Upload
dinhhanh
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA
AGAMA SEBAGAI PENGUAT KARAKTER
PESERTA DIDIK UNTUK MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
10 JUNI 2016
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar 2016
ii
Prosiding Seminar Nasional:
PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA SEBAGAI PENGUAT
KARAKTER PESERTA DIDIK UNTUK MENGHADAPI MASYARAKAT
EKONOMI ASEAN
Penulis : Pembicara pada Seminar Nasional Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Penanggungjawab : Dr. Drs. I Nyoman Linggih, M. Si.
Editor : I Made Dian Saputra, S.S., M.Si. Putu Santi Oktarina, S.Pd., M.Pd.
Gambar : sman5tanralili.sch.id
Penerbit : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Ratna Tatasan, no. 51
Denpasar, Bali, Indonesia – 80237 Phone: +62361 226656
Fax: +62361 226656
E-mail: [email protected]
Dicetak Juni 2016
ISBN: 978-602-74659-3-0
iii
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, karena berkat asung wara nugrahaNya prosiding seminar nasional dengan
tema “Pembelajaran Bahasa dan Sastra Agama Sebagai Penguat Karakter Peserta Didik
untuk Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN” dapat diselesaikan sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan.
Dewasa ini arus perkembangan teknologi dan kemajuan zaman begitu cepat yang
mengakibatkan kehidupan masyarakat semakin kompetitif meningkat dan kompleks.
Pembangunan intelektual harus diimbangi dengan pembangunan di bidang moral dan
spiritual di mana keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai wadah untuk
mengembangkan hal tersebut. Kemajuan IPTEKS dapat berimplikasi pada karakter dan
moral yang merupakan suatu hal yang bersifat fundamental dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, serta dapat pula menjadi tantangan dalam menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Apalagi dengan munculnya persoalan-persoalan yang cenderung
mengarah ke hal-hal negatif yang muncul akhir-akhir ini merupakan akumulasi dari
kegagalan pendidikan dalam membentuk karakter dan moral. Sebagai Dekan Fakultas
Dharma Acarya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, saya menyambut baik
pelaksanaan Seminar Nasional itu. Hal ini sebagai bentuk pendidikan alternatif untuk
menguatkan karakter peserta didik untuk menghadapi dampak dari Masyarakat Ekonomi
ASEAN.
Dalam kesempatan ini pula, kami memberikan apresiasi kepada panitia dan para
pemakalah yang telah menyumbangkan pemikiran-pemikirannya. Terlepas dari segala
kekurangannya, besar harapan kami agar makalah-makalah yang tersaji dalam prosiding
ini dapat menjadi sumbangan bagi pembaca, akademisi, dan pendidik, untuk
meningkatkan peradaban bangsa ke depannya.
Om Santih Santih Santih Om
Denpasar, 7 Juni 2016
Dekan Fakultas Dharma Acarya
IHDN Denpasar
Dr. Drs. I Nyoman Linggih, M.Si.
