Upload
wirastika-adhihapsari
View
67
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
I.1 latar Belakang
Pencemaran air dapat terjadi akibat masuknya atau dimasukkannya bahan
pencemar dari berbagai kegiatan, seperti rumah tangga, pertanian,dan industri.
Penurunan kualitas air akibat pencemaran, dapat mengubah struktur komunitas
organisme akuatik yang hidup. Pencemaran senyawa organik, padatan
tersuspeni, nutrien berlebih, substansi toksik, limbah industri dapat menyebabkan
gangguan kualitas air dan menyebabkan perubahan keanekaragaman dan
komposisi organisme akuatik di perairan.
Jika lingkungan berada dibawah suatu tekanan maka keanekaan jenis
akan menurun pada suatu komunitas. Pencemaran kualitas air dapat diketahui
dari kondisi komunitas biota akuatik di dalam badan perairan tersebut. Hal ini
berarti biota akuatik dapat dijadikan sebagai indikator biologi, karena memiliki
sifat sensitif terhadap keadaan pencemaran tertentu sehingga dapat digunakan
sebagai alat untuk menganalisis pencemaran air.
Logam berat dalam air mudah diserap dan tertimbun dalam fitoplankton
yang merupakan titik awal dari rantai makanan, selanjutnya melalui rantai
makanan sampai ke organisme lainnya. Kadar logam berat dalam air selalu
berubah-ubah tergantung pada saat pembuangan limbah, tingkat kesempurnaan
pengelolaan limbah dan musim. Unsur-unsur logam berat dapat masuk ke tubuh
manusia melalui makanan dan minuman serta pernafasan dan kulit. Peningkatan
kadar logam berat dalam air laut akan diikuti oleh peningkatan logam berat dalam
tubuh ikan dan biota lainnya, sehingga pencemaran air laut oleh logam berat
akan mengakibatkan ikan yang hidup di dalamnya tercemar (Muchyidin, 2007)
Daerah pesisir pantai merupakan area yang sering terpapar timbal sebagai
akibat dari muara aliran sungai yang mengandung limbah (Berniyanti dalam Ulfin,
2001). Logam berat seperti timbal (Pb) yang terikat dalam sedimen relatif sukar
untuk lepas kembali melarut dalam air, sehingga semakin banyak sedimen maka
semakin besar kandungan logam berat didalamnya. Adanya timbal dalam
lingkungan tentunya akan mempengaruhi biota di dalamnya, seperti organisme
bentik yang siklus hidupnya selalu di substrat dasar suatu perairan, baik bersifat
sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas), organisme bentik ini biasa
disebut “benthos”.
Alasan pemilihan benthos sebagai biomarker kualitas disuatu ekosistem
perairan karena pergerakannya yang sangat terbatas sehingga memudahkan
dalam pengambilan sampel, ukuran tubuhnya relatif besar sehingga mudah
diidentifikasi, hidup didasar perairan serta relatif diam sehingga secara terus
menerus mengakibatkan benthos sangat berpengaruh oleh berbagai perubahan
lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut dan perubahan faktor-faktor
lingkungan ini akan mempengaruhi keanekaragaman komunitas benthos (Barus,
2002).
Salah satu benthos adalah kerang khususnya pada spesies Anadara
granosa merupakan biota akuatik yang mempunyai karakteristik sebagai
biomonitor yang baik untuk pencemaran logam berat. Mereka memiliki sifat hidup
yang menetap, distribusi di perairan tropis dan hidup pada sedimen berlumpur
(Dame, 1996 dalam Yap, 2011). Beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan
bahwa A. Granosa mampu mengakumulasi Cd dan Cu pada tingkat yang
signifikan dalam jaringan mereka (Noorddin, 1995 dalam Yap, 2011).
