45
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta 894 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten INTEGRASI METODE PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN DAN DATA GEOMAGNETIK PADA STUDI ANALISA ZONA ALTERASI DAN STRUKTUR PENGONTROL MINERALISASI ENDAPAN EMAS PRIMER TIPE SULFIDA RENDAH DI DAERAH PLAMPANG,KALIREJO, KOKAP, KABUPATEN KULONPROGO, YOGYAKARTA. Fajar Sulistyo 1* , Angger Imas Assidhiqie 2 , Aji Darma Maulana 3 Geophysics Engineering, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta SWK (104) North Ring Road Street Condong Catur 55283, Yogyakarta, Indonesia *corresponding author: [email protected], a[email protected] SARI. Potensi endapan mineralisasi bijih primer emas (Au) di daerah Plampang dan sekitarnya, Kabupaten Kulonprogo merupakan hasil aktifitas magmatisme pada daerah post-vulkanik Kulonprogo kala Oligosen-Misoen. Beberapa titik pengamatan di permukaan menunjukan adanya alterasi dan potensi mineralisasi tipe endapan epitermal. Studi geofisika metode geomagnetik bermaksud untuk mendeliniasi zona prospek mineralisasi bijih primer Au serta menyelidiki pola persebaran dan model endapan pada daerah penelitian dengan mengacu pada data geologi permukaan yang ada. Pengukuran metode geomagnetik dilakukan dengan 8 lintasan sepanjang 1,7 km, memotong arah umum struktur pengontrol mineralisasi, dengan jarak antar titik 50 m dan jarak antar lintasan 143 m. Analisa terhadap peta Tilt-Derivative memperlihatkan daerah telitian berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut. Sementara dari data geologi permukaan, pola mineralisasi di daerah penelitian cenderung mengikuti 2 pola struktur utama yang berkembang yaitu sesar geser mengiri regional Kali Plampang (timurlaut-baratdaya) dan sesar yang memotongnya (tenggara- baratlaut), dengan persebaran urat termineralisasi kuat diperkirakan mengikuti pola struktur regional Sesar Kali Plampang dengan arah umum berkisar N 51°E - N 76°E (timurlaut-baratdaya) yang ditandai dengan kehadiran mineralmineral asosiasi emas (kalkopirit, kovelit, sphalerit, Galena) yang melimpah. Sementara dari hasil anomali reduce to pole didapatkan bahwa semakin ke utara relatif mendekati zona inti dari sistem epitermal yang ada dengan ditandai nilai anomali kemagnetan rendah (130 (500)nT) relatif dominan sebagai respon dari frekuensi kehadiran jenis ubahan kuat yang lebih intensif. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya singkapan alterasi silisik bertekstur masif-vuggy, serta hadirnya mineral barit di sekitar LP 6 sebagai penciri pembentukan suhu tinggi. Dengan demikian diduga kuat potensi kandungan logam berharga emas di daerah utara lebih tinggi seiring dengan meluasnya persebaran jenis alterasi kuat dengan ditandai hadirnya zona demagnetisasi (mengikuti zona inti cebakan mineralisasi) dibandingkan pada daerah selatan. Kata kunci: epitermal sulfida rendah, emas, tilt-derivative, struktur, demagnetisasi I. PENDAHULUAN Potensi keberadaan mineralisasi bijih di daerah Kulonprogo sudah banyak diketahui oleh masyarakat umum karena terdapaatnya eksistensi pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat lokal, terutama di Pedukuhan Plampang dan sekitarnya,

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

894 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

INTEGRASI METODE PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN DAN DATA

GEOMAGNETIK PADA STUDI ANALISA ZONA ALTERASI DAN

STRUKTUR PENGONTROL MINERALISASI ENDAPAN EMAS PRIMER TIPE

SULFIDA RENDAH DI DAERAH PLAMPANG,KALIREJO, KOKAP,

KABUPATEN KULONPROGO, YOGYAKARTA.

Fajar Sulistyo 1*, Angger Imas Assidhiqie 2, Aji Darma Maulana 3

Geophysics Engineering, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta SWK (104)

North Ring Road Street Condong Catur 55283, Yogyakarta, Indonesia

*corresponding author: [email protected], [email protected]

SARI. Potensi endapan mineralisasi bijih primer emas (Au) di daerah Plampang dan sekitarnya,

Kabupaten Kulonprogo merupakan hasil aktifitas magmatisme pada daerah post-vulkanik

Kulonprogo kala Oligosen-Misoen. Beberapa titik pengamatan di permukaan menunjukan adanya

alterasi dan potensi mineralisasi tipe endapan epitermal. Studi geofisika metode geomagnetik

bermaksud untuk mendeliniasi zona prospek mineralisasi bijih primer Au serta menyelidiki pola

persebaran dan model endapan pada daerah penelitian dengan mengacu pada data geologi

permukaan yang ada. Pengukuran metode geomagnetik dilakukan dengan 8 lintasan sepanjang

1,7 km, memotong arah umum struktur pengontrol mineralisasi, dengan jarak antar titik 50 m dan

jarak antar lintasan 143 m. Analisa terhadap peta Tilt-Derivative memperlihatkan daerah telitian

berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan

baratdaya-timurlaut. Sementara dari data geologi permukaan, pola mineralisasi di daerah

penelitian cenderung mengikuti 2 pola struktur utama yang berkembang yaitu sesar geser

mengiri regional Kali Plampang (timurlaut-baratdaya) dan sesar yang memotongnya (tenggara-

baratlaut), dengan persebaran urat termineralisasi kuat diperkirakan mengikuti pola struktur

regional Sesar Kali Plampang dengan arah umum berkisar N 51°E - N 76°E (timurlaut-baratdaya)

yang ditandai dengan kehadiran mineralmineral asosiasi emas (kalkopirit, kovelit, sphalerit,

Galena) yang melimpah. Sementara dari hasil anomali reduce to pole didapatkan bahwa semakin

ke utara relatif mendekati zona inti dari sistem epitermal yang ada dengan ditandai nilai anomali

kemagnetan rendah (130 – (500)nT) relatif dominan sebagai respon dari frekuensi kehadiran jenis

ubahan kuat yang lebih intensif. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya singkapan

alterasi silisik bertekstur masif-vuggy, serta hadirnya mineral barit di sekitar LP 6 sebagai penciri

pembentukan suhu tinggi. Dengan demikian diduga kuat potensi kandungan logam berharga

emas di daerah utara lebih tinggi seiring dengan meluasnya persebaran jenis alterasi kuat dengan

ditandai hadirnya zona demagnetisasi (mengikuti zona inti cebakan mineralisasi) dibandingkan

pada daerah selatan.

Kata kunci: epitermal sulfida rendah, emas, tilt-derivative, struktur, demagnetisasi

I. PENDAHULUAN

Potensi keberadaan mineralisasi bijih di daerah Kulonprogo sudah banyak

diketahui oleh masyarakat umum karena terdapaatnya eksistensi pertambangan yang

dilakukan oleh masyarakat lokal, terutama di Pedukuhan Plampang dan sekitarnya,

Page 2: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

895 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kulonprogo. Menurut beberapa penelitian yang

sudah dilakukan, daerah telitian termasuk dalam zona endapan epithermal sulfidasi

rendah (Ansori & Hastria, 2013 dan Harjanto, 2008). Dari segi keilmuan geofisika masih

sangat minim penelitian yang dilakukan untuk membuktikan keberadaan zona potensi

mineralisasi pada daerah telitian, sehingga peneliti bermaksud untuk melakukan survei

metode geofisika geomagnetik untuk identifikasi geologi bawah permukaan yang di

kombinasikan terhadap pemetaan geologi permukaan dengan tujuan agar didapatkan

kecocokan data yang saling bersesuaian sehingga dapat diketahui pola persebaran

endapan mineralisasi primer di daerah penelitian serta untuk mendeliniasi daerah

potensi cebakan mineralisasi pada lokasi telitian untuk kebutuhan mendatang.

Metode geomagnetik digunakan dalam penelitian ini dikarenakan instrumentasi

serta pengoperasiannya yang relatif sederhana dan mudah, biaya operasionalnya murah,

serta memiliki mobilitas yang tinggi. Selain itu metode ini sangat cocok digunakan untuk

pengukuran target dengan latar belakang batuan beku, khususnya dalam eksplorasi

mineral bijih. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode 2 alat base-rover.