NIP. 19561231 197903 1 037
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH DAN AGAMA HINDU BERBASIS
KEARIFAN LOKAL SEBAGAI PENGUAT KARAKTER PESERTA DIDIK MENGHADAPI MEA
I Nyoman Suarka ~ 1
OPTIMALISASI PERAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEBAGAI
WAHANA PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DALAM MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Budhi Setiawan ~ 8
DINAMIKA KEBAHASAAN DALAM KEANEKAAN BUDAYA: PERSPEKTIF LINGUISTIK
KEBUDAYAAN
I Nengah Duija ~ 16
KONTAK SOSIAL PEDAGOGIK-EDUKATIF DALAM RANGKA PENGUATAN KARAKTER
PESERTA DIDIK DI ERA GLOBALISASI MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Ni Nengah Selasih ~ 24
PERLUNYA PENGAJARAN BAHASA BALI DI ERA GLOBAL YANG DIDUKUNG OLEH
SUMBER DAYA MANUSIA BERKERAKTER DALAM MEMPERKUAT BUDAYA LOKAL
I Ketut Tanu ~ 32
STRATEGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI INSTITUT HINDU DHARMA
NEGERI DENPASAR
Kadek Aria Prima Dewi Pf ~ 40
PEMBACAAN ŚLOKA DALAM MENGUATKAN KARAKTER DAN MORALITAS UMAT HINDU
I Made Surada ~ 47
HABITUS PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA DALAM DUNIA INFORMASI DAN
PENDIDIKAN FINANSIAL UNTUK MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
I Made Adi Surya Pradnya ~ 58
PENINGKATAN KUALITAS DAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA HINDU MELALUI
PEMAHAMAN TAKSONOMI TRI KAYA PARISUDHA
I Putu Gede Parmajaya ~ 66
PRAKSIS TEORI SOSIAL KOGNITIF DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER PEDULI SOSIAL
PADA MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA
I Ketut Sudarsana ~ 82
v
STRATEGI PENDIDIKAN KARAKTER DISEKOLAH MENENGAH
I Made Sujana ~ 88
PENANAMAN KARAKTER BERBASIS HINDU DENGAN METODE STORY TELLING DALAM
MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
I Dewa Gede Rat Dwiyana Putra ~ 97
PEMBELAJARAN SOR SINGGIH BASA BALI SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN BUDAYA BALI
I Wayan Lali Yogantara ~ 105
NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM CERPEN MATEGUL TAN PATALI
Ni Wayan Arini ~ 117
MENJADIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA SEBAGAI SIMBUL IDENTITAS
Putu Subawa ~ 125
PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA SEBAGAI COMMON HERITAGE DALAM
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
I Putu Suweka Oka Sugiharta ~ 132
MENUMBUHKEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI SATUA PAN ANGKLUNG
GADANG
I Made Arsa Wiguna ~ 142
INTERNALISASI AJARAN ETIKA AGAMA HINDU UNTUK MEMPERKOKOH KARAKTER
PESERTA DIDIK
I Ketut Madja ~ 151
MEMBANGUN PENDIDIKAN KARAKTER GENERASI MUDA DI ERA GLOBALISASI
I Made Wiguna Yasa ~ 162
MENGEFEKTIFKAN JALUR PENDIDIKAN KEAGAMAAN HINDU NON FORMAL MELALUI TATANAN
DESA PAKRAMAN DALAM MEWUJUDKAN GENERASI YANG KOMPETITIF
I Made Arya ~ 173
PERTAMA DALAM SEJARAH, PEMBELAJARAN BAHASA BALI MENUJU E-LEARNING
I Nyoman Suka Ardiyasa ~ 178
PEREMPUAN BALI DALAM NOVEL SASTRA BALI MODERN
I Made Dian Saputra ~ 184
MENJAGA EKSISTENSI KARYA SASTRA DALAM BUDAYA BELAJAR
Putu Sanjaya ~ 195
BAHASA DAN SASTRA SERTA HUBUNGANNYA DENGAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
(MEA)
I Gde Agus Darma Putra ~ 200
vi
KARYA SASTRA SEBAGAI MEDIA PENANAMAN KARAKTER PADA ANAK
Gusti Nyoman Mastini ~ 206
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM SATUA I UBUH UNTUK MEMPERKUAT ANAK DIDIK
MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASIA
I Wayan Artayasa ~ 213
PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA DAN
SASTRA AGAMA
I Wayan Mudana ~ 220
TRADISI MASATUA SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER
Anak Agung Putra Arsana ~ 224
NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM SOR SINGGIH BASA BALI
