Proposal_Penelitian_Nur_Alif_Bahmid_O11111266_.docx

Embed Size (px)

Citation preview

PROPOSAL PENELITIANPENGARUH HEAT STRESS TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS TELUR PADA AYAM PETELUR

OLEH :

NUR ALIF BAHMIDO11111266

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN2013LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULiLEMBAR PENGESAHANiiKATA PENGANTARiiiDAFTAR ISIivBAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang11.2. Rumusan Masalah21.3. Tujuan Penelitian21.4. Manfaat Penelitian2BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1. Kualitas dan Kuantitas Telur Ayam Petelur32.2. Heat Stress pada Ayam Petelur52.3. Pengaruh Heat Stress terhadap Kualitas dan Kuantitas Telur62.3.1. Pengaruh terhadap Fisiologis Ayam Petelur62.3.2. Pengaruh terhadap Konsumsi dan Bobot Badan72.3.3. Pengaruh terhadap Kualitas dan Kuatitas TelurBAB III KERANGKA TEORI / KERANGKA KONSEP3.1. Hipotesis3.2. Variabel Penelitian3.2.1. Variabel Dependen : Kualitas dan Kuantitas Telur3.2.2. Variabel Independen : Heat Stress3.3. Definisi OperasionalBAB IV METODE PENELITIAN4.1. Design / Rancangan Penelitian4.2. Populasi dan Sampel4.2.1. Cara Pengambilan Sampel4.2.2. Jumlah Sampel4.3. Teknik / Cara Pengumpulan Data4.4. Analisa Data4.5. Etika Penelitian4.6. Alur PenelitianDAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangAyam ras petelur merupakan ternak unggul karena merupakan ternak persilangan dan telah mengalami proses seleksi ketat sampai pada final stockyang siap dipasarkan. Ternak jenis unggul memiliki beberapa keunggulan antara lain (1) pertumbuhan cepat, (2) produksi tinggi, (3) efisiensi produksi tinggi. Dibalik sifat yang superior tersebut ternak jenis unggul juga memiliki kelemahan yaitu sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Seperti yang telah kita ketahui bersama, negara kita, Indonesia tercinta beriklim hutan hujan tropis, dimana seringkali ditemukan suatu kondisi yang kurang atau tidak nyaman bagi ternak unggas. Tingginya suhu lingkungan di daerah tropis, dapat merupakan beban bagi ternak unggas dalam mempertahankan pertumbuhan dan produksinya. Suhu rata-rata harian adalah 27,5oC. Ternak unggas memerlukan suhu optimum untuk pertumbuhan dan produksi berkisar 15 25oC. Radiasi puncak terajdi pada jam 14.00. wita, dapat meningkatkan tingkat stres pada ayam petelur karena suhu udara dapat mencapai 31oC. Dari paparan data di atas mengindikasikan bahwa daerah tropika kurang ideal untuk pengembangan ternak unggas. Pemeliharaan ayam petelur pada suhu udara kandang yang lebih tinggi dari kebutuhan optimal akan menyebabkan ternak mengalami heat stress. Pada kondisi heat stress ternak akan menurunkan konsumsi ransum dengan tujuan untuk mengurangi beban panas metabolisme (heat increament). Sebaliknya ternak akan meningkatkan konsumsi air minum agar proses pembuangan panas badan ternak dapat berlangsung lebih cepat. Kondisi ini tentunya dapat mempengaruhi produksi telur baik secara kualitas maupun kuantitas karena pada kondisi lingkungan panas, tentunya terjadi perubahan fisiologi tubuh ayam.Berdasarkan uraian dan gambaran kenyataan-kenyataan diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk melalukan riset tentang pengaruh heat stress terhadap kualitas dan kuantitas telur pada ayam petelur.

1.2. Rumusan Masalah1.2.1. Bagaimana mekanisme heat stress hingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas telur pada ayam petelur ?1.2.2. Bagaimana pengaruh heat stress terhadap kualitas dan kuantitas telur pada ayam petelur ?