Dalam pengaplikasiannya terhadap target pengukuran, metode magnetik akan merespon

variasi perbedaan nilai kemagnetan batuan yang memberikan gambaran tentang kondisi

bawah permukaan daerah telitian. Mengingat persebaran endapan mineralisasi emas

primer yang cenderung dikontrol oleh struktur sesar maupun kekar serta alterasi, maka

pola mineralisasi akan relatif mengikuti pola anomali kemagnetan lemah dari struktur

geologi dan alterasi yang berkembang. Selain itu di beberapa tipe endapan mineralisasi

hidrotermal memiliki kandungan mineral ferromagnetik yang tinggi seperti magnetite

dan pyrrotite sehingga akan menghasilkan respon anomali yang berbeda pula,

umumnya memiliki pola anomali kemagnetan yang lebih tinggi. Dari 2 kunci respon

diatas yang didukung dengan data geologi permukaan, maka diharapkan akan

dihasilkan model genetik zona endapan mineralisasi bijih yang interpretatif dan relevan.

II. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

2.1. Tektonik dan Struktur Regional Daerah Kulonprogo

Daerah pegunungan Kulonprogo digolongkan oleh Van Bemmelen (1949) ke

dalam deretan Pegunungan Serayu Selatan bagian paling timur yang berbatasan dengan

Pegunungan Selatan dengan batasnya yaitu dataran Yogyakarta. Pegunungan

Kulonprogo memiliki kondisi yang sangat unik yaitu memanjang dengan arah relatif

baratdaya-timurlaut dimana hal tersebut sangat berbeda dengan arah umum dari

Pegunungan Serayu Selatan yang memanjang barattimur (Gambar 1).

Kejadian dari Pegunungan Kulonprogo pada dasarnya tidak lepas dari hasil

fenomena tektonisme konvergen antara Lempeng Samudera Hindia-Australia dengan

Lempeng Benua Eurasia yang memicu timbulnya busur magmatik di Pulau Jawa.

Menurut Budiadi dkk. (2013), bentuk dari Pegunungan Kulonprogo yang menyimpang

Page 3: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

896 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

ini dikarenakan oleh pengaruh dari Pola Meratus yang berarah baratdaya-timurlaut. Hal

tersebut dibuktikan dengan banyaknya kelurusan - kelurusan struktur yang saling

berpotongan yang menandakan bahwa daerah Pegunungan Kulonprogo telah

mengalami beberapa kali reaktifasi struktur (Ansori dan Hastria, 2013). Pegunungan

Kulonprogo sendiri berada pada zona peralihan antara jalur paleosubduksi pada zaman

Kapur yang berarah baratdaya-timurlaut (Pola Meratus) dan jalur subduksi Tersier –

Kuarter yang berarah barat-timur atau disebut Pola Jawa (Harjanto, 2008).

2.2. Vulkano-Stratigrafi Daerah Kulonprogo

Menurut Raharjo, dkk., (1995), daerah Kulonprogo terbagi menjadi 6 urutan

satuan formasi batuan dari tua hingga ke muda yaitu : Satuan Formasi Nanggulan,

Formasi Kebobutak (OAF), Formasi Jonggrangan, Formasi Sentolo, Endapan Gunung

Merapi (End. Kuarter/ Formasi Yogyakarta) dan endapan aluvial.

Harjanto (2008) membagi satuan Formasi Andesit Tua menjadi beberapa

subvulkanostratigrafi yaitu terdiri dari : tiga buah Khuluk utama yaitu Khuluk Ijo yang

merupakan Khuluk tertua di Lokasi telitian, Khuluk Jonggrangan dan Khuluk dari

aktivitas vulkanisme terahir yaitu Khuluk Sigabug, dan dua buah Gumuk gunungapi

yaitu Gumuk Kukusan dan Gumuk Pencu yang kemudian diikuti oleh trobosan Intrusi

Mikrodiorit Telu dan Intrusi Dasit Curug (Gambar 2). Menurut Harjanto (2011)

mineralisasi di daerah Kulonprogo umumnya dikontrol oleh pola ekstensional dari

tektonisme Oligosen Akhir – Miosen Awal. Sistem cebakan mineralisasi di daerah sekitar

Gunung Agung dikategorikan sebagai endapan epitermal sulfidasi rendah oleh Ansori

dan Hastria (2013) yang dikarenakan oleh munculnya asosiasi urat hidrotermal yang

umumnya cenderung berstruktur banded yang merupakan salah satu ciri dari

pembentukan suhu rendah. Pembentukan urat silika-kuarsa yang diikuti oleh

mineralisasi logam mulia (Au) pada daerah sekitar Gunung Agung rata-rata memiliki

arah Timurlaut – Baratdaya dengan kisaran arah antara N 360E – N 780E (Harjanto, 2008).

III. LANDASAN TEORI

3.1 Alterasi Hidrothermal

Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100° – 500° C) sisa

pendinginan magma yang mampu dan membentuk mineral-mineral tertentu serta

membawa mineralmineral berharga di dalamnya. Secara umum cairan sisa kristalisasi

magma tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan alkali tanah, mengandung

air dan unsur-unsur volatil (Bateman, 1981). Larutan hidrotermal terbentuk pada fase

akhir dari siklus pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan

permeabilitas tinggi atau pada zona lemah (rekahan). Interaksi antara fluida hidrotermal

dengan batuan yang dilaluinya (hostrock) akan menyebabkan terubahnya mineral

primer menjadi mineral sekunder (alteration minerals). Alterasi hidrotermal merupakan

proses yang kompleks karena melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi dan tekstur

Page 4: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

897 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

yang kesemuanya adalah hasil dari interaksi fluida hidrotermal dengan batuan yang

dilaluinya. Perubahan-perubahan tersebut tergantung pada beberapa faktor penting

yaitu : karakteristik dari batuan samping, sifat fluida (Eh dan pH), kondisi tekanan dan

temperatur pada saat reaksi berlangsung (Guilbert dan Park, 1986), konsentrasi dan lama

aktivitas hidrotermal (Browne, 1991). Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal

akan menghasilkan kumpulan mineral penciri khusus yang dikenal sebagai himpunan

mineral (mineral assemblage). Secara umum himpunan mineral tertentu akan

mencerminkan tipe alterasi hidrotermal yang terjadi pada sistem tersebut

3.2. Mineralisasi

Pengertian mineralisasi secara umum yaitu merupakan pembentukan dan

terakumulasi/terendapkannya mineral - mineral bijih dan mineral ekonomis yang berasal

dari proses metasomatisme, pegmatitik, pneumatolitik dan juga proses naiknya fluida

magmatik hidrotermal (Agus Harjanto, 2008). Mineralisasi hidrotermal adalah

merupakan endapan mineral logam berharga dan logam dasar yang dibawa oleh fluida

sisa magmatik yang kaya akan air dan gas dan mengisi zona rekahan pada batuan serta

memiliki karakteristik dan cirikhas tertentu. Keterdapatan suatu tubuh mineralisasi

sangat dipengaruhi oleh kejadian genetiknya yang meliputi tatanan tektonik, kondisi

keasaman dan salinitas fluida pembawanya serta tempat diendapkannya mineral logam

tersebut. Sedangkan Sumber dari mineral tersebut berasal dari unsur-unsur dalam kerak

bumi yang ikut terbawa oleh magma atau dapat juga terbentuk karena adanya proses

reaksi kimia selama diferensiasi magma berlangsung (Fyfe dkk., 1978). Menurut Bateman

dan Jansen (1980), dalam mineralisasi oleh kegiatan magmatisme ada hal-hal pokok yang

sangat mempengaruhi hasil mineralisasi yang diantaranya yaitu proses diferensiasi

magma yang beriringan dengan proses pelarutan kimiawi, proses hidrothermal yang

berlangsung dan adanya celah batuan sebagai jalan bagi larutan hidrotermal (porositas

batuan), adanya tempat bagi pengendapan mineral dan terjadinya reaksi kimia yang

dapat menyebabkan terjadinya pengendapan mineral. Larutan sisa magma akan

bergerak ke permukaan melalui celah ataupun pori batuan, bersamaan dengan proses

tersebut terjadi interaksi dengan batuan samping diikuti persebaran allterasi dan

pembekuan yang menghasilkan kristalisasi mineral-mineral logam.