Ni Made Suyeni ~ 228
SEKILAS EUFEMISME DALAM BAHASA BALI
I Wayan Sugita ~ 236
IMPLEMENTASI NILAI KEARIFAN LOKAL BALI DALAM MENDIDIK KARAKTER ANAK USIA
DINI DENGAN MASATUA
Ida Bagus Made Wisnu Parta ~ 241
WACANA “KASEPEKANG” DALAM FIKSI SASTRAWAN BALI
I Made Wiradnyana ~ 255
PENGENALAN KONSEP TRI KAYA PARISUDHA DALAM SATUA BALI
Putu Santi Oktarina ~ 265
PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI GENDING RARE
I Putu Andre Suhardiana ~ 276
BAHASA BALI DAN PROSPEKNYA KE DEPAN
Ni Wayan Budiasih ~ 288
NILAI-NILAI SASTRA TRADISIONAL KAITANNYA DENGAN KEBUDAYAAN NASIONAL
Ni Wayan Murniti ~ 297
SEPUTAR ISU KETERGESERAN DAN KETERANCAMAN BAHASA BALI: SEBUAH KAJIAN
TENTANG KEBERTAHANAN PENGGUNAAN BAHASA BALI DAN MINAT BELAJAR BAHASA
BALI DI PERGURUAN TINGGI
I Made Iwan Indrawan Jendra ~ 308
REVITALISASI BUDAYA “MESATUA” MELALUI PENDIDIKAN INFORMAL SEBAGAI UPAYA
UNTUK MENANAMKAN KARAKTER ANAK
Ni Nyoman Mariani ~ 316
vii
PENDIDIKAN KARAKTER DAN CINTA LINGKUNGAN MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA
LOKAL SEBAGAI PENGUATAN IDENTITAS NASIONAL
Marsono ~ 322
S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n B a h a s a d a n S a s t r a A g a m a | 82
PRAKSIS TEORI SOSIAL KOGNITIF DALAM MENGEMBANGKAN
KARAKTER PEDULI SOSIAL PADA MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA AGAMA
Oleh : I Ketut Sudarsana11
ABSTRACT
Social cognitive theory is used to identify, predict behavior and identifying the
appropriate methods to alter behavior. This theory explains an interaction among
knowledge, personal experience, and personal characteristic in a learning process. This
interaction will provide social care character development impacting on students of
Religious Language and Literature Education Department, which is very important to do
with society. Thus as social beings, students need to develop social care characteristics,
ranging from learning activities in the classroom and outside the classroom. All students
can foster social care code every day through variety ways, such as through school
activities that involve student participation.
Keywords: Cognitive Social Theory and Social-Care Character
ABSTRAK
Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal, memprediksi perilaku dan
mengidentifikasi metode-metode yang tepat untuk mengubah perilaku. Teori ini
menjelaskan bahwa dalam belajar, pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi
(personal experience), dan karakteristik individu (personal characteristic) saling
berinteraksi. Interaksi ini akan memberikan dampak perkembangan karakter peduli sosial
pada mahasiswa jurusan pendidikan bahasa dan sastra agama, yang menjadi sangat
penting kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat. Sehingga sebagai makhluk sosial,
mahasiswa perlu mengembangkan karakter peduli sosial, mulai dari kegiatan
pembelajaran di kelas maupun luar kelas. Semua mahasiswa bisa menumbuhkan karakter
peduli sosial setiap harinya melalui berbagai cara, salah satunya melalui kegiatan-
kegiatan sekolah yang melibatkan partisipasi mahasiswa.
Kata Kunci : Teori Sosial Kognitif dan Karakter Peduli Sosial
I. PENDAHULUAN
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2004, secara administratif Fakultas
Dharma Acarya lahir dengan dua jurusan, yaitu Jurusan Pendidikan Agama dengan
Program Studi Pendidikan Agama Hindu dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Agama dengan Program Studi Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali. Khusus
keberadaan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Agama tidak hanya untuk memenuhi
tenaga pendidik Bahasa Bali, tetapi juga para penyuluh dan penutur Bahasa Bali yang
dalam kehidupannya akan berbaur dengan masyarakat.