Kerang darah yang terekspos oleh timbal (Pb), kemungkinan mengalami
stres protein. Untuk mengetahui apakah terjadi perubahan ekspresi protein
dengan adanya kadar amonia yang tinggi dihabitatnya, dapat digunakan
mekanisme analisa proteomic. Metode proteomic (Amelina et al, 2006)
merupakan metode yang memungkinkan analisa global pada unsur pokok sel
yang dapat mengkarakterisasi sebanyak puluhan ribu protein yang dinyatakan
dalam sebuah tipe sel yang diberikan pada waktu tertentu, apakah dalam sebuah
molekul atau nilai-nilai isoelektrik protein tersebut. Proteomic merupakan tonggak
informasi yang baru untuk menguji seluruh complement protein yang terekspresi
pada sel, jaringan atau organ pada waktu dan kondisi tertentu. Ekspresi protein
diatur dalam level yang berbeda dari transkripsi sampai proses pematangan
polypeptida oleh translasi mRNA matang (Pueyo et al, 2011). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa peruubahan lingkungan dapat mempengaruhi
ukuran berat molekul protein tersebut, sehingga protein tersebut , sehingga
protein tersebut mengalami perubahan ekspresi. Perubahan ekspresi protein
pada organisme kemungkinan berbeda. Tergantung seberapa banyak kadar
bahan pencemar yang terakumulasi dalam tubuhnya.
Namun, seberapa banyak akumulasi timbal dalam tubuh organisme itu
ditentukan oleh kondisi lingkungannya, apakah di lingkungan perairan tersebut
banyak terakumulasi bahan pencemar atau tidak. Perbedaan kandungan timbal
(Pb) pada tiga lokasi yaitu Pantai Prigi (Kabupaten Trenggalek), UPPPP
Mayangan (Kabupaten Probolinggo) dan muara sungai porong (Kabupaten
Sidoarjo) inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian untuk
mengetahui adanya perubahan ekspresi protein pada A. Granosa di ketiga
perairan tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
Apakah adanya timbal (Pb) di perairan memberikan pengaruh terhadap
ekspresi protein Anadara granosa? Dan jika terjadi perubahan terhadap
proteinnya, protein apakah yang berubah?
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh adanya
timbal (Pb) terhadap ekspresi protein Anadara granosa pada tiga lokasi yaitu
Pantai Prigi (Kabupaten Trenggalek), UPPPP Mayangan (Kabupaten
Probolinggo) dan muara sungai porong (Kabupaten Sidoarjo) dan untuk
mengetahui protein apakah yang berubah karena paparan timbal (Pb) tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Biologi Kerang Darah (Anadara granosa)
Kerang darah (Anadara granosa) adalah sejenis kerang yang biasa
dimakan oleh warga Asia Timur dan Asia Tenggara. Anggota suku Arcidae ini
disebut kerang darah karena ia menghasilkan hemoglobin dalam cairan merah
yang dihasilkannya.
Kerang anadara termasuk ke dalam sub kelas lamellibranchia, dimana
filament insang. Klasifikasi kerang darah adalah sebagai berikut :
Kindom : Animalia
Fillum : Moluska
Kelas : Bivalva
Subkelas : Pteriomorphia
Ordo : Arcoida
Famili : Arcidae
Subfamii : Anadarinae
Genus : Anadara
Spesies : Anadara granosa
Gambar 1. Morfologi Anadara granosa
Seperti kerang pada umumnya, kerang darah merupakan jenis bivalvia
yang hidup pada dasar perairan dan mempunyai ciri khas yaitu ditutupi oleh dua
keping cangkang (valve) yang dapat dibuka dan ditutup karena terdapat sebuah
persendian berupa engsel elastis yang merupakan penghubung kedua valve
tersebut.
Kerang darah mempunyai dua buah cangkang yang dapat membuka dan
menutup dengan menggunakan otot aduktor dalam tubuhnya. Cangkang pada
bagian dorsal tebal dan bagian ventral tipis. Cangkang ini terdiri atas 3 lapisan,
yaitu
1. periostrakum adalah lapisan terluar dari kitin yang berfungsi sebagai
pelindung.
2. lapisan prismatic tersusun dari kristal-kristal kapur yang berbentuk prisma,
3. lapisan nakreas atau sering disebut lapisan induk mutiara, tersusun dari
lapisan kalsit (karbonat) yang tipis dan paralel.
Gambar 2. Anatomi Anadara granosa
Puncak cangkang disebut umbo dan merupakan bagian cangkang yang
paling tua. Garis-garis melingkar sekitar umbo menunjukan pertumbuhan
cangkang. Mantel pada pelecypoda berbentuk jaringan yang tipis dan lebar,
menutup seluruh tubuh dan terletak di bawah cangkang. Beberapa kerang ada
yang memiliki banyak mata pada tepi mantelnya. Banyak diantaranya
mempunyai banyak insang. Umumnya memiliki kelamin yang terpisah, tetapi
diantaranya ada yang hermaprodit dan dapat berubah kelamin.