3.3. Tipe Deposit Epitermal

Deposit Epitermal Deposit tipe ini merupakan deposit dangkal yang merupakan

hasil stadia paling akhir dari fase hidrothermal. Tipe endapan ini merupakan tipe

endapan lanjutan dari deposit porfiri yang tebentuk pada suhu < 300 0C serta telah

mengalami reaksi dengan air meteorik dan terjadi pada lingkungan pasca vulkanik kalk-

alkali ataupun pada batuan dasar sedimen (Corbett dan Leach, 1996). Kontaminasi air

meteorik terhadap fluida magmatik akan mengakibatkan keasaman (kandungan pH)

larutan hidrotemal menurun yang ditandai dengan semakin banyaknya kandungan

Page 5: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

898 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

sulfur. Menurut White dan Hedenquist (1995), tipe deposit ini dibagi menjadi dua

berdasarkan pada tingkat keasaman fluida hidrothermal, yaitu epithermal sulfidasi

tinggi dengan pH tinggi yang dicirikan kandungan mineral logam pada urat lebih tinggi

dibanding kandungan sulfur dan ephithermal sulfidasi rendah dengan pH mendekati

netral yang berciri kandungan mineral logam cenderung sangat sedikit dibanding

kandungan sulfur.

3.4. Metode Geomagnetik

Metode Geomagnetik adalah metode geofisika yang bersifat pasif, yang

mengukur nilai sifat kemagnetan batuan dibawah permukaan bumi. Pada prinsipnya

sifat kemagnetan yang ada pada suatu benda memiliki dua karakteristik kemagnetan

yang khas yaitu benda tersebut memiliki sifat kemagnetan secara intrinsik (kemagnetan

yang dimiliki oleh suatu benda secara inheren) atau kemagnetan remanen yang dalam

kasus ini biasanya dimiliki oleh benda ferromagnetik serta kemagnetan yang timbul

pada suatu benda karena adanya induksi medan magnet lain seperti bumi (Dentith &

Mudge, 2014). . Bumi diasumsikan sebagai magnet raksasa dengan batuan yang diukur

berdekatan dengan medan magnet raksasa tersebut. Dari asumsi tersebut diketahui

bahwa Bumi bersifat dipole (kutub Utara dan Selatan magnetik) yang mempunyai

medan magnet yang tidak konstan, yang berarti besar medan magnet dapat berubah

setiap waktu. (Joko Santoso, 2012).

3.5. Gaya Magnetik

Teori pada kemagnetan dikenal dua jenis muatan, yaitu muatan positif dan

muatan negatif.

Kedua muatan ini memenuhi Hukum Coulomb.

Keterangan :

F = gaya Coulomb dalam Newton

m1 dan m2 = kuat kutub magnet dalam ampere magnet (positif &

negatif)

r = jarak kedua kutub (meter)

μ = permeabilitas magnetik (4π x 10^-7)

K = Konstanta (K = 1/4πμ0)

Menjelaskan bahwa Gaya Magnetik timbul dikarenakan adanya dua buah kutub

magnet yang terpisah dengan jarak r. Dimana besar dari gaya magnetik tersebut

Page 6: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

899 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

sebanding dengan kuat kedua kutub dan berbanding terbaik dengan kuadrat jarak dari

kedua kutup magnet.

3.6. Kuat Medan Magnet (H)

Kemudian dari gaya magnet Hukum Coloumb dapat diketahui kuat medan

magnet (H). Kuat medan magnet adalah besarnya medan magnet pada suatu titik dalam

ruang yang timbul sebagai akibat dari sebuah kutub magnet (m) yang berada sejauh

jarak (r) dari titik tersebut. Dengan medan magnet itu sendiri adalah daerah di sekitar

magnet yang masih dapat di pengaruhi gaya magnet. Didefinisikan gaya persatuan

kutub magnet (Telford, 1990), dapat ditulis sebagai berikut :

3.7. Induksi Magnet (B) dan Intensitas Magnet (M)

Induksi Magnet merupakan suatu gaya yang menyebabkan benda mengalami

magnetisasi (penyearahan moment magnet) oleh medan magnet (H). Secara fisis induksi

magnet didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan :

B = Induksi Magnet

μ = Permeabilitas Magnet

μo = 4π x 10^-7

Intensitas kemagnetan (M) pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu intensitas

kemagnetan terinduksi dan intensitas remanensi kemagnetan atau kemagnetan

permanen (Hinze et al., 2012). Intensitas kemagnetan terinduksi merupakan kuat medan

magnet pada suatu bahan atau batuan yang muncul akibat proses magnetisasi karena

terinduksi oleh medan magnet bumi (H) terhadap batuan yang berada dalam medan

magnet bumi, sedangkan intensitas remanensi kemagnetan merupakan kemagnetan

yang dimiliki oleh suatu benda secara intrinsik pada saat batuan tersebut terbentuk

(Dentith & Mudge, 2014). Secara fisis intensitas kemagnetan didefinisikan dengan

persamaan sebagai berikut:

Page 7: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

900 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Keterangan :

M = Intensitas Magnet

(A/m) k = Suceptibilitas

m= Momen Magnet (Am2)

Dalam vektor magnetik bumi dikenal tiga komponen vektor utama yang

dihasilkan oleh suatu peristiwa yang dikenal sebagai geodinamo magnetic, yaitu proses

terbentuknya medan magnet yang disimbolkan dengan “H”, proses magnetisasi yang

menghasilkan Intensitas Magnet suatu benda atau batuan yang disimbolkan dengan “M”

serta gabungan dari keduanya yang dinamakan sebagai proses Induksi Magnetik atau

medan magnet total dimana Induksi Magnetik ini dilakukan oleh medan magnet bumi

beserta batuan yang telah memiliki Intensitas Magnet. Persamaan dapat dituliskan

sebagai berikut :

Keterangan :

B = Induksi Magnet

H= Kuat Medan Magnet

μ = Permeabilitas Magnet

k = Suceptibilitas

μo = 4π x 10^-7

M = Intensitas Magnet

Persamaan (8) merupakan persamaan induksi gabungan yang akan terbaca saat

pengukuran metode magnetik dilakukan menggunakan Magnetometer.

3.8. Filter Reduce Pole

Lokasi pengukuran yang terpengaruh oleh sudut inklinasi dan deklinasi atau

sering disebut juga dengan efek dipole (dua kutub). Dimana efek dipole ini

menyebabkan pola anomaly kemagnetan tidak berada pada posisi yang sebenarnya atau

bergeser sesuai dengan sudut inklinasi dan deklinasi suatu daerah. Disarankan untuk

menggunakan jenis filter ini karena untuk menarik respon dipole dari peta TMI agar

berbentuk simetris dan berada pada posisi sebenarnya (sesuai kondisi lapangan)

(Gambar 3 ). Penarikan respon gelombang tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan

letak dari benda yang diukur sehingga berada tepat dibawah anomali kemagnatan serta

agar mempermudah dalam pengidentifikasiannya. Dengan diterapkannya filter RTP

Page 8: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

901 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

maka efek dari sudut inklinasi dan deklinasi pada suatu pengukuran akan dihilangkan.

Gambar dibawah merupakan sketsa penerapan filter RTP pada peta anomaly magnetic

TMI (Gambar 4).

3.9. Continuation Filter (Filter Kontinuasi)

Filter kontinuasi termasuk kedalam jenis wavelenght filters. Filter ini memiliki

kegunaan yang sama dengan spectral filtering, hanya saja pada filter kontinuasi

mengasumsikan jarak ketinggian pandang dari atas. Semakin jarak memandang kita

kebawah maka akan semakin detail pula komponen suatu benda akan terlihat. Hal

tersebut diproyeksikan pada penglihatan peta anomali magnetik, semakin jarak pandang

ke bawah maka yang akan terlihat adalah anomali magnetik daengan frekuensi tinggi

(anomali residual) sehingga dinamakan filter downward-continuation. Filter downward-

continuation dan high-pass memiliki kegunaan yang sama yaitu meredam data dengan

frekuensi rendah (gelombang regional dari anomali dalam). Sedangkan upward-

continuation merupakan kebalikan dari downward-continuation. Filter upward-

continuation memiliki fungsi meninggikan jarak pandang kita pada suatu peta anomali

magnetik sehingga bentuk anomali regional maknetik akan tampak lebih mendominasi.

Seperti halnya filter low-pass, filter upward-continuation juga memiliki kegunaan yang sama

yaitu meminimalisir frekuensi gelombang tinggi/anomali residual (Gambar 5).

3.10. Filter Tilt Derivative

Filter tilt derivative digunakan untuk mempertegas batas anomali kemagnetan

yang dimana pada kasus ini sangat berguna untuk melakukan identifikasi struktur-

struktur yang berkembang didaerah penelitian, khususnya jenis struktur dangkal. Pada

filter ini akan membatasi frekuensi anomali residual yang masuk dengan menerapkan

fungsi tangensial. Dengan kata lain filter ini memasukan 2 keseimbangan efek

pemfilteran yaitu vertikal derivatif dan total horizontal derivatif. Whitehead &

Musselman (2007), menganjurkan penggunaan filter Tilt-Derivatives untuk pemetaan

struktur dangkal dan identifikasi target eksplorasi mineral bijih epitermal (Gambar 6).