11 Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag., M.Pd.H. Dosen Pascasarjana IHDN Denpasar
S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n B a h a s a d a n S a s t r a A g a m a | 83
Tantangan mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Agama setelah
selesai menempuh pendidikan terletak pada kondisi keberagaman latar belakang budaya
masyarakat Bali saat ini, yang menjadikannya sebagai masyarakat multikultural.
Pengaruh globalisasi dan masyarakat multikultural tersebut mempengaruhi kesadaran,
sikap dan tindakan sebagian masyarakat Bali terhadap bahasa Bali sebagai salah satu
identitas budayanya. Hal ini sangat tampak dalam fenomena kurangnya penggunaan
bahasa Bali dalam komunikasi masyarakat Bali. Hal ini tampak dalam lingkup pergaulan
masyarakat multikultural di Bali baik di lingkungan kerja maupun keluarga, dominan
menggunakan bahasa Indonesia, bahkan terkadang menggunakan bahasa campuran
antara bahasa Indonesia dengan bahasa Bali, bahasa Indonesia dengan bahasa asing
daripada menggunakan bahasa Bali yang utuh.
Keanekaragaman dalam praktek-praktek sosial tersebut menghasilkan substansial
perbedaan individu dalam kemampuan Bahasa Bali yang dikembangkan. Dalam model
teori kognitif sosial terdapat sebab-akibat yang melibatkan timbal balik determinisme.
Dalam model sebab-akibat/timbal balik, perilaku, kognisi dan lainnya faktor pribadi,
serta pengaruh lingkungan semua beroperasi sebagai penentu yang berinteraksi
mempengaruhi satu sama lain dua arah. Sebab akibat/timbal balik tidak berarti bahwa
berbagai sumber pengaruh yang sama kuat. Butuh waktu untuk faktor kausal untuk
mengerahkannya mempengaruhi dan mengaktifkan pengaruh timbal balik.
Bagi bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan
meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperthatikan dua fenomena
penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Kognitif sosial adalah
perilaku dibentuk melalui konteks sosial. Perilaku dapat dipelajari baik, sebagai hasil
reinformecement maupun reiforcement. Pertama, Bandura berpendapat bahwa manusia
dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata –
mata bidak yang menjadi objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki
sendirian oleh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi. Kedua,
Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi dengan
orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan
konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan dipelihara.
II. PEMBAHASAN
2.1 Kerangka Teori Kognitif Sosial.
Teori kognitif sosial menurut Bandura menyoroti pertemuan yang kebetulan
(chance encounters) dan kejadian tak terduga (fortuitous events) meskipun pertemuan
dan peristiwa tersebut tidak serta merta mengubah jalan hidup manusia. Cara manusia
bereaksi terhadap pertemuan atau kejadian itulah yang biasanya berperan lebih kuat
dibanding peristiwa itu sendiri. Teori kognitif sosial membuat beberapa asumsi tentang
pembelajaran dan kinerja perilaku. Asumsinya mengatasi interaksi timbal balik antara
orang-orang, perilaku, dan lingkungan, perbedaan antara enactive dan perwakilan belajar
(yaitu, belajar cara terjadi), dan perbedaan antara pembelajaran dan kinerja (Zimmerman
& Schunk, 2003). Bandura (1982a, 1986, 2001) membahas perilaku manusia dalam
kerangka tiga rangkaian (triadic) timbal balik, atau interaksi timbal balik antara perilaku,
variabel lingkungan, dan faktor pribadi.
S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n B a h a s a d a n S a s t r a A g a m a | 84
Hal tersebut sebagai penentu berinteraksi yang diilustrasikan menggunakan
konstruk penting dalam teori Bandura (1982b, 1997): dirasakan efektivitas diri, atau
keyakinan tentang kemampuan seseorang dalam mengatur dan mengimplementasikan
tindakan diperlukan untuk belajar atau melakukan perilaku pada tingkat yang ditunjuk.