1.3. Tujuan Penelitian1.3.1. Tujuan UmumTujuan dari penelitian ini adalah mengetahui heat stress terhadap kualitas dan kuantitas telur pada ayam petelur1.3.2. Tujuan Khususa. Memperoleh gambaran mekanisme heat stress hingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas telur pada ayam.b. Mengetahui pengaruh heat stress terhadap terhadap fisiologis, konsumsi dan bobot badan ayam hingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas telur

1.4. Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu TeoriSebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang heat stress yang dapat mempengaruhi produksi telur pada ayam petelur baik kualitas maupun kuantitas telur.1.4.2 Manfaat untuk aplikasi1. Untuk PenelitiMelatih kemampuan meneliti dan dapat menjadi sebagai acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.2. Untuk Masyarakata. Masyarakat dapat mengetahui akibat dari heat stress terhadap produksi telur pada ayam petelur.b. Masyarakat lebih memperhatikan kondisi lingkungan ayam akibat heat stress yang mempengaruhi fisiologis ayam sehingga terjadi pengaruh terhadap kualitas dan kuantitas telur pada ayam petelur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas dan Kuantitas Telur Ayam PetelurPengembangan usaha peternakan ayam petelur di Indonesia masih memiliki prospek yang cukup terbuka lebar. Hal ini karena telur merupakan salah satu produk yang dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia. Secara garis besar parameter keberhasilan usaha ini ditentukan dari 2 aspek, yaitu aspek pencapaian produktivitas dan keuntungan finansial. Untuk mencapai kedua parameter keberhasilan tersebut, maka produksi telur, yang dilihat dari kuantitas dan kualitasnya, harus mampu dicapai dengan maksimal.Namun pada kenyataannya, sejauh ini beberapa peternak ayam petelur masih saja menghadapi beraneka ragam masalah yang berdampak pada penurunan produksi telur, baik penurunan jumlah maupun kualitasnya. Ada banyak faktor yang bisa menjadi penyebab, terdiri dari faktor infeksius (penyakit) dan non infeksius (mutu bibit, kecukupan nutrisi, kondisi lingkungan dan manajemen pemeliharaan). Untuk itu beberapa ulasan mengenai telur dan problematika penyebab penurunan produksinya akan coba kami jabarkan.Telur dan ProduksinyaTelur merupakan salah satu sumber protein hewani yang bernilai gizi tinggi. Sebutir telur tersusun dari 10% kerabang telur, 59% putih telur dan 31% kuning telur. Kuning telur sendiri mengandung 13% protein, 12% lemak, multivitamin, asam amino dan mineral. Sedangkan dalam putih telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat (Kesmavet, 2008)Keberhasilan pencapaian produksi telur itu sendiri dilihat dari 2 nilai yaitu nilai kuantitas/jumlah produksi (HD/Hen day) dan kualitas. Jika persentase jumlah produksi telur tinggi namun kualitasnya rendah, maka peternak akan menghadapi masalah terkait ekonomi karena telur dengan kualitas rendah tidak akan laku di pasaran. Demikian pula sebaliknya, jika kualitasnya bagus namun persentase produksinya rendah maka peternak tetap akan mengalami kerugian ekonomi. Kuantitas telurAyam petelur mulai berproduksi ketika mencapai umur 17-18 minggu. Pada umur tersebut, tingkat produksi telur baru mencapai sekitar 5% dan selanjutnya akan terus mengalami peningkatan secara cepat hingga mencapai puncak produksi yaitu sekitar 94-95% dalam kurun waktu 2 bulan (di umur 25 minggu). Produksi telur diketahui telah mencapai puncaknya apabila selama 5 minggu berturut-turut persentase produksi telur sudah tidak mengalami peningkatan lagi. Sesuai dengan pola siklus bertelur, maka setelah mencapai puncak produksi, sedikit demi sedikit jumlah produksi mulai mengalami penurunan secara konstan dalam jangka waktu cukup lama (selama 52-62 minggu sejak pertama kali bertelur). Laju penurunan produksi telur secara normal berkisar antara 0,4-0,5% per minggu. Pada saat ayam berumur 80 minggu, jumlah produksi telah berada di bawah angka 70% dan pada kondisi demikian bisa dikatakan ayam siap di afkir (HyLine Brown Management Guide, 2007). Kualitas telurKualitas dari sebutir telur ditentukan oleh kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, warna kuning telur dan ada tidaknya bintik darah pada putih atau kuning telur) dan kualitas bagian luar (bentuk, ukuran dan warna kerabang). Telur ayam komersial yang normal memiliki ciri-ciri berwarna coklat terang, kerabang telur tebal, memiliki berat sekitar 55-65 gram/butir, putih telur kental dan di dalam kuning telur tidak terdapatblood spot/bintik darah.Sejak pertama kali ayam bertelur, yaitu ketika mencapai umur 18 minggu hingga afkir, ukuran dan berat telur memang tidak akan sama setiap harinya. Dalam hal ini, seorang peternak harus memiliki respon untuk menentukan apakah ukuran/berat telur yang dihasilkan sesuai/mendekati standar atau jauh dari standar. Jauh dari standar, artinya bisa lebih besar atau lebih kecil. Tidak sesuainya ukuran dan berat telur bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda.Mengenai masalah terkait warna telur, umumnya ada beberapa peternak yang menemukan telur tidak berwarna coklat. Warna coklat pada telur ayam pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu adanya zat warnaphorpyrindi saluran reproduksi ayam. Jadi setiap jenis unggas, telah ditentukan warna telurnya baik putih, biru atau coklat. Namun dalam pembentukan warna kulit telur juga dipengaruhi oleh asupan nutrisi atau obat tertentu. Kondisi lingkungan dan penyakit juga bisa berpengaruh terhadap optimal tidaknya pewarnaan kerabang telur. Masalah kerabang telur tipis dan lembek bisa bersumber dari nutrisi ataupun karena infeksi penyakit. Demikian juga dengan putih telur yang encer.Dalam menjalankan usaha ayam petelur tak jarang terjadi penurunan jumlah produksi yang disertai dengan penurunan kualitas telur sekaligus. Sebagai contoh pada kasus serangan penyakit IB, jumlah produksi telur bisa turun sebesar 10-50%, tidak hanya itu, serangannya pun menyebabkan kualitas telur menurun seperti bentuk telur abnormal, putih telur encer dan warna kerabang telur pucat. Untuk itu perlu adanya upaya mendiagnosa secara cepat dan tepat penyebab penurunan produksi telur agar peternak dapat segera mengantisipasinya. Jika ini dapat dilakukan dengan baik, maka kerugian yang lebih besar dapat dihindari.