Kakinya berbentuk seperti kapak pipih yang dapat dijulurkan keluar. Kaki
kerang berfungsi untuk merayap dan menggali lumpur atau pasir. Kerang
bernafas dengan dua buah insang dan bagian mantel. Insang ini berbentuk
lembaran-lembaran (lamela) yang banyak mengandung batang insang. Antara
tubuh dan mantel terdapat rongga mantel yang merupakan jalan keluar
masuknya air.
II.2 Proteomik
Proteomik adalah studi skala besar protein, khususnya struktur dan fungsi.
Protein adalah bagian penting dari organisme hidup, karena mereka adalah
komponen utama dari jalur metabolisme fisiologis sel.
Proteome adalah komplemen seluruh protein, Sekarang diketahui bahwa
mRNA tidak selalu diterjemahkan menjadi protein, dan jumlah protein yang
dihasilkan untuk suatu jumlah tertentu tergantung pada mRNA gen itu
ditranskripsi dari dan pada keadaan fisiologis saat ini sel. Proteomika
menegaskan kehadiran protein dan menyediakan ukuran langsung dari jumlah
ini.
Proteomik, atau studi tentang protein yang dipaparkan oleh genom adalah
sebuah aplikasi dalam menentukan ukaran kualitas lingkungan yang buruk, dan
dapat memberikan data yang lebih akurat dalam merfleksi status fungsional
dibandingkan dengan ekspresi mRNA. Prinsip yang mendasarinya adalah bahwa
proteomik berbeda dari sel ke sel dan terus-menerus berubah melalui interaksi
biokimia dengan genom dan lingkungan. Sehingga, kondisi lingkungan
mendorrong ekspresi yang unik dalam protein pada jenis organisme, jaringan
atau sel yang terkena bahan asing dari luar (Ripley et al, 2011)
Proteom sangat dinamis dan terus menerus mengalami perubahan sebagai
respon terhadap berbagai sinyal intra dan ekstraseluler. Hal ini diakui bahwa
semua makhluk hidup merespon bahkan perubahan lingkungan yang paling
halus melalui perubahan dalam ekspresi gen dan beberapa protein. Empat
proses yang berbeda yang terlibat dalam konsentrasi protein seluler tiap individu
yaitu: (i) sintesis protein, (ii) pengolahan protein, (iii) protein sekresi dan (iv)
degradasi protein (Lemos, 2010).
Penggunaan proteomik dilingkungan yang toksik masih dalam masa
perkembangan karena sejumlah keelemahan masih terbatas pada jumlah
organisme dalam database sequence. Namun, beberapa penulis melaporkan
bahwa tekanan pada lingkungan, seperti logam berat, xenostrogen, senyawa
klorinberdampak pada ekspresi protein dalam jaringan berbeda dari organisme
akuatik yang relevan. Dengan menggunakan pendekatan proteomik, studi terkini
dalam menentukan tekanan ektrim pada ekspresi protein di dalam dua larva ikan
yang menghasilkan telur (Silvestre, 2010)
II.3 Pencemaran Logam Berat
Berdasarkan Undang Undang Lingkungan Hidup, pencemaran adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain
kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang
atau tidak dapat berfungsi lagi dengan peruntukannya.
Pengaruh pencemaran terhadap biota laut akan berdampak pada struktur
fisiologi maupun hormon organisme tersebut, namun adapula beberapa
organisme yang merespon adanya pencemaran dengan perubahan metabolisme
dan variasi aktivitas enzimnya (Amelina et al, 2006). Perubahan metabolisme
atau adanya variasi pada aktifitas enzim tersebut disebabkan karena
tereksposenya sel sebagai akibat dari stres protein.
Logam berat dapat didefinisikan sebagai unsur-unsur yang mempunyai
nomor atom 22-92 dan terletak pada periode 4-7 pada susunan berkala
Mendelev. Logam berat mempunyai efek racun terhadap manusia dan makhluk
hidup lainnya. Logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan
adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (Ar), kadmium (Cd), kloronium (Cr), dan
nikel (Ni). Logam-logam tersebut dapat menggumpal di dalam tubuh organisme
dan tetap tinggal didalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun
yang terakumulasi (Fardiaz, 1992).