Sehubungan dengan interaksi self-efficacy (faktor pribadi) dan perilaku, penelitian
menunjukkan bahwa self-efficacy keyakinan mempengaruhi seperti pencapaian perilaku
sebagai pilihan tugas. ketekunan. upaya pengeluaran, dan akuisisi keterampilan (Schunk.
1991 2lrl1: Schunk & Pajares, 2002).
Individu dalam lingkungan sosialnya dapat bereaksi terhadap mahasiswa
berdasarkan atribut, biasanya terkait dengan mahasiswa yang cacat dalam belajar
(misalnya, self-efficacy rendah) bukan pada kemampuan aktual individu. Beberapa
dosen, misalnya, seperti hakim bagi mahasiswa yang kurang mampu dari mahasiswa
tanpa cacat dan tahan harapan akademik rendah, bahkan pada mahasiswa dengan
ketidakmampuan belajar, berkinerja secara memadai (Bryan & Bryan, 1983). Pada
gilirannya, umpan balik dosen dapat mempengaruhi self-efficacy.
Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkahlaku manusia dari segi
interaksi timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkahlaku, dan
faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik itulah terletak kesempatan
bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas kemampuannya untuk
memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi tentang cara manusia berfungsi
semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai objek tak berdaya yang
dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang
dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor
yang saling menentukan secara timbal balik.
2.2 Praksis Teori Sosial Kognitif dalam Mengembangkan Karakter Peduli Sosial
Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforcement yang nyata.
Dalam penelitiannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat
respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari
itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforcement dari tingkah lakunya.
Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman
langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga
banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan.
Sejalan dengan visi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Agama yakni
profesional dalam bidang sastra agama dan pendidikan bahasa Bali, maka ditetapkan
misi sebagai berikut : 1) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 2) Melaksanakan penelitian
yang bermutu dalam bidang sastra agama dan pendidikan bahasa Bali. 3) Memberikan
layanan pengabdian pada masyarakat yang berkualitas dalam bidang sastra agama dan
pendidikan bahasa Bali. 4) Mempublikasikan hasil karya intelektual, buku, naskah,
makalah, artikel, hasil penelitian, jurnal, dan produk keilmuan bidang sastra agama dan
pendidikan bahasa Bali. 5) Membina dan mengembangkan kreativitas civitas akademika
dalam bidang sastra agama dan pendidikan bahasa Bali. 6) Membangun kerjasama yang
S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n B a h a s a d a n S a s t r a A g a m a | 85
sinergis dan harmonis dengan berbagai pihak dalam bidang sastra agama dan pendidikan
bahasa Balibaik regional, nasional maupun internasional.
Dalam mewujudkan visi dan misi diatas, maka dibutuhkan komitmen para dosen
untuk memaksimalkan segala teori belajar, seperti teori kognitif sosial untuk
mengembangkan karakter peduli sosial pada diri mahasiswa, yang hasilnya sangat
penting ketika para mahasiswa tersebut hidup bermasyarakat. Belajar mengamati orang
lain melakukan sesuatu tidak mesti berakibat belajar, karena belajar melalui observasi
memerlukan beberapa factor atau prakondisi. Menurut Bandura, ada empat proses yang
penting agar belajar melalui obsevasi dapat terjadi, yakni:
1. Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus
dicurahkan ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan
modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkah laku yang diamati
bagi si pengamat.
2. Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru, harus
disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk
gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi
secara verbal tingkah laku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan
mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat
dilakukannya latihan simbolik dalam pikiran, tanpa benar-benar melakukannya
secara fisik.
3. Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah mengamati
dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam ingatan, orang lalu
bertingkah laku. Mengubah dari gambaran pikiran menjadi tingkah laku
menimbulkan kebutuhan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang
harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?” Berkaitan dengan kebenaran, hasil
belajar melalui observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respons dengan
tingkah laku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari
pembelajaran.