3.11. Permodelan 2,5 D

Pembuatan model 2,5 D merujuk pada Talwani (1962) dimana pada

pembuatannya harus memenuhi :

a. Variasi Kedalaman Material/Batuan dari Permukaan

b. Variasi Strike (Kemenerusan Material/Batuan)

c. Variasi Lebar dan Luasan Horizontal Material/Batuan

Page 9: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

902 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

d. Variasi Panjang Vertikal Material/Batuan

e. Kemiringan Material/Batuan (Dip/Slanted)

Serta harus bersesuaian dengan beberapa asumsi dasar yaitu :

a. Kurva magnetik menggambarkan bentuk fisis bawah permukaan secara 2 dimensi.

b. Metode ini menggambarkan bentuk fisis anomali secara general/regional, bentukan

fluktuatif anomali akibat dari kontras suseptibilitas bukan efek dari topografi.

c. Bentuk panjang vertikal akan menghasilkan kurva kemagnetan lebih tingi dibanding

pengaruh dari kedalamannya (burrial effect).

d. Magnetisasi dianggap seragam.

e. Remanen magnetisme yang ada/dimiliki oleh suatu benda diabaikan.

3.12. Pemetaan Geologi

Dilakukan beberapa tahapan yaitu :

1. Melakukan pemetaan litologi dan penentuan stratigrafi.

2. Melakukan pemetaan struktur geologi.

3. Melakukan pemetaan alterasi dan mineralisasi.

Sebagai dasar acuan dalam kegiatan penilitian digunakan tabel penciri daerah

endapan epitermal, mengingat sistem cebakan di daerah telitian bertipe epitermal

sulfidasi rendah. Sebagai pendekatan, peneliti menggunakan acuan Tabel 1 dan Gambar

7 dalam kegiatan pemetaan geologi lapangan.

IV. METODE PENELITIAN

Secara geografis letak lokasi tetitian dan tugas akhir adalah antara 110003‟28” -

110004‟20” BT dan 7049‟12”- 7050‟06” LS, sedangkan secara administratif berada di

Pedukuhan Plampang dan sekitarnya, Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten

Kulonprogo, Provinsi DIY. Lokasi penelitian berada di kawasan lereng Gunung Agung

yang masih termasuk zona Khuluk Ijo (post-vulkanik Gunung Ijo) daerah pegunungan

Kulonprogo. Daerah telitian (Kulonprogo) memiliki besar sudut inklinasi -32.290 dan

deklinasi 0.870. Untuk mencakup daerah penelitian dengan luasan 1,2 x 1,7 km2

bertargetkan zona prospek mineralisasi, di gunakan 8 lintasan magnetik dengan jarak

antar lintasan 143 meter dan jarak spasi antar titiknya 50 meter. Kegiatan awal dilakukan

studi literatur terhadap segala macam refrensi penunjang untuk penelitian yang akan

dilakukan baik dalam segi geofisika, geologi muoun studi literasi medan daerah telitian

yang berguna sebagai acuan dalam penyelesaian penelitian, dilanjutkan dengan kegiatan

akuisisi data magnetik dan data geologi permukaan. Kegiatan pengambilan data

dilakukan secara 2 tahap yaitu pengambilan data geologi lapangan seperti struktur

geologi, zona ubahan hidrotermal serta pengambilan data mineralisasi disekitar lokasi

penelitian. Kemudian dilanjutkan pengambilan data metode geofisika yaitu ground

magnetic. Pada pengambilan data geofisika ini dilakukan proses quality control dengan

Page 10: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

903 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

cara dalam setiap titik pengukuran dilakukan tiga hingga lima kali pengukuran dengan

jarak waktu pengukuran pertama dengan pengukuran berikutnya kurang lebih 30 detik

hingga satu menit. Hal tersebut dimaksudnya untuk menambah jumlah data

pengambilan data agar dapat dilakukan sortasi (Gambar 8).

Proses pengolahan data magnetik meliputi sortasi kestabilan data pengukuran

dari beberapa data yang telah diambil pada satu titik pengukuran, penghilangan efek

variasi harian (variasi diurnal dan variasi medan magnet eksternal lainnya) dan

penghilangan efek pengaruh medan manet bumi (IGRF). Penghilangan efek IGRF dapat

merupakan kegiatan optional apabila lingkup pengukurannya relatif kecil dan dilakukan

dalam satu kali periode pengukuran. Setelah koreksi atau penghilangan efek

kemagnetan yang tidak dibutuhkan selesai setelah itu dilakukan pembuatan peta

anomaly kemagnetan (peta HA) serta kemudian dilakukan pereduksian ke kutub (RTP)

kepada peta anomali hasil olahan (peta HA). Kemudian pada tahapan pengolahan juga

dilakukan pemfilteran Upward Continuation dan Tilt Derivatif. Tahapan ini merupakan

tahapan yang bersifat optional. Dilakukan berdasarkan target dan tujuan yang sesuai

dnegan fungsi filter tersebut (Gambar 9).

Proses selanjutnya adalah pengkorelasian antara hasil data geologi permukaan

dengan peta anomali geomagnetik hasil olahan untuk menganalisa kesesuaian respon data

geofisika terhadap anomali geologi yang dianggap penting. Setelah itu dilakukan

pembuatan model sayatan bawah permukaan terhadap peta anomali magnetik. Model

geofisika bawah permukaan dibuat dalam bentuk sayatan vertikal. Permodelan geofisika

bawah permukaan dilakukan dengan tujuan untuk analisa anomali bawah permukaan

pada lokasi penelitian, baik analisa kedalaman maupun bentuk dan dimensi anomali

kemagnetan bawah permukaan. Pembuatan model geofisika bawah permukaan dilakukan

dengan menggunakan bantuan software, sementara nilai estimasi kedalaman didapatkan

dengan rumus fft (first fourier transform) dengan menggunakan software mathlab. Model

geofisika bawah permukaan dibuat dengan acuan data geologi permukaan yang logis.

Meski demikian, data acuan hanya akan berfungsi apabila kondisi data geologi

permukaan menunjukkan respon yang kompeten terhadap data olahan hasil pengukuran

metode geomagnetik.

Tahap terakhir yaitu kegiatan Pembahasan dan interpretasi data serta pembuatan

kesimpulan untuk didapatkan beberapa point khusus dari hasil penelitian yang

dilakukan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pemetaan Geologi Permukaan

5.1.1. Stratigrafi Daerah Penelitian

Berdasarkan atas hasil pengamatan geologi lapangan yang telah dilakukan pada

paling sedikitnya 13 LP (lokasi pengamatan), stratigrafi daerah telitian berada tepat pada

Page 11: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

904 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

satuan batuan andesitik (Rahardjo dkk, 1995) dan secara vulkanostratigrafi termasuk

kedalam zona Khuluk Gunung Ijo (Harjanto, 2008) yang memiliki komposisi utama lava

dan breksi piroklastik serta intrusi andesit. Hal tersebut bersesuaian dengan

ditemukannya singkapan-singkapan jenis lava andesitik yang cukup dominan di sekitar

lokasi penelitian. Singkapan lava andesit ditemukan hampir pada setiap lokasi

pengamatan. Singkapan lava andesit dapat dicirikan dengan kondisi batuan yang

didominasi oleh susunan mineral mikro (halus) dan cenderung bertekstur afanitik. Selain

itu, struktur sheeting joint yang dimiliki oleh batuan tersebut merupakan sebagai penciri

khusus dari lava. Singkapan breksi vulkanik dengan fragmen andesitik juga ditemukan

dibeberapa lokasi pengamatan yaitu LP 4 dan 13 yang dianulir masih termasuk dalam

anggota dari Khuluk Ijo. Dikatakan anggota khuluk ijo karena merupakan hasil produk

dari aktivitas vulkanik gunung api purba Ijo (Harjanto, 2008). antara N 360E – N 780E

(Harjanto, 2008) (Gambar 10).

5.1.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian

Berdasarkan atas data lapangan yang didapatkan pada daerah penelitian

berkembang struktur geologi berupa sesar besar Sungai Plampang yang memiliki arah

orientasi relatif baratdaya-timurlaut (kedudukan N 32°E/ 69° - N 36°E/ 75°), dengan

dugaan sesar komplemennya adalah sesar berarah utara-selatan (kedudukan N

185°E/63°) (Gambar 11). Hal tersebut dibuktikan dengan kemenerusan struktur yang

sangat jelas terlihat disepanjang Sungai Plampang pada LP 1, LP 2 dan LP 13, serta pola

struktur yang dengan jelas memotong morfologi daerah telitian. Dua sesar besar

plampang ini dipotong oleh sesar yang yang kemungkinan mengalami reaktifasi

(Harjanto, 2008) berarah relatif tenggara-baratlaut dengan kedudukan N 138°E/77°.

Pemotongan sesar besar Kali Plampang ditunjukan dengan pola pembelokan morfologi

sungai yang tidak wajar disekitar LP 5. Kekar-kekar yang terisi mineral bijih seperti pirit,

kalkopirit, galena, dan sfalerit memiliki arah kedudukan yang relatif hampir sama

dengan sesar besar plampang, sehingga dari data tersebut dapat diinterpretasikan bahwa

pola mineralisasi di daerah penelitian cenderung dikontrol oleh sesar regional Kali

Plampang.

5.1.3. Alterasi dan Mineralisasi Daerah Penelitian

Fenomena alterasi dan mineralisasi pada daerah penelitian merupakan hasil dari

pengisian rekahan ataupun kekar oleh fluida hidrotermal yang naik melalui jalur sesar

utama pengontrolnya. Alterasi dan pola mineralisasi pada daerah penelitian cenderung

mengikuti 2 pola struktur utama yang berkembang di daerah tersebut yaitu sesar geser

mengiri regional Kali Plampang (timurlaut-baratdaya) dan sesar yang memotongnya

(tenggara-baratlaut). Hal tersebut ditunjukkan dengan pola dari kekar-kekar terisi urat

kuarsa yang termineralisasi dengan orientasi arah relatif hampir sama seperti pola

struktur yang ada, kemudian selanjutnya diikuti oleh pola persebaran alterasi

hidrotermalnya. Berdasarkan dari analisa dengan menggunakan diagram rose (Gambar

Page 12: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

905 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

12), pola distribusi urat termineralisasi memiliki 2 arah umum yaitu trend baratdaya-

timurlaut (pola Sesar Kali Plampang) dengan kisaran kedudukan N 51°E - N 76°E dan

trend tenggara-baratlaut dengan kisaran kedudukan antara N 113°E - N 137°E. Dari

analisis kedua arah umum tersebut, urat termineralisasi dengan arah relatif baratdaya-

timurlaut cederung memiliki kandungan mineralisasi yang lebih banyak dan lebih

beragam seperti pirit, kalkopirit, galena, bornit dan kovelit dimana mineral-mineral

tersebut merupakan mineral-mineral bijih yang umumnya berasosiasi dengan emas

(White & Hedenquist, 1985) sehingga dapat digolongkan sebagai arah umum urat

termineralisasi baik/kuat (Harjanto, 2008). Sedangkan untuk arah urat termineralisasi

tenggara-baratlaut memiliki kadungan variasi mineral yang lebih sedikit (didominasi

pirit). Hal tersebut mendukung hasil penelitian terdahulu oleh Ansori dan Hastria (2013)

yang menyatakan bahwa arah mineralisasi logam mulia (Au) disekitar Gunung Agung

(Plampang I) berkisar N 212°E – N 230°E (Gambar 12).

Sementara dalam kasus persebaran alterasi, hasil pengamatan lapangan

menunjukkan sistem urat yang berasosiasi dengan tipe alterasi filik dicirikan oleh

mineral kuarsa dan pirit (Harjanto, 2008). Disekitar LP 6 yang terletak dibagian utara-

tengah lokasi penelitian ditemukan singkapan jenis alterasi silisik yang cukup luas

(sekitar 6 x 10 m2) dengan komposisi mineral kuarsa berstruktur silika masif –vuggy

yang kemudian diikuti dengan perkembangan jenis alterasi argilik disekitarnya

(Lampiran Gambar 5.9 & Lampiran Gambar 5.11), serta ditemukan beberapa singkapan

kekar yang terisi urat kuarsa yang berasosiasi dengan mineral pirit dan barit (Lampiran

Gambar 5.10). Selain itu silisifikasi dalam jumlah sedikit juga ditemukan disekitar LP 13

yang mengisi rekahan bidang struktur Sesar Besar Kali Plampang (Lampiran Gambar 4).

Untuk jenis alterasi argilik cenderung berisi himpunan mineral lempung dan berada

pada bagian luar dari alterasi filik dan urat kuarsa dengan ciri warna putih cerah ke abu-

abuan dan memiliki arah kemenerusan yang sama dengan pola struktur yang terisi urat.

Sedangkan alterasi propilitik yang berisi mineral ubahan klorit dan epidot dengan ciri

batuan memiliki warna kehijauan merupakan alterasi terluar. Alterasi propilitik dan

argilik merupakan jenis alterasi yang paling dominan ditemukan di daerah penelitian.

Hasil analisa persebaran alterasi secara keseluruhan umumnya relatif mengikuti arah

pola persebaran urat hidrotermal, sesuai dengan permodelan distribusi zona alterasi oleh

Lowell & Guilbert (1970).

5.2. Metode Geomagnetik

5.2.1. Analisa Struktur dari Filter Tilt Derivative Anomali Magnetik

Hasil perbandingan antara data struktur geologi hasil pengukuran lapangan, data

struktur geologi hasil rekonstruksi dari peta anomali Tilt-Derivatif relatif menunjukan

kecocokan. Selain itu dari peta anomali Tilt-Derivatif dapat terekam struktur geologi

yang tidak tersingkap di permukaan dan tidak mampu diambah oleh pemetaan struktur

permukaan. Sehingga penggunaan filter Tilt-Derivatif dapat dikatakan sangat membantu

Page 13: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

906 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

dalam hal identifikasi struktur geologi, baik struktur regional maupun struktur dangkal

terutama dalam kegiatan eksplorasi endapan mineral bijih (Gambar 13).

5.2.2. Analisis Persebaran Mineralisasi Di Daerah Penelitian Melalui Hasil Rekaman

Anomali Magnetik

Berdasarkan hasil analisa pada peta tilt derivatif dengan pendeliniasiannya

dilakukan pada strukur yang memiliki arah yang sama dengan arah umum urat

temineralisasi (baratdayatimurlaut), didapatkan 8 dugaan daerah zona pengendapan

mineral bijih Au (oval kuning putus-putus). Dari 8 daerah tersebut, ada 3 zona yang

dimungkinkan memiliki kandungan mineral Au yaitu daerah 1, 7 dan 8 (oval merah

putus-putus), yang dibuktikan dengan data tersingkap/permukaan dengan penciri

terdapatnya kandungan mineral-mineral asosiasi emas seperti pirit, kalkopirit, galena,

bornit dan kovelit (White dan Hedequist, 1995). Sedangkan daerah lainnya masih belum

terbukti/tersingkap karena keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian.

Respon dari peta anomali magnetik terhadap pola persebaran alterasi dapat

terlihat relatif mengikuti pola mineralisasi hidrotermal dan pola struktur yang

berkembang. P ola anomali kemagnetan rendah yang melebar di sekeliling struktur

geologi menandakan bahwa pada daerah tersebut mengalami alterasi yang lebih intens

dibanding daerah lainnya. sedangkan semakin tinggi anomali kemagnetan disekitar

struktur geologi maka dimungkinkan bahwa batuan pada daerah tersebut terubahkan

secara lemah atau tidak terubah sama sekali (Gambar 14).

Sementara dari segi anomali kemagnetan regional yang terekam pada peta

kontinyuasi ke atas dari peta RTP, daerah utara lokasi penelitian cenderung didominasi

oleh pola anomali rendah yang kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh dari

frekuensi perkembangan struktur yang tinggi serta disebabkan oleh proses ubahan

hidrotermal (alterasi) terhadap batuan samping yang lebih intens mengingat sifat

kemagnetan suatu batuan akan berkurang atau hilang apabila dipanaskan. Pada peta

RTP dan kontinyasi ke atas (upward-continuation) dapat diketahui pola anomali

kemagnetan rendah berkisar (-500) – 130 nT yang relatif konsentris ke arah timurlaut

yang diduga kuat daerah tersebut semakin mendekati sistem inti dari tipe endapan

epitermal sulfida rendah yang ada. Dugaan tersebut diperkuat dengan data pendukung

permukaan pada LP 6 yaitu ditemukannya singkapan alterasi silisik yang relatif cukup

luas dengan tekstur masif – vuggy, serta hadirnya mineral barit sebagai penciri

pembentukan suhu tinggi yang tumbuh pada rekahan-rekahan diksekitar LP 6 (White &

Hedequist, 1995). Untuk tiga pola kemagnetan tinggi (berkisar 520 – 900 nT) yang relatif

mebulat pada bagian utara diperkirakan merupakan respon dari intrusi dangkal yang

hadir relatif bersamaan dengan naiknya larutan sisa magma (Harjanto 2008). Analisa

lebih lanjutnya dilakukan pembuatan 4 buah sayatan C, D, E dan F terhadap peta

anomali RTP untuk memperjelas bentuk geometri geofisika bawah permukaan dari

daerah penelitian. Sayatan C dibuat melintang utara-selatan untuk mengetahui gradasi

Page 14: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

907 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

persebaran zona alterasi ke arah utara sementara sayatan D, E dan F dibuat melintang

barat-timur untuk memperdetail kondisi bawah permukaan daerah telitian dari sayatan

C (Gambar 15).

5.3. Permodelan Geofisika Bawah Permukaan

Perkiraan persebaran zona alterasi pada model sayatan mengacu pada bentuk

model sistem endapan epitermal sulfida dari Buchanan (1981) dan Hedenquist (2000)

dimana fluida sisa magma akan naik melewati zona permeabel dan diikuti tipe ubahan

filik dan argilitik, sementara zona terluar yang relatif impermeabel disusun oleh tipe

ubahan propilitik. Berdasarkan atas data yang didapat dilapangan serta dari didukung

kesimpulan peneliti terdahulu, daerah telitian cenderung didominasi oleh pola

persebaran mineralisasi pada kotak merah putus-putus dari model Buchanan (1981) dan

Hedenquist (2000), dengan distribusi ubahan filik, argilik, propilitik dan mineral-mineral

penciri barit, galena, pirit, kalkopirit, sfalerit dan mineral kalsit yang umumnya dalam

bentuk urat berasosiasi dengan kuarsa pada zona alterasi propilitik serta hadirnya

bentuk endapan mineral logam emas dalam bentuk elektrum (Harjanto, 2008). Pada zona

tipe ubahan argilik dan filik akan dihasilkan respon anomali kemagnetan yang rendah

karena efek panas dari proses alterasi yang sangat intens (Currie Remanent Magnetisme)

serta asosiasi mineral sulfida yang cenderung bersifat paramagnetik (suseptibilitas positif

sangat rendah). Daerah ini juga disebut sebagai zona demagnetisasi (Mudge & Dentith,

2014). Pada tipe alterasi propilitik dengan komposisi himpunan mineral klorit-epidot

dengan respon kemagnetan lebih tinggi karena umumnya sifat asli dari batuan samping

masih bertahan (terubahkan lemah). Sementara perkiraan dalam penarikan kemiringan

struktur pada penampang sayatan dilakukan berdasarkan atas data kedudukan struktur

permukaan dan perkiraan pola persebaran struktur terhadap struktur besar plampang

yang dimana rata-rata kemiringan struktur mengarah timurlauttimur (Gambr 16).

Penentuan nilai parameter suseptibilitas kemagnetan batuan mengacu pada tabel

suseptibilitas mineral dan batuan Telford dkk., (1990), serta gradasi persebaran nilai

suseptibilitas magnetik dari tipe-tipe alterasi pada batuan vulkanik andesit oleh Mudge

& Dentith (2014). Golongan terubahkan kuat (highly altered) disusun oleh mineral

lempungan (tipe argilik) yang berasosiasi dengan urat-urat kuarsa dengan kandungan

mineral hydroxide/sulfida (tipe filik), golongan terubahkan menengah (altered)

berkomposisi oleh himpunan grup mineral klorit (propilitik intens), golongan

terubahkan lemah (intermidiate altered) berisi himpunan grup mineral epidot (propilitik

terluar) dan golongan tidak terubahkan (unaltered) berisi mineral-mineral dari batuan

samping yang belum terubahkan atau masih memiliki sifat asli (Mudge & Dentith, 2014).

Karena keterbatasan data acuan, nilai parameter suseptibilitas zona alterasi di daerah

penelitian (satuan andesitik) dilakukan pendekatan pada persebaran nilai suseptibilitas

magnetik dari tipe-tipe alterasi pada batuan vulkanik andesitik oleh Mudge & Dentith

(2014).

Berdasarkan atas pendekatan yang mengacu pada referensi terkait (Tabel 2 dan

Tabel 3) didapatkan beberapa parameter nilai suseptibilitas batuan/zona ubahan yang

Page 15: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

908 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

ada pada daerah penelitian dengan unit satuan SI, yaitu : zona alterasi filik yang

cenderung jenuh silika = (0,006), zona alterasi propilitik = (0,075), zona tak terubahkan

(volkanik andesitik) = (0,1), zona alterasi argilik = (0,0125) dan intrusi andesitik = (0,16).

Sementara penampang hasil sayatan peta anomali RTP didapat total kedalaman regional

±950 meter dibawah permukaan berdasarkan atas hasil analisa FFT menggunakan

software mathlab.

Bentuk model sayatan dibuat menggunakan metode curva matching dengan trial

error masing-masingnya yaitu, model C = (56,093), model D = (64,873), model E = (38,895)

dan model F = (52,465). Dari analisa penampang sayatan 2,5 D yang dicocokan dengan

bentuk model endapan epitermal sulfida rendah Buchanan (1981) dan Hedenquist (2000)

menunjukkan hasil yang lebih menguat, dimana pada bawah permukaan daerah

penelitian diperkirakan memiliki pola persebaran alterasi yang cukup relevan. Pada

Sayatan C-C’ menunjukkan pola persebaran alterasi di daerah utara cenderung

didominasi oleh tipe ubahan filik dan argilik yang mengindikasikan bahwa bagian utara

lokasi penelitian relatif permeabel akibat kontrol stuktur yang kompleks. Tipe ubahan

filik dan argilik didaerah telitian merupakan penciri khusus ubahan kuat sehingga akan

menghasilkan nilai kemagnetan relatif lebih rendah, dimana pada penampang sayatan

memiliki kisaran antara (-500) – 200 nT. Hadirnya pola zona demagnetisasi pada daerah

tersebut dapat diartikan bahwa semakin ke utara kemungkinan besar akan semakin

mendekati daerah inti dari sistem epitermal sufidasi yang ada. Sementara apabila

merujuk pada referensi model terkait, semakin mendekati daerah inti sistem epitermal

maka kadar dari endapan logam emas akan semakin meningkat (Gambar 17).

Dari hasil sayatan D-D’ ditemukan beberapa pola anomali tinggi dengan kisaran

500 – 900 nT pada daerah utara penelitian (Gambar 18). Pola anomali tinggi tersebut

diduga respon dari intrusi-intrusi dangkal yang juga tidak menutup kemungkinan

berperan sebagai batuan induk dari mineralisasi yang hadir, mengingat potensi cebakan

mineralisasi logam didaerah telitian merupakan hasil dari aktivitas multiple intrusion

(Harjanto, 2008). Sedangkan pada daerah selatan cenderung didominasi oleh pola

anomali kemagnetan sedang – tinggi (250 – 600 nT) dimana hal tersebut merupakan

cerminan dari daerah yang terubahkan lemah seperti yang ditunjukkan oleh penampang

sayatan C-C’, E-E’ dan F-F’(Gambar 19). Tipe ubahan lemah (propilitik) pada sayatan E

dan F tampak dijumpai lebih dominan sementara jenis ubahan kuat (filik-argilik) terlihat

lebih sedikit yang menandakan bahwa pada daerah tersebut semakin menjauh dari zona

distribusi larutan hidrothermal hasil pembekuan magma yang juga membawa

mineralisasi Au di dalamnya (Gambar 20). Sementara pada ujung barat sayatan F

diketahui memiliki nilai kemagnetan yang cukup tinggi (±1000 nT) yang diperkirakan

sebagai respon dari batuan samping yang tidak terubahkan. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa pada daerah selatan dimungkinkan relatif bernilai ekonomis rendah

dibanding daerah utara. Rujukan terhadap hasil analisa kadar emas daerah sekitar

telitian oleh Harjanto (2008) turut mendukung, dimana daerah Plampang memiliki kadar

emas (Au) paling tinggi dibanding daerah Sangon (selatan lokasi penelitian) dan Bagelen

(barat lokasi penelitian). Untuk lebih memperjelas dugaan pola persebaran alterasi dan

Page 16: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

909 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

struktur bawah permukaan didaerah penelitian, dilakukan penyatuan model sayatan

dalam bentuk korelasi sayatan. Model korelasi sayatan dibuat sesuai dengan keadaan

topografi yang ada pada daerah penelitian.

Pada gambar korelasi penampang syatan (Gambar 18) dapat diperjelas bahwa

pola persebaran zona alterasi didaerah telitian semakin ke selatan berangsur melemah

dengan dicirikan oleh dominasi jenis alterasi tipe propilitik. Disisi lain, untuk distribusi

dari tipe ubahan (alterasi) filik dan argililik relatif mengikuti pola struktur yang

berkembang di daerah penelitian. Hasil pergerakan struktur geologi di daerah telitian

akan diikuti oleh pembentukan anak-anak sesar serta kekar dan rekahan sehingga

menyebabkan permeabilitas batuan samping meningkat. Larutan sisa magma yang

membawa mineral-mineral logam dari dalam perut bumi akan cenderung melewati

zona-zona lemah yang ada, sedangkan batuan samping (host-rock) yang dilaluinya akan

terubahkan dalam berbagai macam kondisi tergantung radiusnya terhadap penyaluran

fluida magmatik. Sementara pengisian urat kaya mineralisasi cenderung mengikuti arah

struktur Sungai Plampang (baratdaya-timurlaut) sehingga dapat dimungkinkan bahwa

distribusi urat termineralisasi Au akan berangsur melimpah semakin ke arah utara-

timurlaut mengikuti perkembangan Sesar Sungai Plampang.

Mineral-mineral logam berharga emas (Au) di daerah penelitian umumnya hadir

pada jenis ubahan filik dalam bentuk elktrum (terkandung dalam mineral lain) yang

berasosiasi dengan pengisian urat kuarsa terhadap kekar dan rekahan (Harjanto, 2008),

sehingga dapat dikatakan bahwa pola struktur baratdaya-timurlaut pada daerah utara-

timurlaut lokasi penelitian memiliki potensi endapan emas yang lebih ekonomis ditandai

dengan dugaan frekuensi kenampakan jenis ubahan filik yang relatif berlimpah

dibanding pada daerah selatan. Sementara melihat pada bentuk sayatan “H - I” dari hasil

penelitian Harjanto (2008) yang mengarah relatif timurlaut-baratdaya, daerah telitian

merupakan bagian sistem hidrothermal dari pusat erupsi gunung ijo (±5 km ke arah

timurlaut dari lokasi penelitian) yang diperkirakan memiliki tipe endapan jenis sulfidasi

tinggi didalamnya (Gambar 21).

Apabila dikaitkan dengan pola persebaran nilai kemagnetan yang terekam serta

dari bentuk kenampakan penampang sayatan magnetik, maka diduga kuat pada daerah

utara merupakan daerah yang relatif mendekati dari zona inti sistem cebakan

hidrotermal yang ada, sehingga dengan semakin mendekati zona inti sistem cebakan

yang ada maka kadar logam berharga emas akan berangsur meningkat. Hal tersebut

dicerminkan oleh nilai kemagnetan yang semakin melemah dan cenderung konsentris ke

arah utara-timurlaut. Dugaan tersebut juga diperkuat ditemukannya singkapan alterasi

silisik bertekstur vuggy, serta hadirnya mineral barit di sekitar LP 6 sebagai penciri

pembentukan suhu tinggi yang berada di daerah utara kavling penelitian. Namun

demikian hasil akhir dari penelitian ini masih bersifat dugaan sementara dan belum

mutlak mengingat metode yang digunakan adalah metode geomagnetik, dimana metode

ini bersifat pasif yang sifatnya relatif regional. Selain itu juga karena waktu, biaya dan

pengetahuan penulis serta data acuan yang digunakan dalam pekerjaan penelitian

terbatas.

Page 17: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

910 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

VI. KESIMPULAN

Dari hasil analisa geofisika bawah permukaan yang dikorelasikan dengan data

geologi permukaan dapat ditarik beberapa kesimpulan yang diantaranya yaitu : Pola

distribusi urat termineralisasi memiliki kisaran kedudukan N 51°E - N 76°E

(timurlautbaratdaya) cenderung mengikuti pola Sesar besar Kali Plampang. Dilakukan

hasil analisa terhadap peta Tilt-Derivative, daerah utara lokasi penelitian memiliki

kontrol struktur lebih kompleks serta didapatkan 3 dari 8 zona yang dimungkinkan

memiliki kandungan mineral Au yaitu daerah 1, 7 dan 8 (oval merah putus-putus), yang

dibuktikan dengan data tersingkap/permukaan dengan penciri terdapatnya kandungan

mineral-mineral asosiasi emas seperti pirit, kalkopirit, galena, bornit dan kovelit.

Sementara dari hasil analisa peta RTP dan sayatan C, D, E dan F diperkirakan

potensi kandungan mineral bijih primer emas di daerah utara-timurlaut akan berangsur

meningkat (mengikuti zona inti cebakan mineralisasi) seiring dengan meluasnya

persebaran alterasi jenis filik dan argilik yang digambarkan oleh hadirnya zona

demagnetisasi, dibandingkan pada daerah selatan lokasi penelitian. Dugaan diperkuat

dengan ditemukannya singkapan alterasi silisik bertekstur masif-vuggy, serta hadirnya

mineral barit di sekitar LP 6 sebagai penciri pembentukan suhu tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Ansori, C. dan Hastria, D., 2013. Studi Alterasi dan Mineralisasi di Sekitar Gunung Agung, Kabupaten

Kulonprogo-Purworejo, LIPI-Kebumen, Kebumen, Buletin Sumberdaya Geologi Volume 8,

No. 2.

Arisoy, Muzaffer Özgü and Dikmen, Ünal, 2013. Edge Detection of Magnetic Sources Using Enhanced

Total Horizontal Derivative of the Tilt Angle, Bulletin of the Earth Sciences Application and

Research Centre of Hacettepe University. 34 (1), page 73-82.

Budiadi, E., Syafri, I., and Sudradjat A., 2013, Geotectonic Configuration of Kulon Progo Area,

Yogyakarta, Indonesian Journal of Geology, Vol.8 No.4.

Buchanan, L. J., 1981. Precious Metal Deposits Associated With Volcanic Environments In The Southwest,

Arizona Geology Soc. Digest, v. 14, p. 237-261.

Dentith, Michael and Mudge, Stephen T., 2014. Geophysics for the Mineral Exploration Geoscientist,

New York, Cambridge University Press.

Harjanto, A., 2008. Magmatisme dan Mineralisasi di Daerah Kulonprogo, Disertasi Doktor Teknik

Geologi, ITB, Bandung, tidak dipublikasikan.

Harjanto, A., 2011. Vulkanostratigrafi di Daerah Kulonprogo dan Sekitarnya, Yogyakarta, Jurnal Ilmiah

MTG Vol. 4, No. 2.

Harjanto, A., 2011. Petrologi dang Geokimia Batuan Volkanik di Daerah Kulonprogo dan Sekitarnya Daerah

Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta, Jurnal Ilmiah MTG Vol. 4, No. 1.

Page 18: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

911 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Hartono, H.M.S., 1969. Globigerina marls and their planktonic foraminifera from the Eocene of Nanggulan,

Central Java, Foram. Res. Jour., v 5, 1, 1- 20.

Hedenquist, J.W., White, N.C., Izawa, E. and Arribas, A., 1996. Epithermal Gold Deposits : Styles,

Characteristics and Exploration, Japan, The Society of Resource Geology.

Hinze, William J., R. B., Ralph,. and Saad , Von Frese Afif H., Gravity and Magnetic Exploration, New

York, Cambrige University Press.

Hoschke, Terry., 2008. Geophysical signatures of copper-gold porphyry and epithermal gold deposits,

Tasmania, Arizona Geological Society Digest 22.

Lowell, J. D., and Guilbert, J. M., 1970. Lateral and Vertical Alteration-Mineralization Zoning In

Porphyry Ore Deposits, Society of Economic Geology vol. 65, pp. 373-408.

Lowrie, William. 2007. Fundamentals Of Geophysic second edition. New York, Cambrige University

Press.

Prastyadi, C., 2007. Evolusi Tektonik Paleogen Jawa Bagian Timur, Disertasi Doktor Teknik Geologi,

ITB, Bandung, tidak dipublikasikan.

Pringgopawiro, H., dan Riyanto, B., 1988. Formasi Andesit Tua Suatu Revisi, Bandung,

Dept.Geol.Contr 1-29, ITB.

Purnamaningsih, S., dan Pringgopawiro, H., 1981. Stratigraphy and Planktonic Foraminifera of the

Eocene - Oligocene Nanggulan Formation, Central Java. Palaeontology Series, 1, 9 – 28. Rahardjo,

W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H. M. S., 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta skala 1:100.000

edisi 2, Bandung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Roy, Kalyan K., 2007. Potential Theory in Applied Geophysics, India, Springer-Verlag Berlin

Heidelberg.

Sillitoe, Richard H., 2010. Porphyry Copper Systems, London, Society of Economic Geologists, Inc., v.