II.4 Respon Organisme Akuatik terhadap Pencemaran Logam Berat
Kerang Darah atau “cockle” (Anadara granosa) adalah salah satu
komoditas pangan hasil laut yang mempunyai nilai komersial dan disukai
konsumen di Indonesia maupun di Asia secara umum (Whitten, 1996 dalam
Widianarko 2002). Cara hidup Kerang Darah sebagai “filter feeder” ini yang
menyebabkan komoditas ini sangat berpotensi mengakumulasi substansi-
substansi pencemar, baik logam berat ataupun mikrobia. Bila lingkungan
perairan tersebut tercemar oleh logam berat ataupun mikrobia, maka pencemar
tersebut akan diserap oleh kerang dan masuk ke dalam jaringan tubuhnya.
Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa A. granosa
mampu mengakumulasi Cd dan Cu untuk tingkat yang signifikan dalam jaringan
mereka. Paparan Cd menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam
konsentrasi Cd dalam insang, hepatopankreas dan jaringan lunak total kerang
dibandingkan dengan kontrol (Chan et al., 2002 dalam Yap et al, 2011). Namun,
sedikit yang diketahui tentang distribusi Cu dan Zn di jaringan lunak dan keras
dari A. granosa.
Organisme individu menampilkan beberapa tanggapan terhadap stres
polutan. Respon fisiologis tergantung pada ketersediaan hayati, penyerapan,
akumulasi detoksifikasi, dan disposisi dari polutan dalam tubuh. Kepala di antara
perubahan fisiologis negatif adalah mereka secara langsung mempengaruhi
pada, reproduksi pertumbuhan organisme dan kelangsungan hidup. Misalnya,
efek toksik subletal polusi umumnya mengubah pasokan energi untuk
pertumbuhan dan reproduksi dari organisme laut (Almroth, 2008).
II.5 Deskripsi Lokasi Penelitian
Seperti diketahui bahwa kondisi lingkungan berbeda antara satu dengan
tempat lainnya, terutama kualitas airnya. Di muara Sungai Porong, boleh
dikatakan bahwa kualitas airnya sedang tercemar. Hal ini karena adanya
pembuangan lumpur yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas ke Sungai
Porong. Adanya masukan lumpur tersebut membawa partikel tersuspensi,
nutrien dan bahan organik terlarut lainnya (Abida, 2009). Dengan adanya
pembuangan lumpur Lapindo ke muara sungai porong akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas airnya, apabila mengandung minyak, limbah industri dan
kotoran lainnya (Haeruman, 1984). Selain pengaruh buangan limbah PT.
Lapindo, muara sungai porong juga dijadikan sebagai tempat berbagai aktivitas
warga sekitar, seperti penambangan pasir, pengurukan tanggul, serta adanya
pengurukan untuk reklamasi pantai (Abida, 2009). Dengan adanya masukan
baru akibat perbuatan manusia tersebut selain mempengaruhi kualitas air juga
akan mempengaruhi konsentrasi terlarut bahan-bahan tertentu seperti logam
berat Pb (timbal).
Berbeda dengan muara sungai porong, Teluk Prigi (Kabupaten
Trenggalek) juga dimungkinkan terdapat kandungan logam berat. Teluk Prigi
merupakan salah satu pusat usaha perikanan di Pantai Selatan Jawa. Selain
pusat perikanan, teluk ini juga dikenal dengan pemandangannya yang indah,
tempat rekreasi, ekowisata,. Namun ditengarai dalam beberapa tahun terakhir ini,
Teluk Prigi mulai terancam kontamina logam berat. Pb merupakan salah satu
jenis logam berat yang potensial menjadi bahan kontaminan. Menurut Afriati et al
(2011), tingginya kandungan Pb di Teluk Prigi dapat berasal dari limbah industri
dikawasan pelabuhan, serta limbah cair domestik yang terbawa aliran sungai
yang kemudian bermuara di sekitar pelabuhan. Sedangkan sumber dari laut, bisa
berasal dari buangan bahan bakar mesin kapal, cat kapal, dan kegiatan wisata.
Dalam menjalankan aktivitasnya kegiatan dilaut ini menghabiskan bahan bakar
solar ± 4.443 ton/tahun, oli ± 103 ton/tahun, bensin ± 1.473 ton/tahun, minyak
tanah 70 ton/tahun (Statistik PPN Prigi, 2010) serta sebelum berangkat kapal
tersebut harus dihidupkan di pelabuhan selama ± 1 jam, dengan demikian limbah
asap masuk ke perairan pelabuhan. Selain hal tersebut, knalpot (pembuangan
sisa gas hasil proses pembakaran bahan bakar) terletak di bawah kapal atau
dekat dengan permukaan laut, sehingga gas buangannya langsung berinteraksi
dengan air laut, yang akan menambah kontaminan.
Kondisi lingkungan yang berbeda lainnya juga terjadi di Pelabuhan
Mayangan (Kabupaten Probolinggo). Tempat ini merupakan pelabuhan yang
aktif di Pantai Utara Jawa. Banyak aktivitas perikanan di tempat ini juga
menyebabkan adanya berbagai kandungan bahan pencemar lingkungan
perairan seperti logam berat timbal (Pb). Bahan pencemar ini antara lain berasal
dari industri perikanan yang menghasilkan berbagai limbah cair dan limbah
padat, juga aktivitas kapal yang ada di pelabuhan ini. Hal ini dapat ditenggarai
dengan kondisi perairan Pantai Mayangan yang warnanya sudah sangat
memprihatinkan, banyak ubur-ubur daripada organisme lainnya yang
mengindikasikan bahwa perairan tersebut sudah tercemar.
III. METODOLOGI
III.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di 3 lokasi yang berbeda yang telah ditentukan,
yaitu lokasi pertama di area wisata sekaligus pelabuhan perikanan yang berada
di perairan laut selatan yaitu Pantai Prigi (Kabupaten Trenggalek) pada koordinat
8º16’56” LS dan 111º43’6” BT yanng merupakan pantai dengan aktifitas industri
perikanan dan pariwisata. Lokasi kedua berada di daerah UPPPP Mayangan
(Kabupaten Probolinggo) yang terletak pada koordinat 07º40’56” LS dan
113º14’46” BT merupakan daerah pelabuhan perikanan di perairan laut utara
yang aktif di Jawa Timur dengan tingkat pencemaran dari limbah kapal dan
aktifitas industri perikanan yang menghasilkan limbah cair dan padat yang cukup
tinggi. Lokasi ketiga berada di muara Sungai Porong (Jabon) Kabupaten Sidoarjo
yang terletak pada koordinat 07º33’0.96” LS dan 112º50’48.2” BT merupakan
daerah pembuangan lumpur PT. Lapindo sehingga memiliki tingkat pencemaran
dari limbah industri dengan tingkat bahan pencemar dari bahan kimia termasuk
logam berat yang cukup tinggi. Sampel dari ketiga tempat tersebut diambil dan
dibuat perbandingan kandungan proteinnya dengan menggunakan analisa
proteomic.
Gambar 3. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Anadara granosa
III.2 Pengambilan Sampel
Sampel Annadara granosa sebanyak 5 ekor untuk setiap lokasi yang
memiliki kelengkapan morfologis, tidak mengalami kerusakan atau cacat, dan
ukuran tubuh yang hampir sama. Sampel tersebut disimpan ke dlam cool box
untuk menjaga agar organ A. Granosa tetap segar, kemudian segera dibawa ke
laboratorium untuk diamati. Setiap sampel yang sudah diambil kemudian
dihancurkan dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
III.3 Purification
Semua sampel hewan yang sudah dihancurkan selanjutnya dimineralisasi
dengan metode mocrowave tekanan tinggi. Kemudian sampel yang berupa pellet
dikumpulkan dan disimpan dalam cairan nitrogen atau langsung di proses untuk
analisa proteinnya.
III.4 Homogenization
Sampel atau pelet tersebut diambil ± 3,5 ml. Ditambahkan anticoagulant
buffer yang terdiri dari 80% CM-ASW (Calcium/Magnesium Free Artificial
Seawater, osmolarity 1200 mOsM: 36 g/L NaCl-0.665 g/L KCL-3,916 g/L
Na2SO4-0,914 g/L NaHCO3) dan 20% EDTA stock solution (13,53 g/L).