4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar melalui
pengamatan menjadi efektif kalau pembelajaran memiliki motivasi yang tinggi
untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Observasi mungkin memudahkan
orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak
ada, tidak bakal terjadi proses daripada tingkah laku yang dihukum. Imitasi tetap
terjadi walaupun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model
mendapat ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil,
sehingga diyakini model umumnya akan diganjal.
Dalam hal ini terkait dengan teori Albert Bandura melalui modeling (belajar
dengan cara mengamati orang lain), bukan hanya melihat dan mengamati orang lain tapi
dalam menerapkan dalam belajar di ambil dari sisi positifnya. Oleh karenanya, disini
letak dosen adalah sebagai teladan agar tidak terjadi penyimpangan dalam proses dan
hasil belajarnya.
Tujuan mulia dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Agama seharusnya
terwujud dengan menghasilkan lulusan yang: 1) bersraddha bhakti kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa; 2) berkompeten dalam bidang sastra agama dan pendidikan bahasa
S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n B a h a s a d a n S a s t r a A g a m a | 86
Bali; 3) berdaya saing tinggi dalam bidang sastra agama dan pendidikan bahasa Bali,
baik secara internal maupun eksternal; 4) bersikap positif terhadap pembinaan,
pengembangan, pemeliharaan dan pelestarian sastra agama dan pendidikan bahasa Bali;
dan 5) bekerja sama dengan berbagai pihak berlandaskan paras paros sarpanaya,
salunglung sabayantaka di tingkat regional, nasional, maupun internasional.
Jika tujuan di atas dikaitkan dengan teori kognitif sosial Albert Bandura, maka
pembelajaran lebih menekankan di mana lingkungan sosial memberi banyak kesempatan
bagi individu untuk mendapatkan keterampilan dan kemampuan yang kompleks melalui
observasi perilaku model dan konsekuensi behavioral. Sehingga muncul asumsi tentang
belajar, antara lain: 1) Mahasiswa dapat mengabstraksi informasi dari pengamatan
terhadap orang lain dan membuat keputusan tentang perilaku yang akan dijalankan. 2)
Tiga bentuk relasi yang saling keterkaitan yaitu antara perilaku, lingkungan, dan kejadian
personal internal yang akan menjelaskan proses belajar. 3) Belajar merupakan akuisisi
representasi simbolik dalam bentuk kode verbal atau visual.
Dalam praksis teori sosial kognitif dalam mengembangkan karakter peduli sosial
dapat menggunakan strategi proses sebagai berikut :
1. Analisis tingkah laku yang akan dijadikan model yang terdiri :
a. Apakah karakter dari tingkah laku yang akan dijadikan model itu berupa konsep,
motor skil atau efektif?
b. Bagaimanakah urutan atau sekuen dari tingkah laku tersebut?
c. Dimanakah letak hal-hal yang penting (key point) dalam sekuen tersebut?
2. Tetapkan fungsi nilai dari tingkah laku dan pilihlah tingkah laku tersebut sebagai
model.
a. Apakah tingkah laku (kemampuan yang dipelajari) merupakan hal yang penting
dalam kehidupan dimasa datang? (success prediction)
b. Bila tingkah laku yang dipelajari kurang memberi manfaat (tidk begitu penting)
model manakah yang lebih penting?
c. Apakah model harus hidup atau simbol? Pertimbangan soal biaya, pengulangan
demonstrasi dan kesempatan untuk menunjukkan fungsi nilai dan tingkah laku.
d. Apakah reinforcement yang akan didapat melalui model yang dipilih?