2.2. Heat Stress pada Ayam PetelurHeat Stress atau cekaman panas merupakan kondisi saat ternak mengalami kesulitan untuk mempertahankan keseimbangan produksi dan pembuangan panas tubuh. Ayam akan memproduksi panas dan membuang kelebihan panas tubuh secara terkendali pada zona termonetral (thermoneutral zone) sehingga suhu tubuh konstan. Ketika temperatur lingkungan mencapai ambang batas atas (upper critical temperature), terjadi peningkatan akitivitas pembuangan panas melalui panting. Panting adalah respons normal terhadap panas dan dianggap sebagai masalah kesejahteraan hewan (animal welfare). Frekuensi panting meningkat sesuai dengan peningkatan temperatur lingkungan. Produksi panas melebihi kemampuan pembuangan panas yang maksimum (maximum heat loss) menyebabkan kematian setelah ayam menunjukkan cekaman panas yang intens (akut) atau cekaman panas yang berlangsung dalam waktu lama (kronis). Suhu tubuh ayam harus dijaga sekitar 39,9 41oC, ayam akan mati apabila suhu tubuh meningkat sebanyak 4oC atau lebih (DEFRA, 2005).Mekanisme Produksi Panas dan Pembuangan Panas pada AyamPada temperatur lingkungan yang relatif rendah, panas didisipasi melaluisensible heat loss (SHL) secra radiasi, konduksi, dan konveksi. Mekanisme radiasi panas dari ayam ke lingkungan terjadi akibat perbedaan temperatur permukaan tubuh dan temperatur udara sekitarnya. Konveksi terjadi melalui aliran udara dari jengger, pial, wajah, kaki, jari-jari, leher, tubuh dan sayap (Yahavet al., 2005). SHL dari jengger dan pial mencakup 34% dari total SHL pada suhu 35oC. Konduksi terjadi dengan menyalurkan panas dari tubuh ke permukaan benda, misalnya litter, lantai atau dinding kandang (Hilmanet al., 1985). Evaporasi pada ayam tidak terjadi melalui penguapan air yang dihasilkan oleh kelenjar keringat, melainkan dari mulut yang dikenal dengan istilahpanting. Pantingefektif apabila kelembaban lingkungan tidak terlalu tinggi. Temperatur dan kelembaban udara yang tinggi menyebabkan cekaman yang lebih parah daripada temperatur tinggi namun kelembabannya rendah.Pantingmembutuhkan energi untuk aktivitas otot organ pernafasan, pantingyang cepat dan berat akibat temperatur ekstrim dapat meningkatkan frekuensi pernafasan hingga 10 kali lipat.Peningkatan frekuensi nafas membuang CO2dalam jumlah besar dan meningkatkan pH darah sehingga terjadi alkalosis. Kadar kalium dan fosfat darah menurun, sedangkan natrium dan klorida meningkat. Konsekuensi dari panting yaitu dapat menurunkan laju pertumbuhan atau justru menurunkan bobot badan (DEFRA, 2005).

