitmen yang tinggi.Penetapan populasi dasar tengkawang dengan basis genetik yang luas. Jika dalamjumlah banyak ketersediaan jenisnya di alam maka akan mudah. Pembangunanpopulasi pemuliaan dan populasi propagasi / sumber benih termuliakan.Pengembangan hutan tanaman produksi tengkawang. Memberdayakan masyarakatmelalui pembangunan hutan tanaman rakyat tengkawang. Pemberian pemahamanbahwa pemanfaatan tengkawang hanya boleh dilakukan pada tegakan hutan tanamanproduksi yang dikelola berdasarkan prinsip kelestarian hutan. Pelatihan tekniksilvikultur intensif tengkawang. Pelatihan teknik pemanenan buah tengkawang yang
22Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
ramah lingkungan. Pelatihan pengolahan lemak tengkawang untuk meningkatkan nilaitambah dan kesejahteraan masyarakat.Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pembuatankebijakan, pelaksanaan, dan dampaknya terhadap kelestarian eksosistem alamitengkawang serta kelestarian hutan tanaman produksi. Pemberian pemahamanmengenai seluk beluk tengkawang, yang masuk dalam daftar kemenhut diperjelas jenis-jenisnya sehingga bisa diketahui dengan jelas mana yng terancam punah dan tidakC. Bidang Konservasi GenetikKonservasi genetik merupakan indikatornya. Strategi konservasi genetik untuktengkawang pasti berbeda dengan konservasi jenis tanaman lainnya. Karenatengkawang di ambil buahnya sehingga strategi konservasinya juga berbeda, kalautengkawang diambil buahnya sehingga kalau buahnya banyak kita lupa menanam ataumeninggalkan buah dengan variasi yang baik untuk pemuliaan tanaman, harusdisisakan yang terbaik.Variasi genetik dilihat dari :• Pertumbuhan• Daya Tahan/adaptasi• Kandungan• Sifat kayu• MorfologiVariasi genetik dimulai dari :• Antar genis• Satu jenis• Antar populasi• Dalam populasi• Antar individuStatus suatu jenis, tanaman yang punah biasanya memiliki 4 faktor• Jumlahnya /ukuran populasinya sedikit• Jumlah individunya• Meregenerasinya lemah• Penebangan/pemanenn yang besar tidak sebanding dengan kemampuanmeregenerasi/budidayanya lambatVariasi genetiknya, kalau semua klon artinya tidak ada variasinya, jika terserang hamamaka akan lama, tapi jika variasinya besar ada atau tinggi maka kita tidak khawatirHal-hal yang perlu diperhatikan dalam konservasi genetik:• Besaran variasi genetik,• Distribusi variasi genetik• Degradasi variasi genetik. Umumnya semakin tinggi tanaman di atas tanahnya,semakin banyak populasi tingkat semainya,
23Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Keragaman genetik dan jarak genetik pohon-pohon yang tersisa dalam tegakan alam,baik dari sebaran individunya dan populasi maupun sebaran alamnya antar populasimisalnya Ramin, Ulin, Kalau keragaman genetiknya sudah berkurang, maka lihat lagidistribusinya, jarak genetiknya, kalau tinggi maka kita masih bisa merasa aman.Contohnya:• keragaman dan jarak genetik ramin berdasarkan penanda RAPD• keragaman dan jarak genetik ulinFormulasi kebijakan Bidang Konservasi Genetik perlu keterlibatan baik pemerintahpusat maupun pemerintah daerah, akademisi, peneliti, pelaku, pendamping, sehinggakita tidak perlu takut lagi tengkawang hilang dari bumi Borneo ini. Indikatornya:• Pemutakhiran data, inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang• Membangun komitmen, membangun kesepahaman tentang konservasi genetik• Kegiatan konservasi genetik, pembangunan dan penetapan konservasi insitu daneksitu, pembentukan desa konservasi, membangun plot pemanenan berbasiskonservasi genetik• Sosialisasi, workhsop para penyusun kebijakan nasional dan provinsi/kabupaten,sosialisasi peraturan pemerintah, peran penting konservasi,• Penyusunan buku dan deseminasi, manual pembangunan plot insitu dan eksitu,guidline untuk pemantauan inventarisasi, website ttg konservasi tengkawang• Monitoring dan evaluasi, kegiatan budidaya penananman, dan pemanenantengkawang
24Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
III. DISKUSI
A. Sesi Pertama
• Pertanyaan dan tanggapan peserta
Disperindagkop Sanggau:Bagaimana hasil pertemuan hari ini bisa ditindaklanjuti dengan masyarakat, yang kitasampaikan hari ini sangat baku, teoritis, kita lupa bagaimana mempraktekkannya diluar. Jika tidak salah tengkawang di larang eksport, lalu apa opsi yang dilakukanmasyarakat, mau suplai kemana, harga tidak terlalu tinggi, sejak ada pembatasa berupapasal yang mengatakan hasil hutan pertanian dan hasil hutan lainnya sebenarnya free.Jadi artinya dilematis, kalau semua warga Sanggau tanam tengkawang kemanamenjualnya, opsinya bagaimana kalau sudah menanam. Khawatir menjadi persoalan,kita anti sawit tapi ternyata sawit mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,masyarakata perlu solusi, apa jalan keluarnya, jangan hanya ada litbang (sulitberkembang) analisis sosialnya bagaimana menjadikan masyarakat sejahtera.Bagaimana hasil hari ini bisa ditindaklanjuti, jangan hanya menjadi konsep formulasiyang tidak ditindaklanjuti.Pak Sugiri (Disperindag Provinsi):Menarik karena buah ini dikatakan akan punah karen tidak ada aksi konservasinya,tengkawang tentunya menjadi ellip nut mengapa menjadi komuditi yang tinggi karenadiminati pasar, karena bisa menjadi kebutuhan hidup untuk kosmetik, lipgloss, diMalaysia 3300/kg di Amerika 75 rb berarti mempunyai nilai, sementara itu pemerintahmelarang eksport biji tengkawang, minyak boleh, karena masuk dalam PP no 7 dasarutama untuk memayungi itu, kita perlu atur tataniaga minyak tengkawng dari petanisampai ekportir, perlu hasil riset, yang mendorong kebijakan-kebijakan baik tingkatperda dari petani sampai provinsi sampai ekspor, pola pikir petani dan pedagangberbeda. Petani genjot di produksi sedangkan penjual di pasarnya yang digenjot.Peluang kerjasama dengan Malaysia yang bisa menghambat transaksi bebas, tapi jikaada pelarangan maka ada penyelundupan, karena permintaan terus ada.Kemarin ada kunjungan dari buyer Belanda dan Malaysia, yang datang bertamu dengankami, maka perlu pembinaan kerjasama di kabupaten, difasilitasi stakeholder baiktingkat kabupaten dan pusat. Jangan ekspor kalau banjir berlimpah, harga bisa turunnilainya 4 000 an kalau sudah dalam bentuk minyak skala industri ikm saja janganindustri besar kita kejar, nah yang untung besar pasti masyarakat/petani pengolahnya.Sebelumnya saya mengharapkan ada tata niaga, kebijakan nasional provinsi dan daerahbagaimana mengerem yang keluar ke Malaysia tanpa ijin dan dokumen, apalagimenghadapi MEA 2015, kita harus bisa menelorkan kegiatan nyataHarus komitmen dan kesepemahaman, untuk bersama, petani dimainkan oleh pasartidak ada protek.
25Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Harus ada tata niaga dan regulasi yang jelas mengenai pemasaran tengkawangkedepannya, ada pasar /permintaan tengkawang dari Belanda dan Malaysia, hanya sajakita belum tahu kualitas, kwantitas dan kontinuitas produksi tengkawang secara pastishng belum bisa menjamin dan memastikan kerjasamanya.Pak Khairul (desa Nanga Yen):Kalau dibilang hampir punah, memang sudah hampir punah, sekarang kami sebagaimasyarakat menanyakan bagaiman mengembangkan itu lagi, kami sudah membentukkoperasi Produsen, kami fokuskan penelitian tengkawang, tengkawang yang ada yangberumur 40 thn, kami menginginkan penelitian buahnya, kalau pokok-pokoknya didalam hutan masih banyak menurut kami, pihak pemerintah mau mendampingi kamiagar harga lebih baik.Lemaknya kemarin di tempat saya dibuat, jadi untuk lemaknya bagaiman caranya kamimengolahnya, kami minta pihak pemerintah turun ke masyarakat langsung bagaimanapengempresnya yang dijepit dengan kayu kami tidak mampu kalau jumlahnya berton-ton. Potensi masih banyak di daerah, hanya saja perlu pendampingan baik dari NGOmaupun pemerintah soal pemasaran produk dan pengolahan hasil yang masihmenggunakan cara tradisional.• Tanggapan pembicara
Ibu Augustine:Analisa sosial dan formulasinya, nanti kita lihat sama-sama pas diskusi kelompok kitaakan kemas semuanya satu persatu, termasuk siapa melakukan apa, supaya jelastupoksinya.Pertanyaan Pak sugiri: Jangan sampai menjual dalam bentuk buah supaya ada nilaitambah, jangan sampai nanti harga jatuh karena kwalitasnya yang sudah menurun, jadikita harus bisa buat rambu-rambu, wilayah pembuat kebijakan nantinya.Sawit karet dan hutan, saat ini sawit paling seksi, karet yang diinginkan, tengkawangtidak, tapi dulu ya, manusia ini memang begitu, saat ini kita kondisikan dimanatengkawang punyai nilai yang kita angkat.Kajian ini secara nasional akan kita angkat, bagaimana kita kemas lagi, bicaratengkawang jangan tanggung-tanggung basah, basahkan sekali.Tidak bisa kita menghambat masyarakat menjual dengan jalur tidak resmi, karenakemampuan pasar dalam negeri untuk membeli memang masih rendah.Pak Sapto:Tidak bisa diselesaikan dalam satu aspek saja harus beberapa 2 atau lebih aspek terkaitmisalnya peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga kita harus mendorong darisemua hal, kita berupaya melihat dari semua aspek, dan komitmen harus di yakinkan,kita tahu menjelang punah, tapi bagaimana bisa membuat nilai tambah sehingga bisadikonservasi, bisa dimanfaatkan, bisa didiversifikasi produknya dan bisa diterima pasardan berdampak pada peningkatan pendapatan petani, jadi komplek.
26Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Tidak mengekspor dalam bentuk buah salai ini menjadi tantangan,buat kita bukanhanya menjual dalam bentuk buah salai, tapi harus bisa mengolahnya menjadi produkjadi dapat harga dengan nilai baik.Bagaimana kita buat pengolahan sederhana, bukan level pabrik, misalnya koperasi digunung kidul yang mewadahi hasil hutan rakyat, ini legal dan dikelola masyarakat,terutama level kecamatan, seandainya koperasi di sini bisa diberdayakan bisa untukmeningkatkan pola olahan sampai penjualannya ini yang menjadi masalah utama,sehingga petani bisa mendapatkan posisi tawar tinggi.Tata niaga ini bisa kita menyiapkan stakholdernya, kalau ada pelakunya yang akanmelakukan eksport, difasilitasi perijinannya, pengemasannya.Pak Anton:Soal barang produksi adalah antara suply dan demand, buyer dari luar datang kitatinggal mengatur bagaimana menjual, tapi kalau harus berbenturan dengan aturanpemerintah, mungkin status faktor karena misalnya jual biji tidak boleh, minyak boleh,artinya memang ada nilai tambah dulu baru menjual sehingga berdampak padakesejahteraan masyarakat.Kalau populasi tengkawang banyak maka bisa merubah regulasi ini, karena stoktengkawang saat ini kurang banyak, maka dibuat aturan untuk mengatur ini, saya ambilcontoh misalnya China membangun perkebunan cendana, sehingga untuk memenuhikebutuhan china sudah biss sendiri, bagaimana dengan tengkawang kalau akhirnyatingkat kebutuhan tinggi akan dikembangkan oleh negara lain, maka harga bisa turun,karena semua negara lain bisa memilih produk yang sama dari negara berbeda.Tentang tata niaga, dengan adanya koperasi atau kerjasama dengan pihak luar, tidakdalam bentuk biji tapi sudah di olah, sehingga petani bis meningkatkan pendapatan dankesejahteraan, apalagi sudah di-diversifikasi produk sehingga bisa efektif dan efisienmeningkatIbu Augustine:Belanda dan Jerman akan menampung hasil minyak tengkawang, teman-teman NGOakan sangat membantu ini. Karena tengkawang bukan hanya sebagai bahan pencampurkosmetik dan farmasi saja bahkan bisa pengganti bahan bakar pesawat, dan ini akandilirik.Saya ingatkan Jerman dan Belanda lebih suka kerja dengan NGO jadi tolonglah pihakpemerintah bisa bangun kerjsama yang baik dengan pengiat-pengiat yang langsungmelakukan pendampingan kepada masyarakat mulai dari kelembagaan, diversifikasiproduk dan pemasarannya.Kita lihat secara lebih jelas lagi nanti pada matrik lebih baik, bagaimana peran-peranmasing-masing untuk meningkatkan kesejahteraan.
27Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
B. Sesi Kedua
• Pertanyaan dan tanggapan peserta
Deman Huri:Saya membantu membuat film dokumenter dan tulisan di hutan alam Sangasit,Bengkayang, dimana tengkawang masih banyak sekali disini. Sebenarnya tengkawangdan kayu termasuk sumber daya alam yang resorsis, artinya bisa di pulihkan dengancara penanaman kembali, kerusakan terbesar disebabkan oleh manusinya, kalaumemang mau penanamannya sangat mudah, penanaman tengkawang yang dilakukanmasyarakat sangat mudah dan terbukti berhasil tumbuh, hanya saja pengaturan tataniaganya yang mesti di fasilitasi, juga teknologi pengolahannya masih sangat sederhanahanya dengan alat kepit yang terbuat dari kayu belian, harus ada peralatan yangdisiapkan untuk bisa memperbaiki hasil.Sedangkan pemasarannya masih pasar dengan sistim rentenir, buah dijual di Malaysiakemudian di ekspor ke Swiss, di Swiss digunakan sebagai pencampur coklat dan kitatahu bahwa Swiss adalah produsen coklat terbaik di dunia. Seharusnya kalau kita bisakelola dengan baik, maka petani tengkawang akan bisa lebih baik lagi.Di Bengkayang tengkawang banyak hidup di kawasan hutan adat, bagaimana ijinpengelolaan kawasan, saat ini di Bengkayang sudah masuk HTI dan sawit sudah masukkedalam kawasan hutan adat, bagaimana akan mempertahankannyaPak Sulaiman (YPSBK Sanggau):Upaya konservasi menyusun rencana aksi, budidaya, kebijakan semua sudah dibuat dansemua saya setuju, ada masyarakat yang melakukan perlindungan terhadap hutan adatyang sekaligus memelihara tengkawang yang ada didalamnya, yang terpenting adainsentiflah untuk pelaku2 pelestari ini yang bisa mendorong semangat pelestaritengkawang.Kalau hutan kota, taman kota, kalau ada kegiatan diakitkan dengan penanaman kembalidengan tanaman tengkawang ini, yang saya inginkan adasedikit insentif buat pelestaritengkawang.Pak Rupinus (Sanggau):Tengkawang bukan hanya dilihat dari sisi ekonomi, ekologi tetapi yang terpenting nilaisosial budayanya nilai eksotiknya bahwa masyarakat dayak, ini menentukan sistemkekerabatan didalam keluarga besar mereka, tengkawang ini ditanam oleh komunalmasyarakat, mereka bersama-sama menanamnya dan ketika panen juga bersama, baikyang dilakukan dulu oleh ortua mereka jaman dulu maupun sekarang, ini nilaipentingnya.Dampak tengkawang bagaiman bisa memberi nilai tambah, perlu kita bahas bersamasehingga bisa kita perkirakan kondisinya di 5 atau 10 tahun kedepan, karena kemarinkami menyalainya banyak tapi binggung mau menjualnya kemana.Kita lihat memang sekarang sawit berdampak langsung dan bagus bagi perekonomianmasyrakat, jadi bagaimana jika tengkawang bisa juga seperti itu.
28Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Pak Suhartian (LEH):Tadi dikatakan bahwa akan ada Launching alat pengolahan tengkawang, dulu kitapernah mendiskusikan alat ini di Sanggau, Workshop juga. Alat yang akandilaunchingkan ataupun yang akan di buat nantinya harus disesuaikan dengankapasitas produksi tengkawang itu sendiri sehingga bisa efektif, dan mudah dalampenggunaannya oleh masyarakat.Apakah ini baru prototype, sudah dalam pengujiankah kapasitasnya, karena masyarakatsangat berharap sekali dengan alat ini, dan saat ini masyarakat juga sangat berharapakses pasarnya kemana, kalau ada tolong beri rekomendasi.Pak Damianus (Bengkayang):Berita tentang perkembangan tengkawang pasti berbeda menurut daerah dankabupaten, tidak ada tata petani tengkawang, Bengkayang ada petani dan sadarmenanam tengkawang, tengkawang ini di dalam hutan berdekatan 200 ha pulltengkawang usianya, banyaknya, kami pertahankan, dengan Bupati dan Dinaskehutanan, sehingga hutan ini dikukuhkan di thn 2002 jadi hutan adat oleh menterikehutanan, posisinya masih utuh sampai sekarang, bahkan mau digusur oleh HTIMalaysia untuk sawit, kami tidak mau.Perekonomian di daerah kami seluas ditunjang dengan pertanian dan perkebunan,sahang, jagung, padi, karet dan tengkawang, di tahun ini berbuah 2 kali, padahal dariteorinya 3 thn sampai 5 thn.tengkawang ini ada yang ditanam masyarakat ada yang ditanam Tuhan, kami tidak adananam memang sudah ada, di pinggir2 sungai, dari ukuran kecil sampai yang besar.Meskipun belum dapat harga yang baik tapi kami tidak akan menebang pohon apalagihanya karena sawitPak Hendra (Kepala Desa Nanga Yen):Kayu tengkawang biasa digunakan untuk bangunan fasilitas umum, kami tidak tahu adaaturan mengenai pelarangan penebangan pohon tengkawang, mungkin perludisosialisasikan lagi peraturan tersebut karena kalau tidak banyak dari kami disalahkankarena melanggar aturan yang ada.Pada tahun 2010 ada proyek gerhan di Kapuas Hulu, bibit yang ditanam adalah bibitgaharu, karet dan tengkawang, tapi yang banyak ditanam masyarakat adalah karet dangaharu, perlu ditindaklanjuti lagi untuk penanaman tengkawang lagi.Kesepakatan pembuatan peta pemukiman dan hutan lindung• Tanggapan pembicara
Pak Anton:Kekhawatiran kami dengan semakin berkurangnya pohon tengkawang jadi sirna karenabapak sudah menyakinkan kami tidak akan menebang hutan pohon tengkawang. Kitatahu potensinya sangat besar, apalagi ada permintaan yang bagus akan minyaktengkawang, jadi memang harus kita perbaiki tata kelola dan mengatur sistemnya.
29Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Daerah yang akan kita tunjuk sebagai in-situ untuk pengembangan tengkawang,ternyata sudah dalam kondisi yang baik, tengkawang akan mudah diregenerasi ditempat asalnya, mungkin karena alih fungsi lahan yang mempengaruhi semakinberkurangnya pohon tengkawang. Kemungkinan pengembangan ex- situ menjadialternatif untuk meningkatkan potensi tengkawang kedepannya.Potensi tengkawang masih sangat besar di Bengkayang, dan tengkawang di Bengkayangmematahkan teori tengkawang berbuah 4 s/d 5 tahun sekarang bahkan bisa berbuahtiap tahun, hanya saja belum ada pasar yang baik dan harga yang cukup memadai.Meskipun demikian kami tidak akan menebang pohon adalah pernyataan yang sangatmemuaskan buat kita semua.Pak Sapto:Kriteria pembangunan hutan kota ¼ ha pun 29ias, dan masih ada ketentuan lainnyalagi, coba nanti lihat lagi, hanya untuk formasi ek-situ dan keragaman genetik, ini yangharus kita perhatikan, memang harus ada perhitungan berapa jumlah induk, kalau disini masih banyak populasi jenis dan keragaman genetiknya tinggi maka Pontianak29ias tetap mempertahankan maskotnya, mungkn tidak semua jenis, pilih beberapajenis saja, sekedar etalase tengkawang, kalau eksitu biasanya ada banyak keberagamanjenis.Peran BPDAS di sini bagaiman, mereka punya tupoksi untuk membangun hutanbersama rakyat BPDAS PS ada program yang mengakomodir kebutuhan rakyat,membantu baik sisi teknis maupun sisi bibitnyaIbu Augustine:Insentive YPSBK pernah menerima ini, insentif untuk masyarakat ini di kemas untukdiskusi kita nanti.Hutan kota, tawaran baik, di Fakultas Kehutanan punya areal, bu Debby bagaimana kitajadikan areal hutan epndidik seluas 5000 ha yang dikelola Fahutan kita tanami untukek-situ tengkawang.Pelayanan finansial bagi masyarakat akan diperhitungkan, akses pasar, baik, semuabarang produksi kita perhitungkan.
30Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
IV. KESIMPULAN DISKUSI KELOMPOK
Fasilitator:Imanul Huda, S.HutMetode Diskusi:Seluruh peserta dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan profesi dan tupoksinyamasing-masing. Ada 3 kelompok, yaitu: Kelompok Stakeholders, Kelompok NGO danKelompok Enterpreneur/Masyarakat Lokal Pemilik tengkawang.Hasil Diskusi:Dalam diskusi kelompok ini, semua persoalan dikemas satu persatu termasuk langkahstrategis pemecahannya, termasuk siapa melakukan apa, sehingga jelas tupoksinya.Analisa formulasi strategi perlindungan tengkawang diarahkan berdasarkan prioritasdan beberapa indikator terkait.Penyusunan Formulasi strategi ini dibagi menjadi 3 (tiga) bidang utama , yaitu BidangSosial Ekonomi (pembahas : Ibu Augustine), Bidang Ekologi Ekosistem (pembahas : PakSapto) dan Bidang Konservasi Genetik (pembahas : Pak Anton). Keseluruhan bidangtersebut dijabarkan dalam tabel formulasi berikut :
31Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Tabel 2.Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas Dan Beberapa Indikator Terkait
Bidang Sosial Ekonomi
No Indikator
Titik Prioritas
PemerintahSwasta-Pedagang
Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,
Lembaga MasyarakatAdat
3.1. MEMBANGUN KOMITMEN3.1.1. Kebijakan dan Regulasi Tengkawang Berbasis Masyarakat(1) Peninjauan kembali peraturan terkait pemasaran danekspor biji tengkawang dengan mengubah kebijakanlama yakni agar bisa mengekspor supaya ada pasarbaru dan tidak monopoliUtama Pemerintah Pusatdan Pemerintah Provinsisebagai pembuat kebijakandan pengguna
utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel utama sebagaifasilitator dan penilai(Perguruan Tinggi danMasyarakat Sipil)(2) Menginisiasi dan mengembangkan pasarinternational dalam bentuk rantai pasar (market-chain) ke pasar-pasar Eropah dengan isu produkramah lingkungan
Utama Pemerintah Pusatdan Pemerintah Provinsisebagai pembuat kebijakandan fasilitatorutama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel utama sebagaifasilitator dan penilai(Perg. Tinggi danMasyarakat Sipil,termasuk BadanInternasional)(3) Pelaksanaan standarisasi produk dan standarisasiharga untuk menjamin kualitas dan pasar. Utama sebagaiPembuat Kebijakan Utama sebagaipelaksanakebijakan utama sebagaipelaksanakebijakan utama sebagaipendamping(4) Pembuatan Surat Edaran (SE) mengaturperdagangan dan pelaporan biji tengkawang agardapat terdata secara baik dengan harga yang layak ditingkat petani.
Utama Pemerintah Pusatdan Pemerintah Provinsisebagai pembuat kebijakandan fasilitatorutama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel utama sebagaifasilitator dan penilai
(5) Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDA tentangkonservasi tengkawang dari budidaya, pemasaran, Utama Pemerintah Provinsidan DPRD Kalbar sebagai utama sebagaipengguna dan utama sebagaipengguna dan utama sebagaiPenyusun dan
32Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No Indikator
Titik Prioritas
PemerintahSwasta-Pedagang
Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,
Lembaga MasyarakatAdatdan konservasi di tingkat provinsi dan dapatditurunkan di tingkat kabupaten. fasilitator pelaksana pelaksana fasilitator(6) Penegakan hukum yang pasti terhadap pelakupenebang tengkawang di areal hutan/yangdilindungi, mulai dari pekerja lapangannya hinggapembeli dari produk kayu.
Utamasebagai PelaksanaPeraturan Utamasebagai Penerima UtamaSebagai Penerima Utamasebagai Pelaksana(7) Perlindungan terhadap sumber penghasiltengkawang (khususnya hutan alam) dari alih fungsilahan UtamaSebagai Pembuat kebijakandan Pelaksana UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Pelaksana3.1.2. Pembentukan/Pemantapan Lembaga Ekonomi untuk Tata Niaga Tengkawang(8) Pembentukan/pengadaan lembaga ekonomi sepertikelompok usaha bersama atau Koperasi Unit Desa(KUD) dan CU, termasuk pemantapankoperasi/kelompok usaha, CU yang sudah ada,terutama di sentra-sentra pemasaran bijitengkawang di tingkat petani penghasil.
Fasilitator Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana(Masyarakat Adat danMasyarakat Sipil)(9) Lembaga ekonomi: menampung dan memasarkanproduk biji tengkawang agar proses tata niaga dapatberjalan wajar dan harga jual yang layak diterimamasyarakat sebagai produsen biji tengkawang. Untukitu perlu:- Pendampingan dan pengorganisasi pasar bersamadi tingkat petani,- Fasilitasi dan penguatan usaha ekonomi produktifmasyarakat untuk memperpendek rantai pasardari petani ke pembeli besar
Fasilitator Fleksibelsebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utama sebagaiPendamping(Masyarakat Sipil)
33Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No Indikator
Titik Prioritas
PemerintahSwasta-Pedagang
Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,
Lembaga MasyarakatAdat(10) Pembentukan sekretariat bersama komditas bijitengkawang dan hasil hutan non kayu lainnya ditingkat kabupaten, untuk:
- mengkoordinasikan aktivitas produksi-pemasaran-termasuk pendataan hasil.- memantapkan informasi tentang hasil hutan secarakomprehensive akan lebih terdata dengan baik.