3. Pengembangan sekuen instruksional
a. Untuk mengajar motor skill, bagaimana caramengerjakan pekerjaan/kemampuan
yang dipelajari :how to do this” dan bukannya “not this”.
b. Langkah-langkah manakah menurut sekuen yang harus dipresentasikan secara
perlahan-lahan
4. Implementasi pengajaran untuk menunut proses kognitif dan motor reproduksi.
a. Motor skill
1) hadirkan model
2) beri kesempatan kepada tiap-tiap pembelajar untuk latihan secarasimbolik
3) beri kesempatan kepada pembelajar untuk latihan dengan umpan balik visual
b. Proses kognitif
1) Tampilkan model, baik yang didukung oleh kode-kode verbal atau petunjuk
untuk mencari konsistensi pada berbagai contoh
2) Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membuat ihtisar atau summary
S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n B a h a s a d a n S a s t r a A g a m a | 87
3) Jika yang dipelajari adalah pemecahan masalah atau strategi penerapan beri
kesempatan pembelajar untuk berpartisipasi secara aktif
4) Beri kesempatan pembelajar untuk membuat generalisasi ke berbagai siatuasi.
Belajar bahasa dan sastra agama merupakan proses multisegi yang biasanya
dianggap sesuatu yang biasa saja oleh individu sampai mahasiswa mengalami kesulitan
saat menghadapi tugas yang kompleks. Tetapi kapasitas belajar adalah karakteristik yang
membedakan mahasiswa dari masyarakat lainnya. Diantara kemampuan itu adalah
mengidentifikasi objek, merancang tujuan, menyusun rencana, mengorganisasikan
sumber daya dan memonitor konsekuensi.
Aktivitas kognitif terkait dengan tiga aspek dari kecerdasan manusia. Pertama,
manusia mampu mempelajari penemuan, penciptaan dan ide-ide dari pemikir besar dan
ilmuwan besar di masa lampau. Kedua, individu mampu mengembangkan pengetahuan
tentang tempat dan kejadian yang belum mereka alami secara personal melalui
pengalaman orang lain. Ketiga, manusia menyesuaikan lingkungan dengan diri mereka,
bukan sekedar beradaptasi dengan lingkungan. Usaha ini dicapai dengan perencanaan
strategi. Teori kognitif-sosial Albert Bandura menekankan pada mekanisme primer
bahwa seseorang belajar perilaku kognitif dan afektif melalui pengamatan atas perilaku
orang lain dan konsekuensi sosial dari perilaku itu.
III.PENUTUP
Teori sosial kognitif merupakan teori yang memberikan pemahaman perilaku yang
melibatkan manusia, perilaku, dan lingkungan. Belajar merupakan interaksi segitiga
yang saling berpengaruh dan mengikat antara lingkungan, faktor-faktor personal dan
tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif belajar. Faktor intrinsik maupun
ekstrinsik dari dalam diri dalam teori ini di anggap sama pentingnya. Jadi teori ini
berbeda dengan tidak hanya menekankan mengenai perilaku yang terjadi pada individu
namun juga dengan mempertimbangkan faktor kognitif yang dipikirkan oleh seseorang
pada waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol, Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. 2008. UPT Penerbitan Universitaas
Muhammadiyah:Malang
Davindoff. Linda L. 1981. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Hall, Calvis S. & Gardner Lindzey. 1993. Teori-teori Sifat dan Behavioristik.
Yogyakarta.: Penerbit Kanisius.
Rahayu, Iin Tri dkk (Fakultas Psikologi UIN Malang). Hubungan Pola Pikir Positif
Dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Jurnal Psikologi UNDIP, V0l.1,
No.2, Desember 2004, Hal 131-143
Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi-Edisi Revisi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Setianti, Fetiara dan Alfi Purnamasari, Efefektifitas Mendengarkan Pembacaan Cerita
Untuk Meningkatkan Minat Baca Anak Sekolah Dasar. Jurnal Humanistik
Fakultas Psikologi Ahmad Dahlan, Vol 5, No.1 Januari 2008, Hal 15-26
Soetardjo, Alfin Fadila Helmi. Jurnal dan Artikel Beberapa Perspektif Perilaku Agresif