2.3. Pengaruh Heat Stress terhadap Kualitas dan Kuantitas Telur2.3.1. Pengaruh terhadap Fisiologis Ayam PetelurHeat stress akan menimbulkan efek yang lebih besar pada ayam tua dibandingkan dengan ayam muda. Ayam dewasa mempunyai bulu yang telah sempurna dan kondisi ini akan mempersulit pembuangan panas tubuhnya. Selain itu, ayam dewasa juga memiliki ukuran tubuh lebih besar sehingga panas tubuh yang dihasilkan lebih banyak.Frekuensi nafas tergantung pada umur ayam, temperatur lingkungan, dan kelembaban. Peningkatan frekuensi nafas terjadi apabila terjadi peningkatan kelembaban (RH) lingkungan. Menurut Yahav (2000), frekuensi panting yang diestimasi dari pH darah dan pCO2lebih tinggi pada temperatur 30oC dibandingkan 28oC. Frekuensi nafas ayam normalnya sebanyak 20 30 kali per menit, tetapi saat temperatur 30,2oC dan kelembaban 89,0%, frekuensi nafas meningkat menjadi 39 kali per menit (Abiojaet al., 2012).Saat kondisi heat stress, ayam akan melakukan beberapa aktivitas sebagai respon terhadap suhu yang tinggi, diantaranya Memperluas area permukaan tubuh. Hal ini ditunjukkan ayam dengan melebarkan atau menggantungkan sayapnya. Usaha ayam ini kurang memberikan hasil yang optimal. Alasannya adalah suhu tubuh ayam dengan suhu lingkungan kandang tidak berbeda nyata, akibatnya aliran panas tubuh ke lingkungan kandang (secara radiasi) menjadi kurang optimal. Panting. Panting atau bernapas melalui tenggorokan merupakan aktivitas khas yang ditunjukkan oleh ayam pada saat mengalami heat stress. Mekanisme ini sama halnya dengan mekanisme pelepasan panas pada manusia yang dilakukan melalui kelenjar keringat. Oleh karena ayam tidak mempunyai kelenjar keringat, maka panting menjadi mekanisme penggantinya. Saat panting, ayam membuka mulut dan menggerakkan tenggorokannya sehingga ada aliran udara keluar masuk melalui kerongkongan. Akibatnya evaporasi meningkat. Panting yang dilakukan oleh ayam akan memberikan hasil yang efektif jika suhu udara panas dengan tingkat kelembaban yang rendah (udara kering), namun kurang efektif jika terjadi pada saat suhu tinggi namun udaranya basah (kelembaban tinggi).2.3.2. Pengaruh terhadap Konsumsi dan Bobot BadanPeningkatan temperatur lingkungan kandang dari 21,1 32,2oC menyebabkan penurunan konsumsi pakan per ekor per hari sebanyak 9,5% dari minggu ke 1 6. Ketika temperatur lingkungan meningkat dari 32,2 -37,8oC terjadi penurunan konsumsi sebesar 9,9% dibandingkan temperatur 21,1oC (North dan Bell, 1990). Menurut May dan Lott (1992), peningkatan konsumsi air pada temperatur siklik 24 35 24oC disertai dengan penurunan konsumsi pakan. Penurunan konsumsi pakan bertujuan untuk mencegah peningkatan panas yang dihasilkan dari proses pencernaan dan matabolisme. Peningkatan konsumsi air bertujuan untuk menurunkan temperatur tubuh dan memudahkan pembuangan panas. Penurunan konsumsi pakan jelas menghasilkan bobot badan yang lebih rendah. 2.3.3. Pengaruh terhadap Kualitas dan Kuantitas TelurPada saat heat stress, ayam akan ebih banyak minum dan mengurangi aktivitas konsumsi ransum sehingga kebutuhan nutrisi untuk pembentukan telur tidak terpenuhi. Dan pada saat itu pula ayam akan melakukan panting sehingga mengeluarkan banyak karbondioksida (CO2). Pada pembentukan telur, CO2 diperlukan untuk membentuk kalsium karbonat (CaCO3) yang berguna untuk menyusun kerabang telur. Akibat CO2 berkurang maka kerabang akan lebih tipis dan mudah retak. Kondisi ini dapat menyebabkan produksi telur turun, demikian pula dengan kualitasnya.