105, pp. 3–41.

Sismanto, Hartantyo, E., Sembiring, Adry S., dan Nukman, N., 2009. Interpretasi Keberadaan Urat

Sulfida Menggunakan Model Dua Lapis Kunezt Terhadap Data Elektromagnetik VLFResistivitas

Di Daerah Sangon, Kulon Progo, Yogyakarta.

Sutanto, 2000. Batuan Vulkanik Daerah Kulon Progo, Geokronologi dan Geokimia, Buletin Tekmira

Nomor 14.

Talwani, M., Heirtzler, J. R., Peter, G., and Zurflueh, E. G., 1962. Magnetic Anomalies Caused By Two-

Dimensional Structure : Their Computation By Digital Computers and Their Interpretation, New

York, Lamont Geological Observatory.

Telford, W.M., Geldart, L.P., dan Sheriff, R.E., 1990. Applied Geophysics second edition, London,

Cambridge University Press.

Van Bemmelen, R.W., 1949. Geology of Indonesia. Vol. IA, Government Printing Office, Nijhoff, The

Hague.

Whitehead, N., and Musselman, C., 2007. Oasis Montaj Filltering, Canada, Geosoft.inc.

Page 19: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

912 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Tabel 1. Ciri-ciri endapan epitermal (White & Hedenquist, 1996).

Tabel 2. Tabel suseptibilitas kemagnetan mineral & batuan (kanan) (Telford dkk., 1990).

Page 20: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

913 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Tabel 3. Tabel suseptibilitas kemagnetan mineral & batuan (Mudge & Dentith, 2014). Suseptibilitas

menggunakan satuan unit SI.

Page 21: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

914 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Tabel 4. Tabel akuisisi data geologi lapangan

Tabel 5. Tabel akuisisi data geologi permukaan

Page 22: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

915 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 1. Peta geologi daerah Kulonprogo dan sekitarnya (Raharjo, 1995).

Gambar 2. Stratigrafi daerah Kulonprogo oleh beberapa peneliti (Harjanto, 2008).

Page 23: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

916 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 3. Penerapan filter RTP pada peta anomali TMI

Page 24: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

917 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 4. Ilustrasi respon anomali TMI dari benda magnetik yang diukur pada permukaan

horizontal. (1a & 2a) Disekitar kutub utara magnetik (inc +90o). (1b & 2b) Mid-latitude di belahan

utara (inc +45o). (1c & 2c) Didaerah ekuator magnetik (inc 0o). (1d & 2d) Mid-latitude di belahan

selatan (inc -45o). (1e) Benda magnetik dekat permukaan yang terinduksi medan magnet bumi

(Dentith & Mudge, 2014).

Page 25: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

918 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 5. Sketsa hasil penerapan filter kontinuasi pada peta anomali TMI (gambar 4), dengan

interval kontur 10 nT (Xinzhu & Hinze, 1983).

Gambar 6. Penerapan filter derivatif pada anomali TMI (Arisoy and Dikmen, 2)

Page 26: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

919 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 7. Penentuan zona alterasi dan mineral pencirinya dalam sistem hidrotermal, (Lowell

& Guilbert,1970)

Gambar 8. Diagram alir akuisisi data (kanan) dan diagram alir pengolahan data (kiri).

Page 27: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

920 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 9. Desain survei pengukuran magnetik daerah Pedukuhan Plampang dan sekitarnya,

Kokap, Kulonprogo

Gambar 10. Peta geologi dan vulkano-stratigtafi daerah Kulonprogo (Harjanto, 2008), Ilp = lava

dan breksi piroklastik jatuhan ijo, ilh = breksi lahar ijo, ii = intrusi andesit basaltik ijo.

Page 28: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

921 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 11. Peta geologi struktur daerah Plampang dan sekitarnya.

Page 29: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

922 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 12. Peta alterasi dan mineralisasi beserta diagram roset di bawah kolom keterangan. Prt =

Pirit, Klkp = Kalkopirit, Kvl = Kovelit, Bor = Bornite, Gal = Galena, Sph = Sphalerit.

Page 30: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

923 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 13. Perbandingan data struktur geologi permukaan (kiri) dengan data rekonstruksi

struktur geologi dari peta anomali magnetik tilt-derivatif (kanan).

Page 31: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

924 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 14. Korelasi data geologi permukaan dengan peta anomali geomagnetik tilt-derivatif.

Page 32: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

925 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 15. Korelasi peta upward-continuation dengan peta alterasi dan mineralisasi menunjukkan

pola anomali rendah konsentris ke arah utara-timurlaut. sayatan C, D, E dan F

Page 33: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

926 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 16. Model cebakan epitermal sulfida rendah, atas (Buchanan, 1981), bawah (Hedenquist,

2000).

Page 34: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

927 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 17. (Atas) Penampang blok C - C’ dari peta RTP dengan nilai suseptibilitas

kemagnetannya. (Bawah) Penampang Sayatan C - C’ dicocokan dengan model epitermal sulfida

rendah Hedenquist (2000).

Page 35: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

928 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 18. (Atas) Penampang blok D - D’ dari peta RTP dengan nilai suseptibilitas

kemagnetannya. (Bawah) Penampang Sayatan D - D’ dicocokan dengan model epitermal

Page 36: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

929 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 19. (Atas) Penampang blok E - E’ dari peta RTP dengan nilai suseptibilitas

kemagnetannya. (Bawah) Penampang Sayatan E - E’ dicocokan dengan model epitermal

Page 37: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

930 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 20. (Atas) Penampang blok F - F’ dari peta RTP dengan nilai suseptibilitas

kemagnetannya. (Bawah) Penampang sayatan F - F’ dicocokan dengan model epitermal

Page 38: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

931 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 21. Korelasi penampang 2,5 D.

Page 39: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

932 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Lampiran Gambar 1. Struktur sheeting joint

pada outcrop lava andesit di Sungai Plampang,

Lp 3.

Lampiran Gambar 2. Foto singkapan bidang

Sesar Kali Plampang (atas) dan Bidang sesar di

Sungai Sangon (bawah).

Lampiran Gambar 3. Singkapan sesar berarah tenggara-baratlaut (diperkirakan

memotong Sesar Kali Plampang) pada LP 5. (Kanan) tampak samping, (kiri)

tampak atas. Urat termineralisasi lemah (terisi pirit) terlihat mengisi kekar

disepanjang zona sesar.

Page 40: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

933 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Lampiran Gambar 4. Singkapan Sesar Kali Plampang pada LP 13.

(kanan) sisi timur bidang sesar, (kiri) sisi barat bidang sesar. Silisifikasi

(alterasi silisik) mengisi rekahan bidang struktur.

Lampiran Gambar 5. Singkapan Sesar Kali Plampang pada LP 13. (Kanan) sisi timur

bidang sesar, (kiri) sisi barat bidang sesar. Silisifikasi (alterasi silisik) mengisi rekahan

bidang struktur.

Page 41: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

934 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Lampiran Gambar 6. Urat termineralisasi kuat disepanjang zona bukaan sesar pada

LP 8, Sungai plampang (bekas tambang rakyat). Hadir asosiasi mineral bijih pirit,

kalkopirit, galena, bornit dan kovelit.

Page 42: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

935 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Lampiran Gambar 7. Urat termineralisasi kuat mengisi kekar disepanjang zona sesar

pada LP 4, Plampang II (pada breksi vulkanik). Hadir asosiasi mineral bijih pirit, galena

dan bornit.

Lampiran Gambar 8. Urat termineralisasi lemah mengisi

kekar disepanjang zona sesar pada LP 5, Plampang II.

Mineral sulfida pirit ditemukan melimpah.

Lampiran Gambar 9. Silisifikasi dengan struktur vuggy sillica pada LP 6,

Plampang I. Ditemukan asosiasi mineral pirit dan galena pada vuggy structure.

Page 43: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

936 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Lampiran Gambar 10. Singkapan alterasi silisik berstruktur silika masif pada LP 6, Plampang I.

Mineral barit dijumpai tumbuh pada rekahan dan berasosiasi dengan mineral pirit.

Page 44: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

937 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Lampiran Gambar 11. Singkapan alterasi silisik cukup luas (sekitar 6 x 10 m2) berstruktur silika masif

dan vuggy sillica pada LP 6, Plampang I, dengan tipe alterasi propilit berada pada bagian terluarnya.

Page 45: PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F. Mineralogy, Petrology, and Economic...berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan baratdaya-timurlaut

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

938 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Lampiran Gambar 12. Kompilasi foto mineral asosiasi emas di daerah penelitian (perbesaran lup).