Utama (Pemda setempat)sebagai fasilitator danpengguna utama sebagaimitra danpengguna utama sebagaipengguna utama sebagaifasilitator danpengguna(10) Pendampingan dari lembaga masyarakat,pemerintah dan BUMN lembaga untuk kegiatanusaha pengusahaan tengkawang di tingkat petani:pemanenan, pengolahan, dan pemasaran agarterbentuk kemandiri masyarakat dalam mengelolaproduk biji tengkawang. Pendampingan tersebutdalam bentuk:(1) Penyuluhan-pelatihan biji tengkawangsebagai bahan baku multi produk(2) Analisa usaha ekonomi tengkawang(3) Penyuluhan sosiologi budaya dalam konservasitengkawang
Utama dan memfasilitasiRutin dan kontinyu sebagaipenunjang- Dinas Kehutanan- Koperasi- Dinas terkait lainnya
Utama danmemfasilitasi dansebagi pendukung(1) Kerjasama(2) Kerjasama(3) kerjasama
Utama danmemfasilitasi- berpartisipasiaktif sebagaipenerima manfaat- (1) Rutin dankontinyu- (2) – sda --- (3) -- sda ---
Mediasi :(1) Masy. sipil(2) Perg Tinggi,kerjasama(3) Masy. Adat danmasy. sipil(11) Perlu adanya teknologi efisien dan efektif untukdiversifikasi produk buah tengkawang, agar bernilaijual dan daya saing yang lebih baik di pasaran danterhindar dari permainan harga oleh tengkulak. Fasilitator Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana(Masyarakat Adat)(12) Peningkatan kapasitas masyarakat denganmengadakan penyuluhan teknologi Tepat Guna(TTG) pengolahan buah tengkawang dan Utamasebagai Fasilitator Utamasebagai Penerima Utamasebagai Penerima Utamasebagai Pelaksana
34Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No Indikator
Titik Prioritas
PemerintahSwasta-Pedagang
Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,
Lembaga MasyarakatAdatmemfasilitasi pelatihan pengolahan buahtengkawang diantaranya pengembangan produkturunan dan peningkatan mutu produk berbasistengkawang
(Masyarakat Sipil)(13) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa,membantu pengolahan produksi dan tata-niaganya(program Bapak Asuh). Mengingat panentengkawang yang tidak rutin. Skala dan lokasi pabriklebih cocok yang bersifat menengah (di kecamatan)dan kecil (di desa).
Fasilitator Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana(Masyarakat Adat)3.1.2. Kerjasama Para Pihak Diatur dalam Nota Kesepahaman di Tingkat Provinsi(14) Memperluas keterlibatan para pihak dalam bentukjejaring, pertemuan, riset, pelatihan, lokakaryatermasuk dengan Balai Besar Penelitian Dipterokarpadi Samarinda
Utama (Pemda setempat)sebagai fasilitator danpengguna utama sebagaimitra danpengguna utama sebagaimitra danpengguna utama sebagaifasilitator danpengguna(15) Memperkuat kemitraan pengembangan tengkawangantara dinas terkait, masyarakat sipil, masyarakat;berdasarkan kapasitas masing-masing dan mengacupada komitmen.Utama (Dinas Kehutanan)sebagai fasilitator danpengguna utama sebagaimitra danpengguna utama sebagaimitra danpengguna utama sebagaifasilitator danpengguna
3.1.3. Rehabilitasi dan Pengembangan Pohon Tengkawang pada Ttarget Lokasi(16) Peremajaan kembali pohon-pohon tengkawang, agarada regenerasi pertumbuhan tengkawang Utama (Dinas Kehutanan)sebagai pembuat kebijakandan pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana(Masyarakat Adat)(17) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa, agarmemiliki kewajiban memelihara dan Utamasebagai Pembuat kebijakan Utamasebagai Penerima Utamasebagai Penerima Utamasebagai pelaksana
35Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No Indikator
Titik Prioritas
PemerintahSwasta-Pedagang
Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,
Lembaga MasyarakatAdatmembudidayakan tengkawang pada areal yang telahdan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. dan Pelaksanakebijakan(18) pengembangan pola agroforestri atau tumpang sari,dengan tanaman utama tengkawang yangdikombinasi dengan tanaman karet atau sawit,bahkan dengan tanaman padi dan palawija.konservasi
UtamaSebagai Pelaksana UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Pelaksana3.2. SOSIALISASI(19) Sosialisasi terkait kebijakan Pemerintah, tentangperlindungan tengkawang dengan segalakonsekuensinya ditingkat masyarakat, swasta danpara terkait
Utama sebagai pelaksanadan fasilitasi:- Dinas KehutananPemda setempat
UtamaSebagai Penerimadan terukur utamasebagai penerimadan terukur Utamasebagai Pelaksana danEvaluator3.2.1. Lokakarya dan Diskusi Terfokus di Kampung/Desa(20) Lokakarya dan Diskusi terfokus di Kampung/ Desatentang prospek tengkawang dari aspek konservasi,aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran UtamaSebagai Pelaksana danPenerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima Utama sebagaiPelaksana (Masyarakatsipil dan PrguruanTinggi)3.2.2. Lokakarya Multi Pihak di Tingkat Kabupaten(21) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalambentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentangprospek tengkawang dari aspek konservasi, aspekmultiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran Utama sebagaiPelaksana UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Fasilitator
36Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No Indikator
Titik Prioritas
PemerintahSwasta-Pedagang
Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,
Lembaga MasyarakatAdat
3.2.3. Pertemuan Multi Pihak di Tingkat Provinsi(22) Pertemuan multi pihak di tingkat provinsi tentangkebijakan-kebijakan tentang prospek tengkawangdari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspekekonomi dan pemasaran agar dapat mendorongpembuatan PERDA tengkawangUtama UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Pelaksana
3.3. PENYUSUNAN DOKUMEN DAN DISEMINASI(24) Pembuatan dokumen dalam bentuk buku laporan inidari bidang pengembangan budidaya yaitu bidangprovenance, bidang genetik, dan bidang sosialekonomi perlu dikritisi untuk mendapatkan hasilyang lebih akurat.Utama UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Pelaksana;Balai Besar PenelitianDipterokarpaSamarinda(25) Menyebar-luaskan dokumen: Peraturan-peraturan,PERDA, buku-laporan UtamaSebagai Pelaksana danPenerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima
3.4. PERBAIKAN/PEMANTAPAN DATA(26) Perbaikan/pemantapan data (Updating-data)tengkawang baik potensi pohon/tegakannya maupunhasil biji tengkawang sampai ke pemasaran dalamnegeri dan ekspor perlu dilakukan. Kegiatanpendataan dilakukan dgn menelusuri dari berbagaisumber dan melalui kegiatan penelitian bersamaUtamaSebagai Fasilitator danPelaksana dan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur UtamaSebagai Fasilitator danpelaksana (PerguruanTinggi dan masyarakatsipil) dan terukur
37Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No Indikator
Titik Prioritas
PemerintahSwasta-Pedagang
Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,
Lembaga MasyarakatAdat
(27) Penelusuran informasi-informasi sebelumnyasupaya diperoleh database tengkawang dari semuaaspek UtamaSebagai Fasilitator danPenerima dan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukurUtamaSebagai Fasilitator danpelaksana (PerguruanTinggi, masyarakatsipil) dan terukur
3.4.1. Tahap Pertama di Tingkat Petani Pengumpul, Pedagang Antara, dan Eksportir(28) Mendata volume produk olahan dan volumepemasaran. Alasannya data ini relatif tersedia danberkelompok pada tempat/ sentra produksi danpemasaran tertentu.UtamaSebagai Fasilitator danPenerima dan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur
Utama SebagaiFasilitator danpelaksana (PerguruanTinggi, masyarakatsipil) dan terukur3.4.2. Tahap Kedua Produksi Panen Biji Tengkawang di Tingkat Petani.(29) Mendata jumlah pohon tengkawang, volume panenbiji mentah, volume produk olahan (salai) danvolume pemasaran. Alasannya petani penghasiltersebar sporadis sehingga memerlukan penanganankhusus mulai dari kabupaten, kecamata, dan desa.
UtamaSebagai Fasilitator danPenerima dan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukurUtama SebagaiFasilitator danpelaksana (PerguruanTinggi, masyarakatsipil) dan terukur
3.5. MONITORING DAN EVALUASI(30) Kegiatan budidaya, pemasaran, dan konservasi perluterus di pantau dan di evaluasi agar pelaksanaanyadapat lebih dipertanggung-jawabkan danterdokumentasi dengan baik.UtamaSebagai Fasilitator danPenerima dan terukur Utama sebagaipemberi informasi Utama sebagaipemberi informasi Utama sebagaipelaksana (PerguruanTinggi & masyarakatsipil) dan terukur
38Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Tabel 3.Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas dan Beberapa Indikator Terkait
Bidang Konservasi Ekosistem
No IndikatorTitik Prioritas
Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi
MEMBANGUN KOMITMEN
Penegakan aturan terkait pelestarian sumberdaya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya(1) Menegakkan Peraturan Pemerintah No 7tahun 1999 tentang Pengawetan JenisTumbuhan dan Satwa, yang di dalamnyatermasuk menyebuntukan 13 speciestengkawang yang dilindungi.Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai
(2) Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanandan Perkebunan No 692/Kpts-II/1998, bahwatengkawang termasuk species yang dilindungidan tidak boleh ditebang, sekalipunpenebangan tersebut dilakukan untukkegiatan yang berkaitan denganpembangunan jalan, proyek transmigrasi,kegiatan usaha budidaya perkebunan danpertanian.
Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai
(3) Menegakkan Keputusan Menteri KehutananNomor 357/Kpts-II/1998 tentangpengelolaan dan pemanfaatan kawasanpelestarian plasma nutfah di hutan produksi.Dengan demikian keberadaan populasitengkawang dalam hutan alam perludimasukkan ke dalam kawasan pelestarianplasma nutfah.
Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai
39Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No IndikatorTitik Prioritas
Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi(4) Pengawasan disertai pengecekan melaluistudi tentang pengaruh pemanenan di hutanalam produksi terhadap kerusakan habitatalami tengkawang, serta dampaknya terhadapregenerasi, pertumbuhan serta keragamangenetiknya.Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipengguna fleksibel Utama sebagaipelaksana
Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati(5) Penerbitan aturan mengenai perlindunganjenis tengkawang yang seharusnya menyebutsemua species Shorea spp. yang menghasilkantengkawang.Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai(6) Penerbitan aturan teknis pada tingkatKementerian Kehutanan mengenaipembangunan areal konservasi sumberdayagenetik di areal hutan alam.Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai(7) Penerbitan aturan mengenai pembangunanhutan tanaman produksi tengkawang yangdikelola secara lestari. Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai(8) Penerbitan aturan mengenai pemanenantengkawang dari hutan tanaman produksi. Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai(9) Penerbitan aturan mengenai peredaran hasilhutan kayu dan non kayu tengkawang yangberasal dari hutan tanaman produksi yangdikelola secara lestari.Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai
Menghilangkan tekanan / gangguan antropogenik terhadap sebaran alam tengkawang(10) Memberikan data aktual kepada lembagaIUCN untuk merevisi status kelangkaan semuaspecies tengkawang (revisi IUCN redlist). Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana
40Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No IndikatorTitik Prioritas
Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi(11) Inventarisasi potensi tengkawang di hutanalam dan tanaman untuk menetapkan baseline sumberdaya genetik. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana(12) Penunjukan/penetapan areal konservasisumberdaya genetik in situ yang representatif. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana(13) Pengelolaan areal konservasi sumberdayagenetik in situ dengan memperhatikankomponen ekosistem alami. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana(14) Pembangunan areal konservasi sumberdayagenetik ex situ yang representatif. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana
Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati dan produksi(15) Perumusan strategi pemuliaan tengkawanguntuk tujuan produksi kayu, buah dankandungan lemak nabati. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana(16) Penetapan populasi dasar tengkawang denganbasis genetik yang luas. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(17) Pembangunan populasi pemuliaan danpopulasi propagasi / sumber benihtermuliakan. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(18) Pengembangan hutan tanaman produksitengkawang. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(19) Memberdayakan masyarakat melaluipembangunan hutan tanaman rakyattengkawang. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator
41Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No IndikatorTitik Prioritas
Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi
SOSIALISASI DAN DISEMINASI
Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan produksi(20) Pemberian pemahaman mengenai seluk-belukjenis tengkawang. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(21) Pemberian pemahaman kesesuaian habitatuntuk berbagai jenis tengkawang. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(22) Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatantengkawang hanya boleh dilakukan padategakan hutan tanaman produksi yangdikelola berdasarkan prinsip kelestarianhutan.Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana
(23) Pelatihan teknik silvikultur intensiftengkawang. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(24) Pelatihan teknik pemanenan buahtengkawang yang ramah lingkungan. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(25) Pelatihan pengolahan lemak tengkawanguntuk meningkatkan nilai tambah dankesejahteraan masyarakat. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksanaMONITORING DAN EVALUASI(26) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh ke-giatan yang berkaitan dengan pembuatan ke-bijakan, pelaksanaan, dan dampaknya terha-dap kelestarian eksosistem alami tengkawangserta kelestarian hutan tanaman produksi.
Utama sebagaipembuatkebijakandanfasilitatorUtama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana
42Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Tabel 4.Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas dan Beberapa Indikator Terkait
Bidang Konservasi Genetik
No Indikator
Titik Prioritas
Pemerintah Perguruan Tinggi,Lembaga Penelitian Masyarakat
LembagaMasyarakat,Perusahaan
A PEMUTAKHIRAN DATA
A.1 Inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang(1) Data sebaran dan potensi populasitengkawang diiventarisasi dan diper-baharuimelalui laporan dari para pihak daninventarisasi langsung ke lapanganUtama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi(2) Inventarisasi populasi tengkawang yangmempunyai potensi cukup tinggi sebagaicalon lokasi plot konservasi in-situ Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi(3) Inventarisasi plot konservasi in-situ dan eks-situ tengkawang yang telah dibangun danpotensinya Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi(4) Data data dan informasi mengenaipemanfaatan/pemanenen buah tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi
A.2 Inventarisasi data keragaman genetik tengkawang(5) Inventarisasi informasi keragaman genetiktengkawang yang telah dilakukan Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipemberi informasi Fleksibel sebagaipemberi informasi(6) Koleksi materi genetik yang mewakilisebaran dan potensi sebaran tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana(7) Analisis keragaman genetik populasitengkawang dilakukan menggunakanpenanda molekuler Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel Fleksibel
43Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No Indikator
Titik Prioritas
Pemerintah Perguruan Tinggi,Lembaga Penelitian Masyarakat
LembagaMasyarakat,Perusahaan(8) Potensi variasi genetik dan sebarannya dieva-luasi untuk pemetaan sebaran keragamangenetik tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel Fleksibel
B MEMBANGUN KOMITMEN
B.1 Membangun kesepahaman tentang konservasi genetik(9) Pemahaman peran keragaman genetik untukkonservasi genetik tengkawang perluditingkatkan Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(10) Pemahaman tentang konservasi genetik daripara pihak perlu disamakan Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerimaB.2 Kebijakan dan Regulasi(11) Peninjauan kembali peraturan pemerintahterkait dengan konservasi genetik tanaman,khususnya tengkawang Utama sebagaipenyusunkebijakan danfasilitator
Utama sebagaipenyusun danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(12) Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDAtentang konservasi genetik tengkawang Utama sebagaipenyusunkebijakan danfasilitator
Utama sebagaipenyusun danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(13) Perlindungan tentang status plot konservasieks-situ dan in-situ yang telahdibangun/ditetapkan dan pemanfaatannya Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(14) Penegakan hukum yang pasti terhadap parapelaku pemanenan/penebangan di lokasi plotkonservasi Utama sbgi pem-buatan kebijakandan pelaksana Utama sebagaipenerima danpelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima
44Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No Indikator
Titik Prioritas
Pemerintah Perguruan Tinggi,Lembaga Penelitian Masyarakat
LembagaMasyarakat,Perusahaan
B.3 Kerjasama para pihak(15) Meningkatkan keterlibatkan para pihakdalam berbagai bentuk pertemuan gunamembahas konservasi genetik tengkawang Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana(16) Memperkuat kemitraan dalam konservasigenetik tengkawang antara pemerintah,lembaga pendidikan/penelitian, perusahaan,lembaga masyarakat dan masyarakatUtama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana
(17) Meningkatkan kerjasama kegiatan konservasitengkawang dari para pihak Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksanaB.4 Pembentukan Lembaga untuk konservasi genetik tengkawang(18) Pembentukan lembaga konservasi tingkatprovinsi/ kabupaten dan masyarakat untukkegiatan konservasi tengkawang, termasukmengelola plot/areal konservasi genetiktengkawang
Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(19) Lembaga konservasi berusaha agar potensipopulasi tengkawang semakin meningkat dankeberlangsungan plot/areal konservasi danpemanfaatannya di masa mendatang tetapterjaga
Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(20) Pembentukan forum komunikasi yangmewadahi semua stakeholder pada tingkatpusat dan daerah untuk mendukung kegiatankonservasi tengkawang
Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana
45Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No Indikator
Titik Prioritas
Pemerintah Perguruan Tinggi,Lembaga Penelitian Masyarakat
LembagaMasyarakat,Perusahaan
C KEGIATAN KONSERVASI GENETIK(21) Penetapan dan Pengembangan konservasi in-situ sekaligus sebagai sumber benih Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaifasilitator danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(22) Pembangunan plot konservasi eks-situ, danpemanfataannya sebagai sumber benih dimasa mendatang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(23) Pembentukan Desa/kabupaten konservasigenetik tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana(24) Pemeliharaan dan evaluasi plot konservasigenetik tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana(25) Pembangunan plot pemanenan berbasiskonservasi genetik Utama sebagaifasilitator Utama sebagai fasili-tator dan pelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksanaD SOSIALISASI(26) Workshop tingkat nasional para penyusunkebijakan konservasi genetik tanaman Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana danevaluator Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(27) Workshop tingkat provinsi/kabupatendengan melibatkan lembaga masyarakat,perusahaan dan masyarakat Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana danevaluator Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(28) Sosialisasi tentang peraturan pemerintah danperaturan yang terkait kepada parapelaksana konservasi genetik tengkawang Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana danevaluator Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(29) Sosialisasi tentang peran penting konservasigenetik tengkawang terhadap kegiatankonservasi tengkawang secara keseluruhan Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana danevaluator Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima
46Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
No Indikator
Titik Prioritas
Pemerintah Perguruan Tinggi,Lembaga Penelitian Masyarakat
LembagaMasyarakat,Perusahaan
E PENYUSUNAN BUKU DAN DISEMINASI(30) Penyusunan manual pembangunan plotkonservasi eks-situ dan in-situ tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(31) Pembuatan buku saku mengenai Peraturan-peraturan yang berhubungan dengankonservasi genetik Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(32) Penyusunan metode pemanenan berbasiskonservasi genetik Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(33) Tersedianya guideline untuk pemantauan daninventarisasi populasi tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(34) Data sebaran potensi populasi tengka-wangter-update minimal 5 tahun sekali Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima danpemberi informasi Utama sebagaipenerima dan pemberiinformasi(35) Pembuatan website tentang konservasitengkawang yang memuat berbagai infor-masi tentang tengkawang, termasuk pera-turan, buku/manual dan hasil pertemuanUtama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima
F MONITORING DAN EVALUASI(36) Kegiatan budidaya, penanaman danpemanenan tengkawang dipantau untukmengetahui pengaruhnya terhadapkeragaman genetikUtama sebagaifasilitator danpenerima Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipemberi informasi Utama sebagaipemberi informasi
(37) Kegiatan pemeliharaan dan pengayaan plotkorservasi in-situ dan eks-situ dimonitor dandievaluasi Utama sebagaifasilitator danpenerima Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana danpemberi informasi Utama sebagaipelaksana dan pemberiinformasi
Makalah Tambahan
Prosiding Workshop
Strategi Nasional
Konservasi Genetik Jenis Shorea
Penghasil Tengkawang
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 47
Pontianak, 14 Mei 2014
AGROFORESTRI TENGKAWANG DALAM PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Sri Purwaningsih1 dan Abdurachman2 1)Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis
Jl. Raya Ciamis Banjar Km 4, Ds Pamalayan Ciamis Telp. (0265) 771352, Fax. (0265)
775866
2) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda
Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda ; Telp. (0541) 205364, Fax. (0541) 742298
Email: sripurwa1985@gmail. com
ABSTRAK
Tengkawang merupakan jenis Shorea dari famili Dipterocarpaceae yang bernilai ekonomi tinggi,
sehubungan dengan pemanfaatan hasil berupa buah dan batangnya dapat juga digunakan sebagai
kayu pertukangan. Jenis ini termasuk yang dilindungi, sementara itu keberadaannya di hutan alam
semakin sedikit. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan praktek pengelolaan tengkawang dalam
rangka menjaga keberadaannya. Agroforestri merupakan salah satu pengelolaan yang dapat
dilakukan dimana prakteknya dalam masyarakat berupa tembawang dan gupung yang merupakan
manifestasi dari kearifan lokal. Pengelolaan ini mendukung pembangunan berkelanjutan karena
mencakup nilai ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.
Kata Kunci: Tengkawang, Agroforestri, Berkelanjutan
I. PENDAHULUAN
Tengkawang merupakan salah
satu jenis famili Dipterocarpaceae yang
banyak terdapat di Hutan Alam
Kalimantan. Jenis ini dapat menghasilkan
kayu dan komoditi hasil hutan bukan
kayu (HHBK) berupa biji (Winarti, dkk.,
2004). Menurut Winarni, dkk., (2004)
jenis HHBK yang diperoleh berupa: biji.
Biji tengkawang (Borneo Illipe nut)
merupakan HHBK yang penting sebagai
bahan baku lemak nabati. Karena sifatnya
yang khas, lemak tengkawang berharga
lebih tinggi dibanding minyak nabati lain
seperti minyak kelapa, dan digunakan
sebagai bahan pengganti minyak coklat,
bahan lipstik, minyak makan dan bahan
obat-obatan.
Walaupun jenis ini dilindungi dari
kepunahan berdasarkan PP No.7/1999
dan dilarang ditebang menurut Kepmen
No.692/Kpts-II/1998. Tetapi, keberadaan
tengkawang di hutan alam sudah sangat
sedikit. Salah satu penyebabnya adalah
pembalakan liar yang semakin marak
serta eksploitasi oleh sebagian besar
pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu (IUPHHK) yang dilakukan
tanpa mengindahkan aspek kelestarian
jenis penghasil tengkawang (Heriyanto
dan Mindawati, 2008). Selain itu, tahun-
tahun belakangan ini kayu tengkawang
banyak yang ditebang karena harga
buahnya yang relatif rendah dan
permintaan pasar akan komoditi kayu
tengkawang yang meningkat seiring
dengan semakin habisnya kayu-kayu di
Kalimantan. Tengkawang dipungut dari
pohon yang tumbuh di hutan alam untuk
memenuhi ekspor ke luar negeri dengan
harga yang cukup menjanjikan sebagai
komoditi non migas. Saat ini jenis
tersebut sudah langka karena banyak
ditebang dan diperdagangkan kayunya
tetapi tidak diimbangi dengan upaya-
upaya penanaman agar lestarai.
Tingginya permintaan pasar akan buah
tengkawang dan menurunnya
ketersediaan pohon penghasil
tengkawang di hutan alam menuntut
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 48
Pontianak, 14 Mei 2014
perhatian kita untuk mengkonservasi
jenis pohon penghasil tengkawang.
Agroforestri tengkawang
merupakan salah satu alternatif
menjanjikan yang dapat dilakukan untuk
menjaga kelestarian tengkawang.
Sesungguhnya masyarakat mulai paham
arti pentingnya tengkawang bagi
kehidupan sehingga secara tidak
langsung telah melakukan praktek
agroforestri dalam penanamannya baik di
pekarangan maupun di kebun. Hal ini
merupakan bentuk kearifan lokal dari
masyarakat untuk menjaga keanekaragam
hayati khususnya tengkawang. Tulisan ini
bertujuan untuk mengenal keuntungan
praktek agroforestri tengkawang dalam
pembangunan berkelanjutan.
II. TENGKAWANG DAN
KEGUNAANNYA
Tengkawang merupakan jenis
kayu Shorea dari keluarga
Dipterocarpaceae. Banyak penamaan
untuk Tengkawang selain nama
ilmiahnya antara lain dalam bahasa
Inggris disebut Illipe nut atau Borneo
tallow nut. Dalam bahasa Dayak Iban
disebut Engkabang, bahasa Dayak
Kanayatn disebut Angkabatgn,, Dayak
Kenyah Kawang dan Kokawang. Di
Kalimantan ada puluhan jenis
tengkawang dan hingga saat ini ada 13
jenis tengkawang yang sudah ditetapkan
sebagai jenis kayu yang dilindungi di
Indonesia dari kepunahan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1999, di antaranya adalah Shorea
stenoptera (Tengkawang Tungkul) yang
buahnya relatif lebih besar dibandingkan
dengan jenis lain, Shorea pinanga
(Tengkawang Rambai) jenis tengkawang
ini buahnya tidak begitu besar, tetapi
mengandung minyak lebih banyak, selain
itu ada Shorea mecystopteryx
(Tengkawang Layar), Shorea semiris
(Tengkawang Terendak), Shorea
beccariana (Tengkawang Tengkal),
Shorea micrantha (Tengkabang
Bungkus), Shorea singkawang
(Sengkawang Pinang) dan jenis lain-
lainnya (Heri, 2013).
Pohon tengkawang adalah
tanaman hutan yang baru akan berbuah
pada usia 8-9 tahun dengan masa panen
raya 3-5 tahun sekali. Setiap tahun
umumnya akan ada panen tengkawang di
Kalimantan Barat, hanya biasanya lokasi
yang pada tahun sebelumnya pernah
panen raya, kemungkinan besar pada
tahun berikutnya akan tidak panen raya,
melainkan lokasi lain. Biasanya kalau
jumlah buah tidak begitu banyak yang
jatuh pada musimnya, masyarakat enggan
untuk mengambil, dibiarkan begitu saja
jatuh ditanah, karena tidak memadai
untuk di jual. Dengan demikian biasanya
binatang liar di hutan terutama babi yang
mencari dan memakannya, saat ini
biasanya babi hutan terlihat lebih gemuk
(Heri, 2013).
Pohon tengkawang ini biasanya
berbunga pada bulan Agustus- Oktober
dan baru akan matang dan jatuh pada
bulan Januari- Maret. Setiap pohon dapat
menghasilkan 250-400 kg buah
tengkawang atau sekitar 600 kg perhektar
buah yang belum diproses. Buah
tengkawang berbiji tunggal. Jika tidak
dipungut, buah tengkawang yang jatuh ke
tanah lembab akan segera berkecambah
dalam 2-3 hari. Buah tengkawang ini
lekas tumbuh karena tidak memiliki masa
dormansi. Pada waktu biji berkecambah,
kandungan minyak pada biji menurun
dengan cepat. Oleh karena itu buah
tengkawang harus dikumpulkan secepat
mungkin setelah jatuh (Heri, 2013).
Pemanfaatan tengkawang dapat
dirasakan langsung oleh masyarakat yang
diperoleh dari buah (biji) Tengkawang.
Selama ini, ketika musim buah tiba
masyarakat terutama di Kalimantan Barat
menjual biji atau buah tengkawang yang
sudah dibuang kulit luarnya dengan cara
mengasapkannya atau di “salai” terlebih
dahulu hingga kulitnya mudah
dilepaskan, kemudian baru dijemur. Sete-
lah cukup kering, biji-biji tersebut dijual
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 49
Pontianak, 14 Mei 2014
dan diangkut ke kota untuk proses
selanjutnya. Secara tradisional, biji
Tengkawang memberi manfaat sebagai
penyedap masakan, ramuan obat-obatan,
dan minyak goring (ITTO, 2011).
Sementara itu dalam bidang
industri, biji tengkawang merupakan
salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) yang penting sebagai bahan
baku lemak nabati. Karena sifatnya yang
khas, lemak tengkawang berharga lebih
tinggi dibanding minyak nabati lain
seperti minyak kelapa, Pemanfaatan
lemak tengkawang sebagian besar hanya
dalam industri coklat, yang ditujukan
untuk meningkatkan titik leleh lemak
coklat terutama lemak coklat yang
berasal dari Amerika Latin. Minyak
tengkawang dalam industri makanan
dikenal dengan nama cacao butter
substitute, yang digunakan sebagai
pengganti minyak coklat. Pada industri
farmasi dan kosmetika dikenal dengan
nama oleum shorea yang dapat
digunakan sebagai bahan baku kosmetik
dan obat-obatan. Minyak tengkawang
juga cocok digunakan pada industri
margarine, coklat, sabun, lipstik dan
obat-obatan; karena memiliki
keistimewaan, yaitu titik lelehnya yang
tinggi berkisar antara 34 – 39 °C. Selain
untuk pangan, prospek yang baik dari
minyak tengkawang yang dikenal dengan
nama vegetable thallow atau illip nut,
dapat dipakai sebagai minyak pelumas
mesin, pembuatan sabun, peti kemas,
harde kernseep, bahan baku pembuatan
lilin, stearine, dan palmitat. Nilai gizi
yang tinggi serta sifat titik cairnya yang
juga tinggi bukan saja cocok sebagai
pengganti minyak cokelat, tetapi juga
sebagai penambah campuran minyak
coklat agar mutunya menjadi lebih baik
dan tahan disimpan pada suhu panas
(Departemen Pertanian, 1990 dalam
Winarni, dkk., 2004). Ekstrak lemak
tengkawang memberi nilai tambah yang
sangat tinggi yaitu mencapai 200%.
Setiap tahun harga minyak tengkawang
selalu meningkat, pada tahun 1994
bernilai US$ 1,85 per kg dan pada tahun
1998 bernilai US$ 2,87 per kg. Sejak
tahun 1996 tidak tercatat ekspor biji
tengkawang, kemungkinan besar terserap
habis untuk memproduksi lemak
tengkawang (Sumadiwangsa, 2001 dalam
Winarni, dkk., 2004).
III. AGROFORESTRI
TENGKAWANG DALAM
PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Pembangunan berkelanjutan
adalah pembangunan yang dapat
memenuhi kebutuhan kita saat ini tanpa
menghilangkan kemampuan generasi
yang akan dating untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Pembangunan
berkelanjutan dapat dicapai apabila
memenuhi tiga syarat yaitu terlanjutkan
secara ekologi, ekonomi, dan social
budaya (Asdak, 2012). Secara ekologi,
hidup selaras dan tidak “melawan”
hukum lingkungan. Secara ekonomi,
menghasilkan komoditi yang bernilai
ekonomis. Secara sosial dan budaya,
adanya partisipasi masyarakat dan
terjaganya nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat.
Agroforestri merupakan gabungan
ilmu kehutanan dengan agronomi, yang
memadukan usaha kehutanan dengan
pembangunan pedesaan untuk
menciptakan keselarasan antara
intensifikasi pertanian dan pelestarian
hutan (Hairiah dkk, 2002). Agroforestri
dipandang sebagai salah satu bentuk
pengelolaan yang berkelanjutan karena
memiliki keunggulan dalam hal
produktivitas, diversitas, kemandirian dan
stabilitas (Hairiah dkk., 2003). Pada
prakteknya agroforestri terdiri atas dua
atau lebih tanaman yang tumbuh
bersama-sama atau bergiliran pada lahan
yang sama. Pemilihan jenis tanaman
hendaknya mempertimbangkan aspek
teknis dan non teknis sehingga tujuan
dari agroforestri tercapai dengan baik
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 50
Pontianak, 14 Mei 2014
Pada prinsipnya pemilihan jenis
untuk agroforestri mengkombinasikan
jenis tanaman daur pendek, menengah,
dan panjang. Pemilihan jenis mempunyai
andil yang cukup besar dalam
keberhasilan produksi pola tanam,
sehingga pemilihan jenis setidaknya
memenuhi criteria aspek ekologi dan
sosial ekonomi. Dasar pemilihan jenis
secara umum seperti yang dikemukan
oleh F/Fred Winrock International (1992)
dalam Mile (2007) dapat dijadikan salah
satu acuan. Pemilihan jenis ini
memperhatikan unsur – unsur sebagai
berikut :
a. Mudah beradaptasi terhadap kondisi
tanah dan iklim yang ada
b. Tahan terhadap hama dan penyakit
c. Sedikit biaya dan waktu untuk
pengolahan
d. Tahan terhadap kekeringan dan
tekanan iklim lainnya
e. Toleran terhadap perlakuan
pemangkasan dan trubusan
f. Memiliki pertumbuhan awal yang
cepat
g. Mempunyai percabangan rendah
yang dapat dengan mudah dipotong
dengan peralatan sederhana dan
mudah diangkut
h. Mempunyai kadar air kayu yang
rendah sehingga mudah dikeringkan
i. Mempunyai karakteristik akar yang
baik
Tengkawang merupakan salah satu
jenis alternatif yang dikembangan dalam
agroforestri. Pohon tengkawang ini bisa
hidup berdampingan dengan tanaman
jenis lain, sehingga dengan demikian
tanaman hutan ini dapat dijadikan
tanaman yang bisa mempertahankan
keberadaan hutan yang mendukung
model pengelolaan agro-forest dan
terlebih lagi bisa menghasilkan minyak
nabati organik atau green butter yang
dapat menyehatkan masyarakat.
Praktek pengembangan
tengkawang secara agroforestri
diterapkan oleh masyarakat di areal bekas
kampung (Tembawang) dan bekas ladang
(Gupung). Tembawang adalah sistem
penggunaan lahan oleh masyarakat lokal
Kalimantan Barat dan merupakan suatu
ekosistem unik dengan nilai-nilai yang
sangat tinggi. Dalam pengelolaannya,
masyarakat membagi sistem Tembawang
menjadi : (i) Tembawang umum/
komunal, yang dapat diman-faatkan
secara bersama-sama oleh penduduk
dalam satu desa atau lebih; (ii)
Tembawang khusus/individual,
merupakan warisan turun temurun atau
yang disebut pula sebagai Gupung.
Gupung ini ada yang dianggap sebagai
tempat keramat (religius) bagi
masyarakat lokal dan merupakan suatu
kebanggaan bagi garis keturunan tertentu
(ITTO, 2011).
Tembawang sebagai manifestasi
dari agroforestri lokal merupakan salah
satu praktek pengelolaan lahan yang
mendukung pembangunan berkelanjutan.
Pengelolaan ini tidak hanya
menguntungkan dipandang dari aspek
ekonomi, tetapi juga mampu menjaga
nilai-nilai ekologi dan sosial budaya.
Nilai sosial budaya yang luhur yaitu
memikirkan kebutuhan generasi yang
akan datang, sementara pemanfaatan
mengandung nilai ekonomi. Nilai-nilai
sosial budaya dan ekonomi yang
terintegrasi menciptakan suatu nilai
ekologi. Agroforestri tembawang
merupakan sistem pengelolaan lahan
yang memiliki tiga komponen tersebut,
bukan hanya sekedar sistem agroforestri
yang memiliki berbagai jenis tumbuhan
yang membentuk lapisan-lapisan tajuk,
tetapi juga mengandung nilai-nilai yang
sangat luhur (Soeharto, 2010).
Nilai Ekologi. Agroforestri
tembawang sudah terbukti memiliki nilai
ekologi yang tinggi. Berbagai jenis
tumbuhan yang ada di dalamnya
menyediakan jasa ekosistem, berupa: (1)
pemenuhan kebutuhan dasar kehidupan,
misalnya sumber bahan makanan dan
obat-obatan; (2) sebagai jasa pengatur
sistem, misalnya penyedia air; (3) sebagai
jasa dalam budaya, misalnya perekat
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 51
Pontianak, 14 Mei 2014
hubungan kekerabatan dan (4) sebagai
pendukung kehidupan misalnya menjaga
tingkat kesuburan tanah. Di dalam
agroforestri tembawang tumbuh berbagai
jenis tumbuhan penghasil pangan seperti
buah-buahan, penghasil karbohidrat dan
tumbuhan obat. Berbagai jenis tumbuhan
dengan tajuk berlapis-lapis mampu
memberikan perlindungan terhadap
kesuburan tanah, baik melalui masukan
bahan organik yang berasal dari seresah
yang jatuh, maupun dari kemampuan
menahan terpaan air hujan yang dapat
merusak struktur tanah. Hal ini
menunjukkan agroforestri tembawang
mampu memberikan jasa pendukung
sistem kehidupan yang berpengaruh
positif terhadap system tata air yang ada
di dalamnya. Struktur kanopi yang
menyerupai hutan memungkinkan
berbagai jenis satwa datang ke sistem ini,
baik untuk mencari makan maupun
bertempat tinggal. Dinamika pergerakan
satwa dan cara mencari makannya secara
tidak langsung dapat membantu
penyerbukan dan pemencaran biji yang
pada akhirnya berperan dalam pengaturan
sistem regenerasi tumbuhan. Pepohonan
pada sistem tembawang yang mencapai
umur puluhan tahun berpotensi besar
dalam menyerap karbondioksida dari
udara sehingga memiliki peranan dalam
pengaturan iklim makro, namun terutama
terhadap iklim mikro di sekitarnya
(Soeharto, 2010).
Nilai Ekonomi. Pembangunan
agroforestri tembawang tidak
memerlukan tenaga kerja dan modal yang
besar, demikian pula untuk
pengelolaannya. Agroforestri tembawang
dikelola secara minimal, tidak ada
pembersihan gulma, pemupukan apalagi
pengendalian hama penyakit.
Pembabatan tumbuhan yang tidak
berguna hanya dilakukan saat akan panen
untuk mempermudah pemanenan. Hasil
dari agroforestri tembawang multi
produk. Biji tengkawang yang merupakan
maskot daerah Kalimantan Barat sudah
sejak ratusan tahun yang lalu
dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor,
bahkan sebelum perang dunia kedua
ekspor biji tengkawang pernah mencapai
3.600 ton setahun (Departemen
Kehutanan, 1986 dalam Winarni, dkk.,
2004). Komoditi biji tengkawang dijual
dalam bentuk bahan mentah yang hampir
keseluruhannya untuk ekspor dan hasil
olahannya diimpor kembali oleh
Indonesia dalam bentuk bahan jadi dan
bahan setengah jadi untuk industri.
Dalam dunia perdagangan, minyak
tengkawang dikenal dengan nama green
butter, karena mirip mentega yang
berwarna hijau atau disebut juga Borneo
tallow (minyak dari Kalimantan),
sementara bahasa perdagangan yang
lebih sering dipergunakan adalah
tengkawang oil (BPS, 1999 dalam
Winarni, dkk., 2004). Beberapa hasil dari
sistem agroforestri tembawang seperti
lateks (getah tanaman karet), biji
tengkawang, getah perca dari jenis
nyatuh dan getah jelutung merupakan
produkekspor. Sementara itu, hasil buah-
buahan seperti durian, nangka, mangga,
cempedak, duku, rambutan, langsat,
rotan, gula merah, ijuk dan lain-lain
mereka jual ke pasar dan hasil
penjualannya digunakan untuk membeli
kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian
kebutuhan sehari-hari masyarakat Dayak
hampir seluruhnya dapat dipenuhi dari
hasil produksi dalam sistem agoforestri
tembawang (Soeharto, 2010).
Nilai Sosial Budaya. Pengelolaan
agroforest tembawang yang diatur
kepemilikan dan pemanfaatannya
berdasarkan kelompok-kelompok
masyarakat, mulai dari pemanfaatan
pribadi, keluarga inti, keluarga besar
hingga ke tingkat desa mengandung nilai-
nilai sosial budaya yang sangat tinggi.
Kepatuhan antar anggota masyarakatnya
merupakan manifestasi dari rasa
tanggung jawabnya terhadap aturan.
Demikian pula, dengan perijinan
penebangan pohon yang hanya
diperbolehkan bilamana ada ijin dari
seluruh anggota keluarga besar. Aturan-
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 52
Pontianak, 14 Mei 2014
aturan ini sudah menjadi pembatas dari
kerusakan dan kepunahan akibat
pemanfaatan dan penebangan pohon yang
tanpa memperhatikan kemampuan
regenerasi dari pohon tersebut.
Agroforest tembawang yang dimiliki dari
satu generasi ke generasi berikutnya
hingga mencapai lima atau enam generasi
yang mengandung nilai keberlanjutan
bagi generasinya. Penanaman dan
pemeliharaan pohon berumur panjang
seperti tengkawang, jelutung, nyatoh dan
kemenyan merupakan pemikiran jauh ke
depan, artinya tidak hanya berfikir untuk
dirinya tetapi juga memikirkan generasi
berikutnya. Agroforest tembawang juga
merupakan sistem yang telah
dikembangkan sejak ratusan tahun lalu,
sehingga merupakan bagian dari tradisi,
kebudayaan dan kebiasaan masyarakat
Dayak (Soeharto, 2010).
IV. PENUTUP
Tengkawang merupakan salah
satu hasil hutan non kayu yang banyak
dimanfaatkan masyarakat lokal di
Kalimantan yang semakin langka
keberadaanya. Pengembangan secara
agroforestri merupakan salah satu cara
untuk menjaga kelestariannya karena
dinilai menguntungkan baik secara
ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.
Tembawang dan gupung merupakan
praktek agroforertri yang dikembangkan
masyarakat sebagai manifestasi dari
kearifan lokal yang dianutnya. Praktek
pengembangan ini merupakan salah satu
kegiatan yang mendukung pembangunan
berkelanjutan karena mampu mencakup
nilai ekonomi, ekologi, dan sosial
budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak. 2012. Kajian Lingkungan Hidup
Strategis: Jalan Menuju
Pembangunan Berkelanjutan. UGM
Press. Yogyakarta.
Hairiah, K; Widianto; S Rahayu; B. Lusiana.
2002. Wanulcas : Model Simulasi
Untuk Sistem Agroforestri. Bogor :
ICRAF.
Heri. V. 2013. Tengkawang dari Kalimantan
Barat. Suara Bekakak edisi 1.
Diakses dari www.riakbumi.or.id
[02/06/14]
Heriyanto, N. M & N. Mindawati. 2008.
Konservasi Jenis Tengkawang
(Shorea spp) pada Kelompok Hutan
Sungai Jelai-Sungai Delai-Sungai
Seruyan Hulu di Provinsi Kalimantan
Barat. Info Hutan Vol. V No. 3 : 281-
287.
ITTO. 2011. Potensi Tengkawang di Lahan
Masyarakat Lokal Kalimantan Barat.
Brief Info No. 4 November 2011.
Diakses dari http://forda-mof.org
[02/06/14]
Keputusan Menteri Kehutanan Dan
Perkebunan Nomor : 692/Kpts-
Ii/1998 Tentang Perubahan
Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 58/Kpts-Ii/1996 Tentang
Perubahan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor
54/Kpts/Um/2/1972 Jo Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor
261/Kpts-Iv/1990 Tentang Pohon-
Pohon Di Dalam Kawasan Hutan
Yang Dilindungi.
Mile, MY. 2007. Prinsip – prinsip Dasar
dalam Pemilihan Jenis, Pola Tanam,
dan Teknik Produksi Agribisnis
Hutan Rakyat. Info Teknis Vol. 5
No. 2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1999 Tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan
Satwa.
Soeharto, B. 2010. Tengbawang: Bukan
Sekedar Sistem Agroforestri. Diakses
dari
http://outputs.worldagroforestry.org/r
ecord/5477/files/MA10365.PDF
[02/06/14]
Winarni, I; S. Sumadiwangsa; & D.
Setyawan. 2004. Pengaruh Tempat
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 53
Pontianak, 14 Mei 2014
Tumbuh, Jenis dan Diameter Batang
terhadap Produktivitas Pohon
Penghasil Biji Tengkawang. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan Vol. 22 No. 1,
Juni 2004 : Hal 23-33
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 54
Pontianak, 14 Mei 2014
ASOSIASI JENIS POHON TENGKAWANG DI HUTAN PENELITIAN
LABANAN, KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR
Amiril Saridan
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298
Email: [email protected]
ABSTRAK
Tengkawang tumbuh dengan baik di hutan tropis yang dikenal sebagai penghasil buah dan lemak
tengkawang yang merupakan jenis pohon yang dilindungi keberadaannya, untuk kepentingan
masyarakat di sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi jenis tengkawang
di Hutan Penelitian Labanan. Dalam penelitian ini digunakan plot berukuran 100 m x 100 m (1 ha)
yang dibagi dalam 25 sub-plot berukuran 20 x 20 m. Hasil analisis jenis pohon tercatat sebanyak
123 jenis/ha dengan kerapatan pohon sebanyak 537 batang/ha dan untuk dipterokarpa terdapat 24
jenis/ha dengan kerapatan 167 batang/ha, sedangkan jenis tengkawang tercatat sebanyak 3 jenis
meliputi Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton, S.pinanga Scheff. dan S.seminis Sym.. Jenis
yang dominan antara lain: Dipterocarpus tempehes V. Sl. (NPJ = 23.68%), Mallotus muticus
(Muell.Arg.) Airy Shaw (NPJ =14.61%), Shorea smithiana Sym. (NPJ = 12.39%),
Elateriospermum tapos Blume (NPJ =11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%) dan Shorea
macrophylla (de Vriese) Ashton (NPJ = 8.62%). Dari perhitungan pasangan jenis pohon
tengkawang dengan 7 jenis pohon dominan menunjukkan bahwa tidak satupun pasangan jenis yang
berasosiasi bersifat nyata, hal ini ditunjukkan dari hasil uji Chi-square hitung < Chi-squre tabel
pada taraf uji 1% maupun 5%, yang mengindikasikan bahwa pasangan jenis pohon tengkawang
dengan jenis dominan memiliki kecenderungan untuk hidup bersama lebih kecil, dibandingkan
dengan pasangan jenis yang tidak memiliki kecenderungan untuk hidup secara bersama.
Kata kunci: Asosiasi, tengkawang, nilai penting, jenis
I. PENDAHULUAN
Hutan tropis kaya akan berbagai
jenis flora terutama jenis dipterokarpa
yang merupakan penyusun utama tegakan
dalam hutan. Hutan dipterokarpa
merupakan tipe hutan hujan yang sangat
penting (Ediriweera, et al, 2008). Salah
satu jenis yang terpenting adalah
tengkawang yang banyak tumbuh di
hutan tropis di Indonesia dan
dipertahankan untuk tidak ditebang, hal
ini disebabkan pohon tengkawang
merupakan pohon penghasil buah yang
dapat digunakan untuk bahan komestik,
obat-obatan dan sumber nabati yang
bernilai tinggi bagi kehidupan
masyarakat di sekitar hutan. Yusliansyah
et al. (2007), menyebutkan buah
tengkawang dapat diproses untuk diambil
minyaknya digunakan sebagai bahan
pengolahan makanan (coklat), kosmetik,
sabun dan lilin. Beberapa jenis
tengkawang di Indonesia dilindungi
keberadaannya seperti yang tercantum
dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun
1999 yang meliputi S. gyberstiana, S.
Pinanga Scheff., S. compressa, S.
Seminis Sym, S. martiniana, S.
Mecistopteryx Ridl., S. Beccariana
Burck, S. micrantha, S. Palembanica
Miq., S. lepidota dan S. singkawang.
Tengkawang untuk hidupnya perlu
adanya keterkaitan dan interaksi dengan
jenis lainnya yang merupakan satu
kesatuan dalam ekosistem hutan.
Bunyavejchewin, et al (2003)
menyebutkan distribusi spasial dalam
hutan merupakan salah satu petunjuk
eksistensi satu jenis terhadap jenis
lainnya hingga terbentuk suatu asosiasi.
Asosiasi adalah suatu tipe komunitas
yang khas, ditemukan dengan kondisi
yang sama dan berulang dibeberapa
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 55
Pontianak, 14 Mei 2014
lokasi. Asosiasi dicirikan dengan adanya
komposisi floristik yang mirip, memiliki
fisiognomi yang seragam dan sebarannya
memiliki habitat yang khas (Mueller-
Dombois dan Ellenberg, 1974; Barbour et
al., 1999). Asosiasi terbagi menjadi
asosiasi positif dan asosiasi negatif.
Asosiasi positif terjadi apabila suatu jenis
pohon hadir secara bersamaan dengan
jenis pohon lainnya dan tidak akan
terbentuk tanpa adanya jenis pohon
lainnya tersebut, sedangkan asosiasi
negatif terjadi apabila suatu jenis pohon
tidak hadir secara bersamaan
(McNaughton dan Wolf, 1992).
Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai asosiasi
jenis pohon tengkawang dan jenis lain di
hutan Penelitian Labanan Kabupaten
Berau, Kalimantan Timur.
II. METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
hutan penelitan Labanan, berdasarkan SK
Menhut Nomor 121/Menhut-II/2007
mempunyai luas kawasan sebesar 7900
hektar yang terletak di Desa Labanan,
Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten
Berau, Propinsi Kalimantan Timur. Tipe
hutan penelitian Labanan adalah hutan
campuran dipterokarpa dataran rendah,
karena sebagian besar banyak didominasi
oleh jenis–jenis dari suku dipterokarpa
dan sedikitnya terdapat 76 jenis
dipterokarpa di areal ini.
B. Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang diperlukan
adalah semua jenis pohon yang
mempunyai ukuran diameter 10 cm dan
keatas, termasuk jenis pohon
tengkawang. Sedangkan peralatan yang
digunakan meliputi phiband, kompas,
pita ukur, cat, kuas, tally sheet dan
parang.
C. Prosedur Kerja Untuk mengetahui asosiasi jenis
pohon tengkawang dilakukan pembuatan
plot berukuran 100 m x 100 m (1 ha).
Dari plot tersebut dibuat jalur sebanyak 5
jalur penelitian yang berukuran 20 x 100
m (0.2 ha), kemudian dibuat sub-plot
sebanyak 25 buah yang berukuran 20 x
20 m (0.04 ha). Pengamatan dilakukan
terhadap semua jenis pohon yang terdapat
dalam sub-plot penelitian yang
berdiameter ≥ 10 cm. Data yang
dikumpulkan meliputi semua individu
pohon yang berdiameter ≥10 cm dan
keatas yang meliputi nomor pohon, nama
jenis dan diameter pohon setinggi dada.
D. Analisis data
Analisis data dilakukan
menggunakan program Microsoft Excel
2007 yang meliputi:
1. Nilai Penting Jenis (NPJ) dengan
menggunakan rumus menurut
Mueller-Dombois dan Ellenberg
(1974) yaitu:
NPJ (%) = KR + DoR + FR
KR (%) = Jumlah individu suatu jenis dalam plot
X 100 Jumlah individu seluruh jenis dalam plot
FR (%) = Jumlah kehadiran suatu jenis dalam plot
X 100 Jumlah kehadiran seluruh jenis dalam plot
DoR (%) = Jumlah Luas Bidang Dasar suatu jenis
X 100 Jumlah Luas Bidang Dasar seluruh jenis
Keterangan :
KR= Kerapatan Relatif
FR= Frekuensi Relatif
DoR= Dominasi Relatif
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 56
Pontianak, 14 Mei 2014
2. Assosiasi Jenis
Asosiasi jenis pohon tengkawang
dengan jenis dominan dilakukan dengan
menggunakan tabel kontingensi 2x2
(Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974)
sebagai berikut:
Tabel 1. Bentuk tabel kontingensi asosiasi jenis
Jenis A
Jenis B
Ada
Tidak ada
Jumlah
Ada a b a + b
Tidak ada c d c + d
Jumlah a + c b + d N = a + b + c + d
Keterangan :
a = Jumlah petak yang mengandung jenis A dan jenis B
b = Jumlah petak yang mengandung jenis A saja, jenis B tidak
c = Jumlah petak yang mengandung jenis B saja, jenis A tidak
d = Jumlah petak yang tidak mengandung jenis A dan jenis B
N = Jumlah semua petak
Untuk mengetahui adanya
kecenderungan berasosiasi atau tidak,
digunakan Chi-square Test dengan
formulasi sebagai berikut:
X2 = (ad – bc)2 x N .
(a+b) (c+d) (a+c) (b+d)
Nilai Chi-square hitung, kemudian
dibandingkan dengan nilai Chi-square
tabel pada taraf uji 1% dan 5%, masing-
masing dengan nilai 6,63 dan 3,84.
Apabila nilai Chi-square hitung > nilai
Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat
nyata. Apabila nilai Chi-square hitung <
nilai Chi-square tabel, maka asosiasi
bersifat tidak nyata. Selanjutnya untuk
mengetahui tingkat atau kekuatan
asosiasi, maka dihitung koefisien asosiasi
(C) menggunakan rumus sebagai berikut:
1. Bila ad ≥ bc, maka C = ad – bc
(a+b) (b+d)
2. Bila bc > ad dan d > a, maka C = ad – bc
(a+b) (b+c)
3. Bila bc > ad dan a > c, maka C = ad – bc
(a+d) (c+d)
Nilai positif atau negatif dari hasil
perhitungan menunjukkan asosiasi positif
atau negatif antara pasangan jenis.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kerapatan dan Nilai Penting Jenis
Berdasarkan hasil analisis data
vegetasi yang telah dilakukan terdapat
sebanyak 123 jenis/ha dengan kerapatan
jenis mencapai 537 batang/ha. dengan
jumlah bidang dasar 30.58 m2/ha. Untuk
jenis dipterokarpa terdapat sebanyak 24
jenis/ha yang terdiri dari 5 marga yaitu
Dipterocarpus (3 jenis), Hopea (1 jenis),
Parashorea (2 jenis), Shorea (15 jenis)
dan Vatica (3 jenis), sedangkan untuk
jenis tengkawang terdapat 3 jenis
meliputi Shorea macrophylla, S.pinanga
dan S.seminis. Di areal ini masih banyak
ditemukan jenis-jenis dipterokarpa yang
merupakan penyusun utama tegakan
hutan dipterokarpa. Purwaningsih (2004)
yang menyebutkan sebagian besar hutan
primer yang masih tersisa di wilayah
Kalimantan vegetasinya masih banyak
didominasi oleh suku dipterokarpa,
sehingga sering disebutnya sebagai Hutan
dipterokarpa. Apannah dan Turnbull
(1998) menyebutkan bahwa Kalimantan
dan Sumatera merupakan pusat
pertumbuhan dipterokarpa di hutan
tropika basah. Dari 123 jenis pohon yang
terdapat areal penelitian tersebut jenis
yang mendominasi areal penelitian
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 57
Pontianak, 14 Mei 2014
adalah Dipterocarpus tempehes (NPJ =
23.68%), Mallotus muticus (NPJ
=14.61%), Shorea smithiana (NPJ =
12.39%), Elateriospermum tapos (NPJ
=11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%),
Shorea parvifolia (NPJ = 8.91% dan
Shorea macrophylla (NPJ = 8.62%)
seperti tertera pada Tabel 1. Pratiwi dan
Garsetiasih (2007) menyebutkan bahwa
secara ekologis nilai vegetasi ditentukan
oleh fungsi species dominan yang
merupakan hasil interaksi dari
komponen-komponen yang ada dalam
ekosistem tersebut. Species dominan
merupakan species yang mempunyai nilai
tertinggi di dalam ekosistem yang
bersangkutan, sehingga jenis-jenis
tersebut dapat mempengaruhi kestabilan
di dalam ekosistem. Jenis yang dominan
merupakan jenis yang mampu menguasai
tempat tumbuh dan mengembangkan diri
sesuai kondisi lingkungannya yang secara
keseluruhan atau sebagian besar berada
pada tingkat yang paling atas dari semua
jenis yang berada dalam suatu komunitas
vegetasi.
Tabel 1. 7 (tujuh) jenis pohon yang mempunyai nilai penting terbesar di Hutan Penelitian
Labanan, Kalimantan Timur.
Nomor
Jenis Nilai Penting
(%)
1 Dipterocarpus tempehes V. Sl. 23.68
2 Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw 14.61
3 Shorea smithiana Sym. 12.39
4 Elateriospermum tapos Blume 11.53
5 Syzygium sp 10.72
6 Shorea parvifolia Dyer 8.91
7 Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton 8.62
B. Asosiasi Jenis
Hasil perhitungan asosiasi jenis
tengkawang dengan 7 jenis pohon
dominan yang memiliki nilai penting
jenis 8 % dan keatas (Tabel 1),
menunjukkan bahwa nilai Chi-square
hitung lebih kecil dibandingkan nilai Chi-
square tabel baik pada taraf uji 1% dan
5%, hal ini mengindikasikan bahwa tidak
ada korelasi yang nyata atau asosiasi
bersifat tidak nyata antara 7 jenis pohon
dominan tersebut dengan jenis
tengkawang. Apabila dilihat dari hasil
perhitungan koefisien asosiasi (C) yang
digunakan sebagai parameter untuk
mengetahui tingkat atau kekuatan
asosiasi, nilai koefisien asosiasinya ada
yang besifat positif dan negatif seperti
tertera pada Tabel 2. Terdapat 9 jenis
pohon yang memiliki nilai koefisien
asosiasi (C) yang positif yaitu: Shorea
macrophylla dengan Syzygium sp
(C=0.31), Shorea macrophylla dengan
Mallotus muticus (C=0.61), Shorea
macrophylla dengan Dipterocarpus
tempehes (C=1.00), Shorea pinanga
dengan Shorea parvifolia (C=0.17),
Shorea pinanga dengan Elateriospermum
tapos (C=0.28) Shorea pinanga dengan
Mallotus muticus (C=1.00), Shorea
pinanga dengan Dipterocarpus tempehes
(C=1.00), Shorea seminis dengan
Syzygium sp (C=0.85) dan Shorea
seminis dengan Mallotus muticus
(C=0.10). Sedangkan yang mempunyai
nilai negative antara lain: Shorea
macrophylla dengan Shorea parvifolia
(C=-0.25), Shorea macrophylla dengan
Elateriospermum tapos (C=-0.04),
Shorea macrophylla dengan Shorea
smithiana (-0.19), Shorea pinanga
dengan Syzygium sp (C=-1.78), Shorea
pinanga dengan Shorea smithiana (C=-
0.19) dan Shorea seminis dengan Shorea
parvifolia (C=-0.41). Adanya nilai
koofisien asosiasi (C) positif,
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 58
Pontianak, 14 Mei 2014
mengindikasikan bahwa walaupun tidak
ada hubungan yang nyata antara ke-7
jenis pohon dominan tersebut dengan
jenis tengkawang, tetapi mereka masih
bisa hidup secara bersama-sama dan tidak
saling mengganggu satu sama lainnya
dan secara tidak langsung jenis tersebut
mempunyai hubungan baik atau
ketergantungan antara satu dengan jenis
yang lainnya. Barbour et al. (1999)
menyebutkan bahwa apabila jenis
berasosiasi secara positif, maka akan
menghasilkan hubungan spasial positif
terhadap pasangannya. Jika pasangan
didapatkan dalam sampling, maka
kemungkinan besar akan ditemukan
pasangan lainnya tumbuh di dekatnya.
Sedangkan yang mempunyai nilai
koefisien assosiasi negatif, berarti bahwa
pasangan jenis tersebut tidak
menunjukkan adanya toleransi untuk
hidup bersama pada area yang sama atau
tidak ada hubungan timbal balik yang
saling menguntungkan, khususnya dalam
pembagian ruang hidup. Fajri dan
Saridan (2012), menyebutkan bahwa
assosiasi negatif berarti secara tidak
langsung beberapa jenis mempunyai
kecenderungan untuk meniadakan atau
mengeluarkan yang lainnya atau juga
berarti dua jenis mempunyai pengaruh
atau reaksi yang berbeda dalam
lingkungannya.
Tabel 2. Asosiasi jenis pohon tengkawang dengan jenis pohon dominan di Hutan
Penelitian Labanan, Berau, Kalimantan Timur
Jenis X2t (1%) X2t
(5%) X2t
Tipe C
asosiasi
Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Shorea
parvifolia Dyer
6,63
3,84 1.10
negative - 0.25
Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan
Syzygium sp
6,63 3,84 0.62 positif +
0.31
Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan
Elateriospermum tapos Blume
6,63 3,84 0.62 negative - 0.04
Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Shorea
smithiana Sym.
6,63 3,84 2.24 negative
-0.19
Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan
Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw
6,63 3,84 2.06 positif +
0.61
Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan
Dipterocarpus tempehes V. Sl.
6,63 3,84 2.94 positif +
1.00
Shorea pinanga Scheff dengan Shorea parvifolia Dyer 6,63 3,84 0.09 positif +
0.17
Shorea pinanga Scheff dengan Syzygium sp 6,63 3,84 3.86 negatif -1.78
Shorea pinanga Scheff dengan Elateriospermum tapos
Blume
6,63 3,84 0.22 positif +
0.28
Shorea pinanga Scheff dengan Shorea smithiana Sym. 6,63 3,84 0.41 negative - 0.19
Shorea pinanga Scheff dengan Mallotus muticus
(Muell.Arg.) Airy Shaw
6,63 3,84 1.02 Positif +1.00
Shorea pinanga Scheff dengan Dipterocarpus
tempehes V. Sl.
6,63 3,84 0.54 positif +
1.00
Shorea seminis Sloot. dengan Shorea parvifolia Dyer 6,63 3,84 0.06 negative -0.41
Shorea seminis Sloot. dengan Syzygium sp 6,63 3,84 1.39 positif +
0.85
Shorea seminis Sloot. dengan Elateriospermum tapos
Blume
6,63 3,84 0.49 negative -0.39
Shorea seminis Sloot. dengan Shorea smithiana Sym. 6,63 3,84 0.65 negative - 0.19
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 59
Pontianak, 14 Mei 2014
Shorea seminis Sloot. dengan Mallotus muticus
(Muell.Arg.) Airy Shaw
6,63 3,84 0.02 positif +
0.10
Shorea seminis Sloot. dengan Dipterocarpus tempehes
V. Sl.
6,63 3,84 0.38 negative -0.67
Keterangan: + asosiasi positif, - asosiasi negatif
* Berbeda nyata pada taraf uji 1%
** Berbeda nyata pada taraf uji 5%
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut dapat
ditarik beberapa kesimpulan bahwa : di
areal penelitian terdapat sebanyak 124
jenis pohon per hektar dengan kerapatan
537 batang/ha dengan jumlah bidang
dasar sebesar 30.58 m2/ha. Untuk jenis
dipterokarpa terdapat sebanyak 23
jenis/ha, sedangkan untuk jenis
tengkawang terdapat 3 jenis meliputi
Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton,
S.pinanga Scheff dan S.seminis Sloot..
Jenis yang mendominasi areal penelitian
adalah Dipterocarpus tempehes V.Sl.
(NPJ = 23.68%), Mallotus muticus
(Muell.Arg.) Airy Shaw (NPJ =14.61%),
Shorea smithiana Sym. (NPJ = 12.39%),
Elateriospermum tapos Blume (NPJ
=11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%),
Shorea parvifolia Dyer (NPJ = 8.91%
dan Shorea macrophylla (de Vriese)
Ashton (NPJ = 8.62%). Tidak satupun
pasangan jenis yang berasosiasi bersifat
nyata atau positif, hal ini ditunjukkan dari
hasil uji Chi-square hitung < Chi-squre
tabel, dengan demikian asosiasi bersifat
tidak nyata. Terdapat 9 pasangan jenis
yang mempunyai nilai koefisien asosiasi
(C) positif, mengindikasikan bahwa
walaupun tidak ada hubungan yang nyata
antara ke-7 jenis pohon dominan tersebut
dengan jenis tengkawang, tetapi mereka
masih bisa hidup secara bersama-sama
dan tidak saling mengganggu satu sama
lainnya. Demikian juga adanya pasangan
jenis yang mempunyai koefisien asosiasi
negative yang mengidikasikan bahwa
pasangan jenis tersebut tidak
menunjukkan adanya toleransi untuk
hidup secara bersama dalam suatu ruang
tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA
Appanah, S. and J.M. Turnbull. 1998. A
Review of Dipterocarps: taxonomy,
ecology and silviculture. CIFOR,
Bogor.
Barbour, B.M., J.K. Burk, and W.D. Pitts.
1999. Terrestrial plant ecology. The
Benjamin/Cummings. New york.
Bunyavejchewin, S, JV La Frankie, PJ Baker,
M Kanzaki, PS Ashton dan T
Yamakura. 2003. Spatial Distribution
Patterns of the Dominant Canopy
Dipterocarps Species in a Seasonal
Dry vergreen Forest in Western
Thailand. Forest Ecology and
management Journal. Vol. 175.
Elsevier.
Ediriweera, S, BMP Singhakumara, MS
Ashton. 2008. Variation in Canopy
Structure, Light and Soil Nutrition
Across Elevation of a Sri Lanka
Tropical Rain Forest. Forest Ecology
and Management Journal. Vol. 256.
Elsevier.
Fajri, M; Saridan, A. 2012. Kajian Ekologi
Parashorea melaanonan Merr Di
Hutan Penelitian Labanan, Berau.
Jurnal Dipterokarpa Volume 6 No.2
Desember 2012. Balai Besar
Penelitian Dipterokarpa. Samarinda.
Yusliansyah; Supartini; S.E.Prasetya. 2007.
Rangkuman Hasi-Hasil Penelitian
dan Non Kayu Dipterokarpa. Balai
Besar Penelitian Dipterokarpa.
Samarinda.
McNaughton, S.J. and W.L. Wolf. 1992.
Ekologi umum. Edisi kedua.
Penerjemah: Sunaryono P. dan
Srigandono. Penyunting: Soedarsono.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 60
Pontianak, 14 Mei 2014
Mueller-Dombois, D. and H. Ellenberg.
1974. Aims and method of vegetation
ecology. John Wiley & Sons Inc.
Toronto.
Purwaningsih. 2004. Review: Sebaran
ekologi jenis-jenis dipterocarpaceae
di Indonesia. Jurnal Biodiversitas
Vol. 5 No.2.
Pratiwi dan R. Garsetiasih. 2007. Sifat fisik
dan Kimia Tanah Tanah Serta
Komposisi Vegetasi Di Taman
Wisata Alam Tangkuban Parahu,
Provinsi Jawa Barat. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam, Bogor.
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 61
PENGARUH DOSIS DAN KOLONISASI HIFA PADA PENAMBAHAN
INOKULAN ALAMI (EKTOMIKORIZA) TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI
Shorea pinanga ASAL KHDTK LABANAN DI PERSEMAIAN
Karmilasanti dan Nilam Sari Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis inokulan alami terhadap
pertumbuhan semai Shorea pinanga di persemaian dan pengaruh kolonisasi hifa dengan
penambahan inokulan alami. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap penyediaan bibit dan
inokulasi ektomikoriza, penanaman dan pemeliharaan di persemaian. Pengamatan dan pengukuran
dilakukan terhadap variabel tanaman yaitu tinggi, diameter, jumlah daun, pembentukan tunas dan
kematian semai. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji
sidik ragam dengan 5 perlakuan dosis inokulan alami yaitu 0 gram, 5 gram, 10 gram, 15 gram dan
20 gram kemudian dilakukan uji lanjut LSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis
memberikan pengaruh terhadap setiap variabel pertumbuhan yang berbeda-beda. Untuk semua
variabel pertumbuhan menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan. Dosis 10
gram pada variabel pertambahan tinggi memberikan respon pertumbuhan terbaik, dosis 15 gram
untuk pertambahan jumlah daun, dan pada variabel pertambahan diameter, tunas baru dan
persentase kematian semai terbanyak pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami). Sedangkan
pengaruh terhadap kolonisasi hifa menunjukan bahwa dosis inokulan alami sebesar 20 gram
memberikan penambahan jumlah hifa delapan belas kali lipat lebih banyak dibanding dengan
kontrol.
Kata kunci : Dosis inokulan alami, pertumbuhan semai, mikoriza, Shorea pinanga.
I. PENDAHULUAN
Salah satu Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) yang potensial untuk
dikembangkan di pulau Kalimantan
adalah biji tengkawang sebagai bahan
baku lemak nabati (Suharisno, 2009).
Karena sifatnya yang khas, lemak
tengkawang berharga lebih tinggi
dibanding minyak nabati lain seperti
minyak kelapa dan digunakan sebagai
bahan pengganti minyak coklat, bahan
lipstik, minyak makan dan bahan obat-
obatan (Anggraeni et al ., 1995). Di
Indonesia terdapat 13 jenis pohon
penghasil tengkawang yang tersebar
terutama di Kalimantan dan sebagian
kecil di Sumatera (Al Rasyid et al.,
1991).
Shorea pinanga Scheff, tingginya
dapat mencapai 23,5 m, batang bebas
cabang tinggi, tumbuh baik pada
punggung-punggung bukit (Soeprijadi et
al., 2008). Nama daerah dari S.pinanga
adalah Brunai : kawang, meranti langgai
bukit; Indonesia : awang boi (Kalimantan
Selatan bagian Timur), tengkawang
biasa, tengkawang rambai (Kalimantan
Barat); Malaysia : kawang pinang
(Sabah), meranti langgai bukit (Serawak).
Pohon berukuran sedang hingga besar,
banir kecil dengan tinggi 1,5 meter, daun
jorong hingga bulat telur menyempit,
benang sari 15, kepala sari seperti bola
memanjang (Riniarti, 2002).
Beberapa jenis meranti dan pohon
penghasil tengkawang diantaranya
Shorea pinanga tidak berbuah setiap
tahun. Secara periodik panen raya terjadi
setelah musim kemarau yang kering
sekitar empat tahun sekali. Apabila
pengambilan bibit dilakukan setelah masa
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 62
berbuah lewat, maka selanjutnya
pengumpulan bibit hanya dapat dilakukan
dengan sistem cabutan.
Berdasarkan hasil analisis
mikrobiologi, fungi ektomikoriza
merupakan salah satu jenis
mikroorganisme yang dapat berasosiasi
dengan tengkawang (S.pinanga) yaitu
jumlah koloni dalam satu gram sampel
fungi ektomikoriza berjumlah 1.100.000
koloni. Dengan adanya asosiasi fungi
ektomikoriza ini dapat meningkatkan
serapan N,P, dan K, meningkatkan
ketahanan terhadap senyawa beracun,
juga ketahanan terhadap berbagai
pathogen tanah dengan terbentuknya
mantel hifa yang melindungi akar secara
fisik sehingga berpengaruh baik terhadap
pertumbuhan tanaman (Zuliana, 2008).
Tanah mempunyai sifat fisik yang
baik dan sering mengandung populasi
seimbang mikrosimbion yang telah
beradaptasi, sehingga anakan/cabutan
dimungkinkan terinokulasi secara alami
dan disebut sebagai inokulan alami.
Lebih dari itu tanah akan melekat pada
jaringan mikoriza sehingga dapat
menyerap guncangan ketika anakan
dipindahkan ke lapangan. Khususnya
pada anakan berakar telanjang, mikoriza
dapat juga mengurangi resiko
pengeringan pada akar selama
pengangkutan (Schmidt, 2000).
Hifa eksternal pada mikoriza
dapat menyerap unsur fosfat dari dalam
tanah, dan segera diubah menjadi
senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat
kemudian dipindahkan ke dalam hifa dan
dipecah menjadi fosfat organik yang
dapat diserap oleh sel tumbuhan secara
tidak langsung (Dewi, 2007).
Beberapa pustaka yang ada
diperkuat dengan pendapat R. Nussbaum
et al (1995), yang menyatakan sejumlah
kecil top soil dari tanah sekitar pohon
induk diberikan pada setiap polybag
untuk memastikan adanya infeksi
mikoriza pada anakan/cabutan. Dan cara
efesien agar tanaman bagian akarnya
bermikoriza adalah dengan cara inokulan
alami, karena tanah dari bawah tegakan
induk di duga mampu bersimbiosis
dengan spora yang sesuai dengan
inangnya/pohon induknya.
Menurut Omon (2009) pemberian
inokulan tablet mikoriza yang dikemas
dari satu jenis fungi mikoriza terhadap
pertumbuhan kelima jenis Shorea, belum
efektif mengingat setiap fungi mikoriza
memiliki peran spesifik. Artinya
pemberian inokulan tablet mikoriza
dengan hanya spesifik satu fungi untuk
lima jenis Shorea belum memberikan
pertumbuhan efektif karena setiap spesies
memiliki karakteristik dan kebutuhan
hara yang berbeda dibanding dengan
inokulan alami yang dapat menularkan
langsung fungi mikoriza yang sesuai
dengan karakteristik pohon induknya.
Dengan kondisi tersebut, maka
penularan mikoriza dengan pemberian
inokulan alami pada anakan/cabutan yang
disemai di persemaian diharapkan
mampu mengurangi keperluan akan
pupuk di persemaian sehingga
mengurangi biaya pemeliharaan di
persemaian dan efek negatif terhadap
serangan hama dan penyakit akibat
penggunaan pupuk.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh dosis
inokulan alami terhadap pertumbuhan
semai Shorea pinanga di persemaian
dan pengaruh kolonisasi hifa pada akar
dengan penambahan inokulan alami.
Melalui penelitian ini diharapkan tersedia
informasi standar dosis pemberian
inokulan alami yang mampu memberikan
pertumbuhan terbaik yang menghasilkan
bibit bermutu secara generatif di
persemaian.
II. METODOLOGI
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi pengambilan cabutan dan
pengambilan tanah di bawah tegakan
induk jenis Shorea pinanga berasal dari
areal KHDTK Labanan Kabupaten
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 63
Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
Sedang lokasi pembibitan jenis Shorea
macrophylla dilakukan di persemaian
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
(B2PD) Samarinda. Penelitian dilakukan
pada pertengahan tahun 2011 dan dimulai
dengan pengambilan tanah di bawah
tegakan induk Shorea pinanga sebagai
campuran media di persemaian.
Selanjutnya pengambilan cabutan di
lapangan, setelah itu disemai pada
polybag dengan campuran media top soil
+ inokulan alami dengan dosis yang
sudah ditetapkan, kemudian terakhir bibit
ditutup dengan sungkup. Setelah 2 bulan
sungkup dibuka dan dilakukan
pengukuran selama 3 kali dari bulan
September s/d Nopember 2011.
B. Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan untuk
kegiatan penelitian di persemaian adalah
bahan generatif (anakan alam hasil
cabutan) jenis Shorea pinanga, top soil,
polybag ukuran (20 x 30 cm), plastik
sungkup, pipa plastik, bambu, sarlon,
label, tali tukang dan tanah di bawah
pohon induk sebagai campuran media
bibit. Sedangkan peralatan yang
digunakan adalah penggaris, kaliper,
mikroskop, timbangan digital, oven,
cutter, alat tulis dan kamera.
C. Prosedur Kerja
Tahapan pembibitan di persemaian
di lakukan setelah pengambilan cabutan
di lapangan. Cabutan yang diambil di
lapangan terlebih dahulu diseleksi untuk
mencari bibit yang berkualitas menurut
SNI 01-5006.1-2006 yaitu kokoh teguh,
batang tunggal dan utuh, sehat dan
pangkal batang berkayu. Setelah itu
dilakukan kegiatan sebagai berikut :
- Cabutan yang sudah disiapkan,
disemai langsung ke polybag ukuran
20 x 30 cm, yang telah diisi media
semai yaitu campuran top soil +
inokulan alami dengan dosis berikut :
A. Jenis Shorea pinanga :
1. Shorea pinanga + top soil
sebagai kontrol;
2. Shorea pinanga + top soil +
inokulan alami 5 gram per
polybag;
3. Shorea pinanga + top soil +
inokulan alami 10 gram per
polybag;
4. Shorea pinanga + top soil +
inokulan alami 15 gram per
polybag;
5. Shorea pinanga + top soil +
inokulan alami 20 gram per
polybag.
- Pemeliharaan dilakukan secara rutin
meliputi : penyiraman, penyiangan,
pembukaan naungan/sarlon sesuai
dengan kebutuhan sinar matahari
bagi pertumbuhan bibit dan lainnya.
- Pengamatan dan pengukuran bibit
dilakukan setiap 1 bulan sekali
sampai bibit siap tanam.
- Parameter yang diamati dalam
penelitian ini adalah tinggi bibit
(cm), diameter bibit (mm), jumlah
daun dan tunas baru.
- Pengukuran tinggi bibit dilakukan
dengan menggunakan
mistar/penggaris diukur mulai dari
pangkal batang sampai titik tumbuh
teratas selama 3 bulan.
- Pengukuran diameter batang bibit
menggunakan kaliper dan diukur
pada ketinggian sekitar 10 cm di atas
pangkal batang.
- Pengamatan pertambahan jumlah
daun dan tunas baru dilakukan
setelah bibit berumur 2 bulan.
- Selanjutnya dilakukan pengamatan
kolonisasi hifa pada akar dengan cara
menghitung biomassa semai.
Biomassa semai dihitung dengan
memisahkan bagian akar dan batang
kemudian diukur panjang akar dan
jumlah hifa pada tanaman, setelah itu
dioven pada suhu 103±2oC selama 3
hari. Pengamatan dilakukan secara
acak pada unit percobaan. Data
biomassa diperoleh pada tahap
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 64
pengukuran awal penanaman dan
akhir pengukuran.
D. Analisis Data
Parameter yang diukur adalah
pengaruh dosis inokulan alami terhadap
pertumbuhan cabutan semai Shorea
pinanga diantaranya : tinggi bibit (cm),
diameter bibit (mm), pertambahan jumlah
daun dan tunas baru. Analisis data yang
digunakan adalah uji sidik ragam atau
analisis variance (ANOVA), kemudian
dilakukan uji lanjut LSD.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik
Ragam Pengaruh Pemberian dosis
inokulan alami Terhadap
Pertumbuhan Semai Shorea
pinanga asal Labanan di
Persemaian
Tabel 1. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian dosis inokulan alami terhadap
pertambahan riap tinggi, riap diameter, pembentukan tunas baru, penambahan
jumlah daun dan persentase kematian pada semai Shorea pinanga umur 5 bulan
Perlakuan Dosis 0
gram
Dosis
5 gram
Dosis
10 gram
Dosis
15 gram
Dosis 20
gram Signifikan
Riap tinggi (cm) 2.18a 2.37a 2.66b 2.45a 2.42a 0.015 s
Riap diameter (mm) 0.62a 0.34b 0.42b 0.39b 0.43b 0.000 ss
Daun baru 0.85a 0.84a 1.44b,c 1.64b,c 1.31b 0.000 ss
Tunas baru 0.76a 0.18b 0.38b,c 0.41c 0.39c 0.028 s
Mati 0.29a 0.19b 0.18b 0.18b 0.19b 0.009 ss
Keterangan :
ns : non signifikan
s : signifikan
ss : sangat signifkan
1. Pertambahan Tinggi (Riap Tinggi)
Hasil analisis sidik ragam pada
Tabel 1 menunjukkan pengaruh
perlakuan inokulan alami terhadap
pertambahan tinggi semai jenis Shorea
pinanga memberi hasil yang signifikan
atau berbeda nyata dengan rerata
pertambahan tinggi (riap tinggi) terbaik
pada dosis 10 gram (2,66 cm). Hal
tersebut disebabkan karena pada
pemberian dosis inokulan lebih dari 10
gram diduga dapat menurunkan serapan
unsur hara pada tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman terhambat.
Unsur-unsur yang berguna dalam
meningkatkan pertumbuhan tinggi
tanaman seperti P, Cu, dan Zn yang
terkandung dalam inokulan alami dapat
diserap dengan baik oleh tanaman dengan
bantuan mikoriza (fungi) yang
diinokulasi pada media dengan dosis
yang sesuai dengan sifat genetika dan
morfologi dari tanaman tersebut.
Fosfor merupakan kunci
kehidupan. Disebut kunci kehidupan
karena P mendorong pertumbuhan akar.
Untuk itu pada tanaman tingkat semai
juga perlu P dengan dosis yang sesuai
untuk merangsang pertumbuhan akar.
Tetapi jika kekurangan atau berlebihan
akan menyebabkan
kekerdilan/pertumbuhan terhambat.
Sedangkan untuk K, karena berperan
terhadap 50 enzim penting baik langsung
maupun tidak langsung, maka
pemupukan juga mestinya diberikan.
Keseimbangan pemberian dosis
hendaknya seimbang, karena
dikhawatirkan timbul reaksi saling
mengusir.
2. Pertambahan Jumlah Daun
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 65
Hasil analisis sidik ragam pada
Tabel 1 menunjukkan pengaruh
perlakuan inokulan alami terhadap
pertambahan jumlah daun semai jenis
Shorea pinanga memberi hasil yang
sangat signifikan atau sangat berbeda
nyata dengan jumlah daun terbanyak
pada dosis 15 gram. Hal ini diduga pada
dosis 0 gram, 5 gram, 10 gram dan 20
gram dapat menurunkan penyerapan
unsur hara pembentuk daun khususnya
nitrogen yang mengakibatkan
pembentukan daun terhambat. Sehingga
Pemberian inokulan alami dengan dosis
15 gram dianggap sebagai dosis
standar/optimum yang dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan daun secara
maksimal pada jenis shorea pinanga.
Fungi mikoriza yang terdapat
pada inokulan alami tersebut mampu
meningkatkan serapan hara berupa Mg,
Mn, Cl. Unsur Mg berperan sebagai
penyusun klorofil, unsur Mn berperan
sebagai elemen struktural kloroplas,
sedangkan Cl berpengaruh terhadap
evolusi O2 di dalam kloroplas.
Keberadaan unsur ini dapat mempercepat
pembentukan daun pada tanaman, jumlah
daun pada tiap tanaman menunjukkan
intensitas pertumbuhan (Setiadi (2006)
dalam Rossiana (2010).
3. Pertambahan Diameter (Riap
Diameter)
Pada Tabel 1 terlihat bahwa
pengaruh perlakuan inokulan alami
terhadap pertambahan diameter (riap
diameter) memberi hasil yang sangat
signifikan atau sangat berbeda nyata
dengan pertumbuhan terbaik pada dosis 0
gram (kontrol/tanpa inokulan alami)
dibandingkan dengan dosis yang lain, hal
ini berarti semai Shorea pinanga cukup
mampu beradaptasi dengan tanah
persemaian/top soil. Tanah
persemaian/top soil mengandung unsur
hara dalam hal ini nitrogen yang cukup
dan mampu diserap oleh tanaman untuk
mempercepat pertumbuhan kambium
tanpa adanya fungi mikoriza pada
inokulan alami. Fungi mikoriza yang
berperan adalah hifa yang menempel
pada akar cabutan semai Shorea pinanga
pada saat diambil di lapangan yang
mampu bersimbiosis dengan spora pada
media top soil untuk menularkan
mikoriza pada tanaman.
4. Pembentukan Tunas Baru
Pengaruh perlakuan inokulan alami
terhadap pembentukan tunas baru
memberi hasil signifikan atau berbeda
nyata dengan pertambahan jumlah tunas
terbanyak pada dosis 0 gram (kontrol).
Hal ini menunjukan semai Shorea
pinanga mengalami pembentukan tunas
tanpa adanya inokulan alami. Tunas
terbentuk dari batang, dimana
pertumbuhan batang ditandai adanya
pertumbuhan kambium. Sesuai dengan
hasil yang didapat bahwa pertambahan
diameter batang yang terbaik pada dosis
0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami),
maka jika perlakuan terbaik untuk
pertambahan diameter adalah dosis 0
gram (kontrol) maka otomatis
pertambahan tunas baru juga terbaik pada
dosis tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Youn and Werner, (1982) dan
Dwi Joseputro (1983) dalam Mashudi et
al., (2008) bahwa tanaman menstimulasi
tumbuhnya tunas baru pada axiler batang.
Sehingga peningkatan diameter semai
mengindikasikan tumbuhnya tunas baru
atau cabang pada semai tersebut.
5. Kematian Semai
Pengaruh inokulan alami terhadap
kematian semai adalah sangat berbeda
nyata atau sangat signifikan. Dimana
hasil yang diperoleh disebutkan bahwa
pada perlakuan 0 gram (kontrol/tanpa
inokulan alami) paling banyak semai
Shorea pinanga mati, karena tanpa fungi
mikoriza (inokulan alami) maka
kemampuan semai untuk tumbuh dan
bertahan pada kondisi yang jauh dari
habitat aslinya sangat kecil. Hal ini
sesuai dengan pendapat Delvian (2008)
dalam Setiani, L (2010) menyatakan
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 66
bahwa dengan adanya hifa fungi mikoriza
kelembaban di sekitar akar naik sehingga
penyerapan air menjadi lebih mudah.
B. Pengaruh Kolonisasi Hifa pada
Akar dengan penambahan
Inokulan Alami
Pada dosis yang sesuai
penambahan inokulan alami akan
memberikan pertumbuhan maksimal dan
menambah kolonisasi hifa yang
menempel di akar seperti tersaji pada
Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah kolonisasi hifa dan kadar air pada awal penanaman sampai dengan akhir
pengamatan pada semai Shorea pinanga umur 5 bulan
Awal penanaman akhir pengamatan
Kontrol Inokulan 20 gram
KA batang 176.61 305.56 180.51
KA akar 183.08 124.27 179.17
T/R 1.09 4.00 3.77
Jumlah hifa yang menempel
pada permukaan akar 0.67 3.28 12.33
Pengamatan terhadap jumlah hifa
yang menempel pada akar menjadi
parameter pendukung yang diamati untuk
melihat berapa banyak fungi mikoriza
yang mampu terinjeksi melalui inokulan
alami. Seperti tersaji pada Tabel 2
menunjukan bahwa di awal penanaman
jumlah hifa yang terlihat sebesar 0.67 dan
setelah di tambah inokulan alami menjadi
12.33, sedang kontrol jumlah hifanya
hanya sebesar 3.28. Dengan demikian
penambahan inokulan alami dengan dosis
20 gram menambah jumlah hifa delapan
belas kali lipat menjadi lebih banyak.
Artinya dosis 20 gram inokulan alami
mampu menularkan lebih banyak fungi
mikoriza pada akar tanaman. Walaupun
ada beberapa parameter pertumbuhan
memberikan hasil terbaik tanpa
penambahan fungi mikoriza (inokulan
alami) seperti pertambahan diameter
semai dan pembentukan tunas baru. Hal
ini disebabkan dari sifat genetik dan
morfologi semai itu sendiri serta kondisi
awal pada saat diambil di lapangan.
Untuk semai Shorea pinanga yang
kondisi awalnya bervariasi seperti tinggi,
diameter, jumlah daun maka pada saat
berpindah tempat akan cenderung
beradaptasi dengan lingkungan dan
perlakuan terhadap ketahanan hidup dan
tingkat pertumbuhannya.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pengaruh inokulan alami terhadap
variabel pertumbuhan tinggi semai
Shorea pinanga umur 5 bulan
memberikan hasil yang signifikan pada
dosis 10 gram, untuk variabel
pertambahan jumlah daun memberikan
hasil yang sangat signifikan pada dosis
15 gram, untuk variabel pertambahan
diameter dan persentase kematian semai
memberikan hasil sangat signifikan pada
dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan),
sedang untuk pembentukan tunas baru
memberikan hasil signifikan pada dosis 0
gram (kontrol/tanpa inokulan).
Sedangkan untuk pengaruh kolonisasi
hifa terhadap penambahan inokulan alami
menunjukan bahwa dosis inokulan alami
sebesar 20 gram memberikan
penambahan jumlah hifa delapan belas
kali lipat lebih banyak dibanding dengan
kontrol. Fungi mikoriza (inokulan alami)
pada semai Shorea pinanga yang berasal
dari KHDTK Labanan umur 5 bulan
berfungsi pada pertambahan tinggi dan
penambahan jumlah daun.
B. Saran
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 67
Sebaiknya dilakukan penelitian
lanjutan di lapangan untuk mengetahui
respon pertumbuhan bibit Shorea
pinanga yang diberikan perlakuan
inokulan alami atau penularan mikoriza
dengan metode inokulasi yang berbeda
utamanya pada penanaman di lahan-lahan
kritis.
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyid H, Marfuah, Wijayakusumah H,
Hendarsyah D. 1991. Vedemikum
Dipterocarpaceae. Badan Litbang
Kehutanan. Jakarta.
Anggraeni, I.M.D, Wiharta dan Masano.
1995. Tengkawang Dalam Pohon
Kehidupan. Yayasan Prosea
Indonesia. Bogor.
Dewi, R.I. 2007. Peran Prospek dan Kendala
dalam Pemanfaatan Endomikoriza.
Skripsi Fakultas Pertanian
Universitas Padjajaran Jatinangor.
Bandung.
Mashudi, Adinugraha, Dedi Setiadi, dan
Anita. 2008. Pertumbuhan Tunas
Tanaman Pulai pada Beberaa Tinggi
Pangkasan dan Dosis Pupuk NPK.
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 2 No. 2. Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan. Yogyakarta.
Omon, R. M. 2009. Pengaruh Dosis Tablet
Mikoriza Terhadap Beberapa Jenis
Stek Meranti di HPH PT ITCIKU,
Balikpapan Kalimantan Timur.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.6 No.4, September 2009. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan
Tanaman. Bogor.
R. Nussbaum, J Anderson dan T Spencer.
1995. Factors Limiting the Growth of
Indigenous tree seedling Planted on
Degraded Rainforest Soils in Sabah,
Malaysia, Forest Ecology and
Management, vol. 74, hal. 149-159.,
file : sdarticle_5a.pdf).
Riniarti, M. 2002. Perkembangan Kolonisasi
Ektomikoriza dan Pertumbuhan
Semai Dipterocarpaceae dengan
Pemberian Asam Oksalat dan Asam
Humat serta Inokulasi Ektomikoriza.
Tesis Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Rossiana, N. 2010. Penurunan Kandungan
Logam Berat dan Pertumbuhan
Tanaman Sengon Paraserianthes
falcataria L (Nielsen). Universitas
Padjajaran. Bandung.
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan
Benih Tanaman Hutan Tropis dan
Sub Tropis 2000. Danida Forest Seed
Centre. Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial Departemen Kehutanan. PT.
Gramedia. Jakarta.
Setiani, L. 2010. Studi Keanekaragaman
Fungi Ektomikoriza di Bawah
Tegakan Meranti (Shorea spp) pada
Areal Cagar Alam Mandor
Kabupaten Landak Kalimantan
Barat. Skripsi Fakultas Kehutanan
Universitas Tanjungpura. Pontianak.
SNI 01-5006.1-2006. Mutu Bibit Bagian 1 :
Mangium, Ampupu, Gmelina,
Sengon, Tusam, Meranti dan
Tengkawang. Badan Standardisasi
Nasional. Jakarta.
Soeprijadi, D, Sukirno DP, Adriyanti D,
Adriana, Nurjanto H, Indrioko S.
2008. Butir-butir Harapan dari
Meranti. Direktorat Bina
Pengembangan Hutan Alam,
Direktorat Jenderal Bina Produksi
Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Jakarta.
Suharisno. 2009. Grand Strategy
Pengembangan Hasil Hutan Bukan
Kayu Nasional. Ditjen RLPS.
Jakarta.
Zuliana. 2008. Studi Keberadaan
Ektomikoriza di Bawah Tegakan
Shorea spp di Kawasan Bukit Siling
Bangai Hutan Lindung Gunung
Belungai Desa Lumut Kecamatan
Toba Kabupaten Sanggau. Skripsi
Fakultas Kehutanan Universitas
Tanjungpura. Pontianak.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 69
Pontianak, 14 Mei 2014
PENGEMASAN LEMAK TENGKAWANG DALAM BAMBU
Andrian Fernandes dan Rizki Maharani
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
Jl. A. W. Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda
email: [email protected]
ABSTRAK
Pada masa panen Tengkawang, penduduk lokal di Kalimantan Barat akan mengolah biji menjadi
lemak Tengkawang. Secara tradisional lemak Tengkawang dikemas dan disimpan agar dapat
digunakan untuk jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara
pengemasan lemak Tengkawang secara tradisional. Penelitian dilakukan pada November 2013
hingga Februari 2014 dengan cara mewawancarai pengolah lemak Tengkawang di Kabupaten
Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara tradisional lemak Tengkawang disimpan dalam bambu dan
dapat bertahan hingga sekitar lima tahun. Bambu sebagai bahan yang mudah diperoleh memiliki
keunggulan sebagai bahan yang ramah lingkungan dan memiliki ekstrak yang berfungsi sebagai
bahan anti mikroorganisme.
Kata kunci : lemak Tengkawang, pengemasan tradisional, bambu, Kalimantan Barat.
I. PENDAHULUAN
Penggunaan hasil hutan non kayu
dapat memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap perekonomian
masyarakat sekitar hutan (Jensen, 2009).
Pada masa panen, pohon Tengkawang
yang produktif dapat menghasilkan buah
250-400 kg/pohon (Sumarhani, 2007).
Buah tengkawang tergolong dalam jenis
rekalsitran, sehingga tidak dapat
disimpan dalam jangka waktu lama. Oleh
karena itu penduduk lokal telah
mengembangkan pembuatan lemak dari
biji Tengkawang.
Tengkawang sebagai bahan baku
lemak nabati telah dikenal sejak dulu.
Brown, et al. (1975) telah
mempublikasikan kandungan
hidrokarbon minyak dari biji Shorea
stenoptera. Di sisi lain, untuk daerah
Kalimantan Barat, pengolahan dan
penggunaan lemak tengkawang secara
tradisional telah dilakukan secara turun-
temurun.
Jahurul (2012) menyebutkan
bahwa buah tengkawang dari jenis S
stenoptera mengandung 40-60% lemak
yang dapat dimakan. Artinya pada masa
panen, akan didapatkan lemak
Tengkawang dalam jumlah besar. Lemak
Tengkawang yang dihasilkan pasti akan
dikemas dan disimpan agar dapat
digunakan untuk jangka waktu yang
lama. Oleh karena itu, penelitian ini
betujuan untuk mengetahui cara
pengemasan lemak Tengkawang secara
tradisional.
II. METODE PENELITIAN
Untuk mengetahui proses
pengemasan lemak tengkawang,
dilakukan pengamatan di daerah yang
mengolah lemak tengkawang secara
tradisional. Penelitian dilakukan pada
November 2013 hingga Februari 2014.
Lokasi pengamatan berada di tiga
kabupaten di Kalimantan Barat, yaitu
Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas
Hulu dan Kabupaten Bengkayang.
Penelitian dilaksanakan dengan cara
mewawancarai pembuat lemak
tengkawang secara tradisional.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 70
Pontianak, 14 Mei 2014
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Pengemasan lemak Tengkawang pada Kabupaten Bengkayang, Sintang dan
Kapuas Hulu Kabupaten Bengkayang Sintang Kapuas Hulu
Desa Desa Sahan Desa Ensaid Panjang Desa Nanga Yen
Tempat penyimpanan
lemak
Diameter bambu Paling besar, diameter
bagian dalam bambu
sekitar 5 cm.
Diameter dalam
bambu sekitar 4 cm.
Diameter dalam
bambu sekitar 4 cm
dan 1 cm.
Panjang bambu Panjang minimal 1
ruas bambu, maksimal
mencapai 3 m.
Panjang berkisar
antara 40 cm hingga
100 cm.
Panjang bambu sekiar
30-40 cm.
Harga jual 1 ruas bambu berisi
lemak sekitar 1,5-2 kg,
dengan harga
Rp.150.000,-.
1 kg Rp.90.000,-. Belum memiliki harga
jual.
Tempat penyimpanan
bambu yang berisi
lemak tengkawang
Diletakkan di dapur. Diletakkan dalam
lemari khusus.
Diletakkan di dapur.
Corrales, et al (2014)
menyebutkan bahwa sistem pengemasan
makanan harus memperhatikan tingkat
keamanan dan keuntungan pembuat
makanan. Selama ini lemak tengkawang
secara tradisional dikemas dalam batang
bambu. Bambu sangat mudah didapatkan
dari lingkungan sekitar desa penghasil
Tengkawang. Dari tabel 1, menunjukkan
adanya perbedaan ukuran bambu yang
digunakan pada tiga kabupaten di Kalbar.
Selain itu bambu adalah bahan yang kuat
dan dapat melindungi lemak tengkawang
secara fisik apabila dipindahkan atau
dikirim ke luar daerah.
Gambar 1. Lemak tengkawang dalam bambu dari Bengkayang (kiri) dan Kapuas Hulu
(kanan)
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 71
Pontianak, 14 Mei 2014
Saat membeli produk makanan
atau minuman, konsumen sangat melihat
kemasan yang kuat (kemasan tidak
mudah rusak), menarik, memberikan rasa
yang khas pada produk dan memiliki ciri
khas (Becker, et al, 2011). Bambu
memiliki bentuk yang bulat dengan
rongga di tengah batang. Bambu
memiliki kulit atau lapisan luar dengan
warna yang khas. Babalis, et al (2013)
menjelaskan bahwa pengemasan produk
untuk produk-produk saat ini tidak hanya
menarik namun juga menggunakan bahan
yang ramah lingkungan.
Bambu sebagai bahan alami dapat
terdekomposisi secara alami bila tidak
dipergunakan lagi. Buonocore (2014)
menjelaskan bahwa bahan-bahan yang
dapat terdekomposisi secara alami yang
berasal dari polimer dan selulosa sangat
disarankan untuk digunakan sebagai
bahan pengemasan makanan. Di sisi lain,
Rubio, et al (2006) menyebutkan bahwa
penggunaan kemasan dari bahan biologis
dapat meningkatkan kualitas bahan
makanan menjadi bahan yang lebih
menyehatkan bila dibandingkan dengan
kemasan buatan pabrik seperti kemasan
plastik.
Berdasarkan informasi pembuat
lemak tengkawang menyatakan bahwa
lemak tengkawang yang disimpan dalam
bambu masih aman untuk dikonsumsi
hingga sekitar lima tahun. Afrin, et al
(2012) menjelaskan bahwa bambu
merupakan bahan yang ramah lingkungan
dan memiliki ekstrak yang berfungsi
sebagai bahan anti mikroorganisme.
Kemasan makanan yang bersifat
anti mikroorganisme merupakan
implementasi dari sebuah inovasi di
bidang teknologi makanan (Corrales, et
al, 2014). Artinya para pengolah lemak
Tengkawang di jaman dulu telah
melakukan inovasi di bidang pengemasan
lemak Tengkawang, hanya belum
mengetahui teori ilmiah yang mendasari
mengapa lemak Tengkawang yang
dikemas dalam bambu dapat awet untuk
jangka panjang.
Velasco, et al (2014) menjelaskan
bahwa pengemasan makanan tidak hanya
berfungsi untuk mempertahankan kualitas
makanan dalam kemasan, namun juga
berguna untuk memperoleh perhatian
konsumen dan merupakan salah satu cara
dalam mengkonservasi makanan tersebut.
Artinya lemak tengkawang dalam bambu
dapat dijual sebagai bahan makanan dan
juga oleh-oleh khas Kalimantan Barat.
Dengan membeli lemak dalam bambu
dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat pemilik tengkawang, dan
dalam jangka panjang akan
menyukseskan program konservasi
tengkawang.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan informasi pembuat
lemak tengkawang menyatakan bahwa
lemak tengkawang yang disimpan dalam
bambu masih aman untuk dikonsumsi
hingga sekitar lima tahun. Bambu sebagai
bahan yang mudah diperoleh memiliki
keunggulan sebagai bahan yang ramah
lingkungan dan memiliki ekstrak yang
berfungsi sebagai bahan anti
mikroorganisme.
V. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan
kepada pak Nadu (Bengkayang), pak
Nikun (Sintang), pak Choirul (Kapuas
Hulu), dan teman-teman pendamping dari
PRCF Indonesia. Ucapan terimakasih
juga dihaturkan kepada ITTO PD 586/10
Ref (F) atas dukungan program- program
terkait Perlindungan dan Pemanfaatan
Tengkawang
DAFTAR PUSTAKA
Afrin, T, T Tsuzuki, RK Kanwar dan X
Wang. 2012. The Origin of the
Antibacterial Property of Bamboo.
The Journal of The Textile Institute.
Vol. 103. No. 8. Hal. 844-849.
Taylor and Francis Online.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 72
Pontianak, 14 Mei 2014
Babalis, A., J Ntintakis, D Chaidas dan A
Makris. 2013. Design andn
Developmnet of Innovative
Packaging for Agricultural Product.
6th International Conference on
Information and Communication
Technology in Agriculture, Food and
Environment (HAICTA 2013).
Procedia Technology Journal. Vol.
8. Hal. 575-579. Elsevier.
Becker, L, TJL van Rompay, HNJ
Schifferstein dan M Galetzka. 2011.
Tough Package, Strong Taste : The
Influence of Packaging Design on
Taste Impressions and Product
Evaluations. Food Quality and
Preference Journal. Vol. 22. Hal. 17-
23. Elsevier.
Brown, S. O., R. J. Hamilton dan S. Shaw.
1975. Hydrocarbons from Seeds.
Phytochemistry Journal. Vol. 14.
Hal. 2726. Pergamon Press.
Buonocore, G. 2014. Safety of Food and
Beverage : Packaging Material and
Auxiliary Items. Encyclopedia of
Food Safety. Vol. 3 : Food,
Materials, Technologies and Risks.
Hal. 384-396. Academic Press.
Corrales, M., A. Fernandez dan JH Han.
2014. Chapter 7 – Antimicrobial
Packaging Systems. Innovations in
Food Packaging. 2nd Edition. Hal.
133-170. Academic press.
Jahurul, MHA, ISM Zaidul, NAN Norulaini,
F Sahena, S Jinap, J Azmir, KM
Sharif, AKM Omar. 2012. Cocoa
Butter Fats and Possibilities of
Substitution in Food Products
Concerning Cocoa Varieties,
Alternative Source, Extraction
Methods, Composition, and
Characteristics. Journal of Food
Engineering. Vol. 117. Hal. 467-476.
Elsevier.
Jensen, A. 2009. Valuation of Non-timber
Forest Product Value Chain. Forest
Policy and Economics Journal. Vol.
11. Hal 34-41. Elsevier.
Rubio, AL, R Gavara dan JM Lagaron. 2006.
Bioactive Packaging : Turning Foods
into Healthier Foods Through
Biomaterials. Trends in Food Science
and Technology Journal. Vol. 17.
Hal. 567-575. Elsevier.
Sumarhani. 2007. Pemanfaatan dan
Konservasi Jenis Meranti Merah
Penghasil Tengkawang. Info Hutan
Vol IV (2) : 177-185.
Velasco, C, AS Montejo, FM Ramos dan C
Spence. 2014. Predictive Packaging
Design : Tasting Shapes, Typefaces,
Names, and Sounds. Food Quality
and Preference Journal. Vol. 34.
Hal. 88-95. Elsevier.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 73
Pontianak, 14 Mei 2014
POTENSI LEMAK TENGKAWANG SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF
PEMBUATAN PERMEN COKLAT
Rina Wahyu Cahyani dan Andrian Fernandes
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298
Email: [email protected]
ABSTRAK
Coklat merupakan salah satu jenis makanan yang banyak dikonsumsi, selain memiliki cita rasa
yang enak, coklat juga sangat berguna bagi kesehatan. Dalam perkembangan jaman, pihak industri
berusaha mencari pengganti lemak coklat atau yang dikenal sebagai Cocoa Butter Replacer (CBR).
CBR dibedakan menjadi Cocoa Butter Equivalent (CBE) dan Cocoa Butter Substitutes (CBS).
Salah satu CBE adalah lemak Tengkawang. Lemak tengkawang berpotensi sebagai bahan
pengganti lemak coklat karena memiliki sifat yang mirip dengan coklat, sehingga berpotensi
sebagai bahan baku permen coklat. Pada masa panen perlu diantisipasi untuk mengolah dan
menyimpan lemak tengkawang yang jumlahnya sangat besar. Di masa datang perlu dilakukan
diversifikasi produk lainnya yang berbahan baku lemak tengkawang.
Kata kunci : lemak coklat, lemak tengkawang, CBE
I. PENDAHULUAN
Coklat merupakan salah satu jenis
makanan yang banyak dikonsumsi, selain
memiliki cita rasa yang enak, coklat juga
sangat berguna bagi kesehatan (El-
kalyoubi, et al, 2011). Permen coklat juga
dapat digunakan sebagai bahan untuk
orang-orang yang membutuhkan
ketahanan tubuh yang tinggi, misalnya
pendaki gunung, anggota SAR,dan lain-
lain. Di bidang kesehatan, coklat
mengandung flavanoid yang berfungsi
sebagai antioksidan alami untuk
menangkal radikal bebas dalam tubuh.
Cokelat mengandung serotonin, anti-
depresan alami. Coklat juga merangsang
produksi endorphin yang dapat
menghilangkan perasaan depresi dengan
menciptakan perasaan bahagia dan
senang (Macdiarmid dan Hetherington,
1995).
Permen coklat dibuat dengan
mencampurkan mencampur lemak coklat
(cocoa butter), bubuk coklat ,gula halus,
serta beberapa bahan lain yang dibuat
adonan kemudian dicetak (Koswara, S.,
2009). Lemak coklat (cocoa butter)
sebagai bahan utama dalam pembuatan
permen coklat terkandung dalam biji
coklat (Theobroma cacao), hal tersebut
mempengaruhi harga lemak coklat
sehingga menjadi relatif lebih mahal
dibandingkan lemak tumbuhan lain.
Tanaman coklat hanya dibudidayakan di
beberapa negara seperti Côte d’Ivoire
(40% dari produksi kakao dunia), sekitar
33% dihasilkan oleh Ghana, Indonesia
dan Nigeria, dan 5 % dihasilkan di Brasil
(Rice, and Greenberg, 2003).
Dalam perkembangan jaman,
produsen permen berusaha mencari
bahan alternatif pengganti lemak coklat
atau yang dikenal sebagai Cocoa Butter
Replacer (CBR). Beberapa bahan yang
termasuk CBR antara lain: minyak kelapa
sawit, lemak biji mangga, minyak biji
bunga matahari dan lemak tengkawang
(Jahurul et al, 2013) . CBR diartikan
sebagai lemak non-lauric yang bisa
menggantikan lemak coklat baik sebagian
atau secara lengkap dalam permen coklat
atau produk makanan lain. Komposisi
asam lemak dalam CBR mirip dengan
lemak coklat tetapi dengan kandungan
trigliserida lebih banyak atau justru lebih
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 74
Pontianak, 14 Mei 2014
sedikit. CBR dibedakan menjadi Cocoa
Butter Equivalent (CBE) dan Cocoa
Butter Substitutes (CBS). Cocoa Butter
Equivalent (setara lemak coklat)
mempunyai sifat fisik dan sifat kimia
yang sama dengan lemak coklat,
sehingga bisa dicampur dengan lemak
coklat dalam jumlah tertentu tanpa
mengubah sifat produk akhir. Sedangkan
Cocoa Butter Substitutes (pengganti
lemak coklat) mempunyai sifat fisik yang
mirip dengan lemak coklat tetapi
mempunyai sifat kimia yang sama sekali
berbeda.
Salah satu jenis CBE yang paling
potensial adalah lemak tengkawang yang
diekstrak dari biji tengkawang. Lipp dan
Anklam (1998) menyebutkan bahwa biji
tengkawang (Borneo Illipe nut)
merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) yang penting sebagai
bahan baku lemak nabati yang bernilai
tinggi sebagai pengganti coklat. Sebagai
hasil tambahan bila produksi biji telah
menurun, kayunya dapat dipungut untuk
dimanfaatkan sebagai salah satu jenis
kayu bernilai tinggi yang banyak diminati
baik untuk industri kayu lapis maupun
industri kayu gergajian.
II. POTENSI TENGKAWANG
SEBAGAI COCOA BUTTER
EQUIVALENT (CBE)
Biji tengkawang atau illipe nut
mengandung lemak (green butter) yang
dapat di olah menjadi minyak goreng,
pengganti coklat, bahan farmasi,
kosmetik, sabun dan margarine. Beberapa
jenis pohon Shorea sp. yang dikenal
sebagai peghasil utama biji tengkawang
yaitu Shorea macrophylla, S.
palembanica, S. splendida, S. stenoptera
dan S. gibbosa (Soerianegara dan
Lemmens, 1997).
Pohon tengkawang sudah sejak
turun temurun di tanam terutama oleh
masyarakat Dayak di Kalimantan, bahkan
ada banyak yang tumbuh liar di hutan,
karena pohon ini lebih mudah tumbuh di
lahan basah seperti daerah rawa dan di
bantaran sungai. Sehingga saat buah jatuh
kemudian hanyat dibawa air lalu tumbuh
di sepanjang tepi sungai. Namun tahun-
tahun belakangan ini kayu tengkawang
banyak yang ditebang karena harga
buahnya yang relatif rendah dan ada
permintaan pasar akan komoditi kayu
tengkawang ini meningkat seiring dengan
semakin habisnya kayu-kayu di
Kalimantan. Meskipun begitu
Kalimantan Barat masih menduduki
peringkat terbanyak di dunia yang
menghasilkan biji tengkawang, walaupun
tidak ada data pasti yang menyebutkan
berapa jumlah produksinya setiap kali
panen dalam tahun-tahun terakhir ini.
Pohon tengkawang ini biasanya
berbunga pada bulan Agustus-Oktober
dan baru akan matang dan jatuh pada
bulan Januari-Maret. Setiap pohon dapat
menghasilkan 250-400 kg buah
tengkawangatau sekitar 600 kg perhektar
buah yang belum diproses. Buah
tengkawang berbiji tunggal. Jika tidak
dipungut, buah tengkawang yang jatuh ke
tanah lembab akan segera berkecambah
dalam 2-3 hari. Buah tengkawang ini
lekas tumbuh karena tidak memiliki masa
dormansi. Pada waktu biji berkecambah,
kandungan minyak pada biji menurun
dengan cepat. Oleh karena itu buah
tengkawang harus dikumpulkan secepat
mungkin setelah jatuh.
Proses pengolahan buah
tengkawang menjadi lemak diawali
dengan pemisahan biji dari daging buah.
Pemisahan ini dapat dilakukan dengan
cara perendaman dalam air mengalir dan
penjemuran di atas bara api
(pengasapan). Biji tengkawang yang
mengandung lemak tersebut selanjutnya
di ekstrak dengan cara perebusan,
pengempaan atau penggunaan bahan
kimia. Lemak yang diperoleh selanjutnya
dimurnikan dengan cara penetralan dalam
alkali, pemucatan dan penghilangan bau.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 75
Pontianak, 14 Mei 2014
Proses pengolahan biji
tengkawang menjadi lemak, relatif lebih
sederhana dibandingkan dengan
pengolahan biji kakao. Sebagai
perbandingan untuk mendapatkan lemak
kakao biji-biiji kakao diproses untuk
menghasilkan sejumlah produk kakao,
termasuk cokelat. Tahap pertama adalah
pemanggangan (roasting), diikuti oleh
pemecahan (cracking) dan pelepasan dari
biji (de-shelling) untuk menghasilkan biji
yang disebut nibs. Biji (nibs) ini
kemudian digiling dengan berbagai
metode menjadi berbentuk pasta, yaitu
coklat cair (chocolate liquor) atau pasta
kakao. "Cairan" ini kemudian diproses
lebih lanjut menjadi cokelat dengan
mencampurkan (lebih banyak) lemak
kakao dan gula (kadang-kadang
ditambahkanva nila sebagai perasa dan
lesitin sebagai pengemulsi), dan
kemudian dimurnikan, dihaluskan
dengan coche, lalu dipanaskan dan
didinginkan berulang kali (tempered).
Metode lain adalah dengan
memisahkannya menjadi kakao bubuk
dan lemak kakao menggunakan mesin
tekanan hidrolik (hydraulic press).
Proses pemisahan ini menghasilkan
sekitar 50% lemak kakao dan 50% kakao
bubuk. Kakao bubuk standar memiliki
kandungan lemak sebesar 10-12%.
Lemak kakao digunakan dalam produksi
cokelat batangan, produk gula lain,
sabun, serta produk kosmetik.
III. KANDUNGAN DALAM BIJI
COKLAT DAN BIJI
TENGKAWANG
Perbandingan karakteristik lemak
kakao dan lemak tengkawang bisa dilihat
pada tabel di bawah ini:
Parameter Tengkawang (Fernandes, et al,
2013)
Kakao (JB cocoa,
Singapura)
Indeks bias 1,461 1,456-1,459
Titik leleh 34 32-36
FFA (asam lemak bebas) 1,36 <1,75
Bilangan Iod 12,61 32-38
Bilangan penyabunan 187,05 188-198
Warna Kuning Muda Putih Kekuningan
Perbandingan presentase relatif Komposisi asam lemak dalam lemak kakao dan lemak
tengkawang:
Profil Methyl Ester Asam Lemak Tengkawang (Shorea macrophylla)
(Nesaretnam dan Ali ,1992)
Kakao
(Jahurul et al, 2013)
C16=0 (asam palmitat) 16 25-33,7
C18=0 (asam stearat) 46,7 33,7-40,2
C18=1 (asam oleat) 33,2 26,3-35
C18=2 (asam linoleat) 0,0921 1,7-3%
Dalam dunia industri, asam
palmitat dijadikan bomb, dan umum
digunakan ketika perang dunia (napalm).
Selain itu, asam palmitat tidak digunakan
secara luas. Asam palmitat umum
terkandung dalam minyak kelapa sawit
dan makanan berlemak tinggi
(junkfood).
Asam stearat digunakan sebagai
bahan baku kosmetik, lilin, plastik, untuk
memperkeras sabun, dsb. Senyawa ester
dari asam stearat digunakan sebagai
bahan baku shampoo, sabun, dan
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 76
Pontianak, 14 Mei 2014
kosmetik lainnya. Asam stearat juga
digunakan dalam industri makanan dalam
pembuatan permen. Asam oleat
digunakan dalam dunia farmasi, yaitu
sebagai bahan pelarut dan pengental
untuk obat-obatan tertentu. Asam oleat
juga digunakan sebagai bahan pelarut dan
pengental untuk bahan aerosol. Asam
linoleat digunakan sebagai bahan
pembuat sabun dan pengental. Dalam
industri makanan, asam linoleat
digunakan sebagai suplemen karena di
dalam tubuh, asam linoleat akan
disintesis menjadi asam arakhidonat yang
sangat bermanfaat bagi tubuh.
Berdasarkan perbandingan
karakteristik serta kandungan asam lemak
dalam lemak kakao dan lemak
tengkawang didapatkan adanya
kemiripan sifat baik fisik maupun
kimianya, Hal ini sesuai dengan definisi
lemak tengkawang sebagai Cocoa Butter
Equivalent (Setara Lemak Kakao),
sehingga cocok digunakan sebagai bahan
baku alternatif dalam pembuatan permen.
Kadar asam stearat pada lemak
tengkawang relatif lebih tinggi
dibandingkan lemak coklat, hal ini akan
berpengaruh pada titik leleh yang lebih
tinggi pada hasil akhir produk permen.
IV. KESIMPULAN
Lemak tengkawang berpotensi
sebagai bahan pengganti lemak coklat
karena memiliki sifat yang mirip dengan
coklat, sehingga berpotensi sebagai bahan
baku permen coklat. Pada masa panen
perlu diantisipasi untuk mengolah dan
menyimpan lemak tengkawang yang
jumlahnya sangat besar. Di masa datang
perlu dilakukan diversifikasi produk
berbahan baku lemak tengkawang.
V. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih dihaturkan
kepada ITTO PD 586/10 Ref (F) atas
dukungan program- program terkait
Perlindungan dan Pemanfaatan
Tengkawang. Ucapan terimakasih juga
dihaturkan kepada seluruh pihak terkait
yang mendukung terlaksanya kegiatan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
El-Kalyoubi, M., MF Khallaf, A
Abdelrashid, dan EM Mostafa. 2011.
Quality Characteristics of Chocolate
– Containing Some Fat Replacer.
Annals of Agricultural Science
Journal. Vol. 56, No. 2. Hal. 89-96.
Fernandes, A., M. Fajri, S. Sunarta dan T.
Widowati. 2013. Dari Pohon Hingga
Minyak Tengkawang. Makalah
dalam Pelatihan Teknologi Tepat
Guna Tengkawang di Sanggau 25-26
Maret 2013. Tidak dipublikasikan.
Jahurul, MHA, ISM Zaidul, NAN Norulaini,
F Sahena, S Jinap, J Azmir, KM
Sharif, AKM Omar. 2013. Cocoa
Butter Fats and Possibilities of
Substitution in Food Products
Concerning Cocoa Varieties,
Alternative Source, Extraction
Methods, Composition, and
Characteristics. Journal of Food
Engineering. Vol. 117. Isue 4. Hal.
467-476. Elsevier.
Koswara,S., 2009. Teknologi Pembuatan
Permen. Ebook.com. diakses 21
April 2014.
Lipp, M. dan E. Anklam. 1998. Review of
Cocoa Butter and Alternative Fats for
Use in Chocolate – Part A.
Compositional Data. Food Chemistry
Journal. Vol. 62 (1) : 73-97. Elsevier.
Macdiarmid, J. I., dan Hetherington, M.M.
1995. Mood Modulation by Food : an
Exploration of affect and cravings in
“chocolate addicts”. British Journal
of Clinical psychology. Vol 34. Hal :
129-138.
Nesaretnam, K dan AR bin Mohd Ali. 1992.
Engabkang (Illipe) – an Excellent
Component for Cocoa Butter
Equivalent Fat. Journal Science Food
Agriculture. Vol. 60. Hal. 15-20.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 77
Pontianak, 14 Mei 2014
Rice, Robert A. & Greenberg, Russell, 2003,
Natural History. Jul/Aug 2003, Vol.
112 Issue 6, p36. 8p. 8 Color
Photographs.
Soerianegara and Lemmens, RHMJ (Editors).
1997. Plant Resources of SouthEast
Asia No. 5 (1). Timber Trees:
Commercial timbers. Prosea, Bogor.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 78
Pontianak, 14 Mei 2014
RIAP DIAMETER TENGKAWANG RAMBAI (Shorea pinanga Scheff)
DI HUTAN ALAM LABANAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR
Abdurachman
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda
Jl. A.W Syahrani No.68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298
Email: [email protected]
ABSTRAK
Usaha melestarikan tanaman dengan melakukan kegiatan penanaman memerlukan informasi
pertumbuhan sebagai salah satu dasar pertimbangan di dalam pengembangannya. Penelitian ini
bertujuan untuk memberikan informasi dari riap diameter tengkawang rambai (Shorea pinanga
Scheff) yang berada di hutan alam.. Penelitian dilakukan di hutan alam Labanan, Kabupaten Berau,
Kalimantan Timur. Pengambilan data dilakukan pada plot penelitian sebanyak 3 plot dengan
ukuran plot masing-masing seluas 4 (200 m x 200 m). Pohon yang diukur semua pohon
tengkawang rambai (Shorea pinanga Scheff) yang berdiameter ≥10 cm. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa Shorea pinanga Scheff di hutan alam memiliki kecenderungan untuk dapat
tetap bertahan yang ditunjukkan dengan sebaran diameter yang bertingkat dari kecil hingga besar
yaitu Diameter terkecil 10 cm dan terbesar adalah 72,4 cm, bila pohon besar mati maka pohon
yang kecil dapat menggantikannya, adapun riap diameter dari jenis ini adalah 0,41 cm/th dengan
galat baku 0,07 cm
Kata kunci : Shorea pinanga Scheff, riap diameter, hutan alam
I. PENDAHULUAN
Hutan alam Indonesia memiliki
keanekaragaman yang tinggi dengan
menghasilkan sumber devisa bagi negara
baik berupa kayu maupun non kayu yang
lebih di kenal dengan HHBK (hasil hutan
bukan kayu). Kekayaan alam ini perlu
dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu
informasi tumbuhan ini sangat diperlukan
baik mengenai sebaran jenis dalam suatu
kawasan maupun besarnya riap dari suatu
jenis.
Salah satu jenis yang dapat
menghasilkan keduanya yaitu kayu dan
non kayu adalah Shorea pinanga Scheff
yang merupakan salah satu jenis
penghasil buah tengkawang yang
menghasilkan minyak nabati, selain itu
memiliki ukuran besar. Dengan demikian
usaha penanaman jenis ini perlu
digalakkan. Tengkawang rambai (Shorea
pinanga Scheff) termasuk dalam marga
Shorea yang berada dalam famili
Dipterocarpaceae. Di Indonesia Meranti
ini tersebar di pulau Kalimatan. Jenis ini
tumbuh dalam hutan primer, khusus pada
punggung-punggung bukit di bawah
ketinggian 700 m dpl. Pohon ini memiliki
ukuran yang sangat besar, tingginya dapat
mencapai 50 m dengan diameternya
dapat mencapai 130 cm, batang tinggi,
lurus, berbentuk silinder; banir tebal,
curam sederajat, tinggi dan bentangan
mencapai 1,5 m, cekung, bulat.
(Soerianegara dan Lemmens, 1994 dan
Newman et.al., 1999).
Untuk menjaga agar jenis pohon
penghasil tengkawang tersebut terhindar
dari kepunahan, maka pemerintah telah
mengeluarkan PP No.7/1999 untuk
melindungi dari kepunahan dan Kepmen
No.692/Kpts-II/1998 yang melarang
penebangan dari jenis ini.
Sehubungan dengan hal tersebut,
tulisan ini dimaksudkan untuk
memberikan informasi mengenai riap
pohon Shorea pinanga Scheff di hutan
alam Labanan, dengan harapan informasi
ini dapat digunakan sebagai bahan
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 79
Pontianak, 14 Mei 2014
masukan dalam usaha penenaman dan
budidaya jenis pohon tersebut.
II. METODE PENELITIAN
A. Lokasi
Lokasi penelitian terletak di areal
hutan Labanan, merupakan plot
penelitian permanen kerjasama antara
Balai Penelitian Kehutanan Samarinda,
PT Inhutani I Berau dan Berau Forest
management Project (BFMP) di mana
plot ini sebelumnya merupakan kegiatan
Silvicultural Tecniques for the
Regeneration of Logged Over Forest in
East Kalimantan (STREK) Project yang
berada di Berau Kalimantan Timur. Pada
saat ini masuk dalam lokasi KHDTK
hutan penelitian Labanan. Berada pada
ketinggian antara 100 – 350 m dpl. Jenis
tanah didominasi oleh Podsolik Haplik
(Typic Paleudults) dan Podsolik cromik
(Typic Hapluduts). Tanah-tanah tersebut
memiliki tekstur lempung, lempung liat
berpasir hingga lempung berliat dan liat
berwarna coklat kekuning-kuningan
dengan struktur gumpal tak bersudut
hingga bersudut. Tipe iklim menurut
Schmidt dan Ferguson (1951) lokasi
penelitian memiliki nilai Q = 16,17%
tergolong tipe iklim B (Q = 14.3-33.3%),
sementara di bagian selatan memiliki
nilai Q = 4,20% termasuk tipe iklim A
dengan curah hujan rata-rata 2.500- 3.000
mm per tahun. Suhu udara maksimum
350C terjadi pada bulan September dan
Nopember dan terendah 330C pada bulan
Januari. Suhu udara minimum tertinggi
220C terjadi pada bulan Mei dan Juni dan
minimum terendah 210C terjadi pada
bulan Februari dan Agustus.
B. Pengumpulan data lapangan
Data di lapangan diperoleh dari
pengukuran pohon Shorea pinanga
Scheff yang berada pada plot penelitian
permanen sebanyak 3 plot di hutan
primer, setiap plot berukuran 200 m x
200 (4 ha). Plot berbentuk bujur sangkar
yang dibagi kedalam empat kuadran
dengan luas masing-masing 1 ha.
pengukuran dilakukan dengan sensus
100% untuk semua pohon Shorea
pinanga Scheff yang terdapat dalam plot
penelitian.
C. Analisis data
Menghitung diameter (d) dan riap
diameter (Rd)
Diameter Pohon diperoleh dari
konversi keliling sebagai berikut:
(Dephut, 1992)
D = K /
Dimana:
D = diameter pohon (cm)
K = keliling pohon (cm)
= konstanta phi = 3,1415
Riap diameter pohon diperoleh dari
rumus berikut:
Rd = d n - d (n-1)
Dimana:
Rd = riap diameter pohon (cm/th)
d n = diameter tahun ke-n
d (n-1) = diameter tahun ke (n-1)
Data dari hasil pengukuran
selanjutnya diolah dalam bentuk
perhitungan berdasarkan Snedecor &
Cochran (1989) sebagai berikut :
a. Nilai rataan (x)
nXX i /
b. Nilai simpangan baku (sd) dan ragam
(S²)
1
/)( 22
n
nxxSd
1
/)( 22
2
n
nxxS
c. Nilai galat baku (Se)
)1(
/)( 22
nn
nxxSe
Dimana: xi = nilai pengamatan individu ke i
n = ukuran sample pangamatan
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 80
Pontianak, 14 Mei 2014
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Sebaran dan Pergeseran Diameter
Dari hasil dua pengukuran, baik
yang pertama maupun yang kedua,
sebaran diameter yang diklasifikasikan ke
dalam kelas kelas diameter dengan
interval 10 cm dimana didapat kelas
diameter terkecil adalah 10 cm dan
tertinggi 70 cm yang diperoleh di
lapangan terlihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Jumlah pohon berdasarkan kelas diameter pada dua periode pengukuran
Kelas Diameter Jumlah pohon Jumlah pohon
10 27 22
20 5 6
30 8 5
40 5 9
50 2 3
60 1 2
70 0 1
Dari Tabel 1 tersebut terlihat
bahwa jumlah pohon terbanyak berada
pada kelas diameter kecil dan secara
umum makin besar makin sedikit.
Kondisi terjadi pada 2 periode
pengukuran yang dilakukan. Model
merupakan suatu yang umum terjadi di
hutan alam untuk semua jenis yang ada,
untuk satu jenis yang diamati pada
penelitian ini, hal yang sama terjadi pula.
Bentuk sebaran dari dua periode
pengukuran dan juga pergeseran diameter
yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1
berikut ini.
Gambar 1. Kurva sebaran dan pergeseran diameter Shorea pinanga Scheff di hutan alam
Pada Gambar 1 tersebut terlihat
bahwa dari dua periode pengukuran, dua
kurva sebaran diameter hampir
menyerupai J terbalik. Walaupun pada
sebaran ini hanya pada satu jenis yang
tumbuh di alam, ternyata bentuknya mirip
pada hutan alam pada umumnya bila
dibuat untuk semua jenis, seperti yang
dilaporkan tetang sebaran diameter di
hutan alam (Abdurachman, 2013;
0
5
10
15
20
25
30
10 20 30 40 50 60 70
Jum
lah
po
ho
n
Kelas Diameter (cm)
Pengukuran 1 Pengukuran 2
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 81
Pontianak, 14 Mei 2014
Susanty dan Setiawan, 2013). Dari
sebaran itu terlihat pula bahwa secara
alami jenis ini telah membentuk suatu
sistem untuk mempertahankan diri dari
kepunahan dengan logika pohon yang
besar akan mati dan akan diganti oleh
pohon yang lebih kecil, walaupun pada
hutan alam pohon yang besar belum tentu
lebih tua dari pohon yang kecil.
Pada Gambar 1 itu pula terlihat
bahwa dengan berjalannya pengamatan
dari dua peride pengukuran, ada
pergeseran jumlah pohon pada kelas-
kelas diameter, dimana jumlah pohon
pada diameter 10 cm jumlahnya
berkurang dan masuk pada kelas
diatasnya, hal ini berarti ada pertumbuhan
dengan bertambahnya diameter, demikian
pula pada kelas diameter diatasnya.
Pergeseran ini merupakan gejala yang
umum terjadi dalam pembuatan sebaran
diameter di dalam membandingkan 2
pengukuran yaitu pengukuran pertama
dan kedua.
2. Riap Diameter
Perhitungan riap diameter yang
didapat berdasarkan dengan menghitung
riap tahunan. Hasil perhitungan riap
diameter untuk jenis Shorea pinanga
Scheff ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Nilai rataan, simpangan baku, ragam dan galat baku dari Shorea pinanga Scheff
Peubah Rataan Simpangan baku Ragam Galat baku
Diameter (cm) 0,41 0,30 0.09 0,07
Shorea pinanga Scheff
merupakan salah satu jenis dari jenis
shorea yang pada umumnya memiliki
pertumbuhan yang cukup besar
sebagaimana yang dinyatakan oleh
Susanty (2013) bahwa Jenis shorea spp.
Mempunyai kontribusi besar terhadap
rataan diameter kelompok jenis
Dipterocarpaceae, untuk hutan bekas
tebangan setelah 3 tahun adalah 0,97 –
2,15 cm 2th1.
Nilai riap diameter seperti yang
tertera pada Tabel 2 di atas yaitu 0,41
cm/thn sedikit lebih kecil dari nilai riap
Shorea spp pada hutan bekas tebangan,
hal ini wajar karena niali ini diperoleh
dari hutan primer yang memiliki tingkat
kerapatan tinggi dan kondisi yang sudah
tetap dalam arti untuk membantu
percepatan dengan masuknya sinar
matahari dan ruang tumbuh dari pohon
yang ada didalamnya. Pada penelitian
lain Susanty dan Suhendang (2013) yang
menyatakan riap diameter rataan setelah
penebangan akan lebih besar
dibandingkan pada kondisi hutan primer,
terutama terjadi karena adanya respon
pembukaan ruang tumbuh setelah
penebangan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian,
Shorea pinanga Scheff di hutan alam
memiliki kecenderungan untuk dapat
tetap bertahan yang ditunjukkan dengan
sebaran diameter yang bertingkat dari
kecil hingga besar yaitu diameter terkecil
10 cm dan terbesar adalah 72,4 cm , bila
pohon besar mati maka pohon yang kecil
dapat menggantikannya. Adapun riap
diameter dari jenis ini adalah 0,41 cm/th
dengan galat baku 0,07 cm.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, 2013. Model struktur tegakan
hutan primer di Sangai, Kalimantan
Tengah. Prosiding Restorasi
Ekosistem Dipterokarpa Dalam
Rangka Peningkatan Produktivitas
Hutan. Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa. Samarinda.
Dephut. 1992. Manual Kehutanan.
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Keputusan Menteri Kehutanan Dan
Perkebunan Nomor : 692/Kpts-
Ii/1998 Tentang Perubahan
Keputusan Menteri Kehutanan
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 82
Pontianak, 14 Mei 2014
Nomor 58/Kpts-Ii/1996 Tentang
Perubahan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor
54/Kpts/Um/2/1972 Jo Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 261/Kpts-
Iv/1990 Tentang Pohon-Pohon Di
Dalam Kawasan Hutan Yang
Dilindungi
Newman, M. F., P.F Burgess and T.C
Whitmore. 1999. Pedoman
Identifikasi Pohon-Pohon
Dipterocarpaceae Pulau Kalimantan.
Yayasan PROSEA. Bogor.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1999 Tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan
Satwa.
Snedecor, G. and W.G. Cochran. 1989.
Statistical Methods Eighth Edition.
The Iowa State University Press.
Ames Iowa. USA
Soerianegara, I. and Lemmens, R.H.M.J.
(Eds.). (1994) Timber trees: Major
ommercial timbers. Plant resources
of South-East Asia No. 5 (1). Prosea,
Bogor, Indonesia.
Susanty F.H 2013. Keragaan Karakteristik
Biometrik Hutan Dipterocarpaceae
Campuran di Kalimantan Timur.
[disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Susanty F.H dan A. Setiawan 2013. Studi
Pemulihan Tegakan Setelah
Penebangan Dengan Pendekatan
Model Struktur Tegakan. Prosiding
Restorasi Ekosistem Dipterokarpa
Dalam Rangka Peningkatan
Produktivitas Hutan. Balai Besar
Penelitian Dipterokarpa. Samarinda
Susanty F.H dan E. Suhendang 2013. Riap
Individu Dan Tegakan Periodik
Hutan Dipterocarpaceae Setelah
Penebangan. Prosiding Restorasi
Ekosistem Dipterokarpa Dalam
Rangka Peningkatan Produktivitas
Hutan. Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa. Samarinda
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 83
Pontianak, 14 Mei 2014
SERANGAN HAMA BUAH DAN DAUN PADA JENIS SHOREA PENGHASIL
TENGKAWANG
Ngatiman dan Andrian Fernandes
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
Jl. A. W. Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298
Email: [email protected]
ABSTRAK
Tengkawang merupakan jenis tanaman kehutanan penghasilkan buah yang dapat digunakan
sebagai lemak nabati pengganti coklat. Dalam budidaya jenis Shorea penghasil Tengkawang
ditemukan serangan hama pada buah dan daunnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memberikan informasi mengenai serangan hama pada buah dan daun jenis Shorea penghasil
tengkawang. Metode yang digunakan adalah pengamatan secara langsung pada buah Shorea
mecistopteryx yang terserang hama. Sedangkan pengamatan hama daun dilaksanakan dengan cara
mengamati bibit Shorea stenoptera di persemaian. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
serangan hama pada buah S mecistopteryx mengakibatkan biji kehilangan daya kecambah.
Sedangkan hama daun di persemaian terdiri atas ulat kantung dan kutu daun. Ulat kantung
mengakibatkan daun berlubang-lubang dan kutu daun mengakibatkan daun menjadi kering. Hasil
penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi awal yang sangat penting dalam rangka
membudidayakan jenis Shorea penghasil tengkawang, khususnya di persemaian.
Kata kunci : Tengkawang, hama, ulat kantung, kutu daun
I. PENDAHULUAN
Tengkawang (Shorea spp)
merupakan salah satu jenis tanaman
kehutanan yang tumbuh di hutan hujan
tropis. Keberadaan tengkawang di habitat
alaminya saat ini mulai berkurang dan
sulit ditemukan (Istono dan Hidayati,
2010). Buah tengkawang dapat
digunakan sebagai sumber lemak nabati
pengganti coklat yang bernilai tinggi
(Lipp dan Anklam, 1998). Lemak dari
buah tengkawang juga dipergunakan
sebagai bahan baku kosmetik dan obat-
obatan (Rahman, et al., 2011).
Dalam pengembangan (budidaya)
tanaman tengkawang ditemukan
permasalahan yang perlu diketahui dan
dipertimbangkan dengan baik agar tidak
menimbulkan kerugian. Kerugian dapat
terjadi akibat adanya serangan hama pada
buah dan daun tengkawang di
persemaian. Tujuan penelitian ini adalah
untuk memberikan informasi mengenai
hama buah dan daun pada jenis Shorea
penghasil Tengkawang. Manfaat dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui
gejala dan bentuk serangan hama buah
dan daun pada jenis Shorea penghasil
Tengkawang.
II. BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah buah tengkawang,
bibit tengkawang, kantung plastik,
gunting stek, penggaris dan kamera. Buah
tengkawang (S mecistopteryx) diperoleh
dari Desa Sahan, Kabupaten
Bengkayang, Kalbar pada bulan Januari
2014. Buah dikumpulkan dari buah yang
jatuh di bawah pohon induk. Buah yang
terserang hama dipisahkan dari buah
yang baik. Buah yang terserang hama
kemudian dimasukkan ke dalam kantung
plastik yang lembab dan dibawa ke Lab.
Hama Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa (B2PD). Selanjutnya buah
dipindahkan ke toples plastik untuk
mengetahui bentuk imago dari hama buah
tersebut.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 84
Pontianak, 14 Mei 2014
Pengataman hama daun di
persemaian dilaksanakan dari bulan
Desember 2013 hingga Mei 2014. Hama
pada daun tengkawang terdiri atas ulat
kantung dan kutu daun. Pengamatan
dilakukan dengan cara melihat gejala dan
bentuk kerusakan daun yang
ditimbulkannya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hama pada buah tengkawang
Buah tengkawang dari jenis S
mecistopteryx yang terserang hama
ditandai dengan adanya lubang pada
buah. Lubang tersebut menembus kulit
dan sayap buah hingga ke bagian daging
buah. Serangan hama dalam bentuk larva
yang sudah berlanjut pada bagian luar
lubang terdapat kotoran larva berbentuk
butiran-butiran coklat kehitaman.
Sebagian besar dalam satu buah
ditemukan satu lubang, bahkan beberapa
buah dapat ditemukan lebih dari satu
lubang serangan hama. Buah yang
terserang hama tidak dapat berkecambah,
karena larva memakan daging buah.
Larva, pupa dan imago dari hama buah
tengkawang disajikan pada gambar 1.
Gambar 1. Hama pada buah tengkawang
a = larva, b = pupa dan c = imago (kupu-kupu)
Proses terjadinya serangan hama
(bentuk larva) pada buah diduga pada
saat buah masih berada di pohon atau
belum jatuh ke lantai hutan. Hal ini
berdasarkan pengamatan di lapangan,
buah yang jatuh dan masih segar telah
terindikasi adanya serangan hama
ditandai oleh adanya lubang gerek.
Serangan hama buah juga terjadi
pada jenis meranti (Shorea spp) lainnya.
Namun terdapat perbedaan bentuk
imagonya. Pada buah tengkawang, imago
berupa kupu-kupu, sedangkan pada jenis
meranti (S leprosula) imagonya
berbentuk kumbang moncong. Natawiria
(1989) menyebutkan bahwa serangan
hama terhadap lembaga buah lebih fatal
akibatnya dibandingkan dengan serangan
pada perikarp buah. Serangan hama pada
buah mengakibatkan terjadinya
perubahan warna buah, buah berguguran,
buah berlubang-lubang, muncul butiran-
butiran kotoran dari lubang gerek dan
pengeluaran resin dari luka buah.
2. Hama ulat kantung pada daun
tengkawang
Hama ulat kantung (Psychidae,
Lepidoptera) menyerang bibit
Tengkawang (S stenoptera) menyerang
pada bulan April 2014. Ciri serangan ulat
kantung adalah daun berlubang-lubang
karena larva memakan daging daun dan
urat daun. Ulat daun biasanya menyerang
secara berkelompok, yang
mengakibatkan daun menjadi rusak berat.
Ulat kantung dan bentuk kerusakan pada
daun dapat dilihat pada gambar 2.
a
b
c
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 85
Pontianak, 14 Mei 2014
Gambar 2. a = ulat kantung dan b = kerusakan daun akibat serangan ulat kantung
Berbagai ulat kantung diketahui
aktif makan pada pagi hari (07.00-09.00)
dan sore hari saat matahari tidak terik
lagi. Ulat kantung makan dengan cara
menjulurkan kepalanya dan kaki yang
bertumpu pada daun dengan posisi
kantung menggantung ke bawah atau
tegak ke atas (Suharti, et al, 2000).
3. Hama kutu daun pada daun
tengkawang
Hama kutu daun menyerang bibit
tengkawang (Shorea stenoptera)
memiliki ciri serangan daun menjadi
kering, menggulung pada bagian tepi
daun dan bahkan daun menjadi rontok.
Kutu daun memakan bagian epidermis
bawah daun secara berkelompok.
Brennan (2013) menjelaskan bahwa kutu
daun menyerang secara berkoloni,
sehingga dapat merusak daun secara
cepat dan sulit diberantas.
Serangan kutu daun di persemaian
terjadi pada bulan Desember 2013 ketika
musim hujan. Karnawati dan Balfas
(2009) menjelaskan bahwa kutu daun
menyerang pada akhir musim hujan.
Kerusakan akibat serangan kutu daun
dapat dilihat pada gambar 3 sebagai
berikut.
Gambar 3. Kerusakan daun akibat serangan kutu daun
a = kutu daun, b = epidermis bawah daun hilang akibat serangan kutu daun.
a
b
a
b
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 86
Pontianak, 14 Mei 2014
Serangan kutu daun yang cukup
berat dapat mengakibatkan daun kering,
rontok dan bahkan bibit dapat
kehilangan seluruh daunnya. Elyes, et al
(2011) menyebutkan bahwa kutu daun
dapat menghilangkan jaringan pada
daun, sehingga proses fotosintesis
terganggu. Dalam jangka panjang daun
dapat mengalami kerusakan serta
keguguran sebelum waktunya.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Serangan hama pada buah
tengkawang (S mecistopteryx)
mengakibatkan buah tidak dapat
berkecambah
2. Serangan hama ulat kantung pada
daun tengkawang (S stenoptera)
mengakibatkan daun berlubang-
lubang.
3. Kutu daun menyerang epidermis
daun tengkawang (S stenoptera)
pada permukaan bawah daun dan
mengakibatkan daun kering serta
rontok.
4. Serangan hama ulat daun dan kutu
daun yang cukup berat dapat
menghambat program penanaman,
karena harus memelihara kembali
bibit hingga siap tanam.
Saran
1. Sebelum melakukan
pengecambahan buah tengkawang
dilakukan seleksi buah agar tingkat
perkecambahan buah tinggi.
2. Dalam pemeliharaan bibit
Tengkawang di persemaian perlu
dilakukan pengamatan secara
periodik untuk mengetahui ada
tidaknya serangan hama pada bibit
agar kerusakan bibit dapat
dihindari.
V. UCAPAN TERIMAKASIH
Penghargaan dan ucapan
terimakasih disampaikan untuk ITTO
PD 586/10 Rev. 1 (F) atas dukungan
material bahan penelitian dan pihak-
pihak yang telah membantu
terlaksananya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Brennan, EB. 2013. Agronomic Aspect of
Strip Intercropping Lecture with
Alyssum for Biological Control of
Aphids. Biological Control Journal.
Vol. 65. Hal. 302-311. Elsevier.
Eyles, A, D Smith, EA Pinkard, I Smith, R
Cokrey, S Elms, C Beadle dan C
Mohammed. 2011. Photosynthetic
Responses of Field-grown Pinus
radiate Trees to Artificial and Aphid-
induced Defoliation. Tree Physiology
Journal. Vol. 31. Hal. 592-603.
Oxford University Press.
Istono dan T. Hidayati. 2010. Studi Potensi
dan Penyebaran Tengkawang (Shorea
spp) di Areal IUPHHK-HA PT.
Intracawood Manufacturing, Tarakan,
Kaltim. Jurnal Silvikultur Tropika.
Vol. 1. No. 1.
Karnawati, E dan R Balfas. 2009.
Pengendalian Kutu Daun Dengan
Beberapa Pestisida Nabati dan
Beuveria bassiana. Prosiding
Lokakarya Nasional IV Akselerasi
Inovasi Teknologi Jarak Pagar
menuju Kemandirian Energi. Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan
Serat, Malang. Hal. 75-78.
Lipp, M. dan E. Anklam. 1998. Review of
Cocoa Butter and Alternative Fats for
Use in Chocolate – Part A.
Compositional Data. Food Chemistry
Journal. Vol. 62 (1) : 73-97. Elsevier.
Natawiria, D. 1989. Teknik Pengendalian
Hama Hutan Tanaman Industri,
Informasi Teknis no. 4. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan.
Bogor.
Rahman, NFA, M Basri, MBA Rahman,
RRNZRA Rahman dan AB Salleh.
2011. High Yield Lipase-catalyzed
Synthesis of Engkabang Fat Esters for
the Cosmetic Industry. Bioresource
Technology Journal. Vol. 102 : 2168-
2176. Elsevier.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 87
Pontianak, 14 Mei 2014
Suharti, M., I. R. Sitepu, W. Darniati dan I.
Anggraeni. 2000. Uji Efikasi
Beberapa Agen Pengendali Biologi
Nabati dan Kimia Terhadap Ulat
Kantung. Buletin Hutan no. 624.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 88
EVALUASI AWAL UJI SPESIES-PROVENAN JENIS-JENIS Shorea PENGHASIL
TENGKAWANG DI KHDTK LABANAN, KALIMANTAN TIMUR
Deddy Dwi Nur Cahyono dan Rayan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda
Jl. A.W. Syahrani No.68 Sempaja, Samarinda; Telp.(0541) 206364, Fax (0541) 742298
Email: [email protected]
ABSTRAK
Jenis-jenis Shorea penghasil tengkawang memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai salah
satu produk HHBK unggulan. Peningkatan produktivitas dan kualitas diperlukan untuk memenuhi
tuntutan konsumen yang semakin meningkat. Program pemuliaan merupakan salah satu pendekatan
yang dapat dilakukan untuk memenuhi harapan tersebut. Tahun 2011 Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa Samarinda memulai dengan membangun plot uji spesies-provenan. Sebanyak 4
spesies dari 4 provenan diuji di KHDTK Labanan untuk mengetahui kombinasi spesies-provenan
yang paling unggul pada tapak tersebut. Plot uji dirancang menggunakan Rancangan Acak
Lengkap Berblok yang terdiri dari 2 faktor yaitu asal provenan dan spesies. Digunakan 4 blok,
setiap blok terdiri dari 12 plot (kombinasi spesies-provenan) dan dalam setiap plot terdiri dari 25
treeplot (5x5 pohon). Hasil analisis varian menunjukkan bahwa perbedaan spesies-provenan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan diameter pada umur 1 tahun,
sedangkan pertumbuhan tinggi tidak demikian. Pada akhir pengamatan, persentase hidup berkisar
12-35,53% dan terbaik dicapai oleh Shorea gysbertsiana dari Haurbentes. Pertumbuhan tinggi pada
kisaran 8,8-27,18 cm dan terbaik dicapai oleh S. macrophylla dari Gunung Bunga sedangkan
pertumbuhan diameter dengan kisaran 1,55-3,64 mm dan terbaik oleh S. gysbertsiana dari Bukit
Baka.
Kata kunci : Tengkawang, provenan, uji spesis-provenan, pertumbuhan
I. PENDAHULUAN
Sektor kehutanan telah mampu
memberikan manfaat tidak hanya dalam
bentuk produk kayu saja, namun juga
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Jenis
HHBK sangat beragam dan salah satunya
adalah buah tengkawang yang dihasilkan
dari jenis-jenis Shorea. Buah tengkawang
dapat diolah menghasilkan minyak/lemak
yang digunakan sebagai bahan dasar
untuk pembuatan coklat, margarine,
malam, sabun serta bahan kosmetik
seperti lipstik (Winarni et. al., 2005).
Seperti diketahui bahwa sampai sekarang
buah tengkawang memiliki nilai manfaat
yang tinggi bagi masyarakat disekitar
hutan khususnya di Kalimantan Barat
yang masih menggantungkan sebagian
hidupnya dari hasil hutan.
Di Indonesia terdapat 13 jenis
pohon penghasil tengkawang.
Sebarannya mencakup wilayah
Kalimantan dan sebagian kecil Sumatera.
Pengusahaan buah tengkawang oleh
masyarakat tersebut diatas utamanya
masih mengandalkan dari hutan alam. Di
Kalimantan Barat pada umumnya, buah
tengkawang dikumpulkan dari jenis
Shorea stenoptera dan S. pinanga
(Jafarsidik dan Oetdja 1982; Appanah
dan Turnbull, 1998). Produksi buah pada
pohon tengkawang cukup menjanjikan.
Pohon tengkawang yang baru belajar
berbuah mampu menghasilkan 50-100 kg
biji kering per pohon. Hasil rata-rata
tengkawang pada umur 80 tahun pada
panen raya berkisar 250-400 kg biji per
pohon, sedangkan diluar panen raya
hanya berkisar 50-100 kg
(Sumadiwangsa, 2001).
Melihat jumlah produksi tersebut,
buah tengkawang memiliki potensi untuk
terus dikembangkan sesuai permintaan
pasar. Peningkatan produktivitas dan
kualitas sangat diperlukan untuk
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 89
memenuhi tuntutan konsumen yang
semakin meningkat. Program pemuliaan
merupakan salah satu pendekatan yang
dapat dilakukan untuk memenuhi harapan
tersebut. Dengan program pemuliaan
dapat dilakukan uji untuk meningkatkan
kualitas genetik melalui proses seleksi
dan persilangan.
Dalam upaya untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas tersebut, Balai
Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD)
Samarinda membangun plot uji spesies-
provenan jenis-jenis Shorea penghasil
tengkawang. Upaya ini perlu secara
periodik dievaluasi agar dapat memantau
potensi tanaman. Rencana tahapan
kegiatan pemuliaan yang akan dilakukan
mencakup eksplorasi dan pengumpulan
materi genetik dari beberapa populasi,
pembibitan dan seleksi (Hardjana dan
Rayan, 2011), pembangunan plot uji
spesies-provenan, evaluasi dan seleksi
plot uji spesies-provenan, pembangunan
tegakan benih provenan (TBP) hingga
perbanyakan menggunakan materi
generatif hasil dari TBP.
Tulisan ini menggambarkan
pembangunan plot uji spesies-provenan
dan evaluasi awal sebagai bagian dari
tahapan kegiatan pemuliaan jenis-jenis
Shorea penghasil tengkawang. Uji ini
bertujuan untuk mengetahui spesies dan
provenan dengan daya adaptabilitas dan
pertumbuhan yang unggul pada tapak
yang diuji. Kombinasi spesies-provenan
yang terbaik selanjutnya dapat digunakan
untuk membangun TBP sebagai populasi
perbanyakan.
II. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Plot uji spesies-provenan
dibangun di Kawasan Hutan Dengan
Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Kec.
Teluk Bayur, Kab. Berau, Kaltim. Secara
geografis lokasi berada pada posisi
01o53’52.0” LU dan 117o11’43.5” BT.
Kondisi plot merupakan dataran dengan
topografi yang landai. Plot uji dibangun
pada tahun 2011. Evaluasi dilaksanakan
secara periodik sampai dengan tahun
2013.
B. Objek Pengamatan dan Alat
Objek pengamatan adalah
tanaman jenis-jenis tengkawang pada plot
uji spesies-provenan yaitu S.
gysbertsiana, S. macrophylla, S. pinanga
dan S. stenoptera dari beberapa populasi
(Tabel 1). Sedangkan alat yang
digunakan meliputi kaliper, meteran,
tallysheet dan alat tulis.
Tabel 1. Informasi sumber benih dari 4 provenan
Provenan Jumlah
lokasi
Letak geografis Rata-rata
tinggi
tempat
(m dpl)
Lokasi administratif
LS/X BT/Y
Bukit Baka 9 647222-
653668
9915674-
9879702 177,9 Kab. Seruyan, Kalteng
Gunung Bunga 10 010 30’2,02”-
010 30’3,93”
1100 42’1,88”-
1100 42’2,90” 84,3 Kab. Ketapang, Kalbar
Haurbentes 6 NA NA 250 Kab. Bogor, Jabar
Sungai Runtin 13 010 16’1,10”-
010 17’1,87”
1100 06’1,21”-
1100 07’1,90” 154,3 Kab. Ketapang, Kalbar
Keterangan NA : data tidak tersedia; Jumlah lokasi = lokasi tempat pengumpulan benih
C. Parameter yang Diamati
Karakter atau sifat yang diukur
adalah persentase hidup, tinggi dan
diameter tanaman. Tinggi tanaman diukur
menggunakan meteran dari pangkal
batang yang berbatasan dengan
permukaan tanah sampai pucuk,
sedangkan diameter tanaman diukur
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 90
menggunakan kaliper dengan ketelitian 2
digit pada ketinggian 10 cm dari pangkal
batang.
D. Pengolahan dan Analisis Data
Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap
Berblok yang terdiri dari 2 faktor yaitu
asal provenan (P) dan spesies (S). Faktor
P terdiri dari 4 provenan yaitu Bukit
Baka, Gunung Bunga, Haurbentes dan
Sungai Runtin serta faktor S terdiri dari 4
spesies yaitu S. gysbertsiana, S.
macrophylla, S. pinanga dan S.
stenoptera. Dalam penelitian ini faktor S
bersarang (nested) dalam faktor (P).
Digunakan 4 blok, setiap blok terdiri dari
12 plot (kombinasi species-provenan) dan
dalam setiap plot terdiri dari 25 pohon
per plot (tree plot), jarak tanam 5x5 m.
Data hasil pengukuran kemudian
dihitung nilai persentase hidup (1) dan
pertumbuhannya (2). Untuk menentukan
nilai tersebut digunakan persamaan :
Persentase hidup (%) =Jumlah tanaman yang hidup
Jumlah seluruh bibit yang ditanam x 100%...........(1)
𝑃 = 𝑞2 − 𝑞......…………..............................(2) dimana P = Pertumbuhan tanaman. q1 = Pengukuran awal. q2 = Pengukuran akhir.
Data kemudian dianalisis varian
menggunakan Minitab 16 untuk
mengetahui variasi antar faktor yang
diuji. Apabila menunjukkan perbedaan
yang nyata akan dilanjutkan dengan uji
Tukey untuk melihat perbedaannya.
Model matematis yang digunakan adalah
sebagai berikut (Steel dan Torie, 1995) :
Yijk = μ + Bi + Pj + Sk(Pj) + Eijk
dengan : Yijk : rata-rata pengamatan pada ulangan ke-i, asal
provenan ke-j, spesies ke-k
μ : rerata umum pengamatan;
Bi : pengaruh ulangan ke-i;
Pj : pengaruh provenan ke-j;
Sk(Pj) : pengaruh spesies ke-k dalam provenan ke-j;
Eijk : random error
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kemampuan Adaptasi Tanaman
Kondisi lingkungan plot uji sangat
mempengaruhi daya adaptasi tanaman
yang akan dikembangkan. Dalam
kegiatan ini, kemampuan adaptasi
didekati dengan persen hidup tanaman.
Sampai dengan umur 2 tahun, terjadi
variasi pada persentase hidup, yaitu
berkisar antara 12-35,53% (
Tabel 2). Shorea gysbertsiana dari
Haurbentes merupakan kombinasi
spesies-provenan terbaik dalam hal
persentase hidup (35,53%).
Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa tidak terdapat satu pun kombinasi
spesies-provenan yang memiliki
persentase hidup mencapai 50%.
Persentase hidup yang rendah
menunjukkan bahwa pada sebagian besar
tanaman ternyata kurang mampu
beradaptasi dengan kondisi lingkungan
yang baru di Labanan.
Tabel 2. Rata-rata persentase hidup tanaman pada plot uji spesies-provenan
Provenan Spesies Persentase hidup (%)
1 tahun 2 tahun
Bukit Baka
S. gysbertsiana 65 14,67
S. macrophylla 70 14
S. pinanga 74 21
S. stenoptera 82 23
Gunung Bunga S. gysbertsiana 81 16
S. macrophylla 79 17,33
Haurbentes
S. gysbertsiana 83 35,53
S. macrophylla 78 12
S. pinanga 76 26
S. stenoptera 95 27,27
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 91
Provenan Spesies Persentase hidup (%)
1 tahun 2 tahun
Bukit Baka
S. gysbertsiana 65 14,67
S. macrophylla 70 14
S. pinanga 74 21
S. stenoptera 82 23
Sungai Runtin S. gysbertsiana 72 18
S. macrophylla 76 20
Pada usia 1 tahun setelah tanam,
tanaman masih mampu bertahan dengan
persen hidup rata-rata 77,58%, namun
pada umur 2 tahun turun menjadi 20,4%.
Kondisi tersebut diduga karena pengaruh
lingkungan yang kering dan temperatur
yang tinggi yaitu pada periode Juni-
Nopember 2012 dengan rata-rata curah
hujan yang lebih rendah dari biasanya
(Rayan et. al., 2012). Hal ini juga telah
dijelaskan bahwa di daerah tropis,
pengaruh curah hujan dan temperatur
sangat menentukan tingkat keberhasilan
suatu jenis tanaman dapat beradaptasi
(Soeseno dan Idris, 1975).
Kondisi serupa juga dialami pada
uji spesies pada plot konservasi ek-situ
yang berlokasi di RPH Carita Banten.
Terjadi kondisi dimana di tengah musim
hujan ternyata terdapat kemarau selama 2
bulan sehingga menyebabkan banyak
tanaman uji mengalami kematian. Jenis
dari famili Dipterocarpaceae pada tingkat
semai sangat peka terhadap perubahan
lingkungan (Hani dan Rahman, 2007).
Jika dicermati lebih lanjut bahwa
pada umur 2 tahun, 3 spesies dari
provenan Haurbentes termasuk dalam 3
urutan teratas persentase hidup. Spesies
dari provenan Haurbentes merupakan ras
lahan yang awalnya berasal dari
Kalimantan. Informasi ini
menggambarkan bahwa spesies tersebut
yang telah beradaptasi di Haurbentes
cenderung menunjukkan kemampuan
beradaptasi pula di Labanan. Indikasi
awal menunjukkan bahwa tanaman yang
masih survive di Labanan merupakan
spesies-provenan dari pohon induk yang
memiliki genetik unggul yang tahan
terhadap kondisi lingkungan yang kering.
Kemampuan penyesuaian untuk dapat
survive ini akan sangat membantu dalam
hal seleksi di masa mendatang.
B. Pertumbuhan Tinggi dan Diameter
Pada pengamatan umur 2 tahun
dapat diketahui bahwa tinggi tanaman
bervariasi antara 65,44-111,51 cm (rata-
rata 92,54 cm), sedangkan diameter
berkisar 7,66-11,23 mm (rata-rata 9,55
mm). Untuk perhitungan pertumbuhan
tinggi dan diameter seperti pada
Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter jenis-jenis tengkawang
Provenan Spesies Pertumbuhan tinggi (cm) Pertumbuhan diameter (mm)
1 tahun 2 tahun 1 tahun 2 tahun
Bukit Baka
S. gysbertsiana 7,30 12,00 1,61 3,64
S. macrophylla 6,53 20,88 1,08 2,02
S. pinanga 5,67 9,54 2,54 2,75
S. stenoptera 5,55 17,14 1,76 2,50
Gunung Bunga S. gysbertsiana 8,37 22,05 1,24 2,51
S. macrophylla 17,44 27,18 1,63 2,45
Haurbentes S. gysbertsiana 6,45 13,72 1,10 2,05
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 92
S. macrophylla 6,47 13,21 0,91 1,59
S. pinanga 8,07 17,83 0,92 1,70
S. stenoptera 4,82 8,80 1,15 1,55
Sungai Runtin S. gysbertsiana 6,42 12,05 1,01 1,57
S. macrophylla 6,62 17,15 1,43 2,95
Pertumbuhan tinggi maupun
diameter tanaman secara keseluruhan
mengalami peningkatan baik itu pada
umur 1 atau 2 tahun setelah tanam. Pada
umur 1 tahun rata-rata pertumbuhan
tinggi sebesar 7,19 cm sedangkan pada
pertumbuhan diameter sebesar 1,33 mm.
Kemudian pada umur 2 tahun, rata-rata
pertumbuhan tinggi sebesar 15,02 cm,
sedangkan pada pertumbuhan diameter
rata-ratanya meningkat menjadi 2,18 mm.
Peningkatan pertumbuhan diameter umur
2 tahun dibanding 1 tahun mencapai 1,63
kalinya sedangkan pertumbuhan tinggi
lebih besar lagi mencapai 2,08 kali.
Untuk mengetahui pengaruh dari
faktor yang diuji dilakukan analisis
varian. Hasil analisis varian seperti pada
tabel 4.
Tabel 4. Analisis varian untuk pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman tengkawang pada plot uji
spesies-provenan umur 1 dan 2 tahun Sumber
Variasi
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Sig
Per
tum
bu
hsn
tin
gg
i
Umur 1 tahun
Blok 3 121,1 203,6 1,62ns 0,188
Provenan 3 2584,2 916,2 7,30** 0,000
Spesies (Provenan) 8 1018,8 127,4 1,01ns 0,429
Error 118 14811,6 125,5
Total 132 18535,7
Umur 2 tahun
Blok 3 1184,6 518,2 2,332ns 0,079
Provenan 3 2408,7 898,9 4,02** 0,009
Spesies (Provenan) 8 1740,2 217,5 0,97ns 0,460
Error 118 26364,6 223,4
Total 132 31698,1
Per
tum
bu
han
dia
met
er
Umur 1 tahun
Blok 3 3,730 1,707 1,36ns 0,260
Provenan 3 36,113 13,174 10,46** 0,000
Spesies (Provenan) 8 20,725 2,591 2,06* 0,045
Error 118 148,598 1,259
Total 132 209,167
Umur 2 tahun
Blok 3 23,360 7,168 2,77* 0,045
Provenan 3 49,016 17,391 6,73** 0,000
Spesies (Provenan) 8 21,590 2,699 1,04ns 0,407
Error 118 305,017 2,585
Total 132 398,983
Keterangan : * = signifikan, ** = sangat signifikan, ns = tidak signifikan
Hasil analisis varian baik itu
untuk pertumbuhan tinggi maupun
diameter menunjukkan bahwa provenan
berpengaruh sangat signifikan pada umur
1 dan 2 tahun, sedangkan kombinasi
faktor spesies-provenan hanya
berpengaruh signifikan pada
pertumbuhan diameter umur 1 tahun saja.
Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan
diantara spesies-provenan, maka
dilakukan uji Tukey (tabel 5).
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 93
Tabel 5. Hasil uji Tukey untuk pertumbuhan diameter tanaman tengkawang pada plot uji spesies-
provenan umur 1 tahun
Provenan Jenis Rata-rata Grouping
Bukit Baka S. pinanga 3,1 A
Bukit Baka S. gysbertsiana 2,9 A B
Gunung Bunga S. macrophylla 2,6 A B C
Bukit Baka S. stenoptera 2,3 A B C
Sungai Runtin S. macrophylla 1,5 A B C
Gunung Bunga S. gysbertsiana 1,5 A B C
Bukit Baka S. macrophylla 1,5 A B C
Haurbentes S. stenoptera 1,3 B C
Haurbentes S. gysbertsiana 1,2 B C
Sungai Runtin S. gysbertsiana 1,2 B C
Haurbentes S. macrophylla 1,1 B C
Haurbentes S. pinanga 0,8 C
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Hasil uji lanjut menunjukkan
bahwa 3 rangking teratas pertumbuhan
diameter dicapai oleh jenis S. pinanga
dari Bukit Baka, S. gysbertsiana dari
Bukit Baka dan S. macrophylla dari
Gunung Bunga. Rata-rata pertumbuhan
diameter terbaik hasil uji lanjut oleh S.
pinanga dari Bukit Baka mencapai 3,1
mm atau dengan kata lain memiliki riap
1,55 mm per tahun.
Hasil yang didapat ini jauh lebih
rendah bila dibandingkan dengan uji
yang dilakukan Soekotjo (2007) di PT
Sari Bumi Kusuma Kalteng. Pada umur
tanaman 2 tahun di lokasi tersebut,
pertumbuhan tinggi jenis S. stenoptera
mampu mencapai 164,77 cm sedangkan
jenis S. macrophylla mencapai 128,87
cm. Untuk rata-rata diameter juga lebih
baik yaitu 32,8 mm dan 27,5 mm bila
dibandingkan dengan rata-rata di
Labanan hanya berada di kisaran 8,30-
9,35 mm untuk jenis S. stenoptera dan
9,85-11,91 mm untuk S. macrophylla.
Bahkan uji jenis di PT Sarmiento
Parakantja Timber Kalteng pada umur
tanaman 16 bulan masih memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan Labanan. Pada lokasi tersebut,
jenis S. macrophylla memiliki rata-rata
tinggi 224,06 cm sedangkan S. stenoptera
198,84 cm.
Perbedaan yang sangat jauh ini
dapat dipahami, karena tanaman yang
ditanam di Labanan merupakan spesies-
provenan di luar habitat asalnya sehingga
memerlukan adaptasi jika dibandingkan
dengan tanaman yang ditanam tidak jauh
dari habitatnya. Masih perlu dilakukan
evaluasi lanjutan hingga diperoleh
informasi pertumbuhan yang lebih
lengkap. Informasi dan evaluasi
pertumbuhan ini sangat perting untuk
seleksi. Hal ini karena terdapat hubungan
yang nyata antara diameter dan jenis
pohon dengan produksi buah
tengkawangnya. Makin besar diameter
maka akan menghasilkan buah
tengkawang yang semakin banyak
(Winarni et. al., 2004). Jenis pohon
dengan genotip penghasil biji tinggi
nantinya dapat dikembangkan sebagai
sumber bibit sehingga pada generasi
berikutnya produktivitas akan meningkat.
Untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman, pada plot uji spesies-provenan
perlu dilakukan tindakan silvikultur.
IV. KESIMPULAN
Hasil evaluasi awal pada umur 2
tahun menunjukkan bahwa persentase
hidup terbaik dicapai oleh S. gysbertsiana
dari Haurbentes. Sementara itu
pertumbuhan tinggi terbaik dicapai S.
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 94
macrophylla dari Gunung Bunga
sedangkan pertumbuhan diameter oleh S.
gysbertsiana dari Bukit Baka.
DAFTAR PUSTAKA
Appanah, S. and J.M. Turnbull. 1998. A
Review of Dipterocarp : Taxonomy,
Ecology and Silviculture. Center for
International Forestry Research.
Bogor. Indonesia
Hani, A. dan E. Rahman. 2007. Evaluasi
Ketahanan Hidup Tanaman Uji
Spesies dan Konservasi Ek-Situ
Dipterocarpaceae Di RPH Carita
Banten. Info Teknis Vol. 5 No. 1 Juli
2007. Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan. Yogyakarta : 1-6
Hardjana, A.K dan Rayan. 2011.
Pertumbuhan Bibit Tengkawang
(Shorea spp) Asal Biji Dari Populasi
Hutan Alam Kalimantan di
Persemaian B2PD Samarinda. Jurnal
Penelitian Dipterokarpa. Balai Besar
Penelitian Dipterokarpa Samarinda.
Vol. 5 No. 2, Desember 2011 : 61-72
Jafarsidik dan Oetdja. 1982. Pengenalan
Jenis Pohon Penghasil Tengkawang.
Balai Penelitian Hutan. Bogor.
Rayan, D.D.N. Cahyono, Supriadi dan Y.
Makkalo. 2012. Laporan Hasil
Penelitian Tahun 2012 Bioteknologi
dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Populasi Pemuliaan Untuk Jenis-
jenis HHBK Prioritas (Shorea spp
Penghasil Tengkawang). Balai Besar
Penelitian Dipterokarpa. Samarinda
(Tidak Dipublikasikan)
Sumadiwangsa, S. 2001. Nilai Dan Daya
Guna Penanaman Pohon
Tengkawang (Shorea spp) di
Kalimantan. Buletin Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Vol. 2
No. 1. Badan Litbang Kehutanan
Jakarta : 51-59
Soekotjo. 2007. Pengalaman Dari Uji Jenis
Dipterokarpa Umur 4,5 Tahun Di
PT. Sari Bumi Kusuma Kalteng.
dalam Prosiding Seminar
Pengembangan Hutan Tanaman
Dipterokarpa dan Ekspose
TPII/SILIN. Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa. Samarinda
Soeseno, O.H. dan Idris. 1975. Silviks.
Yayasan Pembina Fakultas
Kehutanan UGM. Yogyakarta
Steel, R.G.D & J.H. Torrie. 1995. Prinsip
dan Prosedur Statistik Suatu
Pendekatan Biometrik. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarni, I., E.S. Sumadiwangsa dan D.
Setyawan. 2004. Pengaruh Tempat
Tumbuh, Jenis Dan Diameter Batang
Terhadap Produktivitas Pohon
Penghasil Biji Tengkawang. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan Vol. 22 No. 1
Juni 2004. Puslitbang Hasil Hutan.
Bogor : 23-33
Winarni, I., E.S. Sumadiwangsa dan D.
Setyawan. 2005. Beberapa Catatan
Pohon Penghasil Biji Tengkawang.
Info Hasil Hutan Vol. 11 No. 1 April
2005 Puslitbang Hasil Hutan. Bogor
: 17-25
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 95
Pontianak, 14 Mei 2014
POTENSI POHON TENGKAWANG, TINGKAT GENERASI ALAMINYA DAN POLA
SEBARAN POHON TENGKAWANG DI KALIMANTAN BARAT
Oleh :
M. Fajri dan Nilam Sari
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
Jln. A. Wahab Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda, Kalimantan Timur, Telp. 0541-
206364
Email : [email protected]
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
Ringkasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pohon tengkawang, tingkat regenerasi
alaminya serta pola sebarannya. Metode pengambilan data di dilapangan dengan membuat plot
pengamatan seluas 100 m x 100 m untuk mengukur potensi dan tingkat regenerasi alami pohon
tengkawang serta pola sebaran pohonnya di kebun masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa potensi pohon tengkawang di Dusun Sanjan, pada plot 1 jenis Shorea macrophylla sebesar
89,56 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar 52, 29 m³. Pada plot 2, jenis Shorea macrophylla
sebesar 22,87 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar 0,9 m³. Potensi pohon tengkawang di dusun
Sanke, pada plot 1, jenis Shorea macrophylla sebesar 11,76 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar
44,3 m³. Pada plot 2, jenis Shorea macrophylla sebesar 97,65 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar
81,77 m³. Untuk regenerasi, alami tingkat anakan dan sapihan di dusun Sanjan pada plot 1,
jumlah semai 15 batang/ha, sapihan 6 batang/ha. Pada Plot 2, jumlah semai 12 batang/ha, sapihan
berjumlah 5 batang/ha. Regenerasi alami di dusun Sanke, Pada plot 1, jumlah semai 15 batang/ha,
jumlah sapihan 6 batang/ha. Pada Plot 2, jumlah semai 12 batang/ha, sapihan 5 batang/ha. Untuk
sebarannya, pohon penghasil buah tengkawang ini menyebar secara acak dan merata di area studi.
Kata kunci : Tengkawang, Pemanenan, lestari
I. PENDAHULUAN
Pohon tengkawang telah dikenal
baik sebagai penghasil biji tengkawang
dan kayu meranti merah. Kedua produk
tersebut memiliki nilai komersial tinggi
dan telah diperniagakan secara luas,
terutama untuk tujuan ekspor. Biji
tengkawang mengandung minyak lemak
nabati untuk bahan obat-obatan, mentega,
minyak goreng, kosmetika dan lain-lain
(Yusliansyah et al., 2007). Pemanfaatan
kayu ini umumnya untuk konstruksi
ringan, yaitu kayu lapis, perabot rumah
tangga, dinding rumah dan bahan kertas
(Martawijaya et al., 1981). Pengusahaan
tanaman tengkawang cukup menjanjikan,
menurut Winarni et al. (2005) apabila
dinilai maka dalam 1 ha pohon
tengkawang akan menghasilkan
pendapatan sebesar Rp 82,5 juta (biji
tengkawang) dan Rp 24 – 48 juta (kayu
meranti), yaitu apabila pohon tersebut
sudah tidak mampu memproduksi buah
tengkawang lagi.
Masyarakat Dayak dan Melayu di
Kalimantan Barat telah banyak
membudidayakan tanaman ini secara
agroforestry, dikenal sistem tembawang
untuk dipanen buahnya sebagai sumber
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 96
Pontianak, 14 Mei 2014
penghidupannya (Sorensen, 1996).
Pemungutan buah tengkawang juga
banyak dilakukan masyarakat di populasi
alaminya, baik di kebun milik
masyarakat, di hutan adat maupun di
hutan alam, dimana mereka harus
bersaing dengan binatang pemburu
seperti babi yang sangat menyukai buah
tengkawang untuk dimakan (Seibert,
1996; Sorensen, 1996). Disisi lain
meskipun pohon tengkawang termasuk
jenis yang dilindungi, masih dijumpai
penebangan pohon ini sehingga
populasinya di alam semakin berkurang
(Seibert, 1996). Pemungutan buah
tengkawang oleh masyarakat dalam
jumlah besar tanpa menyisakan buah
untuk regenerasi tegakan tengkawang
dapat menyebabkan tidak adanya
regenerasi tanaman tengkawang. Apabila
kondisi ini berlangsung terus menerus
tidak akan dapat memenuhi kebutuhan
produk buah tengkawang dan dapat
mengarah pada kepunahan pohon
tengkawang (Kholik, A dan Hardjana
K.A, 2011).
Dusun Sanjan, Desa Sei Mawang,
Kabupaten Sanggau dan Dusun Sanke,
Desa Meragun, Kabupaten Sekadau,
Kalimantan Barat merupakan 2 lokasi
perkampungan masyarakat dayak yang
masih memiliki potensi kebun
tengkawang. Masyarakatnya masih
banyak yang memiliki kebun
tengkawang, mereka masih
memanfaatkan buah dan pohon
tengkawang tersebut sebagai bagian dari
kegiatan sosial ekonomi mereka. Oleh
karena berdasarkan informasi tersebut
maka dilakukan kegiatan penelitian
dengan tujuan untuk mengetahui seberapa
besar potensi pohon tengkawang di ke-2
lokasi tersebut, bagaimana pola
sebarannya dan tingkat generasi
alaminya.
II. METODOLOGI
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di lakukan di
Dusun Sanjan, Desa Sei Mawang,
Kabupaten Sanggau, dan Dusun Sanke,
Desa Meragun, Kabupaten Sekadau,
Propinsi Kalimantan Barat. Lokasi ini
dipilih karena dari hasil informasi yang
diperoleh dan studi literatur yang ada,
lokasi ini memiliki potensi dan sebaran
pohon tengkawang yang lebih bagus.
B. Bahan dan Peralatan
Bahan penelitian yang digunakan
adalah pohon Tengkawang dengan
tingkat regenerasi permudaan pohon
tengkawang. Alat penelitian yang
digunakan adalah label pohon, kompas,
clinometers, meteran, phi band, GPS dan
ATK.
C. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan pada plot
pengamatan seluas 100 m x 100 m,
kemudian menghitung tingkat kerapatan
regenerasi alami permudaan pohon
tengkawang dan mengukur potensi pohon
tengkawang yang ada di kebun milik
masyarakat, dengan menghitung jumlah
pohon, diameter dan tinggi bebas cabang
pohon tengkawang. Untuk mengukur
tinggi pohon menggunakan rumus tinggi
dengan menggunakan Heling atau
clinometer (Ruchaemi, 2003,
Sutarahardja,1979). Cara menghitung
tingginya dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
H= Htop-Hb/Hp-Hb X 3 m
Dimana :
Htop = Skala persen puncak pohon
Hp = Skala persen ujung galah
Hb = Skala persen dasar pohon
3m = Tinggi galah yang digunakan
D. Analisis Data
Analisa dalam kegiatan penelitian,
meliputi :
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 97
Pontianak, 14 Mei 2014
1. Pengolahan data dalam kegiatan ini,
baik yang berhubungan dengan
kerapatan regenerasi permudaan alami
pohon dan potensi pohon tengkawang,
menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel.Data yang diperoleh
akan dianalisis dengan menggunakan
program Microsoft Excel 2007.
2. Potensi Pohon Tengkawang dengan
menggunakan rumus :
a. Kerapatan= Jumlah Individu
Luas Contoh
b. Volume pohon dihitung berdasarkan
faktor bentuk (Ruchaemi, 2007)
berikut:
V = ¼ . d2.t.f
Dimana :
V = Volume pohon bebas cabang
(m3)
π = Konstanta (3,141592654)
d = Diameter pohon setinggi dada
atau 20 cm di atas banir (cm)
t = Tinggi batang bebas cabang
(m)
f = Angka bentuk pohon (0,6)
Dengan ketentuan:
1). Tinggi pohon total (m), dihitung
100 x diameter (cm) atau T =
D (Sutisna, 2000).
2). Bila tinggi berdasarkan diameter
lebih dari 40 m, maka tinggi
dianggap maksimum = 40 m
(Sutisna, 2000).
3). Tinggi batang (bebas cabang)
ditaksir 0,65 tinggi pohon total,
sehingga dalam menghitung
volume batang, tinggi
dikalikan 0,65 (Suyana, 2003).
4). Faktor bentuk batang bebas
cabang yang digunakan di
Hutan Labanan Berau,
Kalimantan Timur adalah 0,6
(Suyana, 2003).
3. Menghitung tingkat regenerasi
permudaan tingkat semai, pancang
dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus :
Kerapatan=Jumlah Individu
Luas Contoh
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Potensi Pohon Tengkawang di
Dusun Sanjan dan Dusun Sanke
Berdasarkan hasil kegiatan pada
area studi di Dusun Sanjan, Desa Sei
Mawang, Kabupaten Sanggau dan Dusun
Sanke Desa Meragun, Kabupaten
Sekadau dengan membuat 2 plot
penelitian seluas 1 hektar/plot pada
masing-masing area studi bisa dijelaskan
sebagai berikut : hasil inventarisasi di
area studi ditemukan 2 jenis tengkawang
yaitu Shorea macrophylla dan Shorea
stenoptera. Pada studi area juga banyak
ditemukan tanaman dari jenis-jenis yang
lainnya seperti durian, cempedak,
nangka, karet, nyatoh. Tanaman-tanaman
tersebut ditanam juga oleh pemilik kebun
sebagai sumber makanan dan obat-
obatan.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 98
Pontianak, 14 Mei 2014
Grafik 1. Potensi pohon tengkawang di dusun Sanjan.
Grafik 2. Potensi Pohon Tengkawang di dusun sanke.
Dari hasil data pada Grafik 1 di
atas dapat terlihat bahwa, pada Plot 1,
pohon tengkawang dari jenis Shorea
macrophylla dengan diameter antara 30,2
cm – 103,8 cm, mempunyai kerapatan
jenis 28 pohon/hektar, dengan luas basal
area 9,86 m², dan volume kayu sebasar
89,56 m³, sedangkan pohon tengkawang
dari jenis Shorea stenoptera dengan
diameter antara 43 cm – 100,2 cm
mempunyai kerapatan jenis 12
pohon/hektar, dengan luas basal area 5,46
m² dan volume kayu sebesar 52, 29 m³.
Pada plot 2, pohon tengkawang dari jenis
Shorea macrophylla dengan diameter 60
cm – 87 cm mempunyai kerapatan jenis 7
pohon/hektar,dengan luas basal area 2,5
m², dan volume kayu sebasar 22,87 m³,
sedangkan pohon tengkawang dari jenis
Shorea stenoptera dengan diameter 36
cm mempunyai kerapatan jenis 1
pohon/hektar, dengan luas basal area 0,1
m² dan volume kayu sebesar 0,9 m³
Hasil inventarisasi pada Grafik 2
terlihat bahwa untuk pohon tengkawang
dari jenis Shorea macrophylla dengan
diameter antara 23,9 cm – 98,8 cm
mempunyai kerapatan jenis 29
pohon/hektar, dengan luas basal area
1,62 m², dan volume kayu sebasar 11,76
2812 7 19,86 5,46 2,5 0,1
89,56
52,29
22,870,9
020406080
100
S. m
acro
ph
ylla
S. s
ten
oft
era
S. m
acro
ph
ylla
S. s
ten
oft
era
Plot 1 Plot 2
Potensi Pohon Tengkawang di Dusun Sanjan, Kabupaten Sanggau
KJ (Pohon/Ha)
BA (m²)
V (m³)
29 2037 35
1,62 5,8 12,94 9,1611,76
44,3
97,6581,77
020406080
100120
S. m
acro
ph
ylla
S. s
ten
oft
era
S. m
acro
ph
ylla
S. s
ten
oft
era
Plot 1 Plot 2
Potensi Pohon Tengkawang di Plot 1 dan 2 Dusun Sanke, Kab. Sekadau, Kalbar
KJ (Pohon/Ha)
BA (m²)
V (m³)
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 99
Pontianak, 14 Mei 2014
m³, sedangkan pohon tengkawang dari
jenis Shorea stenoptera dengan diameter
20,3 cm – 103,9 cm mempunyai
kerapatan jenis 20 pohon/hektar, dengan
luas basal area 5,8 m² dan volume kayu
sebesar 44,3 m³. Pada plot 2, pohon
tengkawang dari jenis Shorea
macrophylla dengan diameter antara 34,3
cm – 92 cm mempunyai kerapatan jenis
37 pohon/hektar, dengan luas basal area
12,94 m², dan volume kayu sebasar 97,65
m³, sedangkan pohon tengkawang dari
jenis Shorea stenoptera dengan diameter
21,2 cm – 86,7 cm mempunyai kerapatan
jenis 35 pohon/hektar, dengan luas basal
area 9,16 m² dan volume kayu sebesar
81,77 m³.
B. Regenerasi Alami Pohon
Tengkawang
1. Regenerasi Alami Pohon
Tengkawang di Kebun Masyarakat
Regenerasi alami pohon penghasil
buah tengkawang sangat penting, karena
ini akan mempengeruhi keberadaaan
jenis pohon ini kedepannya. Regenerasi
alami bisa bagus bila tingkat produksi
anakan alam pohon penghasil buah
tengkawangnya tinggi terjadi secara
alami dan tanpa ada gangguan baik hama
maupun manusianya.
Untuk pohon penghasil buah
tengkawang di Dusun Sanjan, Kabupaten
Sanggau dan Dusun Sanke, Kabupaten
Sekadau, karena buahnya diambil untuk
dijual oleh masyarakatnya, maka ketika
buah ini dipanen apakah masyarakatnya
juga menyisakan buah tersebut untuk
menjaga kelestarian pohon tengkawang
tersebut. Untuk itu maka dilakukan
pengamatan terhadap regenerasi alami
dari pohon penghasil buah tengkawang
ini seperti Grafik 3 dan 4 berikut ini :
Grafik 3. Potensi Anakan dan sapihan di Plot 1 dan 2, Dusun Sanjan.
10
4
9
45
23
1
0
2
4
6
8
10
12
Anakan Sapihan Anakan Sapihan
Plot 1 Plot 2
Tan
aman
Potensi Tingkat Anakan dan Sapihan Tengkawang di Plot 1 dan 2 Dusun Sanjan, Kab. Sanggau
S. macrophylla
S. stenoptera
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 100
Pontianak, 14 Mei 2014
Grafik 4. Potensi Anakan dan Sapihan di plot 1dan 2 Dusun Sanke
Berdasarkan hasil pengamatan
dan perhitungan di area studi (Dusun
Sanjan) dengan membuat 2 plot
penelitian seluas 1 hektar (bisa dilihat
pada grafik 3). Pada Plot 1, untuk tingkat
semai, memiliki jumlah 15 batang/ha atau
sekitar 24,59 % total dari permudaan
tengkawang di area studi. Untuk tingkat
pancang berjumlah 6 batang/ha atau
sekitar 9,8 % total populasi pohon
tengkawang di area studi. Pada Plot 2,
untuk tingkat semai, memiliki jumlah 12
batang/ha atau sekitar 48 % total dari
permudaan tengkawang di area studi.
Untuk tingkat pancang berjumlah 5
batang/ha atau sekitar 20 % total populasi
permudaan tengkawang di area studi
Melihat kondisi di atas bahwa
jumlah semai di area studi masih cukup
bagus karena mempunyai persentase yang
cukup tinggi, tetapi untuk tingkat
pancang jumlah persentasenya cukup
rendah karena mempunyai persentase di
bawah 20 %, hal ini mungkin di
pengaruhi oleh hama dan penyakit,
kondisi lingkungan yang kurang
mendukung (iklim mikro yang kurang
mendukung), dan adanya kegiatan
pembersihan kebun yang dilakukan oleh
pemilik kebun.
Untuk area studi di Dusun Sanke
bisa dilihat pada grafik 4. Pada Plot 1,
untuk tingkat semai, memiliki jumlah 15
batang/ha atau sekitar 24,59 % total dari
permudaan tengkawang di area studi.
Untuk tingkat pancang berjumlah 6
batang/ha atau sekitar 9,8 % total
populasi pohon tengkawang di area studi.
Pada Plot 2, untuk tingkat semai,
memiliki jumlah 12 batang/ha atau
sekitar 48 % total dari permudaan
tengkawang di area studi. Untuk tingkat
pancang berjumlah 5 batang/ha atau
sekitar 20 % total populasi permudaan
tengkawang di area studi
Karena masa pemanenan buah
tengkawang dan tingkat produktifitas
buah tengkawang sangat minim
informasinya karena belum banyak
penelitian-penelitian yang membahas
masalah ini. Maka untuk melihat
kelestarian dari pohon-pohon penghasil
buah tengkawang ini dilakukan
pengamatan dan penghitungan terhadap
tingkat regenerasi alami pohon penghasil
buah tengkawang di kebun masyarakat.
Menurut Alrasyid (2006), syarat untuk
mendukung kelestarian produksi
permudaan di hutan alam yaitu untuk
tingkat semai diatas standar 40% dan
untuk pancang diatas 60%, kecuali untuk
tiang dibawah standar 75%, tetapi
jumlahnya hampir sama dengan kondisi
semula (hutan utuh).
C. Pola Sebaran Pohon Tengkawang
10
4
10
65
2
9
4
0
2
4
6
8
10
12
Anakan Sapihan Anakan Sapihan
Plot 1 Plot 2
Tan
aman
Potensi Tingkat Anakan dan Sapihan Tengkawang di Plot 1 dan 2 Dusun Sanke, Kab. Sekadau
S. macrophylla
S. stenoptera
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 100
Pontianak, 14 Mei 2014
Dari hasil pengambilan data
sebaran pohon penghasil buah
tengkawang (S. macrophylla dan S.
stenoptera) di area studi, selanjutnya di
buat peta sebaran pohonnya yang bisa di
lihat pada Grafik 5 berikut ini :
Grafik 5. Pola Sebaran Pohon Tengkawang di kebun masyarakat
Dari peta sebaran pohon penghasil
buah tengkawang dapat kita lihat bahwa
pohon penghasi buah tengkawang ini
menyebar secara acak dan merata di area
studi. Area studi berada di pinggir sungai,
termasuk daerah yang mempunyai
karakter topografi landai dan datar. Jenis
ini di area studi sangat banyak terdapat di
daerah lembah pinggiran sungai, jarang
terdapat di daerah perbukitan atau tempat
dengan kondisi topografi yang curam dan
sangat curam.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian memperlihatkan
bahwa potensi pohon tengkawang masih
sangat baik pertumbuhannya, walaupun
dikelola pada kebun-kebun masyarakat,
akan tetapi kondisi ini masih bisa
menyelamatkan pohon tersebut dari
kepunahan akibat ekploitasi pohon
tengkawang oleh orang yang tidak
bertanggungjawab pada habitatnya.
Untuk itu sangat di perlukan
pembudidayaan jenis pohon tengkawang
baik oleh masyarakat maupun oleh
instansi-instansi pemerintah atau
perusahaan yang bergerak dalam bidang
kehutanan.
DAFTAR PUSTAKA
Alrasyid, H. 2006. Potensi Permudaan
Alam Di Areal tegakan Tinggal
Hutan Alam Ramin campuran.
Prosiding Workshop Nasional
“Policy Option On The
Conservation And Utilization Of
Ramin”,Bogor.
Martawijaya A., I. Kartasudjana., K.
Kadir, dan S.A. Prawira. 1981.
Atlas Kayu Indonesia. Jilid I.
Badan Litbang Kehutanan. Bogor.
Ruchaemi. A. 2007. Ilmu ukur kayu dan
inventarisasi tegakan. Laboratorium
Biometrika Hutan. Fakultas
Kehutanan Universitas
Mulawarman Samarinda.
0
20
40
60
80
100
0 20 40 60 80 100
Sebaran pohon di Tengkawang
Pohon lain
S. macrophylla
S. stenoptera
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 101
Pontianak, 14 Mei 2014
Ruchaemi, A. 2003. Ilmu Ukur Kayu.
Lab Biometrika Hutan. Fakultas
Kehutanan. Universitas
Mulawarman. Samarinda.
Seibert B. 1996. Food from Dipterocarps:
Utilization of the tengkawang
species group for nut and fat
production. In book: Dipterocarp
forest ecosystems. Editor Schulte
A. dan D. Schone. Word Scientific
Publishing Co. Singapore.
Sorensen K. W. 1996. Traditional
management of Dipterocarp forests:
Examples of community forestry by
indigenous communities. In book:
Dipterocarp forest ecosystems.
Editor Schulte A. dan D. Schone.
Word Scientific Publishing Co.
Singapore.
Sutarahardja, S. 1979. Ilmu Ukur Hutan.
Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Sutisna, M. 2000. Hasil Penelitian.
Dalam: Sutisna, M. dan Suyana, A.
1997-2000. Laporan Akhir Tahun
Ke-3 Penelitian Kajian Penjarangan
TPTI. Kerja sama Penelitian Antara
Balai Penelitian Kehutanan
Samarinda dan Fakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman,
Samarinda.
Suyana, A. 2003. Dampak Penjarangan
Terhadap Struktur dan Riap
Tegakan di Hutan Produksi Alami
PT. Inhutani I Berau Kalimantan
Timur. Tesis, Universitas
Mulawarman, Samarinda.
Winarni, I., Sumadiwangsa, S.,
Setyawan, S., 2005. Beberapa
Catataan Pohon Penghasil Biji
Tengkawang. Info Hasil Hutan
Volume 11 No. 1/April/2005: 17-
25. Bogor.
Yusliansyah, Supartini. dan S. E.
Prasetya. 2007. Rangkuman hasil-
hasil penelitian kayu dan non kayu
dipterokarpa. Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa. Samarinda.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 102
Pontianak, 14 Mei 2014
Jadwal Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Konservasi Genetik Tengkawang
Waktu Materi Pemateri Ket.
08:00 – 08:30 Registrasi peserta Panitia
08:30 – 09:30
Menyanyikan Lagu
Kebangsaan Indonesia
Raya
Laporan panitia
Pembukaan
Keynote speech
Pembacaan doa
Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
(B2PD)
Gubernur Provinsi Kalimantan Barat
(sekaligus membuka acara)
Kepala Badan Litbang Kehutanan
MC
09:30 - 09:45 Rehat kopi*
09:45 – 13:00
Formulasi perlindungan
tengkawang berdasarkan
prioritas dan beberapa
indikator terkait:
Bidang ekonomi
Bidang konservasi
ekosistem
Bidang konservasi
genetic
Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc
(Universitas Tanjung Pura)
Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah
Mada)
Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH
Yogyakarta)
Fasilitator
(PRCF)
13:30 – 14:00 ISHOMA*
14:00 – 15:45
Diskusi dan perumusan
rencana tindakan strategis
perlindungan genetik jenis
tengkawang
PRCF Indonesia Fasilitator
15:45 – 16:00 Rehat kopi
16:00 – 16:30 Penutupan Kepala B2PD/yang mewakili MC
Catatan : * Pemutaran film hasil penelitian integrasi jenis Shorea penghasil tengkawang dan beberapa produk/output terkait.
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 103
Pontianak, 14 Mei 2014
Daftar Hadir Peserta Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Konservasi Genetik Tengkawang No Nama Instansi
1 Purwati Fahutan Untan
2 Evi Wardinar Fahutan Untan
3 Ari Sukiryo BPDAS
4 Ribut Biro Litbang Prop. Kalbar
5 Sugini Disperindag Prop. Kalbar
6 Y. Sudaryanti BKSDA Kalbar
7 Agustina H Fahutan Untan
8 Imam Mulyo S BPHP Wil X
9 Romiyanto, S.Pd LPHD Desa Sri Wangi
10 Musmulyadi LPHD Desa Na- Jemah,
Kapuas Hulu
11 Herkulanus Yansen Desa Entakai I, Sanggau
12 Arpianto Desa Entakai, Sanggau
13 Yun Santija Ulfa Sekda
14 Dharmawan Sekda
15 Fahruddin Sekda
16 Henry Dishut Prop. Kalbar
17 Blasius Bulin Desa Sijuah, Sanggau
18 Rufinus Sanggau
19 Donasa Tilon Sanggau
20 Mundus Sanggau
21 Nina Asiidar BP4K Sanggau
22 Damianus Mdu BKD
23 Hendra Wisnu Wartha LPHD Kapuas Hulu
24 Saiful Fahmi LPHD Kapuas Hulu
25 M. Syafrani Dishut Prop. Kalbar
26 Sulaiman YPSBK
27 Lukasius Sanggau
28 F. Lukas Sanggau
29 Rohadi Bengkayang
30 Alexius Bengkayang
31 Asep Bengkayang
32 Dery Efendi Bengkayang
33 M. Idham Fak Kehutanan Untan
34 Iskandar Fak. Kehutanan Untan
35 Y. Ponco LIPD/LSM
36 Abang Amirulah LEH/ SKD
37 Sarno Disperindagkop Sekda
38 M. Yusuf YASBK Sanggau
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 104
Pontianak, 14 Mei 2014
39 Imam Suprapto Poktan Bengkayan
40 Agustinus Poktan Bengkayang
41 Zainal Abdisyah Hutbun Bky
42 Suhartian Lembaga Energi Hijau
43 Karsmo R Dishut Prov
44 Agatha Suryani Dishutbung Sekadau
45 Utin Ramdiana Dishutbun Skd
46 M. Siswadi Poktan Skd
47 Juslian Poktan Skd
48 Agus Aswandi Petani
49 Widki Priatna Pendamping
50 Eka P Saputra Perindagkop
51 Deman LPS Air
52 Ridwan LPS Air
53 Farah Diba Untan
54 FX Tajok Pengelola Hutan Desa
55 Wahyudi Petani
56 Teguh Setda Kalbar