Suspensi sel kemudian di sentrifugasi pada 1500xg selama 10 menit pada suhu
kamar, sel pellet disuspensi kembali pada lysis buffer (1%-PMSF-1% Triton X-
100-58mM EDTA) dan disimpan pada suhu 200ºC sampai akan digunakan.
III.5 SDS-PAGE
Fraksi eluted yang diendapkan dengan 20% TCA dalam 100 % aseton
dingin dengan 0,07% β-mercaptoethanol dan dibilas dengan 1ml aseton dan
0,07% (v/v) β-mercaptoethanol. Protein diekstraksi dengan metode ini yang larut
dalam soulubilization buffer (7M urea, 2M thiourea, 2% CHAPS (w/v), 2%
CHAPS (w/v), 0,5% triton X-100, 1% β-mercaptoethanol, 1% (v/v) pharmalyte (3-
10), dan 1% DTT (w/v)) modifikasi dari Rabiloud. Setelah itu, sampel dialkilasi
dengan 30 mM IAA selama 15 menit dalam kegelapan dan kemudian dicampur
dengan larutan rehidrasi yang terdiri dari 8M urea, 2% CHAPS (w/v), 15 mM
DDT, 1% β-mercaptoethanol (v/v) dan 0,2% Pharmalyte (v/v) (3-10). Solubilized
samples doaplikasikan dalam 11 cm IPG trips, pH 4-7 (Bio-Rad, Hercules, CA).
Total protein yang diaplikasikan per gel adalah 300 µg. Isoelektrik berpusat pada
tampilan Protein IEF Cell (Bio-Rad) pada suhu 20ºC menggunakan langkah
berikut ini: passive rehydration selama 12 jam dengan peningkatan tegangan
pada setiap langkahnya. Langkah 1.250 V selama 15 menit. Langkah 2, 2.800 V
selama 2,5 jam dan langkah 3, 800 V hingga mencapai 35000 Vh. Setelah itu,
IPG strips di reduksi (1% DTT (w/v)) dan kemudian dialkylated (4% IAA (x/v))
dalam equilibration buffer (6M urea, 50mM Tris, pH 8,8, 30 % gliserol (v/v), 2%
SDS (w/v), dan 0,002% CBB (w/v)). Dimensi kedua kemudian dilakukan
homogenous 12,5% T Vvriterion precast gels (Bio-Rad, Hercules, CA) pada
tegangan 120 V selama 2 jam menggunakan Criterion Dodeca Cells (Bio-Rad).
III.6 Analisa Gambar
Spot protein dalam gel yang divisualisasi dengan staining menggunakan
CBB G-250, dan gel image didapatkan dengan menggunakan Image scanner
(Amersham Biosciences). Analisa data menggunakan Image Master 2D Platinum
6.0 dari Amersham Biosciences analisa gambar termasuk deteksi spot,
kuantifikasi spot dan normalisasi, background substraction, dan spot matching
dan juga bisa disertai dengan analisa statistik. Jumlah protein per spot ditetapkan
dari jumlah dari intensitas dari semua pixel yang me-make up spot tersebut.
Untuk mengkoreksi variabilitas dengan CBB staining dan untuk merefleksi variasi
kuantitatif antar spot, volume spot yang dinormalisasi dengan persentasi dari
total volume dari semua spot dalam gel. Dengan demikian nilai persen untuk
semua protein spot akan dievaluasi apakah memiliki perbedaan signifikan antar
grup. Oleh karena itu, 2-DE map yang didapat dari polluted site dicocokkan
dengan referensi 2-DE map (uncontaminant station).
Secara umum metode analisa proteomic adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Metode Analisa Proteomic
III.7 Kerangka Pemikiran Penelitian
Anadara granosa
Diambil di 3 lokasi yang berbeda
Pantai Mayangan Kabupaten Probolinggo
Pantai Prigi Kabupaten Trenggalek
Muara Sungai Porong Sidoarjo
Analisis spesies sebagai
biomarker
Analisis ProteomicEkstraksi Protein
Cemli homogenized
buffer
Dibandingkan hasil analisis
proteomic pada 3 lokasi yang
berbeda
2D elektroforesis
HASIL
Anadara granosa
Diambil di 3 lokasi yang berbeda
Anadara granosa