BAB IIIKERANGKA TEORI / KERANGKA KONSEP

3.1. HipotesisHipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini :1. Heat Stress mengakibatkan ayam mengalami kesulitan untuk mempertahankan keseimbangan produksi dan pembuangan panas tubuh.2. Heat stress berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas telur pada ayam petelur dengan adanya penurunan produksi.

3.2. Variabel PenelitianVariabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi dua variabel yang terdiri dari variabel terikat (variabel dependen) dan variabel bebas (variabel independen). Kedua tipe variabel ini merupakan kategori variabel penelitian yang paling sering digunakan dalam penelitian karena mempunyai kemampuan aplikasi yang luas. Penjelasan dan prediksi fenomena secara sistematis digambarkan dalam variabilitas variabel-variabel dependen yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel-variabel independen.3.2.1. Variabel Dependen : Kualitas dan Kuantitas TelurVariabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen disebut juga sebagai variabel konsekuensi (consequent variable) atau veriabel terikat.Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel dependen yakni kualitas dan kuantitas telur. Dimana kualitas dan kuantitas telur dapat diketahui setelah dipengaruhi oleh heat stress.3.2.2. Variabel Independen : Heat StressVariabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Variabel independen dinamakan pula dengan variabel yang diduga sebagai sebab (presumed couse variabel) dari variabel independen, yaitu variabel yang diduga sebagai akibat (presumed effect variabel). Variabel independen juga dapat disebut sebagai variabel yang mendahului (antecendent variable) atau variabel bebas.Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independen yakni heat stress. Dengan adanya heat stress maka kualitas dan kuantitas pada telur akan terpengaruh atau dengan kata lain, heat stress mempengaruhi kualitas dan kuantitas pada telur.3.2.3. Hubungan Antar VariabelHubungan ini dinyatakan melalui garis anak panah baik satu arah maupun dua arah.

Heat Stress(Variabel Independen)Kualitas dan Kuantitas Telur(Veriabel Dependen)

3.3. Kerangka Konsep

BAB IVMETODE PENELITIAN

4.1. Design / Rancangan Penelitian

4.2. Populasi dan Sampel4.2.1. PopulasiPopulasi yang dijadikan sebagai objek penelitian yaitu peternakan ayam petelur masyarakat di Kel. Uluale Kec. Watangpulu Kab. Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan. 4.2.2. Sampela. Jumlah SampelSampel dalam penelitian ini yakni sejumlah 15 ekor ayam umur 6 bulan yang dikelompokkan menjadi 3 perlakuan yang berbeda. Setiap kelompok/perlakuan terdiri dari 5 ekor. Semua perlakuan diberikan waktu selama 2 minggu.b. Cara Pengambilan SampelAyam percobaan ditempatkan pada kandang terbuka tanpa lampu pemanas (S1), satu lampu pemanas 40 watt (S2) dan dua lampu pemanas 40 watt (S3). Seng dipasang di atas kandang yang berfungsi sebagai reflektor untuk memantulkan panas dari lampu. Untuk pengambilan sampel dilakukan setiap hari dalam seminggu berarti dilakukan sebanyak 7 kali.Adapun 3 perlakuan diberikan dengan suhu kandang yang berbeda seperti berikut ini : S1 (28,55 1,53 oC) tanpa lampu pemanas S2 (31,07 1,29 oC ) menggunakan bola lampu 40 watt 1 buah S3 (33,50 1,17 oC) menggunakan bola lampu 40 watt 2 buah.

4.3. Teknik / Cara Pengumpulan Data

4.4. Analisa Data

4.5. Etika Penelitian

4.6. Alur Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN